The Factors Underlying The Waning Art Lumping Horse In Rural Districts Pajarisuk Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Memudarnya Kesenian Kuda Lumping Di Desa Pajarisuk
ABSTRACT
The Factors Underlying The Waning Art Lumping Horse In Rural
Districts Pajarisuk
by Delsi alfianita
This study aims to determine the factors underlying the waning art lumping horse in rural districts Pajarisuk districs district pringsewu. This study using a type of qualitative research is a research focus of the internal factors of individual members lumping horse art and local internal factors behind the waning art kuda lumping in pajarisuk village tehniques used in the collection process this study is conduct in-depth interviewer to nine informants, observation, library research and documentation. The result of this study indicate that factors behind the waning art Pajarisuk lumping horse in the village is the internal factors of individual mebers of the art which include the community development in science, development of information technology, change in society in the lack of meaning youth interest in preservingart lumping horse. In this study was found amid the waning art lumping horse was still there was no association lumping horse art that still survive to this day. It is because the the artist are struggling to preserve art lumping horse.
(2)
ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Memudarnya Kesenian
Kuda Lumping Di Desa Pajarisuk
Oleh Delsi alfianita
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan fokus penelitiannya adalah faktor internal individu anggota kesenian kuda lumping dan factor internal masyarakat setempat yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa pajarisuk. Teknik yang dipergunakan dalam proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara mendalam kepada 9 informan, observasi, studi pustaka dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk adalah faktor internal individu anggota kesenian kuda lumping yang meliputi faktor kebutuhan dan faktor agama dan faktor internal masyarakat setempat yang meliputi perkembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi informasi, perubahan pemaknaan masyarakat terhadap kesenian kuda lumping dan kurangnya minat generasi muda untuk melestarikan kesenian kuda lumping. Dalam penelitian ini ditemukan di tengah memudarnya kesenian kuda lumping ternyata masih ada paguyuban kesenian kuda lumping yang masih bert ahan sampai saat ini. Hal itu dikarenakan para pekerja seni di Desa Pajarisuk yang berjuang untuk tetap melestarikan kesenian kuda lumping ini.
(3)
Faktor- faktor yang Melatarbelakangi Memudarnya Kesenian Kuda Lumping Di Desa Pajarisuk
(Studi kasus di Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu)
Oleh
DELSI ALFIANITA
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI
Pada Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(4)
Faktor- faktor yang Melatarbelakangi Memudarnya Kesenian Kuda Lumping Di Desa Pajarisuk
(Studi kasus di Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu)
(Skripsi)
Oleh
DELSI ALFIANITA
1016011004FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(5)
(6)
(7)
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Bandung baru Kecamatan Adiluwih Kabupaten Pringsewu pada tanggal 12 Mei 1992. Penulis terlahir sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sutarjo dan Ibu Winarti.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh penulis :
1. Sekolah Dasar Negeri 3 Bandung baru diselesaikan tahun 2004 2. SMP Negeri 2 Sukoharjo yang diselesaikan pada tahun 2007. 3. SMA Negeri 1 Pringsewu yang diselesaikan pada tahun 2010.
Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi melalui jalur PKAB tahun 2010. Dalam perjalanan Kuliah penulis melakukan Kerja Nyata (KKN) di Desa Tanjung Agung, Kecamatan Padang Cermin, Kabaupaten Pesawaran pada tahun 2013.
(9)
MOTO:
“
Hai orang-orang yang beriman, jadikan sabar
dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang sabar
”
( Al-Baqarah : 153)
“Berpikirlah besar, dan bertindaklan sekarang”
Lakukanlah semua yang kamu sukai, jadilah
konsisten, kesuksesan akan datang dengan
(10)
PERSEMBAHAN
Bismillahirrohmanirrohiim
Alhamdulillahi robbil alamin, dengan mengucap syukur kepada Allah SWT, Aku persembahkan karya sedrerhana ini untuk:
Orang tua tersayang, yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik dan membimbing langkahku hingga saat ini aku mencapai cita-citaku menjadi sarjana,
sembah sujud saya atas segala jasa-jasa kalian Keluarga besarku , yang turut berdoa untuk keberhasilanku
Semua guru, dosenku dan orang-orang yang telah menorehkan tinta kehidupan dalam hidupku hingga aku menjadi lebih baik
Teman-teman seperjuangan sosiologi 2010, terima kasih atas kekeluargaan yang kalian berikan selama ini, terima kasih telah banyak memberikan dorongan dan motovasi serta semangat hidup menjadi manusia yang bijak dalam berpikir dsan
bertindak, kalianlah yang selalun menemaniku dalam suka maupuun duka Almamaterku tercinta Universitas Lampung, semoga ilmu yang saya dapat disana
dapat bermanfaat untuk diriku, keluargaku, teman-temanku, terima kasih untuk semuanya dan semoga kita semua selalu diberikan kebahagiaan oleh Allah SWT
(11)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Atas Izin dan Rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi saya yang berjudul “Faktor- faktor yang Melatarbelakangi memudarnya Kesenian kuda Lumping” ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Lampung.
Penyelesaian Penulisan Skripsi ini tidak lain adalah karena jasa orang-orang yang telah berperan penting di dalamnya. Untuk itulah dalam kesempatan ini Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua Orang tuaku, yang tak terhitung lagi jasanya terhadapku , adikku yang kini mulai dewasa..hehe , serta Keluarga besar lainnya
2. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Susetyo, M.Si., selaku Ketua Jurusan Sosiologi dan selaku dosen pembimbing, terima kasih banyak pak atas bimbingan dan ilmunya karena bapak juga saya jadi terlatih menunggu pak, hehe , terima kasih sudah membimbing saya hingga skripsi saya selesai dengan baik.
(12)
4. Bapak Drs.Abdul Syani selaku Dosen pembahas, terima kasih atas kritik dan saran-saran yang sangat luar biasa hingga menjadikan skripsi saya menjadi lebih baik, saya rasa pak syani ini dosen terbaik yang pernah saya temui, terima kasih atas kemudahan-kemudahan yang sudah bapak berikan terima kasih banyak pak.
5. Bapak Drs. Suwarno selaku pembimbing akademik, terima kasih atas pendidikan, bimbingan dan ilmunya.
6. Kepada seluruh dosen-dosen Sosiologi FISIP UNILA yang telah banyak memberikan ilmunya, Ibu Anita, Ibu Paraswati, Ibu Dewi, Ibu Erna, Ibu endri, Ibu Yuni, Pak Ben, Pak Hartoyo, Pak Gede, Pak Ikram, Pak Suwarno, Bung Pay, Pak Fahmi.
7. Sahabatku Lesy (banker gw..hehe) makasih udah jadi motifator, sahabat, temen, selalu jadi solusi terbaik pas lagi gak ada duit..hihi tapi kadang-kadang juga jadi orang yang paling nyebelin karena ceplas ceplosnya yang kadang nyakitin hati, tapi saya tau dia begitu pasti pengen yang terbaik buat saya (positif aja si..hehe) makasih banyak les.. buru lagi lo nyari cowok, biar bisa melepas status jomblo seumur hidup..hhaha..peace mb bro…
8. Sahabat-sahabatku Sosiologi 2010. Gita (miss galau) orang paling tegar yang pernah saya kenal, makasih ya udah minjemin netbook terus, kalo gak ada netbook mu gak tau deh gimana ngerjain skripsinya, Desi.. ini orang sama aja kaya lesi kalo ngomong pelan tp jleb bingit…hehe makasih banyak ya des udah banyak bantu gw, dengerin curhatan gw, ngasih
(13)
paling ngerti gw di saat yang lain buli gw..hehe mksih banyak
sayang..Herlin, orang lampung paling baik.. maksih banyak ya lin udah banyak bantu gw, ngasih tumpangan kosan, udah perhatian, makasih banyak pokoknya,.Hannif ( calon Mantu Ustadzah yang gagal..haha). Nora ( ayo semangat ngerjain skripsinya..uye lah pokoknya..haha. Rara ( wanita misterius) paling susah di tebak, temen gw yang paling duluan wisudanya.. semangat ra semgoga cepet dapet kerja terus nikah sama mamad..amin 9. Teman-teman seperjuangan Sosiologi 2010, Arini, hesti, chely, Ardi,
Rezika, Mba ayu, Desti, Emi, Geri,dio, Aulia, Eva, sulis…semua angkatan 2010 pokoknya. Makasih banyak
10.Temen-temen seperjuangan KKN Desa Tanjung Agung. Mb dila(inspiring Beuty), Ni made agusriyani Diana Putri ( buk dokter kita), Eka (eboosss) Yie ( kekasih gelap kepala sekolah..hahah), Ridho ( buru lagi kerjain skripsinya do..) made (cinlokannya putri..hahah), bang Edi ( entah kemana orang satu ini) makasih genk tangguh.…kalian luar biasa
11.Serta tidak lupa ucapan terimakasih kepada semua orang yang telah ikut berperan di dalam setiap bagian dari umur hidupku.
Saya menyadari disana-sini terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun saya berharap skripsi ini dapat membantu bagi penulis dan semua pembacanya.
Bandar Lampung, 22 juni 2014 Penulis,
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK……… I
JUDUL DALAM... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
RIWAYAT HIDUP... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
MOTTO... vii
SANWACANA... viii
DAFTAR ISI... ix
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……….. 1
1.2. Rumusan Masalah………. 5
1.3. Tujuan Penelitian………... 5
1.4. Manfaat Penelitian………. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan yentang kuda lumping 2.1.1. Pengertian kuda lumping……….. 6
2.1.2. Fungsi pertunjukan……… 7
2.1.3. Makna pertunjukan………... 7
2.1.4. Proses pertunjukan……… 10
2.1.5. Alat musik………. 12
2.2. Pengertian memudar……… 14
2.3. Faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping……….. 18
2.3.1 faktor internal individu ……… 18
2.3.1.1 faktor kebutuhan……… 18
2.3.1.2 faktor agama……….. 19
2.3.2 faktor internal masyarakat setempat……… . 19
2.3.2.1 perkembangan ilmu pengetahuan………… 19
(15)
2.3.2.3 perkembangan teknologi informasi………. 21
2.3.2.4 kurangnya minat generasi muda………….. 21
2.4 Kerangka pikir………. 22
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian 3.2.Fokus penelitian………. 26
3.3.Lokasi penelitian……… 26
3.4.Informan penelitian……… 27
3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.5.1. Wawancara……….. 27
3.5.2. Observasi………. 28
3.5.3. Studi pustaka……….. 28
3.5.4. Dokumentasi……… 3.6. Teknik Analisis Data……….... 29
3.6.1. Reduksi Data………... 30
3.6.2. Penyajian Data……… 30
3.6.3. Verifikasi (Pengambilan Kesimpulan)………… 31
IV. GAMBARAN UMUN LOKASI PENELITIAN 4.1. Identitas Desa ……… 4.2. Kondisi Geografis……….………. 4.2.1 Batas wilayah …………... 4.2.2 Luas dan Orbitrasi Desa ……… 33
4.2.3 Iklim dan keadaan tanah………... 33
4.3. Kondisi Demografi 4.3.1 komposisi penduduk berdasar jenis kelamin……….34
4.3.2 Distribusi Penduduk Berdasar Umur………35
4.3.3 Distribusi Penduduk Berdasar Etnis……….36
4.3.4 Distribusi Penduduk Berdasar Tingkat Pendidikan………..37
4.3.5 Distribusi Penduduk Berdasar Mata Pencaharian………….38 4.3.6 Distribusi Penduduk Berdasarkan agama
(16)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identitas Informan………. 5.2. Fakto yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda
lumping……… 45
5.2.1 faktor internal individu ………..45
5.2.1.1 Faktor kebutuhan……….45
5.2.1.2 Faktor agama………48
5.3.2 faktor internal masyarakat setempat……….50
5.3.2.1 perkembangan ilmu pengetahuan………….50
5.3.2.2 perubahan pemaknaan masyarakat………...53
5.3.2.3 perkembangan teknologi informasi………..55
5.3.2.4 kurangnya minat generasi muda………58
5.3. Pembahasan 5.4. Upaya-Upaya yang dilakukan untuk mempertahanken kesenian kuda lumping………67
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan………. 70
6.2.Saran dan Rekomendasi………... 73
DAFTAR PUSTAKA………
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1: Strukturasi Antony Giddens………. 38
Tabel 2: Informan dalam Penelitian………... 49
Tabel 3: Etnik Desa Restu Baru Tahun 2000……….…. 58
Tabel 4: Jumlah Penduduk Menurut Agama………... 59
Tabel 5: Penduduk Restu Baru Berdasarkan Usia………... 61
Tabel 6: Pendidikan Penduduk Restu Baru………... 63
Tabel 7: Penduduk Desa Restu Baru Berdasarkan Mata Pencaharian…. 65
Tabel 8: Tingkat Kesejahteraan Penduduk Restu Baru………... 66
Tabel 9: Strukturasi Antony Giddens……….. 90
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1: Peta jalan Rajabasa - Rumbia……… 53
Gambar 2: Peta Restu Baru………. 55
Gambar 3: Desa Restu Baru……… 57
Gambar 4: Salah Satu Pementasan Seni Jaranan Di Rumbia……… 71
Gambar 5: Sajen dan Barong dalam Jaranan………. 73
Gambar 6: Sajen dalam Jaranan……….... 74
Gambar 7: Sajen dalam Jaranan ………... 74
Gambar 8: Penari Jaranan dalam Kondisi Ndadi……….. 75
Gambar 9: Penari Jaranan dalam Kondisi Ndadi……….. 75
Gambar 10: Penari dalam kondisi Ndadi……… 76
Gambar 11: Tempat Batur (ari-ari bayi yang baru lahir)……… 83
Gambar 12: foto nama anak yang baru lahir……….. 83
Gambar 13: Kehidupan pertetanggan antar keluarga Jawa dan Bali.. 88
Gambar 14: Panitia Penerima Tamu………... 97
Gambar 15: Tamu sedang mengambil makanan dalam hajatan……. 100
Gambar 16: Ibu-ibu panitia konsumsi dalam sebuah hajatan……… 101
(19)
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 1: Teori Berger tentang Interaksi Masyakat………. 30
Grafik 2: Kerangka pikir………. 44
Grafik 3: Jumlah Penduduk Berdasarkan Etnik………... 58
Grafik 4: Jumlah penduduk Restu Baru menurut Agama………... 60
Grafik 5: Penduduk Restu Baru Berdasarkan Usia………. 62
Grafik 6: penduduk Restu Baru Berdasarkan Tingkat Pendidikan……. 64
Grafik 7: Penduduk Desa Restu Baru Berdasarkan Mata Pencaharian.. 65
Grafik 8: Penduduk Restu Baru Berdasarkan Tingkat Kesejahteraan Ekonomi………. 66
Grafik 9: Kurva J……… 125
(20)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang dikagumi negara lain karena banyaknya kebudayaan di dalamnya. Perbedaan kebudayaan tersebut
membuat peradaban di Indonesia menjadi beragam. Salah satu dari kebudayaan itu adalah kesenian tradisional di berbagai daerah. Kesenian tradisional dapat dikatakan sebagai lambang dari peradaban dari masing-masing daerah.
Menurut Muhardi Anto (2012), kesenian tradisional adalah unsur kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dalam suatu kaum/puak/suku/bangsa tertentu. Kesenian tradisional yang ada di suatu daerah berbeda dengan kesenian yang ada di daerah lain, meskipun tidak menutup kemungkinan adanya seni tradisional yang mirip antara dua daerah yang berdekatan.
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai kesenian tradisional, bahwa kesenian tradisional merupakan kesenian yang menjadi bagian hidup masyarakat dan merupakan warisan dari nenek moyang yang diwariskan secara turun temurun kepada generasi seterusnya. Salah satu kesenian
(21)
2
tradisional yang masih bertahan sampai saat ini adalah kesenian kuda lumping.
Kuda lumping adalah suatu bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa yang di dalam pertunjukannya ada unsur seni dan religi. Ciri khasnya menggunakan kuda yang terbuat dari anyaman bambu sebagai perlengkapan pertunjukan dan ada peristiwa kesurupan. Pertunjukan kuda lumping didukung oleh para anggota, terdiri dari pawang (sebagai pimpinan pertunjukan dan pengendali pertunjukan), pemain musik, penari, dan penonton. Peralatan yang digunakan berupa seperangkat alat musik, terdiri dari: kendhang,,gong, slompret dan kenong. Perlengkapan penari, terdiri dari seperangkat pakaian, kuda kepang, cambuk, dan topeng. Sebagai perlengkapan pawang, terdiri dari sesaji berupa bunga, minuman, minyak wangi, dan kemenyan.
Soedarsono (1983: 143) menjelaskan pertunjukan kuda lumping pada sebelum Islam berkembang abad XV dilaksanakan dalam upacara pemujaan (ritual worship). Kuda secara metaforik dalam pertunjukan kuda lumping berfungsi untuk melanjutkan hubungan antara masyarakat pendukung dengan roh orang yang sudah meninggal. Perkembangan selanjutnya, kuda lumping ditampilkan dalam upacara bersih desa, yang berfungsi untuk menghalau roh-roh jahat penyebab penyakit dan malapetaka lainnya. Dewasa ini pertunjukan jaran kuda lumping sudah jarang ditampilkan dalam upacara pembersih desa karena upacara tersebut juga sudah jarang dilakukan oleh masyarakat.
(22)
3
Hildred Geertz (1982) menjelaskan orang Jawa di dalam kehidupan sehari-hari sangat kuat memegang tradisi leluhurnya, baik dari tutur kata, kekerabatan, hubungan sosial maupun seni budayanya. Keluarga inti merupakan orang-orang yang terpenting di dalam meneruskan suatu tradisi. Mereka itulah yang memberi bimbingan moral dan mengajari nilai-nilai budaya Jawa kepada kerabat-kerabat terdekat. Di dalam siklus kehidupan mereka tidak lepas dari masalah kekuatan-kekuatan gaib (makhluk-makhluk halus) dan sesaji (sajen), sehingga selalu ada upacara-upacara untuk terhindar dari makhluk-makhluk halus. Salah satu pertunjukan yang digunakan dalam upacara dalam siklus kehidupan, seperti perkawinan dan sunatan pada masyarakat Jawa Pajarisuk adalah pertunjukan kuda lumping. Dahulu kesenian kuda lumping ini selalu dipertunjukan setiap ada uapacara- upacara pengusiran roh halus yang biasanya dilaksanakan pada bulan Suro. Masyarakat Jawa di daerah ini berpandangan, pertunjukan kuda lumping dilaksanakan supaya terhindar dari gangguan makhluk - makhluk halus..
Mulder (1999:3) menjelaskan, bahwa di dalam kehidupannya orang Jawa mencampurkan antara kehidupan beragama dengan kepercayaan lama nenek moyangnya. Dahulu kesenian kuda lumping ini selalu dipertunjukan oleh masyarakat desa Pajarisuk ketika ada acara khitanan atau pernikahan hal ini dimaksudkan agar terhindar dari gangguan makhluk halus. Namun kini pertunjukan kuda lumping sudah menjadi seni pertunjukan tradisional yang lebih mengutamakan seni hiburan. Walaupun di dalam pertunjukan masih ada peristiwa kesurupan dan ada unsur religi tetapi tidak dimaknai agar terjauhi dari gangguan makhluk makhluk halus, hanya merupakan seni pertunjukan
(23)
4
yang melakukan atraksi-atraksi yang jarang dimiliki oleh kebanyakan orang. Walaupun masih ada orang yang mempercayainya tetapi bagi orang Jawa yang tinggal di Pajarisuk sudah berbeda memaknainya. Makna pertunjukan kuda lumping lebih merupakan sebagai identitas orang Jawa yang masih menjaga kelestarian keseniannya dan sebagai hiburan masyarakat.
Dari pemahaman di atas perubahan pemaknaan masyarakat terhadap kuda lumping itu mengakibatkan kuda lumping sekarang ini jarang dipertunjukan, karena masyarakat tidak percaya lagi dengan adanya hal-hal gaib dan makhluk halus yang dipercaya dapat melindungi mereka dari malapetaka sehingga kuda lumping yang dahulunya dipercaya sebagai upacara pengusiran roh halus pun menjadi semakin ditinggalkan.
Selain itu seiring berkembangnya zaman yang semakin modern hiburan yang tersaji di lingkungan masyarakat pun lebih bervariatif contohnya seperti adanya organ tunggal dan kelompok-kelompok band. Masyarakat Pajarisuk sekarang ini lebih menggemari hiburan yang lebih modern sehingga hiburan kesenian tradisional seperti kuda lumping menjadi semakin tenggelam. Bertitik tolak dari fenomena tersebut dalam penelitian ini akan ditelusuri lebih lanjut mengenai factor-faktor yang melatarbelakangi kesenian kuda lumping sekarang ini semakin memudar dikalangan masyarakat desa Pajarisuk.
(24)
5
B. Rumusan Masalah
faktor –factor apa yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami faktor –faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini diharapkan dapat ;
1. Secara teoritis, memberikan informasi empiris dan pengetahuan tentang apa penyebab memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
2. Secara praktis, dijadikan acuan bagi masyarakat untuk lebih menjaga kebudayaan dan kesenian yang ada agar tetap terjaga kelestariannya.
(25)
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Kuda Lumping 1. Pengertian Kuda Lumping
Kuda lumping adalah tarian tradisional jawa yang menampilkan sekelompok prajurit tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam dan dipotong menyerupai bentuk kuda. Anyaman kuda ini dihias dan dicat dengan kain beraneka warna. Tarian kuda lumping biasanya hanya menampilkan adegan prajurit berkuda akan tetapi beberapa pertunjukan kuda lumping juga menyuguhkan atraksi kesurupan, kekuatan magis seperti atraksi memakan beling dan aksi kekebalan tubuh terhadap deraan pecut (Megantara, 2012).
Kuda lumping sebuah pertunjukan kesenian tradisional yang menggunakan kekuatan magis dengan instrumen utamanya berupa kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau yang telah dikeringkan (disamak) atau terbuat dari anyaman bambu. Kepangan bambu diberi motif atau hiasan dan direka sepeti kuda. Kuda-kudaan itu berupa guntingan dari sebuah gambar kuda yang diberi tali melingkar dari kepala hingga
(26)
7
ekornya seolah-olah ditunggangi para penari dengan cara mengikatkan talinya di bahu mereka. Puncak kesenian kuda lumping adalah ketika para penari itu mabuk, mau makan apa saja termasuk yang berbahaya dan tidak biasa dimakan manusia (misalnya beling/pecahan kaca dan rumput) dan berprilaku seperti binatang (misalnya ular dan monyet) (http://kura-kura.blogspot.com/2012/02/pengertian-kuda-lumping.html).
2. Fungsi Pertunjukan Kuda Lumping
a. Fungsi Rekreatif
Yaitu sebagai media hiburan masyarakat dalam acara-acara tertentu. Seperti acara perayaan hari kemerdekaan, hajatan (pernikahan) dan lain-lain.
b. Fungsi Religio-Magic
Yaitu sebagai pelestarian adanya kekuatan magic. Kesenian kuda lumping tersebar di daerah-daerah yang masyarakatnya dipandang masih berpegang pada tradisi kejawen, dalam arti masyarakat yang masih kuat mempercayai kekuatan-kekuatan magic dan komunitas Islam Abangan.
3. Makna Pertunjukan Kuda Lumping
Kesenian rakyat merupakan salah satu aset kebudayaan bangsa Indonesia yang berharga dan memiliki nilai-nilai yang sangat luhur. Nilai-nilai tersebut tentunya mengandung makna sehingga kesenian
(27)
8
tradisional mampu bertahan sampai saat ini, tetapi perkembangan kesenian rakyat tradisional ini semakin memudar ditengah kemajuan teknologi masyarakat modern. Secara filosofis unsur-unsur yang terdapat dalam pertunjukkam kuda lumping memiliki makna-makna yang terkandung di dalamnya. Ada dua makna dalam pertunjukan kuda lumping yaitu makna simbolis dan makna estetis.
Makna simbolis terdapat dalam penyajian gerak antara lain: gerak sadar yang menyimbolkan kehidupan manusia yang selalu berpandangan ke depan tanpa mengulangi kesalahan yang pernah dilakukannya, gerak tak sadar dalam adegan kesurupan menyimbolkan kehidupan manusia yang selalu menyekutukan dan mengkhianati Tuhan yang artinya manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan.
Properti mempunyai makna sebagai partner atau teman dalam melakukan suatu gerak artinya seorang manusia yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau uluran tangan dari orang lain. Sesaji mempunyai fungsi sebagai permohonan izin kepada Tuhan dan roh nenek moyang agar diberi keselamatan artinya bahwa manusia mengakui adanya sesuatu yang lebih atau diagungkan dalam kehidupan di dunia.
Tata rias dapat mengubah karakter seorang penunggang kuda yang mempunyai makna bahwa seorang pemuda harus dapat menempatkan diri di lingkungan masyarakat serta berani membela kebenaran dan keadilan, tata busana menyimbolkan kesederhanaan yang artinya hidup
(28)
9
di dunia harus menerapkan prinsip hidup sederhana secara apa adanya tanpa melebih-lebihkan.
Iringan musik berupa seperangkat gamelan pengiring tari yang menyimbolkan seorang pemuda yang selalu siap untuk menolong sesamanya, dan pawang sebagai pengatur utama jalannya pertunujukan artinya dalam menjalani hidup di dunia, seorang manusia harus mempunyai panutan atau contoh. Nilai estetis terdapat dalam gerak yang meliputi keseimbangan dan simetris gerak dalam tari kuda lumping dan dalam gerak tak sadar terdapat dalam setiap adegan yang selalu menyisipkan gerak tari kuda lumping.
Nilai estetis tata rias terdapat dalam kemeriahan, ketebalan, dan warna yang mencolok dalam pemakaian riasan sehingga memunculkan karakter penari kuda lumping. Nilai estetis tata busana terdapat dalam kemeriahan warna busana yang dipakai sehingga terkesan kurang praktis. Nilai estetis properti dalam setiap gerakan yang selalu menggunakan properti baik ditunggangi maupun digerakkan, dan nilai estetis iringan musik terdapat pada kesesuaian gerak dengan iringan musik terdapat pada kesesuaian gerak dengan iringan gamelan berlaras slendro dengan syair lagu pengring Sluku-Sluku Bathok dan Waru Doyong.
(29)
10
4. Proses Pertunjukan Kuda Lumping
Seni kuda lumping merupakan jenis kesenian rakyat yang sederhana, dalam pementasannya tidak diperlukan suatu koreografi khusus serta perlengkapan peralatan gamelan seperti halnya karawitan, gamelan untuk mengiringi seni kuda lumping cukup sederhana, hanya terdiri dari satu buah kendang, dua buah kenong, dua buah gong dan sebuah selompret, sajak-sajak yang dibawakan dalam mengiringi tarian semuanya berisikan himbauan agar manusia senantiasa melakukan perbuatan baik dan selalu ingat pada sang pencipta.
Tata cara pertunjukan kesenian kuda lumping sebagai berikut: Pertama, mempersiapkan alat-alat seperti gamelan, gong, kenong, kendang teropet yang akan digunakan untuk pertunjukan. Kedua, pengrawit menepati alat musik masing-masing dan mulai memainkan. Ketiga, menata/menyiapkan perlengkapan seperti kuda, barongan,celengan. Keempat, menyiapakan bunga setaman, wangi-wangian fambo, dupa dan kemenyan. Kelima, menyiapkan kostum yang akan dipakai para jatilan. Keenam, para pemain dan sinden bersiap-siap dengan kostum dan make up; ketujuh, pertunjukan siap dimulai dengan tarian yang dibawakan oleh para penari yang menunggangi kuda dari anyaman bambu, kemudian penari dengan memakai barongan dilanjutkan penari dengan memakai celengan
(30)
11
Sebelum pertunjukan kesenian kuda lumping berlangsung, para pemain khususnya penari jathilan memerlukan make up, waktu make up yang digunakan kurang lebih 1 jam menjelang pertunjukan dan yang diperlukan antara lain: bedak, minyak wangi, kostum, jarit, dan lain-lain. Proses pertunjukan kuda lumping selalu diwarnai adanya kesurupan atau kerasukan karena kesenian kuda lumping selalu identik dengan pemanggilan roh halus yang sengaja dipanggil untuk meramaikan pertunjukan, namun tetap didampingi para datuk atau pawang (Setyorini, 2013).
Dalam setiap pagelarannya, tari kuda lumping ini menghadirkan empat fragmen tarian yaitu dua kali Tari Buto Lawas, Tari Senterewe, dan Tari Begon Putri. Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan oleh para pria saja dan terdiri dari empat sampai enam orang penari. Beberapa penari muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kesurupan ini. Banyak warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan gerakan energik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang kesurupan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para datuk, yaitu orang yang memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat
(31)
12
dikenali melalui baju serba hitam yang dikenakannya. Para datuk ini akan memberikan penawar sehingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung membawakan tari senterewe. Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih santai, enam orang wanita membawakan Tari Begon Putri, yang merupakan tarian penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping (digilib.unimed.ac.id).
5. Alat Musik Dalam Kesenian Kuda Lumping a. Gong
Gong adalah alat musik yang terbuat dari leburan logam (perunggu dengan tembaga) dengan permukaan yang bundar. Gong dapat digantung pada bingkai atau diletakkan berjajar pada rak, atau bisa ditempatkan pada permukaan yang lunak seperti tikar. Selain itu ada juga gong genggam yang dimainkan sambil berjalan ataupun menari. Gong yang memiliki suara rendah, ditabuh dengan pemukul kayu yang ujungnya di balut dengan karet, katun, atau benang. Sedangkan untuk permainan melodi diperankan oleh gong kecil (Moertjipto, 1991).
b. Kendang
Pengertian Kendang dalam gamelan Jawa, kendang adalah sebuah alat musik Jawa (tepatnya dari Jawa Tengah) yang digunakan untuk mengimbangi alat musik lain atau mengatur irama. Cara menggunakan
(32)
13
kendang yaitu dengan tangan tanpa alat bantu apapun. Jenis Jenis Kendang yaitu kendang kecil disebut ketipung, kendang menengah disebut kendang ciblon atau kebar, kendang gedhe (pasangan kendang ketipung) disebut kendang kalih.
Memainkan alat musik kendang termasuk tidak mudah, hanya mereka yang sudah professional dalam bidang musik Jawa yang memainkannya. Memainkan kendang adalah mengikuti naluri si pengendang, jadi irama kendang yang dihasilkan mungkin saja berbeda pada pemain yang satu dengan pemain yang lainnya (http://www.dwijo.com/2011/03/pengertian-kendang.html).
Adapun fungsi kendang adalah untuk mengawali dan mengakhiri suatu gending atau lagu. Selain itu dapat pula dijadikan pegangan untuk mengendalikan cepat atau lambatnya irama dalam gending atau lagu tersebut. Oleh karena itu kendang mempunyai peranan penting dalam permainan tersebut. Hentakan-hentakan kendang memberikan corak tersendiri, yaitu menambah semakin hidupnya alunan lagu yang sedang dibawakannya. Dengan demikian kendang secara keseluruhan untuk dijadikan ukuran mengendalikan seluruh permainan (Dailamy Hasan, 1997) .
c. Kenong
Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun
(33)
14
besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong (http://repindonesiaraya.blogspot.com/2011/04/alat-musik
tradisional.html).
d. Slompret
Slompret merupakan alat musik tradisional yang cara memainkannya dengan cara ditiup. Slompret atau biasanya disebut dengan trompet ini merupakan alat musik yang digunakan dalam pertunjukan kuda lumping.
B. Pengertian Memudar
Memudar berarti manggabak, meredup, melesap, melindang, melindap, menyilam, berkurang, merosot (http://kamus.sabda.org/kamus/memudar). Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa memudarnya kesenian tradisional kuda lumping itu berarti merosotnya bentuk-bentuk tradisional dari kesenian kuda lumping dan berkurangnya minat masyarakat terhadap kesenian tradisional kuda lumping.
(34)
15
Memudarnya bentuk-bentuk tradisional dari kuda lumping itu sendiri dapat terlihat pada pertunjukkan kuda lumping yang kini mengadopsi banyak unsur modern baik dalam hal peralatan musik, lagu-lagu pengiring, kostum yang lebih nyentrik, penari-penari berparas cantik, durasi waktu yang lebih singkat hingga bentuk kesurupan yang tak lagi menyeramkan.
Iringan musik dalam pertunjukan kuda lumping kini mengalami perubahan, jika dahulu dalam pertunjukan kuda lumping hanya diiringi musik tradisional kini hadirnya beragam alat musik modern seperti keyboard dan drum, serta sentuhan teknologi digital seperti CD player ini juga digunakan untuk mengiringi pertunjukan kuda lumping. Perpaduan alat musik tradisional seperti kendhang, gong dan bendhe dengan alat musik digital dianggap mampu memenuhi selera konsumen yang menghendaki musik kuda lumping yang lebih enak didengar. Namun tanpa disadari sentuhan teknologi seperti keyboard, drum atau CD player telah melunturkan nilai-nilai sakral dalam tabuhan kuda lumping. Perubahan juga prosesi keserupan, jika dahulu ketika para penari pria kesurupan, mereka seketika menjadi beringas dengan berlarian ke sana ke mari. Beberapa bahkan mengejar penonton untuk “menularkan” kesurupan. Setelah itu mereka akan kelelahan hingga akhirnya jatuh terdiam untuk beberapa saat sebelum akhirnya “bangun” dan beraksi dengan memakan aneka benda seperti pecahan kaca, mengupas kelapa hingga memanjat pohon, aksi kesurupan ini bisa berlangsung lama.
Tapi kini prosesi kesurupan seperti itu tak lagi banyak dijumpai. Aksi makan pecahan kaca dan bara api sering digantikan hanya dengan makan dupa dan
(35)
16
menari dalam keadaan tak sadar. Memang tak ada kewajiban untuk makan pecahan kaca atau mengejar penonton, tapi kini prosesi “ndadi” tersebut memang berlangsung lebih singkat.
Perubahan juga terdapat pada nyanyiannya, jika dulu yang dinyanyikan dalam pertunjukan kuda lumping adalah lagu campur sari saja kini lagu pop dan lagu dangdut juga sering dinyanyikan oleh para sinden dalam setiap pertunjukannya. Banyaknya perubahan dalam kesenian kuda lumping akibat modernisasi ini akhirnya membuat masyarakat gagal memahami nilai tradisi di dalamnya dan hanya menikmati pertunjukkan ini sebagai pagelaran tari biasa. Perubahan kesenian kuda lumping dengan memasukan beberapa sentuhan teknologi dan bentuk modernisasi mungkin memang diperlukan sebagai strategi agar kesenian tradisonal ini tetap dikenal dan tidak terpinggirkan. Sisi baiknya adalah hal itu membuat kuda lumping lebih “ramah” untuk ditonton termasuk bagi anak-anak. Namun berbagai bentuk perubahan tersebut telah membawa kuda lumping ke dalam bentuk yang tak lagi asli dan melenceng dari nilai tradisi yang sebenarnya.
Kemudian memudarnya kesenian kuda dapat terlihat pada jarangnya kesenian kuda lumping itu dipertunjukan dilingkungan masyarakat. Edi Sedyawati (1987) mengungkapkan perubahan-perubahan terjadi karena manusia-manusia pendukung kebudayaan daerah itu sendiri telah berubah, karena perubahan cara hidup, dan pergantian generasi.
Dari pernyataan dia atas dapat dipahami bahwa kesenian tradisional itu dapat berubah sesuai dengan berkembangan zaman, perubahan itu didikung dengan
(36)
17
manusia-manusia pendukung di daerah itu sendiri yang mengalami perubahan cara hidup dan pergantian generasi. Seperti yang terjadi dalam kesenian tradisional kuda lumping, saat ini kesenian tradisional kuda lumping sudah mulai ditinggalkamasyarakat karena perubahan pola pikir masyarakat yang lebih modern.
Memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk itu terjadi karena pemaknaan masyarakat terhadap kesenian kuda lumping juga sudah mulai berubah,. Dahulu masyarakat menganggap kesenian kuda lumping adalah suatu kesenian yang digunakan untuk mengusir makhluk-makhluk halus yang dapat menghadirkan malapetaka dilingkunagan masyarakat sehingga setiap tahunnya masyarakat desa Pajarisuk mengadakan upacara pengusiran roh halus dengan cara mempertunjukan kesenian kuda lumping. Namun sekarang upacara seperti itu tidak dilakukan lagi sehingga kuda lumpingpun menjadi semakin jarang dipertontonkan dikalangan masyarakat, selain itu adanya hiburan yang lebih modern seperti organ tunggal dan band menjadikan kesenian tradisional menjadi lebih tersingkirkan
Sardono (2004: 3) menjelaskan kesenian yang bermuara dari produk budaya lokal sedang menghadapi tantangan zaman, antara lain karena semangat modernisasi merebak di segala belahan dunia. Ruang religiusitas yang terkandung di dalam kesenian semakin tidak berkembang. Kesenian hanya menjadi objek yang dikemas tanpa bermuara pada proses budaya masyarakat dan memperlemah budaya itu sendiri, akhirnya tersingkirkan.
(37)
18
Dari pemahaman di atas dapat dipahami bahwa kesenian kuda lumping saat ini sudah mulai memudar karena adanya modernisasi yang berkembang di lingkungan masyarakat. Hal di atas sejalan dengan Usman Pelly (1994: 162) menjelaskan, kebudayaan itu dinamis, bagaimanapun juga kebudayaan itu akan berubah, hanya kecepatan perubahannya yang berbeda.
C. Faktor-faktor yang Melatarbelakangi Memudarnya Kesenian Kuda Lumping
1. Faktor Internal Individu a. Faktor Kebutuhan
Kebutuhan adalah keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat memberikan kepuasan jasmani maupun kebutuhan rohani. Kebutuhan manusia tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat konkret (nyata) tetapi juga bersifat abstrak (tidak nyata). Misalnya rasa aman, ingin dihargai, atau dihormati (http://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/kebutuhan-manusia/).
Seiring berkembangnya zaman, kebutuhan manusia juga semakin bertambah. Kebutuhan manusia pada zaman dahulu hanya tertuju pada kebutuhan primer, namun seiring perkembangan teknologi yang semakin canggih menyebabkan manusia dituntut untuk mengukuti perkembangan zaman yang semakin modern.
(38)
19
Kebutuhan juga menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping. Hal ini dikarenakan kesenian kuda lumping dianggap tidak bisa memenuhi kebutuhan para pemainnya sehingga kesenian ini lambat laun mulai ditinggalkan para pemainnya. Kebutuhan yang semakin mendesak membuat mereka lebih mementingkan aspek ekonomi ketimbang melestarikan budayanya.
b. Agama
Agama adalah seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya (Roland, 1993) Agama juga menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping. Hal ini dikarenakan unsur-unsur yang terdapat dalam pertunjukan kuda lumping seperti sesajen dan pengundangan roh halus dianggap sebagai sesuatu yang musrik yang dilarang oleh agama, khususnya Agama Islam. Jadi masyarakat yang beragama Islam cenderung akan meninggalkankan kesenian kuda lumping karena mereka takut melakukan perbuatan musrik yang dilarang agama.
2. Faktor Internal Masyarakat
a. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Budiono (1984: 127) menjelaskan, bahwa perkembangan ilmu pengetahuan teknologi modern berpengaruh terhadap pandangan
(39)
20
hidup orang Jawa dalam melanjutkan tradisi nenek moyangnya. Penghayatan akan makna simbolis tradisional dan religius sudah berubah, sekarang lebih rasional.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa masyarakat sekarang ini tidak lagi percaya terhadap hal-halgaib sebagaimana yang telah dipercaya dan berkembang pada zaman nenek moyang terdahulu,pemikiran masyarakat kini lebih rasional.
Perkembangan ilmu pengetahuan tersebut membuat para orang tua ingin anaknya dapat sekolah lebih maju. Ada kekhawatiran jika berhubungan dengan makhluk halus dapat mengganggu pikiran anaknya. Hal ini sudah sangat berbeda dengan orang-orang tua terdahulu yang mendukung kuda lumping, di mana mereka berpandangan dengan menjadi anggota kuda lumping mereka dapat lebih terlindungi dari marabahaya. Dengan tidak ada dukungan dari masyarakat itu sendiri sehingga tidak ada generasi penerus bagi pemain kuda lumping .
b. Perubahan Pemaknaan Masyarakat Terhadap Kesenian Kuda Lumping
Pertunjukan kuda lumping bermula dari pertunjukan yang mengandung makna religi, dipercaya dengan mengadakan pertunjukan kuda lumping dapat terhindari dari gangguan makhluk-makhluk halus. Pertunjukan kuda lumping merupakan media yang bisa menghubungkan masyarakat dengan makhluk halus atau roh nenek
(40)
21
moyang. Hal ini adalah inti utama dari makna pertunjukan kuda lumping, ditemukan pada acara perkawinan, sunatan, panen dan Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Namun kini pertunjukan kuda lumping sudah menjadi seni pertunjukan tradisional yang lebih mengutamakan seni hiburan saja, Seiring berkembangnya zaman mengakibatkan pola pikir masyarakat menjadi lebih modern, upacara seperti pengusiran roh halus juga sudah jarang dilakukan masyarakat sehingga kuda lumping pun juga jarang dipertunjukan dilakangan masyarakat,
c. Perkembangan Teknologi Informasi
Teknologi dan informasi yang dapat diterima dengan cepat melalui berbagai media cetak dan elektronik, hampir dapat menyeragamkan selera pasar khususnya dalam hal seni hiburan seperti musik. Secara tidak langsung berdampak pada suguhan hiburan pada acara selamatan di Desa Pajarisuk, lebih cenderung mengundang organ tunggal atau band. Hal ini tentu menggeser hiburan seni tradisional seperti kuda lumping.
d. Kurangnya Minat Generasi Muda Untuk Melestarikan Kesenian Tradisional Kuda Lumping
Sekarang ini para pemuda di Desa Pajarisuk cenderung menggemari hiburan yang lebih modern seperti band, bahkan diantara mereka banyak yang membentuk kelompok-kelompok band sehingga kesenian kuda lumping tidak ada generasi penerusnya.
(41)
22
3. Faktor eksternal Modernisasi
Moderisasi adalah perubahan dari tradisional ke modern. Kesenian kuda lumping juga merupakan salah satu kesenian yang mendapat pengaruh dari modernisasi. Akibat adanya modernisasi, kini kesenian kuda lumping telah kehilangan bentuk-bentuk ketradisionalannya. Berkembangnya teknologi yang semakin modern menyebabkan masyarakat cenderung memilih hiburan yang lebih modern dan meninggalkan kesenian tradisional seperti kuda lumping.
D. Kerangka Pemikiran
Kesenian kuda lumping merupakan salah satu kesenian tradisional jawa yang semakin tergerus oleh zaman. Kesenian kuda lumping dahulu rutin dipertunjukkan setiap tahun pada dipertunjukan pada upacara- upacara kini tak lebih hanya sekedar tontonan dan peninggalan budaya yang keberadaannya makin tergerus oleh masuknya budaya-budaya asing.
Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khazanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Disaat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam yang lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional.
(42)
23
Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka.
Saat ini kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk juga sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakatnya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor kebutuhan, lingkungan sosial, agama dan modernisasi kesenian kuda lumping dan faktor eksternal yang meliputi globalisasi. Oleh sebab itu untuk lebih memahami permasalahan yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk dalam penelitian ini akan di bahas tentang faktor-faktor tersebut dengan fokus utamanya adalah faktor internal yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
(43)
24
1.
Kuda lumping selalu rutin dipertunjukan pada
upacara adat pembersih desa pajarisuk
2.
Selalau menjadi pilihan masyarakat untuk acara
selametan seperti pernikahan dan khitanan
Tradisi kesenian kuda lumpingInternal masyarakat:
1. Perkembangan ilmu teknologi informasi 2. Perubahan makna kuda lumping]
3. Kurangnya minat generasi penerus 4. Perkembangan ilmu pengetahuan Faktor internal individu kelompok
kesenia kuda lumping: 1. Faktor kebutuhan 2. agama
Fakror-faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping
Memudarnya kesenian kuda lumping Memudarnya kesenian kuda lumping
1. Kesenian kuda lumping menjadi jarang di pertunjukan karena upacara adat pembersih desa sudah jarang
dilakukan
2.
Masyarakat memilih hiburan yang lebih modern
(44)
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Bodgan mengemukakan bahwa;
“ penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini Taylor dalam menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan dilapangan. Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk mengkaji atau membuktikan kebenaran suatu teori tetapi teori yang sudah ada di kembangkan dengan menggunakan data yang dikumpulkan” (Moleong, 2002).
Pendekatan penelitian kualitatif dirasakan lebih cocok dan relevan dengan topik atau pembahasan yang akan diteliti karena menggali dan memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
Bagi penelitian kualitatif, satu-satunya realita adalah situasi yang diciptakan oleh individu- individu yang terlibat dalam penelitian. Peneliti memaparkan realita di lapangan secara jujur dan mengandalkan pada suara dan penafsiran informan.
Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh beberapa ahli bahwa metode penelitian kualitatif ini sangat bergantung pada pengamatan mendalam
(45)
26
terhadap perilaku manusia dan lingkungannya. Orientasi kualitatif ini berupaya untuk mengungkapkan faktor- faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
B. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan pedoman untuk mengambil data apa saja yang relevan dengan permasalahan penelitian. Fokus harus konsisten dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang ditetapkan terlebih dahulu. Fokus penelitian ini juga berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang telah ditetapkan (Moleong, 2007).
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti memfokuskan penelitian ini pada faktor internal individu anggota kelompok kesenian kuda lumping dan factor internal masyarakat setempat yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping kuda lumping.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pajarisuk, Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu. Lokasi ini dipilih karena kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk sudah mulai memudar.
(46)
27
D. Informan Penelitian
Informan adalah seseorang yang mengetahui informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian (Moleong, 2007).
Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dan snowball dimana informan dijadikan sumber informasi yang mengetahui tentang masalah penelitian yang sedang diteliti oleh peneliti, dengan pertimbangan bahwa merekalah yang paling mengetahui informasi yang akan diteliti, informan dalam penelitian ini adalah pemilik paguyuban kesenian kuda lumping “Langen Setyo”, para pemain kuda lumping dan tokoh masyarakat Desa Pajarisuk.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dipergunakan dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban pertanyaan itu (Moleong, 2007).
Wawancara juga dimaksudkan untuk memverifikasi khususnya pengumpulan data. Wawancara yang akan dilakukan secara terstruktur bertujuan mencari data yang mudah dikualifikasikan, digolongkan,
(47)
28
diklasifikasikan dan tidak terlalu beragam, dimana sebelumnya peneliti menyiapkan data pertanyaan.
Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara mendalam kepada pemilik paguyuban kesenian kuda lumping “Langen Setyo”, pemain kuda lumping dan tokoh masyarakat Desa Pajarisuk.
2.Observasi
Observasi atau pengamatan adalah peneliti mengumpulkan data penelitian dengan mengamati segala sesuatu atau kejadian-kejadian yang berkaitan dengan fenomena yang sedang diteliti. Observasi dilakukan dengan mengamati faktor internal dan faktor eksternal yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda lumping.
3.Studi Pustaka
Studi pustaka adalah peneliti mencari data dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku literatur atau karya tulis yang bersifat ilmiah yang memiliki hubungan dengan penelitian yang dilakukan. Melalui studi pustaka ini diharapkan mendapat dukungan teori dalam pembahasan masalah, yaitu dengan mengutip pernyataan atau pendapat para ahli, Hal ini diharapkan akan memperjelas dan memperkuat pembahasan yang akan diuraikan.
4. Dokumentasi
Dokumentasi berasal dari catatan peristiwa yang telah berlalu. Dokumen dapat berupa tulisan, gambar, foto, dan sebagainya. Dokumen sudah lama
(48)
29
digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji,menafsirkan, bahkan meramalkan (Moleong, 2007).
Dokumentasi sendiri merupakan salah satu pengumpul data dimana sumber dokumentasi ini diperoleh dari beberapa data atau dokumen, laporan, buku, surat kabar, dan juga beberapa bacaan lainnya yang mendukung penelitiaan ini.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan urutan dasar (Patton dalam Moleong, 2007).
Dalam penelitian kulaitatif analisis data dilakukan sepanjang penelitian tersebut berlangsung. Hal ini dilakukan melalui deskripsi data penelitian, penelaahan tema-tema yang ada, serta penonjolan-penonjolan pada tema tertentu (Creswell, 1998).
Teknik analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan semuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif, yang menjelaskan, menggambarkan dan menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban terhadap
(49)
30
permasalahan yang diteliti. Analisis data menurut Miles dan Huberman (1992) meliputi 3 komponen analisa yaitu:
1. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan informasi data kasar yang muncul dari data tertulis di lapangan, selain itu reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan dan diverifikasi, cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi yang panjang melalui ringkasan singkat dan menggolongkan kedalam suatu pola yang lebih luas.
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemumgkinan adanya penarikan kesimpulan dan menganalisis. Penyajian data lebih baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisi kualitatif yang valid.
3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi Data)
Mencari arti benda-benda, mencatat keterangan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi dan alur sebab akibat dan proposisi, kesimpulan – kesimpulan senantiasa diuji kebenarannya, kekompakannya dan
(50)
31
kecocokannya yang merupakan validitasnya sehingga dapat memperoleh kesimpulan yang jelas kebenarannya.
(51)
32
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Identitas Desa Pajarisuk Desa : Pajarisuk Kecamatan : Pringsewu Kabupaten :Pringsewu Provinsi : Lampung
B. Kondisi Geografis
1. Batas Wilayah Desa Pajarisuk
Desa Pajarisuk merupakan bagian wilayah Kecamatan Pringsewu, Kabupaten Pringsewu. Secara administratif Desa Pajarisuk memiliki batas-batas sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Pekon Bumi Arum dan Pekon Rejosari. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Pekon Fajar Agung.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Pekon Bumi Ayu dan Pekon Gumuk Rejo . d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Pringsewu Barat dan Kelurahan
Pringsewu Selatan.
(Sumber : Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu tahun 2013).
(52)
33
2. Luas dan Orbitrasi Desa Pajarisuk
Secara keseluruhan luas wilayah Desa Pajarisuk adalah 423,90 Hektare yang mencakup wilayah sebagai berikut
a. Dusun Pajarisuk 1 : 79,5 Ha b. Dusun Pajarisuk II : 118,6 Ha c. Dusun Pajarisuk III :132,5Ha d. Dusun Padang Bulan :93,3 Ha
Sedangkan orbitrasi atau jarak tempuh desa adalah
Jarak dari Desa Pajarisuk ke Kecamatan Pringsewu : 2km Jarak dari Desa Pajarisuk ke Kabupaten Pringsewu : 2km Jarak dari Desa Pajarisuk ke Ibukota Provinsi : 30 km 3. Iklim dan Keadaan Tanah
Curah hujan rata-rata mencapai 0,3mm, suhu rata-rata 20 C dan ketinggian tanah diatas permukaan laut rata-rata 500meter dari permukaan laut. Sementara jenis tanah yang ada di Desa Pajarisuk sebagian besar adalah tanah lempungan sehingga cocok untuk aktivitas pertanian dan persawahan dan sedikit tanah pasir.
C. Kondisi Demografi
Secara keseluruhan jumlah penduduk Desa Pajarisuk adalah 1.272 orang yang terdiri dari 784 kepala keluarga. Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi demografi Desa Pajarisuk berikut diuraikan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan suku.
(53)
34
1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Untuk mengetahui gambaran penduduk Desa Pajarisuk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :
Table 1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase
1 Laki-laki 569 44,73%
2 Perempuan 703 55,27%
Jumlah 1272 100%
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu tahun 2013).
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Pajarisuk adalah 1272 orang yang terdiri atas laki-laki berjumlah 569 atau 44,73% dan perempuan berjumlah 703 atau 55,27%. Dengan demikian diketahui bahwa penduduk berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada penduduk berjenis kelamin laki-laki.
(54)
35
2. Distribusi Penduduk Berdasakan Umur
Untuk mengetahui gambaran penduduk Desa Pajarisuk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Komposisi Penduduk Desa Pajaresuk Berdasarkan Umur
No Umur Jumlah Persentase
1 0-6 tahun 216 16,98%
2 7-12 tahun 167 13,13%
3 13-18 tahun 205 16,15%
4 19-24 tahun 160 12,58%
5 25-55 tahun 280 22,01%
6 56 tahun keatas 244 19,18%
Jumlah 1272 100%
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2013)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa golongan umur mayoritas pada penduduk Desa Pajarisuk berada pada kelompok umur 25-55 tahun yang berjumlah 280 orang atau 22.01% dan golongan umur minoritas berada pada kelompok umur 19-24 tahun yang berjumlah 160 orang dari keseluruhan penduduk yang ada.
(55)
36
3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Etnis
Untuk mengetahui gambaran penduduk Desa Pajarisuk berdasarkan suku atau etnis kedaerahan penduduknya dapat dilihat pada tabel berikut;
Tabel 3. Komposisi Penduduk Desa Pajarisuk Berdasarkan Suku
No Suku Jumlah Persentase
1 Jawa 1040 81,76%
2 Lampung 129 10,14%
3 Sunda 75 5,90%
4 Minang 2 0,16%
5 Semendo/ogan 20 1,57%
6 Banjar 3 0,24%
7 Bugis 3 0,24%
Jumlah 1272 100%
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2013)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Pajarisuk beretnis Jawa ini merupakan penduduk asli Desa Pajarisuk yang berjumlah 1040 orang atau 81,76% dari keseluruhan jumlah penduduk. Suku atau etnis lain yang mendiami Desa Pajarisuk adalah penduduk pendatang yang terdiri atas suku Lampung, Sunda, Minang, Semendo/ogan, Banjar dan Bugis.
(56)
37
4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Untuk mengetahui gambaran penduduk Desa Pajarisuk berdasarkan tingkat pendidikannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. Komposisi Penduduk Desa Pajarisuk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Pendidikan Jumlah Persentase
1 TK 145 11,40%
2 SD 240 18,87%
3 SLTP/ Sederajat 280 22,01%
4 SLTA/Sederajat 230 18,08%
5 Diploma 120 9,43%
6 S1 101 7,94%
7 S2 40 3,14%
8 Tidak Sekolah 116 9,12%
Jumlah 1.272 100%
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2013)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk Desa Pajarisuk adalah tamatan SLTP/sederajat yang berjumlah 280 orang atau 22,01% dari jumlah keseluruhan penduduk yang ada, namun pada Desa Pajaresuk juga masih terdapat Penduduk yang tidak mengenyam pendidikan berjumlah 116 orang atau 9,12%.
(57)
38
5. Distribusi Penduduk Berdasarkan mata Pencaharian
Untuk mengetahui gambaran penduduk Desa Pajarisuk berdasakan mata pencaharian dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 5. Komposisi Penduduk Desa Pajarisuk Berdasarkan Mata Pencaharian
No Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1 Petani 690 54, 25%
2 PNS 178 16,04%
3 Wiraswasta 404 29,72%
Jumlah 1.272 100%
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2013)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Pajarisuk dominan bermata pencaharian sebagai petani, dengan jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani mencapai 690 orang atau 52.22%. Penduduk yang berada di Desa Pajarisuk ini juga bekerja sebagai PNS dan wiraswata.
(58)
39
6. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
Keadaan Penduduk Desa Pajarisuk berdasarkan agama yang dianut, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 6. Komposisi Penduduk Desa Pajaresuk Berdasarkan agama yang dianut
No Agama Jumlah
1 Islam 1266
2 Kristen 6
3 Katholik 0
4 Budha 0
5 Hindu 0
Jumlah 1272
(Sumber: Profil Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu Tahun 2013)
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk Desa Pajarisuk mayoritas memeluk Agama Islam dengan jumlah pemeluk Agama Islam 1.266 orang dan 6 orang memeluk Agama Kristen.
7. Pemerintahan
Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu sebagai lembaga teknis daerah merupakan unsur penunjang Pemerintah Dearah yang bertugas menyelenggarakan menejemen pemerintahan yang akuntabel meliputi Plan,Do and Check yaitu perencanaan, pelaksanaan dan kontrol sesuai dengan Laporan Kinerja Pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan di Kecamatan Pringsewu Kabupaten Pringsewu. Dalam melaksanakan kegiatannya Desa Pajarisuk Kecamatan Pringsewu didukung 30
(59)
40
(tiga puluh) aparatur yang terdiri dari 8 (delapan) orang perangkat kelurahan dan 23 (dua puluh tiga) orang terdiri dari 19 (Sembilan belas) Ketua RT dan 4 (empat) Bayan atau Kepala Lingkungan.
(60)
72
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan informasi yang telah diungkapkan dalam pembahasan, maka peneliti merumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kesenian kuda lumping merupakan kesenian tradisional dari Jawa yang sudah ada sejak tahun 1966. Dahulu kesenian ini selalu dipertunjukkan dalam upacara pembersih desa disetiap tahunnya dan selalu dijadikan pilihan masyarakat untuk hiburan dalam acara pernikahan atau khitanan.
2. Seiring dengan berkembangan zaman, kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk semakin memudar, upacara pembersih desa sudah jarang dilakukan oleh masyarakat karena pola pikir masyarakat yang lebih rasional dan tidak percaya lagi terhadap adanya roh halus yang dapat menghadirkan malapetaka di desa mereka, sehingga kuda lumpingpun jarang dipertunjukan. 3. Faktor agama adalah salah satu faktor yang melatarbelakangi memudarnya kesenian kuda
lumping di Desa Pajarisuk. Hal ini dikarenakan unsur- unsur yang terdapat dalam kesenian kuda lumping di anggap musrik. Namun masih ada anggota kesenian kuda lumping yang tetap menjadi anggota kesenian kuda lumping walaupun mereka tau hal itu dilarang oleh agama, khusunya Agama Islam.
(61)
73
4. Kebutuhan ekonomi para pemain kuda lumping yang semakin meningkat menyebabkan para pemain lebih memilih pekerjaan lain dan meninggalkan kesenian kuda lumping karena kesenian kuda lumping tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun masih ada anggota kesenian kuda lumping yang tetap bertahan menjadi anggota kuda lumping walaupun tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka, hal itu dikarenakan mereka ingin tetap melestarikan kesenian muda lumping dan ada juga yang mengatakan kesenian kuda lumping dapat menambah pendapatan mereka.
5. Masyarakat Desa Pajarisuk saat ini telah berubah pemaknaannya terhadap kesenian kuda lumping, jika dulu masyarakat menganggap kesenian kuda lumping adalah kesenian yang sakral, mengandung makna religi dan dipercaya dengan mengadakan pertunjukan kesenian kuda lumping dapat terhindar dari gangguan makhluk halus, namun sekarang mereka menganggap kesenian kuda lumping hanya sebagai hiburan saja. Perubahan pemaknaan tersebut menyebabkan memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada masyarakat Desa Pajarisuk justru malah meneggelamkan kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat yang lebih rasional.
7. Perkembangan teknologi informasi yang ada di Desa Pajarisuk memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap kesenian kuda lumping. Dampak positifnya adalah dengan adanya teknologi informasi yang semakin maju dapat mempermudah para pemilik paguyuban kesenian kuda lumping untuk mempromosikan kesenian kuda lumping miliknya melalui berbagai media massa seperti radio, akun jejaring sosial dan lain-lain. Dampak negatifnya adalah perkembangan teknologi informasi juga telah menghadirkan banyak pilihan hiburan
(62)
74
modern yang lebih menarik sehingga masyarakat Desa Pajarisuk lebih memilih hiburan modern seperti band dan organ tunggal.
8. Pemuda Desa Pajarisuk saat ini lebih memilih menjadi anggota kelompok band dari pada menjadi anggota kesenian kuda lumping karena mereka menganggap kesenian kuda lumping itu kuno dan mereka cenderung malu jika menjadi anggota kesenian kuda lumping sehingga kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk saat ini kekurangan generasi penerusnya.
9. Di tengah memudarnya kesenian kuda Lumping di Desa Pajarisuk ternyata masih ada paguyuban kesenian kuda lumping yang masih bertahan dan masih aktif sampai saat ini. Hal itu dikarenakan adanya tekat kuat para pekerja seni dan pemilik paguyuban untuk tetap melestarikan kesenian kuda lumping.
B. Saran
1. Bagi masyarakat Desa pajarisuk hendaknya harus lebih menghargai budayanya sendiri dan tetap melestarikan kesenian kuda lumping agar tetap menjadi budaya yang dapat menjadi hiburan para generasi seterusnya.
2. Bagi kelompok kesenian kuda lumping hendaknya harus memberikan sosialisasi tentang unik dan menariknya kesenian kuda lumping kepada para pemuda di Desa Pajarisuk agar lebih tertarik untuk menjadi anggota kesenian kuda lumping.
3. Bagi pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu hendaknya lebih memperhatikan keenian kuda lumping dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan paguyuban kesenian kuda lumping.
4. Bagi paguyuban keenian kuda lumping hendaknya menghilangkan unsur-unsur yang dianggap musrik.
(63)
75
5. Untuk mengatasi minimnya biaya oprasional paguyuban hendaknya pemilik paguyuban meminta sumbangan kepada masyarakat yang peduli terhadap keenian kuda lumping.
6. Para pekerja maupun Pembina harus tetap berupaya mempertahankan kesenian kuda lumping dengan cara membina para anggota dan mengembangkan pertunjukan dalam perekrutan anggota dan memperkenalkannya ke tengah masyarakat.
7. Bagi pemilik kesenian kuda lumping hendaknya memodifikasi kesenian kuda lumping dengan iringan musik kreasi baru dan menambah variasi tarian agar terlihat tidak monoton.
8. Bagi dinas pariwisata kabupaten Pringsewu hendaknya mempromosikan kesenian ini agar lebih dikenal masyarakat luas.
(64)
DAFTAR PUSTAKA
Budiono Herusatoto.1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hinindita.Yogyakarta Creswell, J. W. 1998 Qualitative inquiry and research design : choosingamong
five tradition. London. Sage Publication.
Dailamy Hasan. 1997. Ensi Musik dan Tari Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Geertz Hilder. 1982. Panji, The Culture Hero : A Structural Study of Religion In Java. The Haque:Martinus Nijhoff
Milles, M.B dan A.M Humberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Jakarta.
Moertjipto.1991.Bentuk-bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional. Proyek inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya. Yogyakarta.
Moleong, Lexy.J. 2002.Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Moleong, Lexy.J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Roland Robertson,ed.1993. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis.PT Grafindo Persada. Jakarta.
Subrata.1992. Dampak Globalisasi Informasi nterhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat di Daerah Yogyakarta:Departeman Pendidikan Kebudayaan Derektorat Jendral Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.]
(65)
Internet :
Anneheira.2012.Kuda Lumping.(www.anneheira.com)/kuda- lumping.html. diakses pada
hari selasa 8 oktober 2013.
Dwi. 2011. Alat musik tradisional.memalui
(http://www.dwijo.com/2011/03/pengertian-kendang.html). Diakses pada 7 januari 2014.
Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”.Dalam
http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, Dikases pada 3 februari 2014.
Indra Yunita Setyorini.2013.Kesenian Kuda Lumping Di Tinjau Dari Perspektif Norma-norma Masyarakat diakses pada hari. Senin 7 oktober 2013.
Kurnia Wiraswati.2013.Tari Pada Kesenian Terebang Grup Pusaka Waragi di Desa Rancakalong Kabupaten Sumedang.melalui respository.upi.edu. diakses pada hari senin 7 0ktober 2014.
http://www.academia.edu/4035106/Asal_Usul_Gong ). Diakses pada 7 januari 2014.
http://repindonesiaraya.blogspot.com/2011/04/alat-musik- tradisional.htmlhttp://www.scribd.com/doc/5141678/Globalisasi-Budayahttp://kamus.sabda.org/kamus/memudar. Diakses pada 7 januari 2014.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1979420-dampak-globalisasi. Diakses pada 7 januari 2014.
Megantara/ Universitas Negeri Yogyakarta.2012.Bentuk Penyajian Musik Iringan Pada Kesenian Jathilan Di Kabupaten Temanggung. Diakses pada hari senin 7 oktober 2013.
(66)
Meika Puji Lestari.2012.Makna Simbolis dan Makna Estetis Kesenian Kuda Lumping.Lib.unnes.ac.id. diakses pada hari senin 7 oktober 2013.
mitha. 2012. Westwernisasi . melalui
http://mithaandhiyana2.wordpress.com/2012/01/25/westernisasi. Diakses pada 7 januari 2014
Muhardi Anto.2012.Pengertian Seni Rupa
Tradisional.http://muhardianto017.blogspot.com/2012/02/pengertian-seni-rupa-tradisional.html.diakses pada hari kkmis 23 januari 2014).
Nurcholis.2012.Pengertian Kuda Lumping.nurcholis
kura-kura.blogspot.com/2012/02/pengertian-kuda-lumping.html. senin 7 oktober 2013.
Novita.2013.Kesenian Kuda Lumping Bertabur Mistik. Arsip budaya
nusantara.blogspot.com.2013/08/kesenian-kuda-lumping-bertabur-mistik. Diakses pada hari Senin 7 oktober 2013.
Yetno. 2013. Eksistensi Seni Pertunjukan Tradisional Kuda Lumping.digilib.unimed.ac.id. rabu 10 oktober 2013.
Wardayadi. 2012. Kebutuhan
manusia.melaluihttp://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/kebutuhan-manusia/
(1)
73
4. Kebutuhan ekonomi para pemain kuda lumping yang semakin meningkat menyebabkan para pemain lebih memilih pekerjaan lain dan meninggalkan kesenian kuda lumping karena kesenian kuda lumping tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Namun masih ada anggota kesenian kuda lumping yang tetap bertahan menjadi anggota kuda lumping walaupun tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka, hal itu dikarenakan mereka ingin tetap melestarikan kesenian muda lumping dan ada juga yang mengatakan kesenian kuda lumping dapat menambah pendapatan mereka.
5. Masyarakat Desa Pajarisuk saat ini telah berubah pemaknaannya terhadap kesenian kuda lumping, jika dulu masyarakat menganggap kesenian kuda lumping adalah kesenian yang sakral, mengandung makna religi dan dipercaya dengan mengadakan pertunjukan kesenian kuda lumping dapat terhindar dari gangguan makhluk halus, namun sekarang mereka menganggap kesenian kuda lumping hanya sebagai hiburan saja. Perubahan pemaknaan tersebut menyebabkan memudarnya kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi pada masyarakat Desa Pajarisuk justru malah meneggelamkan kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk. Hal ini dikarenakan pola pikir masyarakat yang lebih rasional.
7. Perkembangan teknologi informasi yang ada di Desa Pajarisuk memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap kesenian kuda lumping. Dampak positifnya adalah dengan adanya teknologi informasi yang semakin maju dapat mempermudah para pemilik paguyuban kesenian kuda lumping untuk mempromosikan kesenian kuda lumping miliknya melalui berbagai media massa seperti radio, akun jejaring sosial dan lain-lain. Dampak negatifnya adalah perkembangan teknologi informasi juga telah menghadirkan banyak pilihan hiburan
(2)
74
modern yang lebih menarik sehingga masyarakat Desa Pajarisuk lebih memilih hiburan modern seperti band dan organ tunggal.
8. Pemuda Desa Pajarisuk saat ini lebih memilih menjadi anggota kelompok band dari pada menjadi anggota kesenian kuda lumping karena mereka menganggap kesenian kuda lumping itu kuno dan mereka cenderung malu jika menjadi anggota kesenian kuda lumping sehingga kesenian kuda lumping di Desa Pajarisuk saat ini kekurangan generasi penerusnya.
9. Di tengah memudarnya kesenian kuda Lumping di Desa Pajarisuk ternyata masih ada paguyuban kesenian kuda lumping yang masih bertahan dan masih aktif sampai saat ini. Hal itu dikarenakan adanya tekat kuat para pekerja seni dan pemilik paguyuban untuk tetap melestarikan kesenian kuda lumping.
B. Saran
1. Bagi masyarakat Desa pajarisuk hendaknya harus lebih menghargai budayanya sendiri dan tetap melestarikan kesenian kuda lumping agar tetap menjadi budaya yang dapat menjadi hiburan para generasi seterusnya.
2. Bagi kelompok kesenian kuda lumping hendaknya harus memberikan sosialisasi tentang unik dan menariknya kesenian kuda lumping kepada para pemuda di Desa Pajarisuk agar lebih tertarik untuk menjadi anggota kesenian kuda lumping.
3. Bagi pemerintah Daerah Kabupaten Pringsewu hendaknya lebih memperhatikan keenian kuda lumping dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dibutuhkan paguyuban kesenian kuda lumping.
4. Bagi paguyuban keenian kuda lumping hendaknya menghilangkan unsur-unsur yang dianggap musrik.
(3)
75
5. Untuk mengatasi minimnya biaya oprasional paguyuban hendaknya pemilik paguyuban meminta sumbangan kepada masyarakat yang peduli terhadap keenian kuda lumping.
6. Para pekerja maupun Pembina harus tetap berupaya mempertahankan kesenian kuda lumping dengan cara membina para anggota dan mengembangkan pertunjukan dalam perekrutan anggota dan memperkenalkannya ke tengah masyarakat.
7. Bagi pemilik kesenian kuda lumping hendaknya memodifikasi kesenian kuda lumping dengan iringan musik kreasi baru dan menambah variasi tarian agar terlihat tidak monoton.
8. Bagi dinas pariwisata kabupaten Pringsewu hendaknya mempromosikan kesenian ini agar lebih dikenal masyarakat luas.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Budiono Herusatoto.1984. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Hinindita.Yogyakarta Creswell, J. W. 1998 Qualitative inquiry and research design : choosingamong
five tradition. London. Sage Publication.
Dailamy Hasan. 1997. Ensi Musik dan Tari Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Geertz Hilder. 1982. Panji, The Culture Hero : A Structural Study of Religion In Java. The Haque:Martinus Nijhoff
Milles, M.B dan A.M Humberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Jakarta.
Moertjipto.1991.Bentuk-bentuk Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional. Proyek inventarisasi dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya. Yogyakarta.
Moleong, Lexy.J. 2002.Metodelogi penelitian kualitatif. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Moleong, Lexy.J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.
Roland Robertson,ed.1993. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis.PT Grafindo Persada. Jakarta.
Subrata.1992. Dampak Globalisasi Informasi nterhadap Perubahan Sosial Budaya Masyarakat di Daerah Yogyakarta:Departeman Pendidikan Kebudayaan Derektorat Jendral Kebudayaan Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.]
(5)
Internet :
Anneheira.2012.Kuda Lumping.(www.anneheira.com)/kuda- lumping.html. diakses pada
hari selasa 8 oktober 2013.
Dwi. 2011. Alat musik tradisional.memalui
(http://www.dwijo.com/2011/03/pengertian-kendang.html). Diakses pada 7 januari 2014.
Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”.Dalam
http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, Dikases pada 3 februari 2014.
Indra Yunita Setyorini.2013.Kesenian Kuda Lumping Di Tinjau Dari Perspektif Norma-norma Masyarakat diakses pada hari. Senin 7 oktober 2013.
Kurnia Wiraswati.2013.Tari Pada Kesenian Terebang Grup Pusaka Waragi di Desa Rancakalong Kabupaten Sumedang.melalui respository.upi.edu. diakses pada hari senin 7 0ktober 2014.
http://www.academia.edu/4035106/Asal_Usul_Gong ). Diakses pada 7 januari 2014.
http://repindonesiaraya.blogspot.com/2011/04/alat-musik- tradisional.htmlhttp://www.scribd.com/doc/5141678/Globalisasi-Budayahttp://kamus.sabda.org/kamus/memudar. Diakses pada 7 januari 2014.
http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/1979420-dampak-globalisasi. Diakses pada 7 januari 2014.
Megantara/ Universitas Negeri Yogyakarta.2012.Bentuk Penyajian Musik Iringan Pada Kesenian Jathilan Di Kabupaten Temanggung. Diakses pada hari senin 7 oktober 2013.
(6)
Meika Puji Lestari.2012.Makna Simbolis dan Makna Estetis Kesenian Kuda Lumping.Lib.unnes.ac.id. diakses pada hari senin 7 oktober 2013.
mitha. 2012. Westwernisasi . melalui
http://mithaandhiyana2.wordpress.com/2012/01/25/westernisasi. Diakses pada 7 januari 2014
Muhardi Anto.2012.Pengertian Seni Rupa
Tradisional.http://muhardianto017.blogspot.com/2012/02/pengertian-seni-rupa-tradisional.html.diakses pada hari kkmis 23 januari 2014).
Nurcholis.2012.Pengertian Kuda Lumping.nurcholis
kura-kura.blogspot.com/2012/02/pengertian-kuda-lumping.html. senin 7 oktober 2013.
Novita.2013.Kesenian Kuda Lumping Bertabur Mistik. Arsip budaya
nusantara.blogspot.com.2013/08/kesenian-kuda-lumping-bertabur-mistik. Diakses pada hari Senin 7 oktober 2013.
Yetno. 2013. Eksistensi Seni Pertunjukan Tradisional Kuda Lumping.digilib.unimed.ac.id. rabu 10 oktober 2013.
Wardayadi. 2012. Kebutuhan
manusia.melaluihttp://wardayadi.wordpress.com/materi-ajar/kelas-x/kebutuhan-manusia/