Efektifitas Ekstrak Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) sebagai Hepatoprotektor pada Tikus (Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi CCl4

EFEKTIFITAS EKSTRAK GAMBIR (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.)
SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA TIKUS (Rattus norvegicus L.)
YANG DIINDUKSI CCL4

FAHRI FAHRUDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektifitas Ekstrak
Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) sebagai Hepatoprotektor pada Tikus
(Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi CCl4 adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Fahri Fahrudin
NRP G352120101

RINGKASAN
FAHRI FAHRUDIN. Efektifitas Ekstrak Gambir (Uncaria gambir (Hunter)
Roxb.) sebagai Hepatoprotektor pada Tikus (Rattus norvegicus L.) yang
Diinduksi CCl4. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN, NASTITI
KUSUMORINI (Almarhumah), dan SRI NINGSIH.
Hati merupakan organ utama yang berperan penting dalam proses
metabolisme nutrisi dan detoksifikasi xenobiotik, sehingga hati rentan terhadap
gangguan dan kerusakan. Kerusakan hati secara akut ataupun kronis dapat
menyebabkan fibrosis hati. Fibrosis hati merupakan tahap kerusakan hati yang
mempunyai peluang reversible berkisar antara 20%-30%. Pembentukan hewan
model fibrosis hati yang optimal sangat membantu dalam rangka pencarian obat
fibrosis hati. Salah satu pendekatan penanganan fibrosis hati adalah menggunakan
hepatoprotektor. Hepatoprotektor adalah senyawa yang bersifat antioksidan
berperan dalam melindungi dan memperbaiki sel hati. Gambir merupakan
tanaman khas Indonesia yang memiliki kandungan utama katekin dan bersifat

antioksidan. Efektifitas khasiat gambir sebagai hepatoprotektor masih perlu
pembuktian lebih lanjut, oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai efektifitas
ekstrak gambir sebagai hepatoprotektor. Penelitian ini terdiri dari dua tahap.
Tahap pertama adalah penentuan hewan model fibrosis hati dan tahap kedua
merupakan uji efektifitas ekstrak gambir sebagai hepatoprotektor. Tujuan
penelitian ini adalah 1) mendapatkan hewan model fibrosis hati yang optimal; 2)
mengetahui dosis efektifitas ekstrak gambir sebagai hepatoprotektor pada hewan
model fibrosis hati.
Total 70 ekor tikus jantan galur Sparague Dawley digunakan untuk dua
tahap penelitian. Penelitian tahap pertama terdapat lima kelompok (P1-P5). P1
merupakan kelompok normal, P2 menerima 0.4 ml CCl4/kg bb tiga kali seminggu,
P3 menerima 0.2 ml CCl4/kg bb tiga kali seminggu, P4 menerima 0.1 ml CCl4/kg
bb tiga kali seminggu, dan P5 menerima 0.1 ml CCl4/kg bb dua kali seminggu.
Penelitian tahap kedua terdiri dari sembilan kelompok yaitu D1 (menerima
ekstrak gambir 13 mg/200g bw + CCl4), D2 (menerima ekstrak gambir 26
mg/200g bw + CCl4), D3 (menerima ekstrak gambir 53 mg/200g bw + CCl4), K+1
(menerima polifenol green tea 25 mg/200g bw + CCl4), K+2 (menerima
campuran ekstrak obat penyakit hepar 302 mg/200g bw + CCl4), K- (hanya
menerima CCl4), KG (hanya menerima ekstrak gambir 53 mg/200g bw), KP
(menerima minyak kelapa + CMC 0.5%), dan KN (kelompok normal/tidak

diberikan perlakuan). Ekstrak gambir diberikan terlebih dahulu selama satu
minggu, kemudian diberikan kembali bersamaan dengan pemberian CCl4 selama
enam minggu. Parameter yang diamati adalah persentase kematian hewan model,
makroanatomi hati, kadar enzim hati dalam darah (ALT, AST, dan ALP), kadar
albumin dan bilirubin, kadar MDA dan GSH, serta histopatologi hati dengan dua
pewarnaan (H&E dan Van Gieson).
Penelitian tahap pertama menunjukkan kelompok perlakuan CCl4 berbeda
nyata dengan kelompok normal (P1) dan kelompok P5 sebagai kelompok hewan
model fibrosis hati yang optimal. Hasil analisis kelompok P5 menunjukkan kadar
enzim hati dalam darah meningkat, akumulasi patologi fibrosis hati, dan
persentase kematian hewan yang rendah. Hasil penelitian tahap kedua

membuktikan ekstrak gambir berpotensi sebagai hepatoprotektor. Pemberian tiga
dosis ekstrak gambir mampu memperbaiki parameter kerusakan dan fungsi hati
yang berbeda nyata dengan kelompok K- dan kelompok K+. Ekstrak gambir
terbukti dapat menurunkan kadar enzim hati dalam darah, menurunkan kadar
MDA hati, meningkatkan kadar GSH hati, kadar albumin dan bilirubin dalam
keadaan normal, dan mampu memperbaiki kondisi fibrosis dan perlemakan hati.
Tiga dosis ekstrak gambir yang diuji, dosis 26 mg/200g bb merupakan dosis
efektif sebagai hepatoprotektor.

Kata kunci: hepatoprotektor, Gambir, fibrosis hati, Hewan model, Tikus.

SUMMARY
FAHRI FAHRUDIN. Effectiveness of Gambier Extract (Uncaria gambir (Hunter)
Roxb.) as A Hepatoprotective on Rats (Rattus norvegicus L.) Induced CCl4.
Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN, NASTITI KUSUMORINI (R.I.P),
and SRI NINGSIH.
The liver is one organ which has important role in the metabolism of
nutrients and detoxification of xenobiotics, so it makes vulnerable to disruption
and damages. Liver damage can produce fibrosis condition both acute and
chronic. Liver fibrosis is a damage stage that has a range of reversible chance
between 20% -30%. Development liver fibrosis animal models are very
worthwhile in order to gain new entities for liver fibrosis treatment. One approach
to treatment of liver fibrosis was using hepatoprotective. Hepatoprotective are
compounds of antioxidants that play a role in protecting and improving liver cells.
Gambier is typical of Indonesia plant which has the main content of catechins
which also antioxidants. Gambier efficacy effectiveness as a hepatoprotective still
need further proof, therefore, conducted research on the effectiveness of gambier
extracts as a hepatoprotective on rat induced CCl4. This study consisted of two
stages. The first stage is to determine an animal model of liver fibrosis and the

second stage is a test of the effectiveness of gambier extract as hepatoprotective.
The purpose of this research is 1) to get an animal model of liver fibrosis optimal;
2) determine the effectiveness of a dose of the extract gambier as a
hepatoprotective in animal models of liver fibrosis.
A total of 70 male rats Sprague Dawley strain used for the two stage of the
research. The first stage of the research divided into five groups (P1-P5). P1 was a
normal group, P2 received 0.4 ml CCl4/kg bw three times a week, P3 received 0.2
ml CCl4/kg bw three times a week, P4 received 0.1 ml CCl4/kg bw three times a
week, and P5 received 0.1 ml CCl4/kg bw twice a week. The second stage
consisted of nine groups. Namely, D1 (gambier extract received 13 mg/200g bw +
CCl4), D2 (gambier extract received 26 mg/200g bw + CCl4), D3 (extract gambier
received 53 mg/200g bw + CCl4), K + 1 (received the green tea polyphenols 25
mg/200g bw + CCl4), K + 2 (received a mixture of liver disease medicine extract
302 mg/200g bw + CCl4), K- (received CCl4), KG (received extracts of gambier
53 mg/200g bw), KP (received the coconut oil + CMC 0.5%), and KN (normal
group). Each group consisted of five rat and for six consecutive weeks. The
analyzed parameters were the percentage of rat deaths, the activity of liver
enzymes (ALT, AST, and ALP), the activity of liver MDA level and liver GSH
level, bilirubin and albumin levels, the macro and microscopic anatomy of liver.
The first stage results showed that all treatment groups a significant

increasing of liver enzymes activity than control group (P1). Analysis of liver
histology exhibited the same result as well. However, if viewed the percentage of
rat deaths, P5 demonstrated the lowest compared to all treatment groups. It could
be concluded that the administrated of CCl4 at a dose of 0.1 ml/kg bw twice a
week for six weeks was able creating an animal model of liver fibrosis conditions
with a low mortality rate. The second stage results showed that extract of gambier
potentially as hepatoprotective. Administrated of gambier extract were

significantly different with the negative control (K-). Extract of gambier showed
that proven to reduce levels of liver enzymes, lowering the levels of liver MDA,
increasing the levels of liver GSH, albumin and bilirubin levels in normal
circumstances, and it is able to improve the condition of fibrosis and fatty liver.
Extract of gambier at 26 mg/200g bw showed the optimum dose as
hepatoprotective agent.
Key words: hepatoprotective, gambier, liver fibrosis, animal model, rat.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEKTIFITAS EKSTRAK GAMBIR (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.)
SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR PADA TIKUS (Rattus norvegicus L.)
YANG DIINDUKSI CCl4

FAHRI FAHRUDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr drh Hera Maheswari, MSc

Judul Tesis : Efektifitas Ekstrak Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.)
sebagai Hepatoprotektor pada Tikus (Rattus norvegicus L.) yang
Diinduksi CCl4
Nama
: Fahri Fahrudin
NRP
: G352120101

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA
Ketua

Dr Dra Nastiti Kusumorini (Almarhumah)

Anggota

Dra Sri Ningsih, MSiApt
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biosains Hewan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr RR Dyah Perwitasari, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
8 Mei 2015

Tanggal Lulus:


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Rabb kehidupan
yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis, sehingga karya ilmiah ini
berhasil diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpahkan
kepada suri tauladan umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah
banyak ilmu dan pengalaman yang telah penulis dapatkan selama proses
penelitian dan penyusunan karya ilmiah yang berjudul “Efektifitas Ekstrak
Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) sebagai Hepatoprotektor pada Tikus
(Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi CCl4”. Dua bagian karya ilmiah ini telah
dipublikasikan dengan judul “Optimization Study Development Animal Model of
Liver Fibrosis Using A Variety of Dose Level of Carbon Tetrachloride” pada
International Symposium on Medical Plant and Traditional Medicine: Indonesia
Traditional Medicine for Human Welfare dan “Efektifitas Ekstrak Gambir
(Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) sebagai Hepatoprotektor pada Tikus (Rattus
norvegicus L.) yang Diinduksi CCl4” dipublikasikan pada Jurnal Ilmu
Kefarmasian Indonesia (JIFI).
Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih yang tak terhingga kepada Komisi

pembimbing Dr Ir Dedy Duryadi Solihin, DEA, Dr Dra Nastiti Kusumorini
(Almh), dan Dra Sri Ningsih, MSiApt yang telah memberikan bimbingan, arahan,
saran, motivasi serta solusi dari setiap permasalahan selama penelitian dan
penyusunan tesis. Terima kasih kepada penguji luar komisi Dr drh Hera
Maheswari MSc dan Dr Berry Juliandi selaku perwakilan dari Mayor Biosains
Hewan yang telah memberikan masukan konstruktif pada saat ujian tesis. Kepada
seluruh dosen Mayor BSH terima kasih atas ilmu, nasehat, dan arahan yang telah
diberikan kepada penulis. Terima kasih kepada DIKTI atas bantuan dana
pendidikan melalui Beasiswa Unggulan DIKTI tahun 2012. Kepada Dr Ing
Bambang Marwoto, Apt selaku Direktur Pusat Teknologi Farmasi dan Medika
(PTFM)-Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), terima kasih telah
memberikan ijin dan fasilitas laboratorium kepada penulis.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Fathin Hamida yang
telah memberikan segala bentuk dukungan yang sangat berarti, teman-teman
seperjuangan Karim WA, Puspitasari S, Aryanto A, Junaidi A, Irsyam ASD, dan
seluruh teman-teman SPs BSH’12. Terima kasih kepada Tim Futsal Pascasarjana
FMIPA-IPB dan para saintis di laboratorium Biologi Molekuler-PAU. Terima
kasih penulis ucapkan kepada Mas Arif, Bang Julham, Mas Ali, dan seluruh staff
PTFM-BPPT.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015
Fahri Fahrudin

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Road Map Penelitian Hepatoprotektor Gambir

1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hati
Hepatoprotektor
Gambir
Sumber Kerusakan Hati

3
5
5
6

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Pembuatan Ekstrak Gambir
Pemeliharaan Hewan Model
Prosedur Penelitian
Parameter yang Diamati
Analisis Data

6
6
7
7
9
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Tahap Pertama (Penentuan hewan model fibrosis hati)
Penelitian Tahap Kedua (Uji efektifitas dosis ekstrak gambir sebagai
hepatoprotektor)

15

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

33

11

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Presentase kematian tikus sebagai hewan model fibrosis hati
Rata-rata kadar AST, ALT, dan ALP
Rata-rata kadar bilirubin dan albumin
Rata-rata kadar MDA dan GSH

11
17
19
20

DAFTAR GAMBAR
Road map penelitian hepatoprotektor ekstrak gambir
Bagan alir penelitian tahap pertama
Bagan alir penelitian tahap kedua
Grafik rata-rata kadar aspartate transaminase (AST),
alanine transaminase (ALT), dan alkaline phosphatase (ALP)
5 Makroanatomi hati tikus
6 Patologi sel hati: steatosis (S), sel balloning (B), dan kolagen (K)
7 Histologi hati pewarnaan Haematoksilin-Eosin (A) dan
pewarnaan Van Gieson (B)
8 Hasil skoring patologi hati pewarnaan Haematoksilin-Eosin (A)
dan pewarnaan Van Gieson (B)
9 Mekanisme reaksi CCl4, struktur (+)-katekin, dan mekanisme
donor elektron antioksidan
10 Histologi hati dengan pewarnaan Haematoksilin-Eosin
11 Histologi hati dengan pewarnaan Van Gieson
12 Hasil skoring patologi sel hati

1
2
3
4

3
8
8
12
13
13
14
14
16
21
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Kerangka penelitian
Skrining ekstrak gambir
Surat keterangan hasil determinasi tumbuhan gambir
Surat keterangan lolos kaji etik penelitian
Alur kerja pembuatan preparat histologi hati
Metode skoring patologi hati

28
28
29
30
31
31

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hati berperan sebagai organ utama dalam mengatur dan menjaga
keseimbangan metabolisme tubuh. Hati berkaitan erat dengan metabolisme
nutrisi (protein, karbohidrat, lipid, vitamin, sintesis protein, sekresi empedu)
dan detoksifkasi xenobiotik, sehingga hati rentan terhadap kerusakan (Klasseen
2008). Xenobiotik merupakan senyawa atau zat asing yang masuk ke dalam
tubuh dan bersifat racun, sehingga dapat merusak sel hati dan menyebabkan
fungsi hati terganggu (Jeon et al. 2003). Hati memproduksi berbagai protein
yang disebut sebagai enzim. Kerusakan hati menyebabkan produk hati masuk
ke aliran darah dengan tingkat yang lebih tinggi, sehingga produk tersebut
dapat diukur dalam darah (Khan et al. 2012).
Fungsi hati dapat diketahui dengan mengukur kadar bilirubin dan
albumin. Foo et al. (2011) menerangkan bahwa kerusakan hati yang berat dan
masif dapat menggangu dalam sekresi bilirubin dan albumin. Parameter
kerusakan hati atau cedera hati dapat diukur dengan analisis enzim hati dalam
darah (Panjaitan 2008; Khan et al. 2012). Enzim hati yang umum dijadikan
sebagai indikasi cedera hati adalah alanine transaminase (ALT), aspartate
transaminase (AST), dan alkaline phosphatase (ALP). Indikasi lain ketika
kerusakan hati adalah terjadi reaksi peroksidasi lipid yang menyebabkan kadar
malondyaldehyde (MDA) meningkat, kadar gluthathion (GSH) menurun, serta
terjadi degradasi terhadap strukrut sel hati (Arafah 2005; Di Sario et al. 2004;
Mansour et al. 2006).
Reaksi oksidasi lipid terjadi karena kondisi tidak seimbang (stress
oksidatif) antara radikal bebas yang meningkat dan enzim antioksidan endogen
menurun (Khan et al. 2012). Kerusakan atau gangguan terhadap fungsi hati
secara akut ataupun kronis akan berdampak pada fibrosis hati (Jeon et al. 2003;
Maiti et al. 2007). Kerusakan struktur sel hati dapat dilihat dari gambaran
patologi hati yang meliputi hadirnya sel balloning, steatosis, sel radang, dan
akumulasi dari extracellular matrix (ECM) seperti protein kolagen sebagai ciri
terjadi fibrosis hati (Merat et al. 2010; Tang et al. 2012).
Hubscher (2006) menyatakan terdapat tahap kerusakan hati yang
berkaitan dengan peluang pemulihan hati yaitu fatty liver dengan peluang
pemulihan sebesar 50%-90%, liver fibrosis peluang pemulihan sebesar 20%30%, dan cirrhosis peluang pemulihan sebesar 2%-5%. Kemajuan teknologi
kesehatan sangat signifikan, namun pengobatan fibrosis hati tetap belum efektif
(Tang et al. 2012). Berbagai upaya pengobatan fibrosis hati secara klinis
memerlukan biaya mahal dan memungkinkan terjadi efek samping. Saat ini
masyarakat mulai beralih ke pengobatan tradisional berbasis bahan alam yang
berkhasiat sebagai hepatoprotektor.
Hepatoprotektor merupakan senyawa yang dapat melindungi dan
memperbaiki kerusakan sel hati (Panjaitan 2008; Khan et al. 2012).
Hepatoprotektor telah banyak digunakan untuk penanganan kerusakan hati
karena bersifat sebagai antioksidan. Beberapa bahan alam yang telah diketahui

2
sebagai hepatoprotektor adalah pasak bumi (Panjaitan 2008), curcumin (Maiti
et al. 2007), dan pegagan (Tang et al. 2012). Bahan alam atau tanaman yang
mengandung fenol dan memiliki aktivitas antioksidan berpotensi sebagai
hepatoprotektor (Di Sario 2004; Panjaitan 2008; Amic et al. 2003) serta
memiliki peranan penting dalam proses detoksifikasi (Khan et al. 2012).
Edward (2009) melaporkan gambir berpotensi sebagai hepatoprotektor
dengan menurunkan reaksi oksidasi lipid. Ekstrak gambir mengandung
antioksidan dari katekin yang merupakan golongan flavonoid dan termasuk ke
dalam senyawa fenolik (Pembayun et al. 2007) serta bersifat sebagai
antioksidan (Kresnawaty dan Zainudin 2009; Ningsih et al. 2014). Efektifitas
khasiat gambir sebagai hepatoprotektor masih perlu pembuktian lebih lanjut,
oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai efektifitas ekstrak gambir
sebagai hepatoprotektor pada tikus putih (Rattus norvegicus L.) yang diinduksi
carbon tetraclorida (CCl4). CCl4 merupakan senyawa hepatoksik yang banyak
digunakan untuk model kerusakan hati (Venukumar dan Latha 2002; Ko et al.
2010; Khan et al. 2012).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah (1) mendapatkan kondisi optimal
pembentukan hewan model fibrosis hati yang diinduksi CCl4; (2) mengetahui
potensi dan dosis efektifi ekstrak gambir (EtOH 96%) sebagai hepatoprotektor.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dari penelitian ini adalah ekstrak gambir mampu
menurunkan kerusakan hati akibat paparan CCl4 dengan menekan aktivitas
enzim hati, menghambat peroksidasi lipid, serta dapat memperbaiki parameter
kesehatan hati secara umum.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan (1) memperkaya informasi ilmiah tentang
manfaat ekstrak gambir sebagai hepatoprotektor; (2) menjadi sumber informasi
pembentukan hewan model fibrosis hati.
Roadmap Penelitian Hepatoprotektor Gambir
Penelitian terhadap bahan alam yang berkhasiat sebagai hepatoprotektor
telah banyak dilakukan, namun proses skrining bahan alam (in vitro) dan
penentuan hewan model kerusakan hati yang optimal (in vivo) sangat jarang
dilakukan. Penelitian hepatoprotektor ekstrak gambir dilakukan terhadap
beberapa target penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan ekstrak gambir
terbaik, menetukan hewan model fibrosis hati yang optimal, dan mendapatkan
dosis ekstrak gambir efektif sebagai hepatoprotektor (Lampiran 1). Target
utama pada penelitian ini adalah aspek tiga dan empat (Gambar 1) yaitu
penentuan hewan model fibrosis hati (penelitian tahap ertama) dan uji
efektifitas dosis ekstrak gambir terhadap fibrosis hati (penelitian tahap kedua).

3

Gambar 1 Roadmap penelitian hepatoprotektor ekstrak gambir
Bagian yang dilingkari adalah aspek/tahap penelitian yang dikerjakan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Hati
Hati adalah organ metabolik terbesar dan sebagai pabrik biokimia utama
di dalam tubuh (Sherwood 2009). Hati merupakan organ pertama yang
menghadapi proses pencernaan nutrisi, vitamin, logam, obat-obatan, dan bahan
toksik dari lingkungan yang masuk ke dalam vena porta (Klaassen 2008). Hati
tersusun menjadi unit-unit fungsional yang disebut lobulus (susunan jaringan
berbentuk heksagonal yang mengelilingi satu vena sentralis). Pada masingmasing sudut lobulus terdapat tiga pembuluh yaitu arteri hepatika, vena porta,
dan duktus biliaris (Sherwood 2009). Hati menerima suplai darah dari arteri
hepatika dan vena porta, kemudian darah mengalir melalui perifer lobulus ke
ruang kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid bagian dalam dilapisi sel kupffer
yang berfungsi sebagai penghancur sel darah merah dan bakteri yang lewat.
Dua pertiga penyusun organ hati adalah parenkim yang mengandung sel hati
(hepatosit). Hepatosit tersusun di antara sinusoid, sehingga masing-masing tepi
lateral hepatosit menghadap genangan darah sinusoid. Vena sentralis disemua

4
lobulus hati menyatu membentuk vena hepatika yang mengalirkan darah dari
hati menuju organ di luar hati.
Organ hati merupakan jalur utama proses sintesis, metabolisme, dan
ekskresi bahan-bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh (Klaassen 2008). Hati
sangat efisien sebagai organ penyerap bahan-bahan dari darah untuk proses
katabolisme, penyimpanan, dan sekresi. Menurut Sherwood (2009) hati juga
melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan pencernaan,
diantaranya:
1. Memproses secara metabolis tiga kategori utama nutrien (karbohidrat,
protein, dan lemak) setelah zat-zat tersebut diserap oleh saluran cerna.
2. Detoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat
dan senyawa asing.
3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk
pembekuan darah, pengangkut hormon (steroid dan tiroid) serta
kolesterol dalam darah.
4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan berbagai vitamin.
5. Mengaktifkan vitamin D yang dilakukan oleh hati bersama ginjal.
6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua yang sudah tua.
7. Mengekskresikan kolesterol dan bilirubin, bilirubin merupakan produk
penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah yang sudah tua.
Hati berkaitan erat dengan metabolisme nutrisi dan xenobiotik.
Senyawa xenobiotik yang masuk ke dalam tubuh dan tidak dibutuhkan oleh
tubuh merupakan senyawa yang bersifat toksik bagi tubuh, sehingga hati
menjadi rentan terhadap kerusakkan (Panjaitan 2008). Menurut Klaassen
(2008) terdapat dua penyebab utama hati mudah terkena racun dan kemudian
rentan mengalami kerusakan. Pertama, hati menerima lebih dari 80% suplai
darah dari vena porta. Vena porta membawa zat-zat toksik dari tumbuhan,
fungi, bakteri, logam mineral, dan zat-zat kimia lain yang diserap di usus
kemudian ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim
biotransformasi berbagai macam zat eksogen dan endogen untuk dieliminasi di
dalam tubuh. Proses tersebut dapat mengaktifkan beberapa zat menjadi bentuk
lebih toksik dan dapat menyebabkan perlukaan hati.
Penyakit hati atau kerusakan hati terjadi karena berbagai penyebab,
termasuk infeksi virus, paparan zat toksik seperti alkohol, karbon tetraklorida,
dan obat penenang tertentu. Kerusakan hati berkisar dari ringan hingga
kerusakan hati yang akut dan masif dengan kemungkinan kematian dini akibat
gagal hati akut (Sherwood 2009). Semua fungsi hati dapat terganggu akibat
adanya paparan akut maupun kronis oleh zat toksik yang masuk ke dalam
tubuh. Klaassen (2008) menyebutkan kerusakan hati akan berpengaruh kepada
beberapa jenis fungsi utama dari hati.
Racun yang masuk ke dalam tubuh dapat menghambat proses sintesis
dan transportasi hati sehingga terjadi disfungsi hati. Hilangnya fungsi hati
(disfungsi hati) terjadi karena zat toksik atau radikal bebas merusak sel-sel hati.
Ketika kerusakan sel dalam keadaan kronis terjadi pergantian sel yang rusak
oleh jaringan ikat. Jaringan ikat yang berlebih akan berdampak pada akumulasi
steatosis (perlemakan sel) sehingga sintesis lipoprotein dalam hati terganggu.
Jaringan ikat yang diikuti oleh kematian sel akan menyebabkan kapasitas hati
sebagai bitransformasi obat-obatan semakin menurun.

5
Hepatoprotektor
Hepatoprotektor merupakan senyawa yang berkhasiat melindungi sel
dan dapat memperbaiki jaringan hati yang rusak (Panjaitan 2008; Khan et al.
2012). Bahan yang berpotensi sebagai hepatoprotektor memiliki aktivitas
antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau
mencegah proses oksidasi suatu molekul. Mekanisme kerja antioksidan seperti
golongan flavonoid dari senyawa fenolik yaitu menghambat terbentuknya
radikal bebas, menetralisir radikal bebas yang telah terbentuk, menurunkan
kemampuan radikal bebas dalam reaksi oksidasi, dan menghambat reaksi dari
enzim oksidatif (Winarsi 2007).
Beberapa tanaman obat dapat berkhasiat sebagai hepatoprotektor
seperti pasak bumi (Panjaitan 2008), sambung nyawa atau Launaea
procumbens (Khan et al. 2012), tanaman yang mengandung curcumin (Maiti et
al. 2007), pegagan (Tang et al. 2012), dan jamur cina (Ko et al. 2010).
Aktivitas hepatoprotektor suatu bahan atau senyawa dapat diketahui dengan
memeriksa hewan model dalam keadaan hepatoksik (Khan et al. 2012).
Parameter yang diamati meliputi aktivitas enzim hati (ALT, ALP, AST),
penekanan terhadap peroksidasi lipid, meningkatkan enzim antioksidan
endogen, dan mampu meredam penimbunan ekstacellular matrix seperti
kolagen serta dapat memperbaiki struktur sel hati yang mengalami degradasi.
Gambir
Gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.) merupakan jenis tumbuhan
berbunga dari genus Uncaria family Rubiaceae. Secara alami gambir tumbuh
di kawasan hutan dengan ketinggian antara 0-200 m dpl yang memiliki curah
hujan merata sepanjang tahun dan cukup cahaya matahari. Daerah disekitar
khatulistiwa dengan curah hujan antara 2500-3000 mm per tahun merupakan
wilayah yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman gambir (Gumbira-Sa’id 2009).
Berdasarkan karakteristik morfologinya, gambir termasuk jenis tanaman
setengah merambat yang memiliki batang berkayu.
Gambir adalah jenis tanaman khas Indonesia dan mayoritas hasil gambir
Indonesia berasal dari Sumatera Barat (Anggraini et al. 2011). Gambir banyak
digunakan sebagai penyamak kulit, perekat kayu, bahan baku farmasi, dan
memiliki anktivtas antioksidan terutama dari kandungan katekin (Hayani 2003;
Gumbira-Sa’id et al. 2009; Kresnawaty dan Zainudin 2009; Ningsih et al.
2014) juga bermanfaat sebagai antimikroba (Pembayun et al. 2007). Katekin
yang terkandung pada produk gambir di Indonesia antara 25% - 95%
tergantung pada proses pengolahan (Amos 2010). Katekin pada gambir
merupakan senyawa fungsional yang mengandung fenol dan termasuk
golongan plavonoid (Pembayun et al. 2007; Anggraini et al. 2011). Menurut
Gumbira-Sa’id et al. (2009) selain katekin, terdapat senyawa kimia lain dalam
gambir dengan persentase sangat kecil. Senyawa-senyawa yang terkandung
dalam gambir selain katekin meliputi quersetin, asam catechutannat,
pyrocathecol, gambir fluoresensi, red catechu, fixed oil, lilin, tanin, dan
alkaloid (Gumbira-Sa’id et al. 2009; Amos 2010).

6
Sumber Kerusakan Hati
Bahan atau senyawa yang sering digunakan sebagai sumber kerusakan
hati dalam penelitian penyakit hati adalah karbon tetraklorida (CCl4) (Jeon et
al. 2003; Ko et al. 2010; Khan et al. 2012), dimethylnitrosamine (Di Sario et
al. 2004), arsenic (Ghatak et al. 2011), dan thioacetamide (Palacios et al. 2008;
Foo et al. 2011). Senyawa-senyawa tersebut digunaka untuk penelitian
permodelan kerusaskan hati. Bahan atau senyawa-senyawa tersebut jika masuk
ke dalam metabolisme tubuh akan menghasilkan reaksi radikal bebas, sehingga
dapat menimbulkan ganguan terhadap keseimbangan metabolism sel.
CCl4 merupakan senyawa tetrahedral yang terbukti hepatoksik
(Venukumar dan Latha 2002; Ko et al. 2010) dan dapat menimbulkan
kerusakan pada sel-sel hati (Khan et al. 2012). Menurut Edward (2012) dan
Weber et al. (2003) CCl4 dapat menimbulkan stress oksidatif pada hati,
dikarenakan dapat menjadi radikal triklorometil (CCl3•). CCl4 dimetabolisme
oleh sitokrom P450 2E1 (CYP 2E1) di dalam retikulum endoplasmik hati
menjadi CCl3• (Boll et al. 2001; Jeon et al. 2003; Weber et al. 2003). CCl3• jika
berreaksi dengan oksigen dapat membentuk radikal triklorometil peroksil
(CCl3O2•). CCl3O2• dapat menyerang lipid membran retikulum endoplasmik
dengan kecepatan yang melebihi CCl3• (Jeon et al. 2003; Weber et al. 2003).
Klaassen (2008) menyatakan CCl4 merupakan representatif zat racun yang
dapat menyebabkan terjadinya perlemakan hati (steatosis), fibrosis hati hingga
sirosis hati.

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2013 sampai bulan Februari
2014. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Pusat Teknologi Farmasi dan
Medika (PTFM) – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Serpong.
Pembuatan Ekstrak Gambir
Metode ekstraksi gambir berdasarkan modifikasi Hayani (2003). Produk
gambir (getah gambir/gambir rakyat) dihaluskan dan dimaserasi (rendam)
dengan etanol 96% dengan perbandingan 1:4, selanjutnya di shaker pada 180
rpm selama 24 jam (overnight). Kemudian disaring menggunakan kertas
saring, selanjutnya dilakukan rotavapour (40 0C) pada filtrat yang telah
diperoleh. Ekstrak gambir kering disimpan pada desikator dan dilakukan
penimbangan terhadap ekstrak kering yang diperoleh. Karakterisasi ekstrak
gambir (EtOH 96%) telah diteliti oleh Ningsih et al. (2014) dan tersedia pada
lampiran 2. Gambir yang digunakan adalah Uncaria gambir (Hunter) Roxb.
yang telah di determinasi oleh LIPI, surat keterangan determinasi gambir
terdapat pada lampiran 3.

7
Pemeliharaan Hewan Model
Hewan model yang digunakan adalah tikus jantan (Rattus norvegicus
L.) strain Sprague Dawley (SD) yang diperoleh dari BP POM Jakarta
berjumlah 70 ekor. Usia tikus berkisar 6-8 minggu dengan bobot badan (bb)
berkisar antara 180-200 gram. Tikus dipelihara di laboratorium hewan-PTFM
dengan menggunakan kandang dari polycarbonate serta mendapatkan pakan
dan minum secara ad libitum. Tikus diaklimatisasi selama tujuh hari pada
ruangan dengan siklus 12 jam (terang/gelap), kelembaban 70% ± 2%, suhu 22
0
C ± 2 0C. Pemberian sampel uji dilakukan secara oral. Penggunaan hewan
model telah mendapatkan ijin dan dinyatakan lolos kaji etik (lampiran 4).

Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam dua tahap percobaan menggunakan metode
rancang acak lengkap (RAL). Tikus dibagi sesuai kelompok pada masingmasing tahap penelitian. Penelitian tahap pertama (Gambar 2) dilakukan untuk
penentuan hewan model fibrosis hati dengan metode yang dimodifikasi dari
Khan et al. (2012). Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi lima kelompok
yaitu (1) kelompok P1 (merupakan kelompok normal/tidak diberi perlakuan),
(2) kelompok P2 (merupakan kelompok hewan yang diberi CCl4 dosis 0.4
ml/kg bb dengan frekuensi pemberian tiga kali seminggu), (3) kelompok P3
(merupakan kelompok hewan yang diberi CCl4 dosis 0.2 ml/kg bb dengan
frekuensi pemberian tiga kali seminggu), (4) kelopmok P4 (merupakan
kelompok hewan yang diberi CCl4 dosis 0.1 ml/kg bb dengan frekuensi
pemberian tiga kali seminggu), dan (5) kelompok P5 (merupakan kelompok
hewan yang diberi CCl4 dosis 0.1 ml/kg bb dengan frekuensi pemberian dua
kali seminggu). CCl4 yang digunakan dilarutkan dalam minyak kelapa dan
diberikan secara oral selama enam minggu perlakuan.
Penelitian tahap kedua (Gambar 3) merupakan uji efektifitas ekstrak
gambir terhadap hewan model fibrosis hati. Penentuan dosis ektrak gambir
berdasarkan pengembangan dari dosis setara polifenol ekstrak green tea (Tsai
et al. 2013). 45 ekor tikus jantan dibagi sembilan kelompok. Kelompok tahap
kedua meliputi kelompok D1 (diberikan gambir dosis 13 mg/200g bb + CCl4),
kelompok D2 (diberikan gambir dosis 26 mg/200g bb + CCl4), kelompok D3
(diberikan gambir dosis 53 mg/200g bb + CCl4), kelompok K+1 (diberikan
polifenol ekstrak green tea 25 mg/200g bb + CCl4), kelompok K+2 (diberikan
dosis ekstrak campuran obat hati yang beredar dipasaran 302 mg/200g bb +
CCl4), kelompok K- (merupakan kelompok kontrol negatif yang hanya diberi
CCl4), kelompok KG (kelompok kontrol yang hanya diberi ekstrak gambir
dengan dosis tertinggi), kelompok KP (kelompok normal hanya diberi minyak
kelapa), dan kelompok KN (kelompok normal/tidak diberi perlakuan). Ekstrak
gambir dan obat pembanding diberikan secara oral dengan volume pemberian
sebanyak 1 ml/200g bb setiap hari selama tujuh hari sebelum pemberian CCl 4.
Ekstrak gambir dan obat pembanding diberikan kembali setiap hari selama
enam minggu perlakuan bersamaan dengan pemberian CCl4. Dosis dan
frekuensi pemberian CCl4 merupakan hasil dari penelitian tahap pertama.

8

Gambar 2 Bagan alir penelitian tahap pertama

Gambar 3 Bagan alir penelitian tahap kedua

9
Parameter yang Diamati
Persentase Kematian Hewan Model
Tikus dikontrol dan dilakukan pencatatan selama penelitian. Ditentukan
persentase kematian dari masing-masing kelompok perlakuan. Data persentase
kematian tikus diambil perminggu dan digunakan untuk melihat pengaruh
pemberian CCl4. Persentase kematian hewan didapat dari jumlah hewan yang
bertahan hidup diakhir penelitian dibagi jumlah hewan pada awal penelitian
dan dikalikan 100%.
Analisis Biokimia Darah (Enzim Hati, Bilirubin , dan Albumin Total)
Parameter biokimia darah yang diamati adalah analisis kadar enzim hati
(ALT, AST, dan ALP), kadar albumin, dan kadar bilirubin total. Darah tikus
diambil melalui vena orbitalis menggunakan pipa kapiler (Marienfeld) empat
kali dalam enam minggu. Darah ditampung pada tabung eppendorf, kemudian
disentrifugasi (Hettich zentrifugen mikro 22R) pada kecepatan 10000 rpm
selama 10 menit pada suhu 4 0C untuk mendapatkan serum darah. Analisis
enzim hati dilakukan empat kali pengukuran yaitu pada minggu ke-0 (M-0)
sebelum induksi CCl4, dilanjutkan pada minggu ke-2 (M-2), minggu ke-4 (M4) dan minggu ke-6 (M-6) setelah induksi CCl4 dan pemberian sampel uji.
Analisis kadar albumin dan bilirubin hanya dilakukan pada minggu ke-6.
Pengukuran biokimia darah menggunakan reagen-kit DiaSys® dan diukur
dengan spektrofotometer UV-Vis (Genesis 10uv). Prosedur pengukuran
biokimia darah mengacu pada petunjuk dari katalog produk DiaSys®.
Analisis Makroanatomi Hati
Pada akhir penelitian tikus dikorbankan dengan cara dislokasi cervical.
Tikus yang mati (dalam keadaan masih utuh) saat penelitian masih berlangsung
dilakukan pembedahan untuk diamati organ hati. Pengambilan gambar organ
hati dilakukan ketika masih menempel pada tubuh tikus (setelah pembedahan).
Parameter makroantomi yang diamati adalah warna hati, kondisi hati, dan
bentuk struktur hati.
Analisis Histopatologi Hati
Organ hati difikasasi dengan larutan buffer neutral formalin (BNF),
sebelum melakukan pewarnaan didahului dengan proses deparafinisasi.
Pewarnaan histopatologi hati dilakukan dengan metode pewarnaan
hematoksilin-eosin (H&E) (Kiernan 2008) dan pewarnaan khusus Van Gieson
(Presnell dan Schreibman 1997). Prosedur pembuatan histopatologi hati
terdapat pada lampiran 5. Parameter yang diamati adalah patologi hati yang
meliputi sel balloning, steatosis, dan sel radang pada histopatologi pewarnaan
H&E. Histopatologi dengan pewarnaan Van Gieson parameter yang diamati
adalah pembentukan ECM berupa kolagen. Evaluasi histopatologi dilakukan
dengan cara melakukan skoring terhadap patologi hati pada setiap pewarnaan
(Merat et al. 2010; Gerling et al. 1996; Gagne et al. 1996). Prosedur skoring
patologi sel hati tersedia pada lampiran 6.

10
Pembuatan Homogenat Hati untuk Analisis kadar MDA dan GSH
Pembuatan homogenat hati untuk analisis kadar malondialdehyde
(MDA) dan gluthathion (GSH) berdasarkan modifikasi dari Zainuri dan
Wanandi (2012). Organ hati yang digunakan adalah ± 200 mg, jaringan hati
dilumatkan dengan micropestle dan homogenizer dalam 2 ml Buffer phosfat
0.1M pH 7.0, dan 500 μl trichloroatic acid (TCA) 10%. Homogenat kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 0C.
Supernatant yang dihasilkan kemudian disimpan pada tabung yang bersih dan
digunakan untuk melakukan pengukuran MDA dan GSH.
Analisis Kadar MDA Hati
Pengukuran MDA dilakukan dengan menggunakan modifikasi metode
uji asam tiobarbiturat (TBA) secara spektrofotometri (Rio et al. 2005;
Lykkesfeldt 2007). Analisis kadar MDA ditentukan dengan menggunakan
persamaan garis dari masing-masing persamaan kurva kalibrasi. Pembuatan
kurva standar dilakukan dengan menggunakan larutan 1.1.3.3tetrametoxipropane (TMP) dalam 10 mM Tris-HCl dengan konsentrasi akhir
yaitu 0, 0.5, 1, 2, 3, dan 4, μM. Sebanyak 200 μl sampel homogenat hati
direaksikan dengan 10 μl BHT 5%, 650 μl NMPI (N-metil-2-fenil-indol), dan
150 μl HCl pekat kemudian divorteks dan disentrifugasi dengan kecepatan
10000 rpm selama 10 menit pada suhu 4 0C. Supernatan yang terbentuk
diambil dan ditambahkan 400 μl TBA 0.67%. Sampel divorteks dan diinkubasi
pada suhu 45 0C selama 60 menit, kemudian sampel didinginkan pada suhu
ruang. Selanjutnya dibaca serapan sampel pada spektrofotometri dengan
panjang gelombang 586 nm. Parameter yang dianalisis adalah nilai absorbansi
dari setiap sampel pada masing-masing kelompok perlakuan.
Analisis Kadar GSH Hati
Pengukuran kadar GSH menggunakan modifikasi metode Ellman
dengan pembanding senyawa reduced GSH (Mansour et al. 2006). Analisis
kadar GSH ditentukan dengan menggunakan persamaan garis dari masingmasing persamaan kurva kalibrasi. Kurva GSH dibuat dengan melakukan
pengukuran serangkaian konsentrasi GSH standar (mM) yaitu 0, 0.04, 0.08,
0.16, 0.2, dan 0.4 μM kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama satu jam.
Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 412 nm menggunakan
spektrofotometri. Homogenat hati dari masing-masing kelompok perlakuan
diambil 100 µl dan ditambahkan 1775 µl 0.1 M Buffer phosfat pH 8 kemudian
divortex hingga homogen, selanjutnya ditambahkan 25 µl dTNB dan
diinkubasi pada suhu kamar selama satu jam (light protected). Larutan blanko
dibuat menggunakan 2000 µl 0.1 M Buffer phosfat pH 8 dan ditambahkan 25
µl dTNB. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 412 nm menggunakan
spektrofotometri. Parameter yang dianalisis adalah nilai absorbansi dari setiap
sampel pada masing-masing kelompok perlakuan.

11
Analisis Data
Persentase kematian hewan model dan makroanatomi hati dianalisis
secara deskriptif dengan membandingkan hasil analisis dari semua kelompok
perlakuan. Hasil dari pengukuran kadar biokimia, kadar MDA, kadar GSH,
kadar bilirubin dan albumin, serta hasil evaluasi atau skoring patologi hati
dianalisis menggunakan uji ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DUNCAN
dengan tingkat kepercayaan 95% (p