30
Semarang 2012 bahwa terdapat penurunan bagi hasil pajak tahun 2012 dibanding tahun 2011, yang dikarenakan PBB sudah menjadi pajak daerah. Dilain
sisi besar alokasi dana perimbangan yang diterima Pemkab Demak juga mengalami fluktuasi, karena sangat bergantung pada kemampuan keuangan
Pemerintah Pusat setiap tahunnya LKPD Kabupaten Demak, 2012. Laju pertumbuhan transfer di daerah cepat maju dan tumbuh
memperlihatkan adanya penurunan pada tahun 2012, yakni untuk Pemkot Semarang sebesar 15,50 persen dan untuk Pemkab Semarang sebesar 13,54
persen, hal serupa juga terjadi pada Pemkab Grobogan sebagai daerah berkembang dan juga Pemkab Demak sebagai daerah relatif tertinggal. Hal
berbeda ditunjukkan dalam pertumbuhan transfer daerah maju namun dalam tekanan ekonomi yakni Pemkot Salatiga dan juga Pemkab Kendal yang justru
mengalami kondisi yang berfluktuasi hal ini mencerminkan bahwa Pemerintah Daerah belum mampu menstabilkan peneriman Pemerintah Daerahnya.
2. Ketergantungan Keuangan Daerah
Pada prinsipnya semakin besar sumbangan PAD terhadap APBD maka, akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada Pusat sebagai
konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah dari prinsip secara nyata dan bertanggung jawab Rinaldi, 2012. Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat
diketahui trend ketergantungan keuangan daerah se Eks-Karesidenan Semarang dalam lima tahun mengalami kondisi yang berfluktuasi Grafik 5.A. Dalam
Grafik 5.B memperlihatkan ketergantungan keuangan se Eks-Karesidenan Semarang pada tahun 2009 mengalami peningkatan yakni sebesar 86,49 persen
sebaliknya pada tahun sebelumnya hanya 85,45 persen. Hal ini dikarenakan
31
adanya kenaikan pendapatan transfer dimasing-masing daerah, diantaranya Pemkab Semarang 86,50 persen, Pemkab Demak 91,71 persen, Pemkab Kendal
87,21 persen, dan Pemkab Grobogan 89,41 persen.
Grafik 5.A Trend Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten dan Kota se Eks-
Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah, diolah.
Grafik 5.B Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten dan Kota se Eks-
Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012
Sumber : BPK Perwakilan Jawa Tengah, diolah.
85.45 86.49
83.69 84.26
83.62
60.00 65.00
70.00 75.00
80.00 85.00
90.00 95.00
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Kendal
Kab. Grobogan Rata-rata
85.45 86.49
83.69 84.26
83.62
60.00 65.00
70.00 75.00
80.00 85.00
90.00 95.00
2008 2009
2010 2011
2012 Kota Semarang
Kab. Semarang Kota Salatiga
Kab. Demak Kab. Kendal
Kab. Grobogan Rata-rata
32
Trend selama lima tahun Grafik 5.A memperlihatkan masih ada daerah yang mempunyai kecenderungan tingkat ketergantungan keuangannya berada di
atas rata-rata seperti, Pemkab Semarang, Pemkab Grobogan dan Pemkab Demak dengan tingkat ketergantungannya paling besar selama tahun 2008-2012. Faktor-
faktor umum yang menyebabkan terjadinya kenaikan ketergantungan keuangan daerah, yaitu:
1. Terjadinya peningkatan pendapatan transfer, yang berupa DAU LKPD Kabupaten Semarang, 2011.
2. Masih lemahnya data dasar wajib pajak maupun retribusi daerah serta kurangnya optimalnya penerapan self assesment system dalam pemungutan
pajak daerah LKPD Kabupaten Semarang, 2012. 3. Sumber penerimaan dalam APBD Pemkab Grobogan masih sangat tergantung
dana perimbangan dari Pemerintah Pusat LKPD Kabupaten Grobogan, 2008 4. Belum optimalnya kontribusi Badan Usaha Milik Daerah BUMD terhadap
PAD BPK, 2011. Pemkab
Demak menunjukkan
adanya peningkatan
terhadap ketergantungan keuangan daerahnya selama lima tahun, hal serupa juga turut
dijelaskan dalam LKPD Kabupaten Demak 2012 bahwa, pendapatan daerah dari komponen PAD meningkat setiap tahunnya, namun proporsi PAD bagi
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan masih relatif kecil dibandingkan dengan sumber pendapatan dari dana perimbangan, sehingga dependensi sumber
pendapatan dari Pemerintah Pusat masih sangat tinggi. Dan juga proporsi pendapatan dari komponen dana perimbangan dalam struktur pendapatan APBD
Pemkab Demak relatif sangat dominan, dimana dalam lima tahun terakhir dari
33
tahun 2008-2012 kontribusinya berkisar antara 59,34 persen-83,87 persen. Dengan adanya kenaikan dalam ketergantungan keuangan daerah
tersebut dapat menyebabkan Pemerintah Daerah kurang dapat mengatur sendiri kegiatan
pemerintahan, mengelola pembangunan serta meningkatkan kesejateraan masyarakatnya.
Untuk Pemkot Salatiga dan Pemkab Kendal mengalami kondisi ketergantungan keuangan daerah yang berfluktuasi selama tahun 2008-2012
Grafik 5.A. Tingkat ketergantungan keuangan Pemkot Salatiga dan Pemkab Kendal ditahun 2011 berada di bawah rata-rata masing-masing sebesar 83,40
persen, 81,63 persen namun, pada tahun 2012 terjadi kenaikan menjadi 86,16 persen serta 83,97 persen yang mengakibatkan tingkat ketergantungan Pemkot
Salatiga dan Pemkab Kendal berada di atas rata-rata se Eks-Karesidenan Semarang.
Faktor penyebab ketergantungan keuangan daerah Pemkot Salatiga dan Pemkab Kendal berada di bawah rata-rata Eks-Karesidenan Semarang juga turut
dijelaskan dalam LKPD Kota Salatiga 2011, yakni terdapat pendapatan transfer berupa DBH pajak mengalami penurunan yang disebabkan DBH dari Bea
Perolehan Hak Tanah Bangunan BPHTB Tahun 2011 merupakan pajak daerah. Bila di Pemkab Kendal, dengan persentase penerimaan pendapatan mencapai
126,02 persen LKPD Kabupaten Kendal, 2011. Sedangkan faktor penyebab lainnya yang mengakibatkan kenaikan pada
tingkat ketergantungan keuangan daerah tahun 2012 dikarenakan adanya penurunan dari sisi penerimaan PAD, seperti:
34
1. Masih adanya mutasi obyek PBB yang tidak dilaporkan untuk perubahan pajaknya dan masih adanya tanah kosong yang tidak jelas kepemilikannya
serta banyaknya obyek pajak yang masih dalam sengketa menjadi kendala dalam pemungutan PBB LKPD Kota Salatiga, 2012.
2. Belum optimalnya pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah dari perusahaan daerah aneka usaha untuk memberikan kontribusi target kepada
pendapatan daerah disebabkan upaya-upaya optimalisasi pengelolaan Perusahaan Daerah Aneka Usaha PDAU belum memberikan hasil yang
maksimal LKPD Kota Salatiga, 2012. 3. Pos-pos pendapatan transfer terjadi peningkatan bila dibandingkan dengan
realisasi tahun 2011 BPK, 2012. Namun hal yang berkebalikan terjadi di Pemkot Semarang, bahwa
persentase ketergantungan keuangannya setiap tahun berada di bawah nilai rata- rata se Eks-Karesidenan Semarang. Rendahnya angka ketergantungan keuangan
ini dikarenakan terjadi peningkatan kemandirian keuangan Pemkot Semarang untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan Pemerintah dan pembangunan
melalui, kemajuan dalam optimalisasi penerimaan PAD dengan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah, optimalisasi aset dan kekayaan
daerah, pengembangan BUMD serta realisasi pos-pos pendapatan tertentu di Pemkot Semarang setiap tahunnya yang dapat melampaui target anggarannya
sehingga hal tersebut dapat menyebabkan kenaikan dalam sisi pendapatan daerah di Pemkot Semarang.
Pemkot Semarang dan juga Pemkab Semarang yang merupakan daerah daerah cepat maju dan tumbuh berdasar tipologi klassen tahun 2012 secara nyata
35
menunjukkan adanya penurunan tingkat ketergantungan keuangan yang dimilikinya, walaupun presentase ketergantungan keuangan Pemkab Semarang
berada di atas rata-rata. Hal serupa juga terjadi pada daerah berkembang cepat yakni Pemkab Grobogan dan juga daerah relatif tertinggal yakni Pemkab Demak,
hal tersebut mencerminkan adanya penurunan dalam penerimaan dana transfer baik dari Pemerintah Pusat maupun dari Pemerintah Provinsi. Dilain sisi Pemkot
Salatiga dan juga Pemkab Kendal menunjukkan adanya kenaikan terhadap tingkat ketergantungan keuangan daerahnya, kondisi demikian juga didukung dengan
hasil klasifikasi daerah berdasar tipologi klassen yang menempatkan kedua daerah tersebut dalam daerah maju, namun dalam tekanan ekonomi.
Masih tingginya kondisi ketergantungan Pemerintah Daerah baik Pemkab maupun Pemkot se Eks-Karesidenan Semarang mengindikasikan bahwa
Pemerintah Daerah perlu meningkatkan penerimaan PAD serta menggali kembali potensi PAD yang ada dimasing-masing daerah.
3. Kemandirian Keuangan Daerah