UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN

(1)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP

PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Oleh: M. NASEKH

Kajian yang diteliti dalam penelitian ini adalah upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran NHT. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran NHT pada pelajaran IPS di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari tiga siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes dan observasi. Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran NHT pada pelajaran IPS di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran NHT pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo


(2)

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP

PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012

(PTK)

Oleh:

M. NASEKH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(3)

TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION(TAI) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU

TAHUN PELAJARAN 2011/2012 ( PTK)

Oleh:

SISWATI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan

Pada

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Kegunaan Penelitian... 6

G. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUANPUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 8

1. Pengertian Belajar ... 8

2. Aktivitas Belajar... 15

3. Hasil Belajar ... 21

4. Pembelajaran Kooperatif... 25

5. Pengertian Model Pembelajaran NHT ... 29

B. Kerangka Pikir ... 35

C. Hipotesis ... 37

III. METODE PENELITIAN A. Setting Penelitian ... 38

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 38

1. Tempat Penelitian ... 38

2. Waktu Penelitian ... 38

3. Subjek dan Objek Penelitian ... 38

4. Rancangan Penelitian ... 39

5. Prosedur Penelitian ... 41

6. Indikator Keberhasilan Penelitian ... 43

7. Sumber Data Penelitian ... 44

8. Teknik Pengumpulan data ... 44

9. Teknik Analisis data ... 44


(5)

A. Gambaran Umum ... 53

B. Hasil Penelitian ... ... 54

1. Siklus I ... 54

2. Siklus II ... 61

3. Siklus III ... 68

C. Pembahasan Penelitian ... 75

1. Siklus I ... ... ... 75

2. Siklus II ... 76

3. Siklus III ... 77

a. Aktifitas Belajar Siswa ... . 77

b. Hasil Belajar Siswa ... 80

V. KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan ... 82

b. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Yon Rizal, M.Si. ………

Sekretaris : Drs. Teddy Rusman, M. Si. ………

Penguji : Dr. R. Gunawan S, S.Pd., S.E., M.M. ………..

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. Bujang Rahman, M. Si NIP. 19600315 198503 1 003


(7)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.

(Q.S Insyirah)

Tiada kesuksesan, tanpa adanya sedikitpun kegagalan .


(8)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Khodijah

Nomor Pokok Mahasiswa : 1013113004

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak pernah terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecauli disebutkan di dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Oktober 2012

Khodijah

NPM. 1013113004 Materai


(9)

6000,-Alkhamdulillahirabilalamin,

Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Ayahanda dan Ibunda tercinta semoga Allah SWT. selalu

memberikan kemulyaan didunia dan akherat.

Anak-anakku yang aku cintai dan aku sayangi.

Saudara-saudaraku yang ku sayangi.

Para pendidik yang ku hormati

Almamaterku


(10)

Judul PTK : UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN

MENGGUNAKAN MODELPROBLEM-BASED

LEARNINGPADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Nama Mahasiswa :Khodijah

Nomor Pokok Mahasiswa : 1013113004

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Program Studi : Pendidikan Ekonomi

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Yon Rizal, M.Si. Drs. Teddy Rusman, M.Si.

NIP 19600818 198603 1 005 NIP 19600826 198031 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Ekonomi

Drs. Buchori Asyik, M.Si. Drs.Hi. Nurdin, M.Si.


(11)

A. Latar Belakang Masalah

Variasi pengajaran yang dapat dilakukan guru selain dalam hal penggunaan media pembelajaran juga dalam penggunaan metode pembelajaran. Hal ini membawa siswa ke dalam situasi belajar yang bervariasi sehingga siswa terhindar situasi pembelajaran yang membosankan. Pembelajaran IPS di Sekolah Menengah Pertama (SMP) difokuskan pada fenomena empirik yang terjadi di sekitar siswa. Oleh karena itu sebaiknya pembelajaran IPS harus memudahkan siswa untuk mampu membuat pilihan-pilihan secara rasional dan membuat siswa dapat menggunakan konsep-konsep dalam pelajaran untuk menganalisis persoalan-persoalan dalam kehidupan sehari-sehari.

Hasil belajar sangat dipengaruhi oleh aktivitas belajar. Aktivitas belajar yang tinggi memungkinkan pencapaian hasil belajar yang tinggi. Aktivitas siswa selama pembelajaran merupakan salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses pembelajaran. Aktivitas yang dimaksud adalah yang mengarah pada aktivitas yang disebut on task (kegiatan yang mendukung pembelajaran) seperti bertanya pada guru, menjawab pertanyaan guru, menjawab pertanyaan teman, memberikan pendapat dalam diskusi, menyelesaikan tugas guru, ketepatan dalam mengumpulkan tugas.


(12)

2

Berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru IPS yang mengajar di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012, masih banyak siswa yang aktivitas belajarnya belum nampak atau bisa dikatakan masih rendah. Hal tersebut terlihat pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung masih banyak siswa yang kurang memperhatikan penjelasan guru, keluar masuk kelas, mengantuk, dan ketika guru memberikan kesempatan bertanya hanya sedikit yang memanfaatkan hal tersebut. Kemudian, hasil belajar yang diperoleh belum sesuai dengan indikator keberhasilan atau masih banyak siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Hasil Ulangan Harian I (UH I) dan Ulangan Harian II (UH II) mata pelajaran IPS di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012. Dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Nilai ulangan harian I dan II mata pelajaran IPS kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012.

No. Rentang nilai

Frekuensi Persentase

(%) Keterangan

I II I II

1. 75–84 3 3 8,33 8.33 Baik

2. 65–74 5 7 13,89 19,44 Lebih dari cukup

3. 55–64 9 10 25 27,78 Cukup

4. 45–54 12 10 33,33 27,78 Kurang

5. 35–44 9 8 19,44 16,67 Kurang sekali

Jumlah 38 38 100 100

Sumber : Dokumen SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012


(13)

Berdasarkan Tabel 1. di atas, telihat nilai yang diperoleh siswa pada mata pelajaran IPS pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 yang mendapat nilai ≥ 65 dari pada Ulangan Harian I sebesar 22,22% dan pada Ulangan Harian ke II sebesar 27,77. Sehingga dapat dikatakan bahwa hasil belajar IPS siswa di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus pada semester genap Tahun Pelajaran 2011/2012 masih di bawah standar nilai kriteria ketuntasan minimal ( KKM ) yang telah ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar≥65.

Menurut Djamarah (2002: 18), Apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65% dikuasai oleh siswa maka persentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Hasil tersebut menunjukan belum optimalnya kualitas proses belajar mengajar. Hal ini di duga karena dalam kegiatan pembelajaran belum menggunakan metode mengajar yang tepat, sehingga tidak menarik minat siswa untuk belajar dan dapat berdampak negatif terhadap hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya aktivitas dan hasil belajar diduga karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat dalam pembelajarannya. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang

diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut adalah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).


(14)

4

Penulis mencoba menerapkan salah satu metode pembelajaran, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mengungkapkan apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar IPS. Peneliti memilih metode pembelajaran ini mengkondisikan siswa untuk terbiasa menemukan, mencari, mendikusikan sesuatu yang berkaitan dengan pengajaran (Dimyati dan Mujiono, 1999: 4). Dalam model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) siswa lebih aktif dalam memecahkan untuk menemukan sedang guru berperan sebagai pembimbing atau memberikan petunjuk cara memecahkan masalah itu.

Berdasarkan uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Siswa kurang respon terhadap pelajaran dan kurang bersemangat dalam belajar di kelas.

2. Guru cenderung menggunakan metode ceramah dalam memberikan pelajaran sehingga siswa menjadi kurang bersemangat.


(15)

4. Guru cenderung masih dominan dalam kelas, kurang memberi kesempatan pada siswa.

5. Proses belajar mengajar masih cenderung pasif, guru menjelaskan pelajaran dan siswa memperhatikan penjelasan guru.

6. Hasil belajar IPS siswa masih ada yang belum mencapai standar ketuntasan belajar KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum).

C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada penggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT), aktivitas dan hasil belajar pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada peningkatan aktivitas belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012?


(16)

6

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS di kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS Di Kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

F. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut.

1) Bagi guru, dengan penelitian tindakan kelas ini guru sedikit demi sedikit mengetahui strategi pembelajaran dengan menggunakan penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT agar dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pembelajaran yang dapat menciptakan interaksi, sehingga permasalahan yang dihadapi guru dan siswa dapat diminimalkan. 2) Bagi siswa, melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan siswa dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS.

3) Bagi sekolah, hasil penelitian ini akan bermanfaat untuk perbaikan dalam proses pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah.


(17)

G. Ruang Lingkup Penelitian 1. Objek Penelitian

Penerapan model pembelajaran kooperaif tipe Numbered Head Together (NHT) untuk mengetahui aktivitas dan hasil belajar IPS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII.1 yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). 3. Wilayah Penelitian

SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/ 2012.

4. Waktu Penelitian


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung seumur hidup, dalam belajar terjadi perubahan baik tingkah laku, sikap dan cara berpikir. Pendapat Hamalik (2010: 10) menyatakan bahwa, “Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku berkat pengetahuan dan latihan. Disini guru harus mengantarkan siswanya untuk memperoleh dan menghasilkan perubahan tingkah laku tersebut. Good dan Brophy dalam Slameto (2008: 15), menyatakan bahwa,”Belajar merupakan suatu proses atau interaksi yang dilakukan seseorang dalam memperoleh sesuatu yang baru dalam bentuk perubahan perilaku sebagai hasil depelajari pengalaman itu sendiri.

Slameto (2008: 2),berpendapat bahwa” Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri sebagai hasil


(19)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka belajar adalah suatu proses yang mengubah tingkah laku melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi pada lingkungan sekitarnya sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan sebelumnya

b. Pembelajaran

Pembelajaran sebagai suatu sistem yang melibatkan komponen-komponen pembelajaran yang meliputi tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi pcmbelajaran, media pembelajaran, dan penunjang merupakan suatu kesatuan yang mempunyai huhungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran merupakan salah satu wujud kegiatan pendidikan di sekolah. Kegiatan pendidikan di sekolah berfungsi membantu pertumbuhan dan perkembangan siswa agar tumbuh ke arah positif. Maka cara belajar di sekolah harus terarah pada pencapaian ketuntasan. Melalui sistem pembelajaran di sekolah, siswa melakukan kegiatan belajar dengan tujuan akan terjadi perubahan kognitif, afèktif dan psikomotorik.

Tujuan dalam pembelajaran berfungsi sebagai indikator keberhasilan pengajaran. lsi tujuan pengajaran pada hakikatnya adalah hasil belajar yang diharapkan. Bahan pelajaran merupakan isi kegatan pembelajaran yang mewarnai tujuan dan mendukung tercapainya tingkah laku yang diharapkan untuk dimiliki oleh siswa. Metode dan alat berfungsi sebagai metode transformasi pelajaran terhadap tujuan yang ingin dicapai metode dan alat yang


(20)

10

digunakan harus betul-betul efektif dan efisien agar diperoleh hasil belajar yang optimal.

Kegiatan pembelajaran, siswa adalah sebagai subyek sekaligus sebagai obyek dan kegiatan pembelajaran. Inti proses pembelajaran tidak lain adalah kegiatan belajar siswa dalam mencapal suatu tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai jika siswa belajar secara aktif dalam proses pembelajaran.

Hasil pembelajaran yang optimal tergantung pada kemampuan siswa dan guru. Harapan siswa adalah memperoleh nilai yang baik sebagai acuan dalam proses kenaikan kelas, sedangkan harapan guru adalah tercapainya proses pembelajaran menuju perubahan tingkah laku yang meliputi kognitif, afektif dan poskomotorik siswa. Dengan diperolehnya hasil belajar shswa yang optimal maka tujuan pembangunan dibidang pendidikan akan lebih mudah tercapai.

Tata hubungan artara guru dan siswa serta hubungan antara berbagai komponen yang mendukung dalam pembelajaran, perlu dijalin dalam tata hubungan yang serasi, saling mempengaruhi serta saling tergantung dan berinteraksi sehingga brdampak positif bagi pembentukan diri siswa. Jadi semua unsur tersebut harus saling kait- mengkait untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Teori yang berkaitan erat dengan strategi pembelajaran yang akan dilakukan oleh peneliti adalah teori belajar konstruktivisme. Konstruktivisme adalah teori perkembangan mental piaget. Teori ini disebut juga teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif, karena teori ini berkaitan dengan kesiapan siswa


(21)

untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa, setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Menurut Piaget dalam Sanjaya (2006: 118), bahwa pada saat manusia belajar telah terjadi dua proses dalam dirinya, yaitu proses organisasi informasi dan proses adaptasi. Keterlibatan teori perkembangan kognitif piaget dalam pembelajaran adalah: (1) bahasa dan cara pikir siswa berbeda dengan orang dewasa oleh karen itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir siswa, (2) siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik, guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya, (3) bahan yang harus dipelajari siswa hendaknya terbaru tapi tidak asing, (4) siswa diberi peluang agar belajar sesuai dengan tahap perkembangannya, dan (5) didalam kelas siswa hendaknya diberi peluang untuk berinteraksi dengan bahan pelajaran, guru dan teman-temannya.

Menurut Sanjaya (2006: 124), belajar adalah sebuah proses yang melibatkan dua elemen penting yaitu belajar merupakan proses secara biologi sebagai proses dasar dan proses secara psikososial sebagai proses yang berkaitan dengan lingkungan sosial budaya. Pada saat seseorang mendapatkan stimulus dari lingkungannya, ia akan menggunakan fisik berupa alat indranya untuk menangkap atau menyerap stimulus tersebut, kemudian dengan menggunakan syaraf otaknya informasi yang telah diterima diolah. Keterlibatan alat indra dalam menyerap stimulus dan syaraf otak dalam mengelola informasi yang diperoleh merupakan proses secara fisik psikologi sebagai elemen dasar dalam belajar. Ide dasar lain dari teori Vygotsky adalah scaffolding yaitu memberikan dukungan dan bantuan kepada anak yang sedang pada awal belajar, kemudian sedikit demi sedikit mengurangi dukungan dan bantuan tersebut setelah anak mampu untuk melakukannya.


(22)

12

Pendekatan konstruktivisme memiliki beberapa strategi dalam proses belajar, Slavin dalam Slameto (2008: 117) adalah (1) top-down processing, siswa dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan kemudian menemukan keterampilan yang dibutuhkan. (2) cooperative learning yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar konsep yang sulit, dalam strategi ini siswa belajar secara berpasangan atau kelompok untuk saling membantu dalam memecahkan masalah yang dihadapi, (3) generatif learning, strategi ini menekankan adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pembelajaran konstruktivisme yang telah dipaparkan , maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme adalah proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran. Pembelajaran konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri.

Djamarah (2002: 54), mengemukakan tiga prinsip utama dalam pembelajaran antara lain:

1. Belajar Aktif

Proses pembelajaran merupakan proses aktif, karena pengetahuan terbentuk dari dalam subjek belajar. Sehingga untuk membantu perkembangan kognitif anak perlu diciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan anak dapat belajar sendiri misalnya melakukan percobaan, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan menjawab sendiri, membandingkan penemuan sendiri dengan penemuan temannya.


(23)

2. Belajar Lewat Interaksi Sosial

Belajar perlu diciptakan suasana yang memungkinkan terjadi interaksi di antara subjek belajar. Piaget percaya bahwa belajar bersama akan membantu perkembangan kognitif anak. Dengan interaksi sosial, perkembangan kognitif anak akan mengarah ke banyak pandangan, artinya khasanah kognitif anak akan diperkaya dengan macam-macam sudut pandangan dan alternatif tindakan.

3. Belajar Lewat Pengalaman Sendiri

Perkembangan kognitif anak akan lebih berarti apabila didasarkan pada pengalaman nyata dari pada bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi. Jika hanya menggunakan bahasa tanpa pengalaman sendiri, perkembangan kognitif anak cenderung mengarah ke verbalisme (Suryosubroto, 2002: 36). Piaget dengan teori konstruktivisnya berpendapat bahwa pengetahuan akan dibentuk oleh siswa apabila siswa dengan objek/orang dan siswa selalu mencoba membentuk pengertian dari interaksi tersebut.

Tujuan pengajaran ditetapkan oleh guru berdasarkan kurikulum, berupa tujuan pembelajaran khusus yang menjabarkan tujuan pengajaran beserta bahan pengajarannya. Siswa harus giat belajar untuk mencapai tujuan pengajaran melalui interaksi belajar mengajar bersama guru. Pemilihan metode mengajar yang tepat sangat mendukuang keberhasilan dan proses pembelajaran di sekolah.


(24)

14

Dikaitkan dengan pendidikan dan pengajaran di sekolah, maka setiap pendidik (guru) harus dapat memulih dan mampu menerapkan metode pengajaran yang baik dan tepat agar terjadi interaksi edukatif dan produktif. Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada anak didik merupakan proses pengajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan metode-metode pengajaran tertentu. Metode pengajaran yang tepat akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.

Pembelajaran Sebagai Suatu Sistem Ditinjau dan pendekatan sistem, maka dalam proses pembelajaran akan melibatkan berbagai komponen yang saling berinteraksi satu sama lain membentuk satu sistem yang utuh untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Suryosubroto (2002: 30), komponen-komponen pembelajaran tersebut sebagai berikut.

1. Tujuan, secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatan pembelajaran, berupa pengetahuan, dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam PTK.

2. Subyek belajar, merupakan komponen utama karena berperan sebagal subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena siswa adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaka pada diri subyek belajar.

3. Materi pelajaran, merupakan komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pembelajaran akan memberi warna dan bentuk dan kegiatan pembelajaran.

4. Strategi pembelajaran, merupakan pola umum mewujudkan proses pembalajaran yang diyakini efektivitatasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.

5. Media pembelajaran, adalah alat atau wahana yang digunakan guru dalam proses pembelajaran untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran.

6. Penunjang, berfungsi memperlancar, melengkapi dan mernpermudah terjadinya proses pembelajaran.


(25)

2. Aktivitas Belajar

Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar, kekuatan mental itulah yang mendorong siswa untuk belajar. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita, ahli psikologi pendidikan menyebutkan kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai aktivitas.

Menurut Hamalik (2010: 22), aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakai salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar. Aktivitas siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Aktivitas-aktivitas yang dimaksud dalam kegiatan pembelajaran adalah kcgiatan aktivitas siswa yang mengarah pada proses belajar. Aktivitas tersebut dibagi menjadi dua antara lain

Mengerjakan tugas ekonomi mengandung makna aktivitas guru mengatur kelas sebaik-baiknya dan mcnciptakan kondisi yang kondusif sehingga murid dapat belajar ekonomi. Hamalik (2010: 24) mengatakan, aktifnya siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah satu indikator adanya keinginan atau motivasi siswa untuk belajar. Siswa dikatakan memiliki keaktifan apabila ditemukan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:

1. Bertanya pada guru

2. Menjawab pertanyaan guru 3. Menjawah pertanyaan teman 4. Memberi pendapat dalam diskusi 5. Menyalesaikan tugas dan guru 6. Ketepatan mengumpulkan tugas


(26)

16

Semua ciri perilaku tersebut diatas merupakan instrument yang terdapat dalam lembar observasi aktivitas belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar untuk setiap siklus. Majid (2007: 23), menyatakan bahwa”hal yang paling

mendasar yang dituntut dalam proses pembelajaran adalah keaktifan siswa”.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa ataupun dengan siswa itu sendiri. Hal ini akan mengakibatkan suasana kelas menjadi segar dan kondusif, dimana masing -masing siswa dapat melibatkan kemampuannya semaksimal mungkin. Aktivitas yang timbul dan siswa akan mcngakibatkan pula tcrbentuknya pcngetahuan dan yang akan mengarah pada peningkalan presetasi.

Proses pembelajaran dapat dilakukan simulasi terlebih dahulu yang mirip dengan pesawat dan memiliki karakteristik yang sama. Alat yang dapat membantu proses belajar ini adalah media atau alat peraga pembelajaran. Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa,

Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2006: 5) “belajar adalah suatu proses untuk


(27)

memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan keterampilan yang diperoleh dari

intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2010: 171) yang menyatakan “pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa belajar

sendiri atau melakukan aktivitas.”

Aktivitas belajar tiedak hanya mencatat dan mendengar seperti lazimnya terdapat pada pengajaran tradisional. Pengajaran modern tidak menolak seluruhnya pendapat tersebut namun menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan kegiatan dalam belajar sendiri. Aktivitas belajar diartikan sebagai pengembangan diri melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah bimbingan tenaga pengajar. Menurut Sadirman (2007: 99), “tidak ada belajar

kalau tidak ada aktivitas”.

Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Sadirman (2007: 38) belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.


(28)

18

Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya belajar. Menurut Sanjaya (2006: 36) “aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada siswa yang

melakukan kegiatan belajar”. Berdasarkan perdapat tersebut, jelas bahwa

manusia dengan belajar dapat merubah tingkah laku, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang diperoleh dan aktivitas mental dan berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya.

Menurut Hamalik (2010: 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis.

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat.

3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket. 5. Drawing Activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta,

diagram.

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.

8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.


(29)

Menurut Hamalik (2010: 38), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan dalam pembelajaran meliputi.

1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam menyelesaikan maslah,

2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,

3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),

4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),

5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, 6. Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.

Prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (1999: 7) menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah (2002: 67) menyatakan bahwa “belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan

oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik”.

Sanjaya, Edgar Dale, (2006: 199), melukiskannya dalam sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman (cone of experience,) seperti pada gambar berikut:


(30)

20

Berdasarkan gambar kerucut pengamatan dari Edgar Dale di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam proses belajar siswa mempunyai kecenderungan mengenai hal mengingat yaitu: ketika dalam proses belajar siswa hanya membaca saja, maka siswa akan mampu mengingat 10% dari hal yang mereka baca. Kemudian ketika dalam proses belajar siswa hanya mendengar saja, maka siswa hanya mampu mengingat 20% dari yang mereka dengar.

Membaca Mendengar Kata Melihat Gambar Menonton Film Menonton Pameran

Menonton Sebuah Demonstrasi

Berpartisipasi/Ikut Serta dalam Diskusi

Memberi Sepatah Kata

Presentasi yang Berkaitan dengan Penampilan yang Dramatis, Simulasi

Melakukan Hal yang Nyata

Kita cenderung mengingat

Kita cenderung mengingat

70 % dari apa yang kita katakan

Penerimaan dan penglihatan 10 % dari apa yang kita baca

20 % dari apa yang kita dengar

30 % dari apa yang kita lihat

50 % dari apa yang kita dengar dan lihat

70 % dari apa yang kita katakana dan

Penerimaan verbal (berkaitan dengan kata)

Penerimaan visual (berkaitan denganpenglihatan) Melakukan P A S I F A K T I F


(31)

Selanjutnya ketika siswa hanya melihat, contohnya: melihat gambar, menonton film, menonton pameran dan menonton sebuah demonstrasi, maka kemampuan siswa untuk mengingat hanya 30% dari apa yang mereka lihat. Hal tersebut dalam kategori siswa yang termasuk pasif. Kemudian ketika siswa dalam proses belajar hanya mendengar dan melihat, contohnya: berpartisipasi/ ikut serta dalam diskusi dan memberi sepatah kata. Maka, kemampuan siswa untuk mengingat sebesar 50% dari yang mereka dengar dan mereka lihat. Kemudian siswa yang dalam proses belajarnya, melakukan atau merasakan sendiri, seperti presentasi yang berkaitan dengan penampilan yang dramatis, simulasi dan melakukan hal yang nyata. Maka, siswa akan mampu mengingat sebesar 70% dari apa yang mereka katakan atau lakukan. Berdasarkan uraian di atas, semakin aktif siswa maka semakin banyak hal yang mereka ingat dan itu akan meningkatkan hasil belajar mereka.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil dan kegiatan belajar mengajar yang ingin dicapai oleh setiap peserta didik sebagai hasil dan proses pendidikannya. Pengertian hasil belajar menurut Sadirman (2007: 75) adalah penguasaan pengetahuan atas keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai test atau angka yang diberikan oleh guru.

Istilah basil belajar dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penguasaan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, biasanya ditunjukan dengan tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Berdasarkan


(32)

22

pendapat di atas, bahwa hasil belajar adalah hasil usaha yang diperoleh dan kegiatan belajar di sekolah yang berupa nilai dan angka.

Menurut Arikunto (2007: 21), secara garis besar faktor-faktor yang dapat mem pengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut: a. Faktor-faktor yang bersumber dari diri manusia, dapat dibedakan menjadi

dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis, yang dapat dikategorikan sebagai faktor yang antara lain usia kematangan, dan kesehatan. Sedangkan yang dapat dikategorikan adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat, dan kebiasaan belajar.

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang belajar, dapat dikiasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.

Pendapat di atas, menyatakan bahwa yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa bennacam-macam dimulai dan faktor yang berasal dari dalam diri (interr) sampai faktor yang berasal dari luar dirinya. Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dalam proses pembelajaran akan terlihat dalam bentuk nilai yang diperoleh melalui tes (ulangan ujian) yang berhubungan materi pelajaran yang telah diperoleh atau yang dipelajarinya.

Menurut Djamarah, (2002: 97) Keberhasilan proses pembelajaran dibagi atas beberapa tingkatan atau taraf sebagai berikut:

a. Istimewa/maksimal, apabila seluruh bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

b. Baik sekali/optimal, apabila sebagian besar (76% sampai 99%) bahan pelajaran dapat dikuasai oleh anak didik.

c. Berkeinginan, apabila bahan pelajaran dikuasai oleh anak didik hanya 66% sampal dengan 75% saja.

d. Kurang, apabila hal pelajaran dikuasai oleh anak didik kurang dan 65%. Hasil belajar yang dicapai siswa merupakan penilaian penguasaan baik yang bersifat kognitif, afektif psikomotor sehingga merupakan hasil dan adanya perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil belajar yang telah diikutinya melalui program pembelajaran sekolah.


(33)

Menurut David (2008: 10), pembelajaran kooperatif akan memberi manfaat bagi peserta didik dengan adanya peningkatan hasil belajar dan kemampuan kognitif peserta didik. Jika dilakukan dengan sempurna setiap peserta didik akan mempunyai tanggungjawab untuk tugasnya masing-masing serta berpeluang mempunyai pengetahuan yang lain melalui kelompok yang berbeda. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

a. Peserta didik harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang bersama.

b. Peserta didik harus memiliki tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Peserta didik harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Peserta didik membagi tugas dan berbagi tanggungjawab diantara para anggota kelompok.

e. Peserta didik diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Peserta didik berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerjasama dalam belajar.

g. Setiap peserta didik akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. (Lundgren dalam Rahmadi, 2011: 18).

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah: a. setiap anggota memiliki peran;

b. terjadi hubungan interaksi langsung diantara peserta didik;

c. setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya juga teman-teman kelompoknya;

d. guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok;

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.(Carin dalam Rahmadi, 2011: 10).

Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh David (2008: 10), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.


(34)

24

Tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi keberhasilan individu yang ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran yang penting yang dirangkum oleh Ibrahim (dalam Rahmadi, 2011: 21).

a. Hasil Belajar Akademik

Efek penting yang pertama pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi totur bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Pelaksaanaan tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.


(35)

b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran kooperatif ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidak mampuan. Berikut ini merupakan garis besar premis yang diajukan oleh Goldon Allport (1954). Telah diketahui bahwa hanya kontak fisik saja di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnik tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Efek penting yang ketiga dari model pembelajaran kooperatif ialah ketrampilan sosial, salah satunya mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana banyak aktivitas sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.

4. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Kooperatif Learning)

Pembelajaran kooperatif adalah strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam penyelesaian tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling


(36)

26

bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kopentensi belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Keberhasilan dan pembclajaran sangat ditentukan oleh pemilihan metode belajar yang ditentukan oleh guru. Sebab dengan penyajian pembelajaran secara menarik akan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, sebaliknya jika pembelajaran itu disajikan dengan cara yang kurang menarik, membuat motivasi siswa rendah. Untuk menciptakan pembelajaran yang menarik, upaya yang harus dilakukan guru adalah memilih model pembelajaran yang tepat sesuai dengan materi pembelajaran. Dengan model pembelajaran yang tepat diharapkan akan meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar sehingga hasil belajar pun dapat ditingkatkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan pada kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Esensi pembelajaran kooperatif itu adalah tanggung jawab idividu sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa terdapat sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok optimal.

Pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Siswa saling bekerja sama untuk mendapatkan hasil belajar yang


(37)

lebih baik. Keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuan tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok itu.

Memperhatikan pengertian dan pembelajaran kooperatif di atas, peneliti berpendapat bahwa model pembelajaran ini sangat baik untuk mcningkatkan aktivitas belajar siswa, sebab semua siswa dituntut untuk bekerja dan bertanggung jawab sehingga di dalam kerja kelompok tidak ada anggota kelompok yang asal namanya saja tercantum sebagai anggota kelompok, tetapi semua harus aktif

b. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil. Menurut Lungdren dalam Rahmadi (2011: 47) unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelempoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup

spenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikasih evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.

6) Siswa berbagi kepeminpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama sama proses belajarnya.

7) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif


(38)

28

Memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, peneliti berpendapat hahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga dituntut tanggung jawab individu.

c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Sebagai seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa tentu ia akan memilih manakah model pembelajaran yang tepat diberikan untuk materi pelajaran tertentu, Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajamya

2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3) Bila mungkin anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.

4) Penghargaan lebih berorientasi pada individu.

Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, scorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal.


(39)

5. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatiff TipeNumbered Head Together(NHT)

Model adalah contoh atau fiqur yang berkaitan dengan strategi mengajar. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan cara belajar Cooperative atau beberapa kelompok dimana anak dikelompokan menjadi beberapa kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, guru memberi tugas kepada setiap siswa berdasarkan nomor, jadi setiap siswa memiliki tugas berbeda.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT juga merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan melakukan percobaan, mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu permasalahan yang dipelajari. Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek dan keadaan suatu proses pembelajaran mata pelajaran tertentu.

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran


(40)

30

berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen dalam Slameto (2008: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Darmadi (2010: 28), mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. 2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan sosial bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Darmadi (2010: 29), dengan tiga langkah yaitu :

a) Pembentukan kelompok; b) Diskusi masalah;


(41)

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1.Persiapan

Tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat

Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

Langkah 2.Pembentukan kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merkan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3.Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

Pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4.Diskusi masalah

Kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

Langkah 5.Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.


(42)

32

Langkah 6.Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh Lundgren dalam Darmadi (2010: 18), antara lain adalah :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2. Memperbaiki kehadiran

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5. Konflik antara pribadi berkurang 6. Pemahaman yang lebih mendalam

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8. Hasil belajar lebih tinggi

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) dalam menceritakan kembali cerita yang dipelajari yaitu merupakan model pembelajaran atau teknik yang berkaitan dengan kegiatan mengajar, sehingga dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya. Materi yang diberikan kepada siswa sekolah menengah pertama harus disesuaikan dengan usia dan karakteristik siswa yang bersangkutan. Maksudnya adalah materi yang diberikan kepada siswa harus disesuaikan dengan tingkah laku, sehingga penguasaan pemahaman pengetahuan tentang Number Head Together dapat bermanfaat bagi para siswa.


(43)

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam merangkum suatu cerita secara runtut sehingga siswa dapat menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya. Tujuan model pembelajaran Number Head Together adalah agar pemahaman siswa bercerita melalui model NHT yang diberikan dalam bentuk tugas per kelompok, agar siswa dapat saling menambah kekurangan pembendaharaan kata dalam merangkai kembali cerita yang dipelajarinya, karena ada kerjasama itulah diharapkan siswa tidak mengalami kesulitan atau kesukaran dalam menceritakan kembali cerita yang dipelajarinya. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT diharapkan dapat

membangkitkan minat siswa dalam mengungkakan pendapat dalam bentuk rangkaian kata dan kalimat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan merangkai kata secara runtut sangat diperlukan sekali guna membantu mengembangkan hasanah Bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari sebagai alat komunikasi atau meningkatkan rasa nasionalisme.

Konsep adalah suatu rancangan, pedoman dan suatu perencanaan terhadap suatu kegiatan yang akan dilaksanakan demi mencapai suatu tujuan akhir yang telah disepakati, baik disepakati oleh pribadi maupun telah disepakati secara khalayak umum. Model pembelajaran merupakan salah satu dari konsep mengajar. Dimana konsep mengajar merupakan suatu proses yang kompleks, tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari guru kepada siswa, banyak kegiatan maupun tindakan yang harus dilakukan, terutama bila diinginkan hasil belajar yang lebih baik pada seluruh siswa, oleh karena rumusan pengertian mengajar tidaklah sederhana, dalam arti membutuhkan rumusan yang dapat meliputi seluruh kegiatan dan tindakan dalam perbuatan mengajar itu sendiri (Sadirman, 2007, 25).


(44)

34

Menurut Hamalik (2010: 121) pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembang-kan dengan melibatkan siswa dalam melihat kembali bahan yang tercakup da-lam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa pemahaman mereka me-ngenai isi pelajaran tersebut. Tahapan pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT diungkapkan oleh Slameto (2008: 121) dalam empat langkah seba-gai berikut.

1. Penomoran (Numbering)

Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang berang-gotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Pemberian nomor pada siswa dalam satu kelompok disesuaikan dengan banyaknya siswa da-lam kelompok itu.

2. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)

Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat berva-riasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.

3. Berpikir Bersama (HeadsTogether)

Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bah-wa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.

4. Pemberian Jawaban (Answering)

Guru memanggil satu nomor tertentu kemudian siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan karena dalam tipe pembelajaran ini siswa dalam kelompok diberi nomor yang berbeda dan tiap anggota tahu bahwa hanya satu murid yang dipanggil untuk mempresentasikan jawaban. Setiap kelompok me-lakukan diskusi untuk berbagi informasi antar anggota sehingga tiap anggota mengetahui jawabannya.


(45)

Sudjana (2004: 15) mengemukakan bahwa: “Manfaat dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT bagi siswa adalah:

1. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 2. Perselisihan antar pribadi berkurang

3. Sikap apatis berkurang 4. Pemahaman lebih mendalam 5. Motivasi lebih besar

6. Hasil belajar lebih baik

7. Meningkatkan budi pekerti, kepekaan dan toleransi” B. Kerangka Pikir

1. Penerapan pembe1ajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa

Model pembelajaran merupakan suatu strategi pembelajaran dimana dalam pembelajaran itu akan mengajak peserta didik untuk belajar lebih aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif, berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini mereka secara aktif menggunakan otak, baik untuk menemukan ide pokok dari materi pelajaran, memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari dalam kehidupan nyata.dengan pembelajaran aktif ini, peserta didik diajak untuk turut serta dalam semua proses pembelajaran, tidak hanya mental tetapi juga melibatkan fisik.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) yaitu, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa kedalam beberapa nomor. Kemudian setiap nomor diminta untuk melakukan presentasi berdasarkan nomor yang dipanggil oleh guru. Pada dasarnya model pembelajaran apapun lebih mudah diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat aktivitas, intelegensi dan motivasi yang


(46)

36

tinggi. Pada Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dimana peserta didik diberikan kebebasan untuk mengutarakan pendapat, maka yang terjadi ialah siswa yang memiliki aktivitas lebihlah yang akan mendominasi kelas itu.

2. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar IPS

Upaya meningkatkan hasil belajar memerlukan pembaharuan model-model pembelajaran yang inovatif. Model pembelajaran yang memungkinkan suasana dialog agar peserta didik dapat terlihat secara aktif selama pembelajaran. Suasana pembelajaran dikondisikan sedemikian rupa sehingga tercipta interaksi diantara peserta didik. Hal ini untuk mcnghapus kesan komunikasi yang berjalan satu arah, dari guru ke peserta didik. Diharapkan peserta didik dapat mcnggali dan menemukan sendiri informasi tentang materi pelajaran. Sehingga peserta didik dapat merasakan belajar IPS sebagai tantangan bukan sebagai beban.

Desain penelitian ini dirancang untuk menyelidiki upaya penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dalam penelitian ini peneliti menduga bahwa ada pengaruh yang berbeda dari adanya perbedaan perlakuan pada tingkatan aktivitas siswa yang berbeda. Peneliti menduga Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan tahap-tahapan pembelajarannya lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dengan aktivitas siswa tinggi. Dengan kata lain peneliti


(47)

menduga ada interaksi antara Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) dengan aktivitas siswa terhadap hasil belajar.

Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat di gambarkan paradigma penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Ada peningkatan aktivitas belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas VIII.1 Semester Genap SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

2. Ada peningkatan hasil belajar setelah menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas VIII.1 Semester Genap SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together

(NHT)

Aktivitas Belajar Meningkat

Hasil belajar meningkat


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

Alternatif untuk pemecahan masalahnya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) sebagai metode pembelajaran pada pelajaran IPS untuk siswa kelas VIII.1 Semester Genap Pada SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/2012. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) ini dimaksudkan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa praktisi dengan mengambil latar alamiah di kelas. B. Tempat dan Waktu Penetitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/ 2012.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada semester genap di kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/ 2012.

3. Subyek dan Objek Penelitian a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dilakukan di kelas kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/ 2012 dengan jumlah siswa 38 yang terdiri dan 18 siswa laki- laki dan 20 siswa perempuan.


(49)

b. Objek Penelitian

Objek yang diteliti dalam penelitian ini adalah aktivitas dan hasil belajar siswa dengan rnenggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kabupaten Tanggamus Tahun Pelajaran 2011/ 2012.

4. Rancangan Penetian

Penelitian ini dirancang sebagai suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 3 siklus, setiap siklus merupakan alur kegiatan yang pelaksanaannya meliputi empat (4) tahap yaitu : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; (4) refleksi. Proses kegiatan yang mencakup 4 tahap tersebut disebut satu siklus. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagal berikut:

a. Perencanaan Tindakan

Dalam kegiatan ini meliputi identifikasi ialah melalui observasi awal, analisis penyebab masalah dan menetapkan intervensi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan Pelaksanaan merupakan suatu kegiatan di laksanakannya skenario pembelajaran yang telah direncanakan,

c. Pengamatan/Observasi

Tindakan pengamatan adalah suatu kegiatan mengamati jalannya tindakan untuk memantau sejauh mana tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada mata pelajaran IPS. Pengumpulan data dilakukan pada tahap ini.


(50)

40 d. Refleksi

Refleksi disini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran, menjelaskan dan menyimpulkan. Dalam tahap ini hasil observasi dikumpulkan serta dianalisa. Dengan data observasi guru dapat merefleksi dan apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) telah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil dan refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Secara ringkas kegiatan penelitian direncanakan dalam tiga siklus. Namun jika pada siklus II indikator keberhasilan sudah tcrcapai, maka kegiatan penelitian akan dihentikan pada siklus II. Demikian pula jika pada siklus III indikator keberhasilan belum tercapai, maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai kreteria penilaian tercapai. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, siklus II dan siklus III merupakan modifikasi siklus sebelumnya untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang lebih baik. Alur kegiatan dapat dianalogikan dalam bagan berikut:


(51)

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Dan refleksi pada siklus I terlihat adanya kekurang sempurnaan, maka dilakukan siklus II untuk menyempurnakan siklus I. Begitu juga siklus III dilakukan untuk menyempurnakan siklus II.

5. Prosedur Penelitian a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Menyusun jadwal penelitian

2. menentukan kompetensi dasar (KD) yang akan diajarkan dengan penerapan kontekstual model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

3. merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS.

4. mendesain bahan ajar dan tugas siswa yang akan digunakan dalam kegiatan belajar IPS.

5. menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan penerapan kotekstual model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

6. menyusun lembar kerja observasi aktivitas belajar siswa. b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan terdiri dan tiga kegiatan pokok yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan kegiatan penutup. Kegiatan siswa mengakomodir aktivitas tanya jawab dengan memgadopsi dan


(52)

42 memodifikasi model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) yang disesuaikan dengan keadaan siswa dan kelas.

c. Observasi

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangan dan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran antara lain:

Tabel 3. Lembar observasi untuk menganalisis aktivitas siswa dalam proses pembelajaran

No Per 40 Menit % Ket

1 2 3 4 5 ……

1 2 3 4 5

Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran (on Task) 1. Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru

2. Mencatat penjelasaan guru yang sesuai dengan materi pelajaran 3. Berdiskusi dengan sesama teman yang bernomor sama

4. Berani menyampaikan jawaban dengan tegas sesuai dengan pertanyaan 5. Bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum faham


(53)

Kegiatan yang tidak relevan (Off Task) 1. Tidak memperhatikan penjelasan guru 2. Tidak menulis atau tidak mencatat 3. Mengantuk

4. Tidak mengganggu kelompok lain 5. Mengobrol

6. Bermain-main d. Refleksi

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

6. Indikator Keberhasilan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas tindakan, maka ditetapkan indikator keberhasilan dan penelitian. lndikator tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan dalan merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.

Sekaligus sebagai acuan untuk menentukan jumlah siklus dalam penelitian. Indikator keberhasilan penelitian ini sebagai berikut:

a. jika sekurang-kurangnya persentase aktivitas belajar siswa 81 %-90% maka telahmasuk dalam kreteria “tinggi”.

b. jika sekurang-kurangnya dalam pelaksanaan pembelajaran mencapai 70%


(54)

44 7. Sumber data penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri dan:

1. data aktivitas siswa, yaitu data yang diperoleh dan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. data basil belajar siswa, yaitu data hasil belajar siswa diperoleh dan tes hasil belajar siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus I, II dan III. 8. Teknik Pengumpulan Data

1. Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, guru menggunakan metode penelitian tindakan kelas yaitu suatu jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar dikelas.

2. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan dengan tujuan unluk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Bentuk tes yang digunakan yaitu tes tertulis yang diberikan pada setiap akhir siklus.

9. Teknik Analisis Data

Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa

Analisis data dalam penelitian ini adalah deskriptif berdasarkan peningkatan skor aktifitas belajar pada setiap siklus. Demikian pula pada hasil belajar dilihat berdasarkan peningkatan nilai dari setiap siklus.


(55)

10. Instrumen tes

a. Uji Syarat lnstrumen Tes lnstrumen Tes (Kognitif)

Uji persyaratan instrumen tes ini diperoleh melalui pemberian tes pilihan ganda pada siswa dengan syarat intrumen tes sebagai berikut:

1. Uji Validitas

Pengujian validasi tiap butir instrument menggunakan analis item, yaitu mengkorelasi skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam memberi interprestasi terhadap koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item tersebut tidak tinggi pula. Syarat minimal yang di anggap memenuhi yaitu syarat dengan r hitung ≥ r tabel dengan ά = 0,05. Uji validitas menurut Arikunto ( 2006 : 79 ) menggunakan rumus korelasi biserial :

γ pbi = Mp –Mt / Si√p / q

keterangan :

γ pbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total

Si = Standar deviasi dari skor total P = Proporsi siswa menjawab benar Q = Proporsi siswa menjawab salah


(56)

46 Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka

alat ukur tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel

maka alat ukur tersebut dinyatakan tidak valid. Tabel 4. Uji Validitas Butir Soal Siklus I

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.361 -0.090 TV

No. 2 0.361 0.691 V

No. 3 0.361 -0.205 TV

No. 4 0.361 0.190 TV

No. 5 0.361 0.830 V

No. 6 0.361 0.768 V

No. 7 0.361 0.884 V

No. 8 0.361 0.910 V

No. 9 0.361 0.155 TV

No. 10 0.361 0.884 V

No. 11 0.361 0.884 V

No. 12 0.361 0.887 V

No. 13 0.361 0.729 V

No. 14 0.361 0.907 V

No. 15 0.361 0.884 V

No. 16 0.361 0.910 V

No. 17 0.361 0.884 V

No. 18 0.361 0.861 V

No. 19 0.361 0.907 V

No. 20 0.361 0.861 V

Sesuai dengan soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 20 item soal dan terdapat 4 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 1,3,4 dan 9 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,361. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.


(57)

Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus II

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.361 0.887 V

No. 2 0.361 0.504 V

No. 3 0.361 0.780 V

No. 4 0.361 0.635 V

No. 5 0.361 0.944 V

No. 6 0.361 0.575 V

No. 7 0.361 0.705 V

No. 8 0.361 0.860 V

No. 9 0.361 0.488 V

No. 10 0.361 0.378 V

No. 11 0.361 0.830 V

No. 12 0.361 0.625 V

No. 13 0.361 0.439 V

No. 14 0.361 0.466 V

No. 15 0.361 0.791 V

No. 16 0.361 0.839 V

No. 17 0.361 0.914 V

No. 18 0.361 0.457 V

No. 19 0.361 0.715 V

No. 20 0.361 0.305 TV

Soal yang dianalisis pada siklus II masih berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 20 dengan nilai r hitung < r tabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,361. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut.

Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.361 -0.205 TV

No. 2 0.361 0.190 TV

No. 3 0.361 0.830 V

No. 4 0.361 0.768 V

No. 5 0.361 0.884 V

No. 6 0.361 0.910 V


(58)

48

No. 8 0.361 0.884 V

No. 9 0.361 0.884 V

No. 10 0.361 0.887 V

No. 11 0.361 0.729 V

No. 12 0.361 0.907 V

No. 13 0.361 0.884 V

No. 14 0.361 0.910 V

No. 15 0.361 0.884 V

No. 16 0.361 0.861 V

No. 17 0.361 0.907 V

No. 18 0.361 0.861 V

No. 19 0.361 0.910 V

No. 20 0.361 0.592 V

Siklus III berjumlah 20 item soal dan terdapat 3 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 1,2 dan 7 dengan nilai r hitung < rtabel. r tabel (n=20, α=5%) atau sama dengan 0,361. Untuk soal yang tidak valid, maka peneliti memperbaiki soal tersebut

2. Uji Realibilitas

Reabilitas atau tingkat ketetapan ( consistensi atau keajegan ) adalah tingkat kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur–unsurnya, jika diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Arikunto (2006 : 101).

Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto ( 2006 : 101 ) dilakukan dengan menggunakan rumus :


(59)

K – R.20. Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus :

K–R.20.

R11 = ( k/k–1 ) ( S² -∑pq / S² ) Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q =

1–p )

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians) Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus Idi peroleh 0,943 atau nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,993 serta pada siklus III diperoleh 0,919. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.

3. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut disebut dengan indeks kesukaran.

Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin


(60)

50 mudah soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari

proporsi”.

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus :

P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto ( 2006 : 208 ) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah Tabel 7. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran

soal

Kategori

3,9 0,00–0,30 Sukar

1,2,5,6,7,8,9,10,11,12,13,

14,15,16,17,18,19,20 0,31–0,70 Sedang

4 0,71–1,00 Mudah

SIKLUS II

0,00–0,30 Sukar 1,3,4,5,6,8,9,10,11,12,13,

14,15,16,17,19,20

0,31–0,70 Sedang

2,7 0,71–1,00 Mudah

SIKLUS III

1,7 0,00–0,30 Sukar

3,4,5,6,8,9,10,11,12,13,14, 15,16,17,18,19

0,31–0,70 Sedang


(61)

4. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasa disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negative. Tanpa negative pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja. Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu: Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas maupun kelompok bawah sama – sama menjawab benar atau salah maka soa; tersebut


(62)

52 mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus :| D = BA / JA–BB / JB = PA–PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB =Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda

D = 0,00–0,20 = Jelek

D = 0,21–0,40 = Cukup

D = 0,41–0,70 = Baik

D = 0,71–1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negative sebaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 213 ). Tabel 8. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya

Pembeda

Kategori

1,2,3,4,5,6,13 0,00–0,20 Jelek

18,20 0,21–0,40 Cukup

9 0,41–0,70 Baik

7,8,10,11,12,14,15,16,17, 19

0,71–1,00 Baik Sekali

SIKLUS II

7,14 0,00–0,20 Jelek

2,3,4,,12,13,15,16,17,18,19 0,21–0,40 Cukup

5,20 0,41–0,70 Baik

1,6,8,9,10,11 0,71–1,00 Baik Sekali

SIKLUS III

1,2,3,4,11 0,00–0,20 Jelek

16,18,20 0,21–0,40 Cukup

7 0,41–0,70 Baik


(63)

(1)

mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus :| D = BA / JA–BB / JB = PA–PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar

BB =Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah

PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda

D = 0,00–0,20 = Jelek D = 0,21–0,40 = Cukup D = 0,41–0,70 = Baik D = 0,71–1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negative sebaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 213 ). Tabel 8. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya

Pembeda

Kategori

1,2,3,4,5,6,13 0,00–0,20 Jelek

18,20 0,21–0,40 Cukup

9 0,41–0,70 Baik

7,8,10,11,12,14,15,16,17, 19

0,71–1,00 Baik Sekali

SIKLUS II

7,14 0,00–0,20 Jelek

2,3,4,,12,13,15,16,17,18,19 0,21–0,40 Cukup

5,20 0,41–0,70 Baik

1,6,8,9,10,11 0,71–1,00 Baik Sekali SIKLUS

III

1,2,3,4,11 0,00–0,20 Jelek

16,18,20 0,21–0,40 Cukup

7 0,41–0,70 Baik


(2)

(3)

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan cara belajar Cooperative atau beberapa kelompok dimana anak dikelompokan menjadi beberapa kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, guru memberi tugas kepada setiap siswa berdasarkan nomor, jadi setiap siswa memiliki tugas berbeda.Dengan adanya tugas yang berbeda untuk setiap individu, sehingga hal tersebut dapat memberikan motivasi bagi siswa untuk bertanggung jawab dan lebih meningkatkan aktivitasnya dalam belajar. Maka berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan pada siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kab. Tanggamus dapat meningkatkan aktivitas belajar Siswa pada setiap siklusnya. pada siklus I sebesar 40,79%, siklus IIsebesar 56,58% dan siklus III sebesar 80,26%.

2. Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan melakukan percobaan, mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu permasalahan yang dipelajari. Dengan model NHT siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu


(4)

83 objek dan keadaan. Dengan penerapan NHT, siswa bisa lebih cepat

memahami materi yang diberikan oleh guru. Sehingga penerapan NHT pada Siswa kelas VIII.1 SMP Negeri 2 Sumberejo Kab. Tanggamus dapat meningkatkan hasil belajar Siswa. Persentase ketuntasan kelas dan nilai rata-rata kelas pada siklus I menunjukan persentase ketuntasan sebesar 68,42% pada siklus II mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 78,95% dan pada siklus III mengalami peningkatan dengan persentase ketuntasan sebesar 89,47%.

B. Saran

Berdasarkan hasil analsis dan penelitian yang telah dilaksanakan terdapat beberapa saran yang dapat dipertimbangkan dalam meningkatkan hasil belajar Siswa maka penulis menyarankan:

1. Upaya peningkatan aktivitas belajar Siswa, guru menerapkan metode belajar dan model pembelajaran yang cocok dengan pembelajaran IPS diantaranya motivasi belajar Siswa akan meningkat, dengan

meningkatnya motivasi maka aktivitas belajar Siswa juga meningkat. 2. Upaya peningkatan hasil belajar Siswa guru harus menyiapkan

perencanaan pembelajaran, absen, dan model pembelajaran yang cocok dengan pelajaran IPS diantaranya Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).


(5)

Arikunto, Suharsimi.2007.Manajemen Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. A.M. Sadirman. 2007.Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja

Prafindo Persada.

Bafadal, Ibrahim. 2008.Manajemen Perlengkapan Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara. Darmadi, Hamid. 2010.Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta

Departemen Pendidikan Nasional. 2005.Kamus Besar Bahasa Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.

Dimyati & Mudjiyono. 1999.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002.Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

... Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003.Tentang Sistem

Pendidikan Nasional.

Hamalik, Oemar. 2010.Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.

Majid, Abdul. 2007.Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mulyasa, E. 2009.Menjadi Guru Prefesional. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Rahmadi, imam. 2011.Pengaruh Ketersediaan Sarana Belajar Di Rumah Dan Cara


(6)

SMA Negeri 15 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi FKIP Universitas Lampung.

Sanjaya, Wina. 2006.Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slameto, 2008.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Sudjana, Nana. 2004.Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sugiyono . 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatf,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Supriyadi. 2011.Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Cakrawala Ilmu .

Surakhmad (1994: 36) dalam www.geogle.com

http:/etd.eprint.ums.ac.id/3822/1/az1005000555 pdf.


Dokumen yang terkait

Pengaruh Strategi Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Head Together (NHT) terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Sosiologi Kelas X (Studi Kasus: SMA Negeri 8 Kota Tangerang Selatan

0 4 169

Pengaruh Strategi Pembelajaran kooperatif Numbered Head Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Mathaul Huda

0 5 173

Pengaruh metode Numbered Head Together (NHT) terhadap hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih di SMP Al-Zahra Indonesia Pamulang

0 4 177

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 26 71

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.1 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN PELAJARAN

0 12 65

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS X.1 SEMESTER GENAP PADA SMK BAKAUHENI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 16 63

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.2 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN

1 17 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.2 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 BATANGHARI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN

0 6 60

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DAN TIPE MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 28

0 13 186

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IV SD NEGERI 050656 STABAT.

0 1 43