UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS X.1 SEMESTER GENAP PADA SMK BAKAUHENI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS X.1

SEMESTER GENAP PADA SMK BAKAUHENI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh:

YULI YANI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS X.1

SEMESTER GENAP PADA SMK BAKAUHENI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

Oleh: Yuli Yani

Masalah yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada pelajaran IPS di kelas X.1 SMK Bakauheni Lampung Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus dari masing-masing siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada pelajaran IPS di kelas X.1 SMK Bakauheni Lampung Selatan selalu mengalami peningkatan untuk setiap siklusnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut.

1. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I pertemuan pertama sebesar 55,88% dan pada siklus I pertemuan kedua sebesar 61,76%, siklus II pertemuan sebesar 73,52% dan siklus II pertemuan kedua sebesar 79,41% dan siklus III pertemuan sebesar 85,29% dan siklus III pertemuan kedua sebesar 94,12%.

2. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)pada Siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan hasil belajar Siswa. Persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata kelas pada siklus I menunjukan persentase ketuntasan sebesar 61,76% pada siklus II mengalami peningkatan dengan


(3)

Kata Kunci: Aktivitas, Hasil Belajar, dan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)


(4)

(5)

. t\)t.'t\ii-i\t1r-+

- .. -- ;:i t: -- ;;- .-.1- --. '., . -,.b"

, !1.-. -l: r;1...* | l, ---....-: - t f: rl:rr:.'-,:::: :.,i,..i!r,:

' l\ r'ilrrntilrl fl:il] r lrl-]!i i.f E,,l!(.t!H?!1_-1

j\i iiiif,r! i: (lA{rN tvlaltr/it\i:lrii

I)..,-,--=.-..-- ('-.,.t : t-:lilrill1t(

m,rrnnnrnl.,rtr rldt4F i, .lr , r|rlrr l)^r.r'rerrrni i :r "" !

\L-lrrl,li(ill{ !r(.rt:tLi.titir!1ii \.!vd lLlL:t| itliiin t'ctrt.t;i (LiJiirr!r n.l!vd iii,ill riL=ilU<1ir<il !atlig ... i- ; ..i-. .:" -. '.i_... : :. 1,,",. , r,,i: ,:,_,.1i,.,i. .-r .il ,i,i:t.l: i, ,ir,:-t'".'."'

I l,rnri'r r t "q n,,n,' n 4,! r,.r il i I I

METERAI TEMPEL

997C1 A8F358390


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Penelitian ... 10

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 11

2. Kreativitas ... 16

3. Hasil Belajar ... 28

4. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif TAI ... 33

B. Kerangka Pikir ... 37

C. Hipotesis ... 39

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

B. Subyek Penelitian ... 40

C. Faktor Yang Diteliti ... 40

D. Rencana Tindakan ... 41

E. Data Penelitian ... 43

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

G. Instrumen Penelitian ... 44

H. Analisis Data ... 52


(7)

A. Hasil Penelitian ... 53

1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 53

2. Hasil Penelitian ... 59

a. Siklus I ... 59

b. Siklus II ... 64

c. Siklus III ... 67

3. Deskripsi Kreativitas Siswa dan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran ... 71

B. Pembahasan Penelitian ... 66

1. Kreativitas Belajar Siswa ... 73

2. Hasil Belajar ... 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan ... 77

b. Saran ... 78 DAFTAR PUSTAKA


(8)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta masyarakat dan negara (Ahmadi dan Amri, 2011: 9). Memerhatikan tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran pengetahuan sosial maka seharusnya pembelajaran di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik.

Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan guru dan murid karena salah satu unsur dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang merupakan dua bentuk kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antar satu dengan lainnya. Selain itu sekolah sebagai salah satu unsur dalam dunia pendidikan saat ini sedang mengalami perhatian dari berbagai pihak, karena pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang sangat kompleks, dimana pendidikan saat ini terus berbenah diri menemukan cara yang terbaik untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.


(9)

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk menghantarkan peserta didik untuk mengembangkan segala potensi yang dimilkinya. Sekolah juga dipercaya sebagai satu-satunya cara agar manusia pada zaman sekarang dapat hidup mantap di masa yang akan datang. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada proses pembelajaran di kelas. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain: siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan. Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan. Sejalan dengan kemajuan tersebut, maka dewasa ini pendidikan di sekolah-sekolah telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan itu terjadi karena terdorong adanya pembaharuan tersebut, sehingga di dalam pengajaran pun guru selalu ingin menemukan metode dan peralatan baru yang dapat memberikan semangat belajar bagi semua siswa. Bahkan secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pembaharuan dalam sistem pendidikan yang mencakup seluruh komponen yang ada. Pembangunan di bidang pendidikan barulah ada artinya apabila dalam pendidikan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa Indonesia yang sedang membangun.


(10)

3 Hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran. Dalam perkembangan selama ini SMK Bakauheni merupakan sekolah yang cukup besar yang dikenal di masyarakat. Namun berdasarkan pengamatan di kelas X.1 bahwa aktivitas belajar siswa masih rendah karena masih banyak siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru, tidak mencatat, menyontek, mengobrol, dan bermain-main. Selama ini guru masih menggunakan model pembelajaran langsung yaitu guru menjelaskan materi pelajaran dan siswa mendengarkan, kegiatan pembelajaran masih banyak didominasi guru sehingga siswa kurang aktif dalam proses belajar mengajar lama metode yang digunakan ceramah. Hal ini menyebabkan siswa hanya sekedar objek sehingga siswa tidak berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Guru mengemban tugas yang berat untuk tercapainya tujuan pendidikan nasional yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, manusia seutuhnya yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani, juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta terhadap tanah air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial. Sejalan dengan itu pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia-manusia pembangunan dan rnembangun dirinya sendiri serta bertanggung jawab atas pembangunan bangsa (Depdikbud, 1999).


(11)

Berhasilnya tujuan pembelajaran ditentukan oleh banyak faktor di antaranya adalah faktor guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena guru secara langsung dapat mempengaruhi, membina dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan siswa. Untuk mengatasi permasalahan di atas dan guna mencapai tujuan pendidikan secara maksirnal, peran guru sangat penting dan diharapkan guru memiliki cara/model mengajar yang baik dan mampu memilih model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan konsep-konsep mata pelajaran yang akan disampaikan.

Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa khususnya pelajaran IPS. Misalnya dengan mcmbimbing siswa untuk bersama-sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang diajarkan. Pemahaman ini memerlukan minat dan motivasi. Tanpa adanya minat menandakan bahwa siswa tidak mempunyai motivasi untuk belajar. Untuk itu, guru harus memberikan suntikan dalam bentuk motivasi sehingga dengan bantuan itu anak didik dapat keluar dari kesulitan belajar. Sehingga nilai rata-rata mata pelajaran IPS yang diharapkan oleh guru adalah 90,00.


(12)

5 Berdasarkan pengalaman penulis di lapangan, kegagalan dalam belajar rata-rata dihadapi oleh sejumlah siswa yang tidak memiliki dorongan belajar. Sehingga nilai rata-rata mata pelajaran IPS sangat rendah yaitu mencapai 50,00. Hal ini disebabkan karena guru dalam proses belajar mengajar hanya menggunakan metode ceramah, tanpa menggunakan alat peraga, dan materi pelajaran tidak disampaikan secara kronologis.

Untuk itu dibutuhkan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan upaya membangkitkan motivasi belajar siswa, misalnya dengan membimbing siswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan yang melibatkan siswa serta guru yang berperan sebagai pembimbing untuk menemukan konsep IPS.

Aktivitas tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, aktivitas juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001 : 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013, hasil belajar pada saat Ulangan Harian I (UH1) Semester Genap dapat dilihat dari perolehan nilai siswa di bawah ini.


(13)

Tabel 1. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian I (UH1) kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

No Nilai

(0-100) Banyaknya Siswa

Persentase (100%)

1 92-100 4 11,76

2 83-92 5 14,70

3 63-72 7 20,59

4 53-62 11 32,35

5 00-52 7 20,59

Jumlah 34 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar pada pembelajaran IPS Terpadu yang diperoleh siswa kelas X.1 pada ulangan harian I (UH1) masih rendah. Jumlah siswa pada kelas X.1 yang memperoleh nilai diatas 63 (syarat minimal dikatakan tuntas dalam belajar) sebanyak 16 siswa dengan persentase 47%.

Sedangkan hasil belajar IPS Terpadu pada saat Ulangan Harian II (UH2) semester Genap dapat dilihat dari perolehan nilai siswa di bawah ini.

Tabel 2. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian II (UH2) kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran

2012/2013 No Nilai

(0-100) Banyaknya Siswa

Persentase (100%)

1 92-100 4 11,76

2 83-92 4 11,76

3 63-72 7 20,59

4 53-62 12 35,29

5 00-52 7 20,59


(14)

7 Berdasarkan data yang ada pada Tabel 2 di atas, terlihat bahwa hasil belajar pada pembelajaran IPS Terpadu yang diperoleh siswa kelas X.1 pada ulangan harian II masih rendah. Jumlah siswa kelas X.1 yang memperoleh nilai di atas 63 sebanyak 15 siswa dengan persentase 44,11%. Kelas X.1 SMP Negeri 1Sukoharjo Kabupaten Lampung Selatan menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 63. Hal ini berarti siswa belum memenuhi ketuntasan kompetensi minimal yang ditetapkan oleh guru yaitu 65% siswa memperoleh nilai 63. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah dan Iain (1995:128)

menyatakan bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%,

dikuasai maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut

tergolong rendah”.

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya aktivitas dan hasil belajar diduga karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajarannya. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut adalah pembelajaran dengan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Kriteria Jumlah Siswa Persentase (%)

Siswa yang aktif 13 38,24

Siswa yang belum aktif 21 61,76


(15)

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa yang aktif sebanyak 13 siswa dari 34 siswa (38,24%) dan siswa yang belum aktif sebanyak 21 siswa dari 34 siswa (61,76%). Hasil pengamatan tersebut, dapat dinyatakan bahwa tingkat aktivitas siswa masih rendah.

Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Kelas X.1 masih banyak siswa yang mempunyai aktivitas belajar off task (kegiatan yang menghambat pembelajaran) dan perhatian yang rendah selama pembelajaran berlangsung. Hal ini tampak dari sedikitnya jumlah siswa yang aktif bertanya mengenai materi yang relevan yang diajarkan oleh guru, ngobrol pada saat guru menjelaskan, mengganggu teman, keluar masuk kelas, melamun atau ngantuk pada saat guru menerangkan pelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada saat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial aktivitas belajar siswa di SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Kelas X.1 masih rendah.

Berdasarkan uraian di atas peneliti mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) untuk mengungkapkan apakah dengan model NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar IPS. Peneliti memilih metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran (Siadari, 2001: 4). Dalam model pembelajaran NHT siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan


(16)

9 sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.

Meski dalam model ini siswa lebih aktif, namun guru tetap mengawasi kelas untuk memberikan bimbingan baik secara kelompok maupun individual. Penerapan model pembelajaran NHT ini akan menambah variasi model pembelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, model pembelajaran ini dirasakan lebih efektif dari pada model lain sehingga diharapkan mampu untuk mengkomunikasikan gagasan dan menerapkan dalam kehidupan sehari–hari.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul Laporan Penelitian Tindakan Kelas “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas X.1 Semester Genap Pada SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat di identifikasikan masalah–masalah sebagai berikut:

1. Guru masih menggunakan metode belajar dengan ceramah, proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher center).


(17)

3. Aktivitas belajar siswa di kelas belum optimal. 4. Hasil belajar IPS di kelas X.1 masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah dan agar dalam pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ingin dipecahkan dan diteliti, maka perlu adanya batasan masalah bahwa yang dianalisis adalah Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas X.1 Semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS di kelas X.1 semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan metode diskusi pada mata pelajaran IPS di kelas X.1 semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013?


(18)

11 E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa melalui model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS di kelas X.1 semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) di kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

F. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

a) Kontribusi positif bagi guru-guru mata pelajaran IPS Terpadu tentang alternatif strategi pembelajaran yang lain yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran NHT yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.


(19)

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas untuk mempermudah siswa memahami meteri pelajaran IPS yang disampaikan sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa lebih baik

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Objek Penelitian

Penerapan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) untuk mengetahui aktivitas dan hasil Belajar IPS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas X.1 yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

3. Wilayah Penelitian

SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013. 4. Waktu Penelitian


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Model Numbered Head Together (NHT)

Model adalah contoh atau fiqur yang berkaitan dengan strategi mengajar. Model Numbered Head Together (NHT) merupakan cara belajar Cooperative atau beberapa kelompok dimana anak dikelompokan menjadi beberapa kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, guru memberi tugas kepada setiap siswa berdasarkan nomor, jadi setiap siswa memiliki tugas berbeda.

Model pembelajaran NHT juga merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan melakukan percobaan, mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu permasalahan yang dipelajari. Dengan model NHT siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek dan keadaan suatu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu.


(21)

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Ibrahim (2000:28), mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.


(22)

15 Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :

a) Pembentukan kelompok;

b) Diskusi masalah;

c) Tukar jawaban antar kelompok

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2. Pembentukan kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merkan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.


(23)

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan Pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah

Kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah:

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. 2. Memperbaiki kehadiran.

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

5. Konflik antara pribadi berkurang. 6. Pemahaman yang lebih mendalam.

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. 8. Hasil belajar lebih tinggi.


(24)

17 Number Head Together dalam menceritakan kembali cerita yang dipelajari yaitu merupakan model pembelajaran atau teknik yang berkaitan dengan kegiatan mengajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya. Materi yang diberikan kepada siswa sekolah menengah pertama harus disesuaikan dengan usia dan karakteristik siswa yang bersangkutan. Maksudnya adalah materi yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkah laku, sehingga penguasaan pemahaman pengetahuan tentang Number Head Together dapat bermanfaat bagi para siswa.

Model Pembelajaran Number Head Together bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam merangkum suatu cerita secara runtut sehingga siswa dapat menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya. Tujuan model pembelajaran Number Head Together adalah agar pemahaman siswa bercerita melalui model NHT yang diberikan dalam bentuk tugas per kelompok, agar siswa dapat saling menambah kekurangan pembendaharaan kata dalam merangkai kembali cerita yang dipelajarinya, karena ada kerjasama itulah diharapkan siswa tidak mengalami kesulitan atau kesukaran dalam menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya.

Model NHT diharapkan dapat membangkitkan minat siswa dalam mengungkakan pendapat dalam bentuk rangkaian kata dan kalimat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan merangkai


(25)

kata secara runtut sangat diperlukan sekali guna membantu mengembangkan hasanah Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi atau meningkatkan rasa nasionalisme.

Konsep adalah suatu rancangan, pedoman dan suatu perencanaan terhadap suatu kegiatan yang akan dilaksanakan demi mencapai suatu tujuan akhir yang telah disepakati, baik disepakati oleh pribadi maupun telah disepakati secara khalayak umum. Model pembelajaran merupakan salah satu dari konsep mengajar. Dimana konsep mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa, oleh karena rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana, dalam arti membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri (Muhammad Ali, 1992).

Menurut Nurhadi (2004: 121) pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembang-kan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup da-lam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka me-ngenai isi pelajaran tersebut. Tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT diungkapkan oleh Nurhadi (2004: 121) dalam empat langkah seba-gai berikut.

1. Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang berang-gotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam satu kelompok disesuaikan dengan banyaknya siswa da-lam kelompok itu.

2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat berva-riasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. 3. Berpikir Bersama (HeadsTogether)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bah-wa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.


(26)

19 4. Pemberian Jawaban (Answering)

Guru memanggil satu nomor tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam tipe pembelajaran ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan tiap anggota tahu bahwa hanya satu murid yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban. Setiap kelompok me-lakukan diskusi untuk berbagi informasi antar anggota sehingga tiap anggota mengetahui jawabannya.

Lungdren dalam Sahara (2007: 5) mengemukakan bahwa:

“Manfaat dari pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa adalah: 1. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar.

2. Perselisihan antar pribadi berkurang. 3. Sikap apatis berkurang.

4. Pemahaman lebih mendalam. 5. Motivasi lebih besar.

6. Hasil belajar lebih baik.

7. Meningkatkan budi pekerti, kepekaan dan toleransi”.

Menurut Lundgren (Nardi, 2009: 23) Numbered Heads Together (NHT) memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.

Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai berikut.

a) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. b) Memperbaiki kehadiran.

c) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar. d) Perilaku mengganggu lebih kecil.

e) Konflik antara pribadi berkurangan. f) Pemahaman yang lebih mendalam.


(27)

h) Hasil belajar lebih tinggi.

i) Nilai–nilai kerja sama antar murid lebih tinggi.

j) Kreatifitas murid termotivasi dan wawasan murid berkembang, karena mereka harus mencari informasi dari berbagai sumber.

Selain itu secra lebih umum lagi bahwa Kelebihan dari model Cooperative Learning tipe Numbered Heads together

a) Setiap siswa menjadi siap semua.

b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. d) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.

Kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Setiap model dan metode yang kita pilih, tentu memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Salah satu kekurangan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah kelas cenderung jadi ramai jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik, keramaian itu dapat menjadi tidak terkendalikan. Sehingga mengganggu proses belajar mengajar, tidak hanya di kelas sendiri tetapi bisa juga mengganggu ke kelas lain. Terutama untuk kelas-kelas dengan jumlah murid yang lebih dari 35 orang (Nardi, 2009: 24).

2. Aktivitas Belajar

Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai dengan pendapat


(28)

21

Roestyah dalam Wiarsana (2003:5) “belajar adalah suatu proses untuk

memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan keterampilan yang diperoleh dari

intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan

yang dikemukakan oleh Hamalik (2004:171) yang menyatakan “pengajaran

yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa belajar

sendiri atau melakukan aktivitas.”

Aktivitas belajar tiedak hanya mencatat dan mendengar seperti lazimnya terdapat pada pengajaran tradisional. Pengajaran modern tidak menolak seluruhnya pendapat tersebut namun menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan kegiatan dalam belajar sendiri. Aktivitas belajar diartikan sebagai pengembangan diri melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah bimbingan tenaga pengajar. Menurut (Sadirman, A.M. 2006:99) “tidak ada belajar kalau tidak ada

aktivitas”.

Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Jarome Bruner dalam Trianto (2009:38) belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.


(29)

Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya

belajar. Menurut Winkel dalam Wiyarsana (2003:6) “aktivitas belajar adalah

suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada siswa

yang melakukan kegiatan belajar”. Berdasarkan perdapat tersebut, jelas bahwa

manusia dengan belajar dapat merubah tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang diperoleh dan aktivitas mental dan berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya.

Menurut Paul D. Dieriech dalam Hamalik (2001 : 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis :

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar

demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta,

menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat.

3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket.

5. Drawing Activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta, diagram.

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan. 8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan,


(30)

23 Menurut momes (2001:36), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan dalam pembelajaran meliputi:

1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah,

2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,

3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),

4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),

5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, 6. Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.

Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (2002:7) menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah

(2006:67) menyatakan bahwa “belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak

didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik”.

Menurut Sardiman, A.M. (2006:100) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani). Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus saling terkait. Oleh karenanya Ahmad


(31)

Rohani (2004:6) menjelaskan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya banyak yang tampak maupun yang tidak tampak diamati, sehingga tercapainya aktivitas siswa secara aktif dan tercapainya hasil belajar yang optimal.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana 1999:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar, sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan (Sunarto 1999:11).

Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu dalam bentuk nilai (Depdikbud, 1987:140). Hasil belajar siswa adalah akumulasi nilai pada raport. Bermacam-macam prestasi diantaranya adalah: prestasi baik, prestasi cukup, prestasi kurang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam prestasi belajar antara lain: faktor individu, faktor lingkungan belajar, dan faktor materi pembelajaran.


(32)

25 Beberapa cara untuk menentukan hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan atau keterampilan proses.

Untuk menumbuhkan motivasi belajar dalam rangka untuk meraih prestasi, dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Menumbuhkan keyakinan dan percaya diri bahwa seseorang dapat

melaksanakan tugas atau belajar dengan baik, dan keyakinan tersebut akan mampu berkembang bila ada upaya yang bersungguh-sungguh.

2. Dalam melaksanakan tugas atau belajar untuk mencapai prestasi dilakukan dengan rasa ikhlas dan senang, serta mempunyai tujuan yang jelas.

3. Antara tujuan yang ingin dicapai dan keberhasilan yang dicapai pada diri seseorang ada keterkaitanya (Djamarah, 2002:160).

Berbagai hasil penelitian, sebagaimana dungkapkan oleh Noehi Nasution (1993:8), telah menunjukan hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Hasil belajar disekolah dapat dijelaskan dengan tes intelegensi. Anak-anak yang mempunyai IQ 90-100 pada umumnya akan mampu menyelesaikan sekolah dasar tanpa kesukaran, sedang anak-anak yang mempunyai IQ 70-89 pada umumnya akan memerlukan bantuan khusus untuk dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda mempunyai IQ di atas 120 pada umunya akan mempunyai kemampuan untuk belajar diperguruan tinggi (Djamarah, 2002:161).


(33)

Menurut B.S Bloom (dalam Chatarina, dkk, 2004:6) untuk mendapatkan hasil belajar kognitif seseorang memiliki 6 (enam) tingkatan kognitif, yaitu:

1. Pengetahuan (knowlage), yaitu sebagai perilaku mengingat atau menggali informasi (materi pembelajarn) yang telah dicapai sebelumnya,

2. Pemahaman (comprehention), yaitu sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran. Hal ini ditunjukan melalui penerjemahan materi pembelajaran,

3. Penerapan (application), yaitu penerapan yang mengacu pada kemampuan menggunakan pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil dan teori,

4. Analisis (analysis), yaitu mengacu pada kemampuan memecahkan materi ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis antar bagian, dan mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian,

5. Sintesis (synthesis), yaitu mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hal ini mencakup komunikasi yang unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), atau seperangkat hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi),

6. Penilaian (evaluation), yaitu mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.

Menurut R.M. Gagne, hasil belajar pada proses belajar ditentukan oleh 5 (lima) faktor, diantaranya:

1. Informasi Verbal (Verbal Information)

Yang dimaksud adalah pengetahuan awal/dasar yang memiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasan, maka pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah menguasai.

2. Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill)

Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau kecerdasan bila dikembangkan dapat berupa Intellegence Quiotion (IQ), Intellegence Emotional (EI), Spiritual Intellegence (IS). IQ berhubungan dengan intelegensi atau kecerdasan otak, IE berkaitan dengan emosi atau tingkat pengendalian diri, IS


(34)

27 berhubungan dengan tingkat keyakinan kepada Tuhan (Suharsono, 2009:96).

3. Strategi kognitif (pengaturan kegiatan kognitif) merupakan aktivitas mentalnya sendiri, sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual adalah representensi dalam kesadaran terhadap lingkungan hidup dan diri sendiri. Strategi kognitif mencakup, penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem,

4. Keterampilan Motorik (Motor Skill)

Yang dimaksud adalah kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu yang terkodinir dan terpadu. Cirri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan secara lancar dan luwes tanpa banyak dibutuhkan refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti gerak-gerik tertentu.

5. Sikap (Attitude)

Kecenderungan menerima atau menolakl suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna/berharga atau tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan adanya berbagai tindakan. Misalnya, seorang siswa harus mengambil tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton film dengan temanya pada waktu yang sama.

Penialaian hasil belajar merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan mengajar dan pelaksanaan belajar mengajar. Guru hendaknya dapat menyelesaikan masalah pembelajaranya melalui kegiatan nyata dikelasnya. Kegiatan nyata ditunjukan untuk meningkatkan suatu proses dan hasil pembelajaranya yang dilaksanakan secara professional (Suharjo, dalam Suharsimi Arikunto, dkk: 2006:55)

Dimyati dan mudjiono (2006:3) menyatakan bahwa:

“Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar.

Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hsail belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.


(35)

Hasil belajar pada suatu sisi adalah terkait dengan tindak guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dampak pengajaran dan pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti nilai dalam mengerjakan latihan atau ulangan, nilai dalam rapor, nilai dalam ijazah. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain. Oleh karena itu hasil belajar yang berkualitas bukan sekedar ketercapaian menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target kurikulum, tetapi dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terjadi pada siswa.

Tercapainya suatu tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang diperoleh siswa mengalami peningkatan. Penilaian hasil belajar merupakan suatu kegiatan yang berupaya untuk mengetahui tingkat keberhsilan siswa dalam mencapai tujuanyang telah ditetapkan (Dimyati dalam Dwi Ariyanti, 2006).

Selanjutnya pendapat Syaiful Sagala (2003:57) mengatakan bahwa agar peserta didik dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu antara lain seperti dikemukakan berikut ini:


(36)

29 1. Kemampuan yang berfikir tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai

dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scolastic Aptitude Test).

2. Menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interest Inventory).

3. Bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya (Differensial Aptitude Test)

4. Menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran di sekolah yang menjadi lanjutanya (Achievement Test) dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, adapun hasil pengajaran itu dikatakan betul-betul baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. 2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik, pengetahuan proses

belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan mempengaruhi.

Uraian-uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa adalah hasil atau perubahan yang positif yang dicapai dari proses belajar baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun, pada penelitian ini peneliti menekankan hasil belajar dari segi kognitif yaitu hasil dari tes formatif yang diberikan selama pembelajaran untuk setiap akhir siklus.

B.Kerangka Pikir

Model pembelajaran merupakan suatu setrategi pembelajaran dimana dalam pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk belajar lebih aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas


(37)

pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata.dengan pembelajaran aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik.

Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) yaitu, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa nomor. Kemudian setiap nomor diminta untuk melakukan presentasi berdasarkan nomor yang dipanggil oleh guru. Pada dasarnya model pembelajaran apapun lebih mudah diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat aktivitas, intelegensi dan motivasi yang tinggi. Pada Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dimana peserta didik diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat, maka yang terjadi ialah siswa yang memiliki aktivitas lebihlah yang akan mendominasi kelas itu.

Desain penelitian ini dirancang untuk menyelidiki upaya penerapan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan perlakuan pada tingkatan aktivitas siswa yang berbeda. Peneliti menduga Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan tahap-tahapan pembelajarannya lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan aktivitas siswa tinggi. Dengan


(38)

31 kata lain peneliti menduga ada interaksi antara Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan aktivitas siswa terhadap hasil belajar.

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat di gambarkan paradigma penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

C.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada peningkatan aktivitas belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas X.1 Semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Ada peningkatan hasil belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas X.1 Semester Genap SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/2013.

Model Kooperatif Tipe Numbered Head

Together (NHT)

Aktivitas Belajar Meningkat

Hasil belajar meningkat


(39)

III. METODE PENELITIAN

A.Setting Penelitian

Pendekatan penelitian tindakan kelas ini adalah pendekatan dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga penelitian akan memperoleh jawaban untuk pertanyaan penelitiannya. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa Kelas X.1 semester genap pada SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013 dengan menerapkam model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT), sesuai dengan tujuan penelitian, rancangan penelitian tindakan kelas atau class room action research.

Penelitian tindakan kelas ini didesain untuk memecahkan masalah masalah yang diaplikasikan secara langsung didalam ajang kelas atau dunia kerja. Dalam penelitian ini masalah yang dimaksud adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa kelas X.1 semester genap pada SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Alternatif untuk pemecahan masalahnya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebagai metode pembelajaran pada pelajaran IPS untuk siswa kelas X.1 semester genap pada SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Penggunaan model pembelajaran


(40)

33 kooperatif tipe NHT ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa praktisi dengan mengambil latar alamiah di kelas.

B.Tempat dan Waktu Penetitian 1. Tempat Pengertian

Tempat penelitian adalah siswa kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap di kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013.

3. Subyek dan Objek Penelitian a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dilakukan di kelas kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013 dengan jumlah siswa 38 yang terdiri dan 10 siswa laki- laki dan 28 siswa perempuan.

b. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar siswa dengan rnenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa kelas X.1 SMK Bakauheni Kabupaten Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2012/ 2013.


(41)

34 4. Rancangan Penetian

Penelitian ini dirancang sebagai suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 3 siklus, setiap siklus merupakan alur kegiatan yang pelaksanaannya meliputi empat (4) tahap yaitu : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; (4) refleksi. Proses kegiatan yang mencakup 4 tahap tersebut disebut satu siklus. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagal berikut:

a. Perencanaan Tindakan

Dalam kegiatan ini meliputi identifikasi ialah melalui observasi awal, analisis penyebab masalah dan menetapkan intervensi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan Pelaksanaan merupakan suatu kegiatan di laksanakannya skenario pembelajaran yang telah direncanakan,

c. Pengamatan/ Observasi

Tindakan pengamatan adalah suatu kegiatan mengamati jalannya tindakan untuk memantau sejauh mana tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPS. Pengumpulan data dilakukan pada tahap ini.

d. Refleksi

Refleksi disini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran, menjelaskan dan menyimpulkan. Dalam tahap ini hasil observasi dikumpulkan serta dianalisa. Dengan data observasi guru dapat merefleksi dan apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT telah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil dan refleksi adalah diadakannya revisi terhadap


(42)

35 perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Secara ringkas kegiatan penelitian direncanakan dalam tiga siklus. Namun jika pada siklus II indikator keberhasilan sudah tcrcapai, maka kegiatan penelitian akan dihentikan pada siklus II. Demikian pula jika pada siklus III indikator keberhasilan belum tercapai, maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai kreteria penilaian tercapai. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, siklus II dan siklus III merupakan modifikasi siklus sebelumnya untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang lebih baik. Alur kegiatan dapat dianalogikan dalam bagan berikut:

Berdasarkan gambar di atas maka dapat dijabarkan penjelasan untuk setiap siklusnya, sebagai berikut:

a. Siklus I

1) Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:


(43)

36 b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas X.1.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together.

g. Mempersiapkan perangkat.

2) Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas X.1 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama.

3) Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan. 4) Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.


(44)

37 b. Siklus II

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas X.1. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together.

g. Mempersiapkan perangkat. 2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas X.1 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama.

3. Observasi (observating)


(45)

38 4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

c. Siklus III

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas X.1. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif Tipe Numbered Head Together.


(46)

39 2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas X.1 dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama.

3. Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan. 4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Dan refleksi pada siklus I terlihat adanya kekurang sempurnaan, maka dilakukan siklus II untuk menyempurnakan siklus I. Begitu juga siklus III dilakukan untuk menyempurnakan siklus II. Dengan penjabaran untuk masing-masing siklus sebagai berikut.

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut. a. Menyusun jadwal penelitian.

b. Menentukan kompetensi dasar (KD) yang akan diajarkan dengan penerapan kontekstual model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

c. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS.


(47)

40 d. Mendesain bahan ajar dan tugas siswa yang akan digunakan dalam

kegiatan belajar IPS.

e. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan penerapan kotekstual model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

f. Menyusun lembar kerja observasi aktivitas belajar siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan terdiri dan tiga kegiatan pokok yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan kegiatan penutup. Kegiatan siswa mengakomodir aktivitas tanya jawab dengan memgadopsi dan memodifikasi model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang disesuaikan dengan keadaan siswa dan kelas.

c. Observasi

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangan dan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran antara lain sebagai berikut.

Tabel 2. Lembar observasi untuk menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

No Per 45 Menit % Ket

1 2 3 4 5 ……

1 2 3 4 5


(48)

41 Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran (on Task)

1. Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru

2. Mencatat penjelasaan guru yang sesuai dengan materi pelajaran 3. Berdiskusi dengan sesama teman yang bernomor sama

4. Berani menyampaikan jawaban dengan tegas sesuai dengan pertanyaan 5. Bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum faham

6. Berani memberikan kritik dan saran kepada kelompok yang bernomor lain Kegiatan yang tidak relevan (Off Task)

1. Tidak memperhatikan penjelasan guru 2. Tidak menulis atau tidak mencatat 3. Mengantuk

4. Tidak mengganggu kelompok lain 5. Mengobrol

6. Bermain-main d. Refleksi

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

5. Indikator Keberhasilan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas tindakan, maka ditetapkan indikator keberhasilan dan penelitian. lndikator tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan dalan merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.


(49)

42 Sekaligus sebagai acuan untuk menentukan jumlah siklus dalam penelitian. Indikator keberhasilan penelitian ini sebagai berikut.

a. Jika sekurang-kurangnya persentase aktivitas belajar siswa 81 %-90% Maka telah masuk dalam kreteria “tinggi”.

b. Jika sekurang-kurangnya dalam pelaksanaan pembelajaran mencapai 70% mencapai KKM maka masuk dalam kreteria “Baik.

6. Sumber data penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri sebagai berikut.

1. Data aktivitas siswa, yaitu data yang diperoleh dan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Data basil belajar siswa, yaitu data hasil belajar siswa diperoleh dan tes hasil belajar siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus I, II dan III.

7. Teknik Pengumpulan Data

1. Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, guru menggunakan metode penelitian tindakan kelas yaitu suatu jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar dikelas. 2. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan dengan tujuan unluk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes tertulis yang diberikan pada setiap akhir siklus.


(50)

43 8. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa

Analisis data format I rnenggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa ditentukan dengan mengisi lembar observasi.

2. Analisis dan Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan koritekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiap akhir siklus dengan rumus:

x N N Y

S

 100 %

Keterangan:

Y = Nilai rata-rata kelas

Ns = jumlah nilai tes seluruh siswa N = jumlah siswa

9. Instrumen tes

a. Uji Syarat lnstrumen Tes 1. lnstrumen Tes (Kognitif)

Uji persyaratan instrumen tes ini diperoleh melalui pemberian tes pilihan ganda pada siswa dengan syarat intrumen tes sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Pengujian validasi tiap butir instrument menggunakan analis item, yaitu mengkorelasi skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam memberi interprestasi terhadap koefisien korelasi, item yang


(51)

44 mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item tersebut tidak tinggi pula. Syarat minimal yang di anggap memenuhi yaitu syarat dengan r hitung ≥ r tabel dengan ά = 0,05. Uji validitas menurut Arikunto ( 2006 : 79 ) menggunakan rumus korelasi biserial :

γ pbi = Mp – Mt / Si √p / q

keterangan :

γ pbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total

Si = Standar deviasi dari skor total P = Proporsi siswa menjawab benar Q = Proporsi siswa menjawab salah

Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka alat ukur

tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel maka alat ukur

tersebut dinyatakan tidak valid.

Setelah peneliti melakukan uji tes pada siklus I, siklus II dan III. Maka diperoleha hasil analisis butir soal sebagai berikut.

Tabel 3. Uji Validitas Butir Soal Siklus I

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan No. 1 0,444 0,602 Valid No. 2 0,444 0,465 Valid No. 3 0,444 0,335 Tidak Valid No. 4 0,444 0,457 Valid No. 5 0,444 0,497 Valid No. 6 0,444 0,468 Valid No. 7 0,444 0,654 Valid No. 8 0,444 0,491 Valid No. 9 0,444 -0,238 Tidak Valid No. 10 0,444 0,304 Tidak Valid No. 11 0,444 0,112 Tidak Valid No. 12 0,444 0,447 Valid


(52)

45 No. 13 0,444 0,461 Valid

No. 14 0,444 0,476 Valid No. 15 0,444 0,541 Valid No. 16 0,444 0,221 Valid No. 17 0,444 -0,082 Tidak Valid No. 18 0,444 0,490 Valid No. 19 0,444 -0,040 Tidak Valid No. 20 0,444 0,336 Tidak Valid

Setelah melakukan uji Siklus I dengan jumlah 20 item soal dan terdapat 8 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 3,8,9,10,16,17,19,20 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,444.

Tabel 4. Uji Validitas Butir Soal Siklus II

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan No. 1 0,444 0,637 Valid No. 2 0,444 0,215 Tidak Valid No. 3 0,444 0,451 Valid No. 4 0,444 0,476 Valid No. 5 0,444 0,335 Tidak Valid No. 6 0,444 0,481 Valid No. 7 0,444 0,446 Valid No. 8 0,444 0,472 Valid No. 9 0,444 0,127 Tidak Valid No. 10 0,444 0,478 Valid No. 11 0,444 0,494 Valid No. 12 0,444 0,453 Valid No. 13 0,444 0,465 Valid No. 14 0,444 0,456 Valid No. 15 0,444 0,335 Valid No. 16 0,444 0,237 Valid No. 17 0,444 0,327 Tidak Valid No. 18 0,444 0,550 Valid No. 19 0,444 0,539 Valid No. 20 0,444 0,549 Valid

Setelah melakukan uji Siklus II dengan jumlah 20 item soal dan terdapat 6 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 2,5,9,15,16,17 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,444.


(53)

46 Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan No. 1 0,444 0,566 Valid No. 2 0,444 0,486 Valid No. 3 0,444 0,519 Valid No. 4 0,444 0,204 Tidak Valid No. 5 0,444 0,430 Valid No. 6 0,444 0,241 Tidak Valid No. 7 0,444 0,491 Valid No. 8 0,444 0,491 Valid No. 9 0,444 0,464 Valid No. 10 0,444 0,314 Tidak Valid No. 11 0,444 0,486 Valid No. 12 0,444 0,452 Valid No. 13 0,444 0,461 Valid No. 14 0,444 0,481 Valid No. 15 0,444 0,476 Valid No. 16 0,444 0,447 Valid No. 17 0,444 0,457 Valid No. 18 0,444 0,457 Valid No. 19 0,444 0,469 Valid No. 20 0,444 0,487 Valid

Setelah melakukan uji Siklus II dengan jumlah 20 item soal dan terdapat 3 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 4,6,10 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,444.

b. Uji Realibilitas

Reabilitas atau tingkat ketetapan ( consistensi atau keajegan ) adalah tingkat kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur – unsurnya, jika diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Arikunto (2006 : 101).


(54)

47 Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto ( 2006 : 101 ) dilakukan dengan menggunakan rumus :

K – R.20. Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus K – R.20.

R11 = ( k/k – 1 ) ( S² - ∑pq / S² ) Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q = 1 –p ) ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q

n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Berdasarkan uji siklus yang sudah dilakukan diperoleh reliabilitas soal pada siklus I yaitu 0,53, pada siklus II diperoleh 0,59 dan pada siklus III diperolah 0,64.

c. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut disebut dengan indeks kesukaran.

Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin mudah


(55)

48 soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari proporsi”.

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus : P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2006: 208) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar. - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang. - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah.

Berdasarkan analisis butir soal untuk uji kesukaran soal dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Tingkat kesukaran soal siklus I, Siklus II dan Siklus III

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran

soal

Kategori 6,18,19,20 0,00 – 0,30 Sukar 1,3,4,5,7,8,10,11,12,13,16,

17 0,31 – 0,70 Sedang

2,9,14,15 0,71 – 1,00 Mudah SIKLUS II

0,00 – 0,30 Sukar 1,3,4,5,8,10,12,13,16,17,

18,19,20

0,31 – 0,70 Sedang 2,6,7,9,11,14,15 0,71 – 1,00 Mudah SIKLUS III

0,00 – 0,30 Sukar 1,13,15,18 0,31 – 0,70 Sedang 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,14,

16,17,19,20


(56)

49 d. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasa disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas maupun kelompok bawah sama – sama menjawab benar atau salah maka soa; tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.


(57)

50 Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus sebagai berikut.

D = BA / JA – BB / JB = PA – PB Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja (Arikunto, 2006 : 213 ).

Tabel 7. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya Pembeda Kategori 2,4,5,6,8,11,17 0,00 – 0,20 Jelek 10,12,16,19 0,21 – 0,40 Cukup 3,7,1314,15,18 0,41 – 0,70 Baik

1 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS II

0,00 – 0,20 Jelek 3,4,5,12,16,18 0,21 – 0,40 Cukup 2,6,8,9,10,14,17,19 0,41 – 0,70 Baik 1,7,11,13,15 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS III

6,12,16,20 0,00 – 0,20 Jelek 2,3,4,7,10,11,13,14,15,

17,18,19

0,21 – 0,40 Cukup 1,5,8,9 0,41 – 0,70 Baik

0,71 – 1,00 Baik Sekali 10. Analisis Data

1. Analisis data aktivitas siswa

Analisis data jumlah aktivitas siswa dilakukan dengan membagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa diamati aktivitasnya secara klasikal


(58)

51 dalam setiap pertemuan dengan member tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan,

Setelah observasi lalu dihitung jumlah aktivitas yang telah dilakukan, kemudian dipresentasikan. Data pada setiap siklus diolah menjadi presentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif minimal 61% dari jenis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian dipresentasekan. Hal ini sesuai dengan criteria Arikunto (1992:17) yaitu:

a. Antara 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik b. Antara61%-80% adalah aktivitas siswa yang baik c. Antara 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup d. Antara 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang e. Antara 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Jika lebih dari 61%-80% aktivitas yang dilakukan, maka siswa tersebut sudah termasuk siswa yang aktif. Dapat dilakukan perhitungan persentase keaktifan siswa dengan rumus:

Keterangan:

%A = persentase jumlah siswa yang aktif Na = jumlah siswa yang aktif


(59)

52 2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

11. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah:

1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke siklus.


(60)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I pertemuan pertama sebesar 55,88% dan pada siklus I pertemuan kedua sebesar 61,76%, siklus II pertemuan sebesar 73,52% dan siklus II pertemuan kedua sebesar 79,41% dan siklus III pertemuan sebesar 85,29% dan siklus III pertemuan kedua sebesar 94,12%.

2. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)pada Siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan hasil belajar Siswa. Persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata kelas pada siklus I menunjukan persentase ketuntasan sebesar 61,76% pada siklus II mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 76,47% dan pada siklus III mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 91,18%.


(61)

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan:

1. Dalam upaya peningkatan aktivitas belajar Siswa, guru perlu menerapkan metode belajar dan model pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS diantaranya motivasi belajar Siswa akan meningkat, dengan meningkatnya motivasi maka aktivitas belajar siswa juga akan meningkat. 2. Dalam upaya peningkatan hasil belajar Siswa guru harus menyiapkan perencanaan pembelajaran, absen, dan model pembelajaran yang cocok dengan pelajaran IPS diantaranya Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta

Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-diskusi.html http://nesaci.com/metode-diskusi-dalam-proses-belajar-di-sekolah/

Suyatna, Agus. 2008. Modul 30 Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Universitas Lampung:Lampung.

Model PAIKEM , Departemen Pendidikan Nasioanal Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.

http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2007/05/model-model-pembelajaran Bobbi DePorter. 2002. Quantum Teaching. Boston: Allyn Bacon.

B. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2001. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.


(1)

51 dalam setiap pertemuan dengan member tanda ceklis pada lembar observasi yang telah diadakan,

Setelah observasi lalu dihitung jumlah aktivitas yang telah dilakukan, kemudian dipresentasikan. Data pada setiap siklus diolah menjadi presentase aktivitas siswa. Seorang siswa dikategorikan aktif minimal 61% dari jenis kegiatan yang telah dilakukan, kemudian dipresentasekan. Hal ini sesuai dengan criteria Arikunto (1992:17) yaitu:

a. Antara 81%-100% adalah aktivitas siswa sangat baik b. Antara61%-80% adalah aktivitas siswa yang baik c. Antara 41%-60% adalah aktivitas siswa cukup d. Antara 21%-40% adalah aktivitas siswa kurang e. Antara 0%-20% adalah aktivitas siswa kurang sekali

Jika lebih dari 61%-80% aktivitas yang dilakukan, maka siswa tersebut sudah termasuk siswa yang aktif. Dapat dilakukan perhitungan persentase keaktifan siswa dengan rumus:

Keterangan:

%A = persentase jumlah siswa yang aktif

Na = jumlah siswa yang aktif


(2)

52 2. Analisis data hasil belajar siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiapa akhir siklus.

11. Indikator Keberhasilan

Indikator keberhasilan pada penelitian ini adalah:

1. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran meningkat dari siklus ke siklus.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I pertemuan pertama sebesar 55,88% dan pada siklus I pertemuan kedua sebesar 61,76%, siklus II pertemuan sebesar 73,52% dan siklus II pertemuan kedua sebesar 79,41% dan siklus III pertemuan sebesar 85,29% dan siklus III pertemuan kedua sebesar 94,12%.

2. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)pada Siswa kelas X.1 SMK Bakauheni dapat meningkatkan hasil belajar Siswa. Persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata kelas pada siklus I menunjukan persentase ketuntasan sebesar 61,76% pada siklus II mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 76,47% dan pada siklus III mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 91,18%.


(4)

72

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan:

1. Dalam upaya peningkatan aktivitas belajar Siswa, guru perlu menerapkan metode belajar dan model pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS diantaranya motivasi belajar Siswa akan meningkat, dengan meningkatnya motivasi maka aktivitas belajar siswa juga akan meningkat. 2. Dalam upaya peningkatan hasil belajar Siswa guru harus menyiapkan perencanaan pembelajaran, absen, dan model pembelajaran yang cocok dengan pelajaran IPS diantaranya Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta

Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-diskusi.html http://nesaci.com/metode-diskusi-dalam-proses-belajar-di-sekolah/

Suyatna, Agus. 2008. Modul 30 Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Universitas Lampung:Lampung.

Model PAIKEM , Departemen Pendidikan Nasioanal Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.

http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2007/05/model-model-pembelajaran Bobbi DePorter. 2002. Quantum Teaching. Boston: Allyn Bacon.

B. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2001. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.


(6)

.... 2002. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kelas di SMP, SMPLB, SLB Tingkat Dasar, dan MI. Jakarta: Depdiknas.

...2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas. Indra Jati Sidi. 2004. Pelayanan Profesional, Kegiatan Belajar-Mengajar yang

Efektif. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja RoSMPakarya.

Purwadi Suhandini. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Lemlit UNNES. Puskur Balitbang Depdiknas. 2003. Model-model Pembelajaran Efektif.

(www.puskur_balitbang_depdiknas.com).upadate 28 Agustus 2007. Supardi, Suharsimi Arikunto, Suhardjono. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.

Yakarta: Bumi Aksara.

Tim MKDK IKIP Semarang. 1990. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tintin Heryatin. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Quantum dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris dalam Rangka Pengembangan

Kurikulum Berbasis Sekolah. Hasil Penelitian. (http://pps.upi.edu/org/ abstrakthesis/abstrakpk/abstrakpk04.html). update 28 Agustus 2007. Zainal Aqib. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN

0 5 67

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN

0 12 65

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IX.2 SEMESTER GENAP SMP PGRI BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 62

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Skripsi)

0 6 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS X.1 SEMESTER GENAP PADA SMK BAKAUHENI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 16 63

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IX.2 SEMESTER GENAP SMP PGRI BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 63

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 60

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.2 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN

1 17 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.2 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN

0 6 60

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.D SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 PULAU PANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 36