Rasio Pajak T1 232010126 Full text

43 kenaikan derajat desentralisasi pada seluruh Pemerintah Daerah se Eks- Karesidenan Semarang tahun 2012, hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja masing-masing Pemerintah Daerah dalam mengoptimalkan sumber daya yang ada guna menyelenggarakan desentralisasi telah meningkat.

5. Rasio Pajak

Tingginya rasio pajak menggambarkan seberapa tinggi penerimaan daerah yang bersumber dari pajak daerah. Pada Grafik 8.A menunjukkan bahwa trend rasio pajak se Eks-Karesidenan Semarang ditahun 2012 rata-rata rasio pajaknya mencapai 0.53 persen . Berdasarkan data rasio pajak di 33 Provinsi, diperoleh gambaran bahwa rata-rata rasio pajak daerah secara Nasional sebesar 1,39 persen DJPK, 2012. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata rasio pajak se Eks- Karesidenan Semarang berada masih berada di bawah rata-rata rasio pajak secara Nasional, meskipun demikian terdapat peningkatan rasio pajak se Eks- Karesidenan Semarang setiap tahunnya Grafik 8.B . Seperti yang ditunjukkan dalam Grafik 8.A Pemkot Semarang dan Pemkot Salatiga, secara konsisten selama lima tahun tingkat rasio pajaknya cenderung meningkat dan berada di atas rata-rata Eks-Karesidenan Semarang. Ditahun 2012 Pemkot Semarang memiliki rasio pajak tertinggi yaitu sebesar 1.10 persen , dan kemudian disusul oleh Pemkot Salatiga 0.83 persen. Peningkatan cukup tinggi di Pemkot Semarang hal ini dikarenakan, mulai tahun anggaran 2012 PBB sudah menjadi pajak daerah Pemkot Semarang yang diatur dalam Perda No. 13 Tahun 2011 tentang PBB Perkotaan, penerimaan PBB tahun 2012 sebesar Rp. 160,463,199,082.- terdiri dari realisasi ketetapan pajak PBB tahun 2012 sebesar Rp. 130,859,160,961.- dan realisasi pembayaran atas piutang pajak PBB yang 44 timbul sebelum tahun 2012 sebesar Rp. 29,604,038,121.- LKPD Kota Semarang, 2012. Grafik 8.A Trend Rasio Pajak Kabupaten dan Kota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012 Sumber : BPK dan BPS Perwakilan Jawa Tengah, diolah. Grafik 8.B Rasio Pajak Kabupaten dan Kota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012 Sumber : BPK dan BPS Perwakilan Jawa Tengah, diolah. Selanjutnya dalam Pemkot Salatiga setiap tahun rasio pajaknya selalu berada di atas rata-rata, sesuai dengan LKPD Kota Salatiga 2009, 2010, hal ini 0.29 0.30 0.30 0.44 0.53 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 2008 2009 2010 2011 2012 Kota semarang Kab. Semarang Kota salatiga Kab. Demak Kab. Kendal Kab. Grobogan Rata-Rata 0.29 0.30 0.30 0.44 0.53 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 2008 2009 2010 2011 2012 Kota semarang Kab. Semarang Kota salatiga Kab. Demak Kab. Kendal Kab. Grobogan Rata-Rata 45 dikarenakan terdapat proporsi penerimaan dari pajak hotel yang selalu meningkat dan juga adanya realisasi penerimaan pajak penerangan jalan yang merupakan objek pajak daerah dengan proporsi terbesar terhadap PAD di Pemkot Salatiga. Dalam LKPD Kota Salatiga 2012 terdapat peningkatan realisasi pendapatan pajak daerah Pemkot Salatiga, dibandingkan tahun sebelumnya, adapun peningkatan dari sisi pajak tersebut dikarenakan terjadi penerimaan yang berasal dari pajak BPHTB. Penerimaan pajak BPHTB tersebut, termasuk penerimaan transfer DBH BPHTB bagian pusat atas kurang bayar DBH BPHTB bagian Pemerintah Pusat bagi rata tahun anggaran 2010 sebesar Rp. 481,469,231.- yang baru direalisasikan pada tahun anggaran 2012. 1 Grafik 8.C Rasio Pajak Kabupaten dan Kota se Eks-Karesidenan Semarang Tahun 2008-2012 Sumber : BPK dan BPS Perwakilan Jawa Tengah, diolah. 1 Penerimaan pajak BPHTB pada tahun 2010 yang terealisasi tahun 2012 disebabkan adanya perubahan pengelolaan pendapatan BPHTB Pemkot Salatiga diserahkan dari Pemerintah Pusat ke Pemkot Salatiga sejak tahun anggaran 2011. Sebagaimana dalam LKPD Pemkot Salatiga 2012 menegaskan bahwa basis akuntansi yang digunakan dalam pelaporan keuangan Pemkot Salatiga adalah basis kas. Basis kas sendiri digunakan untuk pengakuan pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan. 0.29 0.30 0.31 0.44 0.53 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 2008 2009 2010 2011 2012 Kota semarang Kab. Semarang Kota Salatiga Kab. Demak Kab. Kendal Kab. Grobogan Rata-rata 46 Dalam penggunaan basis kas tentunya terdapat kelemahan misalnya penggunaan basis kas dalam LKPD Pemerintah Daerah tersebut hanya memfokuskan pada arus kas dalam periode pelaporan berjalan, dan mengabaikan kejadian yang mungkin berpengaruh pada kemampuan Pemerintah dalam mengoptimalkan kinerja Pemerintahannya, seperti halnya dalam grafik 8.C yang menunjukkan perbedaan besarnya persentase rata-rata se Eks-Karesidenan Semarang tahun 2010, sebesar satu persen. Perubahan tersebut mencoba untuk menunjukkan bahwa, alokasi DBH BPHTB tahun 2010 yang realisasi tahun 2012 dihitung dengan menggunakan metode akrual. Namun masih ada daerah yang rasio pajaknya berfluktuatif dan berada di bawah rata-rata rasio pajak se Eks-Karesidenan Semarang seperti, Pemkab Demak, Pemkab Kendal dan juga Pemkab Grobogan yang menempati urutan terendah dalam kepemilikan rasio pajaknya. Walaupun realisasi pajak daerah Pemkab Grobogan melebihi dari anggaran yang ditetapkan namun masih ada pencapaian terendah yang terjadi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah DPPKAD yaitu pada pajak sarang burung walet sebagimana penerimaan pajak tersebut tidak memenuhi target karena banyak wajib pajak tidak mau membayar pajak dengan alasan produksi sarang burung turun dan harga di pasaran juga turun, untuk membuktikan alasan tersebut juga sangat sulit disebabkan para wajib pajak tidak melakukan pembukuan dan hanya berdasarkan asumsi LKPD Kabupaten Grobogan, 2012. Secara umum naik-turunnya rasio pajak dimasing-masing Pemkab dan Pemkot se Eks-Karesidenan Semarang, dikarenakan: 47 1. Masih ada objek pajak daerah yang tidak dapat melampaui target yang telah ditetapkan yaitu pajak reklame dan pajak penerangan jalan LKPD Kabupaten Demak, 2011. 2. Kurangnya kesadaran wajib pajak akan arti pentingnya pajak bagi pembangunan LKPD Kabupaten Kendal, 2012. 3. Keterbatasan SDM pemeriksa pajak untuk memperoleh informasi keuangan wajib pajak yang riil dobel pembukuan LKPD Kota Salatiga, 2010. 4. Masih adanya mutasi obyek PBB yang tidak dilaporkan untuk perubahan pajaknya dan masih adanya tanah kosong yang tidak jelas kepemilikannya serta banyaknya obyek pajak yang masih dalam sengketa menjadi kendala dalam pemungutan PBB LKPD Kota Salatiga, 2012. Rasio pajak Pemkab Semarang setiap tahunnya meningkat namun, masih berada di bawah rata-rata se Eks-Karesidenan Semarang. Dalam LKPD Kabupaten Semarang 2011 menyebutkan enam dari sepuluh objek pajak di Pemkab Semarang dapat melampaui dari anggaran, objek pajak tersebut ialah yang berasal dari pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir dan pajak air tanah. Pada tahun anggaran 2011 terdapat dua objek pajak baru yaitu pajak air tanah dan pajak BPHTB sehingga terjadi peningkatan dalam rasio pajak di Pemkab Semarang. Dalam rasio pajak Pemkab Semarang tahun 2012 menunjukkan peningkatan sebesar 0.02 persen, hal tersebut dikarenakan masih adanya hambatan yang dihadapi oleh Pemkab Semarang dalam mencapai target yang telah ditetapkan dalam pemungutan pajak daerahnya, diantaranya: 48 1. Pajak Hotel dan Pajak Hiburan Konsekwensi dari sistem pemungutan pajak self assesment yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah dimana sistem tersebut tidak seiring dengan peningkatan kesadaran wajib pajak. Hal lainnya ialah kondisi di lapangan, yang selalu menjadi alasan pengusaha perhotelan adalah tingginya biaya pengelolaan hotel dan beban biaya lain-lain selain pajak yang ditanggung oleh pengusaha. Kurang mendukungnya jalan menuju kawasan perhotelan, pada saat hari libur jalan menuju kawasan perhotelan tersebut sering dilakukan penutupan untuk mengurangi tingkat kemacetan jalan utama. Serta pengaruh dari tingkat perekonomian masyarakat dimana tingkat hunian menurun. 2. Pajak Mineral Bukan Logam Tingkat intensifikasi dan ekstensifikasi pengupayaan penerimaan pajak sudah maksimal, namun obyek pajaknya terbatas, sehingga volume pengambilan dan pendapatannnya terbatas. 3. Pajak Sarang Burung Walet Pajak ini baru diberlakukan bulan September 2012, sehingga belum ada pemasukan dikarenakan pendataan wajib pajak sarang burung walet baru dioptimalkan, dan dari data yang ada untuk saat ini belum ada panen. Pemkot Semarang dan juga Pemkab Semarang sebagai daerah bertumbuh maju dan cepat menunjukkan adanya peningkatan rasio pajak yang dimiliki oleh masing-masing daerah selama tahun 2010-2012, hal tersebut mencerminkan Pemerintah Daerah mampu mengoptimalkan penerimaan daerahnya yang bersumber dari pajak daerah. Peningkatan rasio pajak ditahun 2012 juga terjadi 49 pada daerah maju, namun dalam tekanan ekonomi yakni Pemkab Kendal dan juga Pemkot Salatiga hal tersebut didukung dengan masuknya PBB menjadi penerimaan pajak daerah. Dilain sisi, berdasarkan tipologi klassen Pemkab Grobogan menempati klasifikasi daerah yang berkembang cepat hal ini dapat dilihat dari meningkatnya rasio pajak Pemkab Grobogan menjadi 0,23 persen ditahun 2012, meskipun demikian rasio pajak tersebut masih berada di bawah rata- rata rasio pajak se Eks-Karesidenan Semarang. Berbeda halnya dengan tingkat rasio pajak yang dimiliki oleh Pemkab Demak, dengan terjadinya ketidakstabilan rasio pajak yang dimiliki Pemkab Demak selama 2008-2012 dengan kecenderungan berada di bawah rata-rata rasio pajak se Eks-Karesidenan Semarang, menempatkan tingkat rasio pajak yang dimiliki Pemkab Demak berada pada klasifikasi daerah yang relatif tertinggal, hal tersebut mencerminkan bahwa belum optimal penerimaan pajak daerah di Pemkab Demak sesuai dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009.

6. Rasio Pajak Per Kapita