RESPON PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK (Kasus Petani Kakao Di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

(1)

ABSTRAK

RESPON PETANI TERHADAP PENGGUNAAN PUPUK ORGANIK (Kasus Petani Kakao Di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara

Kabupaten Lampung Timur)

Oleh

Sastri Dini Octaviani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Respon petani terhadap

penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, (2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, (3) Keragaan penggunaan pupuk organik oleh petani. Penelitian ini dilakukan di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2014.

Responden dalam penelitian ini diambil dari populasi 11 anggota Kelompok Tani yang berjumlah 51 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei, sedangkan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dan interprestasi data, dan untuk menguji Hipotesis penelitian digunakan statistik nonparametrik Uji Korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao termasuk dalam klasifikasi baik, baik dalam hal terhadap tujuan dan manfaat penggunaan pupuk organik, frekuensi penggunaan pupuk organik, dan dosis penggunaan pupuk organik; (2) Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao adalah tingkat kekosmopolitan; (3) Petani responden

menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang padat (kotoran sapi dan kambing) dan pupuk kandang cair (urine sapi dan kambing), dan pupuk

petroganik (C-organik) pada saat penyiapan lahan dan penanaman, serta pada saat pemupukan.


(2)

ABSTRACT

THE FARMER’S RESPONSE TOWARDS THE USE OF ORGANIC FERTILIZER

(Case of Cocoa Farmers In Labuhanratu Danau village, Way Jepara District, East Lampung Regency)

by

Sastri Dini Octaviani

This study aims to determine: (1) The farmer’s response towards the use of organic fertilizer on cocoa farms in Labuhanratu Danau Village, Way Jepara District, East Lampung Regency, (2) Factors affecting farmer’s response towards the use of organic fertilizer on cocoa farms in Labuhanratu Danau Village, Way Jepara District, East Lampung Regency, (3) Diversity of organic fertilizer using by the farmer’s. This study was conducted in Labuhanratu Danau Village, Way Jepara District, East Lampung Regency on July to September 2014. Respondent’s were 11 members of Farmers Group amounting to 51 cocoa farmer’s. The method used was a survey method, and they were analyzed by descriptive analysis. The Interpretation of data and the research hypotheses test used nonparametric statistical test; Rank Spearman Correlation. The results indicate that (1) The farmer’s response towards the use of organic fertilizer of cocoa farms included in the good classification, both in terms of the purpose and benefits of the use of organic fertilizer, organic fertilizer usage frequency, and dosage use of organic fertilizers; (2) Factors affecting farmer’s response towards the use of organic fertilizer on cocoa farms was at cosmopoliteness level; (3) Organic fertilizers used by farmer’s respondent was solid manure (the dung from cows and goats) and liquid manure (the urine of cows and goats), and petroganik fertilizer (C-organik), at the time of land preparation and planting, as well as at the time of fertilization.


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1988 di Desa Tulung Buyut Kecamatan Hulu Sungkai Kabupaten Lampung Utara. Penulis adalah anak

pertama dari empat bersaudara dari pasangan M. Jamhuri, A.md dan Siti Bakriah.

Penulis mulai mengikuti pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Wiyata Bhakti Gedung Negara Kabupaten Lampung Utara diselesaikan pada tahun 1994,

Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Gedung Negara Kabupaten Lampung Utara

diselesaikan pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 6 Kota Metro diselesaikan pada tahun 2003, Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara diselesaikan pada tahun 2006, kemudian penulis diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Universitas

Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Unila pada tahun 2007.

Penulis melaksanakan Praktek Umum (PU) tahun 2010 di Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Metro Barat Kota Metro.


(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupersembahkan kepada ALLAH SWT untuk karuniaNya dalam kehidupanku hingga akhir hayatku...

Kepada kedua orangtuaku, Papa dan Mama tercinta, terimakasih untuk do’a, cinta

kasih, motivasi, dan semangat yang telah diberikan kepadaku dalam menuntun langkah menjalani kehidupan hingga saat ini...

Terimakasih juga kuucapkan kepada Adik-adikku Vivit Junista, Icha Nurhasanah, dan M. Ilham Syahputra yang selalu memberi keceriaan dan mendampingiku selama ini...

Terimakasih juga kupersembahkan kepada Pa’cikku tercinta Drs. Hanif Fanani

yang telah tiada, Keluarga Besar Sakdoen Mahboer dan Keluarga Besar Tajuddin Rasul, terimakasih atas motivasi dan semangatnya untukku sehingga aku dapat menyelasaikan skripsiku ini...

Dan yang terakhir untuk Maradona, S.Sos yang telah mengisi hari-hariku selama ini, terimakasih untuk motivasi, kasih sayang, pengertian, dan perhatian yang telah diberikan kepadaku...


(8)

SANWACANA

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik (Kasus Petani Kakao di Desa

Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur),

Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Tubagus Hasanuddin, M.S., sebagai pembimbing utama atas

kesabaranya serta kesediaanya untuk memberikan saran, kritik, dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi.

2. Ir. Suarno Sadar, sebagai pembimbing kedua atas kesabaranya serta kesediaanya untuk memberikan saran, kritik, dan bimbingan dalam proses penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ir. Indah Nurmayasari, M.Sc., sebagai pembahas yang telah banyak memberikan saran, kritik, motivasi, serta nasehat-nasehatnya dalam proses penyelesaian skripsi.


(9)

4. Indah Listiana, S.P M.Si., selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan saran, kritik, motivasi, serta nasehat-nasehatnya selama penulis menjadi anak didik di bidang Akademik.

5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Sc., selaku Wakil Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Dr. Ir. Fembriarti E. Prasmatiwi, M.S., selaku Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Universitas Lampung.

8. Staf Administrasi Jurusan Agribisnis, Mbak Iin, Mbak Ai, Mas Bukhari, Mas Boim, Mas Kardi, dan Mang Encin atas bantuan dan kerjasamanya.

9. Keluarga besarku tercinta, Papa (M. Jamhuri, A.Md) dan mama (Siti Bakriah) yang selama ini telah banyak memberikan sejuta kasih sayang serta doanya yang begitu besar kepada penulis, adik-adikku tersayang (Ante VhieJoe, Aunty Icha, dan Abang Ilham) yang selalu memberi keceriaan kepada penulis. 10.Keluarga Besar Sakdoen Mahboer dan Keluarga Besar Tajuddin Rasul yang

selama ini telah banyak memberikan sejuta kasih sayang serta doanya yang begitu besar kepada penulis.

11.Maradona, S.Sos., yang selalu menemani, memberikan do’a, semangat, perhatian, pengertian dan cinta kasih kepada penulis.

12.Teman-teman seperjuangan Fitri Meysti Sari, S.P., Mulya Jayanti Putri, S.P., Aras Ratna Asih, S.P., Tri Naftalia, S.P., M. Nuryasin, S.P., Angga Andala, S.P., Ahmad Danang Novriyanto, S.P., Randy Kusuma, S.P., Made Indra Murdani, S.P., Aditya Juliandika, S.P., serta teman-teman angkatan 2006,


(10)

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan, yang telah membantu hingga selesainya skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk lebih baik ke masa yang akan datang.

Bandar Lampung, 18 Desember 2014 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 8

C. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 10

A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Tinjauan Agronomis Kakao ... 10

2. Budidaya Tanaman Kakao ... 14

3. Konsep Respon ... 18

4. Pupuk Organik ... 22

5. Keragaaan Penggunaan Pupuk Organik ... 31

6. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik ... 32

B. Kerangka Pemikiran... 35

C. Hipotesis ... 38

III. METODE PENELITIAN ... 40

A. Konsep Dasar, Definisi Operasional, Pengukuran, dan Klasifikasi ... 40

B. Waktu, Tempat Penelitian, dan Responden ... 42

C. Metode Pengumpulan Data ... 46


(12)

B. Topografi dan Iklim ... 50

C. Keadaan Penduduk... 51

1. Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur ... 51

2. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 52

3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 53

4. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ... 53

D. Sarana dan Prasarana ... 54

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 56

A. Keadaan Umum Petani Responden ... 56

1. Umur ... 56

2. Tingkat Pendididkan Petani Responden ... 57

3. Luas Lahan ... 58

4. Pekerjaan Petani ... 59

5. Jumlah Taanggungan Keluarga ... 60

B. Deskripsi Variabel Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Usahatani Kakao ... 61

1. Luas Usahatani Kakao... 61

2. Tingkat Pengalaman Berusahatani Kakao ... 62

2.1. Lama Berusahatani Kakao ... 62

2.2. Cara Budidaya Kakao ... 63

1) Penyiapan Bibit ... 64

2) Pembukaan Lahan ... 65

3) Penanaman dan Penaungan ... 65

4) Pembubunan ... 66

5) Penyiangan ... 67

6) Pemangkasan ... 68

7) Pengendalian Hama dan Penyakit ... 69

8) Pemupukan ... 69

9) Panen ... 70

3. Tingkat Kekosmopolitan ... 73

3.1. Hubungan Petani dengan Tokoh Masyarakat ... 74

3.2. Frekuensi Mengadakan Perjalanan Daerah ... 75

3.3. Pemanfaatan Media Massa ... 76

1) Televisi ... 76


(13)

3) Surat Kabar (Majalah Pertanian) ... 78

4. Tingkat Interaksi Dengan Petugas Penyuluh Lapang ... 81

4.1. Interaksi Petani Responden dengan PPL ... 81

4.2. Interaksi Petani Responden dalam Mengikuti Kegiatan Penyuluhan Pupuk Organik ... 82

5. Rekapitulasi Variabel yang Berhubungan Dengan Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik ... 84

C. Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Usahatani Kakao ... 85

1. Tujuan dan Manfaat Penggunaan Pupuk Organik ... 86

2. Cara Penggunaan Pupuk Organik ... 87

3. Frekuensi Penggunaan Pupuk Organik ... 88

4. Dosis Penggunaan Pupuk Organik ... 89

5. Rekapitulasi Variabel Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik ... 89

D. Pengujian Hipotesis ... 90

1. Hipotesis Pertama... 91

2. Hipotesis Kedua ... 92

3. Hipotesis Ketiga ... 92

4. Hipotesis Keempat ... 93

E. Keragaan Penggunaan Pupuk Oleh Petani Responden Pada Usahatani Kakao ... 93

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ... 139


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas

Kakao di Provinsi Lampung Tahun 2007-2011 ... 3

2. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Kakao Per Kecamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011... ... 4

3. Luas Areal, Produksi, Produktivitas Kakao Per Desa di Kecamatan Way Jepara Tahun 2011... ... 5

4. Contoh Beberapa Merek Pupuk Organik Padat di Pasaran Indonesia ... 27

5. Contoh Beberapa Merek Pupuk Organik Cair di Pasaran Indonesia ... 27

6. Sebaran populasi kelompok tani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik ... 43

7. Sebaran unit sampel per kelompok tani ... 46

8. Penggunaan Tanah di Desa Labuhanratu Danau tahun 2012 ... 50

9. Keadaan Penduduk Berdasarkan Golongan Umur dan Jenis Kelamin di Desa Labuhanratu Danau tahun 2012 ... 51

10. Sebaran Penduduk Berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2012 ... 52

11. Sebaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian tahun 2012 ... 53

12. Sebaran Penduduk Berdasarkan Agama tahun 2012 ... 54

13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Kelompok Umur ... 56

14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 57


(15)

16. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama dan

Sampingan ... 59 17. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

Keluarga ... 60 18. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Luas Usahatani Kakao ... 61 19. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Lama Berusahatani Kakao ... 63 20. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penyiapan Bibit Kakao ... 64 21. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pembukaan Lahan Kakao.. .. 65 22. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penanaman dan Penaungan.. 66 23. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pembubunan Kakao ... 67 24. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penyiangan Kakao ... 67 25. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pemangkasan Kakao... ... 68 26. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengendalian Hama dan

Penyakit Kakao ... 69 27. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pemupukan Kakao ... 70 28. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Panen Kakao ... 71 29. Rekapitulasi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Cara

Budidaya Kakao ... 72 30. Rekapitulasi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Pengalaman Berusahatani Kakao... 73 31. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Hubungan Petani

Responden Dengan Tokoh Masyarakat ... 74 32. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Frekuensi Petani

Responden Dalam Mengadakan Perjalanan Daerah ... 75 33. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pemanfaatan Televisi ... 76 34. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pemanfaatan Radio ... 77 35. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pemanfaatan Majalah


(16)

37. Rekapitulasi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Kekosmopolitan ... 80 38. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Interaksi Petani Responden

Dengan PPL ... 82 39. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Interaksi Petani Responden

Dalam Mengikuti Kegiatan Penyuluhan Pupuk Organik ... 83 40. Rekapitulasi Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat

Interaksi dengan PPL ... 84 41. Rekapitulasi Sebaran Mengenai Faktor-faktor Yang Berhubungan

Dengan Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik ... 85 42. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tujuan Dan Manfaat

Penggunaan Pupuk Organik ... 86 43. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Cara Penggunaan Pupuk

Organik ... 87 44. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Frekuensi Penggunaan

Pupuk Organik ... 88 45. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Dosis Penggunaan Pupuk

Organik ... 89 46. Rekapitulasi Sebaran Mengenai Respon Petani Terhadap Penggunaan

Pupuk Organik ... 90 47. Hasil Uji Korelasi Pada Setiap Hubungan Variabel ... 91 48. Keragaan Penggunaan Pupuk Oleh Petani Responden Pada Usahatani

Kakao ... 94 49. Data Responden ... 103 50. Rekapitulasi Data Responden Penelitian Berdasarkan Pertanyaan... 106 51. Rangking Rekapitulasi Data Responden Penelitian Berdasarkan

Pertanyaan ... 124 52. Rekapitulasi Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik .... 127


(17)

53. Rangking Rekapitulasi Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Hubungan Stimulus, Definisi Subyektif, dan Respon ... 21 2. Hubungan Obyek Respon, Sikap, Motif, dan Respon ... 22 3. Kerangka Pemikiran Respon Petani Terhadap

Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus Petani Kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengembangkan komoditas perkebunan. Hal ini didukung dengan keadaan iklim dan tanah di Indonesia yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman perkebunan. Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dan masyarakat adalah komoditas kakao (Theobroma cacao). Kakao sebagai salah satu komoditas perkebunan utama mempunyai nilai strategis yang sangat tinggi, sehingga diperlukan adanya penanganan yang serius dalam upaya peningkatan produktivitasnya. Usaha peningkatan produksi dan pendapatan usahatani kakao dapat ditempuh apabila didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna di bidang

pertanian. Salah satu teknologi tepat guna dalam peningkatan produksi kakao adalah penerapan pertanian organik.

Menurut Departemen Pertanian (2012), pertanian organik merupakan bagian dari pertanian alami yang dalam pelaksanaannya berusaha menghindarkan penggunaan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Selain itu pertanian organik juga untuk menghasilkan produksi tanaman yang


(20)

berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah melalui penggunaan sumberdaya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dalam

pelaksanaannya, pertanian organik adalah membatasi ketergantungan petani pada penggunaan pupuk anorganik dan bahan kimia pertanian lainnya. Salah satu contoh bahan organik yang digunakan antara lain kotoran hewan (sapi, kambing, ayam, dll) dan limbah pertanian.

Mensosialisasikan pertanian organik dengan memanfaatkan limbah pertanian yang belum dikelola yang salah satunya dengan pembuatan bokashi. Bokashi merupakan pupuk organik yang mengandung unsur hara yang bermutu tinggi dan zat-zat bioaktif lainnya yang dapat merangsang pertumbuhan dan

produksi tanaman dan tidak menyebabkan polusi dan pencemaran lingkungan serta tidak berbahaya bagi kesehatan manusia (Saranga, 2000).

Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang mengembangkan komoditas kakao. Hal ini ditunjang oleh keadaan iklim dan tanah yang sesuai dengan syarat tumbuh bagi tanaman tersebut. Tanaman kakao adalah tanaman yang berperan penting meningkatkan pendapatan petani, sehingga hampir seluruh daerah di Provinsi Lampung menanami areal perkebunannya dengan tanaman kakao. Perkembangan produksi kakao tersebar di beberapa

kabupaten di Provinsi Lampung. Perkembangan luas areal dan produksi kakao di Provinsi Lampung tahun 2007 - 2011 dapat dilihat pada Tabel 1.


(21)

3

Tabel 1. Perkembangan luas areal, produksi, dan produktivitas kakao Provinsi Lampung tahun 2010 – 2011

Kabupaten/Kota

2010 2011

Luas (Ha) Prod. (Ton ) Produktivitas (Ton/Ha) Luas (Ha) Prod. (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

Lampung Barat 1.506 390 0,26 2.056 415 0,20

Tanggamus 12.361 6.015 0,49 12.686 5.980 0,47

Lampung Selatan 4.038 1.883 0,47 4.762 1.812 0,38

Lampung Timur 7.617 5.950 0,78 7.837 5.939 0,76

Lampung Tengah 3.664 1.987 0,54 4.034 1.815 0,45

Lampung Utara 2.012 1.001 0,50 2.065 919 0,44

Way Kanan 1.369 600 0,44 1.405 579 0,41

Tulang Bawang 361 200 0,55 321 168 0,52

Pesawaran 5.287 2.930 0,55 6.040 2.920 0,48

Pringsewu 2.833 1.180 0,42 3.233 981 0,30

Mesuji 607 134 0,22 586 134 0,23

Tulang Bawang Barat 274 95 0,35 274 89 0,14

Bandar Lampung 496 94 0,19 613 98 0,14

Metro - - - -

Jumlah 42.425 22.459 5,76 45.912 21.849 4,92

Sumber: BPS Provinsi Lampung (data diolah), 2012

Tabel 1 memperlihatkan bahwa luas areal tanaman kakao di Kabupaten Lampung Timur mengalami peningkatan, namun produksi dan produktivitas kakao mengalami penurunan. Tahun 2010 Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah sentra kakao yang memiliki luas areal tanaman kakao sebesar 7.617 ha dan produksi kakao sebesar 5.950 ton yang menempati urutan kedua, dengan produktivitas sebesar 0,78 ton/ha yang menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di

Provinsi Lampung. Pada tahun 2011 luas areal perkebunan kakao meningkat sebesar 7.837 ha, tetapi terjadi penurunan produksi kakao sebesar 5.939 ton, serta penurunan produktivitas sebesar 0,76 ton/ha. Namun produktivitas kakao di Kabupaten Lampung Timur masih memegang urutan tertinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa produktivitas kakao yang

dihasilkan di Kabupaten Lampung Timur belum mencapai produktivitas kakao yang optimum yaitu sebesar 0,96 ton/ha (Kristanto, 2011). Dengan belum


(22)

adanya pencapaian produktivitas kakao yang optimum, Kabupaten Lampung Timur masih memiliki peluang pengembangan kakao yang masih

memungkinkan untuk ditingkatkan produksi dan produktivitasnya. Kabupaten Lampung Timur memiliki 24 (dua puluh empat) kecamatan, hampir

seluruhnya membudidayakan tanaman kakao. Perkembangan luas areal dan produksi kakao di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas areal, produksi, dan produktivitas kakao per kecamatan di Kabupaten Lampung Timur tahun 2011

Kecamatan Luas

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

Metro Kibang 137,00 43,07 0,31

Batang Hari 281,50 127,37 0,45

Sekampung 103,25 27,80 0,27

Marga Tiga 1.291,00 817,12 0,63

Sekampung Udik 2.320,50 1.795,05 0,77

Jabung 573,00 306,20 0,53

Waway Karya 15,50 0,75 0,05

Pasir Sakti 98,73 23,40 0,24

Marga Sekampung 604,00 170,12 0,28

Labuhan Maringgai 245,00 92,50 0,38

Mataram Baru 1.233,00 1.084,00 0,87

Bandar Sribhawono 2.030,00 875,00 0,43

Melinting 256,00 156,00 0,61

Gunung Pelindung 284,50 142,00 0,50

Way Jepara 1.301,75 1.151,10 0,88

Braja Selebah 226,75 82,31 0,36

Labuhanratu 1.096,50 864,50 0,79

Sukadana 801,00 681,00 0,85

Bumi Agung 131,50 43,80 0,33

Batanghari Nuban 440,00 276,80 0,63

Pekalongan 437,00 246,40 0,56

Raman Utara 50,00 7,50 0,15

Probolinggo 191,00 121,60 0,64

Way Bungur 49,00 9,00 0,18

Jumlah 14.197,48 9.144,39 11,69


(23)

5

Tabel 2 menunjukkan bahwa Kecamatan Way Jepara merupakan salah satu daerah sentra kakao yang memiliki luas areal tanaman kakao sebesar 1.301,75 ha yang menempati urutan ketiga, dan produksi kakao sebesar 1.151,10 ton yang menempati urutan kedua, dengan produktivitas sebesar 0,88 ton/ha yang menempati urutan tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan data tersebut, Kecamatan Way Jepara memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan produksi kakao. Kecamatan Way Jepara terdiri dari 15 desa dan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Way Jepara yang berusahatani kakao adalah Desa Labuhanratu Danau. Kakao merupakan salah satu komoditas utama yang ditanam oleh sebagian besar penduduk di Desa Labuhanratu Danau. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas areal, produksi, dan produktivitas kakao per desa di Kecamatan Way Jepara tahun 2011

Desa Luas

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

Sumur Bandung 418 397,50 0,95

Braja Caka 61 57,90 0,95

Labuhanratu Danau 78,50 79,95 1,02

Sumber Marga 250 219,65 0,88

Jepara 275,15 225,85 0,82

Sumber Rejo 25 22,80 0,91

Sri Rejosari 25,25 23,05 0,91

Labuhan Ratu II 21,5 9,70 0,45

Braja Fajar 30,10 27,50 0,91

Braja Emas 17,10 8,60 0,50

Braja Dewa 13,50 7,05 0,52

Sri Wangi 18,15 8,75 0,48

Labuhan Ratu I 27 24,45 0,90

Braja Sakti 16 15,50 0,97

Braja Asri 25,5 22,85 0,89

Jumlah 1.301,75 1.151,10 12,06

Sumber: BP3K Kecamatan Way Jepara (data diolah), 2012


(24)

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Desa Labuhanratu Danau

mempunyai potensi yang cukup besar dalam upaya pengembangan komoditi kakao. Hal ini terbukti dengan produktivitas kakao pada Desa Labuhanratu Danau mempunyai angka tertinggi dibandingkan dengan 14 desa lainnya yang ada di Kecamatan Way Jepara. Petani di Desa Labuhanratu Danau memiliki preferensi yang tinggi untuk memilih tanaman kakao sebagai tanaman yang dibudidayakan yaitu mereka beranggapan bahwa tanaman kakao akan menjamin pendapatan mereka. Selain itu, kegiatan pengembangan kakao ini sangat diminati masyarakat karena harga komoditi kakao yang dalam lima tahun terakhir ini relatif stabil, tidak kenal musim berbuah serta teknik budidaya kakao yang relatif mudah dan memerlukan naungan sehingga oleh petani banyak ditanam di antara pertanaman yang telah ada sebelumnya.

Menurut Mubyarto (1989), produksi usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor produksi yaitu ditentukan oleh jumlah dan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan yaitu lahan, modal tenaga kerja, bibit, pupuk dan pestisida, dengan demikian produktivitas tanaman kakao dapat ditingkatkan melalui peningkatan penggunaan faktor produksi. Peningkatan produksi berhubungan erat dengan motivasi petani untuk meningkatkan produksi, karena pada saat petani berproduksi untuk dijual maka perbandingan harga dan biaya yang dikeluarkan menjadi perangsang untuk meningkatkan hasil atau dengan kata lain besarnya keuntungan yang diperoleh dari peningkatan hasil menjadi motivasi petani untuk berproduksi.


(25)

7

Produksi dan produktivitas kakao di Kecamatan Way Jepara bisa saja mengalami penurunan akibat serangan hama dan penyakit sehingga kualitas kakao yang dihasilkan menjadi tidak bagus, hal ini dikarenakan penerapan teknologi budidaya kakao yang masih rendah. Guna meningkatkan kembali produksi dan produktivitas kakao di desa tersebut, maka sampai saat ini digunakan teknologi baru di bidang pemupukan. Salah satu teknologi baru di bidang pemupukan adalah diperkenalkannya pupuk organik dalam usahatani kakao. Pupuk organik merupakan pupuk yang mudah diperoleh bagi para petani, disamping kualitasnya yang tidak kalah dengan pupuk anorganik. Pupuk organik cukup kaya akan unsur hara makro maupun mikro dan terbukti sangat baik dalam memperbaiki struktur tanah dan mikroorganisme

didalamnya, sehingga diharapkan dengan penggunaan pupuk organik mampu meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani kakao di Kecamatan Way Jepara dari segi kuantitas, kualitas, dan kelestarian. Pengenalan terhadap pupuk organik di Kecamatan Way Jepara dilakukan oleh para penyuluh pertanian/perkebunan sebagai fungsionalis dari Departemen Perkebunan setempat dalam rangka mensosialisasikan dan mengadakan bimbingan bagi para petani melalui kegiatan penyuluhan pertanian Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik pada usahatani kakao.

Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik pada usahatani kakao merupakan salah satu program baru pemerintah, dan petani sebagai penerima serta pelaksana program, keterlibatan petani sangat mempengaruhi keberhasilan program. Difusi informasi kegiatan penyuluhan pertanian Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik pada usahatani kakao akan mendorong petani untuk merespon


(26)

kegiatan penyuluhan pertanian sehingga petani mampu untuk menerapkan dan mengembangkan teknologi baru tersebut dalam usahataninya. Dengan adanya kegiatan penyuluhan pertanian Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik ini pengetahuan petani tentang penggunaan pupuk organik menjadi meningkat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur?

2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur?

3. Bagaimana keragaan penggunaan pupuk organik oleh petani?

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. Respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap

penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.


(27)

9

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk:

1. Dapat dijadikan sumbangan dan bahan pertimbangan bagi pembuat

kebijakan dalam menanggulangi permasalahan petani di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

2. Bagi petani, diharapkan dapat berguna dalam upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan.


(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Agronomis Kakao

Theobroma cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun 1753. Daerah asal tanaman kakao adalah hulu sungai Amazon yang merupakan daerah hutan tropis yang lebat dengan curah hujan yang cukup tinggi, suhu sepanjang tahun relatif tinggi dan konstan, kelembaban cukup tinggi, dan teduh. Dalam kondisi seoerti ini tanaman kakao jarang berbuah dan menghasilkan biji yang sedikit (Kristanto, 2011).

Berdasarkan daerah asalnya, kakao tumbuh di bawah naungan pohon-pohon yang tinggi. Habitat seperti itu masih dipertahankan dalam budidaya kakao dengan menanam pohon pelindung. Kakao mutlak membutuhkan naungan sejak tanam sampai umur 2 - 3 tahun. Tanaman muda yang kurang naungan pertumbuhannya akan terlambat. Tanaman ini juga tidak tahan angin kencang sehingga tanaman pelindung (penaung) dapat berfungsi sebagai penahan angin (Poedjiwidodo, 1996).


(29)

11

Penaung kakao juga sangat diperlukan dalam mengatur intensitas

penyinaran sinar matahari, tinggi suhu, kelembaban udara, menahan angin, menambah unsur hara, menekan pertumbuhan gulma, dan memperbaiki struktur tanah. Intensitas penyinaran sinar matahari untuk tanaman muda yang berumur 12 - 18 bulan adalah sekitar 30 - 60%, sedangkan intensitas penyinaran sinar matahari untuk tanaman yang sudah produktif adalah sekitar 50 - 75% (Susanto, 1995).

Tanaman Kakao termasuk marga Theobroma, suku dari Sterculiaceae

yang banyak diusahakan oleh para pekebun, perkebunan swasta dan perkebunan Negara. Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (dalam Susanto, 1995) adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Anak Devisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Beberapa sifat atau ciri-ciri dari buah dan biji digunakan sebagai dasar klasifikasi dalam sistem taksonomi. Tanaman kakao yang di tanam diperkebunan pada umumnya adalah kakao jenis Forastero (Bulk cocoa atau Kakao Lindak), Criolo (Fine cocoa atau kakao Mulia), dan Hibrida (hasil persilangan antara jenis Forastero atau Criolo). Pada


(30)

perkebunan-perkebunan besar biasanya kakao yang dibudidayakan adalah jenis kakao mulia (Siregar, 2002).

Tanaman kakao dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif. Kakao Lindak umumnya diperbanyak dengan benih dari klon-klon induk yang terpilih, sedangkan Kakao Mulia umumnya diperbanyak dengan cara vegetatif. Tanaman kakao bersifat Dimorfisme, artinya mempunyai dua macam percabangan atau tunas vegetatif. Tunas yang tumbuh ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang tumbuh ke samping disebut dengan tunas plagiotrop (Cabang kipas atau fan). Kedua macam cabang tersebut memiliki perbedaan dalam ukuran, tangkai daun, maupun rumus daun, misalnya pada cabang ortotrop memiliki rumus daun 3/8 dan pada cabang

plagiotrop memiliki rumus daun 1/2 (Kristanto, 2011).

Daun kakao mempunyai dua persendian atau Articulation yang terletak pada pangkal dan ujung tangkai daun. Hal ini memungkinkan pergerakan daun menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Warna buah kakao sangat beragam, namun pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah muda yang berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning, sementara buah muda yang berwarna merah jika sudah masak akan berwarna jingga (orange). Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Pada saat itu ukurannya beragam, dari panjang 10 hingga 30 cm, pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama perkembangan buah (PPKKI, 2010).


(31)

13

Kakao termasuk tanaman Caulifloris yang artinya bunga dan buah tumbuh pada batang dan cabang tanaman. Dalam setiap buah terdapat sekitar 20-50 butir biji yang tersusun dalam 5 (lima) baris dan menyatu pada bagian poros buah. Biji dibungkus oleh daging buah atau pulp yang berwarna putih dan memiliki rasa yang manis. Tanaman kakao bersifat Caulifloris, bunga berkembang dari ketiak daun dan dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang-cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut lama kelamaan menebal dan membesar disebut dengan Bantalan Bunga (Cushion). Bunga kakao terdiri dari 5 daun kelopak yang bebas antara satu sama lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran yang terdiri dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 lingkaran yang fertil dan 5 daun buah yang bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap kultivar. Hampir 75% penyerbukan bunga kakao dibantu oleh serangga Forcipomyia sp, sedangkan 25% dilakukan oleh serangga-serangga lainnya seperti Thrip, Semut Merah dan Aphid (Susanto, 1995).

Kakao (Theobroma cacao) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha meningkatkan pendapatan nasional serta meningkatkan penghasilan petani kakao. Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, hasil produktivitas standar atau normal tanaman kakao bisa mencapai 1500-2000 kg/ha/thn atau sekitar 125-167 kg/ha/bln dengan asumsi satu batang pohon mampu menghasilkan 2 kg biji kering. Mengingat prospek yang baik dari biji


(32)

kakao kering, maka dengan pengolahan dan pengendalian hama yang baik diharapkan mutu kakao rakyat dapat ditingkatkan, dengan demikian memungkinkan petani memperoleh penghasilan yang lebih tinggi dan kehidupan petani kakao menjadi sejahtera.

2. Budidaya Tanaman Kakao

Kakao merupakan tanaman yang menumbuhkan bunga dari batang atau cabang. Oleh karena itu tanaman ini digolongkan ke dalam kelompok tanaman Caulifloris. Adapun teknis budidaya tanaman kakao adalah sebagai berikut:

a. Penyiapan Bibit

Bibit yang siap tanam dan berkualiatas adalah bibit yang berumur 5 – 6 bulan, dimana bibit tersebut telah memiliki daun berjumlah 4 – 7 helai. Bibit yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mencapai produksi kakao yang tinggi, sehingga usahatani kakao membawa hasil yang optimal dan memuaskan bagi petani (PPKKI, 2004).

b. Pembukaan Lahan

Lahan yang digunakan untuk menanam kakao dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara pembukaan lahannya dilakukan dengan cara pembabatan secara manual atau dengan


(33)

15

menggunakan herbisida. Pada lahan primer dapat dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan pada lahan konversi dapat dilakukan dengan cara menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu (Poedjiwidodo, 1996).

c. Penanaman dan Penaungan

Tanaman kakao ditanam dengan jarak tanam 3 x 3 meter pada tanah datar dan 4 x 2 meter pada tanah miring. Sebelum tanaman kakao ditanam, terlebih dahulu lahan ditanami tanaman pelindung yang berfungsi melindungi tanaman muda kakao dari sinar matahari langsung. Semakin bertambah umur tanaman kakao, semakin dikurangi jumlah naungannya. Setelah lahan kakao siap ditanam, selanjutnya buat jarak tanam kakao dengan sistem pengajiran, setelah itu buat lubang tanam dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm pada akhir musim hujan dan berilah pupuk kandang yang dicampur dengan tanah (1 : 1). Penanaman dilakukan dengan memasukkan bibit kakao yang telah siap tanam (umur 5 – 6 bulan) ke dalam lubang tanam kemudian tutup lubang tanam dengan tanah galian (Kristanto, 2011).

d. Penyiangan

Penyiangan bertujuan untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara serta mencegah hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao. Pada saat tanaman kakao berumur


(34)

1 tahun belum dilakukan penyiangan, hal ini dikarenakan gulma yang belum terlalu banyak. Penyiangan mulai dilakukan pada waktu

tanaman kakao berumur 2 tahun sampai dengan 20 tahun. Penyiangan dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara mekanis dengan menggunakan alat sabit dan cangkul, dan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Penyiangan tidak dijadwalkan pada bulan-bulan tertentu, tetapi tergantung pada tingkat populasi gulma pada lahan kakao (Poedjiwidodo, 1996).

e. Pemangkasan

Sebelum masa tanaman belum menghasilkan (TBM), pemangkasan bertujuan untuk membentuk cabang-cabang yang seimbang dan pertumbuhan vegetatif yang baik. Pemangkasan ini merupakan usaha untuk meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman kakao berumur 3 tahun. Pada tanaman menghasilkan, pemangkasan juga bertujuan untuk menjaga kelembapan tanah agar berada pada kondisi yang normal (tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering). Hal tersebut bertujuan untuk menghindarkan tanaman kakao dari serangan hama dan penyakit. Selain tanaman kakao, pemangkasan juga dilakukan pada pohon pelindung yang bertujuan agar percabangan dan daunnya tumbuh dengan baik. Frekuensi pemangkasan yang dilakukan pada tanaman kakao adalah 2 kali dalam setahun (Kristanto, 2011).


(35)

17

f. Pengendalian Hama dan Penyakit

Serangan hama dan penyakit tentunya berpengaruh besar terhadap produksi dan mutu kakao yang dihasilkan. Untuk pengendalian difokuskan pada organisme pengganggu tanaman (OPT) meliputi hama, penyakit, dan gulma. Dalam budidaya tanaman kakao, pencegahan meluasnya serangan OPT melalui penerapan teknik budidaya yang baik sangat penting. Dengan demikian dapat dihindari eksploitasi hama dan penyakit yang dapat menyebabkan timbulnya kerugian besar. Pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao diutamakan dengan melakukan sistem pengendalian terpadu, dimana penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama atau penyakit adalah sebagai pelengkap dan bukan merupakan komponen pengendalian yang paling utama (PPKKI, 2004).

g. Pemupukan

Pemupukan pertama kali dilakukan sebelum tanaman kakao dimasukkan kedalam lubang tanam, yaitu dengan cara menaburi terlebih dahulu lubang tanam dengan pupuk kandang. Pemupukan tanaman kakao dibagi menjadi 2, yaitu pemupukan melalui tanah dan pemupukan melalui daun. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu awal musim hujan (oktober - november) dan akhir musim hujan (maret - april). Pemupukan dapat pula dilakukan lebih dari 2 kali dalam setahun (3 – 4 kali setahun). Semakin sering dipupuk, maka semakin tinggi produksinya meskipun jumlah pupuk


(36)

yang diberikan dalam setahun tetap sama. Pemberian pupuk dilakukan dengan meletakkan pupuk tersebut ke dalam tanah (sekitar 10 – 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan sekeliling tanaman (Kristanto, 2011).

h. Panen

Buah kakao dapat dipanen apabila telah terjadi perubahan warna kulit pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncangkan, maka biji biasanya berbunyi. Keterlambatan waktu panen akan berakibat pada

berkecambahnya biji di dalam (Susanto, 1995).

3. Respon

Menurut Sarwono (1995), respon didefinisikan sebagai reaksi manusia yang menempatkan obyek yang dipikirkan ke dalam suatu dimensi pertimbangan. Respon muncul sebagai perwujudan motif yang timbul setelah seseorang menilai obyek respon. Mar’at (1982) merumuskan bahwa: “ Sikap mempunyai atau mengandung unsur penilaian, reaksi afektif dan menghasilkan respon atau tingkah laku nyata sedangkan reaksi efektifnya merupakan respon tersembunyi “. Dari rumusan tersebut menunjukan bahwa respon memang merupakan reaksi terhadap stimulus. Namun bentuk respon itu sendiri dipengaruhi oleh sikap yang


(37)

19

menghasilkan motif perespon terhadap stimulus itu sendiri. Dalam kamus Bahasa Indonesia (2012), kata respon diartikan sebagai tanggapan, reaksi, jawaban terhadap sesuatu. Tanggapan atau respon petani terhadap

penggunaan pupuk organik pada tanaman kakao di Kecamatan Way Jepara tersebut sangat menentukan keberhasilan petani dalam berusahatani kakao organik. Respon adalah tanggapan yang diberikan oleh seseorang

terhadap rangsangan atau stimulus yang dihadapinya. Tanggapan terjadi setelah seseorang memperhatikan, memahami dan menerima stimulus yang menghampirinya.

Menurut Susanto (1988), respon merupakan reaksi, artinya pengiyaan atau penolakan, sikap acuh tak acuh terhadap apa yang disampaikan oleh komunikator dalam pesannya. Respon dapat dibedakan menjadi opini (pendapat), dan sikap. Pendapat adalah jawaban terbuka (overt) terhadap suatu persoalan, dinyatakan dengan kata-kata yang diucapkan atau ditulis, sedangkan sikap merupakan reaksi yang tertutup (covert), dan bersifat emosional, merupakan tendensi untuk memberi reaksi yang positif atau negatif terhadap orang-orang, obyek, atau situasi tertentu. Selanjutnya pendapat dibentuk berdasarkan (1) kumpulan data dan fakta, (2) rekonstruksi keadaan, (3) reaksi ataupun sikap individu sebagai komunikator maupun komunikan (Susanto, 1988).

Walgito (1983) menyatakan bahwa respon adalah suatu perbuatan yang merupakan hasil akhir dari adanya stimulus atau rangsangan. Respon merupakan reaksi terhadap stimulus yang terbagi menjadi dua, yaitu:


(38)

1. Respon atau perbuatan yang reflektif (terjadi tanpa disadari individu), merupakan reaksi dari stimulus yang diterima tidak sampai ke otak sebagai pusat kesadaran.

2. Respon atau perbuatan yang disadari, yaitu perbuatan organisme atas adanya motif dari individu yang bersangkutan dan stimulus yang diterima oleh individu itu sampai ke otak dan benar-benar disadari oleh individu.

Menurut Krathwol (1965, dalam Anggun 2010), respon adalah suatu partisipasi yang aktif dari seseorang dengan memberikan reaksi tertentu terhadap rangsangan. Menurut Barlo (1960, dalam Anggun 2010), respon adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu akibat menerima rangsangan. Respon tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: (1) respon terbuka, yaitu suatu respon yang dapat dilihat atau dideteksi oleh orang lain, (2) respon tertutup, yaitu suatu respon yang dapat dilihat atau dideteksi karena sifatnya pribadi.

Menurut Ahmadi (1990), perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan baik jika hanya dilihat sebagai respon reflektif terhadap stimulus

lingkungan kerja saja. Sebaliknya, ada suatu proses definisi subyektif yang berada di antara stimulus dan perilaku responsif tersebut. Karena itu respon adalah untuk suatu definisi subyektif bukan untuk sifat-sifat fisik dari stimulus. Stimulus yang sama mungkin menghasilkan respon yang berlainan dari orang-orang atau kelompok dalam masyarakat yang berbeda karena terjadinya perbedaan definisi atas situasi yang bersifat subyektif.


(39)

21

Perbedaan respon terhadap stimulus yang sama oleh orang atau kelompok yang sama pada waktu yang berlainan juga mungkin terjadi bila perbedaan definisi situasi dari waktu ke waktu. Individu merespon suatu stimulus dengan perantara sikapnya, dengan kata lain tindakan individu terhadap stimulus yang dihadapinya sangat ditentukan oleh definisi subyektifnya (penilaian) terhadap stimulus tersebut. Jika dibagankan hubungan antara objek respon, definisi subyektif, respon dan nilai sosial kepentingan pribadi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Stimulus-Definisi Subyektif-Respon (Sumber

Mar’at, 1982).

Respon adalah tanggapan yang diberikan seseorang terhadap rangsangan atau stimulus yang dihadapinya. Tanggapan terjadi setelah seseorang memperhatikan, memahami, dan menerima stimulus yang

menghampirinya. Mar’at (1982) merumuskan bahwa sikap mempunyai unsur penilaian, reaksi afektif dan menghasilkan respon atau tingkah laku nyata (over behavior), sedangkan reaksi afektifnya merupakan respon tersembunyi (covert). Rumusan Mar’at menunjukkan bahwa respon memang merupakan reaksi terhadap stimulus, namun bentuk respon itu sendiri dipengaruhi oleh sikap yang menghasilkan motif perespon terhadap stimulus itu sendiri. Hubungan antara obyek respon, sikap, motif dan respon dapat dilihat pada Gambar 2.

Nilai Sosial Kepentingan

pribadi Respon :

Tingkah laku responsif Stimulus/Obyek

respon

Definisi Subyektif/Penilaian


(40)

Gambar 2. Hubungan obyek respon, sikap, motif dan respon (Sumber

Mar’at, 1982).

Krech dan Cruchfield (1963, dalam Walgito, 1980) mengatakan bahwa respon adalah gambaran kemungkinan yang akan timbul sebagai tindakan terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya pada dirinya dalam hal ini indera seseorang.

4. Pupuk Organik

Pupuk merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Pupuk juga merupakan vitamin bagi tanah yang dapat membuat tanah lebih gembur dan subur. Dengan tanah yang gembur dan subur itulah, tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan buah dan daun yang besar, sehat, dan dalam jumlah banyak. Pupuk secara luas dibagi menjadi dua, yaitu pupuk anorganik (terdiri dari sintesis kimia) dan pupuk organik (terdiri dari materi tanaman organik yang diperkaya atau hewan) (Hadisuwito, 2012).

Pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh pabrik-pabrik pupuk dengan meramu bahan-bahan kimia anorganik berkadar hara tinggi. Pupuk anorganik sering disintesis menggunakan proses Haber-Bosch yang memproduksi amoniak sebagai produk akhir. Amoniak ini digunakan sebagai bahan baku untuk pupuk nitrogen lainnya, seperti ammonium nitrat anhidrat dan urea. Produk ini terkonsentrasi dapat diencerkan

Respon Motif

Sikap

- Penilaian

- Reaksi afektif

Stimulus/Obyek Respon


(41)

23

dengan air untuk membentuk pupuk cair terkonsentrasi. Amonia dapat dikombinasikan dengan fosfat batuan dan pupuk kalium di Proses Odda untuk memproduksi Pupuk Majemuk (Lingga dan Marsono, 2000).

Nutrisi dalam tanah berkembang dalam simbiosis, yang dapat dibuang keluar dari keseimbangan dengan konsentrasi pupuk yang tinggi.

Keterkaitan dan kompleksitas ini berarti setiap penilaian fungsi tanah tentu harus memperhitungkan interaksi akun dengan kehidupan yang ada di dalam tanah. Stabilitas sistem berkurang dengan penggunaan pupuk yang mengandung nitrogen/pupuk anorganik yang menyebabkan pengasaman tanah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan ketersediaan hara yang dapat diimbangi dengan pengapuran. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus selama puluhan tahun dengan dosis yang tinggi selain mampu meningkatkan produksi ternyata juga menurunkan tingkat kesuburan tanah baik kesuburan fisik, kimia maupun biologis. Guna mengembalikan dan meningkatkan kesuburan tanah, serta mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara penggunaan pupuk organik (Sutanto, 2002).

Penggunaan pupuk organik dalam proses budidaya tanaman sudah dilakukan sejak dulu oleh nenek moyang kita, baik secara sengaja seperti pemanfaatan kotoran ternak/pupuk kandang, atau secara tidak sengaja yaitu adanya seresah yang tertimbun dan akhirnya menjadi humus. Proses alami yang terjadi sebagai anugrah, terus dipelajari dan dilaksanakan pengembangan teknologi sehingga prosesnya menjadi lebih cepat bila


(42)

dibandingkan berjalan murni secara alami. Bukan suatu teknologi yang tertinggal apabila kita meninjau kembali adanya komponen-komponen organik sebagai bahan yang dapat membantu memperbaiki ekosistem pertanian, justru merupakan suatu tantangan dan kewajiban bagi kita untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan yang telah terjadi. Adanya pengolahan dan pengembalian sisa-sisa tumbuhan dan bahan organik lainnya menjadi penyusun tanah dengan cara pembuatan pupuk-pupuk organik adalah langkah yang mulia dalam proses kehidupan manusia (Sutanto, 2002).

Pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik ini akan mengalami pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari semula. Pupuk organik termasuk pupuk majemuk lengkap karena kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur dan mengandung unsur hara mikro (Hadisuwito, 2012).

Menurut Hadisuwito (2012), pupuk organik dilihat dari bentuknya dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Pupuk Organik Padat

Pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau

seluruhnya terdiri atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang berbentuk padat. Pengaplikasiannya dengan cara ditaburkan atau dibenamkan kedalam tanah. Dilihat dari bahan asalnya, pupuk organik dibedakan menjadi empat, yaitu:


(43)

25

a. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang bahan dasarnya berasal dari kotoran ternak, baik kotoran padat maupun campuran sisa makanan dan air seni ternak.

b. Pupuk Hijau

Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari tanaman atau bagian tanaman tertentu yang masih segar, lalu dibenamkan kedalam tanah.

c. Kompos

Kompos berasal dari sisa bahan organik, baik dari tanaman, hewan, dan limbah organik yang telah mengalami dekomposisi atau

fermentasi.

d. Humus

Humus merupakan hasil dekomposisi tumbuhan berupa daun, akar, cabang, ranting dan bahan secara alami.

2. Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair adalah larutan dari hasil pembusukan bahan-bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, kotoran hewan, dan manusia yang kandungan unsur haranya lebih dari satu unsur. Pengaplikasian pupuk organik cair umumnya dengan cara disemprotkan ke daun atau disiramkan ke tanah dengan menggunakan sprayer. Pupuk organik cair diklasifikasikan menjadi empat, yaitu:


(44)

a. Pupuk Kandang Cair

Pupuk kandang cair adalah pupuk yang dibuat dengan

mencampurkan kotoran hewan dengan air lalu diaduk rata, setelah tercampur rata disimpan ditempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung dengan memberi penutup atau pelindung, lalu dibiarkan agar terjadi proses fermentasi sebelum digunakan.

b. Biogas

Biogas adalah gabungan dari fermentasi bahan organik cair dengan bahan organik padat.

c. Pupuk Cair Limbah Organik

Pupuk cair limbah organik adalah limbah cair yang berasal dari bahan organik.

d. Pupuk Cair Limbah Manusia

Pupuk cair limbah manusia adalah campuran antara kotoran manusia dan cairan yang keluar bersamaan dengan kotoran manusia.

Menurut Musnamar (2004), beberapa contoh pupuk organik padat dan pupuk organik cair yang beredar di pasaran Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.


(45)

27

Tabel 4. Contoh beberapa merek pupuk organik padat di pasaran Indonesia

No Merek Dagang Bahan Baku Kandungan (%)

(N-P2O5-K10)

Bentuk

1 Kariyana/POS Kotoran sapi POS-1:2,61-0,31-0,42

POS-2:2,87-1,15-0,18 POS-3:2,16-0,26-0,16 POS:2,10-0,26-0,16 Serbuk Serbuk Serbuk Serbuk

2 Buto ijo NPK Kotoran ayam 3-5-3 Butiran

3 Gren giant NPK Kotoran ayam 3-5-3 Pellet

4 Ayam kiantan Kotoran ayam - Pellet

5 Sih horti Ragam kotoran unggas 2,1-3,9-1,1 Bubuk

6 Fine kompos Campuran kotoran sapi, serbuk gergaji, abu. 1,81-1,89-1,96 Bubuk

7 Mekar asih Kotoran ayam 4,1-6,1-2,3 Bubuk

8 Golden guano Campuran kotoran unggas, reptil, kelelawar. P2O5:22-25 Bubuk

9 Super bionic Ekstrak tanaman dan ikan - Tablet

10 Temban kompos Campuran pupuk kandang dan pupuk hijau - Serbuk

Sumber: Penebar Swadaya, 2004

Keterangan: (-) Tidak tertera komposisi kandungan pada kemasan produk

Tabel 5. Contoh beberapa merek pupuk organik cair di pasaran Indonesia

No

Merek

Dagang Kandungan (%)

Kandungan Lain

Konsentrasi

(cc/l;g/l) Pemakaian/keterangan N P2O5 K2O

1 Alaska 5 2 2 Mikro 3,0-4,5 Vegetatif,generatif Eks USA

2 Vitalik 5 2 3 Mikro,vitamin 1,0 Vegetatif,generatif Eks Jepang

3 Pokon 5 12 4 - 3,0 Vegetatif,generatif Eks Belanda

4 Florita - - - Mikro,ZPT 1,0-3,0 Vegetatif Eks Lokal

5 Florest 2,2 0,2 3,0 Mikro 2,0 Vegetatif Eks Lokal

6 Gemari - - - - 1,0-3,0 Vegetatif Eks Lokal

7 Tamsil 19,6 2,5 2,2 Mikro 1,0-3,0 Vegetatif Eks Lokal

8 Tress 12,6 1,4 1,9 Mikro 2,0 Vegetatif Eks Lokal

9 Orgasol 8 2 5 - 4,0 Tanaman hias Eks Lokal

10 Cytosim hara - - - Mikro,vitamin 2,5 Pelengkap unsur

Sumber: Penebar Swadaya, 2004

Keterangan : (-) Tidak tertera komposisi kandungan pada kemasan produk

Menurut Lingga dan Marsono (2007), kelebihan dari pupuk organik adalah sebagai berikut:

1. Memperbaiki struktur tanah.

2. Menaikkan daya serap tanah terhadap air. 3. Menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah. 4. Merupakan sumber makanan bagi tanaman.


(46)

Menurut Sutanto (2002), keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah sebagai berikut:

1. Mempengaruhi sifat fisik tanah.

Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi kelam. Bahan organik membuat tanah menjadi gembur, sehingga aerasi dan pengatusan dakhil menjadi lebih baik serta mudah ditembus perakaran tanaman.

2. Mempengaruhi sifat kimia tanah.

Kapasitas tukat kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan penggunaan bahan organik. Asam yang dikandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral.

3. Mempengaruhi sifat biologi tanah.

Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan

mempercepat perbanyakan fungi, bakteri, mikro flora, dan mikro fauna tanah lainnya.

4. Mempengaruhi kondisi sosial.

Daur ulang limbah perkotaan maupun pemukiman akan mengurangi dampak pencemaran dan meningkatkan penyediaan pupuk organik. Meningkatkan lapangan kerja melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk organik sehingga akan meningkatkan pendapatan.


(47)

29

Di samping beberapa kelebihan dari penggunaan pupuk organik di atas, dalam penggunaannya pupuk organik ini juga terdapat beberapa

kelemahan. Menurut Sutanto (2002), kelemahan pupuk organik adalah sebagai berikut:

1. Kandungan hara rendah

Kandungan hara pupuk organik pada umumnya rendah tetapi bervariasi tergantung pada jenis bahan dasarnya. Kandungan hara yang rendah berarti biaya untuk setiap unit unsur hara yang digunakana nisbi lebih mahal.

2. Ketersediaan unsur hara lambat

Hara yang berasal dari bahan organik diperlukan untuk kegiatan mikroba tanah untuk dialihrupakan dari bentuk ikatan kompleks organik yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman menjadi bentuk senyawa organik dan anorganik sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Kebanyakan unsur di dalam tanah biasanya terjadi dalam bentuk unsur tersedia dari hasil perombakan bahan organik.

3. Menyediakan hara dalam jumlah yang terbatas

Penyedia hara yang berasal dari pupuk organik biasanya terbatas dan tidak cukup dalam menyediakan hara yang diperlukan tanaman.


(48)

Menurut Musnamar (2004), kelemahan pupuk organik adalah sebagai berikut:

1. Pupuk organik, terutama pupuk kandang, masih sering mengandung biji tanaman pengganggu. Biji-bijian yang termakan ternak tidak akan tercerna sehingga dapat tumbuh dan mengganggu tanaman. Sehingga biaya produksi meningkat untuk pengendaliannya seperti tenaga kerja atau herbisida.

2. Pupuk organik sering menjadi faktor pembawa hama penyakit karena mengandung larva telur serangga sehingga tanaman dapat di serang. Hal ini akan meningkatkan biaya pestisida.

3. Kandungan unsur hara sulit diramalkan atau diatur.

4. Kandungan unsur hara relatif lebih rendah dibandingkan pupuk anorganik sehingga dosis penggunaannya lebih tinggi. Akibatnya, biaya transportasi, gudang, dan tenaga kerja pun menigkat.

5. Respon tanaman terhadap pupuk organik lebih lambat dibandingkan pupuk anorganik.

6. Adanya budaya lama sulit diganti dengan budaya baru, terutama penerapan hasil-hasil bioteknologi seperti pupuk mikroba.


(49)

31

5. Keragaan Penggunaan Pupuk Organik Pada Usahatani Kakao Pupuk merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Penggolongan pupuk umumnya didasarkan pada sumber bahan yang digunakan, cara aplikasi, bentuk dan kandungan unsur haranya (Hadisuwito, 2012).

Pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia yang dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Candrawardhana, 2010).

Dosis pemupukan pupuk kandang dan pupuk organik pada usahatani kakao adalah sebagai berikut:

1. Pupuk kandang dimasukkan sebanyak 10 kg per lubang. 2. Pupuk organik diberikan pada tanaman kakao sebanyak 25

kg/ha/pohon/tahun.

Waktu pemupukan pupuk kandang dan pupuk organik pada usahatani kakao yaitu:

1. Pupuk kandang dimasukkan kedalam lubang pada waktu sebelum tanam.

2. Pemupukan pupuk organik dilakukan 2 kali per tahun. Waktunya pada saat awal musim hujan (Bulan Maret – Bulan April), dan pada saat akhir musim hujan (Bulan Oktober – Bulan November).


(50)

Cara pemupukannya adalah sebagai berikut:

1. Pupuk kandang dimasukkan kedalam lubang yang mempunyai ukuran 60 x 60 x 60 cm dengan jarak tanam 3 x 3 meter, lalu diamkan selama 1 (Satu) minggu.

2. Pupuk organik diletakkan pada parit (alur) yang dibuat melingkar disekeliling pohon dengan kedalaman parit 30 cm, dan kemudian ditutup dengan tanah setebal 5 cm. Penutupan itu sendiri dimaksudkan untuk mengurangi penguapan pupuk dan erosi.

6. Faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik

Program Sekolah Lapang (SL) pupuk organik merupakan salah satu kegiatan pengenalan pupuk organik yang harus disebarluaskan kepada masyarakat atau petani, dengan harapan bahwa para petani mau menggunakan pupuk organik pada usahatani kakao. Respon adalah tanggapan yang diberikan seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang datang pada dirinya. Tanggapan terjadi setelah seseorang

memperhatikan, memahami, dan menerima stimulus yang menghampirinya.

Menurut Rogers dan Shoemaker (1987), suatu rangsangan akan diterima apabila rangsangan tersebut akan menguntungkan dan memenuhi

kebutuhannya. Diterima atau tidaknya suatu rangsangan yang diberikan akan mengalami beberapa tahapan pengambilan keputusan. Selanjutnya menurut Rogers dan Shoemaker, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


(51)

33

kecepatan adopsi antara lain sifat-sifat sosial (kekosmopolitan), kebutuhan nyata terhadap inovasi, jarak lokasi usahatani, dan sifat-sifat pribadi (sikap umum terhadap perubahan). Dengan mengetahui sikap seseorang maka dapat diduga bagaimana respon atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya. Ahmadi (1990) menyatakan faktor intern yaitu faktor yang ada dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor intern ini berupa

selectivities atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar, sedangkan faktor ekstern yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ekstern ini berupa interaksi sosial di luar pribadi manusia yang akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.

Menurut Mosher (1985), faktor-faktor penting yang mempengaruhi penerapan hal-hal baru dalam berusahatani bagi para petani adalah:

1. Tingkat pendidikan

Pendidikan mempengaruhi mental seseorang yang menerapkan teknologi baru. Seseorang yang telah mengalami pendidikan dalam usahanya akan mempunyai motivasi yang lebih rasional daripada orang yang tidak mengenal bangku sekolahan.

2. Luas garapan dan besarnya usaha

Petani yang mempunyai luas dan tingkat usahataninya lebih besar bersifat lebih cepat menerima cara-cara baru yang lebih


(52)

3. Pendapatan petani

Petani yang berpendapatan lebih tinggi biasanya lebih mudah menerima inovasi atau menanggapi cara-cara bertani yang baru.

Berdasarkan penelitian Daniarti (2010), beberapa faktor yang berhubungan dengan persepsi anggota kelompok tani terhadap penggunaan pupuk organik, anorganik, dan campuran adalah luas lahn garapan, pengaalaman berusahatani, interaksi dengan PPL, dan pengaruh interaksi sosial. Hasil penelitian Leo Syahputra (2006), menyatakan respon petani terhadap klinik teknologi pertanian berbasis jagung dipengaruhi oleh luas usahatani, jarak tempat tinggal dengan klinik teknologi pertanian, tingkat

kekosmopolitan, intensitas mengunjungi klinik teknologi pertanian, dan pendapatan. Hasil penelitian Yanfika (2003), menyatakan respon petani terhadap program pengembangan tanaman manggis dipengaruhi oleh faktor umur, tingkat pendidikan formal, pengalaman berusahatani, tingkat pendapatan, dan tingkat kekosmopolitan.

Mosher (1985) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produktivitas pertanian, setiap petani semakin lama tergantung kepada sumber-sumber dari luar lingkungannya. Sumber-sumber itu seperti pupuk, bibit unggul, pemberantasan hama dan penyakit tanaman, peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh melalui penyuluhan-penyuluhan. Selain bergantung pada sumber-sumber dari luar lingkungannya, petani juga dapat mencari informasi pengetahuan berusahatani untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Tingkat kekosmopolitan adalah tingkat


(53)

35

kemampuan seseorang dalam mencari suatu informasi pengetahuan yang bisa dilihat dari frekuensi petani mencari informasi mengenai budidaya usahatani kakao dan pupuk organik dengan cara kontak dengan petani lain yang memiliki pandangan luas tentang usahatani kakao,kontak dengan penyuluh, membaca surat kabar, membaca majalah pertanian,

mendengarkan siaran radio tentang pertanian, dan menonton televisi terutama siaran pertanian.

B. Kerangka Pemikiran

Pembangunan dibidang pertanian menjadi hal yang sangat penting mengingat Indonesia adalah Negara agraris dengan penduduk yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan dan bermata pencaharian sebagai petani. Selain itu, sektor perkebunan kakao menjadi penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012 komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD 1.053.446.947 (1,053 Miliyar) dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan. Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra

produksi kakao terbesar di Indonesia pada tahun 2012 memberikan kontribusi sebesar 10% terhadap total pendapatan Provinsi Lampung. Berdasarkan hal tersebut, Provinsi Lampung merupakan Provinsi penghasil kakao yang mampu mencukupi kebutuhan daerahnya sendiri dan memasok kebutuhan kakao untuk daerah lainnya. Keadaan ini dikarenakan luas areal tanaman kakao di Provinsi Lampung tergolong cukup besar, yakni 45.921 ha.


(54)

Kabupaten Lampung Timur merupakan kabupaten yang mempunyai produksi kakao terbesar kedua di Provinsi Lampung. Produksi kakao yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan petani kakao di Kabupaten Lampung Timur, hal ini disebabkan oleh kualitas buah yang rendah akibat serangan hama dan penyakit. Kualitas buah yang rendah dikarenakan penerapan teknologi budidaya kakao yang masih rendah. Guna meningkatkan kembali produksi dan produktivitas kakao tersebut, pemerintah memperkenalkan teknologi baru yaitu pertanian organik di bidang pemupukan. Salah satu teknologi baru di bidang pemupukan adalah diperkenalkannya pupuk organik dalam usahatani kakao melalui kegiatan penyuluhan pertanian Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik. Kegiatan penyuluhan pertanian Sekolah Laapang (SL) Pupuk Organik merupakan salah satu program pemerintah yang diharapkan dapat membantu petani dalam memecahkan masalah yang dihadapi oleh petani tersebut.

Teknologi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan pertanian terutama di sektor perkebunan, yaitu untuk memanfaatkan sumberdaya secara optimal. Pengelolaan sumberdaya dengan penerapan teknologi secara efisien untuk meningkatkan keunggulan suatu produk pertanian antara lain ditentukan oleh keunggulan teknologi yang digunakan. Oleh karena itu, pembangunan pertanian tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan teknologi yang memadai sesuai dengan kemampuan petani.

Respon petani merupakan salah satu unsur penting dalam pembangunan suatu teknologi baru. Petani adalah penerima dan pelaksana teknologi baru


(55)

37

sehingga keterlibatan petani sangat mempengaruhi keberhasilan suatu program. Oleh karena itu dipandang perlu untuk melihat atau mengetahui tanggapan atau respon petani terhadap penggunaan pupuk organik tersebut. Respon dalam penelitian ini merupakan respon terbuka (overt response) petani terhadap penggunaan pupuk organik (kasus petani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur).

Berdasarkan kegiatan Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik, respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao meliputi respon petani terhadap tujuan dan manfaat penggunaan pupuk, cara penggunaan pupuk, frekuensi penggunaan pupuk, dan dosis pemupukan organik, untuk selanjutnya faktor-faktor ini diidentifikasikan sebagai variabel terikat (Variabel Y). Variabel bebas dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Mosher, Robbins, Rogers dan Shoemaker, serta Tjakrawati yaitu Luas Usahatani (variabel X1); tingkat pengalaman berusahatani (variabel X2); tingkat kekosmopolitan (variabel X3); dan tingkat interaksi dengan PPL (variabel X4). Adapun kerangka berpikir peneliti dalam respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao terlihat pada Gambar 3.


(56)

Gambar 3. Kerangka pemikiran respon petani terhadap penggunaan pupuk organik (kasus petani kakao di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur)

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian dan kerangka pemikiran diatas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara luas usahatani dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao.

2. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengalaman berusahatani dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao.

Umpan Balik (Respon) Usahatani Kakao Pertanian Organik Pupuk Organik Variabel X

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Respon Petani Terhadap

Penggunaan Pupuk Organik

1. Luas Usahatani 2. Tingkat Pengalaman Berusahatani

3. Tingkat Kekosmopolitan 4. Tingkat Interaksi dengan PPL

Variabel Y Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik

Pada Usahatani Kakao

1. Tujuan dan manfaat penggunaan pupuk, 2. Cara penggunaan pupuk, 3. Frekuensi penggunaan pupuk,


(57)

39

3. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kekosmopolitan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao.

4. Diduga terdapat hubungan yang nyata antara tingkat interaksi PPL dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao.


(58)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar, Definisi Operasional, Pengukuran dan Klasifikasi Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

1. Variabel X

Variabel X yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik. Adapun faktor-faktor yang berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik yang akan diteliti meliputi:

1. Luas usahatani (X1) adalah luas lahan usahatani yang digarap oleh petani responden pada satu musim tanam. Luas lahan pada usahatani kakao diukur berdasarkan satuan luas tanah dalam satuan hektar (Ha) dan diklasifikasikan berdasarkan data lapang.

2. Tingkat pengalaman berusahatani (X2) adalah pengalaman responden dalam berusahatani kakao. Tingkat pengalaman berusahatani kakao diukur berdasarkan skor dan diklasifikasikan berdasarkan data lapang. 3. Tingkat kekosmopolitan (X3) adalah sifat yang menggambarkan


(59)

41

tentang pupuk organik. Tingkat kekosmpolitan diukur berdasarkan skor dan diklasifikasikan berdasarkan data lapang.

4. Tingkat Interaksi dengan PPL (X4) adalah interaksi responden dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dalam mempengaruhi respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao dalam hal pencapaian peningkatan produktivitas dan pendapatan petani.

2. Variabel Y

Variabel Y yaitu respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao. Indikator respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao yakni:

1. Respon petani mengenai tujuan dan manfaat penggunaan pupuk organik. Tujuan dan manfaat penggunaan pupuk organik yakni memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikkan kondisi kehidupan di dalam tanah, sebagai sumber zat makanan bagi tanaman.

2. Respon petani mengenai cara penggunaan pupuk organik. Cara penggunaan pupuk organik yaitu dapat dengan cara ditabur atau disebar, diletakkan di antara larikan atau barisan, ditempatkan dalam lubang dan atau dengan cara disemprot.

3. Respon petani mengenai frekuensi penggunaan pupuk organik. Frekuensi penggunaan pupuk organik adalah banyaknya periode penggunaan pupuk organik pada musim tanam dilakukan pada usahatani kakao.


(60)

4. Respon petani mengenai dosis penggunaan pupuk organik. Dosis penggunaan pupuk organik adalah banyaknya jumlah pupuk organik yang digunakan oleh petani yang disesuaikan dengan kondisi tanah (struktur dan Ph Tanah), dan jenis pupuk organik pada usahatani kakao.

Pengklasifikasian variabel X dan variabel Y dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah dilakukan dengan menggunakan rumus

Sturgest (dalam Dajan, 1996) sebagai berikut: x - y

s = z

Keterangan:

s = lebar selang kelas atau kategori x = nilai skor tertinggi

y = nilai skor terendah

z = banyaknya kelas atau kategori

B. Waktu, Tempat Penelitian dan Responden

Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive), karena para petani kakao di Desa Labuhanratu Danau tersebut telah mengikuti Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik dan hampir seluruh petani di Desa tersebut berusahatani kakao. Unit analisis dari penelitian ini adalah 11 Kelompok Tani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik. Sebaran populasi kelompok tani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik dapat dilihat pada Tabel 6.


(61)

43

Tabel 6. Sebaran populasi kelompok tani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik

No. Nama Kelompok Tani Populasi

1 Karya Makmur 24

2 Haima 20

3 Bangun Rejo 20

4 Berkah 20

5 Bangun Rejo I 18

6 Bangun Rejo II 20

7 Harapan Makmur I 32

8 Harapan Makmur II 18

9 Mawar Indah I 21

10 Mawar Indah II 35

11 Mawar Indah III 27

Jumlah 255

Sumber: BP3K Kecamatan Way Jepara, 2012

Tabel 6 menunjukkan bahwa unit analisis dari penelitian ini adalah 11 kelompok tani dengan populasi 255 orang petani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik.

Sampel merupakan wakil populasi yang akan diteliti, dalam menentukan sampel menurut Arikunto (2002), jika jumlah populasi adalah:

1. Kurang dari 100 maka menggunakan teknis sensus.

2. Lebih dari 100 maka diambil sampel sebanyak 10 – 15 % atau 20 – 25 %. Untuk unit sampel pada masing-masing populasi petani dari 11 kelompok tani didasarkan pada alokasi proporsional yaitu: (Nasir, 1983)


(62)

N ni = n

N1 Keterangan:

ni = unit sampel dari tiap kelompok tani

N = unit populasi pada masing-masing kelompok tani N1 = unit populasi seluruhnya

n = unit sampel seluruhnya

Perhitungan unit sampel per kelompok tani sebagai berikut : 1. Kelompok Tani Karya Makmur 24 orang petani

24

n1 = x 51 = 5 orang petani 255

2. Kelompok Tani Haima 20 orang petani

20

n2 = x 51 = 4 orang petani 255

3. Kelompok Tani Bangun Rejo 20 orang petani 20

n3 = x 51 = 4 orang petani 255

4. Kelompok Tani Berkah 20 orang petani 20

n4 = x 51 = 4 orang petani 255

5. Kelompok Tani Bangun Rejo I 18 orang petani 18

n5 = x 51 = 4 orang petani 255

6. Kelompok Tani Bangun Rejo II 20 orang petani 20

n6 = x 51 = 4 orang petani 255


(63)

45

7. Kelompok Tani Harapan Makmur I 32 orang petani 32

n7 = x 51 = 6 orang petani 255

8. Kelompok Tani Harapan Makmur II 18 orang petani 18

n8 = x 51 = 4 orang petani 255

9. Kelompok Tani Mawar Indah I 21 orang petani 21

n9 = x 51 = 4 orang petani 255

10.Kelompok Tani Mawar Indah II 35 orang petani 35

n10 = x 51 = 7 orang petani 255

11.Kelompok Tani Mawar Indah III 27 orang petani 27

n11 = x 51 = 5 orang petani 255

Dari perhitungan di atas, didapatkan jumlah sampelnya adalah 51 orang petani. Sebaran unit sampel per kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 7.


(64)

Tabel 7. Sebaran unit sampel per kelompok tani

No. Nama Kelompok Tani Sampel

1 Karya Makmur 5

2 Haima 4

3 Bangun Rejo 4

4 Berkah 4

5 Bangun Rejo I 4

6 Bangun Rejo II 4

7 Harapan Makmur I 6

8 Harapan Makmur II 4

9 Mawar Indah I 4

10 Mawar Indah II 7

11 Mawar Indah III 5

Jumlah 51

Sumber: BP3K Kecamatan Way Jepara, 2012

Tabel 7 menunjukkan bahwa unit sampel per kelompok tani dari penelitian ini adalah 51 orang petani yang menjadi anggota Sekolah Lapang (SL) Pupuk Organik.

C. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden menggunakan kuesioner yang telah disediakan, dan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi atau lembaga-lembaga yang berkaitan dengan penelitian ini dan literatur-literatur yang menunjang.


(65)

47

D. Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis

Data yang diperoleh di olah secara kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden dan informan, kemudian akan dianalisis dengan cara mendeskripsikan dan

menginterprestasikan data yang ada untuk menggali fenomena yang terjadi. Data kuantitatif dianalisis dengan analisis tabulasi silang dengan memberikan skor terhadap data lapang.

Untuk menguji hipotesis, analisis ada atau tidaknya hubungan antara variabel pengaruh (X) dengan variabel terpengaruh (Y) digunakan uji koefisien korelasi Rank Spearman (Siegel, 1997), dengan rumus:

r

s

= 1

-n n di N i 3 2 1 6

Keterangan:

rs = Rank Spearman

di = Perbedaan pasangan peringkat

n = Jumlah petani responden

Apabila terdapat subyek pengamatan mempunyai ranking yang sama, maka menggunakan faktor koreksi T, yaitu:

r

s =

2 2 2 2 2 .

2 x y

di y x TX n n x 12 3 2 TY n n y 12 3 2


(66)

12

3 t

t T

Keterangan:

X2 = Jumlah kuadrat variabel bebas yang dikoreksi Y2 = Jumlah kuadrat variabel terikat yang dikoreksi T = Jumlah berbagai harga T untuk semua kelompok

yang berlainan dan memiliki observasi bernilai sama

t = Banyaknya observasi yang bernilai sama pada suatu peringkat tertentu

n = Jumlah responden

Kaidah pengambilan keputusan pengujian hipotesis adalah sebagai berikut: 1. Jika nilai signifikansi yang diperoleh > t(a) = 0,05, maka tolak H1, berarti

kedua peubah tidak menunjukkan hubungan.

2. Jika nilai signifikansi yang diperoleh < t(a) = 0,05, maka terima H1, berarti kedua peubah menunjukkan hubungan.


(67)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah

Penelitian ini dilakukan di Desa Labuhanratu Danau Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung timur. Desa Labuhanratu Danau memiliki luas 744,74 Ha dengan jumlah penduduk 402 jiwa. Jarak Desa Labuhanratu Danau dengan ibukota kecamatan terdekat adalah 4 km, dengan ibukota kabupaten adalah 64 km, sedangkan dengan ibukota propinsi adalah 124 km. Desa Labuhanratu Danau mempunyai potensi untuk terus dikembangkan karena selain keadaan geografis yang strategis, juga didukung oleh sumber daya alam yang tersedia, sehingga sangat memungkinkan untuk produksi dan pemasaran produk pertanian.

Batas wilayah Desa Labuhanratu Danau adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Labuhan Ratu II. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sri Rejosari.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Sri Rejosari dan Desa Labuhan Ratu II.


(68)

B. Topografi dan Iklim

Desa Labuhanratu Danau berada pada kondisi tanah subur berjenis podsolik dengan tingkat kesuburan sedang dan bentuk permukaan dataran . Suhu rata-rata 24° - 34° Celcius dengan curah hujan 2.642 mm per tahun. Iklim tropis humid dengan angin yang bertiup dari Samudra Indonesia dengan 2 arah angin yang berubah-ubah.

Penggunaan tanah di Desa Labuhanratu Danau digunakan untuk berbagai macam fungsi. Sebagian besar lahan adalah lahan kering yang meliputi pemukiman/perumahan dan pekarangan penduduk, sawah, perkebunan rakyat, perladangan, rawa-rawa, dan fasilitas umum (jalan, kuburan, sekolahan, dan lapangan). Luas lahan dan pola penggunaan tanah di Desa Labuhanratu Danau secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Penggunaan tanah di Desa Labuhanratu Danau tahun 2012 No. Pola Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase

1. 2. 3. 4. 5. 6. Pemukiman Penduduk Sawah Perkebunan rakyat Perladangan Rawa-rawa Fasilitas Umum 26,25 10 326,25 233,24 18 131 3,52 1,34 43,81 31,32 2,42 17,59

Jumlah 744,74 100

Sumber: Monografi Desa Labuhanratu Danau, 2013

Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan tanah untuk Perkebunan rakyat di Desa Labuhanratu Danau adalah sebesar 326,25 ha (43,81 %), hal ini berarti sebagian penduduk bermatapencaharian sebagai petani perkebunan. Hal ini


(1)

55

untuk membantu petani tersebut berusahatani kakao mereka, seperti pemanfaatan kotoran ternak untuk pupuk organik.


(2)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao

termasuk dalam klasifikasi baik, baik dalam hal terhadap tujuan dan manfaat penggunaan pupuk organik, frekuensi penggunaan pupuk organik, dan dosis penggunaan pupuk organik, sedangkan cara penggunaan pupuk organik termasuk dalam klasifikasi cukup baik.

2. Tingkat kekosmopolitan berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao, sedangkan luas usahatani kakao, tingkat pengalaman berusahatani kakao, dan tingkat interaksi dengan PPL tidak berhubungan dengan respon petani terhadap penggunaan pupuk organik.

3. Petani responden menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang padat (kotoran sapi dan kambing) dan pupuk kandang cair (urine sapi dan kambing), dan pupuk petroganik (C-organik) pada saat penyiapan lahan dan penanaman, serta pada saat pemupukan.


(3)

98

B. Saran

1. Petani responden telah melakukan cara penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao dengan cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan lagi dengan cara peningkatan frekuensi mengikuti sosialisasi tentang

penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao. Dengan demikian diharapkan petani responden dapat melakukan cara penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao dengan baik.

2. Petugas Penyuluh Lapang (PPL) diharapkan lebih sering mengadakan pertemuan dengan petani atau kelompok tani untuk melakukan sosialisasi tentang penggunaan pupuk organik pada usahatani kakao. Dengan adanya pertemuan sosialisasi tentang penggunaan pupuk organik ini diharapkan petani atau kelompok tani akan lebih tertarik untuk melakukan usahatani kakao dengan menggunakan pupuk organik.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 1990. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta. 312 hlm. Anggun, Raden Ajeng Putri. 2010. Respon Petani Terhadap Program Rintisan

dan Akseleran Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian Berbasis Kakao di Desa Labuhan Ratu IV Kecamatan Labuhan Ratu, Lampung Timur. Lampung.

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. 342 hlm.

Azwar, S. 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi kedua. Penerbit Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2012. Lampung Dalam Angka 2012. BPS Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

Dajan, A. 1996. Pengantar Metode Statistik Jilid II. LP3ES. Jakarta. 406 hlm. Daniarti, Deni. 2010. Persepsi Anggota Kelompok Tani Terhadap Penggunaan

Pupuk Organik dan Anorganik Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Way Galih Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan. Lampung.

Departemen Pertanian. 2012. Perkebunan Kakao 2007-2011. www.deptan.go.id. 09 September 2012.

Echols. 2012. Kamus Indonesia-Inggris. Diterjemahkan Oleh Hasan Shadily. Penerbit Erlangga. Jakarta. 618 hlm.

Hadisuwito, Sukamto. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Kristanto, Aji SP. 2011. Panduan Budidaya Kakao. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.

Leo Syahputra, Ahmad. 2006. Respon Petani Terhadap Klinik Teknologi Pertanian Berbasis Jagung di Kecamatan Katibung, Lampung Selatan. Lampung.


(5)

100

Lingga, P dan Marsono. 2007. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mar’at. 1982. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta. 140 hlm.

Mosher, AT. 1985. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna. Jakarta. 252 hlm.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerapan Ekonomi dan Sosial. Jakarta. 305 hlm.

Musnamar, E.I. 2004. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pemda Lampung Timur. 2012. Laporan RDKK Tahun 2012 BP3K. Lampung Timur.

Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Tribis Agriwidya. Unggaran.

Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2010. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Rogers, EM dan Shoemaker F.F. 1987. Memasyarakatkan Ide-ide Bru. LP3ES. Penerbit Usaha Nasional. 197 hlm.

Saranga. 2000. Penerapan Pertanian Organik (Organic Farming). Akademi Penyuluhan Pertanian. Gowa.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 1995. Psikologi Lingkungan. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Gramedia. Jakarta. 374 hlm.

Siregar, T. 2002. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Coklat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryabrata, Sumadi. 2002. Psikologi Pendidikan. Rajawali Pers. Jakarta. Susanto, A. 1988. Komunikasi dalam Teori dan Praktek. Bina Cipta. Jakarta.

105 hlm.

Susanto, FX. 1995. Tanaman Kakao Budidaya dan Pengolahan Hasil. Kanisius. Yogyakarta.


(6)

Sutanto, R. 2002 Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Walgito, B. 1983. Pengantar Psikologi Umum. Andi Offset. Yogyakarta. 160 hlm.

Yanvika, Helfi. 2003. Respon Petani Terhadap Pengembangan Tanaman Manggis untuk Menunjang Daerah Wisata DAM Batu Tegi di Pekon Way Harong, Tanggamus. Lampung.