Makna Simbolik Pada Sesajen Kesesnian Tradisional Kuda Lumping di Kabupaten Sumedang (Studi Deskriptif Tentang Makna Simbolik Pada Sesajen Kesenian TradisionalKuda Lumping di Kabupaten Sumedang)

(1)

MAKNA SIMBOLIK PADA SESAJEN KESENIAN TRADISIONAL

KUDA LUMPING DI KABUPATEN SUMEDANG

(Studi Deskriptif Makna Simbol Pada Sesajen Kesenian Tradisional Kuda Lumping Di Kabupaten Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sarjana Pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh,

MOKHAMAD HAFID KARAMI NIM. 41807137

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

SURAT PERNYATAAN... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN………. iii

ABSTRAK……….. iv

ABSTRACT……… v

KATA PENGANTAR ……….. vi

DAFTAR ISI ………. ix

DAFTAR GAMBAR……….. xiv

DAFTAR TABEL……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah………..……. 1

1.2 Rumusan Masalah………...…. 10

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian………..… 11

1.3.1 Maksud Penelitian………..…. 11

1.3.2 Tujuan Penelitian ……….….. 11

1.4 Kegunaan Penelitian……….. 11

1.4.1 Kegunaan Teoritis……….. 11


(5)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu……….…… 13

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi……….. 14

2.2.1 Pengertian Komunikasi……….. 1 4 2.2.2 Fungsi Komunikasi………..…………. 1 6 2.2.3 Tujuan Komunikasi………..……. 17

2.2.4 Komponen Komunikasi……….. 18

2.2.5 Proses Komunikasi………. 20

2.2.6 Konteks Komunikasi……….………. 21

2.2.7 Hambatan Komunikasi……… 22

2.3 Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik………...………… 27

2.3.1 Sejara Teori Interaksi Simbolik……….. 27

2.3.2 Konsep Interaksi Simbolik………. 31

2.4 Kerangka Pemikiran………. 32

2.4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis……….. 32

2.4.2 Kerangka Pemikiran Konseptual………..…….. 3 5

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian………...………. 38

3.1.1 Sesajen Kuda Lumping………... 38

3.1.1.1 Jenis Sesajen Berdasarkan Fungsinya………... 43

3.2 Metode Penelitian………. 44

3.2.1 Desain Penelitian ………... 44


(6)

xi

3.2.2.1 Studi Pustaka……….….. 45

3.2.2.2 Studi Lapangan……….... 46

3.2.3 Teknik Penentuan Informan……….. 48

3.2.4 Teknik Analisa Data……….. 50

3.2.5 Uji Validitas………. 52

3.2.5.1 Perpanjangan Pengamatan……….. 52

3.2.5.2 Meningkatkan Ketekunan………... 53

3.2.5.3 Triangulasi……….. 54

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 55

3.3.1 Lokasi Penelitian………... 55

3.3.2 Waktu Penelitia………. 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Identitas Informan……….. 57

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian……….. 63

4.2.1 Bentuk Pesan Dalam Sesajen………..……….. 63

4.2.2 Sarana Negosiasi Dalam Sesajen……….. 72

4.2.3 Interpretasi Pada Sesajen……….. 77

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ………. 81

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ……… 89


(7)

xii

DAFTAR PUSTAKA………. 93

DAFTAR LAMPIRAN……….. 95

DATA INFORMAN……….. 98

PEDOMAN OBSERVASI……… 103

PEDOMAN WAWANCARA……… 104


(8)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pembakaran Menyan Sesajen……… 8

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian………..……….. 36

Gambar 3.1 Pertunjukan Kuda Lumping...……… 39

Gambar 3.2 Kerasukan Dalam Pertunjukan……….. 40

Gambar 3.1 Kuda Lumping Sedang Memakan Sesajen………. 41

Gambar 4.1. Nalim………. 57

Gambar 4.2 Tjatja Saputra………. 59

Gambar 4.3 Dedi Rosadi……… 60

Gambar 4.4 Deni Septiadi……….. 62

Gambar 4.5 Telor Ayam Kampung……… 64

Gambar 4.6 Sirih (Leupit)……….. 65

Gambar 4.7 Kopi Pahit……….. 66

Gambar 4.8 Kembang Tujuh Rupa……… 67

Gambar 4.9 Kemenyan……….. 68

Gambar 4.10 Sisir Kaca………. 69

Gambar 4.11 Minyak Duyung………... 70

Gambar 4.12 Cerutu……….. 71

Gambar 4.13 Kelapa Muda……… 72

Gambar 4.1 Prosesi Pembukaan Kuda Lumping………... 55

Gambar 4.2 Penonton yang menjadi Kuda Lumping Memakan Sesajen……….. 56

Gambar 4.3 TelurAyam Kampung……… 82


(9)

xiv

Gambar 4.5 Kopi Pahit……….. 84

Gambar 4.6 Kembang Tujuh Rupa……… 85

Gambar 4.7 Kemenyan………... 86

Gambar 4.8 Sisir Cermin……….... 87

Gambar 4.9 Minyak Duyung ……… 88

Gambar 4.10 Cerutu………... 89


(10)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Informan………. 49 Tabel 3.1Tabel Jadwal Penelitian………. 56


(11)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing……… 96

Lampiran 2 Berita Acara Bimbingan……… 97

Lampiran 3 Lembar Revisi Skripsi……….. 98

Lampiran 4 Data Informan 1……… 99

Lampiran 5 Data Informan 2……… 100

Lampiran 6 Data Informan 3……….... 101

Lampiran 7 Data Informan 4……… 102

Lampiran 8 Pedoman Observasi………... 103

Lampiran 9 Pedoman Wawancara……… 104


(12)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan Rahmat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan kegiatan penelitian ini hingga tahapan Seminar Usulan Penelitian.

Dalam melaksanakan penelitian serta penulisan skripsi ini tidak sedikit penulis menghadapai kesulitan serta hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Tuhan YME, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi hingga tahap ini.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan pihak keluarga, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Orang tua tercinta yang telah menyemangati dengan penuh kasih dan sayang dari kecil sampai sekarang, serta semua kakaku yang telah memberikan dukungan moril, materi serta kasih sayangnya.

Tak lupa pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Yang Terhormat Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs.,MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Unikom, yang telah memberikan perijinan untuk melakukan penelitian ke lapangan dan


(13)

vii

pengalaman non akademis yang sangat berharga bagi penulis melaksanakan kegiatan kuliah di Universitas Komputer Indonesia.

2. Yang Terhormat Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi & Public Relations sekaligus Dosen pembimbing skripsi dan dosen Wali yang telah banyak membantu baik saat penulis melakukan aktivitas perkuliahan maupun saat mengurus berbagai perijinan yang cukup membantu kelancaran penulis dalam pengembangan pada skripsi hingga tahap ini, serta banyak memberikan bimbingan,arahan dan masukan ketika beliau mengajar.

3. Yang Terhormat Ibu Melly Maulin S.Sos, M.Si., selaku Sekertaris Program Studi Ilmu Komunikasi & Public Relations atas ilmu dan pengetahuan yang diberikan kepada peneliti selama masa perkuliahan. 4. Staf Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu

pengetahuannya kepada penulis dari awal sampai akhir perkuliahan. 5. Kepada kedua Orangtua yang telah memberikan semangat dalam bentuk

moral dan materil yang tak terhingga.

6. Kepada kakak, adik yang selalu mendo’akan dalam penyusunan penelitian ini.

7. Yang Terhormat bapak Abah Lim, Abeh caca, Bapak Dahim, Deni yang telah bersedia menjadi informan bagi penelitian ini, kendati jarak dan kesibukan terbentang beliau rela untuk meluangkan sedikit waktu bagi peneliti.


(14)

viii

8. Kepada yang terhormat Ibu Astri Ikawati A.Md.Kom. yang telah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi

9. Kepada Ganda Hutapea yang telah banyak memberi dukungan dan bantuan yang tak ternilai kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi. 10.Kepada Risce Novi Susanti yang juga telah banyak memberikan

semangat yang tak tergantikan.

11.Untuk semua teman seperjuangan IK-4 2007, IK Humas, IK Jurnal, Teman-teman Hima IK & PR yang saya cintai.

12.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan serta saran-sarannya kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang tak bisa disebutkan satu per satu . Penulis memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang telah diperbuat, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Bandung, 22 Februari 2013


(15)

93

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, ElvinarodanBambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Efefendi, Onong Uncana, 1999, Human Relations dan Public Relations. Bandung: PT.Remaja RosdaKarya

Efefendi, Onong Uncana, 2003, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Effendy, OnongUchjana. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: CV Mandar Maju.

Fitraza, Vicky. 2008. Teori Interaksi Simbolis (Symbolic Interaction Theory)

Bandung. PT.Rineka Cipta

LittleJohn, Stephen W. 2005. Theories of Human Communication – Fifth Edition. Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), danedisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).

Mulyana, Deddy, 2001, Human Communications, Konteks-konteks komunikasi, PT.Remaja Rosdakarya, Bandung.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya.

Moleong, Lexi. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya


(16)

94

Skripsi

Maike. 2011.Makna Simbolik Tau-tau dalam Sistem Stratifikasi Sosial Pada Pelaksanaan Upacara Rambu Solo Kabupaten Tana Toraja.

Noprianto.2010.Makna Sesajen pada Penganut Agama Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdag,Propinsi Sumatera Utara.

Sumber Internet:

.

1. http://pengantar-sosiologi.blogspot.Com/2009/04/bab-5-interaksi-sosial.html [04/13/2009] Pengantar sosiologi. Melalui

2. http://baguz01.blogspot.com/2012/04 Riyadi. 2007. Teori Interaksi Simbolik. Averroes Community – Membangun Wacana Kritis Rakyat. Melalui http://www.averroes.or.id/research/teori-interaksionisme-simbolik .html [12/12/2007] Suprapto sejarah teori interaksi simbolik

3. http://indiwan.blogspot.com/2007/08/teori-interaksionisme-simbolik.html [08/15/2007] Wibowo, IndiwanSetoWahyu. 2007. Teori Interaksionisme Simbolik. Melalui


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sesajen merupakan warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa, roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan. Seperti : Upacara menjelang panen yang mereka persembahkan kepada Dewi Sri (dewi padi dan kesuburan) yang mungkin masih dipraktekkan di sebagian daerah Jawa, upacara Nglarung (membuang kesialan) ke laut yang masih banyak dilakukan oleh mereka yang tinggal di pesisir pantai selatan pulau Jawa tepatnya di tepian Samudra Indonesia, pada kesenian-kesenian tradisional seperti reog, kuda renggong, kuda lumping dan sebaginya.

Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah dan kelancaran dalam melakukan suatu aktifitas. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan ditempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai nilai magis yang tinggi. Prosesi ini terjadi sudah sangat lama, bisa dikatakan sudah berasal dari nenek moyang kita yang mempercayai adanya pemikiran – pemikiran yang religius. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat guna mencapai sesuatu keinginan atau terkabulnya sesuatu yang bersifat duniawi. Saat ini orang beranggapan bahwa menyajikan sesajen adalah suatu kemusyrikan. Tapi sebenarnya ada suatu simbol atau siloka di dalam sesajen yang harus kita pelajari.


(18)

2

Siloka, adalah penyampaian dalam bentuk pengandaian atau gambaran yang berbeda (aphorisma).

Kearifan lokal yang disimbolkan dalam sesajen perlu dipelajari bukan disalahkan karena itu adalah kearifan budaya lokal yang diturunkan oleh leluhur kita. Banyak orang yang mengartikan sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah sehingga warisan budaya Hindu dan Budha ini dianggap sebagai suatu kemusyrikan. Sebelum menilai demikian, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu arti simbol-simbol atau siloka kearifan lokal ini. Sesajen ini memiliki nilai yang sangat sakral bagi pandangan masyarakat yang masih mempercayainya, tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah. Pemberian sesajen ini biasanya dilakukan ditempat-tempat yang dianggap keramat.

Kesenian di kabupaten sumedang khususnya di Desa Cipacing pada saat ini mengalami perkembangan pesat. Diantara banyaknya kesenian yang ada di kabupaten sumedang ada salah satu kesenian tradisional yang menarik perhatian penulis, sehingga penulis mengangkat judul yang berkaitan dengan kajian ilmu komunikasi yaitu reak yang biasa disebut kuda lumping. Reak atau kuda lumping satu pertunjukan yang banyak mengandung unsure –unsur magis. pertunjukan reak merupakan kombinasi atau gabungan dari alat musik reog, goong, kendang, tarompet, sedangkan lagu yang mengiringinya adalah lagu-lagu sunda. property yang digunakan adalah beberapa kuda yang terbuat dari kulit binatang yaitu kulit


(19)

3

domba,dan bangbarongan. kesenian reak ini sangat erat berkaitan dengan agama islam, karena khitanan adalah salah satu syarat bagi seseorang (laki-laki) yang masuk islam. namun, bukan berarti bahwa reak atau kuda lumping ini bermakna religious, tetapi kesenian ini pada dasarnya sebagai hiburan bagi anak yang akan di khitan. dalam perkembangan kesenian reak atau kuda lumping ini tidak banyak berubah, yaitu sebagai hiburan. selain itu kesenian kuda lumping juga sekaligus berfungsi sebagai identitas masyarakat pendukungnya yang bermakna bahwa kesenian tradisional kuda lumping atau reak merupakan salah satu unsur jatidiri masyarakat desa desa cipacing kecamatan jatinangor kabupaten Sumedang. Selain mengandung unsur hiburan dan religi, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang kuda lumping akan melakukan ritual, untuk berdoa memohon kelancaran dalam melaksanakan hiburan kuda lumping. Selain mengandung unsur hiburan, kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya seorang pawang kuda lumping akan melakukan ritual, untuk berdoa memohon kelancaran dalam melaksanakan hiburan kuda lumping. ritual yang dilakukan tidak luput dari adanya sesajen yang dihidangkan.

Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, budaya, dan adat istiadat, seperti kesenian tradisional kuda lumping atau biasa disebut Reak. Keragaman yang ada di negara Indonesia menjadi suatu kekayaan yang tidak dapat terhitung nilainya. Keragaman tersebut bukan menjadi pemicu adanya perpecahan di Indonesia. Bahasa Indonesia adalah salah satu


(20)

4

upaya untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku, bahasa, budaya, dan adat istiadat. Selain itu, sebagai bahasa pemersatu, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Dengan begitu, masyarakat Indonesia dapat mengenal dan mempelajari kebudayaan daerah lain. Masyarakat Indonesia sudah diperkenalkan dengan keragaman budaya yang ada di Indonesia sejak masuk ke dunia pendidikan. Atau bahkan sudah diperkenalkan oleh orang tuanya. Indonesia kaya akan seni dan budaya, ada banyak ragam seni dan budaya yang berkembang di Indonesia, mulai dari Sabang sampai Merauke, kita bisa mendapati seni dan budaya yang unik dan indah. Jika harus menyebutkan, menuliskan atau menyusun keragaman seni dan budaya itu, pasti akan ada banyak seni dan budaya yang mungkin tidak dikenal. Bagaimana tidak, untuk satu daerah di mana kita tinggal saja ada begitu banyak keragamannya. Itulah bukti nyata betapa kayanya negara kita akan seni dan budaya. Melalui tarian-tarian tradisional, kesenian tradisional, baju adat, rumah adat, nyanyian daerah, dan lain sebagainya, masyarakat Indonesia mudah mengenal dan mempelajarinya. Tidak jarang kita lihat di pentas-pentas seni di sekolah sering ditampilkan tarian-tarian tradisional oleh para pelajar dengan memakai baju adat daerah tersebut. Banyak cara untuk mengetahui dan mempelajari kebudayaan Indonesia. Dari belajar di sekolah, berteman dengan orang yang berbeda suku, atau melalui media-media, kita dapat mengenal kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan di Indonesia semakin sini semakin berkurang. Masyarakat Indonesia semakin terpengaruh oleh kebudayaan luar melalui perkembangan teknologi yang semakin canggih ini. Melalui media-media yang semakin canggih,


(21)

5

kebudayaan dari luar Indonesia masuk dan menarik perhatian masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang ada di Indonesia sendiri dilupakan begitu saja. Padahal bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan mempelajari kebudayaannya sendiri. Kemajuan teknologi saat ini memang besar pengaruhnya terhadap perkembangan negara Indonesia. Ada dampak positif dan negatifnya. Dampak positifnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan memang besar, tapi tidak bisa dipungkiri dibalik itu semua ada dampak negatifnya. Dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut, salah satunya berdampak pada bidang budaya. kebudayaan dari luar semakin banyak yang masuk, sehingga kebudayaan sendiri menjadi tersisih dan terlupakan. Anak-anak zaman sekarang jarang yang mengenal lagu-lagu daerah atau lagu nasional karena sekarang industri musik di Indonesia sedang marak oleh musik lokal dan musik luar. Jarang ada yang mementaskan kesenian tradisional, sehingga anak-anak zaman sekarang tidak mengenal tarian tradisional. Mereka malah mengenal modern dance karena dianggap lebih popular. Tayangan di televisi pun, jarang ada yang menampilkan tarian tradisional atau lagu-lagu daerah, yang ada kontes-kontes modern dance atau kontes menyanyi lagu-lagu popular.

Pelajaran di sekolah pun mengenai kebudayaan Indonesia kurang mendukung untuk menjadikan masyarakat Indonesia cinta kepada kebudayaannya sendiri, terutama kesenian tradisional. Apabila kita menanyakan pada anak zaman sekarang mengenai nama tarian tradisional yang ada di daerahnya sendiri, mereka akan bingung karena jarang bahkan tidak pernah melihat dan mendengar tentang tarian tradisional. Orang asing saja banyak yang mengunjungi Indonesia karena


(22)

6

kebudayaannya. Mereka ingin mengenal dan mempelajari kebudayaan yang ada di Indonesia. Tapi, masyarakat Indonesia sendiri tidak hapal dengan kebudayaan yang ada di nusantara ini. Padahal kebudayaan kita itu menjadi aset yang sangat besar bagi negara Indonesia. Apabila bukan masyarakat Indonesia yang mempelajarinya, bagaimana kita bisa memperkenalkan kebudayaan nusantara di dunia internasional. kesenian tradisional apabila tidak dipelajari, bagaimana memperkenalkannya kepada orang asing. Jika tidak dipelihara, orang asing bisa saja membawa kebudayaan yang ada di Indonesia dan kemudian diakui sebagai kebudayaannya karena di Indonesia sendiri tidak dipelihara.

Banyak kasus seperti itu. Kebudayaan yang seharusnya milik bangsa Indonesia, malah diakui dan dipopularkan oleh negara lain. Itu akibat dari tidak dijaganya kebudayaan kita sendiri. Untuk itu, menjaga kelestarian budaya juga sangat diperlukan. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kebudayaan sendiri, yaitu mempelajari kebudayaan-kebudayaan yang ada di daerah sendiri. Kemudian, mempelajari kebudayaan yang ada di seluruh Indonesia. Setidaknya kita tahu kebudayaan yang ada di seluruh Indonesia, meskipun kita tidak dapat mempraktekannya, seperti kesenian tradisional kuda lumping jawa barat. Selain itu, mengadakan pentas seni budaya dengan menampilkan pertunjukan kesenian daerah. Misalnya, menarikan tarian tradisional, menyanyikan lagu daerah, memakai pakaian adat, dan memainkan alat musik tradisional. Memperkenalkan kebudayaan nusantara juga dapat melalui media elektronik, seperti televisi. Bahkan televisi itu adalah salah satu media yang berpengaruh besar dalam mengenalkan kebudayaan nusantara kepada masyarakat. Situs internet juga dapat


(23)

7

membantu menyebarkan kebudayaan nusantara, melalui iklan-iklan atau tayangan-tayangan kebudayaan. Dengan begitu, kebudayaan nusantara, terutama tarian tradisional, tidak akan hilang begitu saja dimakan waktu.

Seni juga mempunyai arti kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi (luar biasa). Peneliti menyimpulkan seni dan budaya adalah seni keindahan hasil buah karya manusia yang diciptakan oleh nenek moyang, kemudian diturunkan secara turun temurun, baik itu berupa kepercayaan, kesenian, ataupun adat istiadat. Tak heran jika kita mendapati seni budaya kita sarat akan nilai moral dan sosial.

Indonesia merupakan negara yang memiliki beragam seni budaya. Keberagaman ini membentuk ciri khas bagi tiap-tiap suku daerah satu dengan suku daerah lainnya, sehingga melahirkan jati diri bagi daerahnya masing masing. Keberagaman seni budaya di Indonesia merupakan harta paling berharga yang perlu dilestarikan, termasuk segala bentuk peninggalannya.

Dalam melestarikan peninggalan-peninggalan sejarah kebudayaan maka sepatutnya pemerintah melakukan berbagai upaya membangun sarana untuk menjaga dan melestarikan bukti peninggalan seni budaya di daerah tersebut. Salah satu contoh adalah kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di Indonesia yang hingga saat ini masih menyimpan banyak bukti-bukti peninggalan sejarah budaya.

Sumedang merupakan kota yang kaya akan kebudayaan, khususnya dalam bidang kesenian. Hampir dapat dipastikan bahwa setiap daerah di kabupaten


(24)

8

sumedang memiliki ragam kesenian yang berbeda-beda dengan daerah-daerah lainnya. Salah satunya adalah daerah desa cipacing kabupaten sumedang. Didaerah ini tumbuh berbagai jenis kesenian daerah yang sangat digemari oleh masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa cipacing masih kuat memegang teguh rasa tolong-menolong dan gotong-royong. Hal ini didasari oleh kekeluargaan mereka saling membantu sama lainnya dalam kehidupan sosial maupun pada saat mereka beraktifitas seperti bercocok tanam. Selain itu kehidupan masyarakat desa cipacing selalu melaksanakan tradisi-tradisi yang sudah mendarah-daging dengan jiwa mereka. Begitu juga dengan kepercayaannya terhadap roh-roh dan makhluk-makhluk halus yang mendiami tempat-tempat tertentu seperti mata air,gunung-gunung, sungai-sungai, pohon-pohon, batu-batu, dan pada alat kesenian tradisional seperti pada alat music kesenian kuda lumping atau biasa disebut reak. Mistik mewarnai kehidupan Jawa dan dapat ditemukan dalam adat, kosa kata, dan upacara Jawa, dan salah satunya adalah jawa barat.

Gambar 1.1

Pembakaran menyan pada sesajen


(25)

9

Sesajen merupakan sebuah keharusan yang pasti ada dalam setiap acara bagi orang yang masih teguh memegang adat Jawa. Penyebutan sesajen biasanya bermacam-macam, ada yang di sebut dengan Dang Ayu dan ada yang disebut dengan Cok Bakal dan masyarakat sunda sebagiannya ada yang menyebutnya susuguh. Namun pada dasarnya inti dan tujuannya sama. Pandangan masyarakat tentang sesajen yang terjadi di sekitar masyarakat, khususnya yang terjadi didalam masyarakat yang masih mengandung adat istiadat yang sangat kental. sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah.

Berdasarkan latar belakang inilah peneliti ingin membahas mengenai, apa sebenarnya makna sesajen dalam kesenian tradisoanal Kuda Lumping, darimana makna pesan tebentuk, dan apakah memang selama ini masyarakat telah mampu memahami makna pesan yang ada dalam sesajen tersebut? . Peneltiti ingin mendapatkan makna pesan yang ada pada sesajen sebagai simbol dengan menempatkan sesajen sebagai objek interaksi.


(26)

10

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah peneliti paparkan dapat ditarik rumusan masalah yang dibagi dalam dua pertanyaan yaitu pertanyaan makro dan pertanyaan mikro, dan selanjutnya pertanyaan makro dan mikro akan dijabarkan sebagai berikut:

1.2.1 Pertanyaan makro

1. Bagaimana makna pesan simbolik sesajen pada kesenian tradisional kuda lumping di kabupaten Sumedang?

1.2.2 Pertanyaan mikro

1. Bagaimana bentuk pesan sesajen dalam kesenian Kuda Lumping di kabupaten Sumedang ?

2. Apakah sarana yang digunakan untuk menegosiasikan makna sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang?

3. Bagaimana intrepretasi terhadap sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang?


(27)

11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

maksud dari penelitian ini ialah untuk menjelaskan bagaimana makna pesan dibalik simbol sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini sendiri ialah :

1. Untuk mengetahui bentuk pesan sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang.

2. Untuk mengetahui sarana yang dipakai untuk menegosiasikan makna sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang.

3. Untuk mengetahui interpretasi terhadap sesajen dalam kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Sebagai pengembangan Ilmu Komunikasi tentang bagaimana komunikasi dapat membantu dalam memaknai dan mengintertpretasikan makna sebuah simbol khususnya tentang interaksi makna simbolik dan bagaimana pesan dapat diinterpretasikan dari sesajen pada kesenian tradisional Kuda Lumping di kabupaten Sumedang.


(28)

12

1.4.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti dalam bidang komunikasi, juga sebagai aplikasi Ilmu Komunikasi secara umum dan tentang komunikasi Simbolik.

b. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi mahasiswa Universitas Komputer Indonesia secara khusus sebagai literatur dan perolehan informasi tentang makna simbolik pada sesajen kesenian tradisional kuda lumping di kabupaten sumedang. c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan akan memberikan pengetahuan umum tentang kuda lumping dan sesajen secara khusus kepada masyarakat Sumedang khususnya, sehingga terbentuk kesadaran budaya untuk pelestariannya


(29)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Berdasarakan apa yang ada pada Bab I, maka peneliti menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai referensi materi untuk penelitian ini, dalam

penelitian terdahulu yang dibuat oleh Maike dengan judul “Makna Simbolik Tau –tau dalam Sistem Stratifikasi Sosial pada Pelaksanaan Upacara Rambu Solo Kabupaten Tana Toraja” (2011) di paparkan bahwa sesajen memang pada awalnya di poplerkan oleh budaya Hindu yang kemudian di adaptasi oleh bangsa Indonesia , hanya dalam penelitian tersebut lebih memfokuskan pada sesajen yang bergantung pada stratifikasi seseorang dalam lingkungan sosialnya, dan objek permasalahan di jalankan sebagai studi kasus. Salah satu kesamaan yang terdapat dalam penelitian yang sedang di kerjakan ialah dimana terlepas dari bentuk sesajen yang berbeda, Kedua sesajen baik dari tanah Jawa dan Pulau Sulawesi mempunyai mkna yang lekat dengan nilai Ke-Tuhanan.

Sedangkan dalam penelitian yang di tulis oleh Noprianto (2010) dengan

judul “Makna Sesajen pada Penganut Agama Hindu Etnis Karo di Desa Lau Rakit, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara”, sesajen berhubungan dengan kehidupan, sesajen mempengaruhi kesehatan dan aspek kehidupan lainnya , dalam penelitian ini juga di tulis bahwa sesajen merupakan representatif dari dewa yang mereka sembah di dunia, dalam hal ini etnis Hindu karo lebih terstruktur dan mempunyai pesan yang jelas karena tertulis


(30)

14

dalam ajaran Hindu. Nantinya berangkat dari 2 penelitian terdahulu ini peneliti akan mencoba mencari persamaan terutama dari hal makna pesan yang terkandung di dalamnya, apa yang membuat persamaan tersebut, dan aspek terkait lainnya sehingga terbentuklah suatu analogi yang dapat berujung pada kesimpulan yang baik.

2.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.2.1 Pengertian Komunikasi

Banyak definisi dan pengertian mengenai komunikasi yang ingin disampaikan oleh para ahli komunikasi untuk dapat menjelaskan makna utama dari komunikasi. Wiryanto dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi”

menjelaskan bahwa, “Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common).

Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin, yaitu

communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya

communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.” (Wiryanto, 2004: 5). Pernyataan diatas sejalan dengan pernyataan Onong Uchjana Effendy,

“Istilah komuniksi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama

disini maksudnya adalah sama makna.” (Effendy, 2003: 9).

Komunikasi merupakan alat utama yang digunakan dalam rangka melakukan interaksi yang berkesinambungan untuk berbagai tujuan menurut kepentingannya. Komunikasi bersifat fundamental karena berbagai maksud dan tujuan yang ingin dicapai memerlukan adanya suatu pengungkapan atas


(31)

dasar-15

dasar tujuan tersebut, maka dalam hal ini komunikasi menjadi alat utama yang digunakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan tersebut. Komunikasi sangat mendasari berbagai pemaknaan yang akan dibuat dan yang akan terbuat setelahnya. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi, bahkan untuk meminta pertolongan dari orang lain pun harus memakai komunikasi terlebih dahulu, dengan adanya komunikasi manusia akan saling mengerti karena komunikasi memberi stimulus dan respon dari lawan bicaranya. Komunikasi membawa manusia kepada arah yang lebih baik, karena efek dari komunikasi yang dilakukan akan berdampak positif terhadap sesama manusia lainnya, seperti halnya sebuah kerjasama yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda dengan maksud dan tujuan yang berbeda, terjalinnya sebuah kerjasama tentu berawal dari sebuah komunikasi yang efektif sehingga akan menghasilkan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Menurut Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy (1992) mendefinisikan komunikasi sebagai berikut :

Proses dimana seseorang (Komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lembang dalam bentuk kata-kata) untuk merubah tingkah laku orang lain (Komunikan) atau dalam bahasa asingnya “The procces by wich

and individual”(The communicator) transmit stimuli the behavior of other individual (Communicates) (Hovland dalam Effendy,1992 : 2).

Dari berbagai pendapat ahli yang berkembang mengenai pengertian komunikasi maka komunikasi tidak hanya sebagai proses penyampaian pesan


(32)

16

yang dilakukan komunikator kepada komunikannya tetapi juga penyampaian gagasan, emosi, keterampilan untuk dapat membentuk suatu kesamaan makna serta untuk mempengaruhi komunikan sehingga terjadinya feedback

yang di harapkan oleh seorang komunikator dari komunikannya.

2.2.2 Fungsi Komunikasi

Menurut Alo Liliweri, secara umum ada lima kategori fungsi utama komunikasi diantaranya :

1. Sumber atau pengirim menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui penerima (informasi / to inform), fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain, artinya diharapkan dari penyebarluasan informasi itu para penerima informasi akan mengetahui sesuatu yang ingin dia ketahui.

2. Sumber menyebarluaskan informasi dalam rangka mendidik penerima (pendidikan / to educate), fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan (informasi) atau menyebarluaskan informasi yang bersifat mendidik kepada orang lain, artinya dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui.

3. Sumber memberikan instruksi agar dilaksanakan penerima (instruksi), fungsi instruksi adalah fungsi komunikasi untuk memberikan instruksi


(33)

17

(mewajibkan atau melarang) penerima melakukan sesuatu yang diperintahkan.

4. Sumber mempengaruhi komunikan dengan informasi yang persuasif untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima (persuasi / to influence), fungsi persuasi terkadang disebut fungsi memengaruhi, fungsi persuasi adalah fungsi komunikasi yang menyebarkan informasi yang dapat mempengaruhi (mengubah) sikap penerima agar dia menentukan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak pengirim. 5. Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sekaligus

mempengaruhi penerima (menghibur / to entertain), fungsi hiburan adalah fungsi pengirim untuk mengirimkan pesan–pesan yang mengandung hiburan kepada penerima menikmati apa yang diinformasikan (Liliweri, 2007 ; 18).

2.2.3 Tujuan Komunikasi

Setiap komunikasi yang dilakukan mempunyai tujuan, tujuan komunikasi menurut Onong Uchjana Effendy, adalah :

1. Perubahan sikap (Attitude change) 2. Perubahan pendapat (Opinion change) 3. Perubahan perilaku (Behavior change)


(34)

18

2.2.4 Komponen Komunikasi

Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik, komponen-komponen tersebut nantinya akan membentuk suatu kesatuan komunikasi, komponen tiap-tiap komunikasi bisa saja berbeda tergantung dari konteksnya.

Menurut Kotler yang dikutip oleh Sendjaja dalam bukunya yang berjudul

Pengantar Ilmu Komunikasi, menyebutkan bahwa komunikasi terdiri dari beberapa komponen-komponen, yaitu :

1. Pengirim (Sender), yaitu pihak yang mengirim pesan. Dapat disebut juga komunikator, komunikator menyampaikan pesan terlepas informasi tersebut datang dari dirinya sendiri ataupun dari orang lain.

2. Pesan (Message), merupakan gagasan atau ide yang disampaikan pengirim kepada penerima untuk tujuan tertentu. Pesan (Message), merupakan gagasan atau ide yang disampaikan pengirim kepada penerima untuk tujuan tertentu. Pesan dalam proses komunikasi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri dari isi (the content) dan lambang (symbol). Lambang dalam media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna dan sebagainya yang secara langsung mampu menerjemahkan pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan (Effendy, 2000 : 11). Bahasa adalah lambang yang paling banyak dipergunakan, namun tidak semua orang pandai berkata-kata secara tepat yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaannya. Kial (gesture) memang dapat menerjemahkan pikiran


(35)

19

seseorang sehingga terekspresi secara fisik namun gerakan tubuh hanya dapat menyampaikan pesan yang terbatas. Isyarat dengan menggunakan alat seperti tongtong, bedug, sirine dan lain-lain serta warna yang mempunyai makna tertentu, kedua lambang itu sama-sama terbatas dalam mentransmisikan pikiran seseorang pada orang lain.

3. Penerima (Receiver), yaitu pihak yang menerima pesan. Media (Media), yaitu sarana bagi komunikator untuk menyampaikan pesan kepada sasaran yang dituju. Media sering disebut sebagai saluran komunikasi, jarang sekali komunikasi berlangsung melalui satu saluran, kita mungkin menggunakan dua atau tiga saluran secara simultan. Sebagai contoh dalam interaksi tatap muka kita berbicara dan mendengar (saluran suara), tetapi kita juga memberikan isyarat tubuh dan menerima isyarat secara visual (saluranvisual). Kita juga memancarkan dan mencium bau-bauan (saluran olfaktori), dan sering kita saling menyentuh itupun komunikasi (saluran taktil) (Devito, 1997 :28). Media juga dapat dilihat dari sudut media tradisional dan moderen yang dewasa ini banyak dipergunakan (Effendy, 2000 : 37). Tradisional misalnya kontongan, bedug, pagelaran seni, dan lain-lain sedangkan yang lebih modern misalnya surat, papan pengumuman, telepon, telegram, pamflet, poster, spanduk, surat kabar, majalah, film, televisi, internet yang pada umumnya diklasifikasikan sebagai media tulisan atau cetak, visual, audiodanaudio-visual.


(36)

20

4. Pengkodean (Encoding), yaitu proses untuk menjabarkan pesan ke dalam simbol, simbol dapat berupa kata lisan maupun tulisan, isyarat dan lainnya ke dalam media.

5. Penerjemah (Decoding), yaitu proses yang dilakukan oleh penerima pesan untuk menerjamahkan arti simbol yang dikirim sender.

6. Tanggapan (Response), yaitu reaksi penerima setelah menerima pesan. 7. Umpan balik (Feedback), yaitu bagian dari reaksi yang dikomunikasikan

kembali kepada pengirim pesan.

8. Gangguan (Noises), yaitu gangguan yang tak terduga selama proses komunikasi yang dapat mengakibatkan penerima pesan memperoleh pesan yang berbeda dari yang dikirimkan.

2.2.5 Proses Komunikasi

Proses merupakan “Suatu rangkaian dari langkah-langkah atau tahap-tahap yang harus dilalui dalam usaha pencapaian tujuan. Proses komunikasi merupakan rangkaian dari langkah-langkah atau tahap-tahap yang harus dilalui dalam pengiriman informasi” (Wursanto, 2007: 154). Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu komunikasi teori dan praktek, menyebutkan bahwa Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder,yaitu:


(37)

21

Proses komunikasi secara primer

Proses Komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan sesorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain

sebagainya yang secara langsung mampu ”menerjemahkan” pikiran dan atau

perasaan komunikator kepada komunikan.

Proses komunikasi secara sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. (Effendy, 2009 :11.16).

2.2.6 Konteks Komunikasi

Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruangan hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Secara luas konteks disini berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi yang terdiri dari :

a) Aspek bersifat fisik; seperti iklim, suhu, cuaca, bentuk ruangan, warna dinding, tempat duduk, jumlah peserta komunikasi dan alat untuk menyampaikan pesan.


(38)

22

b) Aspek psikologis; seperti sikap, kecenderungan, prasangka dan emosi para peserta komunikasi.

c) Aspek sosial; seperti norma kelompok, nilai sosial, dan karakteristik budaya.

d) Aspek waktu; yakni kapan berkomunikasi (hari apa, jam berapa, pagi, siang, sore, malam). Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenallah komunikasi antrapribadi, komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. (Mulyana, Deddy, 2001, Human Communications, Konteks-konteks komunikasi).

2.2.7 Hambatan Komunikasi

Menurut Leonard R.S. dan George Strauss dalam Stoner james, A.F dan Charles Wankel

1. Perbedaan Persepsi

Setiap orang memiliki kemampuan yang tidak sama dalam hal mengartikan sebuah pesan atau ungkapan. Ada orang yang mengartikan bentakan seseorang sebagai sebuah ketegasan. Namun, ada juga orang yang mengartikan bentakan tersebut sebagai sebuah kekejaman dan tindak kekerasan. Perbedaan persepsi inilah yang menjadi alasan mengapa dua


(39)

23

pihak terlibat konflik. Kadang, perkataan yang sama bisa diartikan beda bila disampaikan pada orang yang berbeda. Setiap orang bisa mengartikan sebuah garis lurus sebagai tiang bendera , namun orang yang lainnya bisa mengartikan sebuah garis lurus tersebut sebagai tanda seru. Padahal, sama-sama garis lurus.

2. Budaya

Perbedaan budaya juga menjadi salah satu penghambat dalam komunikasi, terlebih bila masing-masing pihak tidak mengerti bahasa yang dipergunakan. Meskipun demikian, hal ini bukanlah masalah besar, tidak sebesar alasan nomor satu karena bisa diakali dengan cara menggunakan bahasa simbol atau saling mempelajari kebudayaan masing-masing.

3. Karakter Dasar

Karakter dasar manusia pada dasarnya ada 4, yaitu koleris, melankolis, plegmatis, dan sanguinis. Keempatnya memiliki karakter yang berseberangan. Koleris adalah karakter kuat yang kadang suka menyinggung perasaan. Melankolis adalah karakter yang lembut dan perasa. Sanguinis adalah karakter yang santai. Plegmatis adalah karakter yang suka mengalah. Bayangkan bila keempat karakter ini dipertemukan dalam sebuah komunitas , apa yang akan terjadi? Perbedaan karakter inilah yang memang kadang-kadang menjadi penghambat komunikasi.

4. Kondisi

Kondisi saat berkomunikasi dengan kawan bicara juga menjadi sebab kesalahpahaman terjadi. Bisa saja saat komunikasi antara dua pihak


(40)

24

sedang terjadi, pihak pertama sedang dalam kondisi yang tidak enak. Akibatnya, kondisi yang tidak enak tersebut mempengaruhi cara menangkap pesan dari kawan bicara sehingga terjadilah kesalahpahaman. Bila sudah tahu hambatan-hambatan yang ada pada komunikasi, kita akan tahu cara mengatasinya.

Menurut Ron Ludlow & Fergus Panton, ada hambatan-hambatan yang menyebabkan komunikasi tidak efektif yaitu adalah (1992,p.10-11) :

1. Status effect

Adanya perbedaaan pengaruh status sosial yang dimiliki setiap manusia.Misalnya karyawan dengan status sosial yang lebih rendah harus tunduk dan patuh apapun perintah yang diberikan atasan. Maka karyawan tersebut tidak dapat atau takut mengemukakan aspirasinya atau pendapatnya.

2. Masalah Semantik

Faktor semantik menyangkut bahasa yang dipergunakan komunikator sebagai alat untuk menyalurkan pikiran dan perasaanya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi seorang komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan sematis ini, sebab kesalahan pengucapan atau kesalahan dalam penulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) atau penafsiran (misinterpretation) yang pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Misalnya kesalahan pengucapan bahasa dan salah penafsiran seperti


(41)

25

contoh : pengucapan demonstrasi menjadi demokrasi, kedelai menjadi keledai dan lain-lain.

3. Distorsi Persepsual

Distorsi persepsual dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit terhadap orang lain. Sehingga dalam komunikasi terjadi perbedaan persepsi dan wawasan atau cara pandang antara satu dengan yang lainnya.

5. Perbedaan Kebudayaan

Hambatan yang terjadi karena disebabkan adanya perbedaan kebudayaan, agama dan lingkungan sosial. Dalam suatu organisasi terdapat beberapa suku, ras, dan bahasa yang berbeda. Sehingga ada beberapa kata-kata yang memiliki arti berbeda di tiap suku. Seperti contoh

: kata “jangan” dalam bahasa Indonesia artinya tidak boleh, tetapi orang

suku jawa mengartikan kata tersebut suatu jenis makanan berupa sup.

6. Gangguan Fisik

Hambatan ini disebabkan oleh gangguan lingkungan fisik terhadap proses berlangsungnya komunikasi. Contohnya : suara riuh orang-orang atau kebisingan, suara hujan atau petir, dan cahaya yang kurang jelas.


(42)

26

7. Kesalahan pemilihan media dan saluran

Adalah gangguan yang disebabkan pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Contoh dalam kehidupan sehari-hari misalnya sambungan telephone yang terputus-putus, suara radio yang hilang dan muncul, gambar yang kabur pada pesawat televisi, huruf ketikan yang buram pada surat sehingga informasi tidak dapat ditangkap dan dimengerti dengan jelas.

8. Tidak adanya umpan balik

Hambatan tersebut adalah seorang sender mengirimkan pesan kepada receiver tetapi tidak adanya respon dan tanggapan dari receiver maka yang terjadi adalah komunikasi satu arah yang sia-sia. Seperti contoh : Seorang manajer menerangkan suatu gagasan yang ditujukan kepada para karyawan, dalam penerapan gagasan tersebut para karyawan tidak memberikan tanggapan atau respon dengan kata lain tidak peduli dengan gagasan seorang manajer.


(43)

27

2.3. Tinjauan Tentang Interaksi Simbolik 2.3.1. Sejarah Teori Interaksi Simbolik

Ide dasar teori ini bersifat menentang behaviorisme radikal yang dipelopori oleh J.B Watson. Behaviorisme radikal itu sendiri berpendirian bahwa peilaku individu adalah sesuatu yang dapat diamati secara obyektif dari luar, hanya saja justru action di dalamnya diabaikan pada pengamatannya. sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari tindakan manusia dengan mempergunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui barang sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial itu dari sudut aktor. Menurut blumer istilah interaksionisme simbolik ini menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling menerjemahkan dan saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi belaka dari tindakan orang lain, tapi didasarkan atas “makna” yang diberikan terhadap tindakan orang lain. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling berusaha untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing.

Pada teori ini dijelaskan bahwa tindakan manusia tidak disebabkan oleh

“kekuatan luar” (sebagaimana yang dimaksudkan kaum fungsionalis

struktural), tidak pula disebabkan oleh “kekuatan dalam” (sebagaimana yang dimaksud oleh kaum reduksionis psikologis) tetapi didasarkan pada pemaknaan atas sesuatu yang dihadapinya lewat proses yang oleh Blumer disebut self-indication. Perspektif interaksi simbolik sebenarnya berada di bawah perspektif yang lebih besar yang sering disebut perspektif


(44)

28

fenomenologis atau perspektif interpretif. Maurice Natanson menggunakan istilah fenomenologis sebagai suatu istilah yang merujuk pada semua pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial. Menurut Natanson, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjekif terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Ia mengakui bahwa George Herbet Mead, William I.Thomas, dan Charles H. Cooley, selain mazhaberopa yang dipengaruhi Max Weber adalah representasi perspektif fenomenologis ini. Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah interaksi simbolik dan etnometodologi (Mulyana, 2001:59). Selama awal perkembangannya, teori interaksi simbolik seolah-olah tetap tersembunyi di belakang dominasi teori fenomenologisme dari Talcott Parsons.

Sebagian pakar berpendapat, teori interaksionisme simbolik, khususnya dari George Herbert Mead, seperti teori etnometodologi dari Harold Garfinkel yang juga berpengaruh di Amerika, serta teori fenomenologi dari Alfred Schutz yang berpengaruh di eropa, sebenarnya berada di bawah teori tindakan sosial yang dikemukakan filsuf dan sosiolog Jerman, Max Weber (Mulyana, 2001:59-60). Sebagaimana diakui Paul Rock, interaksionisme simbolik mewarisi tradisi dan posisi intelektual yang berkembang di eropa abad ke-19, meskipun interaksionisme simbolik tidak punya hak waris atasnya atau dianggap sebagai tradisi ilmiah tersendiri. Dengan kata lain,


(45)

29

George Herbert Maead tidaklah secara harfiah mengembangkan teori Weber atau bahwa teori Mead diilhami oleh teori Weber. Hanya memang ada kemiripan dalam pemikiran kedua tokoh tersebut mengenai tindakan manusia. Pemikiran Mead sendiri diilhami beberapa pandangan filsafat, khususnya pragmatisme dan behaviorisme. Ada kemiripan antara pandangan Mead dengan pandangan Schutz. Sejumlah interaksionis memang menekankan dimensi fenomenologis dengan mensintesiskan karya mereka dengan gagasan Alfred Schutz dan para pengikutnya (Mulyana, 2001:59)

Namun kemunduran fungsionalisme tahun 1950-an dan 1960-an mengakibatkan interaksionisme simbolik muncul kembali ke [ermukaan dan berkembang pesat hingga saat ini. Selama tahun 1960-an tokoh-tokoh interaksionisme simbolik seperti Howard S.Becker dan Erving Goffman menghasilkan kajian-kajian interpretif yang menarik dan menawarkan pandangan alternatif yang sangat memilkat mengenai sosialisasi dan hubungan antara individu dan masyarakat (Mulyana, 2001:59).

Menurut Blumer proses self-indication adalah proses komunikasi pada diri individu yang dimulai dari mengetahui sesuatu, menilainya, memberinya makna, dan memutuskan untuk bertindak berdasarkan makna tersebut. Lebih jauh Blumer menyatakan bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, oleh penafsiran, dan oleh kepastian makna dari tindakan orang lain, bukan hanya sekedar saling


(46)

30

bereaksi sebagaimana model stimulus-respons. Interaksionisme simbolis cenderung sependapat dengan perihal kausal proses interaksi sosial.

Dalam artian, makna tersebut tidak tumbuh dengan sendirinya namun mucul berkat proses dan kesadaran manusia. Kecenderungan interaksionime simbolis ini muncul dari gagasan dasar dari Mead yang mengatakan bahwa interaksionis symbol memusatkan perhatian pada tindakan dan interaksi manusia, bukan pada proses mental yang terisolasi. Jadi sebuah symbol tidak dibentuk melalui paksaan mental merupakan timbul berkat ekspresionis dan kapasitas berpikir manusia.

Pada tahapan selanjutnya, pokok perhatian interaksionisme simbolis mengacu pada dampak makna dan symbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Dalam tahapan ini Mead memberikan gagasan mengenai perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku tertutup adalah proses berpikir yang melibatkan makna dan symbol. Perilaku terbuka adalah perilaku actual yang dilakukan oleh actor. Di lain sisi, seorang actor juga akan memikirkan bagaimana dampak yang akan terjadi sesuai dengan tindakan. Tindakan yang dihasilkan dari pemaknaan symbol dan makna yang merupakan karakteristik khusus dalam tindakan social itu sendiri dan proses sosialisasi. Dalam interaksionisme simbolis, seseorang memberikan informasi hasil dari pemaknaan simbol dari perspektifnya kepada orang lain. Dan orang-orang penerima informasi tersebut akan memiliki perspektif lain dalam memaknai informasi yang disampaikan aktor pertama.


(47)

31

Dengan kata lain aktor akan terlibat dalam proses saling mempengaruhi sebuah tindakan social. Untuk dapat melihat adanya interaksi sosial yaitu dengan melihat individu berkomunikasi dengan komunitasnya dan akan mengeluarkan bahasa-bahasa , kebiasaan atau simbol-simbol baru yang menjadi objek penelitian para peneliti budaya . Interaksi tersebut dapat terlihat dari bagaimana komunitasnya, karena dalam suatu komunitas terdapat suatu pembaharuan sikap yang menjadi suatu trend yang akan dipertahankan , dihilangkan , atau dipebaharui maknanya iak itu terus melekat pada suatu komunitas, interaksi simbolik juga dapat menjadi suatu alat penafsiran untuk menginterpretaskan suatu masalah atau kejadian.

2.3.2 Konsep Interaksi Simbolik

Dalam perspektif blummer teori interaksi simbolik mengandung beberapa ide dasar yaitu :

1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk struktur sosial

2. Interaksi terdiri atas berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lainnya, interaksi non simbolis mencakup stimulus respons, sedangkan interaksi simbolik mencakup penafsiran tindakan-tindakan

3. Objek – objek tidak memiliki makna yang intrinsik, makna lebih merupakan produk simbolis, objek – objek tersebut dapat


(48)

32

diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu objek fisik, objek sosial dan objek abstrak.

4. Manusia tidak mengenal objek eksternal, mereka juga melihat dirinya sebagai objek

5. Tindakan manusia ialah interpretasi yang dibuat manusia itu sendiri 6. Tindakan tersebut saling berkaitan dan berkaitan dan disesuaikan

oleh anggota kelompok ini merupakan tindakan bersama tersebut dilakukan berulang ulang, namun dalam kondisi yang yang stabil. Kemudian di saat lain ia melahirkan kebudayaan. (Bachtiar, 2006 : 249-250).

Sebagai salah satu pemikir dan pengembang interaksi simbolik membuat gagasannya cenderung kritis terhadap alam. Kritikannya cukup populer di kalangan interaksionis yakni “analisis variabel” ala ilmu alam. Metodologi yang dibangun blummer menolak anggapan analisis variabel yang bisa diterapkan dala perilaku manusia. Penelitian yang bertumpu pada tindakan dan perilaku manusia menekankan kebutuhan untuk secara jelas (insightful).

2.4. Kerangka Pemikiran

2.4.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Beberapa interaksionisme simbolik, diantaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley, John Dewey, William I.Thomas, dan George Herbert Mead. Akan tetapi Mead-lah yang paling populer sebagai perintis dasar teori tersebut. Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun


(49)

33

1920-an dan 1930-an ketika ia menjadi professor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasan-gagasannya mengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksi simbolik, yakni: Mind, Self , and Society (1934) yang diterbitkan tak lama setelah Mead meninggal dunia. Penyebaran dan pengembangan teori Mead juga berlangsung melalui interpretasi dan penjabaran lebih lanjut yang dilakukan para mahasiswanya, terutama Herbert Blumer. Justru Blumer-lah yang menciptakan

istilah “interaksi simbolik” pada tahun (1937) dan mempopulerkannya di kalangan

komunitas akademis (Mulyana, 2001 : 68)

Dalam penelitian ini peneliti mengacu pada definisi dan pandangan Blumer tentang interaksi simbolik, dalam teorinya Blumer menyebutkan bahwa Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna, dan dalam teori tersebut terdapat 3 prinsip inti yaitu,arti (meaning), bahasa (symbol), dan pikiran (thought)

dan dijelaskan sebagai berikut,

A. Prinsip dasar yang utama yaitu “arti”, dimana dalam prinsip ini menjelaskan bahwa perlakuan manusia terhadap manusia lainnya ataupun benda didasarkan pada arti yang telah diberikan kepada mereka.

B. Prinsip dasar yang kedua ialah bahasa, bahasa memberikan manusia sarana yang digunakan untuk menegosiasikan makna melalui simbol-simbol.


(50)

34

C. Yang ketiga yang merupakan prinsip dasar dalam teori Blumer ialah pikiran, pikiran memodifikasi intrepretasi tiap individu mengenai simbol. Pikiran berdasarkan pada bahasa, merupakan sebuah pembicaraan atau dialog yang membutuhkan pengambilan peran atau dalam kata lain mengimajinasikan dari berbagai sudut pandang.

Interaksi simbolik dalam aplikasinya bukan dipakai untuk menemukan kesepakatan dalam komunikasi melainkan untuk menjelaskan darimana kesepakatan itu datang, karena tidak semua interaksi simbolik mendatangkan kesepakatan, terkadang interaksi simbolik menimbulkan misintrepretasi yang tidak terselesaikan, karena pada dasarnya kesepakatan dalam komunikasi datang dari kesadaran untuk saling memahami dan mencapai kesepakatan masing-masing individu yang terlibat dalam prosesnya.

2.4.2 Kerangka Pemikiran Konseptual

Dalam penelitian ini peneliti membuat satu sistematika yang dalam hal ini kerangka pemikiran praktis untuk menjelaskan secara singkat alur penelitian ini, kerangka ini juga dipakai untuk menghindari adanya bahasan yang keluar dari masalah penelitian yang ada bagi peneliti.

Mekanisme penelitian dimulai dengan adanya latar belakang permasalahan budaya khususnya sesajen yang ada pada pertunjukan kesenian Kuda Lumping, seperti yang kita tahu bahwa interaksi nantinya akan menciptakan budaya, Kuda Lumping merupakan salah satu budaya bangsa Indonesia sehingga sesajen yang berada di dalamnya pun merupakan salah satu produk budaya.


(51)

35

Fokus masalah akan mengacu pada sesajen yang ada sebagai salah satu simbol yang ada dalam pertunjukan kuda lumping, peneliti ingin memaparkan tentang apa sebenarnya sesajen tersebut, bagaimana sesajen sebagai sebuah simbol dapat memberikan makna terhadap orang yang melihatnya, bagaimana bentuk pesan yang ada pada sesajen, apakah bentuk fisik dari sesajen tersebut sendiri telah dapat memberikan pesan kepada orang-orang disekitarnya, ataukah bentuk hanya sebuah representatif yang sama sekali tidak mewakili pesan yang di sampaikan sehingga sulit untuk di interpretasi dengan hanya melihat bentuk fisik sesajen tersebut.

Sesuai dengan tujuan penelitian peneliti akan memaparkan mengenai bentuk pesan, sarana, dan interpretasi yang ada pada sesajen yang nantinya akan membentuk makna pesan yang merupakan maksud dari penelitian ini, yang dijabarkan sebagai berikut:

a) Bentuk pesan, pada prinsip utama Blummer dikatakan mengenai arti, dimana arti menjelaskan bahwa seseorang berperilaku bergantung pada apa arti yang diberikan kepadanya, berdasarkan

inilah peneliti mengganti “arti” yang ada pada 3 prinsip Blummer

menjadi “bentuk pesan” dalam pertanyaan mikro, dengan alasan

bahwa ketika berbicara tentang benda mati, manusialah yang memberi arti berdasarkan apa yang dilihatnya secara visual karena

itu peneliti lebih memilih kata “bentuk pesan” .

b) Sarana, dalam prinsip kedua dalam prinsip daarnya Blummer berbicara tentang bahasa, dimana bahasa merupakan sarana yang


(52)

36

dipakai dalam interaksi simbolik untuk mendapatkan makna pesan.Dalam bagian pertanyaan mikro pada Bab I penelti mengganti

“bahasa” menjadi “sarana negosiasi makna”, hal ini karena sesajen

sebagai objek penelitian tidak mempunyai kemampuan berbahasa seprti halnya manusia, karena itulah peneliti akan memaparkan apa sarana yang dipakai dalam sesajen untuk menyampaikan pesan. c) Interpretasi, pada prinsip yang ketiga Blummer mengatakan

mengenai pikiran, dan dalam hal ini pikiran berbicara mengenai interpretasi apa yang di dapat dari simbol yang ada, oleh karena itu dalam peneltian ini peneliti menulis interpretasi sebagai salah satu tujuan penelitian , karena interpretasi yang di dapat dari sesajen dapat membantu peneliti dalam menemukan makna pesan yang ada pada sesajen.

Bentuk pesan nantinya akan di dapatkan dengan mewawancarai informan mengenai makna yang ada pada sesajen, walaupun informasi yang di dapatkan merupakan makna sesajen, hal tersebut hanya akan menjadi bentuk pesan karena belum dilakukannya validitas data.

Kemudian untuk sarana negosiasi makna data akan di dapatkan dengan melihat keterlibatan proses interaksi dalam pembentukan bentuk pesan, proses interaksi yang terlihat lah yang nantinya akan menjadi sarana snegosiasi makna pesan sesajen.


(53)

37

Intepretasi terhadap sesajen akan di dapatkan dengan mewawancari informan pendukung, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka terhadap sesajen, dengan cara ini peneliti ingin mendapatkan data yang lebih bervariasi untuk memperkaya pembahasan materi nantinya.

Setelah mendapatkan informasi dan data mengenai bentuk pesan, sarana, dan interpretasi yang ada dari informan, peneliti akan meneruskan dengan penyajian data yang akan di padukan dengan studi literatur yang ada.

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran Penelitian

sumber : peneliti, 2013 BUDAYA

SESAJEN PERTUNJUKAN KUDA LUMPING INTERAKSI SIMBOLIK

BENTUK, INTREPRETATIF, SARANA


(54)

90

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Setelah melakukan peneliatian serta melakukan analisis dan pembahasan yang peneliti uraikan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang simpulan penelitian termasuk di dalamnya saran-saran yang diperlukan pihak-pihak yang bersangkutan termasuk di dalamnya peneliti untuk meningkatkan mutu dari penelitian yang mungkin akan dilakukan di kemudian hari

5.1. Kesimpulan

1. Bntuk pesan yang terdapat dalam sesajen kesenian tradisional Kuda Lumping dapat kita tangkap dari apa makna awal yang kita dapat. Bentuk pesan merupakan hasil kesepakatan bersama terhadap pemaknaan sesajen.

2. Sarana negosiasi pesan yang terdapat dalam sesajen pada kesenian tradisional Kuda lumping, dapat kita lihat dari proses interaksi yang terlibat pada saat pembentukan makna awalnya. Dengan kata lain sarana negosiasi makna dari sesajen ialah interaksi itu sendiri.


(55)

91

3. Interpretasi yang ada terhadap sesajen masih jauh dari makna aslinya, karena bentuk pesan, serta sarana negosiasi makna pesan yang tidak terlihat secara kasat mata.

Sesuai dengan maksud penelitian, peneliti menyimpulkan mengenai Makna pesan dibalik sesajen yang ada pada kesenian tradisional Kuda Lumping ialah merupakan makna pesan yang bersangkutan dengan Moral dannilai-nilaiKe-Tuhanan yang di implementasikan melalui sesajen sebagai simbol pesan, hal ini disebabkan karena pada awalnya para kaum budaya Hindu pun menciptakan dan menggunakan sesajen sebagai alat pemujaan bagi dewa-dewanya, yang akhirnya oleh bangsa Indonesia di adaptasi menjadi alat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5.2 Saran-Saran

5.2.1. Saran bagi Satria Winangun

Sebagai kelompok pegelaran kesenian tradisonal Kuda Lumping, Satria Winangun terutama Abah Lim sebagai ketua kelompok cukup memahami makna pesan yang terdapat dalam sesajen, hal ini dikarenakan Abah Lim yang mengetahui makna pesan tersebut secara turun temurun, walupun demikian sebaiknya ketika mengadakan pagelaran kesenian tradisional Kuda Lumping Abah Lim dan Satria Winangun memeberikan informasi mengenai apa makna luhur dari sesajen secara


(56)

92

khusus dan Kuda Lumping secara umum, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga nilai budaya yang ada di dalamnya.

5.2.2. Saran bagi Universitas

Mata kuliah sepertivAntropologi, Sistem Sosial Budaya Idonesia (SSBI) dan Komunikasi Lintas Budaya merupakan mata kuliah yang bersangkutan dengan objek penelitian peneliti dan budaya Indonesia secara umumnya dan mata kuliah ini membantu mahasiswa untuk lebih memahami budaya Indonesia beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yang menjadi saran dari peneliti ialah agar dalam mata kuliah yang telah peneliti sebutkan materi yang disampaikan di kaitkan dengan contoh nyata yang berkaitan dengan budaya Indonesia, lebih meningkatkan pemahaman terhadap aplikasinya dan menambah frekuensi studi lapangan, hal ini dimaksudkan untuk menambah ranah pengalaman mahasiswa, karena menurut sudut pandang peneliti secara pribadi, pengalaman dapat membawa seseorang kepada pengetahuan tetapi pengetahuan tidak selalu mendatangkan pengalaman, karena itulah peneliti ingin menekankan bahwa mahasiswa lebih membutuhkan pengalaman dibanding kognitif, dengan pertimbangan bahwa dari masa TK, SD, SMP, hingga masa SMA seseoarang cenderung lebih ditingkatkan ranah kognitifnya.


(57)

93

5.2.3. Saran bagi masyarakat

Saran peneliti terhadap msyarakat Indonesia dan Jawa Barat pada umumnya ialah untuk lebih peduli terhadap budaya-budaya Indonesia, budaya merupakan sesuatu yang bisa dan harus kita banggakan, tetapi untuk membanggakan budaya kita terlebih dulu harus memahami budaya itu sendiri, terutama mengenai sesajen yang saat ini banyak di artikan sebagai simbol kemusrikan karena seringkali di salah gunakan dan dibiaskan fungsinya, ada baiknya penggunaan sesajen tidak digunakan sebagai bentuk pemujaan terhadap makhluk selain Tuhan Yang Maha Esa, penggunaan sesajen baiknya digunakan secara tepat, seperti hal nya beberapa suku Jawa yang menggunakan sesajen sebagai bentuk pengucapan syukur kepada Tuhan atas berhasilnya panen, walaupun pertunjukan Kuda Lumping dan pesata penen merupakan dua acara yang berbeda, sesajen di dalamnya mempunyai fungsi dam makna yang identik.

5.2.4. Saran bagi Peneliti

Peneliti dan penelitian selajutnya (baik dari mahasiswa/mahasiswi Konsentrasi Ilmu Humas dan Jurnalistik), agar dapat memilih lebih selektif, unik, dan menarik untuk tema-tema penelitian yang memiliki aplikasi terhadap Ilmu Komunikasi dan konsentrasi ilmu masing-masing, melalui :

1. Studi literatur, untuk menemukan danmengungkap hal atau fenomena yang terkait dengan duniaI lmu Komunikasi khususnya bidang interaksi simbolik


(58)

94

dalm maka pesan. Hal ini dapat dilakukan melalui buku-buku teroritis maupun praktis, skripsi-skripsi yang telah ada (dengan pengambilan tema penelitian dari sudut pandang atau identifikasi permasalahan yang berbeda, unik, dan menarik), ataupun melalui penelusuran media onlie(internet).

2. Studi pendahuluan yang mendalam dan terarah terhadap penelitian yang telah diteliti, orang yang ahli dibidang yang akan dikaji dalam penelitian, ataupun dengan dosen-dosen, untuk menemukan dan mengungkap hal atau fenomena yang terkait dengan dunia Ilmu Komunikasi khususnya bidang interaksi simbolik makna pesan.


(59)

117

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : MokhamadHafidKarami

2. TempatdanTanggalLahir : Bandung 23 Agustus 1988

3. NomorIndukMahasiswa : 41807137

4. Program Studi : IlmuKomunikasi

5. JenisKelamin : Laki- laki

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Agama : Islam

8. Alamat : Ds.Cipacing Rt.002/012

Kec.JatinangorKab. Sumedang

9. Status : BelumMenikah

10.Orang Tua

Nama Ayah : AefSaepudin

Pekerjaan : Wiraswasta

NamaIbu : YuyunSriwahyuni

Pekerjaan : Iburumahtangga

Alamat : Ds. Cipacing Rt.002/012

Kec.JatinangorKab. Sumedang

Bandung 09Februari 2013


(1)

90

Setelah melakukan peneliatian serta melakukan analisis dan pembahasan yang peneliti uraikan pada bab sebelumnya, maka pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang simpulan penelitian termasuk di dalamnya saran-saran yang diperlukan pihak-pihak yang bersangkutan termasuk di dalamnya peneliti untuk meningkatkan mutu dari penelitian yang mungkin akan dilakukan di kemudian hari

5.1. Kesimpulan

1. Bntuk pesan yang terdapat dalam sesajen kesenian tradisional Kuda Lumping dapat kita tangkap dari apa makna awal yang kita dapat. Bentuk pesan merupakan hasil kesepakatan bersama terhadap pemaknaan sesajen.

2. Sarana negosiasi pesan yang terdapat dalam sesajen pada kesenian tradisional Kuda lumping, dapat kita lihat dari proses interaksi yang terlibat pada saat pembentukan makna awalnya. Dengan kata lain sarana negosiasi makna dari sesajen ialah interaksi itu sendiri.


(2)

3. Interpretasi yang ada terhadap sesajen masih jauh dari makna aslinya, karena bentuk pesan, serta sarana negosiasi makna pesan yang tidak terlihat secara kasat mata.

Sesuai dengan maksud penelitian, peneliti menyimpulkan mengenai Makna pesan dibalik sesajen yang ada pada kesenian tradisional Kuda Lumping ialah merupakan makna pesan yang bersangkutan dengan Moral dannilai-nilaiKe-Tuhanan yang di implementasikan melalui sesajen sebagai simbol pesan, hal ini disebabkan karena pada awalnya para kaum budaya Hindu pun menciptakan dan menggunakan sesajen sebagai alat pemujaan bagi dewa-dewanya, yang akhirnya oleh bangsa Indonesia di adaptasi menjadi alat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

5.2 Saran-Saran

5.2.1. Saran bagi Satria Winangun

Sebagai kelompok pegelaran kesenian tradisonal Kuda Lumping, Satria Winangun terutama Abah Lim sebagai ketua kelompok cukup memahami makna pesan yang terdapat dalam sesajen, hal ini dikarenakan Abah Lim yang mengetahui makna pesan tersebut secara turun temurun, walupun demikian sebaiknya ketika mengadakan pagelaran kesenian tradisional Kuda Lumping Abah Lim dan Satria Winangun memeberikan informasi mengenai apa makna luhur dari sesajen secara


(3)

khusus dan Kuda Lumping secara umum, hal ini dimaksudkan untuk tetap menjaga nilai budaya yang ada di dalamnya.

5.2.2. Saran bagi Universitas

Mata kuliah sepertivAntropologi, Sistem Sosial Budaya Idonesia (SSBI) dan Komunikasi Lintas Budaya merupakan mata kuliah yang bersangkutan dengan objek penelitian peneliti dan budaya Indonesia secara umumnya dan mata kuliah ini membantu mahasiswa untuk lebih memahami budaya Indonesia beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Yang menjadi saran dari peneliti ialah agar dalam mata kuliah yang telah peneliti sebutkan materi yang disampaikan di kaitkan dengan contoh nyata yang berkaitan dengan budaya Indonesia, lebih meningkatkan pemahaman terhadap aplikasinya dan menambah frekuensi studi lapangan, hal ini dimaksudkan untuk menambah ranah pengalaman mahasiswa, karena menurut sudut pandang peneliti secara pribadi, pengalaman dapat membawa seseorang kepada pengetahuan tetapi pengetahuan tidak selalu mendatangkan pengalaman, karena itulah peneliti ingin menekankan bahwa mahasiswa lebih membutuhkan pengalaman dibanding kognitif, dengan pertimbangan bahwa dari masa TK, SD, SMP, hingga masa SMA seseoarang cenderung lebih ditingkatkan ranah kognitifnya.


(4)

5.2.3. Saran bagi masyarakat

Saran peneliti terhadap msyarakat Indonesia dan Jawa Barat pada umumnya ialah untuk lebih peduli terhadap budaya-budaya Indonesia, budaya merupakan sesuatu yang bisa dan harus kita banggakan, tetapi untuk membanggakan budaya kita terlebih dulu harus memahami budaya itu sendiri, terutama mengenai sesajen yang saat ini banyak di artikan sebagai simbol kemusrikan karena seringkali di salah gunakan dan dibiaskan fungsinya, ada baiknya penggunaan sesajen tidak digunakan sebagai bentuk pemujaan terhadap makhluk selain Tuhan Yang Maha Esa, penggunaan sesajen baiknya digunakan secara tepat, seperti hal nya beberapa suku Jawa yang menggunakan sesajen sebagai bentuk pengucapan syukur kepada Tuhan atas berhasilnya panen, walaupun pertunjukan Kuda Lumping dan pesata penen merupakan dua acara yang berbeda, sesajen di dalamnya mempunyai fungsi dam makna yang identik.

5.2.4. Saran bagi Peneliti

Peneliti dan penelitian selajutnya (baik dari mahasiswa/mahasiswi Konsentrasi Ilmu Humas dan Jurnalistik), agar dapat memilih lebih selektif, unik, dan menarik untuk tema-tema penelitian yang memiliki aplikasi terhadap Ilmu Komunikasi dan konsentrasi ilmu masing-masing, melalui :

1. Studi literatur, untuk menemukan danmengungkap hal atau fenomena yang terkait dengan duniaI lmu Komunikasi khususnya bidang interaksi simbolik


(5)

dalm maka pesan. Hal ini dapat dilakukan melalui buku-buku teroritis maupun praktis, skripsi-skripsi yang telah ada (dengan pengambilan tema penelitian dari sudut pandang atau identifikasi permasalahan yang berbeda, unik, dan menarik), ataupun melalui penelusuran media onlie(internet).

2. Studi pendahuluan yang mendalam dan terarah terhadap penelitian yang telah diteliti, orang yang ahli dibidang yang akan dikaji dalam penelitian, ataupun dengan dosen-dosen, untuk menemukan dan mengungkap hal atau fenomena yang terkait dengan dunia Ilmu Komunikasi khususnya bidang interaksi simbolik makna pesan.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : MokhamadHafidKarami

2. TempatdanTanggalLahir : Bandung 23 Agustus 1988

3. NomorIndukMahasiswa : 41807137

4. Program Studi : IlmuKomunikasi

5. JenisKelamin : Laki- laki

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Agama : Islam

8. Alamat : Ds.Cipacing Rt.002/012

Kec.JatinangorKab. Sumedang

9. Status : BelumMenikah

10.Orang Tua

Nama Ayah : AefSaepudin

Pekerjaan : Wiraswasta

NamaIbu : YuyunSriwahyuni

Pekerjaan : Iburumahtangga

Alamat : Ds. Cipacing Rt.002/012

Kec.JatinangorKab. Sumedang

Bandung 09Februari 2013