Kemandirian Keuangan Daerah T1 232010126 Full text

35 menunjukkan adanya penurunan tingkat ketergantungan keuangan yang dimilikinya, walaupun presentase ketergantungan keuangan Pemkab Semarang berada di atas rata-rata. Hal serupa juga terjadi pada daerah berkembang cepat yakni Pemkab Grobogan dan juga daerah relatif tertinggal yakni Pemkab Demak, hal tersebut mencerminkan adanya penurunan dalam penerimaan dana transfer baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Provinsi. Dilain sisi Pemkot Salatiga dan juga Pemkab Kendal menunjukkan adanya kenaikan terhadap tingkat ketergantungan keuangan daerahnya, kondisi demikian juga didukung dengan hasil klasifikasi daerah berdasar tipologi klassen yang menempatkan kedua daerah tersebut dalam daerah maju, namun dalam tekanan ekonomi. Masih tingginya kondisi ketergantungan Pemerintah Daerah baik Pemkab maupun Pemkot se Eks-Karesidenan Semarang mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah perlu meningkatkan penerimaan PAD serta menggali kembali potensi PAD yang ada dimasing-masing daerah.

3. Kemandirian Keuangan Daerah

Kemampuan Pemerintah Daerah se Eks-Karesidenan Semarang dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan serta pelayanan kepada masyarakat dapat terlihat dari tingkat kemandirian keuangan pada Grafik 6.B. Hasil pengolahan data yang ditunjukkan dalam Grafik 6.A menjelaskan bahwa rata-rata kemandirian keuangan daerah pada Pemkab dan Pemkot se Eks- Karesidenan Semarang setiap tahun meningkat, namun peningkatan yang terjadi belum melampaui 25 persen dengan pola hubungan instruktif. Hal ini mengindikasikan trend kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan serta mengolah berbagai macam sumber pendapatannya masih sangat rendah. 36 Grafik 6.A Trend Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten dan Kota se Eks- Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012 Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah, diolah. Grafik 6.B Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten dan Kota se Eks- Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012 Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah, diolah. Melihat kembali pada kondisi mayoritas Pemkab dan Pemkot se Eks- Karesidenan Semarang dalam kurun waktu lima tahun menunjukkan keadaan 12.72 13.92 14.35 15.13 17.89 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Kendal Kab. Grobogan Rata-rata 12.72 13.92 14.35 15.13 17.89 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 2008 2009 2010 2011 2012 Kota Semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Kendal Kab. Grobogan Rata-rata 37 kemandirian keuangan daerah yang beragam. Seperti pada Pemkab Demak, Pemkot Salatiga, Pemkab Kendal, dan juga Pemkab Grobogan trend kemandirian keuangan daerahnya berfluktuatif. Naik-turunnya tingkat kemandirian keuangan daerah-daerah tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: 1. PAD setiap tahun menunjukkan peningkatan, namun proporsi PAD terhadap pendapatan daerah guna pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan masih relatif kecil, dibandingkan dengan sumber penerimaan dari dan perimbangan. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat masih sangat tinggi LKPD Kota Salatiga, 2010 2. Minimnya PAD sehingga ketergantungan kepada anggaran dari Pemerintah Pusat sangat besar LKPD Kabupaten Demak, 2009. 3. Pengelolaan pendapatan daerah yang belum efektif LKPD Kabupaten Demak, 2010. 4. Sumber penerimaan dalam APBD daerah masih sangat tergantung dana perimbangan dari Pemerintah Pusat LKPD Kabupaten Grobogan, 2008 Walaupun kondisi kemandirian keuangan daerah di Pemkot Salatiga berfluktuatif, namun besar tingkat kemandirian keuangannya mampu berada di atas rata-rata selama tahun 2008-2011. Kondisi demikian dipicu dengan adanya peningkatan penerimaan PAD terutama yang berasal dari pajak penerangan jalan sebagai objek pajak daerah yang memberikan kontribusi terbesar LKPD Kota Salatiga, 2009 namun jika dalam persentase kenaikan penerimaan pajak penerangan jalan masih belum terlalu besar, sedangkan dari sisi pendapatan retribusi daerah realisasinya ditahun 2009 menurun menjadi Rp. 6,843,378,023.- bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 22,321,901,734.- 38 Lain halnya dengan trend tingkat kemandirian keuangan Pemkot Semarang yang berada meningkat dan selalu berada di atas rata-rata kemandirian keuangan se Eks-Karesidenan Semarang, kenaikan ini secara umum dikarenakan adanya keberhasilan upaya intensifikasi dalam pemungutan penerimaan terutama dari sisi PAD. Dalam LKPD Kota Semarang 2012 menjelaskan bahwa mulai tahun anggaran 2012 PBB sudah menjadi pajak daerah Pemkot Semarang yang diatur dalam Perda No. 13 Tahun 2011 tentang PBB Perkotaan, yakni sebesar Rp. 160,463,199,082.-. Sebaliknya kenaikan tersebut tidak sepenuhnya terjadi dalam setiap entitas dari sisi PAD, hal tersebut dapat dilihat dari sisi penerimaan retribusi Pemkot Semarang Grafik 2. Penerimaan retribusi Pemkot Semarang tahun 2012 mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan adanya pendapatan retribusi yang tidak mencapai target anggaran tahun 2012 misalnya jasa pelayanan parkir di tepi jalan umum dan jasa pengujian kendaraan bermotor, penyebab tidak tercapainya target penerimaan retribusi tersebut adalah: 1. Pelayanan parkir tepi jalan umum dikarenakan keterbatasan personil dari Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika dan rendahnya intensifikasi, serta belum adanya sistem yang memadai. 2. Pengujian kendaraan bermotor dikarenakan berkurangnya jumlah armada angkutan yang melakukan pengujian kendaraan. Kondisi demikian menyebabkan tingkat kemandirian keuangan Pemkot Semarang cenderung meningkat dan konsisten berada di atas rata-rata kemandirian keuangan daerah se di Eks-Karesidenan Semarang. Trend kemandirian keuangan daerah Grafik 6 turut menjelaskan bagaimana kondisi kemandirian keuangan daerah di Pemkab Semarang. Pemkab 39 Semarang menunjukkan kemandirian keuangan daerah yang meningkat, namun kenaikan tersebut berada di bawah rata-rata kemandirian keuangan daerah se Eks- Karesidenan Semarang. Hal tersebut juga ditunjukkan dalam rasio pajak Grafik 8 dan rasio pajak per kapitanya Grafik 9. Dalam LKPD Kabupaten Semarang tahun 2012 menjelaskan bahwa, dari sisi penerimaan PAD di Pemkab Semarang masih mengalami kendala, diantaranya: 1. Masih lemahnya data dasar wajib pajak maupun retribusi daerah. 2. Kurangnya optimalnya penerapan self assesment system dalam pemungutan pajak daerah. 3. Penerimaan dari retribusi daerah juga dipengaruhi oleh kondisi perekonomian daerah, kondisi fasilitas yang tersedia, serta kemauan dan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan obyek-obyek maupun fasilitas sumber retribusi. Meskipun demikian tidak serta merta penerimaan PAD di Pemkab Semarang seluruhnya menurun, karena masih terdapat beberapa realisasi retribusi yang dapat memenuhi target, misalnya: 1. Retribusi pengujian kendaraan bermotor karena adanya kenaikan tarif uji kendaraan berdasarkan Perda nomor 8 tahun 2011. 2. Retribusi pengendalian menara telekomunikasi yang merupakan penerimaan retribusi baru berdasarkan Perda No. 8 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum. Sedangkan dari sisi penerimaan dana transfer Pemerintah Pusat yang berupa dana perimbangan selalu meningkat dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya, kondisi demikian menggambarkan tingkat kemandirian keuangan 40 daerah di Pemkab Semarang, yang terus meningkat namun masih berada di bawah rata-rata kemandirian keuangan daerah se Eks-Karesidenan Semarang. Berdasarkan hasil analisis kemandirian keuangan daerah di Eks- Karesidenan Semarang memperlihatkan bahwa seluruh klasifikasi daerah menurut tipologi klassen tahun 2012 mengalami kenaikan, hal tesebut mengindikasikan bahwa komponen PAD dimasing-masing daerah mengalami peningkatan, walaupun jika dilihat dari tingkat ketergantungan keuangan daerahnya Grafik 5, komponen penerimaan dana transfer dimasing-masing daerah mengalami kondisi yang beragam.

4. Derajat Desentralisasi