PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (STUDI KASUS DI POLDA METRO JAYA)
ABSTRAK
PERAN KEPOLISIAN DALAM PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
(STUDI KASUS DI POLDA METRO JAYA)
Oleh
DESY DWI KATRIN
Polisi sebagai lembaga penegak hukum yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Salah satu tugasnya adalah berperan dalam penegakan hukum terhadap pembunuhan berencana. Terkait dengan pembunuhan berencana maka kepolisian melakukan berbagai upaya penegakan hukum untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana, sebagai wujud dari peran kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran kepolisan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana (studi kasus di polda metro jaya)? (2) Apakah yang menjadi faktor pengahambat kepolisan dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana?
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. responden berjumblah 3 orang responden yakni : 2 orang anggota Polri dan 1 orang Dosen Fakultas Hukum bagian Hukum Pidana Universitas Lampung. Pengumpulan data di lakukan dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif
Hasil penelitian dan pembahasan ini menunjukan: (1) Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal, peran yang ideal yaitu peran yang dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, karena polisi sudah menjalankan proses penegakan hukum sesuai dengan undang-undang. kepolisian Polda Metro Jaya dalam penegakan hukum tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh teman adalah melakukan penyidikan. Penyidikan dimulai dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara dimana korban di temukan di pinggir tol, pemanggilan atau penangkapan tersangka, penahanan sementara, penyitaan barang bukti, pemeriksaan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, dan pelimpahan perkara kepada penuntut umum. (2) Faktor-faktor penghambat dalam proses penegakan hukum terhadap pembunuhan berencana sebagai berikut: a) faktor
(2)
Desy Dwi Katrin
aparat penegak hukum, yaitu masih kurangnya personil penyidik kepolisian. Selain itu secara kualitas masih adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisan dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana. b) faktor sarana dan fasilitas yaitu kurang memadai sarana yaitu minimnya alat bukti di TKP (Tempat Kejadian Perkara), sehingga para penyidik harus lebih bekerja ekstra untuk menemukan alat bukti, dan bahwa oprasional biaya juga menjadi salah satu penghambat dalam proses penyidikan. c) faktor masyarakat yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut membantu mengungkap kasus tersebut. Masyarakat cenderung menutup diri dan tidak menghiraukan.
Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Penyidik Polda Metro Jaya perlu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan berencana. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi meningkatnya angka tindak pidana pembunuhan berencana. (2) Penyidik Polda Metro Jaya perlu melakukan pendekatan dengan masyarakat, karena masyarakat mempunyai peran untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana. Dimana kita ketahui masyarakat sering menutup diri atau acuh tak acuh apa yang dilakukan oleh polisi sehingga sering terjadi kesulitan dalam melakukan penyidikan.
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 28 Desember 1993 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak Hery Gunawan dan dan Ibu Marnita. Penulis menempuh pendidikan pada Taman Kanak-kanak di TK Al-Azhar Jakarta di selesaikan pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 09 Pagi Petukangan Jakarta Selatan, Sekolah Dasar Negeri 02 Cipicung Bogor diselesaikan pada 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Jonggol dan diselesaikan pada tahun 2008, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas 1 Cileungsi. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada fakultas Hukum Universitas Lampung melalui Jalur SNMPTN Undangan. Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti organisasi UKMF PSBH (Pusat Studi Bantuan Hukum) penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa Kalianda, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.
(8)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kehadirat allah swt, sebuah karya kecil ini , ku
persembahkan untuk :
Papah dan mamahku tercinta Hery Gunawan dan Marnita yang telah
membesarkanku hingga sampai saat ini, terima kasih untuk semua yang telah
di berikan Semoga kelak dapat terus menjadi anak yang membanggakan
kalian..
Untuk (alm) Kakaku Melly Eka Putri, dan Adiku tersayang Anisa Salsabila
Untuk keluarga besarku, terima kasih untuk dukungan dan motivasinya
Terima kasih untuk almamaterku tercinta
Fakultas Hukum Universitas Lampung
(9)
Moto
Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah
keberanian dan keyakinan yang teguh (Andrew Jakcson)
Ilmu itu lebih baik dari harta, ilmu akan menjaga engkau dan engkau akan menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sementara harta terhukum. Jika harta itu akan berkurang jika dibelanjakan, maka ilmu akan bertambah
jika dibelanjakan
(10)
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah AWT, atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul :“Peran Kepolisian dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Polda Metro Jaya”. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya dan diharapkan ilmu dan pegalaman tersebut kelak dapat bermanfaat dimasa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam penulisan skripsi ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan kemampuan Penulis. Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S selaku rektor Universitas Lampung
2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., Ketua Bagian Hukum Pidana, juga selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh luar biasa dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini.
(11)
4. Ibu Firganefi, S.H., M.H., Sekretaris Jurusan Hukum Pidana dan selaku Dosen Pembahas I yang senantiasa memberikan waktu, masukan dan saran selama penulisan skripsi ini.
5. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan sumbangan pemikiran yang sungguh luar biasa serta kesabarannya dalam membimbing Penulis selama penulisan skripsi ini. 6. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Dosen Pembahas I yang telah memberikan
waktu, masukan, dan saran selama penulisan skripsi ini.
7. Bapak Budi Rizki, S.H., M.H., Dosen Pembahas II yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran selama penulisan skripsi ini.
8. Ibu Martha Riananda, S.H., M.H., Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasehat dan bantuannya selama proses pendidikan Penulis di Fakultas Hukum Universitas Lampung.
9. Seluruh dosen, staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas bantuannya selama ini.
10. Bapak IPTU Tri Hamdani dan BRIPKA Dwi Susanto yang keduanya Polisi di Unit 2 Jatanras Polda Metro Jaya yang menjadi narasumber penelitian ini. 11. Terkhusus dan teristimewa untuk kedua orang tuaku, Papah Hery Gunawan
dan Mamah Marnita yang senantiasa mendoakanku, memberiku dukungan semangat dan motivasi, nasehat serta pengarahan dalam keberhasilanku dalam menyelesaikan studi maupun kedepannya.
12. Untuk adiku tersayang Anisa Salsabila, terima kasih untuk dukungan dan semangatnya.
(12)
13. Untuk keluarga besarku di Lampung terima kasih atas dukungan dan motivasinya.
14. Sahabat terbaiku dari SMP hingga sekarang, Okta, Neneng, Vitri. Terimakasih semangatnya. Semoga kita sukses kedepannya.
15. Sahabat seperjuangan di kampus Ellyzabet Berliana, Dian Anggraeni, Dian Tri Puspa yang sering menghabiskan waktu bareng di kampus.
16. Sahabatku di Fakultas Hukum Universitas Lampung, UG : Maharani, Prafika, Rachmi Laras, Lia aprilliana, Lia Nurjannah, Dwi nur Aulia,. Terimakasih untuk kebersamaannya selama ini.
17. Untuk teman-teman Kosan Asrama Sultan, Nikmatul Amalia, Fitri Bubun, Fitri Mop, Elly kurnia, Lia Dn, Erlina, Hilda.
18. Untuk teman-teman IMAMI (Ikatan Mahasiswa Minang), terimakasih untuk keseruan-keseruan dan pengetahuannya tentang budaya minang selama ini. 19. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan semangat dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan di bidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa ini. Aamiin.
Bandarlampung, Penulis
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...1
B. Rumusanmasalah dan Ruang Lingkup...7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian...7
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual...8
E. Sistematika Penulisan...12
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran...14
B. Pengertian Penegakan Hukum...15
C. Faktor Mempengaruhi Penegakan Hukum...19
D. Pengertian Kepolisan Republik Indonesia...21
E. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana...25
F. Pembunuhan Berencana...21
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 29
B. Sumber dan Jenis Data... 30
C. Penentuan Responden... 31
D. Proses Pengumpulan dan Pengolahan Data... 32
E. Analisis Data... 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden...34
B. Peran Kepolisian dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Berencana yang Dilakukan Oleh Teman Dekat...35
(14)
C. Faktor Penghambat Kepolisian Dalam Melaksanakan Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana yang Dilakukan Oleh Teman Dekat...57
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan...58 B. Saran...59
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(15)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu lembaga penegak hukum yang ada di Indonesia yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisan pada intinya adalah aparat penegak hukum yang bertugas dan bertanggung jawab atas ketertiban umum, keselamatan dan keamanan masyarakat. 1
Kepolisan merupakan lembaga yang pertama kali harus dilalui dalam proses peradilan pidana. Oleh karena itu mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penahanan, penyitaan, sampai ditemukan suatu kejahatan yang diduga telah di lakukan.
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara dalam Pasal 4 sebagai berikut : Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
1
(16)
2
Fungsi kepolisian merupakan bagian dari suatu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbing masyarakat dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya hukum, kepolisian sebagai integral fungsi pemerintah negara, ternyata fungsi tersebut memiliki takaran yang begitu luas tidak sekedar aspek refresif dalam kaitannya dengan proses penegakan hukum pidana saja tapi juga mencakup aspek
preventif berupa tugas-tugas yang dilakukan yang begitu melekat pada fungsi utama hukum administratif dan bukan kompetensi pengadilan.
Polisi sebagai lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut mengemban amanah yang sangat besar terhadap masyarakat. Peranan polisi sangat amat besar dalam kehidupan terkadang menimbulkan sebuah anggapan negatif. Polisi adalah profesi dengan tugas utama menegakan (ujung tombak) HAM. Tetapi, peraturan perundang-undangan memberikan akses kepada polisi melakukan pelanggaran HAM.
Penegakan hukum pidana ada empat aspek dari perlindungan masyarakat yang harus mendapat perhatian, yaitu:2
a. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap perbuatan anti sosial yang merugikan dan membahayakan masyarakat, bertolak dari aspek maka wajar apabila penegak hukum bertujuan untuk penanggulangan kejahatan.
b. Masyarakat memerlukan terhadap sikap berbahayanya seseorang. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana bertujuan memperbaiki pelaku kejahatan atau berusaha mengubah dan mempengaruhi tingkah lakunya
2
Maidin Gultom, Perlindungan hukum terhadap anak dalam sistem peradilan pidana Anak di Indonesia. Bandung, : PT Refika Aditama. hlm 15
(17)
3
agar kembali patuh pada hukum dan menjadi warga negara yang baik dan berguna.
c. Masyarakat memerlukan pula perlindungan terhadap penyalahgunaan sanksi atau reaksi dari penegak hukum maupun dari warga masyarakat pada umumnya. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus mencegah terjadinya perlakuan atau tindakan yang sewenang-wenang di luar hukum.
d. Masyarakat memerlukan perlindungan terhadap keseimbangan atau keselarasan berbagai kepentingan dan nilai yang terganggu sebagai akibat dari adanya kejahatan. Wajar pula apabila penegakan hukum pidana harus dapat menyelesaikan konflik yang di timbulkan oleh pelaku tindak pidana
Berkaitan dengan penegakan hukum, peranan yang ideal dan peranan yang sebenarnya adalah memang peranan yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum di tetapkan oleh undang-undang. Sedangkan peran yang di anggap diri sendiri dan peran yang sebenarnya telah dilakukan adalah peran yang mempertimbangakan antara kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan, dalam hal ini kehendak hukum harus menentukan dengan kenyataan yang ada.
Menurut Achmad Ali, profesionalisme dan kepemimpinan juga termasuk dalam sistem hukum. Hal tersebut merupakan unsur kemampuan dan ketrampilan secara
person dari sosok-sosok penegak hukum.3 Meskipun telah disusun suatu aturan
3
Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan ( Judicial Prudence). Jakarta: Kencana. 2009. hlm 204
(18)
4
hukum, tetapi aparat penegak hukum tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya, maka penegak hukum tidak menjalankan peran sebagaimana mestinya, maka tetap saja tujuan hukum akan tercapai keberhasilan suatu penegak hukum sangat tergantung pada komponen sistem hukum itu sendiri.
Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat sudah seharusnya pihak kepolisian mewujudkan rasa aman tersebut. Dalam hal mengungkap tindak pidana pembunuhan berencana diperlukan kerja keras dari pihak Polda Metro Jaya untuk mengidentifikasi korban agar menemukan siapa yang menjadi otak pelaku tersebut dan segera untuk menghukum para pelaku pembunuhan berencana tersebut.
Salah satu tindak pidana adalah pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan kata lain pembunuhan adalah suatu perbuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain sebagai Hak Asasi Manusia. Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan bahwa barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, di ancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Apabila terdapat unsur perencanaan sebelum melakukan pembunuhan, maka pembunuhan dapat disebut dengan pembunuhan berencana.
Akhir-akhir ini sering mendengar pembunuhan yang di lakukan oleh orang terdekat, seseorang dengan mudahnya melakukan kejahatan pembunuhan, menghilangkan nyawa orang lain, apakah itu dalam dunia politik, kejahatan perampokan, marak terjadi pembunuhan dengan motif asmara. Berdasarkan data di dalam satu tahun terakhir ini sudah ada lima kasus pembunuhan berencana
(19)
5
yang bermotifkan asmara di Jakarta. Dikarenakan adanya kecemburuan dari salah satu pasangannya. Dan pembunuhan tersebut di lakukan dengan tidak wajar dan tentu sebelumnya sudah ada perencanaan yang matang untuk melakukan pembunuhan tersebut.
Pembunuhan berencana tidak hanya digunakan dalam suatu kebudayaan dimana terdapat unsur-unsur dan nilai-nilai estetika dan nilai filosofis, tetapi pembunuhan berencana sudah termasuk kedalam suatu modus operandi kejahatan dimana para pelaku kejahatan menggunakan metode ini dengan tujuan untuk mengelabui para petugas, menyamarkan identitas korban sehingga sulit untuk dicari petunjuk mengenai identitas korban, serta meghilangkan jejak dari para korban.4
Khususnya mengenai pembunuhan berencana, diatur dalam Pasal 340 KUHP yang rumusannya sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu
menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama
waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”
Hal ini sudah menjadi pekerjaan rumah bagi pihak kepolisian untuk mencari dan menemukan para pelaku kejahatan serta memberikan rasa aman bagi setiap warga negara dan mencegah agar tidak terjadi lagi kejahatan ini sesuai dengan apa yang menjadi cita-cita pihak kepolisian dan sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4
D.P.M. Sitompul, dkk, Hukum Kepolisian di Indonesia suatu Bunga Rampai. Bandung: Transito. 1995. Hlm 65.
(20)
6
Kasus pembunuhan berencana yang di lakukan kedua pelaku, diketahui pelaku menghabisi nyawa korban karena motif asmara. Pelaku yang merupakan mantan pacar korban mengaku sakit hati karena korban tidak mau dihubungi lagi olehnya. Motif pembunuhnya ini, pelaku sakit hati kepada korban karena tidak mau lagi dihubungi atau ditemui oleh pelaku. 5 Akan tetapi dalam mengungkap kasus tersebut banyak terjadi kejanggalan kejanggalan yang di temukan, salah satu diantaranya yaitu sudah banyak berubahnya BAP (berita acara pemerikasaan) dari kronologi yang sebenarnya. Dalam BAP di tuliskan bahwa pelaku sempat membawa kendaraanya yang berisi korban ke daerah Klender, padahal seharusnya ke daerah Sunter. Selain itu, dalam BAP juga tidak di jelaskan kronologi ketika Pelaku menjual handphone korban.
Berdasarkan hal di atas maka peneliti perlu mengadakan penelitian mengenai permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang berjudul Peran Kepolisian Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus di Polda Metro Jaya)
5
http://ciricara.com/2014/03/07/motif-asmara-di-balik-pembunuhan-ade-sara/ . di akses 21 April 20014.
(21)
7
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah peran kepolisan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana (studi kasus di polda metro jaya)? b. Apakah yang menjadi faktor pengahambat kepolisan dalam melaksanakan
penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana?
2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian dalam penulisan skripsi ini dibatasi pada pembahasan terhadap peran kepolisian dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana, dan faktor penghambat dan pendukung kepolisan dalam melaksanakan peran penegakan hukum terhadap pelaku pada wilayah polda metro jaya.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Penelitian ini bertujuan untuk :
Berdasarkan latar belakang , rumusan masalah dan pokok bahasan di atas , maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui peran kepolisan dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan.
(22)
8
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi faktor pengahambat dan pendukung kepolisan dalam melaksanakan penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana.
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu hukum, Khususnya hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh teman dekat.
b. Kegunaan Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini menjadi sumbangsi pemikiran terhadap penegakan hukum Indonesia, khususnya yang terkait dengan tindak pidana pembunuhan berencana.
D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6
Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu didalam masyarakat, kedudukan mana dapat dipunyai pribadi ataupun kelompok-kelompok pribadi
6
(23)
9
berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai atau mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah.7
Suatu peran dari individu atau kelompok dapat dijabarkan dalam beberapa bagian, yaitu:8
a. Peran yang ideal yaitu peran yang di jalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di tetapkan.
b. Peran yang seharusnya yaitu peran yang memang seharusnya dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan kedudukannya. c. Peran yang dianggap diri sendiri yaitu peran yang di jalankan oleh diri
sendiri karena kedudukannya dilakukan untuk kepentingannya.
d. Peran yang sebenarnya di lakukan yaitu peran dimana individu mempunyai kedudukan dan benar telah menjalankan peran sesuai dengan kedudukannya.
Berkaitan dengan penegakan hukum, peranan yang ideal dan peranan yang sebenarnya adalah memang peranan yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum di tetapkan oleh undang-undang. Sedangkan peran yang di anggap diri sendiri dan peran yang sebenarnya telah dilakukan adalah peran yang mempertimbangakan antara kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-kenyataan, dalam hal ini kehendak hukum harus mementukan dengan kenyataan yang ada.
Penegakan hukum dapat diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai
7
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: Grafindo Persada. 2003. hlm 139
(24)
10
kewenangannya masing-masing menurut aturan yang berlaku. Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara lain dan kaidah perilaku nyata manusia.
Menurut Soerjono Soekanto yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu: 9
a. Faktor hukumnya itu sendiri
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
d. Faktor masyarakat yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan
e. Faktor kebudayaan.
2. Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah.10 Agar tidak terjadi kesalahpahaman pada pokok permasalahan, maka dibawah ini penulis memberikan beberapa konsep yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami tulisan ini. Berdasarkan judul akan diuraikan berbagai istilah sebagai berikut :
a. Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu didalam masyarakat,
9
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2011, hlm 11-59
10
(25)
11
kedudukan mana dapat dipunyai pribadi ataupun kelompok-kelompok pribadi berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai atau mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah.11
b. Kepolisan adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.12
c. Penegakan Hukum adalah usaha-usaha yang diambil oleh pemerintah atau suatu otoritas untuk menjamin tercapainya rasa keadilan dan ketertiban dalam masyrakat dengan menggunakan beberapa perangkat atau alat kekuasaan negara baik dalam bentuk undang-undang, sampai pada para penegak hukum antara lain polisi, hakim, jaksa, serta pengacara. 13
d. Pelaku Tindak Pidana adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang berupa perbuatan tindak pidana. 14
e. Tindak Pidana adalah suatu kelakuan/hendeling yang diancam pidana, bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. 15
f. Pembunuhan Berencana adalah suatu pembunuhan dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu. 16
E. Sistematika Penulisan
11
Soerjono Soekanto,Op Cit. hlm 139
12
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
13
Budi Rizki Husin, Rini Fathonah. Studi Lembaga Penegak Hukum. Bandar Lampung : Universitas Lampung. 2014. Hlm 2
14
K. Dani. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Putra Harsa. hlm 232
15
Molejatno, Asas-Asas Hukum Pidana. Bandung : Rineka Cipta. 1983. hlm 56
16
R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengakp Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea. 1996. hlm 241
(26)
12
Sistematika penulisan dalam penulisan ini bertujuan agar lebih memudahkan dalam memahami penulisan skripsi ini secara keseluruhan. Sistematika penulisannya sebagai berikut :
I. PENDAHULUAN
Bab ini memuat tentang latar belakang permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab yang berisikan tentang pengertian-pengertian dari istilah sebagai latar belakang pembuktian masalah dan dasar hukum dalam membahas hasil penelitian yang terdiri dari pengertian peranan kepolisian, pengertian kepolisan itu sendiri, penegakan hukum, pembunuhan berencana, teman teori-teori tentang pidana dan pemidanaan.
III.METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan langkah-langkah atau cara yang dilakukan dalam penulisam yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan penolahan data serta analisis data.
IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang pembahasan berdasarkan hasil penelitian terhadap permasalahan dalam penelitian ini yaitu meliputi bagaimana upaya kepolisan
(27)
13
dalam penegakan hukum terhadap kasus pembunuhan berencana yang di lakukan oleh teman dekat.
V. PENUTUP
Bab yang berisi tentang kesimpulkan dari hasil pembahasan yang berupa jawaban dari permasalahan yang berdasarkan hasil penelitian serta berisikan saran-saran penulis mengenai apa yang harus kita tingkatkan dari pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan hasil penelitian demi perbaikan dimasa mendatang.
(28)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Peran
Peran adalah suatu sistem kaidah-kaidah yang berisikan patokan-patokan perikelakuan, pada kedudukan-kedudukan tertentu didalam masyarakat, kedudukan mana dapat dipunyai pribadi ataupun kelompok-kelompok pribadi berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai atau mungkin berlawanan dengan apa yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah.1
Suatu peran dari individu atau kelompok dapat dijabarkan dalam beberapa bagian, yaitu:
a. Peran yang ideal yaitu peran yang di jalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang di tetapkan.
b. Peran yang seharusnya yaitu peran yang memang seharusnya dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan kedudukannya.
c. Peran yang dianggap diri sendiri yaitu peran yang di jalankan oleh diri sendiri karena kedudukannya dilakukan untuk kepentingannya.
d. Peran yang di sebenarnya di lakukan yaitu peran dimana individu mempunyai kedudukan dan benar telah menjalankan peran sesuai dengan kedudukannya.
1
(29)
15
Berkaitan dengan penegakan hukum, peranan yang ideal dan peranan yang sebenarnya adalah memang peranan yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum di tetapkan oleh undang-undang. Sedangkan peran yang di anggap diri sendiri dan peran yang sebenarnya telah dilakukanadalah peran yang mempertimbangakan anatara kehendak hukum yang tertulisdengan kenyataan-kenyataan, dalam hal ini kehendak hukum harus mementukan dengan kenyataan yang ada.
Berdasarkan teori tersebut Soerjono Soekanto mengambil pengertian bahwa: 1. Peranan yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peranan
normatif, dalam penegakan hukum secara total enforcement, yaitu penegakan hukum yang bersumber pada substansi (subtansi the of criminal law)
2. Peranan ideal dapat diterjemahkan sebagai peranan yang di harapkan dilakukan oleh pemegang peranan tersebut.
3. Interaksi kedua peranan yang telah diuraikan diatas, akan membentuk peranan yang faktual yang dimiliki Satuan petugas perbuatan melawan hukum.
B. Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum dapat diartikan penyelenggaraan hukum oleh petugas penegakan hukum dan setiap orang yang mempunyai kepentingan dan sesuai kewenangannya masing-masing menurut aturan yang berlaku. Dengan demikian penegakan hukum merupakan suatu sistem yang menyangkut suatu penyerasian antara lain dan kaidah perilaku nyata manusia.
(30)
16
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya serta berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, pengegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegak hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif melakukan suatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagai seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. 2
Ruang lingkup dari istilah penegak hukum adalah luas sekali, karena mencakup mereka yang secara langsung dan secara tidak langsug berkecimpung di bidang penegakan hukum. Di dalam tulisan ini, yang di maksudkan dengan penegak hukum akan dibatasi pada kalangan yang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi juga peace maintenance. Kiranya sudah dapat diduga bahwa kalangan tersebut mencakup mereka yang bertugas di bidang kehakiman, kejaksaan, kepolisan, kepengacaraan, dan pemasyarakatan. 3
2
Subekti, Aneka Perjanjian. Bandung :PT. Citra Aditya Bakti, 2007. hlm 18
3
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta : Rajawali Pers, 2012, hlm 19
(31)
17
Secara sosiologis maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (social) merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi merupakan peran atau role. Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.
Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga-warga masyarakat lainnya. Lazimnya mempunyai beberapa kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa anatara pelbagai kedudukan dan peranan timbul konflik (status conflict dan conflict of roles). Kalau di dalam kenyataannya terjadi suatu kesenjangan antara peranan yang seharusnya dilakukan atau peranan aktual, maka terjadi suatu kesenjangan peranan (role-distance).
Menurut Moeljatno menguraikan berdasarkan dari pengertian istilah hukum pidana adalah bagian keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan unsur-unsur dan aturan-aturan, yaitu: 4
a. Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh di lakukan dengan di sertai ancaman atau saksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
b. Menentukan dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
4
(32)
18
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.
Menjelaskan penegakan hukum pidana sebenarnya tidak hanya bagaimana membuat hukum itu sendiri, melainkan juga mengenai apa yang dilakukan aparatur penegak hukum dalam mengantisipasi dan mengatasi masalah-masalah dalam penegakan hukum pidana yang terjadi dalam masyarakat dapat dilakukan secara penal (hukum pidana) dan non penal (tanpa menggunakan hukum pidana), menurut pendapat Sudarto bahwa penegakan hukum dapat dilaksankan dengan dua cara sebagai berikut: 5
1. Upaya Penal (Represif)
Upaya penal yaitu merupakan salah satu upaya penegakan hukum maupun dari segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur hukum yang lebih mengutamakan pada pemberantasan setelah terjadi kejahatan yang dilakukan dengan hukum pidana yaitu sanksi pidana yang merupakan ancaman bagi pelakunya.
2. Upaya non Penal (preventif)
Upaya penegakan hukum secara non penal ini merupakan satu upaya pada pencegahan. Pencegahan adalah lebih baik dari pada pemberantasan, pencegahan sebelum terjadinya kejahatan dan secara tidak langsung dilakukan tanpa menggunakan sarana pidana.
5
(33)
19
C. Faktor Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan adalah proses, cara, perbuatan, menegakan.6 Penegakan hukum adalah bagian dari seluruh aktifitas kehidupan yang ada pada hakikatnya merupakan interaksi antara sebagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berada dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama dalam suatu peraturan yang berlaku, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. pengaturan bersama tertulis yang tertuang dalam suatu produk perundang-undangan dimaksudkan dalam rangka mengatur tata kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara agar lebih tertib dan berkepastian hukum.
Soerjono Soekanto, berpendapat bahwa dalam pelaksanaan penegakan hukum dapat dipengaruhi beberapa faktor: 7
a. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri, contohnya, tidak diikutinya asas-asas berlakunya undang-undang, belum adanya peraturan pelaksana yang sangat dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, serta kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapannya.
b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Contohnya, keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi, tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi, kegairahan yang sangat teratas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.
6
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III. 2005. Hlm 1155
7
(34)
20
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Contohnya dapat dianut pikiran sebagai berikut: yang tidak ada, diadakan yang baru betul; yang rusak atau salah, diperbaiki atau dibetulkan; yang kurang, di tambah; serta yang macet, dilancarkan. d. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut
diterapkan. Contohnya, masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum untuk melindungi kepentingan-kepentingannya; tidak berdaya untuk memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor keuangan, psikis, sosial atau politik, dan lain sebagainya.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta, rasa yang didasarkan pada karya manusia didalam pergaulan hidup. Contohnya, nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah/kebendaan dan nilai rohaniah/keakhlakan, nilai kelanggengan/konservatisme dan nilai kebaruan/inovatisme.
Berdasarkan uraian tersebut, kelima faktor yang telah disebutkan mempunyai pengaruh terhadap penegkan hukum. Mungkin pengaruhnya adalah positif dan mungkin juga negatif. Akan tetapi, diantara semua faktor tersebut, maka faktor penegak hukum menempati titik sentral. Hal itu disebabkan oleh karena undang-undang disusun oleh penegak hukum, penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegak hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat.
(35)
21
D. Pengertian Kepolisan Republik Indonesia
Istilah kepolisian pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, yaitu Politea yang berarti pemerintahan negara. seperti kita ketahui bahwa pada zaman sebelum masehi, di Yunani banyak kota yang di sebut polis. Pada waktu itu pengertian polisi adalah menyangkut segala urusan pemerintahan atau dengan kata lain arti kata polisi adalah untuk urusan pemerintah. Pengertian polisi ini selalu berubah-ubah menurut perkembangan sifat dan bentuk negara serta pemerintahan. 8
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam ketentuan Pasal 1 memberikan pengertian:
1. Kepolisan adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Anggota Kepolisan Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Pejabat Kepolisan Negara Republik Indonesia adalah anggota kepolisan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan undang-undang dan menjadi wewenang umum kepolisian.
Istilah kepolisian terkait dengan fungsi kepolisian. Dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepolisian dinyatakan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Sedangkan dalam Pasal 5 Ayat (1) diatur hal-hal yang berkaitan dengan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia yang merupakan alat negara yang berperan
8
(36)
22
dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Tugas polisi menurut Van Vollenhoven dalam bukunya Staatsrech Overzee, yang dirumuskan oleh R. Wahjudi dan B. Wiridihardjo sebagai berikut:9
a. Mengawasi secara pasif terhadap pelaksanaan kewajiban publik warga negara.
b. Menyidik secara aktif terhadap tidak dilaksanakannya kewajiban publik para warga negara.
c. Memaksa warga negara dengan bantuan Peradilan agar kewajiban-kewajiban publiknya dilaksanakan.
d. Melakukan paksaan wajar kepada warga negara agar melaksanakan kewajiban-kewajiban publiknya tanpa batuan peradilan.
e. Mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang telah dilakukan atau tidak dilakukannya.
Menurut C.H Neiwhius untuk melaksanakan tugas-tugas pokok polisi itu memiliki 2 (dua) fungsi utama yaitu:10
a. Fungsi Preventif untuk pencegahan yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi warga negara berserta lembaga-lembaganya, ketertiban, dan ketaatan umur, orang-orang yang harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
9
R. Wahjudi dan B.Wiriodihardjo, Pengantar Ilmu Kepolisian, Sukabumi : Akabri. Pol, 1975. Hlm 12
10Ibid
(37)
23
dan perbuatan-perbuatan lainnya yang pada hakikatnya dapat mengancam dan dan ketentraman umum.
b. Fungsi Refresif atau pengendalian yang berarti bahwa polisi berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana, menangkap pelakunya dan menyerahkan kepada penyidikan untuk penghukuman.
Tugas dan wewenang kepolisian dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisan sebagai berikut:
Pasal 13:
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 16:
1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:
a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan; b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan;
d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan;
i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana;
(38)
24
k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum; dan
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah
tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;
c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. menghormati hak asasi manusia.
Berdasarkan uraian pasal-pasal diatas jelas kiranya bahwa tugas polisi pada pokoknya meliputi persoalan penegakan hukum dan pemeliharaan ketertiban masyarakat yakni keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu syarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang tandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum serta terbinanya kenentraman yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan profesi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya.11
Fungsi kepolisan berkaitan dengan kewenangan kepolisian yang berdasarkan undang-undang dan atau peraturan perundang-undangan yang meliputi semua lingkungan kuasa hukum, yaitu:
1. Lingkungan kuasa soal –soal (zaken gebeid) yang termasuk kompentensi hukum publik.
2. Lingkungan kuasa orang (personen gebeid)
11
Pasal 1 butir (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
(39)
25
3. Lingkungan kuasa tempat (ruimte gabeid) 4. Lingkungan kuasa waktu (tijds gabeid)
E. Pengertian Tindak Pidana dan Unsur Tindak Pidana
Tindak pidana merupakan dasar dalam hukum pidana (yuridis normatif). Tindak pidana dala arti yuridis normatif adalah perbuatan seperti yang berwujud secara
in-abstracto dalam peraturan pidana.
Beberapa pengertian dari para pakar hukum mengenai tindak pidana. 12, yaitu sebagai berikut:
a. Menurut Van Hamel:
Tindak Pidana adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam web yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan
b. Menurut Simons:
Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
c. Menurut Wirjono Prodjodikoro:
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang berlakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
12
Tri Andrisman, Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung: Sinar Bakti, 2007. hlm 16
(40)
26
d. Menurut Moeljatno:
Tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
e. Pompe:
Memberikan pengertian tindak pidana menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Definisi menurut teori adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar, diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejateraan.
2. Definisi menurut hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh peraturan undang-undang yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Dengan berbicara mengenai tindak pidana hanya berbicara mengenai istilah atau pengerian tindak pidana saja, melainkan juga unsur-unsur tindak pidana. Adapun unsur tindak pidana yang di kemukakan oleh pakar hukum yang terdapat beberapa perbedaan pandangan, baik dari pandangan atau aliran Monistis dan pandangan aliran Dualistis.
Menurut aliran Monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka sudah dapat dipidana, sedangkan aliran dualistis dalam memberikan pengerian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur pidana.
(41)
27
Menurut aliran Monistis, apabila ada orang yang melakukan tindak pidana maka sudah dapat dipidana, sedangkan aliran dualistis dalam memberikan pengertian tindak pidana memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana. Sehingga berpengaruh dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana.
Menurut pakar hukum Simon, seorang penganut aliran Monistis dalam merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut:13
1. Perbuatan hukum (positif/negatif; berbuat/tidak berbuat atau membiarkan);
2. Diancam dengan pidana; 3. Melawan hukum;
4. Dilakukan dengan kesalahan;
5. Orang yang mampu bertanggung jawab.
F. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan berencana dalam KUHP di rumuskan dalam Pasal 340 sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena salahnya pembunuhan berencana, dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun “
Rumusan ketentuan pidana pembunuhan dengan direncanakan lebih dulu di atas dapat diketahui bahwa tindak pidana pembunuhan sebagaimana
13
(42)
28
yang dimaksud dalam Pasal 340 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
00
a. Unsur subyektif: 1. Optezttelijk atau dengan sengaja
2.voorbedache raadatau direncanakan lebih dahulu
b. Unsur Obyektif: 1. Beroven atau menghilangkan 2. leven atau nyawa
3. een ander atau orang lain
Tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan kata voorbedachte raad atau direncanakan lebih dahulu itu undang-undang ternyata telah tidak memberikan penjelasannya, hingga wajar apabila di dalam doktrin timbul pendapat-pendapat untuk menjelaskan arti yang sebenarnya dari kata voorbedache raad tersebut. Tentang bilamana orang dapat berbicara tentang adanya voorbedachete raad, Simons berpendapat sebagai berikut:
“orang hanya dapat berbicara tentang adanya perencanaan lebih dahulu, jika untuk melakukan suatu tindak pidana itu pelaku telah menyusun keputusannya dengan mempertimbangkan tentang kemungkinan-kemungkinan dan tentang akibat-akibat dari tindakannya”.
(43)
III.METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang menelaah hukum sebagai kaidah yang dianggap sesuai dengan penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum tertulis. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara melihat, menelaah hukum serta hal yang bersifat teoritis yang menyangkut asas-asas hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, taraf sinkronisasi yang berkenaan dengan masalah yang akan dibahas. Secara operasional pendekatan ini dilakukan dengan studi kepustakaan dan studi literatur, dan mengkaji beberapa pendapat dari orang yang dianggap kompeten terhadap masalah hak-hak tersangka.
Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah hukum dalam kenyataan atau berdasarkan fakta yang didapat secara obyektif di lapangan baik berupa data, informasi, dan pendapat yang didasarkan pada identifikasi hukum dan efektifitas hukum, yang didapat melalui wawancara dengan akademisi yang berkompeten terkait dengan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini.
(44)
30
B. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang didapat secara langsung dari sumber pertama.1 Dengan demikian data primer yang diperoleh langsung dari obyek penelitian di lapangan yang tentunya berkaitan dengan pokok penelitian. Penulis akan mengakaji dan meneliti sumber data yang diperoleh dari hasil wawancara responden, dalam hal ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam pembunuhan berencana yang di lakukan oleh teman dekat
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan cara melakukan studi kepustakaan, yakni melakukan studi dokumen, arsip dan literatur-literatur dengan mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsep-konsep, pandangan-pandangan, doktrin dan asas-asas hukum yang berkaitan dengan pokok penulisan, serta ilmu pengetahuan hukum mengikat yang terdiri dari bahan hukum antara lain :
a. Bahan hukum primer yaitu terdiri dari ketentuan perundang-undangan: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang No 73
Tahun 1958 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum acara Pidana
1
(45)
31
3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer antara lain literatur dan referensi.
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, bibliografi, karya-karya ilmiah, bahan seminar, hasil-hasil penelitian para sarjana berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
C. Penetuan Responden
Responden merupakan sejumlah objek yang jumlahnya kurang dari populasi. Pada
sampel penelitiannya diambil dari beberapa orang populasi secara “purposive
sampling” atau penarikan sampel yang bertujuan dilakukan dengan cara
mengambil subjek berdasarkan pada tujuan tertentu. Adapun sampel yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kanit II Jatanras Reskrimum Polda Metro Jaya : 1 Orang
2. Penyidik Reskrimum :1Orang
Polda Metro Jaya
3. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum : 1 Orang + Universitas Lampung
(46)
32
D. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 1. Teknik Pengumpulan Data
Untuk membantu dalam proses penelitian ini, maka peneliti menggunakan dua macam teknik pengumpulan data, yaitu :
a. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dengan membaca, mengutip literatur-literatur , mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
b. Studi Lapangan
Untuk memperoleh data primer , maka diadakan studi lapangan dengan teknik wawancara. Dalam wawancara tersebut, digunakan teknik wawancara dengan bertatap muka langsung dengan narasumber, dengan menggunakan beberapa catatan-catatan yang berisi beberapa pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.
2. Pengolahan Data
Data yang yang diperoleh dari data sekunder maupun data primer kemudian dilakukan metode sebagai berikut:
a. Identifikasi data yaitu mencari materi data data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan yaitu buku-buku atau literature dan instansi yang berhubungan.
(47)
33
b. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan dan mengutip data yang terdapat dari buku-buku dan instansi yang berhubungan dengan pokok bahasan.
c. Klasifikasi data, yaitu menetapkan data-data sesuai dengan keteapan dan aturan yang telah ada.
d. Sistematisasi data, yaitu penyusunan data menurut tata urutan yang telah ditetapkan sesuai dengan konsep, tuhuan dan bahan sehingga mudah untuk dianalisi datanya.
E. Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif , yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, yakni penggambaran argumentasi, dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan secara khusus, yang kemudian di perbantukan dengan hasil studi kepustakaan.
(48)
V. PENUTUP A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal, peran yang ideal yaitu peran yang dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, karena polisi sudah menjalankan proses penegakan hukum sesuai dengan undang-undang. Kepolisian Polda Metro Jaya dalam penegakan hukum tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh teman adalah melakukan penyidikan.. Penyidikan dimulai dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara dimana korban di temukan di pinggir tol, pemanggilan atau penangkapan tersangka, penahanan sementara, penyitaan barang bukti, pemeriksaan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, dan pelimpahan perkara kepada penuntut umum.
2. Faktor-faktor penghambat kepolisian Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana adalah sebagai berikut:
(49)
59
a. Faktor aparat penegak hukum yaitu secara kuantitas masih kurangnya personil penyidik kepolisian. Selain itu secara kualitas masih adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisan dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana.
b. Faktor Sarana atau fasilitas yaitu kurangnya tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan atau biaya untuk melakukan penyidikan yang yang cukup.
c. Faktor masyarakat yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut membantu mengungkap kasus tersebut. Masyarakat cenderung menutup diri dan tidak menghiraukan. Masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi.
B. Saran
1. Penyidik Polda Metro Jaya perlu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan berencana. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi meningkatnya angka tindak pidana pembunuhan berencana.
2. Penyidik Polda Metro Jaya sebaiknya melakukan pendekatan dengan masyarakat, karena masyarakat mempunyai peran untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana. Dimana kita ketahui masyarakat sering menutup diri atau acuh tak acuh apa yang dilakukan oleh polisi sehingga sering terjadi kesulitan dalam melakukan penyidikan.
(50)
DAFTAR PUSTAKA A. Literatur
Afiah, Ratna Nurul. 1989. Barang Bukti dalam Proses Pidana, Cetakan Pertama. Jakarta.Sinar Grafika
Andrisman Tri. 2010.Hukum Acara Pidana. Bandarlampung.Universitas Lampung
Chazawi Adam.2002. Pelajaran Hukum Pidana bagian I.Jakarta. Raja Grafindo Persada
Hamzah Andi. 1986. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Sinar Grafik ---1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta ---2008.Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika
Harahap Yahya.1993.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid 2. Jakarta .Sinar Grafika
---2006. Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP, Edisi kedua. Jakarta. Sinar Grafika
Kuffal HMA. 2010. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Ed. Revisi.Jakarta. UMM Press
Lamintang P.A.F.1997.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Bandung. Citra Aditya Bakti
Mertokusumo Sudikno, A. Pitlo. 1993. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum,
Cetakan Pertama .Jakarta. Citra Aditya Bakti
Manan Bagir. 2006. Hakim Dan Pemidanaan, Majalah Hukum Varia Peradilan Nomor 249
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi. Rineka Cipta
Marpaung, Leden. 2009.Proses Penanganan Perkara Pidana.Jakarta. Sinar Grafika
(51)
Soekanto Soerjono.2010.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press
SasangkaHari,Lily Rosita. 2003.Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung .Mandar Maju
Sabuan Ansori, dkk.1990. Hukum Acara Pidana. Bandung. Angkasa
Tongat.2009.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.Malang.UMM Press.
Tim Penyususn Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997
Utrecht E.1986.Hukum Pidana 1. Bandung. Pustaka Tinta Mas
Waluyo Bambang. 1992.Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta. Sinar Grafika
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana
Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penerbitan Rekomendasi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Khusus dan Rahasia Bagi Kendaraan Bermotor Dinas
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)
(52)
C. PenelusuranInternet
http://www.hukumonline.com http://nasional.kompas.com
(1)
33
b. Seleksi data, yaitu data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan pokok bahasan dan mengutip data yang terdapat dari buku-buku dan instansi yang berhubungan dengan pokok bahasan.
c. Klasifikasi data, yaitu menetapkan data-data sesuai dengan keteapan dan aturan yang telah ada.
d. Sistematisasi data, yaitu penyusunan data menurut tata urutan yang telah ditetapkan sesuai dengan konsep, tuhuan dan bahan sehingga mudah untuk dianalisi datanya.
E. Analisis Data
Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis kualitatif , yaitu analisis yang dilakukan secara deskriptif, yakni penggambaran argumentasi, dari data yang diperoleh di dalam penelitian. Kemudian hasil analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik kesimpulan secara deduktif yaitu suatu cara berfikir yang didasarkan pada realitas yang bersifat umum yang kemudian disimpulkan secara khusus, yang kemudian di perbantukan dengan hasil studi kepustakaan.
(2)
V. PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Peran Kepolisian Daerah Metro Jaya yang mengungkap kasus pembunuhan yang di lakukan oleh teman dekat yang di maksud dalam penelitian ini termasuk dalam peran yang ideal, peran yang ideal yaitu peran yang dijalankan oleh individu atau kelompok sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, karena polisi sudah menjalankan proses penegakan hukum sesuai dengan undang-undang. Kepolisian Polda Metro Jaya dalam penegakan hukum tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh teman adalah melakukan penyidikan.. Penyidikan dimulai dari pemeriksaan di tempat kejadian perkara dimana korban di temukan di pinggir tol, pemanggilan atau penangkapan tersangka, penahanan sementara, penyitaan barang bukti, pemeriksaan, pembuatan Berita Acara Pemeriksaan, dan pelimpahan perkara kepada penuntut umum.
2. Faktor-faktor penghambat kepolisian Polda Metro Jaya dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana adalah sebagai berikut:
(3)
59
a. Faktor aparat penegak hukum yaitu secara kuantitas masih kurangnya personil penyidik kepolisian. Selain itu secara kualitas masih adanya kecenderungan penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisan dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana.
b. Faktor Sarana atau fasilitas yaitu kurangnya tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan atau biaya untuk melakukan penyidikan yang yang cukup.
c. Faktor masyarakat yaitu kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut membantu mengungkap kasus tersebut. Masyarakat cenderung menutup diri dan tidak menghiraukan. Masih adanya ketakutan atau keengganan masyarakat untuk menjadi saksi.
B. Saran
1. Penyidik Polda Metro Jaya perlu mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya penanggulangan tindak pidana pembunuhan berencana. Hal ini diperlukan guna mengantisipasi meningkatnya angka tindak pidana pembunuhan berencana.
2. Penyidik Polda Metro Jaya sebaiknya melakukan pendekatan dengan masyarakat, karena masyarakat mempunyai peran untuk mengungkap kasus pembunuhan berencana. Dimana kita ketahui masyarakat sering menutup diri atau acuh tak acuh apa yang dilakukan oleh polisi sehingga sering terjadi kesulitan dalam melakukan penyidikan.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Afiah, Ratna Nurul. 1989. Barang Bukti dalam Proses Pidana, Cetakan Pertama. Jakarta.Sinar Grafika
Andrisman Tri. 2010.Hukum Acara Pidana. Bandarlampung.Universitas Lampung
Chazawi Adam.2002. Pelajaran Hukum Pidana bagian I.Jakarta. Raja Grafindo Persada
Hamzah Andi. 1986. Hukum Acara Pidana. Jakarta : Sinar Grafik ---1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta ---2008.Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika
Harahap Yahya.1993.Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Jilid 2. Jakarta .Sinar Grafika
---2006. Pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP, Edisi kedua. Jakarta. Sinar Grafika
Kuffal HMA. 2010. Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Ed. Revisi.Jakarta. UMM Press
Lamintang P.A.F.1997.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia.Bandung. Citra Aditya Bakti
Mertokusumo Sudikno, A. Pitlo. 1993. Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Cetakan Pertama .Jakarta. Citra Aditya Bakti
Manan Bagir. 2006. Hakim Dan Pemidanaan, Majalah Hukum Varia Peradilan Nomor 249
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Edisi Revisi. Rineka Cipta
Marpaung, Leden. 2009.Proses Penanganan Perkara Pidana.Jakarta. Sinar Grafika
(5)
Soekanto Soerjono.2010.Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. UI Press
SasangkaHari,Lily Rosita. 2003.Hukum Pembuktian dalam Perkara Pidana. Bandung .Mandar Maju
Sabuan Ansori, dkk.1990. Hukum Acara Pidana. Bandung. Angkasa
Tongat.2009.Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan.Malang.UMM Press.
Tim Penyususn Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997
Utrecht E.1986.Hukum Pidana 1. Bandung. Pustaka Tinta Mas
Waluyo Bambang. 1992.Sistem Pembuktian dalam Peradilan Indonesia, Cetakan Pertama. Jakarta. Sinar Grafika
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana
Undang- Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 tentang
Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti Di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penerbitan Rekomendasi Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor Khusus dan Rahasia Bagi Kendaraan Bermotor Dinas
Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)
(6)
C. PenelusuranInternet
http://www.hukumonline.com http://nasional.kompas.com