UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kurikulum terdiri atas sejumlah mata pelajaran, masing- masing dengan tujuan tersendiri, namun memberi sumbangannya agar tercapai tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan. Kurikulum pengetahuan sosial disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan pengetahuan sosial. Pengembangan kurikulum pengetahuan sosial merespon secara positif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi serta tuntutan desentralisasi. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi pembelajaran pengetahuan sosial dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

Tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS adalah membina anak didik menjadi warga negara yang baik yang memiliki pengetahuan keterampilan dan kepedulian sosial yang berguna bagi dirinya sendiri serta masyarakat dan negara (Ahmadi dan Amri, 2011: 9). Memerhatikan tujuan yang dikandung oleh mata pelajaran pengetahuan sosial maka seharusnya pembelajaran di sekolah-sekolah merupakan suatu kegiatan yang disenangi, menantang dan bermakna bagi peserta didik.


(9)

2 Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memerlukan guru dan murid karena salah satu unsur dalam melaksanakan proses belajar mengajar yang merupakan dua bentuk kegiatan yang tidak dapat dipisahkan antar satu dengan lainnya. Selain itu sekolah sebagai salah satu unsur dalam dunia pendidikan saat ini sedang mengalami perhatian dari berbagai pihak, karena pendidikan sangat diperlukan oleh masyarakat dalam menghadapi kehidupan yang sangat kompleks, dimana pendidikan saat ini terus berbenah diri menemukan cara yang terbaik untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai tugas untuk menghantarkan peserta didik untuk mengembangkan segala potensi yang

dimilkinya. Sekolah juga dipercaya sebagai satu-satunya cara agar manusia pada zaman sekarang dapat hidup mantap di masa yang akan datang. Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat tergantung pada proses pembelajaran di kelas. Secara umum keberhasilan proses pembelajaran sangat ditentukan oleh beberapa komponen. Komponen tersebut antara lain: siswa, lingkungan, kurikulum, guru, metode dan media mengajar dengan tujuan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pembelajaran adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan sekitar sehingga siswa memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan. Dalam proses pembelajaran diperlukan adanya hubungan timbal balik antara guru dan siswa sehingga terjalin komunikasi dua arah yang menjadikan pembelajaran terarah pada pencapaian kompetensi. Guru harus mampu memahami beberapa hal


(10)

3 dari peserta didik seperti kemampuan, potensi, minat, hobi, sikap, kepribadian, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di sekolah.

Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan paling pokok dalam proses pendidikan di sekolah. Proses yang dialami oleh siswa yang ditandai dengan terjadinya perubahan prilaku dalam diri siswa baik dalam aspek kognitif, afektif ataupun psikomotor yang tercermin dalam proses belajar siswa, sehingga berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam hal ini sekolah merupakan bagian dari sistem pendidikan yang memiliki peran penting dalam upaya

meningkatkan mutu pendidikan, didalamnya berlangsung proses belajar mengajar yang merupakan kegiatan penting mendasar dalam pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa mata pelajaran pengetahuan sosial mempunyai nilai yang strategis dan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dan bermoral sejak usia dini. Hal yang menjadi hambatan selama ini dalam pembelajaran pengetahuan sosial adalah disebabkan kurang dikemasnya pembelajaran pengetahuan sosial dengan metode yang menarik, menantang, dna menyenangkan. Salah satu tantangan mendasar mengajarkan IPS dewasa ini adalah cepat berubahnya lingkungan sosial budaya sebagai kajian materi IPS itu sendiri.

Masalah ini semakin serius manakala dihadapkan kenyataan bahwa selama ini mata pelajaran IPS kurang mendapat perhatian semestinya. Padahal, dengan memahami IPS akan membimbing siswa menghadapi kenyataan dalam


(11)

4 lingkungan sosialnya dan dapat menghadapi masalah- masalah sosial yang terjadi dengan lebih arif dan bijaksana. Dalam menghadapi tantangan perubahan ini, sesungguhnya gurulah yang harus memandu siswa membuka cakrawala pengetahuan sosialnya. Maka guru dituntut lebih profesional, tidak hanya membimbing siswa dalam mengembangkan pengatahuannya dan mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan, bermakna dan bermutu.

Pembelajaran mata pelajaran IPS sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang membosankan, kurang menantang, tidak bermakna serta kurang terkait dengan kehidupan keseharian. Akibatnya banyak kritikan bagi guru-guru yang

mengajarkan IPS, antara lain rendahnya daya kreasi guru, dan siswa dalam pembelajran kurang dikuasai materinya oleh siswa dan kurang variasi dalam pembelajaran. Guru dituntut setiap saat untuk meningkatkan kompetensinya baik melalui berbagai bahan bacaan, seminar, maupun penelitian yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas di kelasnya. Itu semua akan meningkatkan pengetahuan dan aktivitas siswa.

Strategi pembelajaran IPS berkenaan dengan kegiatan pembelajaran secara konkret yang harus dilakukan siswa dalam berinteraksi dengan materi pembelajaran dan sumber belajar untuk menguasai kompetensi dasar dan indikator. Salah satu tugas pendidik atau guru adalah menciptakan suasana pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Suasana pembelajaran yang demikian akan berdampak positif


(12)

5 dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Oleh karena itu guru sebaiknya memiliki kemampuan dalam memilih metode dan media pembelajaran yang tepat.

Ketidaktepatan dalam memilih metode akan menimbulkan kejenuhan bagi siswa dalam menerima materi yang disampaikan sehingga materi kurang dapat dipahami yang akan mengakibatkan siswa menjadi apatis. Di sinilah perlunya

memanfaatkan motode pembelajaran. Siswa akan lebih mengerti dan memahami pelajaran dengan metode pembelajaran selain penjelasan guru.

Penggunaan metode pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangun suatu kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Belajar merupakan sebuah proses dan sangat erat

hubungannya dengan hasil belajar, karena bila kita berusaha dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh dalam belajar tentunya hasil belajar yang akan diperoleh dalam pembelajaran juga akan baik. Meningkatnya hasil belajar merupakan salah satu indikator pencapaian tujuan pendidikan yang mana hal itu tidak terlepas dari motivasi siswa maupun aktivitas guru dalam menyajikan suatu materi pelajaran melalui berbagai metode yang digunakan untuk dapat mencapai tujuan pengajaran secara maksimal serta aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.

Pengembangan aktivitas di sekolah dalam proses belajar dan pembelajaran benar-benar dapat memiliki relevansi yang tinggi dan menghasilkan para lulusan yang memiliki aktivitas yang tinggi. Sekolah seyogyanya dapat menyediakan


(13)

6 memiliki keterampilan pemecahan masalah, sehingga pada gilirannya mereka dapat merespons secara positif setiap kesempatan dan tantangan yang ada serta mampu mengelola risiko untuk kepentingan kehidupan pada masa sekarang maupun mendatang.

Berdasarkan hasil pengalaman penulis selama menjadi guru mata pelajaran IPS di SMP Negeri 4 Pringsewu kelas VII.4 dapat diketahui bahwa salah satu penyebab adalah proses pembelajaran IPS yang dilakukan oleh guru belum memanfaatkan metode pembelajaran yang sesuai sehingga pembelajaran tidak mencapai tingkat keberhasilan. Selain itu aktivitas belajar siswa di kelas juga sangat kurang, siswa masih banyak yang bermain-main atau bahkan tidak memperhatikan penjelasan guru.

Tabel 1. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian I (UH1) kelas VII 4 SMP Negeri 4 Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) 1.

2.

≥ 63 < 63

14 18

43,75 56,25

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar pada

pembelajaran IPS yang diperoleh siswa kelas VII 4 pada ulangan harian I (UH1) masih rendah. Jumlah siswa pada kelas VII 4 yang memperoleh nilai diatas 63 (syarat minimal dikatakan tuntas dalam belajar) sebanyak 14 siswa dengan persentase 43,75%.


(14)

7 Sedangkan hasil belajar IPS pada saat Ulangan Harian II (UH2) semester Genap dapat dilihat perolehan nilai siswa di bawah ini.

Tabel 2. Nilai Siswa Pada Ulangan Harian II (UH2) kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013

No. Kategori Nilai Jumlah Siswa Persentase (%) 1.

2.

≥ 63 < 63

16 16

50 50

Jumlah 32 100

Berdasarkan data yang ada pada Tabel 2 di atas, terlihat bahwa hasil belajar pada pembelajaran IPS yang diperoleh siswa kelas VII 4 pada ulangan harian II masih rendah. Jumlah siswa kelas VII 4 yang memperoleh nilai di atas 63 sebanyak siswa dengan persentase 50%. Kelas VII 4 SMP Negeri 4 Pringsewu menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 63. Hal ini berarti siswa belum memenuhi ketuntasan kompetensi minimal yang ditetapkan oleh guru yaitu 65% siswa memperoleh nilai 63. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah (1995:128) menyatakan bahwa “apabila bahan pelajaran yang diajarkan kurang dari 65%, dikuasai maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah”.

Tabel 3. Hasil Rekapitulasi Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa

Kriteria Jumlah Siswa Persentase (%)

Siswa yang aktif 12 37,5

Siswa yang belum aktif 20 62,5

Jumlah 32 100

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dapat dilihat siswa yang aktif sebanyak 12 siswa dari 32 siswa (37,5%) dan siswa yang belum aktif sebanyak 20 siswa dari 32 siswa


(15)

8 (62,3%). Hasil pengamatan tersebut, dapat dinyatakan bahwa tingkat aktivitas siswa masih rendah.

Berdasarkan uraian di atas, rendahnya aktivitas dan hasil belajar diduga karena guru menggunakan model pembelajaran yang kurang tepat dalam

pembelajarannya. Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal, maka perlu adanya perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat

mengatasi masalah tersebut adalah pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif Think Pair Share (TPS).

Pembelajaran Think -Pair- Share termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dipilih model pembelajaran Think -Pair- Share karena hasil model pembelajaran ini memberi kesempatan pada Siswa untuk berfikir, menjawab, dan saling

membantu satu sama lain dan akan menambah variasi model pembelajaran yang lebih menarik, menyenangkan, meningkatkan aktivitas dan kerjasama Siswa. Pembelajaran kooperatif dengan Think -Pair- Share ini mudah diterapkan pada semua mata pelajaran termasuk IPS (Lie, 2004).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul Laporan Penelitian Tindakan Kelas “Upaya Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif TPS pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VII 4 Semester Genap Pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013”.


(16)

9 B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di identifikasikan masalah–masalah sebagai berikut.

1. Guru masih menggunakan metode belajar dengan ceramah, proses pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher center).

2. Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. 3. Hasil belajar IPS di kelas VII.4 masih rendah.

C. Pembatasan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah dan agar dalam pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ingin dipecahkan dan diteliti, maka perlu adanya batasan masalah bahwa yang dianalisis adalah Upaya Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Menggunakan model pembelajaran Kooperatif TPS pada Mata Pelajaran IPS Di Kelas VII 4 Semester Genap SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013.

E.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah serta pembatasan masalah, maka permasalahan dalam penelitian ini disimpulkan sebagai berikut.

1. Apakah ada peningkatan aktivitas siswa dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif TPS pada mata pelajaran IPS di kelas VII.4 semester genap SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/2013?

2. Apakah ada peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan Kooperatif TPS pada mata pelajaran IPS di kelas VII 4 semester genap SMP Negeri 4


(17)

10 F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini dinyatakan sebagai berikut.

1. Untuk menganalisis peningkatan aktivitas siswa melalui model pembelajaran Kooperatif TPS pada mata pelajaran IPS di kelas VII 4 semester Genap SMP Negeri 4 Pringsewu semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Untuk menganalisis peningkatan hasil belajar IPS siswa setelah menggunakan model pembelajaran Kooperatif TPS di kelas VII 4 SMP Negeri 4 Pringsewu semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013.

G.Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

a) Kontribusi positif bagi guru-guru mata pelajaran IPS tentang alternatif strategi pembelajaran yang lain yaitu pembelajaran dengan model pembelajaran Kooperatif TPS yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

b) Memperkaya khazanah keilmuan di bidang pendidikan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini secara praktis dapat memperbaiki proses pembelajaran di kelas untuk mempermudah siswa memahami meteri pelajaran IPS yang disampaikan sehingga aktivitas dan hasil belajar siswa lebih baik.


(18)

11 G. Ruang Lingkup Penelitian

1. Objek Penelitian

Penerapan model pembelajaran Kooperatif TPS, aktivitas dan hasil Belajar IPS.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII 4 yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Kooperatif TPS.

3. Wilayah Penelitian SMP Negeri 4 Pringsewu. 4. Waktu Penelitian


(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A.Tinjauan Pustaka 1. Aktivitas Belajar

Salah satu faktor yang penting dalam proses pendidikan adalah belajar. Dengan belajar manusia akan dapat meningkatkan kemampuanya baik dibidang

pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat bermanfaat bagi dirinya dalam masyarakat. Kegiatan atau tingkah laku belajar terdiri dari kegiatan psikhis dan fisik yang saling bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral. Sejalan dengan itu, belajar dapat dipahami sebagai berusaha atau berlatih supaya mendapat suatu kepandaian. Hal ini sesuai dengan pendapat Roestyah dalam Wiarsana (2003:5) “belajar adalah suatu proses untuk memperoleh modifikasi dalam pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku. Belajar adalah pengetahuan keterampilan yang diperoleh dari intruksi”.

Proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hamalik (2004:171) yang menyatakan “pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan siswa belajar sendiri atau melakukan aktivitas.”


(20)

13

Aktivitas belajar tidak hanya mencatat dan mendengar seperti lazimnya terdapat pada pengajaran tradisional. Pengajaran modern tidak menolak seluruhnya pendapat tersebut namun menitikberatkan pada aktivitas atau keikutsertaan siswa dalam proses pembelajaran akan menumbuhkan kegiatan dalam belajar sendiri. Aktivitas belajar diartikan sebagai pengembangan diri melalui pengalaman bertumpu pada kemampuan diri belajar dibawah

bimbingan tenaga pengajar. Menurut (Sadirman, A.M. 2006:99) “tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”.

Belajar tidak terjadi secara kebetulan tetapi belajar merupakan suatu proses atau aktivitas pemikiran maupun aktivitas fisik, sebagai suatu proses dalam belajar dituntut adanya suatu aktivitas yang harus dilakukan oleh siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Menurut Jarome Bruner dalam Trianto (2009:38) belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang lebih baik.

Selain dari usaha yang dilakukan oleh siswa, peran serta guru sangat

dibutuhkan agar selama proses pembelajaran aktivitas siswa meningkat, yaitu dengan cara memberikan arahan-arahan dan selanjutnya secara bertahap siswa melakukan kegiatan secara mandiri dengan penuh kesadaran akan pentingnya belajar. Menurut Winkel dalam Wiyarsana (2003:6) “aktivitas belajar adalah suatu kegiatan yang direncanakan dan disadari untuk mencapai suatu kegiatan tujuan belajar yaitu perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan pada siswa yang melakukan kegiatan belajar”. Berdasarkan perdapat tersebut, jelas bahwa manusia dengan belajar dapat merubah tingkah laku, pengetahuan,


(21)

14

keterampilan, dan sikap-sikap yang diperoleh dan aktivitas mental dan berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya.

Menurut Paul D. Dieriech dalam Hamalik (2001 : 172), aktivitas belajar dapat digolongkan menjadi delapan jenis :

1. Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral Activities, masalnya: mengemukakan suatu fakta, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, mamberi saran, mengemukan pendapat.

3. Listening Activities, misalnya: mendengarkan penyajian bahan, percakapan, diskusi, musik dan pidato.

4. Writing Activities, misalnya: menulis cerita, karangan, laporan dan angket. 5. Drawing Activities, antara lain: menggambar, membuat grafik, chart, peta,

diagram.

6. Motor Activities, seperti: melakukan percoban, membuat kontruksi, model, mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

7. Mental Activities, seperti: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis, melihat hubungan dan mengambil keputusan.

8. Emotional Activities, misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Menurut momes (2001:36), terdapat indikator terhadap aktivitas yang relevan dalam pembelajaran meliputi:

1. Interaksi anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (PBM) dalam kelompok meliputi kegiatan berdiskusi dan bekerjasama dalam

menyelesaikan maslah,

2. Keberanian anak dalam bertanya/mengemukakan pendpat,

3. Partisipasi anak dalam Proses Belajar Mengajar (melihat dan aktif dalam diskusi),

4. Motivasi dan kegairahan anak dalam mengikuti Proses Belajar Mengajar (menyelesaikan tugas dan aktif dalam memecahkan masalah),

5. Hubungan anak dengan anak selama Proses Belajar Mengajar, 6. Hubungan anak dengan guru selama Proses Belajar Mengajar.

Pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku dan tindakan yang dialami oleh siswa itu sendiri. Dimyati dan Mudjiono (2002:7)


(22)

15

menyatakan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.

Belajar merupakan bagian dari aktivitas. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Aktivitas belajar harus dilakukan siswa sebagai usaha untuk meningkatkan hasil belajar. Seiring dengan itu, Djamarah (2006:67) menyatakan bahwa “belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi anak didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik”.

Menurut Sardiman, A.M. (2006:100) menyatakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik (jasmani) maupun mental (rohani). Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus saling terkait. Oleh karenanya Ahmad Rohani (2004:6) menjelaskan bahwa belajar yang berhasil mesti melalui

berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan dalam dirinya banyak yang tampak maupun yang tidak tampak diamati, sehingga tercapainya aktivitas siswa secara aktif dan tercapainya hasil belajar yang optimal.


(23)

16

2. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah

mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar.

Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudjana 1999:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif

merupakan hasil belajar, sebagaimana diketahui bahwa hasil belajar merupakan perpaduan antara faktor pembawaan dan pengaruh lingkungan (Sunarto

2009:11).

Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam mengikuti program pengajaran pada waktu tertentu dalam bentuk nilai (Depdikbud, 2007:140). Hasil belajar siswa adalah akumulasi nilai pada raport. Bermacam-macam prestasi diantaranya adalah: prestasi baik, prestasi cukup, prestasi kurang. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam prestasi belajar antara lain: faktor individu, faktor lingkungan belajar, dan faktor materi pembelajaran. Beberapa cara untuk menentukan hasil belajar dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, tes perbuatan atau keterampilan proses.

Untuk menumbuhkan motivasi belajar dalam rangka untuk meraih prestasi, dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Menumbuhkan keyakinan dan percaya diri bahwa seseorang dapat

melaksanakan tugas atau belajar dengan baik, dan keyakinan tersebut akan mampu berkembang bila ada upaya yang bersungguh-sungguh.

2. Dalam melaksanakan tugas atau belajar untuk mencapai prestasi dilakukan dengan rasa ikhlas dan senang, serta mempunyai tujuan yang jelas.

3. Antara tujuan yang ingin dicapai dan keberhasilan yang dicapai pada diri seseorang ada keterkaitanya (Sunarto 2009:13).


(24)

17

Berbagai hasil penelitian, sebagaimana dungkapkan oleh Noehi Nasution (2003:8), telah menunjukan hubungan erat antara IQ dengan hasil belajar di sekolah. Hasil belajar disekolah dapat dijelaskan dengan tes intelegensi. Anak-anak yang mempunyai IQ 90-100 pada umumnya akan mampu menyelesaikan sekolah dasar tanpa kesukaran, sedang anak-anak yang mempunyai IQ 70-89 pada umumnya akan memerlukan bantuan khusus untuk dapat menyelesaikan sekolah dasar. Pada sisi lain, pemuda mempunyai IQ di atas 120 pada umunya akan mempunyai kemampuan untuk belajar diperguruan tinggi (Djamarah, 2002:161).

Menurut B.S Bloom (dalam Chatarina, dkk, 2004:6) untuk mendapatkan hasil belajar kognitif seseorang memiliki 6 (enam) tingkatan kognitif, yaitu:

1. Pengetahuan (knowlage), yaitu sebagai perilaku mengingat atau menggali informasi (materi pembelajarn) yang telah dicapai sebelumnya,

2. Pemahaman (comprehention), yaitu sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi pembelajaran. Hal ini ditunjukan melalui penerjemahan materi pembelajaran,

3. Penerapan (application), yaitu penerapan yang mengacu pada kemampuan menggunakan pembelajaran yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit. Ini mencakup penerapan hal-hal seperti aturan, metode, konsep, prinsip-prinsip, dalil dan teori,

4. Analisis (analysis), yaitu mengacu pada kemampuan memecahkan materi ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya. Hal ini mencakup identifikasi bagian-bagian, analisis antar bagian, dan mengenali prinsip-prinsip pengorganisasian,

5. Sintesis (synthesis), yaitu mengacu pada kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru. Hal ini mencakup komunikasi yang unik (tema atau percakapan), perencanaan operasional (proposal), atau seperangkat hubungan yang abstrak (skema untuk mengklasifikasi informasi),

6. Penilaian (evaluation), yaitu mengacu pada kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran untuk tujuan tertentu.


(25)

18

Menurut R.M. Gagne, hasil belajar pada proses belajar ditentukan oleh 5 (lima) faktor, diantaranya:

1. Informasi Verbal (Verbal Information)

Yang dimaksud adalah pengetahuan awal/dasar yang memiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan dan tulisan. Apabila siswa hendak belajar/menerima pelajaran suatu pokok bahasan, maka pengetahuan awal sebelum pokok bahasan diberikan siswa harus sudah menguasai.

2. Kemahiran Intelektual (Intelektual Skill)

Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya dalam bentuk suatu representasi. Intelektual atau

kecerdasan bila dikembangkan dapat berupa Intellegence Quiotion (IQ), Intellegence Emotional (EI), Spiritual Intellegence (IS). IQ berhubungan dengan intelegensi atau kecerdasan otak, IE berkaitan dengan emosi atau tingkat pengendalian diri, IS berhubungan dengan tingkat keyakinan kepada Tuhan (Suharsono, 2009:96).

3. Strategi kognitif (pengaturan kegiatan kognitif) merupakan aktivitas mentalnya sendiri, sedangkan ruang gerak kemahiran intelektual adalah representensi dalam kesadaran terhadap lingkungan hidup dan diri sendiri. Strategi kognitif mencakup, penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki, terutama bila sedang menghadapi suatu problem,

4. Keterampilan Motorik (Motor Skill)

Yang dimaksud adalah kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmaniah dalam urutan tertentu yang terkodinir dan terpadu. Cirri khas dari keterampilan motorik adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan secara lancar dan luwes tanpa banyak dibutuhkan refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti gerak-gerik tertentu.

5. Sikap (Attitude)

Kecenderungan menerima atau menolakl suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu serta berguna/berharga atau tidak sering dinyatakan sebagai suatu sikap dan hal bila dimungkinkan adanya berbagai tindakan. Misalnya, seorang siswa harus mengambil tindakan/keputusan, apakah belajar untuk menghadapi ujian, atau nonton film dengan temanya pada waktu yang sama (Djamarah, 2002:162-163).

Penialaian hasil belajar merupakan kegiatan yang tak terpisahkan dari kegiatan perencanaan mengajar dan pelaksanaan belajar mengajar. Guru hendaknya dapat menyelesaikan masalah pembelajaranya melalui kegiatan nyata


(26)

19

hasil pembelajaranya yang dilaksanakan secara professional (Suharjo, dalam Suharsimi Arikunto, dkk: 2006:55)

Dimyati dan mudjiono (2006:3) menyatakan bahwa:

“Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.

Hasil belajar pada suatu sisi adalah terkait dengan tindak guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada sisi lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 yaitu dampak pengajaran dan pengiring. Kedua dampak tersebut sangat berguna bagi guru dan juga siswa. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti nilai dalam mengerjakan latihan atau ulangan, nilai dalam rapor, nilai dalam ijazah. Sedangkan dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan dibidang lain. Oleh karena itu hasil belajar yang berkualitas bukan sekedar ketercapaian menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan target kurikulum, tetapi dapat diukur dari perubahan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang terjadi pada siswa.

Tercapainya suatu tujuan pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Pembelajaran dikatakan berhasil apabila hasil belajar yang diperoleh siswa mengalami peningkatan. Penilaian hasil belajar


(27)

20

siswa dalam mencapai tujuanyang telah ditetapkan (Dimyati dalam Dwi Ariyanti, 2006).

Selanjutnya pendapat Syaiful Sagala (2003:57) mengatakan bahwa agar peserta didik dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu antara lain seperti dikemukakan berikut ini:

1. Kemampuan yang berfikir tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berfikir kritis, logis, sistematis, dan objektif (Scolastic Aptitude Test). 2. Menimbulkan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran (Interest

Inventory).

3. Bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai dengan potensinya (Differensial Aptitude Test)

4. Menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran di sekolah yang menjadi lanjutanya (Achievement Test) dan sebagainya.

Sehubungan dengan itu, adapun hasil pengajaran itu dikatakan betul-betul baik, apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut.

1. Hasil itu tahan lama dan dapat digunakan dalam kehidupan oleh siswa. 2. Hasil itu merupakan pengetahuan asli atau otentik, pengetahuan proses

belajar-mengajar itu bagi siswa seolah-olah telah merupakan bagian kepribadian bagi diri setiap siswa, sehingga akan mempengaruhi.

Uraian-uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa adalah hasil atau perubahan yang positif yang dicapai dari proses belajar baik secara kognitif, afektif, dan psikomotorik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Namun, pada penelitian ini peneliti menekankan hasil belajar dari segi kognitif yaitu hasil dari tes formatif yang diberikan selama pembelajaran untuk setiap akhir siklus.


(28)

21

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama di antara sesame anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar (Solihatin, 2007:5).

Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, pengembangan kualitas diri siswa terutama aspek afektif dapat dilakukan secara bersama-sama. Belajar dalam kelompok kecil dengan prinsip kooperatif baik digunakan untuk mencapai tujuan belajar, baik yang fungsinya kognitif, afektif, maupun konatif. Suasana belajar yang berlangsung dengan interaksi saling percaya, terbuka, dan rileks diantara anggota kelompok memberikan kesempatan pada siswa untuk memperoleh dan member masukan untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, nilai, dan moral, serta keterampilan yang ingin dikembangkan dalam pembelajaran (Solihatin, 2007:6).

Pembelajaran kooperatif mancakup suatu kelompok kecil yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau mengerjakan sesuatu mencapai tujuan bersama lainnya (Erman,dkk, 2003:260). Ada beberapa hal yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal-hal tersebut meliputi: (1) para siswa yang bergabung dalam suatu kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari sebuah tim dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai, (2) siswa yang tergabung dalam sebuah kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah

kelompok dan bahwa berhasil atau tidaknya kelompok itu akan menjadi tanggung jawab bersama oleh semua anggota kelompok itu, (3) untuk menjcapai hasil yang maksimal, para siswa yang tergabung dalam kelompok


(29)

22

itu harus berbicara satu sama lain dalam mendiskusikan masalah yang dihadapinya dan, (4) para siswa tergabung dalam suatu kelompok harus menyadari bahwa setiap pekerjaan siswa mempunyai akibat langsung pada kebehrhasilan kelompoknya (Erman, 2003:260).

Format pembelajaran kooperatif, setelah guru menyampaikan materi pelajaran, para siswa tergabung dalam kelompok-kelompok kecil untuk berdiskusi dan menyelesaikan soal latihan, kemudian menyerahkan hasil kerja kelompok kepada guru. Selanjutnya guru memimpin diskusi tentang pekerjaan kelompok tersebut yang membutuhkan penjelasan atau klarifikasi. Untuk

mengoptimalkan pembelajaran kooperatif, keanggotaanya sebaiknya hiterogen, baik dari kemampuan atau karakteristik lainya. Untuk menjamin heterogenitas kenggotaan kelompok, sebaiknya gurulah yang membagi kelompok. Jika para siswa yang mempunyai kemampuan yang berbeda dimasukan dalam satu kelompok, maka dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang

berkemampuan rendah dan sedang, sedangkan siswa yang pandai akan dapat menstransfer ilmu yang dimilikinya.

Ukuran kelompok akan berpengaruh pada kemampuan produktivitas kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif adalah 3-5 orang.

Agar siswa dapat bekerjasama dengan baik didalam kelompoknya perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif pada peserta didik. Keterampilan-keterampilan tersebut adalah: (1) berada dalam tugas, yaitu siswa tetap berada dalam kerja kelompok, merumuskan tugas yang menjadi tanggung jawabnya dengan melatih keterampilan ini siswa akan menyelesaikan


(30)

23

tugas dalam waktu yang tepat dengan karakteristik yang lebih baik, (2)

mengambil giliran dan berbagi tugas sehingga kegiatan akan terselesaikan pada waktunya, (3) mendorong partisipasi, yaitu memotivasi teman sekelompok untuk memberikan kontribusi tugas kelompok, (4) mendengarkan dengan aktif, yaitu memperhatikan informasi yang disampaikan teman sehingga anggota kelompok menjadi pemkbicara akan merasa senang karena apa yang mereka sumbangkan itu berharga, (5) bertanya, yaitu siswa menanyakan informasi atau penjelasan lebih lanjut dari teman sekelompok apabila teman sekelompok tidak tahu jawabanya, baru menanyakan pada guru, hal ini penting karena siswa yang pasif dapat didorong untuk ikut aktif.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar belajar kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang

membedakanya dengan pembelajaran biasa. Roger dan David Johnson dalam Lie (2004) mengatakan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat lima unsur model pembelajaran yang harus diterapkan yaitu:

1. Saling ketergantungan positif, yakni untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengejar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri dan saling

bekerjasama dalam kelompok, siswa dalam kelompok saling bekerjasama dan mereka menyadari bahwa diantara mereka saling membutuhkan satu sama lain dalam bekerja untuk mencapai kesuksesan bersama.

2. Tanggung jawab perseorangan, yakni seorang guru dalam pembelajaran kooperatif perlu membuat tugas sedemikian rupa agar setiap anggota kelompok behrtanggung jawab untuk belajar dan mengembangkan kemampuan mereka masing-masing sebagai sumbang saran dalam kelompok untuk mencapai kesuksesan bersama.

3. Tatap muka, yakni setiap kelompopk harus diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdisklusi, saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi antar pribadi.

4. Komunikasi antar angggota, yakni menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan keterampilan berkomunikasi, karena tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.


(31)

24

5. Evaluasi proses kelompok, yakni pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok agar selanjutnya bisa bekerjasama secara efektif.

Setiap siswa dalam pembelajaran kooperatif akan mempunyai tanggung jawab untuk tugasnya apabila dilakukan dengan menganut unsur-unsur tersebut secara sempurna serta berpeluang mempunyai pengetahuan yang lain melalui kelompok yang berbeda.

Guru memainkankan peran yang menentukan dalam menerapkan

pembelajaran kooperatif yang efektif. Materi khusus agar setiap siswa dapat bekerja untuk memberikan sumbangan pemikiranya kepada kelompoknya. Guru harus mengatur ruang kelas agar setiap anggota kelompok duduk berdekatan sehingga dapat bekerja dengan nyaman. Jarak antara kelompok yang satu dengan yang lain jangan terlalu berdekatan agar tidak saling mengganggu.

b. Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif

Ibrahim dkk (2000) dalam Trianto (2009:66-67) menyatakan terdapat enam fase atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah yang ditunjukan yaitu:

Tabel.1 Langkah-langkah model Pembelajaran Kooperatif

Langkah/fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan


(32)

25

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dab belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas mereka Fase-5

Evaluasi/mengetes materi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang relah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kinerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Sumber: Ibrahim, dkk (2000) dalam Trianto (2009: 66-67)

Eggen dan Kauchak (1996) dalam Asmilia (2005:7), mengemukakan tiga konsep utama yang menjadi karakteristik cooperative learning yaitu: 1. Tujuan kelompok (group goal), menghargai anggota kelompok yang

kemampuanya tidak sama jika kelompok memperoleh skor sesuai dengan kriteria yang ditentukan.

2. Pertanggungjawaban individu (individual accountability); setiap anggota kelompok diharapkan menguasai materi pelajaran, melakukan aktivitas bersama serta menunjukan bahwa mereka menguasai materi. 3. Kesempatan yang sama untuk berhasil (a goal apportunities for

success); setiap anggota kelompok menguasai kesempatan yang sama untuk menguasai materi pelajaran dan mendapatkan penghargaan atas keberhasilan yang dicapainya.

Berdasarkan keterangan di atas terlihat bahwa setiap individu dalam kelompok mempunyai tanggung jawab dan kesempatan yang sama terhadap keberhasilan kelompok dan keberhasilan individu.

4. Model Pembelajaran Tipe Think -pair- Share

Model pembelajaran Think -pair- Share dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Model pembelajaran Think


(33)

26

-pair- Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini member kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie, 2004:57). Model pembelajaran Think -pair- Share adalah salah satu model pembelajaran yang member

kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukan partisipasi kepada orang lain.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran Think -pair- Share adalah 1. Guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua kelompok, 2. Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri, 3. Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasanganya, 4. Kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004:58)

Think -pair- Share memilik prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk member siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain (Nurhadi dkk, 2003:66). Sebagai contoh, guru baru saja menyajikan satu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahanya yang ada dalam topic/bacaan tersebut.

Langkah-langkah dalam pembelajaran Think -pair- Share sederhana, namun penting terutama menghindari kesalahan-kesalahan kerja kelompok. dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topic,


(34)

27

berpasangan dengan siswa lain dan mendiskusikanya, kemudian berbagai ide dengan seluruh kelas.

Tahap utama dalam pembelajaran Think -pair- Share menurut Ibrahim (2000:26-27) adalah sebagai berikut:

Tahap 1 : thinking (berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

Tahap 2 : -pairing

Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkanya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan, atau paling unik. Baiasanya guru member waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

Tahap 3 : Sharing (berbagi)

Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think -pair- Share adalah:

Langkah ke 1 : guru menyampaikan pertanyaan

Aktifitas : guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.


(35)

28

Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual

Aktifitas : guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranya masing-masing.

Langkah ke 3 : setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan

Aktifitas : guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan member kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.

Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas

Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.

Langakah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah Aktifitas : Guru membentu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

Kegiatan “Berfikir-Berpasangan-Berbagi” dalam model Think-pair- Share memberikan keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikiranya masing-masing karena adanya waktu berfikir (think time),


(36)

29

sehingga kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002), akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkkan hasil pemikiranya masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan

pasangannya, kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberikan idea tau jawaban karena pasanganya.

Menurut Spencer Kagan (dalam Maesuri, 2002:37) manfaat Think-pair- Share adalah: 1. Para siswa menggunakan waktu yang lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think-pair- Share lebih banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah berlatih dalam

pasanganya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih sering

penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin mempunyai waktu yang lebih banyak untuk berfikir ketika menggunakan Think-pair- Share. Mereka dapat berkonsentrasi medengarkan jawaban siswa,

mengamati reaksi siswa, dan mengajukan pertanyaan tingkat tinggi.

B. Kerangka Pikir

Seberapa baik dan materi IPS terpadu yang diterapkan belum tentu akan menjamin tercapainya pendidikan IPS terpadu yang dirumuskan. Salah satu faktor yang untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses belajar mengajar yang dilaksanakan.


(37)

30

Salah satu teori dalam pembelajaran adalah kooperatif. Pembelajaran kooperatif memanfaatkan kecenderungan siswa untuk berinteraksi.

Pembelajaran dengan menggunakan model Think-pair- Share merupakan salah satu dan model kooperatif yang menggunakan struktur kelompok berpasangan. Meskipun termasuk dalam model kooperatif, struktur ini memberikan

kesempatan mengembangkan kemampuan berfikir individu. Selain itu model pembelajaran Think-pair- Share juga memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampua berfikir, berpasangan, dan berbagi sehingga kemampuan siswa baik secara individu maupun kelompok dapat berkembang, penyajian masalah Dalam pembelajaran Think-pair- Share yang kontekstual melatih siswa secara bertahap terhadap bimbingan untuk menguasai konsep-konsep IPS terpadu . Dengan model pembelajaran Think-pair- Share

diharapkan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat.

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar.1 Kerangka Pikir Penelitian Model Kooperatif

Tipe Think--pair-Share

Aktivitas Belajar Meningkat

Hasil belajar meningkat


(38)

31

C.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada Peningkatan aktivitas siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/20113.

2. Ada Peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share pada Mata Pelajaran IPS Terpadu Di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu semester ganjil Tahun Pelajaran 2012/20113.


(39)

III. METODE PENELITIAN

A.Setting Penelitian

Pendekatan penelitian tindakan kelas ini adalah pendekatan dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga penelitian akan memperoleh jawaban untuk pertanyaan penelitiannya. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa Kelas VII.4 semester genap pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/ 2013 dengan menerapkam model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), sesuai dengan tujuan penelitian, rancangan penelitian tindakan kelas atau class room action research.

Penelitian tindakan kelas ini didesain untuk memecahkan masalah masalah yang diaplikasikan secara langsung didalam ajang kelas atau dunia kerja. Dalam penelitian ini masalah yang dimaksud adalah rendahnya aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa kelas VII.4 semester genap pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Alternatif untuk pemecahan masalahnya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS sebagai metode pembelajaran pada pelajaran IPS untuk siswa kelas VII.4 semester genap pada SMP Negeri 4 Pringsewu Tahun Pelajaran 2012/ 2013. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini dimaksudkan untuk


(40)

32 meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS pada siswa praktisi dengan mengambil latar alamiah di kelas.

1. Rancangan Penetian

Penelitian ini dirancang sebagai suatu Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 3 siklus, setiap siklus merupakan alur kegiatan yang pelaksanaannya meliputi empat (4) tahap yaitu : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; (3) pengamatan; (4) refleksi. Proses kegiatan yang mencakup 4 tahap tersebut disebut satu siklus. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada setiap siklus adalah sebagal berikut:

a. Perencanaan Tindakan

Dalam kegiatan ini meliputi identifikasi ialah melalui observasi awal, analisis penyebab masalah dan menetapkan intervensi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Tindakan Pelaksanaan merupakan suatu kegiatan di laksanakannya skenario pembelajaran yang telah direncanakan,

c. Pengamatan/ Observasi

Tindakan pengamatan adalah suatu kegiatan mengamati jalannya tindakan untuk memantau sejauh mana tindakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada mata pelajaran IPS. Pengumpulan data dilakukan pada tahap ini.

d. Refleksi

Refleksi disini meliputi kegiatan : analisis, sintesis, penafsiran, menjelaskan dan menyimpulkan. Dalam tahap ini hasil observasi dikumpulkan serta


(41)

33 dianalisa. Dengan data observasi guru dapat merefleksi dan apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS telah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Hasil dan refleksi adalah diadakannya revisi terhadap perencanaan yang telah dilaksanakan, yang akan digunakan untuk memperbaiki pembelajaran pada pertemuan selanjutnya.

Secara ringkas kegiatan penelitian direncanakan dalam tiga siklus. Namun jika pada siklus II indikator keberhasilan sudah tcrcapai, maka kegiatan penelitian akan dihentikan pada siklus II. Demikian pula jika pada siklus III indikator keberhasilan belum tercapai, maka akan dilanjutkan pada siklus berikutnya sampai kreteria penilaian tercapai. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, siklus II dan siklus III merupakan modifikasi siklus sebelumnya untuk mendapatkan tujuan pembelajaran yang lebih baik. Alur kegiatan dapat dianalogikan dalam bagan berikut:

Penjelasan untuk setiap siklusnya, sebagai berikut.

a. Siklus I

1) Perencanaan (Planning)


(42)

34 a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I

b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran Think Pair Share berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VII.

f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share .

g. Mempersiapkan perangkat.

2) Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus I dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3) Observasi (observating)

Observasi adalah proses mencermati jalanya pelaksanaan tindakan.

4) Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.


(43)

35 b. Siklus II

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus I meliputi sebagai berikut.

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus I b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran Think Pair Share berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share .

g. Mempersiapkan perangkat.

2. Pelaksanaan (Acting)

Pembelajaran IPS siklus II dikelas VIII dilakukan sebanyak tiga kali pertemuan, dua kali pembelajaran dan satu pertemuan untuk uji tes hasil siklus pertama. Pertemuan pertama dan pertemuan kedua dilaksanakan setiap pertemuan 2x40 menit.

3. Observasi (observating)


(44)

36 4. Refleksi (Reflecting)

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

c. Siklus III

1. Perencanaan (Planning)

Persiapan yang dilakukan pada siklus II meliputi:

a. Peneliti menentukan materi yang akan diajarkakn pada siklus II b. Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran sesuai kompetensi

dasar yang ingin dicapai.

c. Menyusun skenario pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share yang meliputi rencana pembelajaran, contoh soal, latihan soal, dan evaluasi.

d. Menyiapkan model pembelajaran Think Pair Share berupa lembar soal yang digunakan untuk mengerjakan prosedur siklus.

e. Menyiapkan sumber belajar berupa buku paket IPS kelas VIII. f. Mempersiapkan lembar pengamatan (observasi) untuk melihat

bagaimana keaktifanan Siswa dalam pembelajaran melalui model pembelajaran Think Pair Share .

g. Mempersiapkan perangkat.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian tindakan kelas. Dan refleksi pada siklus I terlihat adanya kekurang sempurnaan, maka dilakukan siklus II untuk menyempurnakan siklus I. Begitu juga siklus III dilakukan untuk menyempurnakan siklus II.


(45)

37 2. Prosedur Penelitian

a. Perencanaan

Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut. a. Menyusun jadwal penelitian.

b. Menentukan kompetensi dasar (KD) yang akan diajarkan dengan penerapan kontekstual model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

c. Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran IPS sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS.

d. Mendesain bahan ajar dan tugas siswa yang akan digunakan dalam kegiatan belajar IPS.

e. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran IPS dengan penerapan kotekstual model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

f. Menyusun lembar kerja observasi aktivitas belajar siswa.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan terdiri dan tiga kegiatan pokok yaitu pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan kegiatan penutup. Kegiatan siswa mengakomodir aktivitas tanya jawab dengan memgadopsi dan memodifikasi model pembelajaran kooperatif tipe TPS yang disesuaikan dengan keadaan siswa dan kelas.


(46)

38 c. Observasi

Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, catatan lapangan dan perangkat tes. Lembar observasi yang digunakan untuk mengamati aktivitas yaitu perilaku yang relevan dengan kegiatan pembelajaran antara lain: Tabel 4. Lembar observasi untuk menganalisis aktivitas siswa dalam proses

pembelajaran

No Per 40 Menit % Ket

1 2 3 4 5 ……

1 2 3 4 5

Kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran (on Task)

1. Mendengarkan atau memperhatikan penjelasan guru

2. Mencatat penjelasaan guru yang sesuai dengan materi pelajaran 3. Berdiskusi dengan sesama teman yang bernomor sama

4. Berani menyampaikan jawaban dengan tegas sesuai dengan pertanyaan 5. Bertanya kepada guru ketika ada hal yang belum faham

6. Berani memberikan kritik dan saran kepada kelompok yang bernomor lain

Kegiatan yang tidak relevan (Off Task)

1. Tidak memperhatikan penjelasan guru 2. Tidak menulis atau tidak mencatat 3. Mengantuk


(47)

39 5. Mengobrol

6. Bermain-main d. Refleksi

Refleksi adalah langkah mengingat kembali kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh guru maupun siswa.

3. Indikator Keberhasilan Penelitian

Untuk mengetahui efektifitas tindakan, maka ditetapkan indikator keberhasilan dan penelitian. lndikator tersebut berguna sebagai bahan pertimbangan dalan merencanakan tindakan pada siklus berikutnya.

Sekaligus sebagai acuan untuk menentukan jumlah siklus dalam penelitian. Indikator keberhasilan penelitian ini sebagai berikut.

a. Jika sekurang-kurangnya persentase aktivitas belajar siswa 81 %-90% Maka telah masuk dalam kreteria “tinggi”.

b. Jika sekurang-kurangnya dalam pelaksanaan pembelajaran mencapai 70%

mencapai KKM maka masuk dalam kreteria “Baik.

4. Sumber data penelitian

Data dalam penelitian ini terdiri sebagai berikut.

1. Data aktivitas siswa, yaitu data yang diperoleh dan hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

2. Data basil belajar siswa, yaitu data hasil belajar siswa diperoleh dan tes hasil belajar siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus I, II dan III.


(48)

40 5. Teknik Pengumpulan Data

1. Dalam pengumpulan data untuk penelitian ini, guru menggunakan metode penelitian tindakan kelas yaitu suatu jenis penelitian yang memunculkan adanya tindakan tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar dikelas. 2. Tes Hasil Belajar

Tes dilakukan dengan tujuan unluk mengetahui tingkat keberhasilan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Bentuk tes yang digunakan yaitu tes tertulis yang diberikan pada setiap akhir siklus.

6. Teknik Analisis Data

1. Analisis Data Aktivitas Belajar Siswa

Analisis data format I rnenggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik ini digunakan untuk menganalisis aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar siswa ditentukan dengan mengisi lembar observasi.

2. Analisis dan Hasil Belajar Siswa

Untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran dengan pendekatan koritekstual diambil rata-rata tes formatif yang diberikan pada setiap akhir siklus dengan rumus:

x N N Y

S

 100 %

Keterangan:

Y = Nilai rata-rata kelas

Ns = jumlah nilai tes seluruh siswa N = jumlah siswa


(49)

41 7. Instrumen tes

a. Uji Syarat lnstrumen Tes 1. lnstrumen Tes (Kognitif)

Uji persyaratan instrumen tes ini diperoleh melalui pemberian tes pilihan ganda pada siswa dengan syarat intrumen tes sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Pengujian validasi tiap butir instrument menggunakan analis item, yaitu mengkorelasi skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Dalam memberi interprestasi terhadap koefisien korelasi, item yang mempunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukan bahwa item tersebut tidak tinggi pula. Syarat minimal yang di anggap memenuhi yaitu syarat dengan r hitung ≥ r tabel dengan ά = 0,05. Uji validitas menurut Arikunto ( 2006 : 79 ) menggunakan rumus korelasi biserial :

γ pbi = Mp – Mt / Si √p / q

keterangan :

γ pbi = Koefisien korelasi biserial

Mp = Rerata skor dari subjek yang menjawab benar bagi item yang dicari validitasnya. Mt = Rerator skor total

Si = Standar deviasi dari skor total P = Proporsi siswa menjawab benar Q = Proporsi siswa menjawab salah

Dengan kriteria pengujian jika harga rhit rtabel dengan α=0,05 maka alat ukur tersebut dinyatakan valid,dan sebaliknya apabila rhitung rtabel maka alat ukur tersebut dinyatakan tidak valid.


(50)

42 Tabel 5. Uji Validitas Butir Soal Siklus I

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.486 V

No. 2 0.334 0.649 V

No. 3 0.334 0.620 V

No. 4 0.334 0.317 TV

No. 5 0.334 0.505 V

No. 6 0.334 0.698 V

No. 7 0.334 0.594 V

No. 8 0.334 0.613 V

No. 9 0.334 0.433 TV

No. 10 0.334 0.709 V

No. 11 0.334 0.567 V

No. 12 0.334 0.453 V

No. 13 0.334 0.545 V

No. 14 0.334 0.583 V

No. 15 0.334 0.626 V

No. 16 0.334 0.700 V

No. 17 0.334 0.620 V

No. 18 0.334 0.728 V

No. 19 0.334 -0.070 TV

No. 20 0.334 0.588 V

Sesuai dengan soal yang diberikan kepada siswa berjumlah 20 item soal dan terdapat 2 buah soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 4 dan 19 dengan nilai r hitung ˃ r tabel. r tabel (n= 20, α= 5%) atau sama dengan 0,334.

Tabel 6. Uji Validitas Butir Soal Siklus II

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.412 V

No. 2 0.334 0.495 V

No. 3 0.334 0.648 V

No. 4 0.334 0.400 V

No. 5 0.334 0.495 V

No. 6 0.334 0.673 V

No. 7 0.334 0.720 V

No. 8 0.334 0.540 V

No. 9 0.334 0.478 V

No. 10 0.334 0.714 V

No. 11 0.334 0.545 V

No. 12 0.334 0.419 V


(51)

43

No. 14 0.334 0.620 V

No. 15 0.334 0.458 V

No. 16 0.334 0.668 V

No. 17 0.334 0.576 V

No. 18 0.334 0.715 V

No. 19 0.334 0.502 V

No. 20 0.334 0.598 V

Soal yang dianalisis pada siklus II masih berjumlah 20 item soal dan tidak terdapat butir soal yang tidak valid, nilai r hitung ˃ r tabel. r tabel (n= 20, α= 5%)

atau sama dengan 0,334.

Tabel 7. Uji Validitas Butir Soal Siklus III

No. Soal r Tabel r Hitung Keterangan

No. 1 0.334 0.583 V

No. 2 0.334 0.519 V

No. 3 0.334 0.391 V

No. 4 0.334 0.446 V

No. 5 0.334 0.449 V

No. 6 0.334 0.389 V

No. 7 0.334 0.371 V

No. 8 0.334 0.435 V

No. 9 0.334 0.394 V

No. 10 0.334 0.441 V

No. 11 0.334 0.413 V

No. 12 0.334 0.428 V

No. 13 0.334 0.503 V

No. 14 0.334 -0.234 TV

No. 15 0.334 0.491 V

No. 16 0.334 0.453 V

No. 17 0.334 0.578 V

No. 18 0.334 0.418 V

No. 19 0.334 0.369 V

No. 20 0.334 0.627 V

Siklus III berjumlah 20 item soal dan terdapat 1 butir soal yang tidak valid, yaitu item soal nomor 14 dengan nilai r hitung ˃ r tabel. r tabel (n= 20, α= 5%) atau sama


(52)

44 b. Uji Realibilitas

Reabilitas atau tingkat ketetapan ( consistensi atau keajegan ) adalah tingkat kemampuan intrumen untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur – unsurnya, jika diulang pada waktu berbeda pada kelompok individu yang sama menurut Arikunto (2006 : 101).

Pengukuran reabilitas instrumen menurut Arikunto ( 2006 : 101 ) dilakukan dengan menggunakan rumus :

K – R.20. Perhitungan dilkukan secara manual. Berikut ini adalah rumus K – R.20.

R11 = ( k/k – 1 ) ( S² - ∑pq / S² ) Keterangan :

R11 = Reabilitas secara keseluruhan

P = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan benar

Q = Proporsi subjek yang menjawab item soal dengan salah ( q = 1 –p )

∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q n = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar varians)

Berdasarkan analisis butir soal dari siklus I sampai dengan siklus III dengan jumlah 20 butir soal, didapat untuk uji reabilitas siklus Idi peroleh 0,984 atau nilai reliable yang tinggi, dan pada siklus II diperoleh 0,966 serta pada siklus III diperoleh 0,965. Dari ketiga siklus tersebut dinyatakan soal yang diberikan kepada siswa untuk uji siklus mempunyai nilai reliabel yang tinggi.


(53)

45 c. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukan mudahnya atau sukarnya suatu soal tersebut disebut dengan indeks kesukaran.

Besarnya indeks kesukaran antara 0,0 sampai 1,0 indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,0 menunjukan bahwa soal tersebut terlalu sukar, sebaiknya jika indeks menunjukan 1,0 maka soal tersebut terlalu mudah, sehingga semakin mudah soal tersebut semakin besar bilangan indeksnya. Dalam istilah evaluasi, indeks

kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari proporsi”.

Tingkat kesukaran dapat dicari dengan rumus :

P= B / JS

Keterangan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut Arikunto (2006: 208) ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklafikasikan sebagai berikut :

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,31 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,71 sampai 1,00 adalah soal mudah


(54)

46 Berdasarkan analisis butir soal untuk uji kesukaran soal dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Tingkat kesukaran soal siklus I dan Siklus II

SIKLUS I

No. Soal Kesukaran soal Kategori

0,00 – 0,30 Sukar 6,9,11,12,13,14,16,18,20 0,31 – 0,70 Sedang 1,2,3,4,5,7,8,10,15,17,19 0,71 – 1,00 Mudah SIKLUS II

0,00 – 0,30 Sukar 1,6,9,11,12,13,16,18,19,20 0,31 – 0,70 Sedang 2,3,4,5,7,8,10,14,15,17 0,71 – 1,00 Mudah

SIKLUS III

0,00 – 0,30 Sukar 1,2,4,5,16,18 0,31 – 0,70 Sedang 3,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15

17,19,20

0,71 – 1,00 Mudah

d. Daya Beda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan yang tinggi) dengan siswa yang bodoh (kemampuan rendah) angka yang menunjukan besarnya daya pembeda tersebut disebut indeks diskriminasa disingkat D. Daya pembeda berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanpa negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika suatu soal terbalik menunjukan kualitas tes yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak bodoh disebut pandai. Suatu soal yang dapat dijawab oleh siswa yang pandai maupun siswa yang bodoh maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda, demikian juga apa bila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh seluruh siswa pandai maupun siswa baik, maka soal tersebut tidak mempunyai daya beda sehingga soal tersebut


(55)

47 tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas maupun kelompok bawah sama – sama menjawab benar atau salah maka soa; tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus sebagai berikut. D = BA / JA – BB / JB = PA – PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja (Arikunto, 2006 : 213 ).


(56)

48 Tabel 9. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya

Pembeda

Kategori

19 0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,9,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,11,13,15,17,20 0,41 – 0,70 Baik 6,12,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS II

0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,9,11,12,15,17,19,20 0,41 – 0,70 Baik 6,13,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali

SIKLUS III

3,8,14 0,00 – 0,20 Jelek

2,5,7,10,11,12,13,15,17,18 0,21 – 0,40 Cukup

1,4,9,20 0,41 – 0,70 Baik


(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas siswa secara keseluruhan yang berjumlah 32 siswa, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas belajar siswa dan hanya tersisa beberapa orang saja yang tidak aktif. Jadi model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat membuat seluruh siswa terlihat secara penuh dalam pembelajaran dan peranan guru hanya sebagai sebatas pembimbing dalam meluruskan masalah, tetapi tidak terlihat langsung didalam kegiatan belajar. Disini siswa dibiarkan bebas berdiskusi, bekerjasama dan saling menunjang, berbagai tugas dan

berkomunikasi antara sesama anggota kelompok untuk mengemukakan pendapat.

2. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti bahwa terjadi peningkatan siswa yang tuntas dari siklus ke siklus. penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan pada mata pelajaran IPS di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu.


(58)

69

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dipertimbangkan dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

2. Siswa hendaknya diberi wawasan atau tekanan untuk tidak sering alpa atau tidak masuk sekolah, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selain itu siswa hendaknya dituntut untuk menguasai sejumlah

informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga di dalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi baginya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan kemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan seluruh pribadi siswa termasuk sikap mental yang dimiliki.

3. Bagi sekolah perlu dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai strategi sebagai upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif agar hasil belajar siswa dapat meningkat.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta

Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-diskusi.html http://nesaci.com/metode-diskusi-dalam-proses-belajar-di-sekolah/

Suyatna, Agus. 2008. Modul 30 Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Universitas Lampung:Lampung.

Model PAIKEM , Departemen Pendidikan Nasioanal Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.

http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2007/05/model-model-pembelajaran Bobbi DePorter. 2002. Quantum Teaching. Boston: Allyn Bacon.

B. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2001. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.


(60)

.... 2002. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kelas di SMP, SMPLB, SLB Tingkat Dasar, dan MI. Jakarta: Depdiknas.

...2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas. Indra Jati Sidi. 2004. Pelayanan Profesional, Kegiatan Belajar-Mengajar yang

Efektif. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja RoSMPakarya.

Purwadi Suhandini. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Lemlit UNNES. Puskur Balitbang Depdiknas. 2003. Model-model Pembelajaran Efektif.

(www.puskur_balitbang_depdiknas.com).upadate 28 Agustus 2007. Supardi, Suharsimi Arikunto, Suhardjono. 2006. Penelitian Tindakan Kelas.

Yakarta: Bumi Aksara.

Tim MKDK IKIP Semarang. 1990. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tintin Heryatin. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Quantum dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris dalam Rangka Pengembangan

Kurikulum Berbasis Sekolah. Hasil Penelitian. (http://pps.upi.edu/org/ abstrakthesis/abstrakpk/abstrakpk04.html). update 28 Agustus 2007. Zainal Aqib. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama


(1)

47 tidak baik digunakan untuk tes. Suatu soal yang baik adalah yang dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai saja.

Seluruh kelompok tes akan dibagi menjadi 2 kelompok yaitu:

Kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama, jika seluruh kelompok atas bisa menjawab soal dengan benar dan kelompok bawah menjawab dengan salah, maka nilai tersebut memiliki D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika kelompok semua atas menjawab salah dan kelompok bawah menjawab benar, maka nilai D = 1,00 tetapi jika kelompok atas maupun kelompok bawah sama – sama menjawab benar atau salah maka soa; tersebut mempunyai nilai D = 0,00 karena tidak mempunyai daya beda sama sekali.

Untuk menentukan indeks diskriminasi digunakan rumus sebagai berikut. D = BA / JA – BB / JB = PA – PB

Dimana :

D = Daya pembeda

JA = Banyaknya peserta kelompok atas JB = Banyaknya peserta kelompok bawah

BA = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar BB = Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab salah PA = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar PB = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab salah

Klasifikasi daya pembeda D = 0,00 – 0,20 = Jelek D = 0,21 – 0,40 = Cukup D = 0,41 – 0,70 = Baik D = 0,71 – 1,00 = Baik Sekali

Negatif, Semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja (Arikunto, 2006 : 213 ).


(2)

48 Tabel 9. Hasil Analisis Daya Beda

SIKLUS I

No. Soal Daya

Pembeda

Kategori

19 0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,9,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,11,13,15,17,20 0,41 – 0,70 Baik 6,12,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali SIKLUS II

0,00 – 0,20 Jelek

1,2,4,10 0,21 – 0,40 Cukup

3,5,7,8,9,11,12,15,17,19,20 0,41 – 0,70 Baik 6,13,14,16,18 0,71 – 1,00 Baik Sekali SIKLUS III

3,8,14 0,00 – 0,20 Jelek

2,5,7,10,11,12,13,15,17,18 0,21 – 0,40 Cukup

1,4,9,20 0,41 – 0,70 Baik


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan aktivitas siswa secara keseluruhan yang berjumlah 32 siswa, hal ini dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas belajar siswa dan hanya tersisa beberapa orang saja yang tidak aktif. Jadi model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat membuat seluruh siswa terlihat secara penuh dalam pembelajaran dan peranan guru hanya sebagai sebatas pembimbing dalam meluruskan masalah, tetapi tidak terlihat langsung didalam kegiatan belajar. Disini siswa dibiarkan bebas berdiskusi, bekerjasama dan saling menunjang, berbagai tugas dan

berkomunikasi antara sesama anggota kelompok untuk mengemukakan pendapat.

2. Model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini terbukti bahwa terjadi peningkatan siswa yang tuntas dari siklus ke siklus. penerapan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga mencapai ketuntasan belajar yang diharapkan pada mata pelajaran IPS di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu.


(4)

69

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dipertimbangkan dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPS di kelas VII.4 SMP Negeri 4 Pringsewu adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya guru mengenalkan dan melatih keterampilan proses kooperatif sebelum atau selama pembelajaran. Agar siswa mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep. Serta siswa dapat menumbuhkan dan mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.

2. Siswa hendaknya diberi wawasan atau tekanan untuk tidak sering alpa atau tidak masuk sekolah, karena hal ini akan sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa. Selain itu siswa hendaknya dituntut untuk menguasai sejumlah

informasi yang berkaitan dengan materi pelajaran, sehingga di dalam kelompok siswa tidak bingung untuk mendiskusikan materi baginya, lebih dari pada itu siswa akan mampu mengembangkan kalimat dan potensinya secara mandiri. Diharapkan kemudian hari siswa tidak hanya berkembang intelektualnya saja tetapi mampu meningkatkan seluruh pribadi siswa termasuk sikap mental yang dimiliki.

3. Bagi sekolah perlu dilaksanakan kegiatan pembelajaran dengan berbagai strategi sebagai upaya menciptakan suasana belajar yang kondusif agar hasil belajar siswa dapat meningkat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta Arikunto, Suharsimi. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Jakarta

Daryanto. 1997. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Dimyati, Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Djamarah, Syaiful Bahri. 2000. Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.

Rineka cipta. Jakarta

http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/metode-diskusi.html http://nesaci.com/metode-diskusi-dalam-proses-belajar-di-sekolah/

Suyatna, Agus. 2008. Modul 30 Model Pembelajaran PAIKEM. FKIP Universitas Lampung:Lampung.

Model PAIKEM , Departemen Pendidikan Nasioanal Andreas Viklund. Blog pada WordPress.com.

http://akhmadsudrajat.files.wordpress.com/2007/05/model-model-pembelajaran Bobbi DePorter. 2002. Quantum Teaching. Boston: Allyn Bacon.

B. Suryosubroto. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Depdiknas. 2001. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis


(6)

.... 2002. Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kelas di SMP, SMPLB, SLB Tingkat

Dasar, dan MI. Jakarta: Depdiknas.

...2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Pengetahuan Sosial

Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.

Indra Jati Sidi. 2004. Pelayanan Profesional, Kegiatan Belajar-Mengajar yang

Efektif. Jakarta: Puskur Balitbang Depdiknas.

Nana Sudjana. 2002. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja RoSMPakarya.

Purwadi Suhandini. 2000. Penelitian Tindakan Kelas. Semarang: Lemlit UNNES. Puskur Balitbang Depdiknas. 2003. Model-model Pembelajaran Efektif.

(www.puskur_balitbang_depdiknas.com).upadate 28 Agustus 2007.

Supardi, Suharsimi Arikunto, Suhardjono. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Yakarta: Bumi Aksara.

Tim MKDK IKIP Semarang. 1990. Psikologi Belajar. Semarang: IKIP Semarang Press.

Tintin Heryatin. 2004. Pengembangan Model Pembelajaran Quantum dalam Mata Pelajaran Bahasa Inggris dalam Rangka Pengembangan

Kurikulum Berbasis Sekolah. Hasil Penelitian. (http://pps.upi.edu/org/

abstrakthesis/abstrakpk/abstrakpk04.html). update 28 Agustus 2007.

Zainal Aqib. 2007. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.


Dokumen yang terkait

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NHT PADA MATA PELAJARAN IPS KELAS VII 1 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 1 RAJABASA TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 7 70

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.3 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 2 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 6 58

UPAYA MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 GADINGREJO KAB. PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2011/

0 7 67

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IX.2 SEMESTER GENAP SMP PGRI BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 62

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 55

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013 (Skripsi)

0 6 59

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN DISKUSI PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS IX.2 SEMESTER GENAP SMP PGRI BATANGHARI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 63

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLE NON EXAMPLE PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VIII.7 SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 10 56

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF THINK PAIR SHARE (TPS) PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII 4 SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 4 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 5 60

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM-BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN IPS DI KELAS VII.D SEMESTER GENAP PADA SMP NEGERI 1 PULAU PANGGUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 6 36