PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)

(1)

ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)

Oleh

UTARI DWI PRATIWI

Tewasnya Alawy Yusianto Putra, siswa kelas 10 SMAN 6, akibat diserang oleh sekelompok siswa yang berasal dari SMAN 70 menjadi alasan utama mengapa kasus tawuran yang terjadi tidak dapat dipandang sebagai kenakalan remaja, tetapi sudah termasuk tindakan kriminal. Adanya tindak pidana yang terjadi di dalam tawuran tentunya memerlukan penegakan hukum dari berbagai pihak yang terkait, terutama kepolisian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan) (2) Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan).

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Responden penelitian terdiri dari, anggota Polres Metro Jakarta Selatan Unit Pembinaan Masyarakat (Binmas), guru pada SMAN 1 Natar, dan Akademisi Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila. Data penelitian dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ini adalah (1) Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari beberapa tahapan yaitu (total enforcement), (full enforcement), dan

(actual enforcement). Penegakan hukum yang dominan dan sudah di terapkan/ditegakkan diantara ketiga penegakan hukum tersebut adalah penegakan hukum yang sebenarnya dilakukan (actual enforcement), yaitu penegakan hukum yang tersisa dan belum dilakukan pada total enforcement dan full enforcement, dengan pendekatan persuasif terhadap pelaku tawuran pelajar berupa tindakan pencegahan. Tindakan tersebut berupa: mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah yang rawan melakukan tawuran, mendirikan Pos Keamanan Terpadu


(2)

menjadikan anggota kepolisian sebagai pemimpin upacara setiap hari Senin, mengadakan kegiatan positif antar sekolah yang berseteru membentuk polisi-polisi siswa, dan mengadakan patroli saat jam rawan tawuran, menjalin kerjasama dengan sekolah dan komite. Kepolisian juga melakukan tindakan represif terhadap pelaku tawuran berupa penangkapan terhadap pemicu tawuran, penahanan terhadap pelaku yang sudah melakukan tawuran lebih dari sekali, karena sudah menjadikan tawuran sebagai kebiasaan, untuk itu perlu dilakukan pemberian sanksi agar pelaku jera, penahanan terhadap pelaku yang membawa senjata tajam, dan penjatuhan pidana terhadap pelaku tawuran sesuai kaidah hukum positif di Indonesia. (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari 4 (empat) faktor yaitu faktor penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, faktor kebudayaan, namun yang dominan adalah faktor penegak hukum. Ketidaktegasan dan ketidaktepatan pasal dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tawuran mengakibatkan tidak jelasnya sanksi yang akan dikenakan terhadap pelaku tawuran. Ketidaktegasan ini karena dibatasi usia pelaku yang mayoritas masih dibawah umur sehingga pidana dijadikan sebagai upaya terakhir sehingga pelajar menjadi tidak jera dan terus-menerus melakukan tawuran karena pelaku tidak lagi memandang hukuman sebagai sesuatu yang ditakuti karena mereka merasa dilindungi

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Disarankan untuk selanjutnya kepolisian dalam menjalankan actual enforcement diharuskan lebih tegas lagi dan tidak tebang pilih agar apa yang dicita-citakan oleh tujuan penegakan hukum terhadap pelaku tawuran pelajar SMA dapat tercapai dan memberikan efek jera terhadap pelajar pelaku tawuran tanpa mengganggu perkembangan jiwanya. Formulasi peraturan yang tepat sasaran akan sangat membantu agar tidak terjadi lagi ketidakjelasan sanksi sehingga pelajar mengetahui dengan jelas sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika melakukan tawuran (2) Dibutuhkan kerjasama bukan hanya bagi instansi yang berwenang melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran saja namun juga bagi sekolah dan semua elemen masyarakat demi tegaknya hukum dan menimimalisir tawuran. Sekolah sebaiknya

melakukan ‘Deteksi Dini’ yaitu memeriksa benda-benda berbahaya yang kemungkinan dibawa pelajar dan digunakan untuk tawuran. Jika sekolah mendeteksi lebih cepat maka tawuran dapat dihindari sehingga tidak terdapat tindak pidana di dalamnya.

Kata kunci : Penegakan Hukum Pidana, Tawuran, Pelajar, Kepolisian


(3)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan) (Skripsi)

Oleh

UTARI DWI PRATIWI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(4)

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU TAWURAN PELAJAR SMA

(Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)

Oleh

UTARI DWI PRATIWI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

DAFTAR ISI

halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7

E. Sistematika Penulisan... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penegakan Hukum Pidana... 13

B. Pengertian Remaja... 15

C. Pengertian Kenakalan Remaja... 16

D. Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Tubuh Seseorang... 19

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum... 25

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 31

B. Jenis dan Sumber Data... 32

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 34

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 34

E. Analisis Data... 36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Narasumber ... 37

B. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tawuran Pelajar SMA oleh Kepolisian... 39

C. Faktor-Faktor Penghambat Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tawuran Pelajaran SMA... 57


(6)

V. PENUTUP

A. Simpulan... 67 B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian sebagai Pendekatan Praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Darajat, Zakiyah. 1995. Remaja Harapan dan Tantangannya. Jakarta:Ruhama.

Gunarsa, Singgih D. 1981. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E. B.. 1993. Perkembangan Anak : Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002.

Kartanegara, Satochid. 1955. Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II,

disusun oleh Mahasiswa PTIK Angkatan V.

Kusnardi, Moh., 1983. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI dan CV Sinar Jaya

Moeljanto, dikutip dari Prof MR. Roeslan Saleh, 1983.

Monks, F.J., dkk. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Undip.

Prakoso ,Djoko. 1987. Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum. Jakarta: PT. Bina Aksara.


(8)

Prasetyo, Teguh dan Barkatullah, Abdul Halim. 2005. Politik Hukum Pidana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto, Soerjono . 1986. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Alumni.

Rahardjo, Satjipto. 1994. Masalah Penegakan Hukum , Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: Sinar Baru.

_________________. 2006. Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Buku Kompas. Ridwan, Hana Karlina. 2006. Agresi pada Siswa – Siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak Melakukan Tawuran Pelajar. Tesis yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

_________________. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Saad, Hasbalah M. 2003. Perkelahian Pelajar, Potert Siswa SMU di DKI Jakarta. Yogyakarta:Galang Press.

Saile, S., dkk. 2006. Himpunan Teori/Pendapat Para Sarjana yang Berkaitan dengan Tugas Kepolisian. Jakarta: PTIK.

Sartono, Suwarniyati. 2005. Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKI Jakarta. Jakarta: laporan penelitian, UI.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali.

Sedarmayanti dan Hidayat, Syarifudin, 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju.

Soekanto, Soerjono. 1983. Penegakan Hukum. Jakarta: BPHN & Binacipta.

_______________. 2005. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta.

Soesilowandrini. 1998. Psikologi perkembangan (masa remaja). Surabaya: Usaha Nasional.


(9)

Suteki. 2008. Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), (Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang).

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP;

Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah

Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen (Stbl. 1948 Nomor 17) dan UU Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 ;

Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

SUMBER LAIN

Eliasa Eva Amalia. 2012. Kenakalan Remaja : Penyebab & Solusinya.

http://staff.uny.ac.id. Diakses 15 November 2012

Jimly Ashidique. 2009 .Penegakan Hukum. http://www.solusihukum.com. Diakses tanggal 15 November2012.

Kompas. 2012. Ada Geng di Setiap Angkatan di SMAN 70.

http://megapolitan.kompas.com. Diakses 10 Desember 2012.

_______. 2012. Tawuran SMA 70 dan SMA 6, Satu Pelajar Tewas. http://megapolitan.kompas.com. Diakses 15 November 2012.


(10)

_______. 2012. Tersangka Pembunuh Yadut Jadi Tiga Pelajar.http://megapolitan.kompas.com. Diakses 17 Desember 2012.

_______.2012. Tawuran SMA 6 vs SMA 70 menahun ada apa?

.http://megapolitan.kompas.com. Diakses 14 November 2012.

Metronews.com. 2012. Tawuran Terjadi karena Tak Ada Kepasian Hukum.

http://www.metrotvnews.com. Diakses 18 Desember 2012.

Tempo.co. 2012. Tersangka tawuran di Manggarai .http://www.tempo.co.

Diakses 14 November 2012.

UIN Maulana Malik Ibrahim. 2012. Tawuran antar Siswa dan Evaluasi Pendidikan Secara Menyeluruh. http://www.uin-malang.ac.id. Diakses 13 November 2012.

Zulkarnaen Sander Diki. 2011. Tawuran pelajar memprihatinkan dunia pendidikan. http://www.kpai.go.id. Diakses 15 November 2012.


(11)

Judul Skripsi : PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU

TAWURAN PELAJAR SMA (Studi Kasus di Wilayah Hukum

Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan) Nama Mahasiswa : UTARI DWI PRATIWI

Nomor Pokok Mahasiswa : 0912011382

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Maya Shafira., S.H., M.H. Deni Achmad, S.H.,M.H.

NIP. NIP.

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati, S.H., M.H. NIP. 19621109 198811 1001


(12)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Maya Shafira, S.H., M.H ...………

Sekretaris/ Anggota : Deni Achmad, S.H., M.H ………..

Penguji Utama : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ..………

2. Dekan Fakultas Hukum

Heryandi, S.H., M.S.

NIP. 19560901 198103 1003


(13)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk..

AYAH DAN MAMA

yang dengan kesabarannya terus-menerus menyemangati dari awal

sampai akhir penulisan

yang dengan kasih sayang dan ikhlasnya mendidik dari awal sampai

nanti akhirnya

semoga ini bukan akhir dari kebahagiaan yang dapat diberikan, tetapi

merupakan awal untuk usaha itu

this is just a little present from your little daughter, terima kasih

untuk segalanya


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Depok, Jawa Barat pada tanggal 12 Januari 1991, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Rustam Effendi dan Ibu Maryani Eko Safitri.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh Penulis yaitu Taman Kanak-kanak (TK) Nusa Indah Depok diselesaikan pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 020 Senapelan Pekanbaru, Riau pada tahun 2003 setelah sebelumnya sempat duduk di SDN Mekar Jaya XVIII Depok, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 2 Pekanbaru pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 5 Bandar Lampung.

Tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui seleki jalur MANDIRI. Tahun 2011, Penulis menyelesaikan program D1 Bahasa Inggris di Lembaga Bahasa Inggris (LBI) Bandar Lampung. Pada tahun 2012, mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di daerah Panjang Selatan Bandar Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif sebagai anggota Bidang Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) UNILA dibina bersama tim dosen Fakultas Hukum.


(15)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Penegakan

Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tawuran Pelajar SMA (Studi Kasus Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Jurusan Pidana di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku ketua bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus Pembahas I dan Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H., selaku Pembimbing I, atas kesediaan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, saran dan kritik selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Bapak Deni Achmad, S.H., M.H., selaku Pembimbing II, atas kesediaan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, saran dan kritik selama proses penyelesaian penulisan skripsi ini.


(16)

5. Ibu Dona Raisa, S.H., M.H., selaku Pembahas II, atas masukan dan saran-saran pada seminar terdahulu.

6. Bapak Muhtadi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik, atas semangat dan bantuannya dari awal sampai akhir perkuliahan.

7. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.

8. Mama dan Ayahku tercinta, untuk do’a dan semangat yang tak pernah putus, jutaan terima kasih tak akan bisa membalas jasa kalian. Kakak tersayang, Fentri Paramitha Putri, yang tak pernah bosan setiap harinya menanyakan kabar skripsi ini. Adik tersayang, M. Firdiansyah Putra, yang memberikan keceriaan di sela kepenatan.

9. Mas Tito Riyan Wicaksana, terima kasih karena telah menjadi guru sekaligus sahabat selama ini. Although we have distance between us, we have more reasons to stay.

10.Komjen Pol Anang Iskandar dan Tante Iik, terima kasih untuk motivasi dan dukungannya sehingga proses riset penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar.

11.Sahabat terbaikku, Zelwia Tiasmitha, yang memberikanku keluarga kedua. Sahabat, Geovani Meiwanda, Linia Irianti, Tengku Murthy, terima kasih 9 tahun persahabatannya. Bro_Kum ladies, Welin Tri Mayasari, Vanny Ciendy, Nirmala Asri terima kasih dorongan semangatnya. Sahabat seperjuangan, Bro_Kum yang macho-macho, Fery ‘onyet’ Wirawansyah,


(17)

Nugraha Liawan, Muhamad Soleh, Yoga Pratama, Bagus ‘twin’ Saddam,

Agung Senna, Yasir ‘acil’ Ahmad, Tody Saputra, Andri Mirmaska, Ridho ‘ajo’ Utama. Terima kasih bantuannya selama ini.

12.Rekan-rekan senior BKBH, mba Adel, mba Mona, bang Ivin, bang Indra, bang Arif tukul, kak Komeng, mba Asri, kak Eko, bang Adi, bang Deswan, junior baru BKBH , terima kasih pengalamannya.

13.Dosen pendamping BKBH, Pak Rinaldy, Pak Eko, Pak Shafruddin, Pak Depri, Pak Deni, Pak Dita and Ibu Rohaini. Tak lupa pula babe Narto yang senantiasa membantu .

14.Seluruh Teman-teman Bagian Hukum Pidana angkatan 2009 semua yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan selama menempuh studi serta dorongan dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.

15.Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan kepadaku selama dalam penulisan skripsi ini.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, April 2013

Penulis


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia merupakan provinsi dengan kemajemukan baik suku, ras, dan agama. Kemajemukkan tersebut yang menyebabkan persaingan di segala bidang kehidupan, termasuk didalamnya untuk mempersiapkan sumber daya manusia penerus yang memiliki daya saing tinggi. Upaya untuk meningkatkan pembangunan sumber daya manusia melalui pendidikan perlu mendapat perhatian khusus, karena pembangunan suatu bangsa akan berhasil dengan baik jika bangsa tersebut telah berhasil membangun sumber daya manusianya terlebih dahulu. Sumber daya manusia yang juga merupakan generasi penerus bangsa adalah remaja.

Masa remaja merupakan masa atau periode yang penuh dengan tekanan atau stres karena ketegangan emosi yang meningkat 1 akibat perubahan fisik dan hormon yang ditandai oleh pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, kebutuhan untuk pencapaian kedewasaan, kemandirian, serta adaptasi antara peran dan fungsi dalam kebudayaan dimana ia berada.2 Remaja seharusnya diberikan pembinaan-pembinaan yang dapat membentuk suatu pribadi yang baik kelak,

1

Sarlito Wirawan Sarwono. 1989. Psikologi Remaja. Jakarta: CV Rajawali. hlm. 12. 2


(19)

tetapi yang terjadi, disaat pembinaan dilakukan terkadang ada penyimpangan yang dilakukan remaja pada usianya.

Surat-surat kabar di Indonesia belakangan hari ini dipenuhi oleh kasus-kasus tawuran yang sudah dianggap sebagai budaya. Tawuran pelajar adalah perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda.3 Tawuran antar pelajar seharusnya tidak terjadi, namun semakin hari maka semakin banyak peristiwa tawuran antarpelajar sehingga banyak pihak merasa prihatin. Tawuran selalu melibatkan puluhan dan bahkan ratusan siswa yang saling menyerang, oleh sebab itu siapapun tidak boleh menganggapnya sebagai persoalan kecil. Tawuran juga tidak boleh dianggap persoalan kecil karena dampak tawuran sangatlah jelas dan bersifat merugikan, baik kerugian secara materi ataupun non materi. Kerugian materi biasanya berupa kerusakan pada fasilitas umum dan fasilitas pribadi (gedung sekolah, sarana jalan raya, angkutan umum, kendaraan pribadi dll). Kerugian non-materi terlihat dari semakin banyaknya orang yang menjadi korban tawuran, baik dari pihak pelajar yang terlibat langsung maupun pelajar dan masyarakat yang tidak terlibat tetapi ada di lokasi.4

Kasus tawuran terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan. Berdasarkan data Bina Masyarakat Kepolisian Daerah (Binmas Polda) Metro Jaya, tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar di Jakarta dan dua tahun berikutnya meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar. Data

3

Ridwan, Hana Karlina. 2006. Agresi pada Siswa – Siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak Melakukan Tawuran Pelajar. Tesis yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

4

Hasbalah M. Saad. 2003. Perkelahian Pelajar, Potert Siswa SMU di DKI Jakarta. Yogyakarta:Galang Press. hlm. 32.


(20)

pada tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, lalu tahun 2000 korban meningkat dengan 37 korban tewas.5

Salah satu contoh yang terjadi pada kasus tawuran antar sekolah yang melibatkan dua Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta Selatan. Pada Senin (24/9/2012) Alawy Yusianto Putra, siswa kelas 10 SMA 6, tewas akibat diserang oleh sekelompok siswa yang berasal dari SMA 70. Alawy yang saat itu berada di TKP (Tempat Kejadian Perkara) menjadi korban penusukan tepat di bagian dada. Luka tersebut membuat Alawi menghembuskan nafas terakhir. 6 Tidak hanya pelajar SMA 6 dan SMA 70 saja yang melakukan tawuran. Tercatat Rabu (26/9/2012) pukul 13.12 WIB kembali terjadi tawuran pelajar. Tawuran Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kartika Zeni Matraman dengan SMK Yaka Kampung Melayu mengakibatkan jatuhnya satu orang korban dari SMA Yaka atas nama Deni Yanuar siswa kelas 12 IPS.7

Kedua kejadian tersebut terjadi dalam bulan yang sama di wilayah hukum Jakarta Selatan. Dua korban meninggal dunia akibat aksi tawuran yang dilakukan para pelajar SMA ini. Saat ini, kepolisian masih melakukan penyidikan. Penyidik Polres Metro Jakarta Selatan telah memeriksa 41 siswa untuk dimintakan keterangannya. Saksi-saksi tersebut berasal dari pelajar yang terlibat tawuran,

5

Zulkarnaen Sander Diki. 2011. Tawuran pelajar memprihatinkan dunia pendidikan. http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/258-tawuran-pelajar-memprihatinkan-dunia-pendidikan.html. Diakses 15 November 2012.

6

Kompas. 2012. Tawuran SMA 70 dan SMA 6, Satu Pelajar Tewas. http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/24/15085538/Tawuran.SMA.70.dan.SMA.6.Satu.Pe lajar.Tewas. Diakses 15 November 2012.

7

Tempo.co. 2012. Tersangka tawuran di Manggarai .http://www.tempo.co/read/news/2012/09/26/064432117/AD-Tersangka-Tawuran-Pelajar-di-Manggarai. Diakses 14 November 2012.


(21)

guru-guru dari kedua sekolah, pedagang dan warga yang berada di sekitar lokasi tawuran. Gelar perkara kemungkinan akan dilaksanakan dalam waktu dekat setelah diperoleh gambaran yang jelas. Tidak tertutup kemungkinan akan adanya tersangka baru dalam kasus yang telah memunculkan nama FR, siswa SMA Negeri 70 sebagai tersangka utama. Adapun langkah hukum lanjutan untuk para pelajar yang nantinya akan dijadikan tersangka seperti dikatakan Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Wahyu Hadiningrat, akan dicermati kemungkinan dikenakan pasal 351, 170, dan 338 dengan tetap mempertimbangkan usia pelaku yang masih dibawah umur.8

Masa SMA yang memiliki rentan usia 15-18 tahun bisa dikatakan merupakan masa peralihan seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa atau yang lebih sering kita kenal dengan istilah masa remaja. Perkembangan remaja memang tidak terlepas dari lingkungan dimana ia berada. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya keluarga tapi termasuk juga sekolah. Sekolah sebagai institusi yang menyediakan pendidikan dan pengajaran. Tetapi ada beberapa yang menjadikan sekolah sebagai sarana pengelompokkan yang akhirnya menjadi geng brutal dan anarkis, seperti Geng Balistik dan Geng Gestapo di SMA 70.9 Perhatian sekolah yang kurang maksimal, latar belakang ekonomi, pembinaan pemerintah yang kurang maksimal, lingkungan sekolah dan keluarga, dan bahkan ada yang berpendapat bahwa jam pelajaran agama dirasa masih kurang jumlahnya. Ada juga yang berpandangan bahwa tawuran bukan disebabkan oleh satu atau dua

8

Kompas.2012. Tawuran SMA 6 vs SMA 70 menahun ada apa?

.http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/26/09494948/Tawuran.SMA.6.Vs.SMA.70.Menahu n.Ada.Apa. Diakses 14 November 2012.

9

Kompas. 2012. Ada Geng di Setiap Angkatan di SMAN 70.

http://megapolitan.kompas.com/read/2012/10/01/21354873/Ada.Geng.di.Setiap.Angkatan.SMAN. 70. Diakses 10 Desember 2012.


(22)

faktor, melainkan dari akumulasi berbagai faktor yang saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Atas dasar pandangan itu, maka usaha pencegahan juga seharusnya dilakukan dengan berbagai cara, baik oleh guru, sekolah dan juga pihak kepolisian, tetapi sekalipun cara-cara itu sudah ditempuh, ternyata masih terjadi peristiwa seperti itu dari waktu-ke waktu. Bahkan semakin lama, frekuensinya semakin banyak.10 Frekuensinya yang semakin banyak itu yang membuat timbul pertanyaan apa yang menjadi faktor penghambat dari penanggulangannya.

Kasus tawuran diatas merupakan sebagian contoh tindak pidana yang terjadi dan membuktikan kepada masyarakat bahwa di sekolah-sekolah khususnya di Jakarta Selatan ada kelompok-kelompok brutal dan anarkis yang kadang bertindak sesuka hatinya antara lain merusak fasilitas umum dengan mencorat-coret serta melakukan aksi penganiayaan dan pengeroyokan bahkan menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

Kasus tawuran yang terjadi tidak dapat dipandang sebagai kenakalan remaja, tetapi sudah termasuk tindakan kriminal. Adanya tindak pidana yang terjadi di dalam tawuran tentunya memerlukan penegakan hukum dari berbagai pihak yang terkait, terutama kepolisian. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Tawuran Pelajar SMA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan).”

10

UIN Maulana Malik Ibrahim. 2012. Tawuran antar Siswa dan Evaluasi Pendidikan Secara Menyeluruh.

http://www.uin- malang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3405:tawuran-antar-siswa-dan-evaluasi-pendidikan-secara-menyeluruh-&catid=25:artikel-rektor . Diakses 13 November 2012.


(23)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka yang menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan) ?

b. Apakah faktor-faktor penghambat penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas (studi kasus di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan) ?

2. Ruang Lingkup

Ruang Lingkup dalam skripsi ini menggunakan kajian ilmu kriminologi yang merupakan salah satu ilmu bantu dalam ilmu hukum pidana. Substansi skripsi ini ialah menitikberatkan pada penegakan hukum pidana yang dilakukan kepolisian, khususnya dalam kasus tawuran pelajar SMA. Daerah penelitian juga penulis hanya membatasi di wilayah hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dalam penulisan ini adalah :

a. Untuk mengetahui tentang penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas.


(24)

b. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor penghambat penegakan hukum terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas.

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua kegunaan, yaitu kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu hukum memberikan sumbangan pikiran dan salah satu referensi untuk penelitian lain pada umumnya serta perkembangan hukum pidana pada khususnya mengenai penegakan hukum pidana oleh kepolisian dalam kasus tawuran pelajar.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi aparat penegak hukum mengenai penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar agar dapat dicari jalan keluar yang terbaik dalam mengatasi masalah tawuran pelajar SMA ini.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya dapat berguna untuk


(25)

mengadakan identifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.11

a. Teori Penegakan Hukum

Hamis MC.Rae mengatakan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa penegakan hukum dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli dibidangnya dan dalam penegakan hukum akan lebih baik jika penegakan hukum mempunyai pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya.12

Joseph Goldstein membedakan penegakan hukum menjadi tiga yaitu total enforcement, full enforcement dan actual enforcement.13

1) Total enforcement adalah penegakan hukum sebagaimana yang dirumuskan atau dituliskan oleh hukum pidana materiil atau hukum pidana substantive atau substantive of crimes.

2) Full enforcement adalah penegakan hukum yang dilakukan secara maksimal oleh aparat penegak hukum.

3) Actual enforcement adalah melakukan penegakan hukum yang tersisa dan belum dilakukan oleh dua tahap tersebut diatas.

11

Soerjono Soekanto. 2005. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta. hlm. 123. 12

Ridwan HR. 2008. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. hlm. 17. 13

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. Semarang: Badan Penerbit Undip. hlm. 5.


(26)

b. Teori Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Teori yang digunakan dalam membahas faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum adalah teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto mengenai penghambat penegakan hukum14, yaitu:

1) Faktor hukumnya sendiri. Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang-undang-undang-undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif di dalam kehidupan masyarakat.

2) Faktor penegak hukum.Penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Seorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.

3) Faktor sarana atau fasilitas. Penegakan hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya.

4) Faktor masyarakat. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang

14


(27)

dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut.

5) Faktor kebudayaan. Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menghubungkan antar konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah-istilah yang ingin atau akan diteliti.15

Adapun kerangka konseptual dalam penulisan skripsi ini penulis akan mempergunakan istilah-istilah atau pengertian-pengertian yang akan dibahas, yaitu :

a. Penegakan hukum menurut Satjipto Rahardjo16 penegakan hukum adalah penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak, dan merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.

b. Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang.17

15

Soerjono Soekanto. 2005. Op.Cit. hlm. 132. 16

Satjipto Rahardjo. 1994. Masalah Penegakan Hukum , Suatu Tinjauan Sosiologis. Bandung: Sinar Baru. hlm. 15.

17


(28)

c. Tawuran pelajar adalah perkelahian massal yang dilakukan oleh sekelompok siswa terhadap sekelompok siswa lainnya dari sekolah yang berbeda.18

d. Remaja adalah masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju ke dewasa atau perpanjangan masa kanak-kanak-kanak-kanak sebelum masa dewasa.19

e. Kenakalan remaja adalah wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Biasanya ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungan, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.20

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini memuat uraian keseluruhan yang akan disajikan dengan tujuan guna mempermudah pemahaman terhadap skripsi ini secara keseluruhan, maka disajikan sistematis sebagai berikut:

18

Ridwan, Hana Karlina. 2006. Agresi pada Siswa – Siswa SLTA yang Melakukan dan Tidak Melakukan Tawuran Pelajar. Tesis yang tidak dipublikasikan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

19

Darajat, Zakiyah. 1995. Remaja Harapan dan Tantangannya. Jakarta:Ruhama. hlm 102. 20

Eliasa Eva Amalia. 2012. Kenakalan Remaja : Penyebab & Solusinya.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Microsoft%20Word%20-%20KENAKALAN%20REMAJA_PENYEBAB%20DAN%20SOLUSI_.pdf. Diakses 15 November 2012


(29)

I. PENDAHULUAN

Merupakan bab yang menguraikan latar belakang, masalah dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab pengantar yang menguraikan pengertian penegakan hukum pidana, pengertian remaja serta faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukumnya.

III. METODE PENELITIAN

Merupakan bab yang membahas tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang meliputi pendekatan masalah, sumber dan jenis data, pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Merupakan penjelasan dan pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran serta faktor-faktor penghambat penegakan hukumnya terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas di Jakarta Selatan.

V. PENUTUP

Merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta memberikan beberapan saran.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penegakan Hukum Pidana

Menurut Jimly Asshiddiqie, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pengertian lain penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.1

Menurut Joseph Goldstein penegakan hukum pidana dapat dibedakan menjadi tiga bagian.2 Pertama, total enforcement yaitu dimana ruang lingkup penegakan hukum pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum pidana substantif

(substantive law of crimes). Hukum pidana substantif atau materiil dapat dirumuskan sebagai hukum mengenai delik yang diancam dengan hukum pidana.

1

Jimly Ashidique, Penegakan Hukum, http://www.solusihukum.com/artikel/artikel49.php, diakses tanggal 15 November 2012.

2


(31)

Ruang lingkup penegakan hukum yang bersifat total tersebut dikurangi area of no enforcement selanjutnya muncullah suatu bentuk penegakan hukum pidana yang kedua yaitu Full Enforcement. Full enforcement adalah penegakan hukum yang dilakukan secara maksimal oleh aparat penegak hukum. Ketiga, penegakan hukum yang tersisa dan belum dilakukan dalam dua tahap diatas yang disebut actual enforcement. 3

Terjadinya tawuran yang terus menerus dan upaya-upaya non penal yang sudah dilakukan tapi tidak membuahkan hasil, membuat perlunya peningkatan penegakan hukum. Penegakan hukum akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pelaku pejabat negara sebagai penegak hukum dan masyarakat luas dan melibatkan semua pihak sebagai pelaksana hukum di Indonesia. Penegakan hukum dan ketertiban merupakan syarat mutlak bagi upaya-upaya penciptaan Indonesia yang damai dan sejahtera. Apabila hukum ditegakkan dan ketertiban diwujudkan, maka kepastian, rasa aman, tenteram, ataupun kehidupan yang rukun akan dapat terwujud.

Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif.4 Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha pelanggaran hukum.

3

Muladi. Op. Cit. hlm. 5. 4

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 111.


(32)

B. Pengertian Remaja

Pelajar SMA yang menjadi subjek dari skripsi ini adalah manusia yang dalam tahapan usia berkisar 15-18 tahun, dimana berada pada fase remaja. Remaja adalah aset bangsa, yaitu generasi penerus yang diharapkan dapat membangun negeri ini untuk masa mendatang. Seseorang dikatakan remaja apabila dia mulai mengalami perkembangan dari masa transisi ke masa yang lebih dewasa, remaja diantara dua fase tersebut. Monks dalam bukunya memberikan batasan usia masa remaja adalah masa diantara 12-21 tahun dengan perincian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun masa remaja akhir.5 Berbeda dengan pendapat Hurlock yang membagi masa remaja menjadi dua bagian, yaitu masa remaja awal 13-16 tahun, sedangkan masa remaja akhir 17-18 tahun.6 Pelajar SMA mengikuti pendapat Monks, tergolong dalam remaja pertengahan.

Aspek psikologis masa remaja yaitu usia 11-22 tahun adalah suatu tahap perkembangan yang bersifat transisi dan masih labil. Fase ini merupakan fase penting dalam rangkaian tahap perkembangan baik fisik maupun psikis. Perkembangan aspek fisik yang ditandai adanya perubahan fisik serta bertambahnya tinggi badan dan berat badan. Perubahan otot serta munculnya tanda-tanda seksual sekunder, perkembangan aspek psikis meliputi keadaan emosi, kognisi, dan pemahaman terhadap dirinya. Perkembangan aspek sosial

5

F.J. Monks, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. hlm. 234.

6


(33)

dalam melakukan interaksi. Ketiga aspek berkembang saling berkaitan dan saling mempengaruhi.7

Soesilowindradini mengatakan bahwa masa remaja disebut juga masa strum and drung yang artinya masa dimana terdapat ketegangan emosi yang dipertinggi dan disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam keadaan fisik yang terjadi sekarang. Sesungguhnya tidak semua remaja mengalami Strum and Drung atau masa Strom and Stress ini dengan hebat, tetapi ini terjadi pada umumnya.8 Hal inilah yang mempengaruhi beberapa remaja melakukan penyimpangan-penyimpangan perilaku yang disebut sebagai kenakalan remaja.

C. Pengertian Kenakalan Remaja

Singgih D. Gunarso, mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :

1. kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum ;

2. kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. 9

7

Ibid. hlm. 127. 8

Soesilowandrini. 1998. Psikologi perkembangan (masa remaja). Surabaya: Usaha Nasional. hlm. 160.

9


(34)

Sunarwiyati S. menjelaskan kenakalan remaja dibagi dalam tiga tingkatan: 1. kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah,

pergi dari rumah tanpa pamit.;

2. kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil tanpa SIM, mengambil barang orangtua tanpa izin, tawuran yang menyebabkan rusaknya sesuatu;

3. kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluiar nikah, pemerkosaan, dll. 10

Kategori diatas yang dijadikan ukuran remaja (pelajar) dalam karena banyaknya siswa yang membolos sekolah, suka berkeluyuran di sekolah pada jam pelajaran berlangsung dan yang paling fatal adalah tawuran yang terjadi dalam penelitian ini. Apa lagi pada era sekarang ini berbagai macam sifat dan bentuknya mengalami perubahan yang cukup drastis sehingga menyebabkan masalah yang sulit dipecahkan. Gunarsah menyatakan bahwa yang bersifat moral dan asocial tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat digolongkan pelanggaran hukum.11

Jenis kenakalan biasa ini seringkali dilakukan secara berulang-ulang oleh para remaja karena mereka beranggapan bahwa kenakalan ini tidak menyangkut dengan hukum yang berlaku, selain itu orang tuapun meremehkan dengan perbuatan-perbuatan yang merugikan diri sendiri dengan orang lain tersebut. Remaja sering kali membuat keonaran membuat geng antar teman karena pada dasarnya ini merupakan proses untuk mencari identitas diri dan peranan diri

10

Suwarniyati Sartono. 2005. Pengukuran Sikap Masyarakat terhadap Kenakalan Remaja di DKI Jakarta. Jakarta: laporan penelitian, UI. hlm. 215.

11


(35)

sebagai seorang remaja supaya mereka dapat dikenal oleh orang atau masyarakat sekitar sehinnga banyak pola perilaku yang menarik perhatian pada mereka. Perilaku tersebut bersifat negatif dan mengganggu kepentingan umum.12

Kenakalan biasa seperti membuat geng dan tawuran ini semata-mata hanya mencari teman yang jumlah banyak dan karena pengaruh kondisi dirumah yang membuat mereka ingin diperhatikan oleh banyak orang. Usia remaja adalah usia yang belum tahu kurangnya pengalaman dalam memilih teman, sedangkan remaja sekarang dalam memilih teman dilihat dari minat dan nilai-nilai yang sama yang dapat mengerti dan membuatnya aman dan dapat memecahkan masalah masalahnya dan membahas hal-hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru. Usia remaja sudah tidak lagi melihat kegemaran yang sama dalam memilih teman.13

Tawuran adalah sebuah perselisihan yang biasa di lakukan oleh satu orang atau dua orang lebih yang biasanya terjadi karena ada sebuah permasalahan yang mengakibatkan pertengkaran atau perselisihan. Tawuran sangat sering terjadi di antara para kaum muda bahkan kaum muda yng dimana mereka tidak ada yang mau mengalah dan tidak ada yang mau menang juga mereka stay dalam argument masing-masing . Tawuran sering terjadi dilakukan secara beramai–ramai yang di mana mereka mencari sekongkolan orang agar mau membantu mereka tawuran agar mereka tidak kalah dan tidak ketinggalan pula mereka selalu membawa senjata tajam yang di gunakan untuk menghakimi lawan tawurannya dan dalam

12

E.B.Hurlock. Op.Cit. hlm. 208. 13


(36)

tawuran akan terjadi sebuah kekerasan yang di mana pasti di antara keduanya akan ada yang kalah dan akan memakan korban jiwa.

D. Tindak Pidana yang Berhubungan dengan Tubuh Seseorang

Sudut pandang hukum pidana melihat sebenarnya pada peristiwa tawuran itu tidak dikenakan tindak pidana, karena peristiwa tawuran itu bukanlah suatu tindak pidana namun secara situasi sangat dimungkinkan didalamnya terjadi tindak pidana. Tindak pidana yang terjadi pada saat tawuran sendiri dapat dikategorikan berbeda-beda antara tawuran satu dengan yang lain. Tindak pidana yang biasanya terjadi pada saat tawuran misalnya diatur berdasarkan pasal-pasal yang terdapat dalam bab kejahatan terhadap nyawa seseorang dan bab penganiayaan sebagaimana terdapat dalam Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaku dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan Bersama-sama dan Pasal 351 KUHP Ayat 3 tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Orang Meninggal Dunia.14

1. Pembunuhan

Pasal 338 KUHP menyatakan: barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain dihukum karena pembunuhan biasa dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun. Perumusan delik pembunuhan Pasal 338 KUHP dapatlah diketahui unsur-unsur dari pembunuhan tersebut yaitu merampas nyawa orang lain dan perbuatan tersebut harus dilakukan dengan sengaja

14

Kompas. 2012. Tersangka Pembunuh Yadut Jadi Tiga

Pelajar.http://megapolitan.kompas.com/read/2012/09/27/15343395/Tersangka.Pembunuh.Yadut.J adi.Tiga.Pelajar. Diakses 17 Desember 2012.


(37)

2. Pengeroyokan

Unsur-unsur delik dimuka hukum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang atau yang biasa disebut delik pengeroyokan. Pengeroyokan termasuk tindak pidana yang terjadi dalam tawuran. Pengeroyokan diatur dalam Pasal 170 KUHP. Unsur - unsur dari pasal tersebut adalah sebagai berikut:

a. Dimuka Umum

Yang dimaksud dimuka umum yaitu kejahatan yang dilakukan ditempat umum yang dapat dilihat oleh publik

b. Bersama - sama melakukan kekerasan

Yaitu melakukan kekerasan sedikit - dikitnya dua orang atau lebih, orang - orang yang hanya mengikuti dan tidak benar benar turut melakukan kekerasan tidak dapat dikenakan Pasal 170 KUHP

c. Barang siapa

Yang dimaksud unsur barang siapa dalam hal ini adalah siapa saja (pelaku) yang melakukan tindak pidana atau dapat dikatakan unsur barang siapa adalah subyek / pelaku dari peristiwa

d. Menyebabkan sesuatu luka

Yang dimaksud menyebabkan suatu luka abapila kekerasan itu hanya merupakan akibat yang tidak dimaksud oleh si pembuat

e. Luka berat pada tubuh f. Menyebabkan matinya orang


(38)

Pelaku pengeroyokan diancam:

a. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;

b. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat;

c. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut.

3. Penganiayaan

Penganiayaan dari Pasal 351 KUHP ditafsirkan: setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain.15 Pelaku penganiayaan yang memenuhi unsur dalm pasal 351 ayat 3 dijerat pidana penjara paling lama 7 tahun. Setiap perbuatan yang mengakibatkan luka berat atau mati (pasal 351 ayat (2), (3) KUHP) harus merupakan perbuatan yang akibatnya tidak dikehendaki atau tidak sengaja oleh pelaku. Jika perbuatan yang mengakibatkan luka berat ini dikehendaki atau disengaja oleh pelaku, maka perbuatan ini tidak lagi merupakan penganiayaan biasa melainkan sudah beralih menjadi kejahatan penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP).

Kasus tawuran bila dihubungkan dengan Pasal 55 dan 56 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana rasanya tidak mungkin seseorang terlibat dalam tawuran dikatakan tidak melakukan tindak pidana, dengan adanya ketentuan mengenai penjatuhan pidana bagi mereka yang turut serta melakukan,

15

Satochid Kartanegara. 1955. Kumpulan Catatan Kuliah Hukum Pidana II, disusun oleh Mahasiswa PTIK Angkatan V. hlm. 509.


(39)

menganjurkan, dan membantu melakukan tawuran, apabila undang-undang ditegakkan dan dijalankan secara benar, barangkali tidak mungkin ada yang bisa lolos dari jerat hukum.

Dilihat dari kepentingan umum seharusnya penjatuhan pidana kepada para pelaku tawuran menjadi sesuatu yang perlu terlebih dahulu diteliti dan dikaji dari segi baik dan buruknya. Hukum pidana memandang, sebenarnya ada pengecualian bagi para pelaku tawuran, karena sebagian besar dari mereka adalah anak-anak atau remaja yang belum dewasa menurut hukum pidana. Pengaturan tentang penjatuhan pidana bagi anak-anak atau remaja yang belum dewasa telah diterangkan dalam Pasal 64 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, seorang anak yang berhadapan dengan hukum diberikan perlindungan khusus, yaitu :

a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak hak anak;

b. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; c. penyediaan sarana dan prasarana khusus;

d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang

berhadapan dengan hukum;

f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan

g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.


(40)

Berdasarkan Pasal 78 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif (napza) lainnya, anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, juga terdapat peraturan mengenai jenis pidana dan tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu :

Pasal 23

“(1) Pidana yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah pidana pokok dan pidana tambahan;

(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah: a. pidana penjara;

b. pidana kurungan; c. pidana denda; atau d. pidana pengawasan.

(3) Setelah pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terhadap Anak Nakal dapat juga dijatuhkan pidana tambahan, berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi; (4) Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pembayaran ganti rugi


(41)

Pasal 24

“(1) Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal ialah : a. mengembalikan kepada orang tua, wali, atau orang tua asuh; b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan,

pembinaan dan latihan kerja; atau

c. menyerahkan kepada Departemen Sosial, atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, latihan kerja.;

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh Hakim.”

Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 23 dan 24 di atas dan ditambah pengaturan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menggantikan Pasal 45 KUHP16 dengan memberikan jenis pidana yang berbeda dari Pasal 10 KUHP. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menjelaskan, ancaman pidana maksimal setengah dari ancaman pidana bagi pelaku dewasa. Sedangkan dalam Pasal 25 Undang-undang tentang pengadilan anak ini, anak nakal yang melakukan tindak pidana dapat dijatuhkan pidana sesuai Pasal 23 atau tindakan sesuai Pasal 24.

Adanya ketentuan mengenai penjatuhan pidana bagi pelaku yang belum dewasa ini, seandainya pelaku tawuran diajukan ke pengadilan maka mereka masih memiliki kemungkinan untuk dilepaskan dari tuntutan hukum. Akan tetapi yang menjadi masalah, seandainya mereka dilepaskan apakah masalah yang memicu tawuran ini dapat diselesaikan. Bukankah selama penyebab dan pelakunya belum

16

Dalam hal penuntutan pidana terhadap orang yang belum dewasa karena melakukan suatu perbuatan sebelum umur enam belas tahun, hakim dapat menentukan: memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, tanpa pidana apa pun; atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apa pun, jika perbuatan merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran berdasarkan pasal-pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503 - 505, 514, 517 - 519, 526, 531, 532, 536, dan 540 serta belum lewat dua tahun sejak dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut di atas, dan putusannya telah menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana kepada yang bersalah”.


(42)

tertanggulangi maka tawuran itu akan masih terus terjadi, bahkan walaupun sudah berada di Lembaga Pemasyarakatan mungkin saja tawuran itu akan terjadi.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Tidak selamanya upaya yang dijalankan untuk mengatasi tawuran berjalan dengan sebagaimana mestinya. Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu faktor prnghambat dan pendukung dari berbagai pihak terkait mempengaruhi angka tawuran yang semakin tinggi. Teori yang digunakan dalam membahas faktor-faktor penghambat dalam penanggulangan tawuran adalah teori efektivitas hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto17 mengenai penghambat penegakan hukum, yaitu:

1. Faktor hukumnya sendiri.

Terdapat beberapa asas dalam berlakunya undang-undang yang tujuannya adalah agar undang tersebut mempunyai dampak positif. Artinya, agar undang-undang tersebut mencapai tujuannya secara efektif di dalam kehidupan masyarakat. Ketiadaan hukuman yang tuntas membuat tawuran seakan sebagai kelaziman. Akibatnya, masyarakat dan para orang tua siswa selalu khawatir. Puti Guntur Soekarno, anggota komisi X DPR RI berpendapat, ketidakpastian hukum turut menciptakan frustrasi sosial yang dialami siswa sebagai generasi muda yang

17


(43)

dalam tahap pencarian jati diri menjadi berperilaku menyimpang menyerang, ganas dan mencari eksistensi diri dengan mengakibatkan orang lain menderita.18

2. Faktor penegak hukum.

Penegak hukum mempunyai kedudukan (status) dan peranan (role). Seorang yang mempunyai kedudukan tertentu lazimnya dinamakan pemegang peranan (role occupant). Suatu hak sebenarnya wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas.

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Arti sempitnya, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi (termasuk PPNS sebagai pengemban fungsi kepolisian), penasehat hukum, jaksa hakim dan petugas-petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.19

Proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: 20

a. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya;

18

Metronews.com. 2012. Tawuran Terjadi karena Tak Ada Kepasian Hukum.

http://www.metrotvnews.com/read/news/2012/09/27/107666/PDIP-Tawuran-Terjadi-karena-tak-Ada-Kepastian-Hukum/3. Diakses 18 Desember 2012.

19

Jimly Ashidique. Loc.Cit. 20


(44)

b. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan

c. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat diwujudkan secara nyata.

3. Faktor sarana atau fasilitas.

Penegakan hukum tidak mungkin berlangsung lancar tanpa adanya faktor sarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seharusnya. Kondisi sekolah yang tidak menguntungkan proses pendidikan pada anak, keadaan guru dan system pengajaran yang tidak menarik, menyebabkan anak cepat bosan. Lingkungan sekolah tidak menarik perhatian anak oleh sebab itu untuk menyalurkan rasa tidak puasnya, mereka meninggalkan sekolah dan bergabung dengan kelompok anak-anak yang tidak sekolah, yang pekerjaannya hanya berkeliaran tanpa tujuan yang jelas. Jumlah siswa yang terlalu besar, kesenjangan sosial-ekonomi, baik antara para pelajar maupun antara pelajar dengan guru; disiplin dan tata tertib sekolah yang rendah; kurangnya sarana dan prasarana sekolah; kurikulum yang kurang memadai; guru yang kurang dedikasi atau kurang memahami didaktik atau metodik mengajar; kurangnya kegiatan ekstrakurikuler, merupakan faktor


(45)

penyebabnya. Belum lagi, jika sekolah pun acuh tak acuh pada anak didik. Mereka tidak peduli dengan perkembangan siswanya. Pihak sekolah abai membantu mengembangkan potensi kreatif peserta didik. Artinya, sekolah jalan sendiri tanpa memperhatikan secara optimal keberadaan pelajar di sekolah. Walhasil, siswa mencari identitas dan eksistensi secara mandiri. Apabila pelajar terjebak pada geng-geng, pergaulan kelompok yang tak produktif sekolah jangan menyalahkan siswa. Pihak sekolah harus mengintrospeksi diri tentang mekanisme yang dilakukan sekolah dalam mendidik siswanya.

4. Faktor masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Kondisi

soial-ekonomi, besarnya jurang antara kelompok yang ‘punya’ dan ‘yang tidak punya’;

kurangnya sarana transportasi, lingkungan fisik perkotaan dan yang tidak mendukung perkembangan diri anak dan remaja, situasi politik yang tidak menentu, lemahnya penegakan hukum, rendahnya disiplin masyarakat, dan pengaruh media massa merupakan penyebab meningkatnya budaya kekerasan. Dengan melihat fenomena runyam dan memprihatinkan ini, sudah sepantasnya bagi kita semua untuk mencoba mencari solusi atau jawaban atas realita yang ada. Tawuran atau kekerasan antarpelajar kini harus dicegah, karena masa depan bangsa ini sesungguhnya ada di tangan mereka. Bagaimana jadinya bangsa ini, jika mental generasi penerusnya sudah seperti ini? Bukankah itu merupakan suatu kegagalan besar bagi bangsa ini?


(46)

5. Faktor kebudayaan.

Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Bagaimana hukum yang ada bisa masuk ke dalam dan menyatu dengan kebudayaan yang ada, sehingga semuanya berjalan dengan baik.

Secara garis besar bekerjanya hukum dalam masyarakat akan ditentukan oleh beberapa faktor utama. Faktor-faktor tersebut dapat:

a. Bersifat yuridis normatif (menyangkut pembuatan peraturan perundang-undangan).

b. Penegakannya (para pihak dan peranan pemerintah).

c. Serta faktor yang bersifat yuridis sosiologis (menyangkut pertimbangan ekonomis serta kultur hukum pelaku bisnis).21

Faktor materi (substansi) suatu hukum atau peraturan perundang-undangan memegang peranan penting dalam penegakan hukum (law enforcement). Artinya di dalam hukum atau peraturan perundang-undangan itu sendiri harus terkandung dan bahkan merupakan conditio sine quanon di dalamnya keadilan (justice). Sebab, bagaimana pun juga hukum yang baik adalah hukum yang di dalamnya terkandung nilai-nilai keadilan.

21

Suteki. 2008. Rekonstruksi Politik Hukum Tentang Hak Menguasai Negara Atas Sumber Daya Air Berbasis Nilai Keadilan Sosial (Studi Privatisasi Pengelolaan Sumber Daya Air), (Disertasi pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang). hlm. 34.


(47)

Faktor yang tidak kalah pentingnya adalah faktor aparatur penegak hukum itu sendiri yang lazim juga disebut law enforcer (enforcement agencies). Relevan dengan hal tersebut B. M. Taverne mengatakan, geef me goede rechter, goede rechter commissarissen, goede officieren van justitieen, goede politie ambtenaren, en ik zal met een slecht wetboek van strafprosesrecht het goede beruken (berikan aku hakim, jaksa, polisi dan advokat yang baik, maka aku akan berantas kejahatan meskipun tanpa secarik undang-undang pun). Dengan kata lain, “berikan padaku hakim dan jaksa yang baik, maka dengan hukum yang buruk saya bisa mendatangkan keadilan.22Artinya, bagaimana pun lengkapnya suatu rumusan undang-undang, tanpa didukung oleh aparatur penegak hukum yang baik, memilikki moralitas dan integritas yang tinggi, maka hasilnya akan buruk.

Penegakan hukum (law enforcement), keadilan dan hak asasi manusia merupakan tiga kata kunci dalam suatu negara hukum (rechtsstaat) seperti halnya Indonesia. Ketiga istilah tersebut mempunyai hubungan dan keterkaitan yang sangat erat. Keadilan adalah hakikat dari hukum. Oleh karena itu, jika suatu negara menyebut dirinya sebagai negara hukum, maka di dalam negara tersebut harus menjunjung tinggi keadilan (justice).

22


(48)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulis menggunakan dua macam pendekatan masalah dalam membahas permasalahan skripsi ini, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.1 Pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan, teori dan konsep-konsep yang ada dan berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Pendekatan secara yuridis empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer,2 dilakukan dengan cara mengadakan penelitian lapangan, yaitu melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dilapangan yang berkaitan dengan penegakan hukum pidana terhadap para pelaku tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas serta faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi penegakan hukum dalam menanggulangi tawuran pelajar Sekolah Menengah Atas di wilayah hukum Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan dan identifikasi permasalahannya.

1

Sedarmayanti & Syarifudin Hidayat, 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV. Mandar Maju. hlm. 23.

2


(49)

Mengadakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas dan benar terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.

B. Jenis dan Sumber Data

Penulis menggunakan dua sumber data guna menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan guna mendapatkan keterangan dan data yang bersifat apa adanya serta berasal dari sumber yang asli.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer (primary law material), yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak bekepentingan yang terdiri dari perundang-undangan dan peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan.3 Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);

2) Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah

Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen (Stbl. 1948 Nomor 17) dan UU Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 ;

3


(50)

3) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

4) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;

5) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

6) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;

7) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

b. Bahan Hukum Sekunder (secondary law material), yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan Hukum Primer.4 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pentunjuk lapangan, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, serta peraturan pelaksanaan lainnya serta dapat membantu dalam menganalisa dan memahami bahan hukum primer literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

c. Bahan hukum tertier dalam penelitian ini yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.5 Bahan hukum tertier dalam penelitian ini bersumber dari: literatur-literatur dan hasil penelitian, media massa, kamus, pendapat para sarjana dan ahli hukum, website dan sebagainya.

4

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. hlm. 82.

5


(51)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan.6 Dimana populasi dalam penelitian ini yaitu Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan dan SMA Negeri 1 Natar.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara proporsional untuk dinikmati dalam suatu penelitian. Dengan rincian sampel adalah sebagai berikut :

1. Anggota Polres Metro Jakarta Selatan : 2 Orang

2. Guru SMAN 1 Natar : 1 Orang

3. Dosen Fakultas Hukum Bagian Hukum Pidana Unila : 1 Orang Jumlah : 4 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research)

Studi pustaka ini dilakukan dengan cara membaca teori-teori dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder dan bahan buku tersier). Kemudian menginventaris serta mensistematisinya.

6

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian sebagai Pendekatan Praktek. Jakart: Rineka Cipt. hlm. 32.


(52)

b. Penelitian Lapangan (field research)

Studi lapangan ini dimaksudkan bahwa penulis langsung melakukan penelitian pada lokasi atau objek yang telah ditentukan. Studi lapang ditempuh dengan cara wawancara mendalam (deep interview).

Penulis akan melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, yaitu menggali informasi sebanyak-banyaknya semua informasi yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap para pelaku tawuran serta faktor-faktor penghambat yang dihadapi pihak terkait dan kepolisian dalam menanggulangi tawuran pelajar. Proses wawancara ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sebagai alat penelitian, agar wawancara tetap berada pada fokus penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah diperoleh untuk mengetahui apakah data tersebut telah relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah, maka akan dilakukan perbaikan.

b. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

c. Sistematisasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.


(53)

E. Analisis Data

Pada kegiatan penulisan skripsi, data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi evaluasi dan pengetahuan umum.

Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(54)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA sebagai berikut:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari beberapa tahapan yaitu (total enforcement), (full enforcement), dan (actual enforcement). Penegakan hukum yang dominan dan sudah di terapkan/ditegakkan diantara ketiga penegakan hukum tersebut adalah penegakan hukum yang sebenarnya dilakukan (actual enforcement), yaitu penegakan hukum yang tersisa dan belum dilakukan pada

total enforcement dan full enforcement, dengan pendekatan persuasif terhadap pelaku tawuran pelajar berupa tindakan pencegahan. Tindakan tersebut berupa mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah yang rawan melakukan tawuran, mendirikan Pos Keamanan Terpadu menjadikan anggota kepolisian sebagai pemimpin upacara setiap hari Senin, mengadakan kegiatan positif antar sekolah yang berseteru membentuk polisi-polisi siswa, dan mengadakan patroli saat jam rawan tawuran, menjalin kerjasama dengan sekolah dan


(55)

2

komite. Kepolisian juga melakukan tindakan represif terhadap pelaku tawuran berupa penangkapan terhadap pemicu tawuran, penahanan terhadap pelaku yang sudah melakukan tawuran lebih dari sekali, karena sudah menjadikan tawuran sebagai kebiasaan, untuk itu perlu dilakukan pemberian sanksi agar pelaku jera, penahanan terhadap pelaku yang membawa senjata tajam, dan penjatuhan pidana terhadap pelaku tawuran sesuai kaidah hukum positif di Indonesia.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari 4 (empat) faktor. Faktor pertama dari penegak hukum, dimana penegak hukum tidak dapat bersikap tegas terhadap pelaku tawuran. Faktor kedua, merupakan sarana atau fasilitas yang terbatas, dalam hal ini fasilitas kemanan sekolah sehingga tidak dapat mengontrol perilaku siswa. Faktor ketiga, masyarakat seharusnya dapat berperan aktif dalam mencegah maupun memberikan laporan terdini terhadap kejadian tawuran, namun pengetahuan cara bersikap masih sangat kurang, dan hanya dapat bersikap jika adanya keterlibatan anggota keluarga dalam kasus tersebut. Faktor kebudayaan merupakan faktor penghambat keempat dimana tawuran sudah menjadi tradisi dikalangan pelajar karena adanya toleransi terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penegak hukum yang tidak tegas. Ketidaktegasan dan ketidaktepatan pasal dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tawuran mengakibatkan tidak jelasnya sanksi yang akan dikenakan terhadap pelaku tawuran. Ketidaktegasan ini karena dibatasi usia pelaku yang mayoritas masih dibawah umur sehingga pidana dijadikan sebagai upaya terakhir sehingga pelajar


(56)

3

menjadi tidak jera dan terus-menerus melakukan tawuran karena pelaku tidak lagi memandang hukuman sebagai sesuatu yang ditakuti karena mereka merasa dilindungi.

B. Saran

Adapun saran untuk mengoptimalkan hasil penelitian dalam skripsi ini guna meningkatkan penegakan hukum pidana yang dilakukan kepolisian terhadap pelaku tawuran pelajar SMA sebagai berikut:

1. Disarankan untuk selanjutnya kepolisian dalam menjalankan actual enforcement diharuskan lebih tegas lagi dan tidak tebang pilih agar apa yang dicita-citakan oleh tujuan penegakan hukum terhadap pelaku tawuran pelajar SMA dapat tercapai dan memberikan efek jera terhadap pelajar pelaku tawuran tanpa mengganggu perkembangan jiwanya. Formulasi peraturan yang tepat sasaran akan sangat membantu agar tidak terjadi lagi ketidakjelasan sanksi sehingga pelajar mengetahui dengan jelas sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika melakukan tawuran.

2. Dibutuhkan kerjasama bukan hanya bagi instansi yang berwenang melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran saja namun juga bagi sekolah dan semua elemen masyarakat demi tegaknya hukum dan

menimimalisir tawuran. Sekolah sebaiknya melakukan ‘Deteksi Dini’ yaitu

memeriksa benda-benda berbahaya yang kemungkinan dibawa pelajar dan digunakan untuk tawuran. Jika sekolah mendeteksi lebih cepat maka tawuran dapat dihindari sehingga tidak terdapat tindak pidana di dalamnya.


(1)

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan.6 Dimana populasi dalam penelitian ini yaitu Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan dan SMA Negeri 1 Natar.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara proporsional untuk dinikmati dalam suatu penelitian. Dengan rincian sampel adalah sebagai berikut : 1. Anggota Polres Metro Jakarta Selatan : 2 Orang

2. Guru SMAN 1 Natar : 1 Orang

3. Dosen Fakultas Hukum Bagian Hukum Pidana Unila : 1 Orang Jumlah : 4 Orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Pustaka (library research)

Studi pustaka ini dilakukan dengan cara membaca teori-teori dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder dan bahan buku tersier). Kemudian menginventaris serta mensistematisinya.

6

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian sebagai Pendekatan Praktek. Jakart: Rineka Cipt.hlm. 32.


(2)

b. Penelitian Lapangan (field research)

Studi lapangan ini dimaksudkan bahwa penulis langsung melakukan penelitian pada lokasi atau objek yang telah ditentukan. Studi lapang ditempuh dengan cara wawancara mendalam (deep interview).

Penulis akan melakukan pengumpulan data dengan cara wawancara mendalam, yaitu menggali informasi sebanyak-banyaknya semua informasi yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap para pelaku tawuran serta faktor-faktor penghambat yang dihadapi pihak terkait dan kepolisian dalam menanggulangi tawuran pelajar. Proses wawancara ini menggunakan pedoman wawancara (interview guide) sebagai alat penelitian, agar wawancara tetap berada pada fokus penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah diperoleh untuk mengetahui apakah data tersebut telah relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah, maka akan dilakukan perbaikan.

b. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

c. Sistematisasi data, yaitu menempatkan data pada masing-masing bidang pembahasan yang dilakukan secara sistematis.


(3)

E. Analisis Data

Pada kegiatan penulisan skripsi, data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi evaluasi dan pengetahuan umum.

Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat khusus, dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan yang bersifat umum dan selanjutnya dari berbagai kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(4)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil penelitian dan pembahasan, maka pada bagian penutup ini dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai hasil pembahasan tentang penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA sebagai berikut:

1. Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari beberapa tahapan yaitu (total enforcement), (full enforcement), dan (actual enforcement). Penegakan hukum yang dominan dan sudah di terapkan/ditegakkan diantara ketiga penegakan hukum tersebut adalah penegakan hukum yang sebenarnya dilakukan (actual enforcement), yaitu penegakan hukum yang tersisa dan belum dilakukan pada

total enforcement dan full enforcement, dengan pendekatan persuasif terhadap pelaku tawuran pelajar berupa tindakan pencegahan. Tindakan tersebut berupa mengadakan penyuluhan ke sekolah-sekolah yang rawan melakukan tawuran, mendirikan Pos Keamanan Terpadu menjadikan anggota kepolisian sebagai pemimpin upacara setiap hari Senin, mengadakan kegiatan positif antar sekolah yang berseteru membentuk polisi-polisi siswa, dan mengadakan patroli saat jam rawan tawuran, menjalin kerjasama dengan sekolah dan


(5)

2

komite. Kepolisian juga melakukan tindakan represif terhadap pelaku tawuran berupa penangkapan terhadap pemicu tawuran, penahanan terhadap pelaku yang sudah melakukan tawuran lebih dari sekali, karena sudah menjadikan tawuran sebagai kebiasaan, untuk itu perlu dilakukan pemberian sanksi agar pelaku jera, penahanan terhadap pelaku yang membawa senjata tajam, dan penjatuhan pidana terhadap pelaku tawuran sesuai kaidah hukum positif di Indonesia.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran pelajar SMA yang dilakukan oleh kepolisian terdiri dari 4 (empat) faktor. Faktor pertama dari penegak hukum, dimana penegak hukum tidak dapat bersikap tegas terhadap pelaku tawuran. Faktor kedua, merupakan sarana atau fasilitas yang terbatas, dalam hal ini fasilitas kemanan sekolah sehingga tidak dapat mengontrol perilaku siswa. Faktor ketiga, masyarakat seharusnya dapat berperan aktif dalam mencegah maupun memberikan laporan terdini terhadap kejadian tawuran, namun pengetahuan cara bersikap masih sangat kurang, dan hanya dapat bersikap jika adanya keterlibatan anggota keluarga dalam kasus tersebut. Faktor kebudayaan merupakan faktor penghambat keempat dimana tawuran sudah menjadi tradisi dikalangan pelajar karena adanya toleransi terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh penegak hukum yang tidak tegas. Ketidaktegasan dan ketidaktepatan pasal dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tawuran mengakibatkan tidak jelasnya sanksi yang akan dikenakan terhadap pelaku tawuran. Ketidaktegasan ini karena dibatasi usia pelaku yang mayoritas masih dibawah umur sehingga pidana dijadikan sebagai upaya terakhir sehingga pelajar


(6)

3

menjadi tidak jera dan terus-menerus melakukan tawuran karena pelaku tidak lagi memandang hukuman sebagai sesuatu yang ditakuti karena mereka merasa dilindungi.

B. Saran

Adapun saran untuk mengoptimalkan hasil penelitian dalam skripsi ini guna meningkatkan penegakan hukum pidana yang dilakukan kepolisian terhadap pelaku tawuran pelajar SMA sebagai berikut:

1. Disarankan untuk selanjutnya kepolisian dalam menjalankan actual enforcement diharuskan lebih tegas lagi dan tidak tebang pilih agar apa yang dicita-citakan oleh tujuan penegakan hukum terhadap pelaku tawuran pelajar SMA dapat tercapai dan memberikan efek jera terhadap pelajar pelaku tawuran tanpa mengganggu perkembangan jiwanya. Formulasi peraturan yang tepat sasaran akan sangat membantu agar tidak terjadi lagi ketidakjelasan sanksi sehingga pelajar mengetahui dengan jelas sanksi apa yang akan mereka dapatkan jika melakukan tawuran.

2. Dibutuhkan kerjasama bukan hanya bagi instansi yang berwenang melakukan penegakan hukum pidana terhadap pelaku tawuran saja namun juga bagi sekolah dan semua elemen masyarakat demi tegaknya hukum dan

menimimalisir tawuran. Sekolah sebaiknya melakukan ‘Deteksi Dini’ yaitu

memeriksa benda-benda berbahaya yang kemungkinan dibawa pelajar dan digunakan untuk tawuran. Jika sekolah mendeteksi lebih cepat maka tawuran dapat dihindari sehingga tidak terdapat tindak pidana di dalamnya.