Indische Partij IP Organisasi Awal Pergerakan
165
Sejarah Indonesia
kesatuan aksi melawan kolonial dapat mengubah sistem yang berlaku. Ia juga berpendapat bahwa setiap gerakan politik haruslah mempunyai tujuan
akhir, yaitu kemerdekaan. Pendapat itulah yang kemudian ditulis dalam Het Tijdschrift dan De Expres. Kedekatan Douwes Dekker dengan pelajar
STOVIA di Jakarta membuka peluang bagi pemuda terpelajar saat itu untuk menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam surat kabar Bataviaasch
Nieuwsblad, saat ia menjadi redaktur surat kabar itu. Pengaruh BU juga mendasari jiwa Douwes Dekker saat ia melakukan propaganda ke seluruh Jawa
dari tanggal 15 September hingga 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya itu ia menyelenggarakan rapat-rapat dengan elit lokal di Yogjakarta, Surakarta,
Madiun, Surabaya, Tegal, Semarang, Pekalongan, dan Cirebon. Dalam pertemuannya dengan para tokoh elit BU itu Douwes Dekker mengajak
membangkitkan semangat golongan bumiputera untuk menentang penjajah. Kunjungannnya itu menghasilkan tanggapan positif di kota-kota yang
dikunjunginya. Dari itulah IP kemudian mendirikan 30 cabang dengan jumlah anggota 730 orang. Kemudian terus bertambah hingga mencapai 6000
orang yang terdiri dari orang Indo dan bumiputera. Dalam Anggaran Dasar IP disebutkan, untuk membangun patriotisme Bangsa Hindia kepada tanah
airnya yang telah memberikan lapangan hidup, dan menganjurkan kerjasama untuk persamaan ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia dan
untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Bagi pemerintah
kolonial keberhasilan IP mendapat simpatisan dari
masyarakat merupakan suatu yang berbahaya. Organisasi
itu kemudian dinyatakan sebagai organisasi terlarang
dan berbahaya pertengahan 1913. Pemimpinnya kemudian
ditangkap dan dibuang. Douwes Dekker diasingkan
ke Timor, Kupang. Cipto Mangunkusumo dibuang ke
Bkamu. Suwardi Suryaningrat dibuang ke Bangka. Tiga
Serangkai itu kemudian
dibuang ke Negeri Belanda. Pembuangan Tiga Serangkai
itu membawa dampak luas, tidak saja di Hindia Belanda,
Sumber: Keselarasan dan Kejanggalan Pemikiran- pemikiran Priyayi Nasionalis Jawa Awal Abad XX, 1985.
Gambar 3.6 Tiga Serangkai IP Sebelum Menjalani Masa Pembuangan ke Belanda.
166
Kelas XI SMAMASMKMAK Semester 1
akan tetapi juga di Negara Belanda. Di Hindia Belanda, keberadaan mereka semakin mendorong bumiputera untuk memperjuangkan hak-haknya.
Sementara di Negeri Belanda menjadi perdebatan politik di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Belanda tentang pergerakan rakyat Indonesia.
Karena alasan kesehatan, pada 1914 Cipto Mangunkusumo dipulangkan ke Indonesia. Douwes Dekker dipulangkan pada 1917 dan Ki Hajar Dewantoro
dipulangkan pada 1918. Setelah IP dibubarkan dan pimpinannya menjalankan pembuangan organisasi itu kemudian bernama Insulinde. Namun organisasi
itu kurang mendapat sambutan dari masyarakat. Kemudian tahun 1919 berganti nama menjadi Nationaal Indische Partij NIP. Ki Hajar Dewantoro
kemudian mendirikan Perguruan Taman Siswa 1922, sebagai badan perjuangan kebudayaan dan perjuangan politik.