7 Tempat : Ruang Pertemuan, Hotel Megaria, Jalan Raya Mandala, Merauke
E. Pelaksanaan Kegiatan
Ada dua agenda utama dalam pertemuan ini, yaitu diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti Universitas Cenderawasih untuk penelitian 1 dan Penelitian 2 serta
untuk melakukan uji coba model kebijakan yang sedang dikembangkan oleh PKMK FK UGM terkait dengan model integrasi kebijakan program PMTS. Secara detail pelaksanaan kegiatan
ini diuraikan sebagai berikut :
1. Diseminasi Hasil Penelitian
Dalam sesi ini ada dua hasil penelitian yang disampaikan. Penelitian yang pertama dilakukan
oleh peneliti 1 FKM Universitas Cenderawasih, dengan judul Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem Kesehatan di Kota Jayapura dan Kabupaten
Merauke, Provinsi Papua. Sedangkan hasil penelitian yang kedua dilakukan oleh peneliti 2 FKM Universitas Cenderawasih dengan judul Studi Kasus : Integrasi Program
Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seks PMTS-WPS di Kabupaten Merauke.
8 Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi tanya jawab untuk menanggapi hasil penelitian
yang disampaikan oleh peneliti dari Universitas Cenderawasih, antara lain : a
Ada harapan rekomendasi-rekomendasi dari penelitian ini dapat disampaikan ke pimpinan daerah supaya menjadi bahan untuk melakukan perbaikan upaya
penanggulangan HIV dan AIDSIMS di Merauke. Sebagian pemangku kepentingan menyatakan selama ini sudah banyak penelitian HIV dan AIDS baik dari tingkat
nasional maupun di daerah akan tetapi hasil-hasil penelitiannya tidak pernah disampaikan kembali ke pemerintah daerah. Oleh karena itu, tim peneliti kebijakan
AIDS diharapkan menindaklanjuti dari pertemuan diseminasi ini dengan menyampaikan hasil-hasil pokok penelitian kepada pimpinan daerah. Klarifikasi dari
tim peneliti untuk tindak lanjut penyampaian rekomendasi di tingkat daerah menjadi tanggungjawab tim peneliti daerah sedang di tingkat nasional dilakukan oleh Tim
Peneliti PKMK FK UGM. Hasil penelitian yang sudah dihasilkan dalam bentuk Policy Brief dan buku penelitian dapat diakses melalui website kebijakanaidsindonesia.net.
Meskipun demikian sebagai jaringan tim peneliti kebijakan AIDS ini akan mendukung upaya diseminasi dan pertanggungjawaban publik ke pemangku kepentingan terkait.
b Masalah sistem informasi yang kurang terintegrasi diklarifikasi bahwa selama ini PKR
yang mengambilalih dalam melakukan input data dari tingkat puskesmas karena keterbatasan SDM di puskesmas. Ada 2 tenaga di PKR yang melakukan tugas yang
semestinya dikerjakan oleh puskesmas. Tentu perkerjaan ini memberatkan PKR dan sampai kapan ini akan dilakukan oleh PKR menjadi satu pertanyaan yang sudah
disampaikan ke dinas kesehatan Provinsi. PKR mendorong agar SIHA dapat dilakukan oleh puskesmas yang sekarang ini di Kabupaten Merauke terdapat 25 puskesmas.
c Pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS semestinya KPA harus mengetahui
besaran anggarannya. Dengan adanya koordinasi, maka dapat menghindari pembiayaan yang overlapping antar sektor dan dapat dihindari pemborosan. PKR
selama ini melakukan perencanaan pembiayaan terkait dengan fungsinya sebagai lembaga setingkat sub Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan sehingga perencanaan
dan pembiayaan yang dilakukan oleh PKR disampaikan untuk pembiayaan melalui Dinas Kesehatan.
9 d
Mengenai kebijakan yang memengaruhi WPS untuk periksa karena takut sanksi sebenarnya menurut pandangan PKR semua sudah memahami konsekuensi dari
perda. Karena kalau WPS tidak memeriksakan diri justru akan mendapatkan sanksi. Upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS di Merauke cukup beruntung karena ada
komitmen tokoh yang memiliki perhatian secara khusus mengembangkan terobosan struktural dengan mengembangkan PKR sehingga keberlanjutan program
penanggulangan IMS dapat berkelanjutan dengan segala keterbatasannya. Perubahan kebijakan baru, Perda No. 3 Tahun 2013 yang menggantikan Perda No. 5 Tahun 2003
tentang penanggulangan dan pencegahan IMS dan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke perlu segera dilaksanakan, sehingga bisa semakin mengerem laju penularan
HIV dan AIDS. e
Permasalahan SDM menurut Dinas Kesehatan Merauke memang mengalami krisis dalam kualitas. Tidak hanya SDM untuk HIV dan AIDS akan tetapi mencakup
keseluruhan kualitas tenaga kesehatan umum lainnya. Kondisi ini sudah terjadi dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, adanya kerjasama yang cukup baik antar unit
kesehatan di Merauke seperti untuk peningkatan kapasitas tenaga HIV dan AIDS di tingkat puskesmas ada kesepakatan dengan PKR, meskipun tidak dianggarkan untuk
membantu peningkatan kapasitas SDM tenaga kesehatan untuk layanan HIV dan ADIS oleh PKR. Pelatihan kapasitas tenaga layanan AIDS dari puskesmas diberikan gratis
oleh PKR. Persoalan SDM memang kompleks tidak bisa hanya menuntut lembaga terkait, semestinya ada kalkulasi yang lebih jelas terkait proporsi jumlah konselor, MK
manajer kasus yang dibutuhkan dibandingkan dengan jumlah penduduk berisiko, bukan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sehingga kebutuhannya akan
lebih rasional. f
Berkaitan dengan pembiayaan perlu adanya perubahan mindset dari para petugas kesehatan untuk tidak mengukur semuanya dengan uang. Sehingga rekomendasi
terkait pemberian subsidi pada petugas AIDS perlu dipertimbangkan lagi karena sebenarnya kebutuhan tersebut sudah bisa dipenuhi dari sumber-sumber lain. Dalam
JKN juga sudah ada pos untuk operasional yang besarannya mencapai 60. Disamping itu, terdapat insentif daerah, dan dana fungsional. Oleh karena itu menurut Dinas
Kesehatan rekomendasi terkait insentif ini tidak perlu disampaikan ke pemerintah daerah. Lebih jauh terkait isu pembiayaan di Merauke, GF memang sudah mundur
10 sejak akhir 2013, akan tetap perlu dicermati lebih dalam besaran pembiayaan baru
mencapai 33 . Perlu dikaji lebih jauh sejauhmana kerangka pembiayaan AIDS di Merauke, dimana kesenjangannya. Khususnya untuk PMTS
– yang dalam penelitian ini baru fokus pada WPS, belum penjangkauan pada pelanggan laki-laki, dan tenaga kerja
di perusahaan-perusahaan besar yang banyak beroperasi di Merauke. g
Klarifikasi terkait rekomendasi yang mendorong sanksi perda yang menyasar masyarakat umum. Diskusi terkait rekomendasi ini perlu hati-hati karena hal ini juga
menjadi perdebatan panjang dalam proses penyusunan perda lama dan perda baru tentang penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke.
Telaah mendalam dari aspek sosiologis, antropologis perlu dikaji lebih jauh tidak hanya dari aspek hukum.
h Terkait kebijakan yang menghambat akses layanan kesehatan seperti penutupan
lokalisasi yang terjadi di luar Papua ini memberikan dampak yang luas di Papua. Penghapusan lokalisasi Kramat Tunggak dahulu berdampak pada peningkatan IMS
pada penduduk di Papua, bahkan di pedalaman. Faktor perkembangan ekonomi yang booming karena gaharu, mengakibatkan para pekerja seks berpindah ke Papua
sehingga dikenal dengan seks yang dibayar dengan gaharu. Kebijakan penutupan lokalisasi baru di Kalijodo atau Tanjung Elmo di Sentani juga akan berdampak ke Papua
di pedalaman, seperti ke Boven Digul. Meski ditutup tempat lokalisasinya, maka akan muncul seks dengan alas kaki dan rumput hijau. Sehingga perda penting untuk
mengatur hal tersebut. Kebijakan penutupan lokalisasi yang dicanangkan oleh Kemensos perlu dikaji lebih mendalam baik dari alasan, dan dampak yang lebih luas
dari berbagai aspek secara ekonomi, sosial dan kesehatan. i
Diskusi terkait kebijakan berkembang dari peserta yang mencermati bahwa perda- perda yang sudah ada perlu diperluas tidak hanya penanggulangan AIDS tetapi juga
perda tentang kasus pemerkosaan dan perda yang mengatur tentang perkawinan sedarah incest yang masih terjadi di Papua, sehingga mengakibatkan terjadinya
beberapa kerentanan. Secara kultural ini perlu diperhatikan untuk konteks daerah seperti di Kabupaten Merauke, Papua.
j Faktor perkembangan ekonomi di Papua perlu mendapatkan perhatian khususnya
pendidikan untuk tenaga kerja dan tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerjanya melalui pendidikan, sehingga ketika ada program kegiatan
11 promosi kesehatan bisa dipahami dan dijalankan, khususnya dampak perkembangan
industri terhadap kesehatan masyarakat lokal.
2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS