menerapkan motif tradisional pada produk yang baru berbeda dengan produk-produk yang sudah lazim menggunakan motif tersebut, misalnya
pengembangan perhiasan wanita dengan menggunakan motif-motif untuk tekstil: parang rusak untuk kalung, gelang atau yang lainnya. Dalam bahsa
desain daya cipta ini dibedakan menjadi new design atau redesign.
Dari contoh hasil kreasi di atas, dapat diidentifikasi bahwa ragam hias pada dasarnya memiliki dua unsur utama, yakni motif dan pola hias. Untuk
memahami lebih jauh tentang ragam hias, motif, dan pola, berikut ini dijelaskan secara rinci tentang definisi ketiga istilah tersebut.
1. Ragam Hias
Istilah ragam hias dikenal dan digunakan hanya di Indonesia. Hal ini untuk menamai hias atau keragaman hiasan yang terhampar di nusantara.
Ragam hias dapat disepadankan dengan kata ornamen yang merupakan pengindonesiaan dari kata
ornament. Ornamen berasal dari kata ornare
Yunani yang artinya hiasan atau perhiasan.
Dalam bahasa yang lain, Atisah 1991 menerangkan bahwa ornamen adalah membuat ragam hias. Selain itu Atisah juga mencoba membedakan
antara ornamen denga merangga. Merengga bahasa Belanda: Versieren
tidak sama dengan membuat stilasi bahasa Belanda: Styleren. Inti
pengertian merengga ialah menghias, sedangkan inti pengertian membuat stilasi ialah membuat ragam hias bahasa Belanda:
Siermotief; bahasa Inggris:
Ornament. Berdasarkan paparan di atas dapat dipahami bahwa ornamen adalah
hiasan yang dibuat dengan gambar, pahat, maupun cetak guna meningkatkan kualitas atau nilai suatu benda atau produk. Ornamen dsering
kali dihubungkan dengan berbagai corak atau ragam hias yang ada, misalnya
ornamen tumpal, Yogyakarta, Mataram, Surakarta, dan sebagainya. Ornamen ini tidak memiliki manfaat struktural dan guna pakai, tetapi semata-mata
hanya hiasan saja.
2. Motif
Motif merupakan bagian dari ragam hias. Motif lebih diartikan sebagai corak. Dengan demikian, motif hias dapat diartikan sebagai corak hiasan
yang terdapat pada suatu produkbenda, atau ruang tertentu. Corak ini sangat dipengaruhi lingkungan sosial dan budayanya, sehingga muncul
beberapa nama motif yang sesuai dengan nama acuan viasualnya atau bahkan sesuai dengan wilayah kemunculan motif itu sendiri. Tidaklah heran
jika Indonesia yang merupakan negara kepulauan memiliki banyak nama motif yang terhampar diseluruh nusantara ini, karena memiliki banyak wilayah,
budaya, dan sumber alam flora dan fauna yang kaya. Misalnya motif-motif klasik pada batik: motif parang gondosuli, parang baris, parang centong,
parang curiga, parang jenggot, parang kirna, parang klitik, parang kurung, parang menang parang ngesti, parang rusak, parang kusuma, parang pancing,
parang peni, parang sarpa, parang sawut, parang sobrah, parang sonder, dan parang suli. Selain kelompok motif parang tersebut, masih banyak motif
klasik yang dapat dikenali pada batik, diantaranya: cakar melik, kawung picis, kawung beton, kawung pijetan, nitik rengganis, semen gurdo, semen kasut,
semen Yogya, dan semen gebel. Di hamparan nusantara ini dikenal ribuan motif. Pada batik saja dikenal 207 motif klasik.
3. Pola