laporan diseminasi merauke 2

(1)

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Gedung IKM Baru Sayap Utara

Jl. Farmako Sekip Utara Yogyakarta 5528 email: [email protected]

Telp/Fax (hunting) (+62274) 549425

www.kebijakanaidsindonesia.net Kebijakan AIDS Indonesia @KebijakanAIDS

PUSAT KEBIJAKAN DAN MANAJEMEN KESEHATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA

Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS

dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Diseminasi Hasil Penelitian


(2)

1

LAPORAN KEGIATAN

Diseminasi Hasil Penelitian dan Uji Coba Model Kebijakan

Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM bekerja sama dengan

Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Cenderawasih (UNCEN) Jayapura 2016


(3)

(4)

3

Daftar Isi

Daftar Isi ... 3

A. Pengantar ... 5

B. Tujuan ... 6

C. Peserta ... 6

D. Waktu ... 6

E. Pelaksanaan Kegiatan ... 7

1. Diseminasi Hasil Penelitian ... 7

2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS ... 11

F. Tindak Lanjut Diskusi ... 16

G. Penutup ... 16


(5)

(6)

5

A.

Pengantar

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas pendanaan DFAT (Department of Foreign Affairs and Trade), Pemerintah Australia sejak bulan Agustus 2013 melaksanakan penelitian multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8 provinsi. Penelitian kebijakan dan program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif dalam merespon dinamika epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian ini akan membantu pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam mengembangkan strategi program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam konteks desentralisasi.

Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di tingkat nasional dan daerah. Penelitian tahap 1 untuk melihat tingkat integrasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap 2 merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan, dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut. Sedangkan penelitian tahap 3 dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap 1 dan 2 telah selesai dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Papua); Universitas Negeri Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara Timur); Universitas Udayana (Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas Airlangga (Jawa Timur); Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta); Universitas Sumatera Utara. Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk mendiseminasikan temuan-temuan pokok serta rekomendasi dari kedua penelitian tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang mengundang pihak-pihak yang terkait serta para informan kunci yang terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2.


(7)

6

Terkait dengan penelitian tahap 3 yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada penelitian tahap 3 ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Dalam uji coba model ini, melibatkan kembali para informan yang sebelumnya telah terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2. Diskusi mengenai model ini dimaksudkan untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan PMTS sebagai bentuk upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya dan kemungkinan adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS di tingkat daerah.

B.

Tujuan

1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian.

2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan.

C.

Peserta

Dari 27 undangan yang disebarkan, rata-rata tingkat kehadiran peserta dalam pertemuan ini sebesar 85 %. Pada hari pertama dan kedua dihadiri sebanyak 23 peserta dari berbagai latar belakang. Peserta tersebut berasal dari perwakilan Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke, Pokja AIDS RSUD Kabupaten Merauke, Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR), Perwakilan Puskesmas Kabupaten Merauke, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan BKKBN, Bappeda, BPJS, KPA, Perwakilan LSM dan Komunitas (KDS).

D.

Waktu

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Senin – Selasa, 11-12 April 2016 Waktu : 09.00 – 15.00 WIB


(8)

7

Tempat : Ruang Pertemuan, Hotel Megaria, Jalan Raya Mandala, Merauke

E.

Pelaksanaan Kegiatan

Ada dua agenda utama dalam pertemuan ini, yaitu diseminasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti Universitas Cenderawasih untuk penelitian 1 dan Penelitian 2 serta untuk melakukan uji coba model kebijakan yang sedang dikembangkan oleh PKMK FK UGM terkait dengan model integrasi kebijakan program PMTS. Secara detail pelaksanaan kegiatan ini diuraikan sebagai berikut :

1. Diseminasi Hasil Penelitian

Dalam sesi ini ada dua hasil penelitian yang disampaikan. Penelitian yang pertama dilakukan oleh peneliti 1 FKM Universitas Cenderawasih, dengan judul Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS dalam sistem Kesehatan di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Sedangkan hasil penelitian yang kedua dilakukan oleh peneliti 2 FKM Universitas Cenderawasih dengan judul Studi Kasus : Integrasi Program Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan dan Efektivitas Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seks (PMTS-WPS) di Kabupaten Merauke.


(9)

8

Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi tanya jawab untuk menanggapi hasil penelitian yang disampaikan oleh peneliti dari Universitas Cenderawasih, antara lain :

a) Ada harapan rekomendasi-rekomendasi dari penelitian ini dapat disampaikan ke pimpinan daerah supaya menjadi bahan untuk melakukan perbaikan upaya penanggulangan HIV dan AIDS/IMS di Merauke. Sebagian pemangku kepentingan menyatakan selama ini sudah banyak penelitian HIV dan AIDS baik dari tingkat nasional maupun di daerah akan tetapi hasil-hasil penelitiannya tidak pernah disampaikan kembali ke pemerintah daerah. Oleh karena itu, tim peneliti kebijakan AIDS diharapkan menindaklanjuti dari pertemuan diseminasi ini dengan menyampaikan hasil-hasil pokok penelitian kepada pimpinan daerah. Klarifikasi dari tim peneliti untuk tindak lanjut penyampaian rekomendasi di tingkat daerah menjadi tanggungjawab tim peneliti daerah sedang di tingkat nasional dilakukan oleh Tim Peneliti PKMK FK UGM. Hasil penelitian yang sudah dihasilkan dalam bentuk Policy Brief dan buku penelitian dapat diakses melalui website kebijakanaidsindonesia.net. Meskipun demikian sebagai jaringan tim peneliti kebijakan AIDS ini akan mendukung upaya diseminasi dan pertanggungjawaban publik ke pemangku kepentingan terkait. b) Masalah sistem informasi yang kurang terintegrasi diklarifikasi bahwa selama ini PKR yang mengambilalih dalam melakukan input data dari tingkat puskesmas karena keterbatasan SDM di puskesmas. Ada 2 tenaga di PKR yang melakukan tugas yang semestinya dikerjakan oleh puskesmas. Tentu perkerjaan ini memberatkan PKR dan sampai kapan ini akan dilakukan oleh PKR menjadi satu pertanyaan yang sudah disampaikan ke dinas kesehatan Provinsi. PKR mendorong agar SIHA dapat dilakukan oleh puskesmas yang sekarang ini di Kabupaten Merauke terdapat 25 puskesmas. c) Pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS semestinya KPA harus mengetahui

besaran anggarannya. Dengan adanya koordinasi, maka dapat menghindari pembiayaan yang overlapping antar sektor dan dapat dihindari pemborosan. PKR selama ini melakukan perencanaan pembiayaan terkait dengan fungsinya sebagai lembaga setingkat sub Pelaksana Teknis dari Dinas Kesehatan sehingga perencanaan dan pembiayaan yang dilakukan oleh PKR disampaikan untuk pembiayaan melalui Dinas Kesehatan.


(10)

9

d) Mengenai kebijakan yang memengaruhi WPS untuk periksa karena takut sanksi sebenarnya menurut pandangan PKR semua sudah memahami konsekuensi dari perda. Karena kalau WPS tidak memeriksakan diri justru akan mendapatkan sanksi. Upaya pencegahan penularan HIV dan AIDS di Merauke cukup beruntung karena ada komitmen tokoh yang memiliki perhatian secara khusus mengembangkan terobosan struktural dengan mengembangkan PKR sehingga keberlanjutan program penanggulangan IMS dapat berkelanjutan dengan segala keterbatasannya. Perubahan kebijakan baru, Perda No. 3 Tahun 2013 yang menggantikan Perda No. 5 Tahun 2003 tentang penanggulangan dan pencegahan IMS dan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke perlu segera dilaksanakan, sehingga bisa semakin mengerem laju penularan HIV dan AIDS.

e) Permasalahan SDM menurut Dinas Kesehatan Merauke memang mengalami krisis dalam kualitas. Tidak hanya SDM untuk HIV dan AIDS akan tetapi mencakup keseluruhan kualitas tenaga kesehatan umum lainnya. Kondisi ini sudah terjadi dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, adanya kerjasama yang cukup baik antar unit kesehatan di Merauke seperti untuk peningkatan kapasitas tenaga HIV dan AIDS di tingkat puskesmas ada kesepakatan dengan PKR, meskipun tidak dianggarkan untuk membantu peningkatan kapasitas SDM tenaga kesehatan untuk layanan HIV dan ADIS oleh PKR. Pelatihan kapasitas tenaga layanan AIDS dari puskesmas diberikan gratis oleh PKR. Persoalan SDM memang kompleks tidak bisa hanya menuntut lembaga terkait, semestinya ada kalkulasi yang lebih jelas terkait proporsi jumlah konselor, MK (manajer kasus) yang dibutuhkan dibandingkan dengan jumlah penduduk berisiko, bukan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sehingga kebutuhannya akan lebih rasional.

f) Berkaitan dengan pembiayaan perlu adanya perubahan mindset dari para petugas kesehatan untuk tidak mengukur semuanya dengan uang. Sehingga rekomendasi terkait pemberian subsidi pada petugas AIDS perlu dipertimbangkan lagi karena sebenarnya kebutuhan tersebut sudah bisa dipenuhi dari sumber-sumber lain. Dalam JKN juga sudah ada pos untuk operasional yang besarannya mencapai 60%. Disamping itu, terdapat insentif daerah, dan dana fungsional. Oleh karena itu menurut Dinas Kesehatan rekomendasi terkait insentif ini tidak perlu disampaikan ke pemerintah daerah. Lebih jauh terkait isu pembiayaan di Merauke, GF memang sudah mundur


(11)

10

sejak akhir 2013, akan tetap perlu dicermati lebih dalam besaran pembiayaan baru mencapai 33 %. Perlu dikaji lebih jauh sejauhmana kerangka pembiayaan AIDS di Merauke, dimana kesenjangannya. Khususnya untuk PMTS – yang dalam penelitian ini baru fokus pada WPS, belum penjangkauan pada pelanggan laki-laki, dan tenaga kerja di perusahaan-perusahaan besar yang banyak beroperasi di Merauke.

g) Klarifikasi terkait rekomendasi yang mendorong sanksi perda yang menyasar masyarakat umum. Diskusi terkait rekomendasi ini perlu hati-hati karena hal ini juga menjadi perdebatan panjang dalam proses penyusunan perda lama dan perda baru tentang penanggulangan dan pencegahan HIV dan AIDS di Kabupaten Merauke. Telaah mendalam dari aspek sosiologis, antropologis perlu dikaji lebih jauh tidak hanya dari aspek hukum.

h) Terkait kebijakan yang menghambat akses layanan kesehatan seperti penutupan lokalisasi yang terjadi di luar Papua ini memberikan dampak yang luas di Papua. Penghapusan lokalisasi Kramat Tunggak dahulu berdampak pada peningkatan IMS pada penduduk di Papua, bahkan di pedalaman. Faktor perkembangan ekonomi yang booming karena gaharu, mengakibatkan para pekerja seks berpindah ke Papua sehingga dikenal dengan seks yang dibayar dengan gaharu. Kebijakan penutupan lokalisasi baru di Kalijodo atau Tanjung Elmo di Sentani juga akan berdampak ke Papua di pedalaman, seperti ke Boven Digul. Meski ditutup tempat lokalisasinya, maka akan muncul seks dengan alas kaki dan rumput hijau. Sehingga perda penting untuk mengatur hal tersebut. Kebijakan penutupan lokalisasi yang dicanangkan oleh Kemensos perlu dikaji lebih mendalam baik dari alasan, dan dampak yang lebih luas dari berbagai aspek secara ekonomi, sosial dan kesehatan.

i) Diskusi terkait kebijakan berkembang dari peserta yang mencermati bahwa perda-perda yang sudah ada perlu diperluas tidak hanya penanggulangan AIDS tetapi juga perda tentang kasus pemerkosaan dan perda yang mengatur tentang perkawinan sedarah (incest) yang masih terjadi di Papua, sehingga mengakibatkan terjadinya beberapa kerentanan. Secara kultural ini perlu diperhatikan untuk konteks daerah seperti di Kabupaten Merauke, Papua.

j) Faktor perkembangan ekonomi di Papua perlu mendapatkan perhatian khususnya pendidikan untuk tenaga kerja dan tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kerjanya melalui pendidikan, sehingga ketika ada program kegiatan


(12)

11

promosi kesehatan bisa dipahami dan dijalankan, khususnya dampak perkembangan industri terhadap kesehatan masyarakat lokal.

2. Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program PMTS

Sesi ini terkait dengan pelaksanaan penelitian tahap 3 dari beberapa tahapan penelitian kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia. Tujuan utama dari sesi ini adalah untuk mendapatkan konsensus dari para peserta sebagai perwakilan dari praktisi terkait dengan model integrasi kebijakan dan program PMTS. Konsensus atas permodelan yang telah dikembangkan, dilakukan dengan metode delphi dalam dua putaran. Putaran pertama untuk mengetahui sejauh mana pemahaman dan persepsi dari para informan terhadap program PMTS selama ini dan putaran kedua dilakukan setelah model dipaparkan oleh peneliti. Hasil dari dua putaran delphi tersebut, dianalisis untuk melihat sejauh mana dan kemungkinannya model yang dikembangkan tersebut dapat diimplementasikan pada tingkat layanan primer.

Diskusi atas model ini kemudian dilakukan pada hari kedua, namun hasil diskusi ini tidak memengaruhi konsensus yang telah tercapai pada hari pertama. Dalam kesempatan ini diawali dahulu dengan penyajian hasil pengisian kuesioner yang telah dilakukan pada hari sebelumnya. Hasil analisis ini yang menjadi materi pemantik diskusi bersama dengan para peserta yang telah hadir kembali pada hari kedua.

Beberapa poin diskusi yang muncul pada sesi ini, antara lain :

a) Keyakinan informan tentang PMTS sebagai kunci keberhasilan dalam penanggulanggan HIV dan AIDS di Indonesia menunjukkan keyakinan yang tinggi dengan persentase mencapai 94 %. Hanya 6 % yang tidak merasa yakin. Keyakinan yang tinggi tersebut semakin diperkuat dengan tingkat keyakinan informan atas pernyataan bahwa layanan PMTS dapat diperluas menjangkau kelompok WPSTL, LSL, waria dan pria berisiko tinggi yang mencapai 100 %. Hal ini tidak terlepas dari konsep PMTS selama ini yang berbasis pada lokalisasi dan fokus menyasar pada kelompok WPS. Di Merauke, program untuk penanggulangan penularan HIV melalui transmisi seksual fokus dilakukan pada beberapa lokasi, seperti lokalisasi Yobar dan lokalisasi Belrusak. Karena epidemi AIDS di Papua sudah meluas ke masyarakat umum (ke


(13)

12

petani, Ibu rumah tangga, siswa, dan populasi kunci lain) perluasan konsep program PMTS ini diyakini semua informan.

b) Keyakinan informan atas pernyataan bahwa PMTS masih sangat tergantung dengan donor luar menunjukkan perubahan keyakinan dari delphi 1 dan 2, dari 50% menjadi 82% setelah mendengarkan paparan dari peneliti terkait mengenai logika permodelannya. Peningkatan keyakinan ini dipengaruhi oleh fakta bahwa kenyataannya GF sudah mundur dari Kabupaten Merauke sejak akhir 2013, meski masih ada dukungan pendanaan dari Unicef akan tetapi nilainya sangat kecil. Pembiayaan untuk penanggulangan AIDS sebagian besar berasal dari APBD melalui SKPD terkait, KPA, dan bahkan LSM juga mendapatkan alokasi dana yang cukup signifikan dari pemerintah Kabupaten Merauke yang bersumber dari APBD Otsus. Peningkatan keyakinan bisa jadi karena meski pembiayaan sudah dipenuhi dari APBD akan tetapi jumlahnya belum cukup bermakna jika dilihat dalam konteks Papua. c) Kebijakan pembubaran lokalisasi yang dicanangkan oleh Kemensos dapat

memengaruhi pencegahan HIV dan AIDS di Merauke, informan cukup yakin dengan hal ini dan hasil delphi mencapai 78%. Sebagian yang merasa yakin karena dalam sejarahnya PMTS di Merauke ini sudah sejak lama dikembangkan, karena adanya komitmen dan faktor kepemimpinan Dinas Kesehatan pada awal tahun 2000an, sehingga program pencegahan IMS mendapatkan prioritas dengan dibentuknya PKR yang menangani secara khusus sebagai pelaksana teknis di bawah Dinas Kesehatan. Komitmen pemerintah ini berdampak pada penurunan yang signifikan atas penurunan prevalensi IMS menjadi kurang dari 3% di Merauke. Untuk kebijakan lokalisasi di Merauke tidak ada penutupan tetapi rekolasi PS ke tempat yang jauh dari penduduk sehingga kontrol terhadap penyakit melalui transmisi seksual lewat program PMTS dapat berjalan.

d) Keyakinan informan terhadap pernyataan bahwa pemberi layanan kesehatan primer puskemas telah berperan optimal dalam pokja PMTS di lokalisasi, ternyata cukup rendah yakni 44%. Alasannya, kegiatan PMTS di Merauke ditangani khusus oleh PKR, sedangkan puskesmas memberikan pengobatan berdasarkan sindrom, sedang dari segi etiologi dilakukan di PKR. Puskesmas dalam kasus tertentu memberikan rujukan ke PKR. Sebenarnya tergantung dengan kebijakan pemerintahnya. Seperti di Jayapura, bisa jalan di Puskesmas Samadi. Di Merauke, kewenangannya untuk penangangan IMS


(14)

13

diberikan pada PKR. Meskipun secara administratif belum UPT penuh tetapi secara de facto sudah berjalan demikian. Terkait keberlanjutannya, di Merauke setuju jika layanan kesehatan primer dilakukan oleh puskesmas, karena secara geografis lebih terjangkau. Sehingga SDM puskesmas perlu diperkuat sedangkan PKR dijadikan sebagai rujukan. Untuk itu, puskesmas seharusnya menggunakan pendekatan etiologi bukan hanya sindrom. Ke depan PKR bisa menjadi UPT yang memberikan layanan (PMTS), untuk daerah yang jauh harus jadi rujukan, dan layanan diberikan selanjutnya dilakukan oleh Puskesmas.

e) Pernyataan terhadap pengadaan dan distribusi kondom oleh KPA tidak akan berkelanjutan menunjukkan keyakinannya sangat kecil, hanya 28%. Artinya tinggal 72% yang merasa yakin bahwa pendistribusian kondom akan berkelanjutan melalui KPA. Alasannya, sistem yang berjalan dirasakan sudah baik. Terkait pengadaan distribusi kondom semua dikoordinasikan melalui KPA dengan menggunakan mekanisme satu pintu. Kerjasama dalam pendistribusian kondom di Merauke dilakukan oleh 4 pihak, yakni PKR, puskesmas, Pokja Lokasi dan LSM. Keempat pihak ini dikoordinasikan oleh KPA, semua harus memberikan laporan ke KPA. Mekanisme satu pintu ini memudahkan apabila terjadi stock out (kehabisan kondom). Akan tetapi untuk mengantisipasi sumber pendanaan KPA yang sudah akan berakhir, sejak 2014 disepakati kondom dari KPA dijual dengan harga Rp 500 rupiah. Selama kurang lebih 2 tahun, sudah mendapatkan 40 juta yang digunakan sebagai modal untuk pembelian kondom mandiri. Jadi di Merauke, tidak masalah jika Global Fund berhenti. Karena sudah terbiasa mandiri. Meskipun, GF berhenti sarannya pengadaan dan distribusinya tetap di KPA. Untuk BKKBN, sudah cukup persediaannnya, hanya kondom dari BKKBN ada anggapan kurang berkualitas. Ada pandangan juga kondom BKKBN disebut kondom miskin. Sehingga kondom yang disediakan oleh BKKBN perlu pendidikan bahwa cukup berkualitas juga sehingga bisa brandingnya lebih baik dan bisa jadi alternatif untuk keberlanjutan penyediaan kondom.

f) Keyakinan terhadap pendistribusian kondom melalui BKKBN cukup besar dari informan di Merauke, mencapai 62% karena memang selama ini ada kerjasama antara BKKBN dengan puskesmas. Pendistribusian kondom untuk kepentingan kontrasepsi dan pencegahan dilakukan oleh puskesmas. Pada tingkat kampung terdapat kendala karena adanya keterbatasan Pendamping Lapangan Keluarga Berencana (PLKB).


(15)

14

Termasuk adanya keterbatasan tenaga perawat dan dokter yang bekerja di tingkat kampung di pedalaman.

g) Informan yang kurang yakin terhadap pernyataan bahwa distribusi kondom dapat dilakukan di puskesmas, mencapai 50%. Di Kabupaten Merauke terutama pada daerah yang jauh di pedalaman justru distribusi dapat optimal dan dipusatkan di puskesmas, baik sebagai alat kontrasepsi maupun sebagai alat pencegahan penyakit. Di kota memang berbeda karena pilihannya lebih bervariasi bisa di puskesmas, LSM atau membeli secara mandiri. Terkait dengan pernyataan bahwa harga kondom yang dijual di pasar mahal memang tergantung dengan jenis kondom yang dipilih, kalau merek tertentu seperti durex memang mahal, tetapi kondom merah yang dibeli untuk koperasi kondom mandiri harganya terjangkau dan murah.

h) Keyakinan terhadap pernyataan kondom dapat diadakan dari BOK mungkin tetapi kemungkinannya rendah (33%), karena penggunaan dana BOK ada ploting khusus yang tidak bisa diubah, sudah ada aturan untuk penggunaannya. Sementara pengadaan dari penganggaran Puskesmas BLUD tidak relevan karena di Kabupaten Merauke belum ada Puskemas BLUD (33%). Sementara kemungkinan pengadaan kondom dan lubrikan dari JKN, meski keyakinannnya rendah sebenarnya memungkinkan, tetapi belum pernah dilakukan.

i) Terkait dengan pernyataan pengobatan presumptif berkala dapat menurunkan penggunaan kondom pada pekerja seks dan populasi kunci, keyakinan informan sangat rendah (33%). Penyataan ini di konteks Merauke tidak relevan karena Dinas Kesehatan Merauke menolak diberikan obat presumptive dari Kemenkes pada 2010. Alasannya kalau diberi antibiotik terus-menerus tanpa ada indikasi yang jelas, bisa resisten obat, di Merauke pemeriksaan sudah melakukan etiologi, dan untuk lokalisasi sudah 100 persen ditangani. Sedangkan untuk pekerja seks jalanan memang sulit dijangkau oleh PKR, karena sulit dikontrol dan tidak terbuka statusnya. Ada perbedaan pendapat untuk WPSTL ke PKR dan LSM soal ini. Bagi LSM, remaja jalanan kategori usia 12-14 tahun, kalau sudah menjual diri atau seks dengan pacar sudah dikategorikan sebagai WPS dilihat dari faktor perilakunya. Sementara, kelompok ini dilayani oleh LSM, termasuk kelompok nelayan melalui ketua-ketua kelompok untuk distribusi kondom. LSM menjangkau kelompok yang terpencil dan tidak terjangkau


(16)

15

menjadi penting. Ke depan, remaja dalam kategori tersebut akan dapat dilayani kesehatannya di puskesmas.

j) Terkait pernyataan mengenai layanan LSL belum maksimal diberikan oleh pukesmas, 83% informan yakin karena di Merauke belum ada keterbukaan untuk kelompok LSL ini. Akan tetapi memang kenyataannya ditemukan kasus LSL ini di lapas. Hal ini ditemukan oleh PKR yang memberikan kondom sebagai pencegahan penyakit di lapas. Di Merauke, kelompoknya masih sulit dideteksi karena faktor belum ada keterbukaan untuk membuka statusnya.

k) Pernyataan mengenai Dinas Kesehatan mengumpulkan secara rutin laporan IMS dari klinik/dokter swasta, informan cukup yakin. Sebenarnya pelaporan itu memungkinkan dan dinas bisa memberikan sanksi penutupan jika tidak mematuhi, akan tetapi kenyataannya belum terlaksana. Alasan tidak melaporkan karena terkait dengan kekawatiran akan kehilangan klien. Laporan dari klinik swasta, terkait dengan data HIV dan malaria untuk ibu hamil. Yang sudah berjalan adalah untuk bidan-bidan yang melaporkan kasus HIV dan malaria di Merauke.

l) Pemberian ARV segera setelah diagnosa HIV adalah bagian dari kegiatan pencegahan melalui transmisi seksual di Kabupaten Merauke tidak serta merta melakukan seperti yang dianjurkan melalui pendekatan SUFA. Merauke belum menjalankan SUFA, masih menganut CD4 <350, juga berdasarkan prosedur persiapan melakukan pengobatan, karena terkait dengan kepatuhan untuk proses lanjut setelah mendapatkan ARV. Di Merauke, petugas lapangan sudah ada, untuk memonitoring kepatuhan ODHA untuk ARV dan OAT. Sehingga jika CD4nya > 350 belum diberikan ARV, perlu melalui proses persiapan sebelum akses ARV. Di Merauke juga, FDC sudah mulai untuk ibu hamil dan yang bermasalah. Proses tersebut ditempuh oleh karena tingkat Loss of follow up tinggi, sehingga kemudian ada kehati-hatian untuk langsung memberikan ARV. Kecuali pada ibu hamil dan pasien TB karena masih sesuai protokol dan harus diberikan. Tidak hanya dari jumlah CD4 akan tetapi juga dilihat dari perilakunya, sehingga konselingnya menjadi penting. Di pokja RSUD setiap bulan ada meeting ARV untuk kandidat-kandidat ARV sebagai bentuk persiapannya.

m) Pernyataan untuk adanya koordinasi dengan lintas sektor antara puskesmas dengan LSM belum secara resmi tetapi sudah dilakukan. Akan tetapi untuk PKR secara rutin


(17)

16

sudah mengoordinasikan kegiatannya dengan LSM dan komunitas secara rutin minimal 2 kali dalam satu tahun.

F.

Tindak Lanjut Diskusi

Berdasarkan diskusi yang telah dilakukan dalam kegiatan selama dua hari tersebut, beberapa rekomendasi penelitian yang ditujukan kepada masing-masing pemangku kepentingan perlu untuk ditindaklanjuti di tingkat instansi. Secara detail hal-hal yang perlu ditindaklanjuti tersebut, antara lain :

1. Menyampaikan rekomendasi dari penelitian ke Pimpinan daerah

a. Dalam waktu dekat, sekretaris KPA merencanakan untuk melakukan advokasi ke pemerintah daerah dengan mengacu pada hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti. Oleh karena itu, KPA membutuhkan hasil-hasil policy brief kebijakan AIDS yang sudah dihasilkan, untuk disampaikan ke pemerintah Kabupaten Merauke. PKMK memberikan hasil-hasil policy brief yang disusun berbasis penelitian sebagai dukungan kepada KPAK Merauke untuk disampaikan ke pemerintah daerah.

b. PKMK FK UGM akan menyampaikan hasil-hasil dari pokok pikiran selama diseminasi dan hasil konsensus delphi ke sekretaris KPA sebagai bentuk pertanggungjawaban proses yang sudah dilakukan di Kabupaten Merauke. 2. Model Kebijakan Program PMTS

Dari hasil delphi yang telah diperoleh akan dianalisis kembali bersama dengan hasil delphi dari provinsi yang lain untuk mengembangkan model yang lebih komprehensif dan dapat diimplementasikan sebagai rekomendasi pelaksanaan program PMTS di tingkat puskesmas di daerah. Pengembangan model ini selanjutnya akan dilakukan oleh Tim PKMK berdasarkan hasil delphi dengan para praktisi dan para pakar.

G.

Penutup

Pertemuan ditutup oleh Sekretaris KPA Kabupaten Merauke yang menegaskan untuk perlunya tindak lanjut dari diseminasi dengan menyampaikan rekomendasi dari penelitian 1 dan penelitian 2 ke Pemerintah Kabupaten Merauke. Dalam waktu dekat, KPA Kabupaten


(18)

17

Merauke berencana untuk melakukan advokasi pemerintah berbasis hasil-hasil penelitian, khususnya dengan policy brief yang sudah dihasilkan untuk disampaikan ke pemerintah setempat sehingga hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS di tingkat daerah.

H.

Lampiran

1. Kerangka acuan 2. Undangan

3. Materi presentasi :

a. Dekskripsi projek penelitian – PKMK FK UGM b. Hasil penelitian I

c. Hasil penelitian II d. Model PMTS

e. Tabel Skoring Delphi 1 & 2 dan Notulensi Diskusi


(19)

(20)

Lampiran 1

for

Better


(21)

(22)

1

KERANGKA ACUAN

Diseminasi Hasil Penelitian Kebijakan dan Program HIV & AIDS dalam

Sistem Kesehatan

dan

Uji Coba Model Integrasi Kebijakan dan Program Pencegahan Melalui

Transmisi Seksual (PMTS) dalam Sistem Kesehatan di Indonesia

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan


(23)

(24)

3

PENGANTAR

Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran UGM atas pendanaan DFAT, Pemerintah Australia sejak bulan Agustus 2013 melaksanakan penelitian multi-centered yang melibatkan 9 universitas dari 8 provinsi. Penelitian kebijakan dan program HIV & AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan dan pelaksanaan kebijakan HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia saat ini dan sejauh mana sistem kesehatan ini adaptif dalam merespon dinamika epidemi HIV dan AIDS. Harapannya, rekomendasi dari penelitian ini akan membantu pemerintah Indonesia baik di tingkat pusat maupun daerah dalam mengembangkan strategi program penanggulangan HIV dan AIDS di masa mendatang, serta diharapkan dapat memberikan kontribusi pengembangan kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam konteks desentralisasi.

Penelitian ini terdiri dari 3 tahapan penelitian yang saling terkait dan dilaksanakan di tingkat nasional dan daerah. Penelitian tahap 1 untuk melihat tingkat integrasi upaya penanggulangan HIV dan AIDS selama ini dalam sistem kesehatan. Penelitian tahap 2 merupakan studi kasus tentang intervensi spesifik (pencegahan dan perawatan, dukungan, dan pengobatan) guna menilai kontribusi berbagai tingkatan integrasi tersebut terhadap efektivitas intervensi serta faktor eksternal yang mempengaruhi integrasi tersebut. Sedangkan penelitian tahap 3 dimaksudkan untuk menyusun model kebijakan penanggulangan HIV dan AIDS yang mempertimbangkan integrasinya ke dalam sistem kesehatan sebagai strategi untuk memperkuat efektivitas dan keberlanjutan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Penelitian tahap 1 dan 2 telah selesai dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan Universitas Cendrawasih (Papua); Universitas Negeri Papua (Papua Barat); Universitas Nusa Cendana (Nusa Tenggara Timur); Universitas Udayana (Bali); Universitas Hasanuddin (Sulawesi Selatan); Universitas Airlangga (Jawa Timur); Universitas Indonesia dan Universitas Atma Jaya (DKI Jakarta); Universitas Sumatera Utara. Sebagai pertanggungjawaban publik dan untuk mendiseminasikan temuan-temuan pokok serta rekomendasi dari kedua penelitian tersebut, maka diselenggarakan pertemuan yang mengundang pihak-pihak yang terkait serta para informan kunci yang terlibat dalam penelitian tahap 1 dan 2.


(25)

4 Terkait dengan penelitian tahap 3 yaitu pengembangan model kebijakan, pada pertemuan ini sekaligus dipergunakan untuk mendiskusikan model kebijakan yang dikembangkan oleh Tim Kebijakan HIV dan AIDS PKMK FK UGM. Model kebijakan yang dikembangkan pada penelitian tahap 3 ini secara khusus berfokus pada model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan. Model ini dikembangkan sebagai model untuk mengembangkan program layanan terintegrasi yang bisa digunakan untuk menjamin keberlangsungan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) di pelayanan kesehatan dasar. Diskusi mengenai model ini dimaksudkan untuk mendapatkan input dan konsensus terhadap model kebijakan PMTS sebagai bentuk upaya untuk melihat kelayakan atau kemungkinan perlaksanaannya dan kemungkinakn adopsinya dalam pelaksanaan penanggulangan AIDS ditingkat daerah.

TUJUAN

1. Memaparkan temuan-temuan pokok dan rekomendasi penelitian.

2. Diskusi tentang kelayakan dan penerimaan model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan.

PESERTA

1. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota 2. KPA Provinsi/Kabupaten/Kota

3. Informan kunci penelitian tahap 1 dan tahap 2

WAKTU

Kegiatan ini akan dilaksanakan pada :

Hari / Tanggal : Senin – Selasa, 11-12 April 2016 Waktu : 09.00 – 15.00 WIB

Tempat : Ruang Pertemuan, Hotel Megaria, Jalan Raya Mandala, Merauke


(26)

5

AGENDA KEGIATAN

No Waktu Materi Fasilitator

Hari I

09.00 – 09.20 Pembukaan Sekretaris KPA Provinsi 09.20 – 10.00 Pengantar projek penelitian kebijakan dan

program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia

Tim PKMK FK UGM

10.00 – 10.30 Pemaparan hasil penelitian dan rekomendasi Tim peneliti universitas 10.30 – 12.00 Diskusi

12.00 – 13.00 Istirahat

13.00 – 15.00 Diskusi model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem Kesehatan

Tim PKMK FK UGM

15.00 – selesai Penutup

Hari II

09.00 – 12.00 Lanjutan diskusi model integrasi kebijakan dan program pencegahan melalui transmisi seksual (PMTS) ke dalam sistem kesehatan

Tim PKMK FK UGM

12.00 – selesai Penutup

PENDANAAN

Kegiatan ini terselenggara atas pendanaan dari projek penelitian kebijakan dan program HIV dan AIDS dalam sistem kesehatan di Indonesia, kerjasama antara PKMK FK UGM dan DFAT, Pemerintah Australia.


(27)

(28)

Lampiran 2

for

Better


(29)

(30)

(31)

(32)

Lampiran 3a

for

Better


(33)

(34)

PENELITIAN

Kebijaka  da Progra  HIV AIDS dala

Siste Kesehata di I do esia

Kerjasa a:

Pusat Ke ijaka  da  Ma aje e  Kesehata   PKMK  FK UGM &

Depart e t of Foreig  Affairs a d Trade  DFAT , Pe eri tah  Australia

Siste atika:

. Latar  elaka g 

. Lokasi pe elitia

. I ple e tasi pe elitia

a. Cluster  : A alisis Ke ijaka  HIV da  AIDS 

. Cluster  : Model Ke ijaka  HIV & AIDS 

. Cluster  : Pe ge a ga  Si pul Pe getahua

. Me doro g Peru aha  Age da Ke ijaka

. Pe ja i a  kualitas pe elitia


(35)

Latar Belaka g Pe elitia

Do i asi I isiatif Kesehata  Glo al  elalui  a tua  

luar  egeri  ilateral da   ultilateral  dala  

pe a ggula ga  AIDS di I do esia

Hasil Positif:  e i gkatka   akupa  da  efekti itas respo   epide i

Hasil Negatif: upaya kesehata  ya g teri tegrasi dala   siste  kesehata  tidak  erjala  kare a ada re‐

vertikalisasi dala  pere a aa , pe ga ggara ,  o itori g da  e aluasi progra

Tantangan: penanggulangan HIV & AIDS dapat lebih efektif dan berkelanjutan jika diintegrasikan secara sistematik ke dalam sistem

kesehatan yang ada

Tujua Pe elitia

• Me ga alisis progra da i ple e tasi ke ijaka

pe a ggula ga  HIV da  AIDS  da  keterkaita ya de ga   siste kesehata di I do esia. 

• Me ilai ti gkat i tegrasi ke ijaka  da  progra   pe a ggula ga  AIDS ke dala  siste kesehata dala ko teks pe eri taha  ya g terdese tralisasi

• Me yediaka  reko e dasi kepada pe eri tah te ta g  strategi u tuk  e ge a gka  ke ijaka  da  progra   pe a ggula ga  HIV da  AIDS ya g teri tegrasi de ga   siste  kesehata  agar le ih efektif da   erkela juta


(36)

Proses pe elitia  & kegiata

Cluster  :A alisis Kebijaka  HIV da  AIDS 

Desk Re ie : Kebijaka  HIV & AIDS da  Siste  Kesehata  di I do esia

Pe elitia  I: I tegrasi Upaya Pe a ggula ga  HIV & AIDS Dala  Siste  Kesehata  

Cluster  : Model Kebijaka  HIV & AIDS 

Pe elitia  II: Studi Kasus  I tegrasi Pe a ggula ga  HIV da  AIDS ke dala  Siste   Kesehata  da  Efekti itas Pe a ggula ga  HIV & AIDS di Daerah

Pe elitia  III: Pe ge ba ga   odel i tegrasi kebijaka  da  progra  pe egaha   elalui tra s isi seksual  PMTS  ke dala  Siste  Kesehata  Nasio al da  Daerah 

Cluster  : Pe ge ba ga  Si pul Pe getahua  

Website .kebijaka aidsi do esia. et  

Ble ded Lear i g I ‐ III

Diskusi Kultural


(37)

I ple e tasi kegiata

Cluster 

Desk Re ie  : 

Kebijaka  HIV & AIDS da  Siste  

Kesehata  di I do esia

Okto er   – Septe er 

Fokus: Kajia  progra  da  ke ijaka  pe a ggula ga  HIV da  AIDS di  I do esia  progra  pe egaha , PDP,  itigasi da pak  de ga  

e pergu aka  perspektif sejarah, di le el  asio al  aupu  daerah. 


(38)

Pe elitia  I: I tegrasi Upaya Pe a ggula ga  HIV & 

AIDS Dala  Siste  Kesehata

Ja uari – Dese ber 

 

Me ga alisis ti gkat i tegrasi ke ijaka pe a ggula ga HIV da AIDS dala siste  kesehata di  I do esia, u tuk  pe ge a ga   reko e dasi agar ki erja

pe a ggula ga HIV da AIDS ya g  le ih  aik lagi. 

http://www.ke ijaka aidsi do esia. et/id/hasil‐pe elitia

I ple e tasi kegiata

Cluster 


(39)

Pe elitia  II : Studi Kasus ‐ I tegrasi Pe a ggula ga  HIV da   AIDS dala  Siste  Kesehata  da  Efekti itas Pe a ggula ga   HIV & AIDS di Daerah ‐ April   – Februari 

Respo   AIDS PMTS WPS PMTS  LSL Li k to  Care ART LASS Fokus: 

• e ggali ko tri usi i tegrasi  pe a ggula ga HIV da   AIDS ke dala  siste   kesehata  terhadap  efekti itas pe a ggula ga AIDS di ti gkat 

ka upate /kota

• e gide tifikasi eka is e i tegrasi ya g  a pu

e erika ko tri usi terhadap efekti itas pe a ggula ga AIDS.

Pe elitia  III : Pe ge ba ga odel i tegrasi kebijaka da Progra Pe egaha Melalui Tra s isi Seksual PMTS  ke dala siste kesehata asio al da daerah

Ja uari – April 

Fokus:

– Model laya a ya g teri tegrasi seperti apakah ya g  isa digu aka u tuk

e ja i ke erla gsu ga progra   pe egaha elalui tra s isi seksual

PMTS  di pelaya a kesehata dasar

pri ary health care?

– Model ke ijaka operasio al seperti apakah ya g di utuhka u tuk

e ja i terlaksa a ya i tegrasi progra  PMTS di ti gkat laya a dasar?

Model

I tegrasi 


(40)

Tahapa Pe elitia

•u tuk e yusu odel  i tegrasi di ti gkat laya a delivery of  health care progra   PMTS

Kajia  Hasil  Pe elitia   Sebelu ya

•u tuk e dapatka ko se sus odel pelaya a kesehata progra  PMTS da ke ijaka pe duku g ya ya g ideal da   ko prehe sif 

Me ba gu   Kesepakata  

Delphi •Model pelaya akesehata dala progra  PMTS da ke ijaka pe duku g ya ya g teri tegrasi dala SKN 

Model Kebijaka

I ple e tasi kegiata

Cluster 


(41)

Si pul Pe getahua Kebijaka  AIDS I do esia

Kno ledge Hub

Tujua :

a e i gkatka  akses  i for asi ke ijaka  HIV  da  AIDS, 

e agika  da   e erapka  

pe getahua  terkait  ke ijaka  HIV da  AIDS, 

e erje ahka   pe getahua   e jadi  ke ijaka  HIV da  AIDS  ya g le ih  aik. 

Pe ge ba ga  si pul pe getahua

Me ge a g ka  Jari ga   Ke ijaka  

AIDS  I do esia &  Me a gu  

We site  ke ijaka aidsi

do esia. et

Me ggali,  e gide tifikasi 

da   e gu pulka   pe getahua

Me perkuat  kapasitas 

dala   e aha i 

siste   kesehata  da  

ke ijaka  HIV  da  AIDS

Me erje ahka   pe getahua  

e jadi  ke ijaka  HIV 


(42)

Website : 

.kebijaka aidsi do esia. et

Ku ju ga da Artikel

Ku ju ga

Hi gga Maret

 ora g pela gga   ewsletter

  artikel te atik

  doku e  ke ijaka   regulasi, pedo a  da  data epide iologi


(43)

KEBIJAKAN AIDS DAN 

SISTEM KESEHATAN

Maret   – Maret    Tujua :

e ga alisis da   e ge aluasi  ko po e  da  fu gsi siste   kesehata  ya g diperluka  u tuk  pe guata  respo  HIV da  AIDS, 

e gide tifikasi,  e ga alisis da   e ggu aka  kese pata  u tuk  elakuka  pera  ad okasi ya g le ih  esar, 

se ara kritis  e ga alisis 

kese ja ga  laya a  kesehata   agi  kelo pok ya g terda pak oleh HIV  da  AIDS da   a pu  e yediaka   reko e dasi u tuk  e per aiki  akses terhadap laya a  terse ut,  serta 

elakuka  riset ke ijaka  AIDS.

Modul Pe belajara

. Siste  Kesehata  da  Dese tralisasi  Politik

. Orga isasi Siste  Kesehata  da   Pe iayaa  Kesehata

. Perluasa  Respo  AIDS da  Siste   Kesehata , dala  ko teks Jari ga   Kesehata

. Siste  Pe guata  Masyarakat Sipil . Laya a  HIV, aksesi ilitas da  

Artikulasi Kepe ti ga  kelo pok  Populasi Ku i da  Masyarakat . Pe elitia  Ke ijaka  AIDS da   Pe ulisa  Paper Ke ijaka  AIDS

Peserta :

I. Gelo ba g   :  8 ora g

U e , U ipa, U da a, U ud,  U has, U air, UI, At a   Jaya Jakarta, USU  

II. Gelo ba g   :   ora g 

KPA Kota Matara , Di as  Kesehata  Ka upate   Ba jar aru, Puskes as,  Ke e sos, Sekolah Ti ggi Sai t  CarolusJakarta, Poltekes,  Ke e kes da  LSM  

III. Gelo ba g   :   ora g 

SKPD, LSM, Akade isi, dokter perusahaa


(44)

Diskusi Kultural 

No e er   – Maret 

Tujua  : u tuk  e a gu  da   e perkuatka  dialog dia tara pegiat  AIDS di  asi g‐ asi g daerah. 

Proses

• Sudah terlaksa a se a yak   kali  diskusi di Yogyakarta.

• Sudah tersele ggara   kali diskusi  di Jakarta, Meda , Sura aya,  De pasar, Papua, Kupa g,  Makassar.

Ti dak La jut: Reko e dasi Kebijaka • KPAN

• Bappe as

• Ke e dagri

• Ke e kes  P JK

Mendorong Agenda Perubahan Kebijakan

Dise i asi hasil pe elitia  : KPAN,  Ke kes, Ke e dagri, Bappe as,  Se i ar, JKKI.

Se i ar ter uka : Close The Gap,  Mo e  Dala  Fast TrackOutlook

Ke ijaka  HIV & AIDS  . Perte ua  ti gkat  asio al : JKKI 

Kupa g, Ba du g, Pada g , Per as  AIDS V Makassar.

Pe ulisa  da  dise i asi Policy  Brief:   Policy Brief.


(45)

Pe ja i a  Kualitas

• Perte ua  ruti  de ga  DFAT da   ko sulta  ya g ditu juk setiap   

ula  sekali atau jika diperluka • Dewa  pe asehat pe elitia  

asio al  NAB  

• Peli ata  stakeholder da  

i for a  pada perte ua   alidasi  dala  proses pe gu pula  data • Peli ata  i depe de t re iewer 

u tuk se ua doku e  ya g  dihasilka  dari pe elitia  i i. 


(46)

Lampiran 3b

for

Better


(47)

(48)

Kerjasama dengan Pusat Kebijakan dan Menejemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Departement of Foreing

Affair and Trade (DFAT)

2014

Di Indonesia, prevalensi HIV diperkirakan

0,2% dari jumlah penduduk dan terkonsentrasi

pada populasi kunci yang beresiko tinggi


(49)

Berdasarkan data surveilans kemenkes

tersebut, provinsi papua merupakan provinsi

dengan rata-rata komulatif kasus AIDS

tertinggi di Indonesia.

Secara nasional,, epidemi HIV merupakan

epidemic

terkonsentrasi

pada

kelompok

kelompok kunci dengan resiko tinggi, namun

di provinsi papua diperkirakan meluas sampai

pada masyarakat umum.

Berdasarkan hasil STBP 2013 menemukan

tingkat prevalensi HIV mengalami penurunan

dari

sebesar

2,4%

(STHP

2006)

pada

masyarakat umum di Tanah Papua menjadi

2,3%.


(50)

Perilaku adalah salah satu factor penentu

prevalensi HIV, berdasarkan STBP 2013,

proporsi populasi yang melakukan perilaku

seks beresiko paling banyak terjadi pada

perilaku meminum alcohol sebelum

hubungan sex (perempuan 13,0%

Proporsi penduduk yang memiliki

pengetahuan komprehensif HIV di Tanah

Papua masih rendah (9,2%)

,

Penggunaan kondom pada hubungan seks

berbayar terakhir pada tahun 2013 sudah

mengalami peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2006,

tetapi penggunaan kondom secara konsisten

masih rendah pada hubungan seks di luar

nikah dalam 12 bulan terakhir.


(51)

 Upaya penanggulangan HIV dan AIDS tidak bisa

dilepaskan dari sistem kesehatan yang berlaku di sebuah negara. World Health Organization (WHO)

 Sistem kesehatan yang kuat akan memungkinkan

respon penanggulangan HIV dan AIDS yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan upaya kesehatan yang lain.

 Sebaliknya, jika sistem kesehatan masih lemah,

maka seluruh upaya penanggulangan HIV dan AIDS seharusnya mampu mengintegrasikan diri ke dalam sistem yang ada sehingga memperkuat berbagai fungsi sistem kesehatan yang ada.

Masih terbatasnya studi tentang integrasi dan

belum tersedianya metodologi yang dinilai

memadai


(52)

Dengan demikian, permasalahan kebijakan

yang perlu memperoleh perhatian dalam

melihat keterkaitan antara upaya

penanggulangan HIV AIDS dan sistem

kesehatan di Indonesia adalah:

(1) bagaimana mengembangkan respon

kesehatan masyarakat agar bisa

mengakomodasi meningkatnya kompleksitas

penanggulangan HIV dan AIDS dalam jangka

panjang

(2) bagaimana mengintegrasikan upaya

penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam

sistem kesehatan yang sudah ada

Tujuan Umum

Menganalisis tingkat integrasi kebijakan penanggula

ngan HIV dan AIDS dalam Sistem Kesehatan di Kota

Jayapura dan Kabupaten Merauke sehingga dapat di

kembangkan rekomendasi perbaikan kinerja penang

gulangan HIV dan AIDS dalam jangka menengah.


(53)

Tujuan Khusus

1) Menganalisis konteks, proses dan substansi kebijakan da n program penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Jayap ura dan Kabupaten Merauke dalam kerangka sistem kese hatan yang Berlaku;

2) Mengukur konsistensi antara regulasi dan kebijakan HIV dan AIDS baik di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauk e, maupun antara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) ;

3) Mengidentifikasi dan mengukur sinergi fungsi dan peran Komisi Penaggulangan AIDS (KPA), Dinas Kesehatan (D inkes), lintas sektoral, dan LSM dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Kota Jayapuradan Kabupaten Merauke ;

4. ) Mengukur proporsi, kesesuaian, distribusi

dan keberlanjutan pendanaan yang ada (e.g.

Donor asing, APBN/D dan dana masyarakat)

terhadap penanggulangan HIV dan AIDS di

Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke;

5) Mengidentifikasi hubungan kerja, ketenagaan

dan pengembangan kapasitas antara Sumber

Daya Manusia (SDM) khusus AIDS non

pemerintah dengan SDM kesehatan di Kota

Jayapura dan Kabupaten Merauke;


(54)

6) Mengukur integrasi sistem pelaporan HIV dan

AIDS dalam sistem informasi strategis di Kota J

ayapura dan Kabupaten Meraukedan pemanfat

an ‘

evidence

’ untuk pengembangan dan pelaksa

naan kebijakan dan program;

7) Mengukur pengadaan, rantai distribusi, dan po

rtabilitas material pencegahan, diagnostik dan t

erapi di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauk

e dalam kontek kebijakan jaminan kesehatan n

asional;

8) Mengukur partisipasi aktif masyarakat yang te

rdampak dalam penanggulangan HIV dan AID

S di Kota Jayapura dan Kabupaten Merauke.

Pada dasarnya penelitian ini berupaya untuk

mengukur seberapa jauh integrasi upaya

penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam

sistem kesehatan dengan memberikan fokus

pada eksplorasi kinerja dari fungsi-fungsi

sistem

kesehatan

dalam

upaya

penanggulangan

HIV

dan

AIDS

secara


(55)

Penelitian

ini

menggunakan

model

konseptual dan kerangka analitik yang

dikembangkan oleh Atun et al (2010a)

dan Coker (2010)


(56)

metode kualitatif, dan pendekatan induksi

pendekatan induksi digunakan dari Creswell,

2003 untuk memahami sejauhmana HIV dan

AIDS terintegrasi dalam kerangka sistem

kesehatan nasional yang didasarkan pada pola

atau tema hasil penelitian yang ada.

Penentuan Provinsi Papua sebagai lokasi

penelitian berdasarkan pada kriteria ;

1, memiliki variasi tingkat epidemi HIV

dan AIDS.

2, Terdapat program penanggulangan

HIV dan AIDS yang telah berjalan.


(57)

Sedangkan untuk penentuan 2 kabupaten/ kota

berdasarkan

purposive sampling

dengan kriteria;

1) Kota Jayapura terpilih karena merupakan ibu

kota provinsi yang diharapkan akan

memberikan konstribusi besar terhadap

penanggulangan HIV dan AIDS; dan

2)

Kabupaten

Merauke

terpilih

karena

merupakan

kabupaten

pertama

kali

diketemukan HIV dan AIDS serta salah satu

kabupaten

yang

cukup

berhasil

dalam

program penanggulangan HIV dan AIDS.

Informan dalam penelitian ini adalah

setiap orang yang bertindak sebagai

penentu dan pelaksana kebijakan

program di lembaga pemerintah dan

lembaga non pemerintah yang benar –

benar mengetahui tentang program

Pencegahan dan Penanggulangan HIV

AIDS.

Keseluruhan informan dalam penelitian


(58)

Jumlahinformanprovinsiberjumlah 5 orang

yang dilakukandengancara

indeptinterveuw.

Terdiridarilembaga/ SKPD teknis 3 orang,

SKPD Terkait 1 orang dan LSM 1 orang.Berikut

table InformanProvinsi Papua terlampir

 . Informan Kota Jayapura

 Pengumpulan informasi penelitian dikota Jayapura dilakukan dengan cara indepth interviewdanFocus

Group Discussion(FGD). Total Jumlah informan Kota

Jayapuraadalah 29 orang. indepth interviewdilakukan terhadap 15 orang, yang terdiri dari: 1) 8 orang dari Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) teknis (e.g. Dinkes, Pusat Kesehatan Reproduksi (PKR),

Puskesmas, Rumah Sakit); 2) 3 orang SKPD Non teknis berjumlah 3 orang; 3) 1 orang perwakilan LSM; dan 4) 3 orang perwakilan dari populasi kunciyaitu Wanita Pekerja Seks (WPS).Sedangkan untuk FGD, jumlah informan 15 orang yang dilakukan 2 kali. FGD pertama terdiri dari 6 orang SKPD terkait. FGD kedua terdiri dari 9 orang perwakilan populasi kunci dan LSM


(59)

PengumpulanInformasipenelitiandikabupaten

meraukedilakukandengancaraindeptinterveuw

. Yang menjadiinformanadalah orang yang ben

ar-benartahutentangpelaksanaan program HIV

AIDS di tempatkerjanya.JumlahinformanKabu

patenMeraukemelaluiIndepberjumlah 27 orang

, yang terdiridari SKPD teknis (Dinkes, PKR, P

uskesmas, RS) berjumlah 8, SKPD Non teknisb

erjumlah 11, LSM berjumlah 5 orang, Populasi

Kunci 3 orang.

Informa n Indep

Tempat Kerja Jabatan

1 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke KepalaDinas

2 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Pengelolah/Penanggungjawab Program HIV/AIDS

3 Kementerian Agama Kabupaten Merauke Kepala Sub. Bagian Tata Usaha

4 Dinas Sosial Kabupaten Merauke KepalaDinas

5 Bappeda Kabupaten Merauke Kepala Bappeda

6 Bappeda Kabupaten Merauke Sekretaris Bappeda

7 Dinas Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Merauke Kepala Dinas

8 Dinas Pemuda dan olahraga Kabupaten Merauke Kepala Dinas

9 Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Merauke Kepala Seksi Pengawasan Ketenaga kerjaan

10 Kantor Kesehatan Pelabuhan Kabupaten Merauke Kepala Seksi Pengendalian Karantina dan Surveilans Epidemiologi

11 Yayasan Cenderawasih Bersatu Merauke Pimpinan

12 Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke Kepala Pusat Kesehatan Reproduksi Kabupaten Merauke

13 RSUD Kabupaten Merauke Kepala Pokja HIV (PjS)

14 Rumah Sakit Bunda Pengharapan Direktur


(60)

15 15 Rumah Sakit Bunda Pengharapan Kabupaten Merauke Konselor VCT 16 16 Rumah Sakit TNI AL Lantamal XI Kabupaten Merauke Konselor VCT 17 17 Puskesmas Rimba Jaya Kepala Puskesmas 18 18 KPA Kabupaten Merauke Kepala Pokja Pencegahan dan

Advokasi 19 19 Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB Sekretaris 20 20 Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Merauke Kepala Dinas 21 21 LSM Yasanto Kepala BPKM

22 22 Klasis GPI Papua Merauke Wakil Ketua III Bidang Ormas 23 23 Klasis GPI Papua Merauke Koordinator TU

24 24 Klasis GPI Papua Merauke Finance & Program Offisser (Program PKBI)

25 25 LokalisasiYobar Koordinator WPS 26 26 IkatanWaria Merauke (Iwari) Anggota Waria

27 27 Yasanto Anggota /ODHA

Penelitian ini dimulai dari tanggal 5 Mei

sampai dengan 30 November 2014


(61)

Kerugian ekonomi timbul akibat beban yang

langsung

ditanggung

oleh

keluarga,

masyarakat dan pemerintah untuk kebutuhan

gizi ODHA dan keluarganya, pemeriksaan dan

pengobatan serta perawatan HIV dan AIDS

yang relatif mahal

Otonomi daerah di Provinsi Papua

belum dapat menjamin

ketersediaan

anggaran

dalam

mencegah

dan

menanggulangi HIV dan AIDS kedepan.

Sementara kasus HIV dan AIDS masih

tetap bertambah walaupun sudah mulai

melambat,

tetapi

perkembangannya

sudah mulai mengarah ke pedalaman

terpencil


(62)

Permasalah lainnya adalah masih tingginya

stigma dan diskriminasi serta pelanggaran

terhadap hak asasi manusia ODHA dan

keluarganya.

Diskriminasi tersebut terlihat pada tingkat

kebijakan strategis, program-program,

manajemen pelayanan ODHA maupun sosial

ekonomi dan politis di masyarakat luas,

maupun dikalangan ODHA sendiri.

Berdasarkan

data

yang

diolah

terjadi

perubahan-perubahan

pada

karakteristik

kasus.

Tidak ada perubahan perbedaan bermakna

antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan

Namun pada karakteristik pekerjaan, maka ada

perubahan yang terjadi sejak maret tahun 2012

sampai maret tahun 2014


(63)

Perubahan yang terjadi adalah pada tahun

2012 sebelumnya kasus ditemukan terbanyak

pada WPS yaitu 15%, kemudian ibu rumah

tangga 14,7% dan petani 12,8%.

Namun pada Maret 2013 dan Maret 2014 kasus

terbanyak terjadi pada pekerjaan ibu rumah

tangga yaitu: 16,6%, kemudian WPS13,8 dan

petani 12,2%.

Dari data ini menggambarkan bahwa terjadi

peningkatan kasus pada pekerjaan ibu rumah

tangga sedangkan pada WPS dan petani terjadi

penurunan.

Selain itu, kasus pada pekerjaan lainnya yang

mengalami peningkatan adalah pada pekerjaan

siswa/mahasiswa dari 3,3 % menjadi 3,5%,

pekerjaan swasta dari 7,8% menjadi 8,4 %, dan

pekerjaan PNS dari 5,9% menjadi 7%.


(64)

Telah tersedia di berbagai layanan pemerintah

maupun swasta di kabupaten Merauke.

Terbentuknya Hubungan Kerjasama dengan

lembaga-lembaga lain seperti lembaga donor,

lembaga

keagamaan,

organisasi

kemasyarakatan

dan

organisasi

non-pemerintah lainnya

Identifikasi kepentingan di wilayah kabupaten

Merauke dalam penelitian ini berdasarkan

informasi dari data primer yang didapatkan

memalui

Indept

interview,

serta

didukung

dari

data sekunder melalui dokumen rencana

strategis penanggulangan HIV dan AIDS

Kabupaten Merauke Tahun 2011–2015.


(65)

Berkepentingan

tinggi

jika

program

tersebut adalah bagian dari tugas dan

fungsi mereka,

Merupakan amanat pemerintah daerah

melalui regulasi yang harus dijalankan,

Program

itu

adalah

bagian

yang

membantu keluar dari masalah

Berkaitan dengan Sumber Daya, dikatakan

tinggi apabila terdapat tenaga yang memadai

dari sisi kuantitas dan kualitas, serta tersedia

sarana dan prasana pendukung program.

Dikatakan

sedang

apabila

sarana

dan

prasarana serta SDM kurang memadai, dan

dana terbatas.

Dikatakan rendah apabila semua item yang


(66)

Dinas

Kesehatan

terbatas

pada

pendanaan karena sebagian besar dana

sudah

dialokasikan

ke

Puskesmas

sehingga dinas kesehatan tidak lagi

melaksanakan program tetapi sebagai

lembaga Pembina dan pendamping serta

menjalankan monitoring dan evaluasi

pelaksanaan program

PKR mempunyai kualitas dan kuantitas SDM

yang belum maksimal dan belum mempunyai

alokasi

dana

khusus

karena

sebelumnya

alokasi dana berasal dari dinas kesehatan

namun saat ini dinas kesehatan mengalami

keterbatasan dana karena adanya perubahan

kebijakan tentang pemanfaatan dana APBD

Otsus


(67)

RSUD mempunyai SDM yang

berkualitas tetapi dari sisi jumlah masih

kurang selain itu rumah sakit belum

mempunyai renstra dan alokasi

anggaran khusus bagi pokja HIV AIDS

yang ada di Rumah Sakit Merauke.

Puskesmas masih kurang dalam pengalokasian

dana untuk peningkatan kapasitas petugas

karena sebelumnya dilaksanakan oleh dinas

kesehatan,

Selain itu petugas yang ada belum terdistribusi

merata karena masih ada puskesmas yang

belum mempunyai tenaga konselor karena

pindah tugas


(68)

Rumah Sakit Harapan Bunda dan Klinik

Angkatan Laut mempunyai keterbatasan juga

pada SDM yang kurang selain itu mempunyai

keterbatasan

dana dan sarana.

Untuk stake holder lembaga non teknis baik

SKPD

terkait

maupun

LSM

semuanya

berkategori rendah karena sumber daya yang

dimiliki

sangat

minim

kecuali

SKPD

pemberdayaan perempuan yang mempunyai

tenaga teknis perawat dan bidan yang dapat

membantu langsung pelaksanaan program

HIV AIDS dan juga mempunyai anggaran

program.


(69)

Peniliaian kekuatan yang dimaksud

disini adalah terdapatnya regulasi,

posisi

yang

strategis

dalam

mengambil

dan

mendorong

kebijakan,

serta

mendapat

dukungan, simpati, dan disegani

oleh masyarakat

Skeholder yang mempunyai kekuatan tinggi

disini hanya Dinas Kesehatan, KPA, Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Yasanto

kekuatan rendah rata-rata ada pada kelompok

populasi kunci seperti ODHA, waria, WPS

selebihnya berkekuatan sedang.

Dengan demikian disimpukan bahwa semua

stakeholder mempunyai kepentingan yang

tinggi


(70)

Ada yang kepentingannya tinggi

tetapi mempunyai sumber daya

kekuatan yang sedang seperti PKR,

Puskesmas, Pokja RSU Merauke, RS

Harapan Bunda, RS Angkatan Laut,

Dinas

Pemberdayaan

perempuan

dan KB

Selain

itu

ada

juga

yang

mempunyai

kepentingan dan kekuatan tinggi

namun

mempunyai sumber daya yang

sedang

seperti

Dinas Kesehatan dan KPA merauke Sumber

daya yang sedang disini karena rata-rata

kurang mempunya danadan tenaga yang

cukup dalam mendukung program.


(71)

Kesimpulan lainnya adalah ada stakeholder

yang merasa penting namun mempunyai

kekuatan sedang dan Sumber daya rendah

seperti dinas pendidikan, Dinas Pemuda dan

Olahraga, Kantor Agama dan kantor

Kesehatan Pelabuhan.

Perda HIV AIDS di Kabupaten Merauke Perda

no 5 tahun 2003 sudah efektif dimana perda

HIV yang ada di Kabupaten Merauke berhasil

meningkatkan penggunaan kondom pada

kelompok beresika, dan juga perda HIV

tersebut berhasil menurunkan diskriminasi

terhadap ODHA.

1. Manajemen, Informasi dan Regulasi Kesehatan Penanggulangan HIV dan AIDS


(72)

Begitu juga dengan sudah ada Renstra

HIV AIDS yang mengatur

program-program penanggulangan HIV/AIDS

pelaksanaan renstra HIV/AIDS belum

menyeluruh karena masih ada SKPD

yang tidak menjalankan fungsinya sesuai

dengan tanggungjawab yang tertulis

dalam renstra.

 Untuk survey HIV AIDS, belum ada survey

khusus terhadap data epidemiology HIV/AIDS dimana data-data yang diperoleh lebih banyak bersumber dari laporan setiap puskesmas

 Bidang Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

di Dinas Kesehatan Kabupaten Merauke

bertanggung jawab untuk sosialisasi HIV/AIDS bagi masyarakat umum dan penyebarluasan informasi

 Sama hal nya di rumah sakit dan puskesmas

POKJA HIV/AIDS dan PKR bertanggungjawab menyebarkan data atau informasi HIV/AIDS melalui media lokal.


(73)

Sumber dana untuk penganggaran HIV AIDS

proporsinya lebih besar dari APBD

dibandingkan dengan sumber-sumber dana

yang lain.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) juga

menganggarkan dana 60% untuk jasa

pelayanan dan selebihnya untuk obat, reagen,

dan operasional lainnya.

Perpres 32 mengatur alokasi dana JKN yang

menjelaskan bahwa minimal 60% dana dari

JKN untuk jasa layanan.

Di Kabupaten Merauke pembiayaan untuk

penanggulangan

HIV/AIDS

berasal

dari

APBD, Global Fund, UNFBA, dan dana dari

NGO seperti Coraid Belanda.

Namun di 2013 Global Fund berhenti

memberikan dana dan di 2011 Coraid Belanda

berhenti memberikan dana mereka.

Sehingga di tahun 2014 presentasi anggaran


(74)

Keberadaan SDM dalam penanggulangan HIV

AIDS belum memenuhi standar baik dalam

segi kuantitas ataupun kualitas.

Dikatakan terbatas dari segi kuantitas karena

jumlah disetiap layanan yang kurang dan

double job

,

kemudian dikatakan kurang dari segi kualitas

karena latihan sertifikasi yang masih terbatas

Di lapangan pelatihan hanya dilaksanakan dua

tahun sekali yang seharusnya sekali dalam

setahun

Selain itu ada masalah dalam pembiayaan

tenaga

kesehatan

dalam

penanganan

HIV/AIDS

yang

masih

kurang

terutama

insentif pegawai kesehatan yang bekerja di

bidang PKR

Untuk pendidikan dan pelatihan, ketersediaan

tenaga konselor yang bersertifikasi masih

kurang

Seringnya petugas yang dilatih mutasi ke


(75)

Di Dinas Kesehatan Merauke SIHA belum

dimanfaatkan dan baru enam bulan terakhir di

tahun 2014 SIHA dijalankan. Kemudian masih

ada beberapa tenaga kesehatan yang tidak

dapat

menggunakan

SIHA

sehingga

diperlukan

pelaksanaan

pelatihan

untuk

pemanfaatan SIHA.

Rumah sakit sudah melatih staf mereka untuk

pelaksanaan kegiatan registrasi, reporting, dan

untuk

sistem

informasi.

Namun

kadang

kegiatan tersebut terkendala oleh terbatasnya

jaringan internet

Dinas Kesehatan memiliki tanggung jawab

untuk

mengeluarkan

data

kasus

yang

diperoleh

dari

PKR

yang

ada

disemua

puskesmas kemudian melaporkannya ke KPA

kabupaten.

Kemudian

KPA

kabupaten


(76)

pemanfaatan data hasil penelitian, sudah

ada hasilnya penelitian yang dilaporkan

ke yayasan, kemudian data tersebut

digunakan

sebagai

masukan

dan

perbaikan

untuk

kemajuan

layanan

kesehatan

dan

pelaksanaan

penanggulangan HIV/AIDS

Penyediaan material perencanaan di rumah

sakit sudah disesuaikan dengan kebutuhan

dan usulan di setiap tahun dimana usulan

tersebut berasal dari rumah sakit, dinas

kesehatan provinsi dan bagian farmasi di

rumah sakit


(77)

Untuk

perencanaan

penggunaan

material

pencegahan, diagnostik dan terapi, permintaan

nya dikirim ke provinsi kemudian realisasinya

selama ini pengadaan obat selalu cukup dan

tidak pernah mengalami kekurangan.

Pengadaan alat pencegahan yaitu kondom

sudah sangat baik dimana penyediaan kondom

didukung oleh KPA, BKKBN, dan juga oleh

partisipasi masyarakat

Di lain pihak, pengadaan obat-obat

untuk infeksi oportunistik masih

mengalami kendala, sama halnya

dengan pengadaan CD4 dan reagen

yang sering terhambat oleh dana.


(78)

Program penanggulangan dan penanganan

HIV/AIDS yang dilaksanakan di kabupaten

Merauke

antara

lain

pemeriksaan

VCT

terhadap

ibu

hamil,

monitoring

kondom

terhadap WTS, pemberian ARV, konseling, dan

pemberian pendidikan moral

Ada 18 puskesmas di Kabupaten Merauke dan

hampir semua sudah memiliki layanan VCT

dan begitu juga dengan dua rumah sakit di

kabupaten Merauke yang telah menyediakan

layanan tes HIV/AIDS

dinas kesehatan juga melaksanakan kegiatan

yang berhubungan dengan penanggulangan

HIV/AIDS yang termasuk pencegahan terkait

dengan bidang promosi kesehatan


(79)

Kemudian bagian kesehatan reproduksi atau

PKR

yang

melayani

masyarakat

umum,

kelompok beresiko, dan ibu hamil untuk tes

VCT

Disamping itu adanya program ATM atau

AIDS, TBC, dan Malaria juga merupakan

pemeriksaan yang lengkap untuk deteksi

HIVdimana semua pasien yang positif TB

harus diperiksa HIV/AIDS terutama ibu hamil

dan sebaliknya semua pasien yang positif tes

VCT harus diperiksa TB

Kemudian LSM banyak bekerja sama dengan

puskesmas

untuk

melakukan

penyuluhan

HIV/AIDS begitu juga dengan bagian POKJA

HIV dan PKR dimana tugas kesehatan di

bagian ini sering turun ke masyarakat,

sekolah-sekolah, dan juga asrama-asrama para remaja

yang berpotensi terinfeksi HIV


(1)

Pe gadaa  da  distri usi ko do  ya g dikoordi ir oleh KPAN 

tidak aka   erkela juta % % % %

siste  ya g dirasaka  sudah  aik. Terkait pe gadaa  distri usi ko do   se ua  elalui KPA  eka is e satu pi tu . Di Merauke ada   age , yak i PKR  .  Ke udia  Pokja RSUD,  seda gka  LSM  erta ggu gja a  u tuk distri usi  ke  asyarakat.  Siste  satu pi tu i i  e udahka  kalo keha isa  ko do .  Se e tara dulu,  e dapatka  dari do or. Setuju pe distri usia   elaui KPA,  kare a siste  ya g  erjala  sudah  aik.  Aka  tetapi u tuk  e ga tisipasi  su er pe da aa  KPA sudah aka   erakhir, u tuk  e ga tisipasi ya sejak 

 disepakati ko do  dari KPA dijual de ga  harga Rp.   rupiah. Sela a  kura g le ih   tahu , sudah  e dapatka    juta.  Strategi ya u tuk lokalisasi  ya g kelas re dah di erika  ko do  dari BKKBN, se e tara u tuk di  ar  di erika  dari ko do   a diri ya g di eli dari  odal terse ut. Jadi Di  Merauke, tidak  asalah glo al fu d Stop. Kare a sudah ter iasa  a diri.  Jadi 

eskipu , GF Stop sara ya tetap pe gadaa  da  distri usi ya tetap di KPA.    U tuk BKKBN,  sudah  ukup persediaa ya, ha ya ko do  dari BKKBN  kura g  erkualitas.  Ada pa da ga  juga ko do  BKKBN dise ut ko do  

iski . Dari pe gala a , kualitas ko do  itu ya g pe ti g dilihat da   sesu gguh ya kuaitas ya  agus. Ya g  e jadi  asalah ko do  BKKBN 

erda pak pada effek sa pi g.  Saat i i pe yediaa  da  distri usi ko do   elalui BKKBN  asih 

ter atas pada akseptor KB se agai alat ko trasepsi % % % %

Pe akaia  ko do  oleh BKKBN da  Pe erdayaa  pere pua  digu aka   se agai akseptor KB da  pe egaha  HIV.  Ko do  disupplai dari Natio al. 

KPAN da  BKKBN tidak  e iliki SDM u tuk  e distri usika  

ko do  sa pai ke populasi ku i % % % %

Alat ko trasepsi i i dilakuka   elalui PKM dari BKKBN,  e a g u tuk ti gkat  di ka pu g‐Ka pu g  e a g  elu  pu ya  PL KB, sehi gga kalau dari PKM 

e ggu aka  te aga PKM. U tuk KPA, le ih  erpera  se agai pe gadaa  da   pe distri usia ya.  Masalah pokok ya, te aga kesehata  di Ka pu g sa gat  ter atas  aik u tuk dokter da  pera at. Sehi gga tugas  ereka fokus 

era at ora g sakit tidak u tuk pe yuluha  da  pe egaha .  Masih ada ha ata  sosial,  udaya, aga a dala  pe disri usia  

ko do % % % % sepakat

Distri usi ko do  ke populasi ku i  asih sa gat  erga tu g 

pada petugas lapa ga  LSM % % % % sepakat

Distri usi ko do  di dala  gedu g puskes as  elu  dapat 

dilakuka % % % %

Klarifikasi dari PKM se e ar ya  isa di agika   elalui PKM se agai outlet.  Justru di Merauke, pe distri usia ya di PKM  uka  dari te pat lai   khusus ya u tuk di daerah terisolir. Jadi tidak ha ya u tuk ko trasepsi, ya g  lai  pu  dapat  e ga il. Se e tara di Kota le ih  a yak piliha  ya g a il  harus  e gisi for ulir u tuk lapora . LSM: Ko do  dipool di ketua ko pak di  ti gkat ka pu g. Meka is e ya juga di uat de ga  pe uata  kelo pok‐ kelo pok seperti  elaya ,  uruh da  se agai ya.  Ko do  juga di agika  

elalui kader Posya du  dari BKKBN . Pelapora ya dari PKM IMS ke PKR  ke udia   aru ke KPA. 

Ko do  di  asyarakat luas ya g dijual pasar  asih terlalu  ahal 

agi  asyarakat I do esia da  populasi ku i % % % %

LSM:  Terga tu g je is ko do ya, kalao dure  jelas  ahal. Se e tara dari  ko do   a diri rp.   per  iji.  U tuk PMTS  iasa  e ggu aka  ko do  

erah, terga tu g  erek da  je is ko do .  Ko do   isa  e jadi  ara g  ukti prostitusi sehi gga 

e gha at pe egaha   elalui tra s isi seksual % % % %

RELIABILITY  KONDOM


(2)

DESIRABILITY FEASIBILITY

Ke utuha  terhadap ko do  dipe uhi  elalui jalur BKKBN  % % % % % % % % Yaki . 

Puskes as  e gadaka  ko do  da  lu rika  dari da a BOK % % % % % % % % Dari BOK tidak  u gki  dari Juk is hya, tetapi dari JKN  u gki  tetapi  elu  per ah  elalui da a kapitasi. 

Puskes as  e gadaka  ko do  da  lu rika  dari da a BLUD % % % % % % % % Tidak rele a

Puskes as  e gadaka  ko do  da  lu rika  dari da a kapitasi 

JKN % % % % % % % % Mu gki  tetapi  elu  per ah dilakuka

Di as kesehata   e ja i  distri usi ko do  sa pai ke populasi  ku i de ga   e ggaji petugas lapa ga  se agai te aga  pe didik kesehata   asyarakat seje is ju a tik ya g  dite patka  di puskes as

% % % % % % % %

Ko po e  distri usi ko do  ke populasi ku i di asukka  ke  dala  siste  pelapora  kegiata  puskes as SIMPUS atau siste   khusus seperti SIHA

% % % % % % % %

Diag osis da  pe go ata  IMS adalah pelaya a  kesehata   perora ga  pri er  PKPP  ya g  aji  di erika  puskes as da  

jejari g ya pada  ereka ya g  ergejala % % % %

Pe apisa  IMS  erkala pada pekerja seks  erupaka  pelaya a   kesehata   asyarakat pri er ya g  aji  dilakuka  oleh  puskes as

% % % %

Pe go ata  presu tif  erkala  e i u pe uru a  pe akaia  

ko do  pada pekerja seks sehi gga perlu dihe tika % % % %

Tidak rele a  di Merauke kare a  e olak di erika  o at Presu pti e. Pada  , dari Ke e kes ada progra  presu pti e ke WPS tetapi ditolak,  ke udia  pi dah ke Na ire.  Alasa ya  kalau  di eri a ti iotik terus  e erus, 

isa resiste  o at, sudah  elakuka  etiologi, da  u tuk Lokalisasi sudah    perse . Seda gka  u tuk Pekerja seks jala , sulit dija gkau oleh PKR. Kare a  sulit diko trol  tidak ter uka status ya .  Ada per edaa  pe dapat u tuk  WPSTL ke PKR da  LSM soal i i.  Sehi gga dikategorika  se agai Re aja ya g 

akal.   Ko fir asi LSM:   erdasarka  pe gala a  u tuk re aja kategori usia  ‐   kalau sudah  e jual diri atau seks de ga  pa ar sudah dikategorika   se agai WPS dilihat dari perilaku ya.   Ke depa  kare a faktor perlakul a ak‐ re aja ya g  ela urka  diri dapat dilaya i di PKM.  Se e tara i i, kelo pok  i i dilaya i oleh LSM, ter asuk kelo pok  elaya   elalui ketua‐ketua  kelo pok u tuk distri usi ko do .  LSM  e ja gkau kelo pok ya g  terpe il da  tidak terja gkau  e jadi pe ti g. 

Laya a  IMS pada kelo pok LSL  elu  dilakuka  se ara 

aksi al oleh puskes as % % % %

LSL di Merauke  asih sa gat tertutup. Meskipu  sudah ada ko u itas LSL  da  Waria di Merauke. 

Laya a  IMS pada kelo pok LSL  asih le ih  a yak dilakuka  

oleh kli ik LSM/OMS/s asta % % % % Akses LSL di laya a  s asta  elu  ada. 

DESIRABILITY &  FEASIBILITY 

KONDOM


(3)

Pelaya a  diag osa da  pe go ata  IMS oleh dokter da  kli ik 

s asta  elu  dilaporka  de ga   aik ke di as kesehata % % % %

Tidak ada.  LSL di Lapas perlu diperhatika  kare a ada kasus ya, I i  e jadi  PR. Aka  tetapi  elu  ada pe ja gkaua  ke sa a.  Klarifikasi PKR:  PKR 

e itipka  ko do  di lAPAS, u tuk pe egaha  IMS  GO, sipilis .  Juga di  te pat pe didika  aga a  pesa tre  da  se i ari  ada kasus. Le ih dise ut  se agai Bisek kare a keadaa . Tetapi se ara offisial sela a i i  elu  ada  pe ja gkaua  u tuk LSL. Baru diri tis pe ja gkaua ya de ga  NFM, sela a  i i  aru pe dekata  ke Waria ya g dilakuka  oleh LSM. U tuk Gay da  LSL 

elu  kare a sulit dideteksi. Jadi Pelapora  SIHA VCT u tuk LSL  elu  ada,  aru pada  aria. 

DESIRABILITY FEASIBILITY Pe apisa  IMS pada pekerja seks dilakuka  se ara setiap    ula  

sekali oleh puskes as u tuk  e gura gi resiko pe ulara % % % % % % % %

Pe go ata  presu tif  erkala dilakuka  oleh puskes as setiap   

ula  sekali u tuk  e gura gi risiko pe ulara % % % % % % % % Salah Persepsi. ko tradiktif 

Di as kesehata  ka upate  da  kota  Di kes Pro  DKI   e gu pulka  data lapora  IMS dari kli ik s asta da  dokter  s asta se ara regular

% % % % % % % %

Se e ar ya  e u gki ka  da  di as  isa  e erika  sa ksi pe utupa  jika  tidak  e atuhi, aka  tetapi ke yataa ya  elu  terlaksa a.  Alasa  tidak 

elaporka  kare a terkait de ga  keka atira  aka  kehila ga  klie .   Lapora  dari kli iik‐kli ik terkait data HIV da   alaria u tuk I u ha il dari  kli ik s asta  Di as Kesehata .  Se ara atura   u gki  se ara i ple e tasi 

elu .  Se e tara u tuk Bida  sudah  ulai, se e tara dokter  elu     Klarifikasi PKR . 

Tes HIV  erupaka  ko po e  i tegral dari pelaya a  

pe egaha   elalui tra s isi seksual % % % %

Akses la gsu g populasi ku i ke laya a  tes HIV di dala  

gedu g puskes as  asih  elu  opti al % % % %

Mo ile VCT adalah salah satu  e tuk pelaya a  kesehata   asyarakat pri er  PKMP  ya g dilakuka  Puskes as da   jejari g ya

% % % %

Operasio al  o ile VCT  asih dida ai se ara le ih do i a  oleh 

do or % % % % Sudah dari APBD, do or ti ggal sedikit  dari UNICEF . 

Pe eria  ARV segera setelah diag osa HIV adalah  agia  dari 

kegiata  pe egaha   elalui tra s isi seksual % % % %

Merauke  elu   e jala ka  SUFA,  asih  e ga ut CD  < , juga  erdasarka   e jala ka  Persiapa  kare a terkait de ga  kepatuha  u tuk  proses setelah  e dapatka  ARV.  Petugas lapa ga  ada, u tuk 

kepatuha ya u tuk ARV da  OAT.   Jika CD ya >    elu  di erika ,  alau  i gi , u tuk ke erla juta , sudah FDC sudah  ulai u tuk i u ha il da  ya g 

er asalah. Pe eria  ARV di Papua di Merauke  er eda de ga  ya g lai .   Ti gkat Loss of follo  up ti ggi, sehi gga ke udia  ada kehati‐hatia  u tuk  la gsu g  e erika  ARV.  Ke uali pada I u ha il, da  TB kare a  asih  sesuai protokol da  harus di erika .  Tidak ha ya dari CD  aka  tetapi juga  dilihat dari perilaku ya, sehi gga ko seli g y  e jadi pe ti g. Di Pokja RSUD  setiap  ula  ada  eeti g ARV u tuk ka didat‐ka didat ARV u tuk 

kesiapa ya.  DESIRABILITY FEASIBILITY

DESIRABILITY &  FEASIBILITY ‐

IMS

RELIABILITY KTHIV ART


(4)

Puskes as  e erika  pelaya a  ART sedi i  u gki  setelah 

diag osa  i isiasi % % % % % % % %

Petugas pe ja gkau ya g dikoordi ir puskes as  erpera  

se agai pe da pi g kepatuha   i u  o at ARV % % % % % % % %

Upaya pe didika  kesehata  terkait pe egaha  IMS‐HIV pada  kelo pok populasi ku i  asih dilakuka  oleh petugas lapa ga   LSM ya g dida ai uta a ya oleh do or

% % % %

Upaya pe didika  kesehata   asyarakat terkait pe egaha  IMS‐ HIV oleh petugas lapa ga  LSM  elu  dikordi asika  oleh 

puskes as % % % %

Tidak ada koordi asi a tara Petugas LSM de ga  PKM  dokter RSUD .  Pe gala a ya  elu  se ara res i da  ko ti u  elu  ada.  Puskes as  elu   e asukka  pe ja gkaua  pada populasi 

ku i ke dala  kegiata  pe didika  kesehata   asyarakat ya g  aji   ereka lakuka

% % % % Be ar,  elu   e asukka  pe ja gkaua  populasi ku i ke dala  kegiata  dari PKM, Meskipu  pe ti g.   Upaya pe didika  kesehata   asyarakat terkait pe egaha  IMS‐

HIV oleh puskes as  asih le ih  a yak dilakuka  le at i tegrasi 

de ga  kegiata   o ile testi g HIV % % % %

Upaya pe didika  kesehata   asyarakat terkait pe egaha  IMS‐ HIV saat i i terfokus pada upaya  e i gkatka  akes tes da  

pe go ata % % % %

Saat i i upaya pe didika  kesehata   asyarakat terkait  peru aha  perilaku u tuk  e gura gi risiko pe ulara  pada  populasi ku i  e jadi tera aika

% % % %

Se e ar ya, tidak tera aika , tetapi  elalui tahapa   proses persiapa .  Meka is e ya dari ya g positif kedapata  IMS atau HIV  dirujuk ke Pokja  RSUD. Cas ade ya, seratus perse  khusus ya dari PKR. Se e tara u tuk PKM 

elu .   Kare a Pokja RSUD, PKR, da  TB sudah disetti g dala  satu lokasi  ya g  erdekata .  Di Merauke ada   satelit ARV u tuk Follo  Up. Setiap  ula   Pokja RSUD turu  ke PKM terse ut.  Ada re a a PKM i isiasi ARV tetapi  kare a keter atasa  SDM.

DESIRABILITY FEASIBILITY Da a hi ah APBD di a faatka  u tuk  e a tu orga isasi sipil 

asyarakat  e iayai operasio al petugas lapa ga  ya g  erkoordi asi de ga  puskes as

% % % % % % % %

Da a  a tua  la gsu g  asyarakat Ke e sos di a faatka   u tuk  e a tu orga isasi sipil  asyarakat  e iayai  operasio al petugas lapa ga  ya g  erkoordi asi de ga   puskes as

% % % % % % % %

Petugas lapa ga  ya g dikoordi ir oleh puskes as  elakuka   kegiata  pe ja gkaua   erupa pe didika  kesehata  da  

pe distri usia  ko do  da  lu rika % % % % % % % %

Petugas lapa ga  ya g dikoordi ir oleh puskes as  elakuka   kegiata  pe ja gkaua  u tuk  e fasilitasi populasi ku i 

e gakses laya a  puskes as ter asuk tes da  pe go ata

% % % % % % % % elu  dilakuka  se ara ruti  da   eka is e res i. 

Puskes as  e yediaka   edia pe didika  kesehata   asyarakat terkait pe egaha  HIV da  IMS teruta a  elalui  hu u ga  seksual di setiap li i pelaya a  dala   e tuk  etak  atau ga ar da  tulisa  lai ya

% % % % % % % %

RELIABILITY IPP

DESIRABILITY &  FEASIBILITY IPP


(5)

Puskes as  ere a aka  da   elaksa aka  upaya pe didika  

kesehata   asyarakat pada populasi ku i da   asyarakat luas  % % % % % % % %

DESIRABILITY &  FEASIBILITY 

SMSL

Puskes as  e pro osika  pelaya a  sirku sisi sukarela laki‐

laki se agai upaya pe egaha  HIV % % % % % % % %

DESIRABILITY &  FEASIBILITY 

ENABLING

Puskes as  elakuka  perte ua  li tas sektor u tuk  e i gkatka  ko it e  da  pera  sektor terkait ter asuk  per akila  populasi ku i dala  lokakarya  i i puskes as da  

usya arah  asyarakat


(6)