Perbandingan aktivitas dan mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak air dengan ekstrak etil asetat gambir (uncario gambir roxb) terhadap bakteri staphylococcus epiderwidis, streptococcus mutans dan streptococeus pyogenes

(1)

GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

OLEH : AHMAD MADANI NIM : 106102003391

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2010


(2)

NAMA : AHMAD MADANI NIM : 106102003391

JUDUL :PERBANDINGAN AKTIVITAS dan MEKANISME

PENGHAMBATAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR dengan EKSTRAK ETIL ASETAT GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes

Telah Disetujui Oleh: Pembimbing I

Drs. M. Yanis Musja, M.Sc, Apt. NIP: 1956010619851010001

Pembimbing II

Azrifitria, M.Si,Apt. NIP: 197211272005012004

Mengetahui

Kepala Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. NIP: 1956010619851010001


(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PERBANDINGAN AKTIVITAS dan MEKANISME PENGHAMBATAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR dengan EKSTRAK ETIL ASETAT GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Jakarta, Agustus 2010


(4)

PERBANDINGAN AKTIVITAS dan MEKANISME PENGHAMBATAN ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR dengan EKSTRAK ETIL ASETAT GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus

epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan tim penguji oleh

Mochammad Shobir Affandi NIM: 106102003368

Menyetujui,

Pembimbing:

1. Pembimbing I Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ... 2. Pembimbing II Azri fitria M.si.Apt. ...

Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt. ... 2. Anggota Penguji I Dr. Andria Agusta ... 3. Anggota Penguji II Eka Putri, M.Si, Apt. ... 4. Anggota Penguji III Farida Sulistiawati, M.Si, Apt. ...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And Tanggal lulus : 24 Agustus 2010


(5)

ANTIBAKTERI EKSTRAK AIR dengan EKSTRAK ETIL ASETAT GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas antibakteri dan mekanisme penghambatan ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir (Uncaria gambir Roxb.). Aktivitas antibakteri ekstrak yang diamati dengan metode difusi cakram menunjukkan bahwa ekstrak air dan ekstrak etil asetat dapat menghambat semua bakteri uji yaitu Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, dan

Streptococcus pyogenes. Ekstrak etil asetat memberikan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Hasil ini sesuai dengan nilai KHM ekstrak etil asetat yang ditetapkan dengan metode dilusi terhadap bakteri S. epidermidis, S. mutans, S. pyogenes yang lebih rendah yaitu 15 mg/ml, 20 mg/ml 25 mg/ml dan 25 mg/ml, 30 mg/ml, 40 mg/ml pada ekstrak air. Pengujian dilanjutkan untuk mengetahui kebocoran ion logam yang diamati dengan atomic absorption spectrometry (AAS), kebocoran protein dan asam nukleat yang diamati dengan ultraviolet spectrophotometry (UV) pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm dan perubahan morfologi sel yang diamati dengan scanning electron microscopy (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak gambir mengganggu membran sel sehingga menyebabkan kebocoran ion, protein, asam nukleat dan perubahan morfologi sel.


(6)

MECHANISM OF WATER EXTRACT with ETHYL ACETAT EXTRACT OF GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) AGAINST BACTERIA Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans and Streptococcus pyogenes

The purpose of this research is to study the antibacterial activity and mechanism of inhibition of water and ethyl acetate extract of gambier (Uncaria gambir Roxb.). Antibacterial activity of extracts was observed by disc diffusion method. The results showed that the water and ethyl acetate extracts can inhibit all the tested bacteria such as Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans, and

Streptococcus pyogenes. Ethyl acetate extracts gave higher activity than water extracts. These results are in accordance with MIC values of ethyl acetate extracts that determined by dilution methods. The MIC values of ethyl acetate extracts for

S. epidermidis, S. mutans, S. pyogenes were 15 mg/ml, 20 mg/ml, 25 mg/ml while for water extracts were 25 mg/ml, 30 mg/ml, 40 mg/ml. The study was continued to determine the metal ion leakage that was observed by atomic absorption spectrometry (AAS), while leakage of proteins and nucleic acids were observed by ultraviolet spectrophotometry (UV) at a wavelength of 260 nm and 280 nm, and changes in cell morphology observed by scanning electron microscopy (SEM ). The results showed that the gambir extract may disrupt the cell membrane, causing ion leakage, proteins, nucleic acids and change the cell morphology. Key words: Uncaria gambir Roxb, water extract, ethyl acetate extracts, antibacterial.


(7)

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan judul ”Perbandingan Aktivitas dan Mekanisme Penghambatan Antibakteri Ekstrak Air dan Ekstrak Etil Asetat Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) Terhadap Bakteri Staphylococcus epidermidis, Streptococcus mutans dan Streptococcus pyogenes”. Salawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. M. Yanis Musdja, Msc, Apt, dan Azrifitria, M.Si,Apt. Sebagai pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, nasehat dan petunjuk selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. M. Yanis Musdja M. Sc, Apt sebagai Ketua Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dosen Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah sabar mendidik dan membantu penulis sejak awal sampai penulis menyelesaikan skripsi ini. 5. Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu H. Havash Azhari dan Hj. Fauziah serta

kakak-kakak dan adik-adik yang selalu memberikan doa, dukungan, perhatian, semangat, cinta dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.


(8)

berbagai fasilitas serta arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. 7. Rahmah dan keluarga atas dukungan, semangat, serta doa hingga akhir

penulisan skripsi ini.

8. Saudara fikri, ardian, sobir, aziz, nino, nuki, erika, dina, ekay, silma, nadia, tiwi, yayah, alim atas bantuan dan dukungannya baik secara moral, tenaga serta berbagai masukan dan saran yang sangat berarti hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Semua teman-teman farmasi angkatan 2006 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan bantuan dan dukungannya hingga akhir penulisan skripsi ini.

Akhirnya, pada kesempatan ini penulis membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kesehatan masyarakat.

Jakarta, Agustus 2010


(9)

Lembar Persetujuan Skirpsi ………. i

Lembar Pernyataan ………... Lembar Pengesahan Skripsi ………. ii iii Kata Pengantar ……….. iv

Abstrak ……… vi

Abstract ………... vii

Daftar Isi ………. viii

Daftar Gambar ………... x

Daftar Lampiran ……… xi

Daftar Tabel ……… xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ……… 1.2.Perumusan Masalah ………. 1.3.Hipotesis ……….. 1.4.Tujuan Penelitian ………. 1.5.Manfaat Penelitian ………... 1 3 3 4 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Tanaman Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) ... 2.1.1. Klasifikasi Tanaman ………. 2.1.2. Sinonim …….……… 2.1.3. Morfologi Tanaman ……….. 2.1.4. Kandungan Kimia ……..………... 2.1.5. Ekologi ………...…..………. 2.1.6. Khasiat ……….. 2.2. Metode Ekstraksi ……….………... 2.2.1. Ekstraksi dengan Menggunakan Pelarut ………….. 2.3. Tinjauan Bakteri ……… 2.3.1. Bakteri ……….… 2.3.2. Ukuran Sel Bakteri ……….. 2.3.3. Bentuk Bakteri ……… 2.3.4. Komponen Sel Bakteri ……… 2.3.5. Pertumbuhan Bakteri ……….. 2.4. Bakteri Uji ……….. 2.4.1. Staphylococcus epidermidis ………. 2.4.2. Streptococcusmutans ……… 2.4.3. Streptococcus pyogenes ……… 2.5. Antibakteri ……….. 2.5.1. Aktivitas Antibakteri………. 2.5.2. Mekanisme Kerja Antibakteri ………... 2.5.3. Metode Pengujian Antibakteri ………... 5 5 5 5 6 6 7 7 7 9 9 9 10 11 15 17 17 18 20 22 22 23 25 BAB III KERANGKA KONSEP 3.1. Alur Penelitian………. 29


(10)

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………. 4.2. Alat dan Bahan ……… 4.2.1. Alat ………...… 4.2.2. Bahan ……… 4.3. Metode Penelitian ………... 4.3.1. Identifikasi Urea pada Gambir ……….. 4.3.2. Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak ……….. 4.3.3. Penapisan Fitokimia ……….. 4.3.4. Pembuatan Ekstrak Air Gambir …….………... 4.3.5. Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Gambir ……… 4.3.6. Sterilisasi Alat dan Bahan ………. 4.3.7. Pembuatan Medium Tumbuh dan Medium Uji

Bakteri ……….. 4.3.8. Pembiakan Bakteri Uji ……….. 4.3.9. Pembuatan Suspensi Bakteri ………. 4.3.10. Pembuatan Kurva Tumbuh Bakteri ……..……….. 4.3.11. Pembuatan Larutan Uji ... 4.3.12. Penentuan Diameter Hambat ... 4.3.13. Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). 4.3.14. Analisis Protein dan Asam Nukleat ... 4.3.15. Analisis Ion Ca2+ dan K+ ……….……… 4.3.16. Analisis Perubahan Morfologi Sel dengan SEM ....

30 30 30 30 31 31 31 32 34 34 34 35 36 36 36 37 38 38 38 39 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil ……… 5.1.1. Hasil Identifikasi Urea pada Gambir………. 5.1.2. Karakteristik Ekstrak ..………. 5.1.3. Hasil Penapisan Fitokimia ……… 5.1.4. Penentuan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Gambir .. 5.1.5.Penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM)

Ekstrak Gambir Terhadap Bakteri Uji …………... 5.1.6. Analisis Protein dan Asam Nukleat .………... 5.1.7. Analisis Ion Ca2+ dan K+ ……….………. 5.1.8. Analisis Perubahan Morfologi Sel dengan SEM ... 5.2. Pembahasan ……….

41 41 41 42 42 43 44 44 46 47 BAB VI KESIMPULAN dan SARAN

6.1. Kesimpulan ………. 6.2. Saran ………...

51 51

Daftar Pustaka ………...………. 55


(11)

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5.

Nilai KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap bakteri uji.

Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap kebocoran asam nukleat dari bakteri uji.

Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap kebocoran protein dari akteri uji. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap kebocoran Ca 2+dari akteri uji. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap kebocoran K+ dari akteri uji.

39

40 40 41 41


(12)

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22

Sampel gambir (Uncaria gambir Roxb.)

Skema pembuatan ekstrak air gambir (Uncaria gambir

Roxb.).

Skema pembuatan ekstrak etil asetat gambir (Uncaria gambir Roxb.).

Skema pembuatan suspensi bakteri. Skema pembuatan kurva tumbuh bakteri.

Skema penentuan jumlah bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC).

Skema penentuan aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram.

Skema kerja penentuan KHM.

Skema analisis kebocoran dinding/membran sel bakteri . Skema pengamatan morfologi sel bakteri.

Karakteristik ekstrak gambir (Uncaria gambir Roxb) Hasil uji penapisan fitokimia.

Perhitungan nilai rendemen

Hasil penetapan kadar air ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir.

Hasil penetapan kadar abu ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir.

Kurva tumbuh dan kurva standar bakteri uji.

Diameter hambat ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir. Penentuan KHM dengan metode dilusi.

Tabel pengukuran senyawa metabolit seluler dan ion-ion logam.

Hasil pengukuran ion Ca2+ dan K+ terhadap bakteri

S.epidermidis.

Hasil pengukuran ion Ca2+ dan K+ terhadap bakteri

S.mutans.

Hasil pengukuran ion Ca2+ dan K+ terhadap bakteri

S.pyogenes. 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 62 70 71 72 73 75 77 79 81 83 84


(13)

Halaman Tabel 5.1.

Tabel 5.2. Tabel 5.2.

Hasil uji penapisan fitokimia Karakteristik ekstrak gambir

Hasil uji sensitivitas ekstrak air dan etil asetat gambir terhadap bakteri uji

37 38 39


(14)

1

1.1. Latar Belakang

Seolah tak lekang oleh waktu, pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alami masih digunakan sampai sekarang. Seiring dengan semangat back to nature atau kembali ke alam, pengobatan inipun terus berkembang. Tidak hanya di Indonesia tapi juga oleh sebagian masyarakat dunia. Tren kembali ke alam yang muncul beberapa tahun terakhir ini memang tidak hanya diwujudkan dalam dunia fesyen, gaya arsitektur atau pola mengkonsumsi makanan. Gaya baru yang tampil di masyarakat modern ini juga bisa terlihat dengan digunakannya bahan-bahan alami (herbal) dalam dunia kesehatan.

Di Indonesia, dikenal lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat. Namun baru 1000 jenis tanaman telah terdata dan baru sekitar 300 jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Lucas, 2008). Tradisi untuk mengkonsumsi ramuan untuk berbagai tujuan telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Salah satu tujuan adalah mengobati, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan tradisional menggunakan ramuan di negeri kita sudah menjadi budaya dan sangat nyata kontribusinya dalam menyehatkan masyarakat (Lucas, 2008).

Salah satu tanaman yang dapat digunakan dalam pengobatan menggunakan bahan alam adalah gambir. Gambir adalah sari air kering


(15)

yang diperoleh dari daun dan ranting muda tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.). Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindrik pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk; tebal 2 cm sampai 3 cm, ringan, mudah patah; warna permukaan luar coklat muda sampai coklat tua kemerahan atau kehitaman. Gambir mengandung beberapa zat kimia penting, yaitu asam katechu tanin,

katekin, kuersetin, zat samak katekin, lendir, lemak, dan malam (Sirait, dkk, 1989).

Studi mengenai aktivitas gambir sebagai antibakteri telah dilaporkan dimana pada konsentrasi 200, 400, 600, dan 800 ppm ekstrak etanol daun gambir dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Streptococus aureus (Kresmawaty, 2009). Selain itu telah dilaporkan pula bahwa pada konsentrasi 8% fraksi etil asetat gambir memberikan diameter hambat paling besar, yaitu 15 mm untuk Vibrio cholera dan 14 mm untuk V. parahaemolyticus (Sampurno, dkk, 2007). Sedangkan ekstrak etanol campuran daun sirih , gambir, dan kapur sirih memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis

(Fahreza, 2009). Secara empiris gambir banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai komponen tambahan menyirih. Selain itu, air rebusan gambir di percaya dapat mengobati berbagai penyakit di antarnya, luka, diare, suara parau, dan sariawan (Haryanto, 2009)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa gambir dapat digunakan sebagai antibakteri, yaitu obat yang dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri. Penelitian ini bertujuan untuk


(16)

membandingkan aktivitas antibakteri antara ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap beberapa bakteri mulut. Penelitian tentang perbandingan pelarut dan aktivitas gambir sebagai antibakteri tidak hanya dapat memberikan kontribusi sebagai landasan penggunaan gambir selanjutnya dalam mengatasi masalah penggunaan antibakteri sintetik, tetapi juga dapat menyumbangkan ilmu pengetahuan khususnya tentang kemampuan dan mekanisme ekstrak gambir dalam menghambat atau membunuh bakteri.

.

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir mempunyai efek antimikroba terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans?

b. Bagaimana mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak etanol dan ekstrak air daun sirih terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan

S. mutans?

c. Apakah terdapat perbedaan aktivitas dan mekanisme penghambatan antibakteri ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans?


(17)

1.3. Hipotesis

a. Ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans. b. mekanisme kerja anti bakteri ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir adalah dengan merusak membran sel bakteri sehingga terjadi kerusakan pada membran sel yang mengakibatkan keluarnya protein dan asam nukleat dari sel serta kekurangan ion-ion logam dan mempengaruhi perubahan morfologi sel bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans.

c. Terdapat perbedaan aktivitas dan mekanisme penghambatan antibakteri terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Membuktikan bahwa ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir mempunyai aktifitas antimikroba terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans.

b. Membuktikan bahwa pada kadar tertentu ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri

S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans.

c. Mengetahui dan membandingkan mekanisme hambat ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap bakteri S. epidermidis, S. pyogenes, dan S. mutans.


(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Memberikan landasan ilmiah dan informasi mengenai mekanisme penghambatan ekstrak air gambir terhadap bakteri mulut untuk menunjang penggunaan tanaman gambir sebagai obat tradisional.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Tanaman Gambir (Uncaria Gambir Roxb.) 2.1.1. Klasifikasi Simplisia

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Gentianales Famili : Rubiaceae Genus : Uncaria

Spesies : Uncaria gambir Roxb. 2.1.2. Sinonim

Ourouparia Gambir (Hunter); Gambee, gani, sintang, gambie, pangilom, sepelet (Sumatera); Santun, ghambhir (Jawa); Kelare, abi, gamer, sori (Kalimantan); Tagambe, gambele, gambi (Nusa Tenggara); Kampir, kambir, ngamir (Maluku) (Sampurno, dkk, 2007).

2.I.3. Morfologi Tanaman

Tumbuhan gambir berupa perdu, memanjat, batang bulat, tidak berambut, punya kait diantara dua tangkai daun yang berhadapan, kecil, pipih daun penumpu agak besar, bulat. Daun berhadapan, tipis, bulat telur dampai lanset, ujung meruncing dasar tumpul membulat, panjang 8,2-14 cm, lebar 7,2-8,2 cm, tangkai daun tidak berambut, panjang 0,5-0,8 cm, pertulangan primer pada permukaan daun sebelah bawah menonjol. Bunga


(20)

majemuk, bentuk bongkol, berhadapan di ketiak daun, tangkai pipih, panjang 0,5-4,2 cm, diameter bongkol 4,7-5, tabung mahkota pipih, merah, berambut halus, lobus mahkota krem keputihan, daun pelindung tidak berambut, langset. Buah kapsul, sempit dan panjang, terbagi menjadi dua belahan. Biji banyak, kecil, halus, berbentuk jarum dan bersayap, panjang 0,4 cm (Sampurno, dkk, 2007).

Gambir adalah sari air kering yang diperoleh dari daun dan ranting muda tanaman gambir (Uncaria gambir Roxb.). Umumnya berbentuk kubus tidak beraturan atau agak silindrik pendek, kadang-kadang bercampur dengan bagian-bagian yang remuk; tebal 2 cm sampai 3 cm, ringan, mudah patah; warna permukaan luar coklat muda sampai coklat tua kemerahan atau kehitaman, warna permukaan yang baru dipatahkan coklat muda sampai coklat kekuningan, kadang-kadang terlihat garis-garis yang lebih gelap. Gambir memiliki bau lemah, rasa mula-mula pahit dan sangat kuat, kemudian agak manis (Sirait, dkk, 1989).

2.1.4. Kandungan Kimia

Kandungan kimia gambir antara lain mengandung asam katechu tannat/tanin, katekin, kuersetin, zat samak katekin, lemak, dan malam (Haryanto, 2009). (+)-katekin, (+)-epikatekin, gambirin A1, gambirin A2, gambirin C, gambirin B1, gambirin B2, gambirflavan D1, gambirflavan D2 (Taniguchi, 2008)

2.1.5. Ekologi

Gambir merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara terutama pulau Sumatra dan dibudidayakan terutama di daerah Sumatra Barat. Tumbuh


(21)

pada area terbuka di dalam hutan, kawasan hutan yang lembab, area terbuka bekas peladangan atau pinggir hutan pada ketinggian 200-900 m diatas permukaan laut (Sampurno, dkk, 2007).

2.1.6. Khasiat

Secara tradisional gambir banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai komponen tambahan menyirih. Selain itu, air rebusan gambir di percaya dapt mengobati berbagai penyakit di antarnya, luka, diare, suara parau, dan sariawan (Haryanto, 2009).

2.2. Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa kimia yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat pada berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Sampurno, 2000).

2.2.1. Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi


(22)

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali bahan.

b. Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah eksraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(23)

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu pada 40 – 500C.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangans air mendidih, temperatur terukur 96 – 980C) selama waktu tertentu (15 – 20 menit).

5. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3. Tinjauan Bakteri 2.3.1. Bakteri

Bakteri merupakan kelompok sel prokariotik uniseluler. Salah satu karakteristik utama sel bakteri adalah ukuran, bentuk, struktur dan penataan selnya yang mencakup morfologi sel. Reproduksi terutama dengan aseksual atau pembelahan biner. Ciri umum lainnya adalah dimana dinding sel mengandung molekul kompleks disebut mukopeptida yang berperan memberi kekakuan pada struktur selnya (Pelczar dkk, 1986). 2.3.2. Ukuran sel bakteri (Pelczar dkk, 1986)

Satuan ukuran sel bakteri adalah m(mikrometer), 1 m = 10-3 atau 0,001 mm. Kelompok bakteri yang disebut Mycoplasma berukuran amat kecil (0,1 – 0,3 m) sehingga tidak dapat dilihat dengan mikroskop


(24)

cahaya. Bakteri yang umum digunakan di laboratorium berukuran 2,0 – 5,0 X 0,5 – 1,0 m.

2.3.3. Bentuk Bakteri (Pelczar dkk, 1986)

Sel-sel individual bakteri dapat berbentuk bulat atau elips, silindris atau batang, ataupun melengkung atau spiral, masing- masing dengan variasinya. Genus bakteri ada yang dinamakan sesuai dengan bentuknya. Pada beberapa bakteri terdapat bentuk yang tidak biasa,yaitu spirochete,

bentuk seperti tunas dan appendages, serta berbentuk benang atau

filamentous.

Sel bakteri yang berbentuk bola atau elips disebut coccus (kokus). Kebanyakan bakteri berbentuk bulat, tertata dalam berbagai variasi yang khas tergantung spesiesnya. Micrococcus adalah genus bakteri yang terdiri dari sel bulat dan tunggal. Diplococcus merupakan bakteri bulat sepasang-sepasang. Tetracoccus adalah bakteri berbentuk bulat empat-empat.

Staphylococcus adalah bakteri berbentuk bulat bergerombol menyerupai untaian buah anggur. Streptococcus adalah bakeri yang berbentuk bulat tersusun dalam rantai. Sarcina adalah bakteri bulat berjumlah 8 yang tersusun sebagai kubus.

Sel bakteri berbentuk batang disebut bacillus. Ujung sel bakteri yang berbentuk batang sangat bervariasi yaitu persegi, bulat, atau meruncing seperti ujung cerutu. Disamping yang tertata secara individual, bakteri berbentuk batang dapat tertata dalam rantai misal Bacillus cereus, roset misal Caulobacter vibricoides, atau tertata seperti pagar misal


(25)

Bakteri berbentuk melengkung atau spiral terdapat secara individual. Perbedaan antara kelompok ini terdapat pada jumlah amplitudo spiralnya serta tingkat kekakuan dinding selnya.

2.3.4. Komponen Sel Bakteri

Bakteri tersusun atas berbagai substansi diantaranya yaitu : a. Flagel

Flagel adalah bagian dari bakteri yang berbentuk seperti rambut yang tipis yang menyebabkan motilitas (pergerakan) pada bakteri. Flagel terdiri dari tiga bagian: tubuh dasar, struktur seperti kait, dan sehelai filamen panjang diluar dinding sel. Panjang flagel biasanya beberapa kali lebih panjang dari selnya, namun diameternya jauh lebih kecil daripada diameter selnya, sekitar 10-20 nm. Flagel dibuat daari subunit-subunit protein yang disebut flageli (pelczar dkk, 1986). Bila suspensi bakteri kita kocok kuat-kuat, maka flagel akan rontok, tapi flagel tersebut dapat tumbuh lagi secara sempurna dalam 3-6menit (Syahrurachman dkk, 1994).

b. Pili (fibriae)

Pili adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel. Pili mirip dengan flagellum namun ukurannya lebih pendek, kaku, berdiameter lebih kecil dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Pilus tersusun dari protein. Pili berfungsi sebagai penghubung saat bakteri melakukan konjugasi (pertukaran genetik). Selain itu, pili juga berfungi sebagai pelekat


(26)

antara sel bakteri yang satu dengan sel bakteri lainnya (Pelczar dkk, 1986).

c. Kapsul

Beberapa jenis bakteri mensintesis polimer ekstrasel yang berkondensasi dan membentuk lapisan di sekeliling sel yang dinamakan kapsul. Pada medium agar, koloni bakteri berkapsul tampak sebagai koloni berlendir. Umumnya bakteri berkapsul lebih tahan terhadap efek fagositosis dari sistem imun (Syahrurachman dkk, 1994).

Kapsul merupakan penutup lindung dan juga berfungsi sebagai gudang cadangan makanan. Adanya kapsul dapat menambah kemampuan bakteri tersebut untuk menginfeksi. Bila bakteri tersebut kehilangan kapsulnya, maka bakteri tersebut dapat kehilangan virulensinya dan dengan demikian kehilangan kemampuannya untuk menyebabkan infeksi (Pelczar dkk, 1986).

d. Dinding Sel

Dinding sel berperan dalam memberikan bentuk dan kekuatan pada sel prokariot. Bakteri gram positif dan gram negatif memiliki perbedaan dalam struktur dinding selnya. Dinding sel bakteri gram negatif merupakan struktur berlapis sedangkan bakteri gram positif hanya mempunyai satu lapis. Pada bakteri gram positif, dinding sel mengandung peptidoglikan yang tinggi (hingga 50%) dibandingkan bakteri gram negatif. Adanya ikatan glikosida dan ikatan peptida pada peptidoglikan menyebabkan dinding sel dapat menahan tekanan dari


(27)

luar. Bagian luar dinding bakteri gram negatif diselimuti oleh lapisan lipida seperti polisakarida dan protein. Lapisan ini bersifat permeabel terhadap molekul yang kecil tetapi tidak permeabel kepada molekul besar atau enzim (Pelczar dkk, 1986).

e. Membran Sel

Membran sel atau membran sitoplasma merupakan struktur tipis yang meliputi sel, yang terdiri atas protein (60-70%) dan fosfolipida (20-30%). Kekuatan struktur pada membran ini disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen, hidrofobik dan kation Mg dan Ca bersama fosfolipida. Fosfolipida terdiri dari bagian yang hidrofobik dan hidrofilik membentuk dua lapisan. Sementara protein pada membran tersusun atas protein integral dan periferal. Membran sel merupakan pembatas antara sitoplasma dan lingkungan luar. Dan merupakan penahan hidrofobik bagi molekul yang larut air, walaupun protein membran memberikan kemudahan bagi molekul kecil untuk melewati membran. Ini menunjukkan bahwa membran merupakan transport selektif bagi molekul yang akan melewati membran. Membran juga berperan dalam respirasi sel karena enzim yang berkaitan dengan proses respirasi merupakan bagian dari membran. Bila terjadi kerusakan pada struktur ini, maka akan terjadi gangguan pada keutuhan sel sehingga akan mengakibatkan kematian (Pelczar dkk, 1986).


(28)

f. Sitoplasma

Sitoplasma adalah cairan yang terdapat didalam sel dan banyak terdapat ribosom. Di dalam sel bakteri juga terdapat plasmid, yaitu untaian ganda DNA di luar kromosom berbentuk sirkuler. Plasmid dapat bereplikasi secara mandiri tidak tergantung pada replikasi kromosom sel. Inklusi sitoplasma mengandung nutrien terlarut atau bahan partikulat lain. Komponen kimia terlarut ini membentuk granula atau globula dalam sitoplasma yang disebut tubuh inklusi. Isi tubuh inklusi berbeda-beda menurut spesies bakterinya. Pada bakteri belerang terdapat banyak belerang. Pada bakteri lain dapat berisi poliposfat, lipid, glikogen, atau pati (Pelczar dkk, 1986; Kar et al, 2008).

g. Bahan Nukleat

Merupakan pembawa informasi genetik, DNA pada prokariot tidak diselubungi oleh suatu membran dan berupa untaian yang membentuk lingkaran dan berlipat-lipat didalam sel. DNA pada bakteri dapat diisolasi dengan melisis dengan kuat sel bakteri dengan menggunakan larutan garam fisiologis dan dilanjutkan dengan sentrifugasi. DNA merupakan kromosom tunggal yang membawa semua sifat yang diturunkan. Selain DNA kromosomal ditemui pula DNA ekstrakromosomal yang disebut plasmid. Plasmid ini dapat membawa sifat resistensi terhadap antibiotika (Pelczar dkk, 1986).


(29)

h. Ribosom

Merupakan partikel kecil yang terdiri dari protein 40% dan

asam ribonukleat (RNA) sekitar 60%. Ribosom berperan dalam mengatur sintesis protein. Ribosom mempunyai ukuran tertentu yang disebut Unit Sedimentasi konstan yang dinyatakan dengan ”S” atau Svedberg (Pelczar dkk, 1986).

i. Endospora (Pelczar dkk, 1986)

Beberapa bakteri mampu membentuk endospora. Endospora merupakan tubuh dalam sel bakteri dari genus Bacillus, Clostridium, dan Sporosarcina. Bakteri yang mampu membentuk endospora dapat tumbuh dan berkembang untuk beberapa generasi. Endospora berfungsi sebagai badan dorman bakteri yang membuat bakteri tersebut mampu bertahan dalam suasana lingkungan yang tidak sesuai bagi pertumbuhan bakteri tersebut seperti suhu, kekeringan, adanya bahan kimia, dan sebagainya faktor pembatas pertumbuhan bakteri tersebut. Setelah berada pada lingkungan yang sesuai, spora dapat kembali melakukan germinasi sel vegetatif baru.

Endospora bakteri mengandung sejumlah asam dipikolineat yang merupakan 5 – 10% berat kering endospora. Selain itu juga mengandung kalsium. Diduga, korteks endospora terbuat dari kompleks kalsium-asam dipikolineat-peptidoglikan.

2.3.5. Pertumbuhan Bakteri

Pertumbuhan adalah pertambahan teratur semua komponen suatu organisme. Pada pertumbuhan bakteri terjadi sintesa yang khas dan


(30)

berimbang dari komponen-komponen protoplasma dari bahan-bahan gizi (nutrien) yang terdapat dalam lingkungan. Ini merupakan proses yang terus berubah menurut waktu dan merupakan sifat utama makhluk hidup (pratiwi, 2008).

Secara umum terdapat dua faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu fator lingkungan dan zat hara. Termasuk dalam faktor lingkungan adalah suhu, pH, oksigen dan tekanan osmotik. Pada umumnya bakteri tumbuh pada suhu diatas 35O C, untuk setiap spesies ada batasan suhu maksimum dan minimum untuk pertumbuhan. Berdasarkan suhu optimum pertumbuhan maka bakteri dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu Psikrofil (5-30O C), Mesofil (15-50O C) dan Termofil (50-60O C).

Bakteri pada umumnya tumbuh pada ph sekitar 7,0, meskipun kisaran pHnya adalah 5,0-8,0. pH didalam sel sebenarnya jauh lebih tinggi, dan kemampuannya untuk tumbuh pada lingkungan dengan pH rendah adalah kemampuan sel bakteri untuk menahan ion H+ keluar dari sel. Oksigen sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bagi beberapa jenis bakteri. Dan berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, maka bakteri dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Anaerob fakultatif, Aerob obligat dan Anaerob obligat (Lay dan Hastowo, 1992).

2.4. Bakteri Uji

2.4.1. Staphylococcus epidermidis a. Klasifikasi


(31)

Kingdom : Procariotae

Divisio : Ciano Cyanobacteria Sub division : Bakteria

Ordo : Eubacterialees Family : Micrococcaceae Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus epidermis

b. Morfologi dan Identifikasi

Staphylococcus berasal dari kata staphyle yang berarti kelompok buah anggur atau kokus yang berarti benih bulat. Kuman ini sering ditemukan sebagai kuman flora normal pada kulit dan selaput lendir manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi, baik pada manusia maupun pada hewan. Staphylococcus epidermis termasuk dalam kokus gram positif, kuman ini juga dapat disebut sebagai Staphylococcus epidermis / albus . kuman ini menyebabkan infeksi kulit yang ringan disertai dengan pembentukkan abses, koloninya berwarna putih atau kuning (Syahrurachman dkk., 1993).

c. Sifat pertumbuhan

Jenis-jenis Stafilokokus di laboratorium tumbuh dengan baik pada suhu 370C. Batas-batas suhu untuk pertumbuhannya ialah 150C dan 400C, sedangkan suhu pertumbuhan optimum ialah 350C. Pertumbuhan terbaik dan khas ialah pada suasana aerob. Kuman ini pun bersifat anaerob fakultatif dan dapat tumbuh dalam udara yang


(32)

hanya mengandung hidrogen dan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4 (Syahrurachman dkk., 1993).

Pada lempeng agar, koloninya berbentuk bulat, diameter 1-2mm, cembung, buram, mengkilat dan konsistensinya lunak. Warna khas ialah kuning keemasan, hanya intensitas warnanya dapat bervariasi (Syahrurachman dkk., 1993)..

d. Patogenesis dan Infeksi

Staphylococcus epidermis merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia, saluran pernafasan dan saluran pencernaan, dapat ditemukan di udara dan lingkungan sekitar kita. Kuman ini tidak patogen, tidak bersifat invasive, nonhemolitik, berwarna putih, tidak membentuk koagulasi. Staphylococcus patogen sering menghemolisis darah dan mengkoagulasi plasma. Staphylococcus epidermis juga dapat menyebabkan endokarditis infektif jika sebagian besar bakteri ini masuk ke dalam aliran darah dan menempel di katup-katup jantung (Aldeberg dkk, 1986)

2.4.2. Streptococcus mutans

a. Klasifikasi (Widya,2008) Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes Class : Bacilli

Order : Lactobacilalles Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus


(33)

Species : Streptococcus mutans

b. Morfologi dan Identifikasi

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 180-400 Celsius. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Widya,2008).

c. Sifat pertumbuhan

Streptococcus mutans tumbuh dalam suasana fakultatif anaerob. Dalam keadaan anaerob, bakteri ini memerlukan 5% CO2 dan 95% nitrogen serta memerlukan amonia sebagai sumber nitronen agar dapat bertahan hidup dalam lapisan plak yang tebal. (Widya,2008).

d. Patogenesis dan Infeksi

Penyakit yang disebabkan adalah karies gigi, beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah seperti gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah memakan sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, likoprotein yang lengket (kombinasi molekul protein dan karbohidrat) bertahan pada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga


(34)

bertahan pada glycoprotein itu. Walaupun, banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Widya,2008).

Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolisme glikolosis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi-kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH yang sejumlah tertentu menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi mendorong ke arah pembentukan suatu rongga atau lubang (Widya,2008).

2.4.3. Streptococcus pyogenes a. Klasifikasi

Famili : Sterptococcaceae Genus : Streptococcus

Spesies : Streptococcus pyogenes (Syahrurachman dkk., 1993) b. Morfologi dan identifikasi

Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1µm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika ditanam dalam pembenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih (Syahrurachman dkk., 1993). c. Sifat pertumbuhan

Umumnya Streptokokus bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada perbenihan biasa,


(35)

pertumbuhannya kurang subur jika ke dalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum petumbuhan adalah 370C, pertumbuhannya cepat berkurang pada 400C (Syahrurachman dkk., 1993).

d. Sifat pertumbuhan

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media padat. Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 m. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. (Syahrurachman dkk., 1993).

e. Patogenesis dan Infeksi

Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit epidemik antara lain

scarlet fever, erisipelas, radang tenggorokan, febris puepuralis,

rheumatic fever, dan bermacam-macam penyakit lainnya (Syahrurachman dkk., 1993).

2.5. Antibakteri

Pengertian antibakteri secara umum adalah suatu komponen yang bersifat dapat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik) atau membunuh


(36)

(bakterisidal), dan digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia dan hewan (Ganiswara dkk, 1995)

2.5.1. Aktivitas Antibakteri

Obat yang digunakan untuk membasmi bakteri penyebab penyakit infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif, yaitu toksik untuk bakteri, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Berdasarkan sifat ini,maka aktivitas bakteri dibedakan menjadi dua yaitu bacteriostatic dan

bactericid.

Aktivitas bacteriostatic, dimana antibakteri tersebut berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri dan jika bahan antibakteri dihilangkan maka perkembangbiakan bakteri berjalan seperti semula. Sebagai contoh adalah Sulfonamid, kloramfenikol, dan tetrasikiklin.

Aktivitas bactericidal, dimana antibakteri digunakan untuk membunuh bakteri serta jumlah total organisme yang dapat hidup. Daya bakterisidal berbeda dengan bakteriostatik karena prosesnya berjalan searah, yaitu bateri yang telah mati tidak dapat dibiakkan kembali meskipun bahan bakterisidal dihilangkan. Sebagai contoh Sefalosforin, Rifampisin, Aminoglikosid, Isoniazid, dan Kotrimoksazol (Lay dan Hastowo, 1992).

2.5.2. Mekanisme Kerja Antibakteri a. Inhibitor Sintesis Dinding Sel

Kerusakan dinding sel atau penghambatan pada pembentukannya dapat menyebabkan sel menjadi lisis. misalnya betalaktam, vankomisin. Dinding sel bakteri terdiri dari


(37)

polipeptidoglikan yang merupakan kompleks mukopeptida (glikopeptida). Perbedaan struktur sel antara bakteri dan eukariot menguntungkan bagi penggunaan bahan antimikroba.

Penisilin merupakan contoh klasik. Antibiotik ini menyebabkan penghambatan pada pembentukan ikatan sebrang silang. Pada konsentrasi rendah, Penisilin menghambat pembentukan ikatan glikosida, sehingga pembentukan dinding sel baru akan terganggu dapat dilihat dari bakteri dengan bentuk sel yang panjang tanpa dinding sekat. Pada konsentrasi tinggi, ikatan sebrang silang terganggu dan pembentukan dinding sel terhenti. Kepekaan bakteri tehadap Penisilin tergantung pada kemampuan mikroorganisme menghasilkan enzim beta-laktamase enzim ini dapat merusak daya kerjanya (Ganiswara dkk, 1995)

b. Inhibitor Fungsi Membran Sel

Membran sel bakteri dapat dirusak oleh beberapa zat tertentu tanpa merusak sel inang. Akibat daya kerja zat ini akan terjadi perusakan membran sehingga isi sel akan keluar. Antibakteri ini berdaya kerja terhadap sel baik yang sedang tumbuh maupun yang tidak tumbuh. Misalnya Polymixin dan polyene dan antiseptik golongan surface active agent. Antibakteri golongan ini dapat merubah tegangan permukaan sehingga akan merusak permeabilitas selektif dari membran sel bakteri. Kerusakan membran sel akan mengakibatkan keluarnya berbagai komponen penting dalam sel bakteri yaitu protein, asam nukleat dll (Ganiswara dkk, 1995).


(38)

c. Inhibitor Sintesis Protein Sel

Beberapa antibiotik menghambat sintesis protein pada bakteri. Sebagai contoh adalah tetrasiklin, klindamisin, kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein pada manusia. Bakteri memiliki ribosom dengan 70S, sedangkan manusia 80S. Unit ribosom pada bakteri adalah 50S dan 30S. Kloramfenikol mengikat ribosom 50S, sehingga tidak dapat berfungsi. Antibiotik ini bersifat bakteriostatik, pertumbuhan bakteri dimulai kembali bila tidak ada antibiotik ini.

Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotik yang berasal dari streptomyces. Aminoglikosida bekerja dengan menghambat sintesis protein melalui perusakan polisom. Kelompok ini akan terikat pada 30S, sehingga terjadi gangguan pembacaan sandi dari mRNA. Sebagai akibat kesalahan pengaturan asam amino dan terjadilah protein yang tidak berfungsi disebabkan penghambatan pembentukan rantai peptida (Ganiswara dkk, 1995).

d. Inhibitor Sintesis Asam Nukleat

Antibakteri yang tergolong kelompok ini adalah golongan kuinolon dan rifampin. Dalam hal ini, derivat rifampin akan berikatan dengan enzim polimerase-RNA (pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA oleh enzim tersebut. Sementara asam nalidiksat bekerja dengan menggaggu sintesis DNA (Lay dan Hastowo, 1992)


(39)

Dalam kelompok ini termasuk sulfonamida. Pada umumnya bakteri memerlukan para-aminobenzoat (PABA) untuk sintesis asam folat, yang diperlukan dalam sintesis purin. Sulfonamida memiliki struktur seperti PABA, sehingga penggunaan sulfonamida menghasilkan asam folat yang tidak berfungsi (Lay dan Hastowo, 1992)

2.5.3. Metode Pengujian Antibakteri a. Metode Difusi

1. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer)

Metode ini digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media Agar (Pratiwi, 2008).

2. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (mínimum inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat mínimum), yaitu konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Pratiwi, 2008).

Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan


(40)

diletakkan pada permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media Agar (Pratiwi, 2008).

3. Ditch-plate technique

Sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi, 2008).

4. Cup-plate technique

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, di mana dibuat sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Pratiwi, 2008).

5. Gradient-plate technique

Konsentrasi agen pada media Agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media Agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya (Pratiwi, 2008).

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba


(41)

uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah, hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan.

Bila:

X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin Y = panjang pertumbuhan actual

C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL atau µg/mL,

maka konsentrasi hambatan adalah: [(X.Y)]: C mg/mL atau µg/mL (Pratiwi, 2008).

Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi sgen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi, 2008).

b. Metode Dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

1. Metode dilusi cair/broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration, atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang


(42)

ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi padat/solid dilution test

Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).


(43)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Alur Penelitian

Serbuk dari Bongkahan Gambir (Uncaria Gambir

Roxb.)

Dibuat Infus (air)

Freeze drying

Uji Aktivitas Antibakteri

Penentuan diameter hambat & nilai MIC

Analisis mekanisme penghambatan antibakteri

Analisis protein dan asam nukleat

Analisis ion Ca2+ dan K+ Analisis perubahan morfologi sel dengan SEM Maserasi (etil asetat)

Rotary evaporator penyaringan

Penapisan fitokimia


(44)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Farmasi UIN Jakarta dan Laboratorium Terpadu UIN Jakarta. Penelitian ini berlangsung selama ± empat bulan, yaitu dari bulan Mei sampai Agustus 2010.

4.2. Alat dan Bahan 4.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain Perangkat destilasi air, tabung reaksi, rak tabung reaksi, Erlenmeyer, spektrofotometer UV-VIS Perkin Elmer, Spektrofotometer AAS Perkin Elmer, Scanning Eletron KHMroscopy (SEM), cawan petri, inkubator, neraca analitik, Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, jarum ose,

KHMropippet, incubator, shaker, refrigerator, pipet tetes, gelas ukur, batang pengaduk, kapas steril, spatula, batang L, pinset, alumunium foil,

hot plate, vortex, sentrifus, tabung effendorf, becker glas, pinset, lampu spiritus, kertas saring, freezedrier, cover slip, vakum, Paper disc.

4.2.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain gambir, akuades, etil asetat, alkohol 70%, 80%, 96% , glutaraldehid 2 %, medium Nutrien Agar (NA), Nutrien Broth (NB), medium Mueller Hinton


(45)

Agar (MHA), medium Mueller Hinton Broth (MHB), buffer fospat pH 7,4, buffer cocodilate 0.2 M pH 7,2 , butanol, osmium tetraoksida 1 %.

4.3. Metode Penelitian

4.3.1. Identifikasi Urea pada Gambir

Identifikasi urea pada gambir dilakukan dikarenakan dalam pembuatan gambir sering kali dicampur dengan urea. Identifikasi gambir dengan cara 100 mg serbuk gambir dilarutkan dalam 1 ml air lalu ditambahkan 1 ml asam nitrat P; terbentuk endapan hablur putih. (Sirait, 1979).

4.3.2. Pengujian Parameter Non Spesifik Ekstrak 1. Kadar Air

Ekstrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram sampai 2 gram dan dimasukan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukan ke dalam oven, buka tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. 2. Kadar Abu

Sebanyak 2 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan


(46)

dan ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b (Depkes RI, 2000).

4.3.3. Uji Penapisan Fitokimia

Selain determinasi dilakukan uji penapisan fitokimia. Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi golongan senyawa alkaloid, flavanoid, saponin, tanin, dan kuinon yang terkandung dalam simplisia. Uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Kimia Organik Farmasi UIN Jakarta.

1. Identifikasi Golongan Alkaloid

2 gram material simplisia yang telah bersih dan dipotong-potong dimasukan kedalam mortar dan ditambah kloroform secukupnya dan pasir bersih, kemudian digerus. Ditambah 10 ml kloroform amoniak kemudian diaduk rata. Campuran disaring kedalam tabung reaksi dengan cara diperas menggunakan kain kassa untuk memindahkan ekstrak. Kemudian ditambah 0,5 mL 1 M asam sulfat dan di kocok, dibiarkan beberapa saat. Dipipet lapisan atas yang jernih kedalam 2 tabung reaksi kecil. Salah satunya diberikan pereaksi Dragendorff’s dan tabung lainnya pereaksi Meyer’s 2-3 tetes. Reaksi


(47)

positif apabila menunjukkan endapan kuning jingga (dragendorff’s) dan endapan putih (Meyer’s)

2. Identifikasi Golongan Flavonoid

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia ditambah 100 mL air panas, didihkan selama 5 menit, saring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Kedalam 5 mL larutan (dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 mL HCl pekat, tambahkan 5 mL amilalkohol, dikocok dengan kuat, biarkan hingga memisah, terbentuk warna dalam larutan amilalkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid.

3. Identifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 10 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan 2 (identifikasi flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit, terbentuk busa yang stabil dalam tabung, reaksi menunjukkan adanya saponin, bila ditambahkan 1 tetes HCl 1% (encer) busa tetap stabil.

4. Identifikasi Golongan Tanin

Sebanyak 5 mL larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan 2 (identifikasi flavonoid), dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan ferri (III) klorida 1%, terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.


(48)

5. Identifikasi Golongan Kuinon

Diambil 5 mL larutan percobaan identifikasi golongan flavonoid, dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N, terbentuk warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon.

6. Identifikasi Golongan Kumarin

2 gram simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi (volume 20 mL) ditambahkan 10 mL pelarut etil asetat dan pasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 20 menit diatas penangas air dan didinginkan, disaring dengan kertas saring, filtrat diuapkan pada cawan penguap sampai kering, sisa ditambahkan air panas sebanyak 10 mL, didinginkan, larutan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 mL larutan ammonia (NH4OH) 10%, amati dibawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm, maka terjadi fluoresensi warna biru atau hijau, menunjukkan adanya golongan kumarin (Fransworth,1969).

4.3.4. Pembuatan Ekstrak Air Gambir

Gambir kering diserbuk, serbuk halus gambir dibuat infus yaitu dengan melarutkan sebanyak 600 gram serbuk dan ditambahkan air 1000 ml, kemudian dipanaskan di dalam penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu di dalam tangas mencapai 900C, sambil sesekali di aduk dan kemudian disaring. Setelah disaring filtrat kemudian di keringkan dengan menggunakan freeze drying.


(49)

4.3.5. Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Gambir

Gambir kering diserbuk, serbuk halus gambir dimaserasi yaitu dengan melarutkan sebanyak 600 gram serbuk dan ditambahkan 1000 ml etil asetat, kemudian didiamkan selama 24 jam dan disaring. Filtrat kemudian dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 500C.

4.3.6. Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi dilakukan dengan cara yang sesuai terhadap masing-masing alat. Alat-alat yang akan disterilkan harus dalam keadaan bersih dan kering. Tabung reaksi, gelas ukur, Erlenmeyer ditutup mulutnya dengan alumunium voil, kemudian semuanya disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121˚ C, selama 30 menit. Pinset, jarum ose, disterilkan dengan cara flambir pada nyala bunsen.

Untuk media pembenihan, air suling, dan larutan NaCl disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C selama 30 menit. Pengerjaan aseptis dilakukan di dalam lemari aseptis yang sebelumnya telah dibersihkan dengan larutan alkohol, lalu disterilkan dengan UV yang dinyalakan selama lebih kurang 15 menit sebelum digunakan.

4.3.7. Pembuatan Medium Tumbuh dan Medium Uji Bakteri 1. Nutrien Agar (NA)

Medium nutrien agar biasa digunakan untuk membiakan bakteri uji. Serbuk NA sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Larutan


(50)

tersebut kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

2. Nutrien Broth (NB)

Medium nutrien broth biasa digunakan untuk membuat biakan bakteri dalam medium cair. Serbuk NB sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan sampai mendidih hingga larut. Larutan tersebut kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

3. Mueller Hinton Agar (MH Agar)

Medium Mueller Hinton Agar digunakan untuk penentuan diameter zona hambat dengan cara difusi. Serbuk MH Agar sebanyak 38 gram dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

4. Mueller Hinton Broth (MH Broth)

Medium Mueller Hinton Broth digunakan untuk penentuan KHM. Serbuk MH sebanyak 23 gram dilarutkan dalam 1 L akuades dan dipanaskan sampai mendidih sehingga larut. Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 °C selama 15 menit.

4.3.8. Pembiakan Bakteri Uji

Bakteri uji diinokulasikan ke dalam 5 ml media nutrient agar miring menggunakan jarum ose steril dengan cara menggoreskan masing-masing bakteri pada ujung jarum ose ke media nutrient agar miring, kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam.


(51)

4.3.9. Pembuatan Suspensi Bakteri

Biakan bakteri yang telah diremajakan selama 24 jam di atas diambil dengan jarum ose (5 koloni) kemudian disuspensikan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml medium MHB. Kemudian di encerkan sampai diperoleh konsentrasi 109 sel bakteri/ml. suspense ini yang akan digunakan dalam pengujian.

4.3.10.Pembuatan Kurva Tumbuh Bakteri

Kultur stok bakteri diinokulasi pada medium NA miring untuk diremajakan. Bakteri kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, kultur ini disebut kultur kerja.

Sejumlah ose bakteri diambil dari kultur kerja tersebut dan diinokulasikan ke dalam 30 ml medium NB, dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 370C selama 24 jam. Sepuluh ml dari kultur bakteri tersebut diinokulasikan ke dalam 90 ml medium NB lalu dikocok dalam shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm pada suhu 370C. Selama pengocokan, dilakukan pengukuran absorbansi dan jumlah sel bakteri. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer visible pada panjang gelombang 600 nm. Sedangkan pengukuran jumlah sel dilakukan dengan menggunakan metode Total Plate Count (TPC), yaitu dengan membuat satu seri pengenceran dimana 1 ml kultur bakteri dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis (0,9%) lalu dikocok dengan vortex. Suspense ini disebut pengenceran 10-1.


(52)

Sebanyak 1 ml dari suspensi pengenceran 10-1 diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan NaCl fisiologis lalu dikocok dengan vortex. Suspensi ini disebut pengenceran 10-2. Pengenceran terus dilakukan sampai pada pengenceran 10-7. Tiga pengenceran terakhir diambil masing-masing 0,1 ml dan diinokulasikan pada plat agar yang berbeda. Suspensi inokulum tersebut disebarkan pada permukaan plat agar dengan menggunakan batang gelas L sampai merata. Plat agar diinkubasi pada temperatur 37oC selama 24 jam, lalu dihitung jumlah koloni yang tumbuh.

Kurva standar bakteri diperoleh dari pengukuran absorbansi dan jumlah sel tersebut dengan absorbansi sebagai x dan jumlah sel/ml sebagai y. Sedangkan kurva tumbuh bakteri diperoleh dengan menerjemahkan kurva standar yaitu waktu sebagai x dan log jumlah sel/ml sebagai y sehingga dapat diketahui waktu tercapainya umur aktif (fase midlog) dari bakteri uji.

4.3.11.Pembuatan Larutan Uji

Larutan uji dibuat dengan melarutkan eksrak gambir dengan akuades. Untuk penentuan aktivitas anti bakteri, konsentrasi larutan uji yang digunakan adalah 8% dan 4%. Sedangkan untuk penentuan Kadar Hambat Minimum (KHM), konsentrasi larutan uji di tentukan kemudian setelah penentuan aktivitas antibakteri.


(53)

Penentuan diameter hambat dilakukan dengan cara menyiapkan larutan uji ekstrak (8% dan 4%) dan larutan kontrol kemudian teteskan masing-masing konsentrasi sebanyak 20 l pada kertas cakram steril. Kertas cakram yang sudah ditetesi sampel kemudian diletakkan pada media agar padat yang telah disuspensikan bakteri uji menjadi beberapa bagian. Tutup segera cawan petri dan inkubasi 37 ºC selama 24 jam dan diamati diameter hambat yang terbentuk.

4.3.13.Penentuan KHM (Dastouri dkk., 2008)

Metode penentuan kadar hambat minimum yaitu dengan menyiapkan tabung reaksi yang sudah steril, larutan uji dan juga larutan kontrol. Selanjutnya tiap-tiap tabung diisi dengan 200 µl media MHB, 200 µl suspensi bakteri 1x105 sel/ml, dan 100 µl larutan uji dengan berbagai konsentrasi, dan juga larutan kontrol, dan di buat homogen. Kemudian diinkubasikan pada suhu 37º C selama 18 jam. Pembacaan hasil percobaan didasarkan pada pertumbuhan bakteri setelah diinokulasi ke dalam media agar.

4.3.14.Analisis Protein dan Asam Nukleat (Naufalin,2005)

Suspensi bakteri uji yang telah diinkubasi selama 24 jam dalam media muller hinton broth. Sentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Selanjutnya filtrat dibuang dan pelet dalam tabung disuspensikan kedalam 8 ml buffer posfat Ph 7,0. Tambahkan ekstrak gambir dengan perlakuan 1 KHM, dan 2 KHM sebanyak 2 ml. Inkubasi selama 24 jam dalam shaker 150 rpm. Kemudian suspensi disentrifuge kembali selama 20 menit dengan kecepatan 3500 rpm, lalu disaring


(54)

dengan filter 0,45 µm dan diambil cairan supernatan. Selanjutnya ukur absobansi dengan Spektrofotometer UV/Vis pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm.

4.3.15.Analisis Ion Ca2+ dan K+ (Cox et.al., 2000)

Untuk analisis ion-ion diukur dalam bentuk ion Ca2+ dan K+ yang keluar dari membran sel bakteri akibat perlakuan dengan ekstrak gambir. Analisis kebocoran ion dilakukan pada supernatan bakteri yang dipersiapkan seperti pada pengukuran kebocoran protein dan asam nukleat. Kebocoran dinyatakan dengan terukurnya ion-ion logam yang terdapat pada bakteri uji setelah dikontakkan dengan minyak atsiri pada perlakuan 1 KHM dan 2 KHM. Kebocoran ion Ca2+ dan K+ dideteksi dengan menggunkan Atomic Absorption Spectrophotometre (AAS). Larutan sel hasil kontak dengan ekstrak gambir diambil untuk diukur kandungan ion-ionnya.

4.3.16.Analisis Perubahan Morfologi Sel dengan SEM (Shi dan Xuhua, 2003) Suspensi sel dimasukkan dalam buffer 0,1% buffer fospat. Suspensi tersebut diberi perlakuan 1 KHM dan 2 KHM ekstrak gambir dan diinkubasi selama 24 jam pada shaker 150 rpm suhu. Untuk kontrol suspensi sel dalam buffer fosfat tidak diberi ekstrak gambir. Pelet difiksasi dengan glutaraldehid 2% selama 2 jam, lalu ditambah buffer cocodilate 0,2 M ph 7,2 selama 20 menit. Kemudian ditambah osmium tetraoksida 1% dalam buffer cocodilate dibiarkan dalam refrigerator selama 1 jam. Kemudian dikeringkan berturut-turut dengan alkohol 70 %, alkohol 80% dan alkohol 96% masing-masing selama 10 menit. Pellet sel bakteri


(55)

ditambah butanol, dan dibuat suspensi. Satu ose suspensi diletakkan diatas potongan bujur sangkar cover slip yang telah direkatkan pada stub alumunium dan dibekukan, kemudian dikeringkan dengan freeze drier

selam 4 jam. Suspensi yang telah mengering di cover slip kemudian dilapisi dengan emas melalui proses vakum (6-7 Pa) selama 20 menit dan diamati dengan alat Scannin Electron Microscopy tipe JEOL 6300.


(56)

(57)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Hasil Identifikasi Urea pada Gambir

Hasil identifikasi urea menunjukkan baik pada serbuk maupun ekstrak gambir tidak teridentifikasi adanya urea karena tidak terbentuk endapan putih

5.1.2. Karakteristik Ekstrak

Hasil uji pemeriksaan karakteristik ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.2. karakteristik ekstrak gambir Karakteristik

ekstrak Ekstrak air Ekstrak etil asetat

Persyaratan

Bentuk ekstrak Serbuk Ekstrak kental - Warna Coklat muda Coklat kehitaman Coklat muda

Bau Lemah Lemah Lemah

Rasa Pahit Pahit Pahit

Kadar air

0,45%

0,42%

Tidak lebih dari 17% Kadar abu

0,18%

0,17%

Tidak lebih dari 4%


(58)

(MMI ed. V, 1989 ; Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3391-1994). 5.1.3. Penapisan Fitokimia

Hasil uji penapisan fitokimia menunjukkan baik pada serbuk maupun ekstrak gambir teridentifikasi adanya senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan kuinon. Hasil uji penapisan fitokimia dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.1. Hasil uji penapisan fitokimia

Jenis Pengujian

Hasil Pengujian

Serbuk simplisia Ekstrak air gambir

Ekstrak etil asetat gambir

Alkaloid + + +

Flavonoid + + +

Saponin + + +

Tanin + + +

Kuinon + + +

kumarin - - -

5.1.4. Penentuan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Gambir

Penentuan uji potensi/aktivitas ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir pada konsentrasi 80 mg/ml menghasilkan diameter hambat yang lebih luas dibanding dengan konsentrasi 40 mg/ml seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.


(59)

Tabel 5.3. Hasil uji sensitivitas ekstrak air dan etil asetat gambir terhadap bakteri uji

Jenis bakteri

Konsentrasi Mg/ml

Diameter pengambatan (mm) Ekstrak air Ekstrak etil asetat

S. epidermidis 80 5 8

40 3,6 6

S. mutans 80 4,6 6

40 2,6 4

S. pyogenes 80 3 4

40 1 1,6

5.1.5. Penentuan KHM Ekstrak Gambir terhadap Bakteri Uji

Nilai KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir yang diperoleh terhadap bakteri S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes


(60)

Gambar 5.1. Nilai KHM ekstrak air dan etil asetat gambir terhadap bakteri uji

5.1.6. Analisis Protein dan Asam Nukleat

Senyawa yang memberikan serapan pada 260 nm adalah RNA dan DNA, sedangkan pada panjang gelombang 280 nm dapat dideteksi adanya protein. Hasil analisis kebocoran protein dan asam nukleat yang terjadi akibat pengaruh minyak atsiri ditunjukkan pada gambar 5.2 dan 5.3.

Gambar 5.2. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran asam nukleat dari bakteri uji.


(61)

Gambar 5.3. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir terhadap kebocoran protein dari bakteri uji.

5.1.7. Analisis Ion Logam Ca2+ dan K+

Ekstrak gambir juga dapat menyebabkan terlepasnya ion Ca2+ dan K+ dari sel bakteri S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes. Hasil pengukurannya dapat kita lihat pada gambar 5.4 dan 5.5 dibawah ini :

Gambar 5.4. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran Ca2+ dari bakteri uji


(62)

Gambar 5.5. Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran K+ dari bakteri uji.

5.1.8. Analisis Perubahan Morfologi Sel Bakteri

Pengamatan morfologi dinding/membran sel bakteri dilakukan dengan bantuan scanning electron microscope (SEM). Terlihat adanya perubahan pada morfologi bakteri setelah perlakuan pada konsentrasi 2 KHM. Hasilnya adalah sebagai berikut :

Kontrol S. epidermidis Ekstrak air S.epidermidis Ekstrak etil asetat S. epidermidis


(63)

Kontrol S. mutans

Ekstrak air S. mutans Ekstrak etil asetat S. mutans

Kontrol S. pyogenes Ekstrak air S. pyogenes Ekstrak etil asetat S. pyogenes

Gambar 3. Morfologi sel S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes

dengan mikroskop elektron.

5.2. Pembahasan

Gambir (Uncaria gambir, Roxb.) merupakan salah satu tanaman penghasil getah (alkaloid) yang mengandung senyawa kimia berupa katekin, asam katekutannat (tanin) dll. Gambir (Uncharia gambir Roxb.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Payakumbuh Sumatera Barat dengan maksud untuk meminimalisasi kemungkinan adanya variasi kandungan kimia tumbuhan dan karena Sumatera Barat merupakan tempat pertanian dan produsen gambir terbesar di Indonesia. Identifikasi gambir yang dilakukan adalah dengan mengidentifikasi ada tidaknya urea dalam simplisia gambir yaitu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi III hal ini dikarenakan dalam pembuatan


(64)

gambir biasanya dicampur dengan urea agar gambir cepat membeku dan hasilnya adalah tidak terdapat urea pada simplisia gambir yang akan digunakan untuk penelitian ini.

Pemeriksaan kualitas dari ekstrak yang digunakan dilakukan dengan uji pemeriksaan karakteristik ekstrak yang meliputi pemeriksaan organoleptis (bentuk,warna, bau dan rasa), kadar air dan kadar abu dan sebelumnya dilakukan identifikasi gambir. Hasil yang diperoleh adalah ekstrak gambir yang digunakan memiliki kualitas yang baik karena hasilnya memenuhi syarat yang tertera di materi medika jilid V dan SNI 01-3391-1994, yaitu memiliki bentuk serbuk berwarna coklat muda untuk ekstrak air dan coklat kemerahan untuk ekstrak etil asetat, bau lemah dan rasa pahit untuk kedua jenis ekstrak. Kadar air yang diperoleh adalah 0,45% untuk ekstrak air dan 0,42% untuk ekstrak etil asetat dengan syarat kurang dari dari 10% sedangkan untuk kadar abu yaitu 0,18% untuk ekstrak air dan 0,17% untuk ekstrak etil asetat dengan syarat tidak lebih dari 4%. Dan hasil uji identifikasi gambir memenuhi persyaratan yang tertera di materia medika jilid V. Selain itu dilakukan uji penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan kimia dari gambir Hasil yang diperoleh adalah gambir memiliki kandungan kimia flavonoid, tanin, alkaloid, saponin dan kuinon baik dalam simplisia, ekstrak air maupun ekstrak etil asetat gambir.

Metode ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan maserasi untuk mendapatkan ekstrak etil asetat gambir, sedangkan untuk mendapatkan ekstrak air gambir menggunakan metode infus. Pemilihan metode maserasi didasarkan pada keuntungan yang diberikan yaitu pengerjaannya mudah, menggunakan alat yang sederhana, baik untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan panas. Etil Asetat


(65)

dipilih sebagai pelarut karena sifatnya yang dapat menarik senyawa katekin dalam gambir. Penyarian dengan cara infus menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh mikroba serta ekstrak air yang didapat digunakan dalam waktu yang lama (melebihi 24 jam) untuk itu pengeringan dilakukan dengan cara

freeze drying agar pelarut air hilang sehingga dihasilkan ekstrak kering gambir s(DepKes RI, 1989).

Rendemen ekstrak yang diperoleh dari kedua pelarut yang digunakan adalah 48,175 % (b/b) untuk ekstrak air dan 35,7% (b/b) untuk eksrak etil asetat (tabel 5.2). Menurut pambayun dkk (2007), bahan terekstrak yang diperoleh pada eksraksi gambir semakin tinggi dengan semakin polarnya pelarut. Senyawa yang diduga berperan sebagai antimikroba dalam ekstrak gambir adalah senyawa fenolik. Hal ini dikarenakan kandungan utama dari gambir yaitu katekin yang banyak mempunyai banyak gugus fenol. Senyawa fenolik dapat berfungsi sebagai bahan antimikroba karena adanya gugus OH yang bersifat racun terhadap mikroba dan semakin banyak gugus OH yang ada pada senyawa tersebut maka semakin beracun bagi mikroba (Cowan, 1999).

Pengujian aktifitas antibakteri dengan metode difusi cakram terhadap bakteri S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes menunjukkan bahwa kedua jenis ekstrak yaitu ekstrak air dan ekstrak etil asetat secara umum mempunyai kemampuan menghambat bakteri uji yang beragam. Dari kedua jenis pelarut yang digunakan (tabel 5.3), ekstrak air mempunyai kemampuan menghambat bakteri uji lebih rendah dibandingkan ekstrak etil asetat. Ekstrak air mempunyai kemampuan penghambatan pada konsentrasi 80 mg/ml dan 40 mg/ml dengan diameter hambat berturut-turut adalah 5 mm dan 3,6 mm untuk S. epidermidis, 4,6 mm dan 2,6 mm


(66)

untuk S. mutans, sedangkan unutk S. pyogenes 3 mm dan 1 mm. Sedangkan pada konsentrasi yang sama ekstrak etil asetat mampu menghambat pertumbuhan bakteri dengan diameter penghambatan yang lebih tinggi daripada ekstrak air yaitu 8 mm dan 6 mm untuk S. epidermidis, 6 mm dan 4 mm untuk S. mutans,

dan 4 mm dan 1,6 mm unutk S. pyogenes.

Pengujian lebih lanjut terhadap ekstrak air dan ekstrak etil asetat dilakukan untuk menentukan nilai Kadar Hambat Minimum (KHM) terhadap bakteri S. epidermidis, S. mutans, dan S. pyogenes. Dalam penelitian ini KHM dinyatakan sebagai konsentrasi terendah ekstrak gambir yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri sebanyak 100%.

Nilai KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir berkisar antara 15 – 40 mg/ml tergantung jenis bakteri uji (gambar 5.1). Nilai KHM tertinggi adalah 40 mg/ml pada ekstrak air dan 25 mg/ml ekstrak etil asetat adalah untuk S. pyogenes sebagi bakteri yang paling resisten. Nilai KHM terendah pada ekstrak air adalah 15 mg/ml dan 25 mg/ml pada ekstrak etil asetat adalah untuk bakteri S. epidermidis sebagai bakteri yang paling sensitif. Untuk bakteri S. mutans nilai KHM adalah 20 mg/ml untuk ekstrak air dan 30 mg/ml untuk ekstrak etil asetat.

Berdasarkan nila KHM, ternyata S. pyogenes merupakan bakteri yang paling resisten, sedangkan S. epidermidis merupakan bakteri yang lebih sensitif dibanding bakteri lainnya. S. pyogenes merupakan bakteri gram positif dengan dinding selnya terdiri atas peptidoglikan yang sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel (Abdullah dan Retnoningrum, 2003). Jika ada kerusakan pada dinding sel atau ada hambatan dalam


(67)

pembentukannya dapat terjadi lisis pada sel bakteri sehingga bakteri segera kehilangan kemampuan membentuk koloni dan diikuti dengan kematian sel.

Pemberian ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir pada beberapa konsentrasi KHM mengakibatkan terjadinya kebocoran sel yang diamati dengan adanya kebocoran metabolit seluler (protein dan asam nukleat) dari semua bakteri yang diamati dengan adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk asam nukleat (tabel 5.2) dan 280 nm untuk protein (gambar 5.3).

Dari gambar 5.2 dapat diketahui bahwa peningkatan kadar tertinggi terjadi pada S. epidermidis, pada konsentrasi 1 KHM (ekstrak air dan ekstrak etil asetat gambir) absorbansinya mengalami peningkatan secara berturut-turut dari 0,012 menjadi 0,199 dan 0,186 dan pada konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan absorbansi yaitu 0,328 dan 0,357.

Peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sejalan dengan peningkatan absorbansi untuk protein yaitu pada panjang gelombang 280 nm (gambar 5.3). Jika dibandingkan dengan peningkatan absorbansi untuk asam nukleat maka peningkatan protein (280 nm) lebih tinggi. Pada panjang gelombang 280 nm, perubahan paling tinggi terjadi pada S. epidermidis baik untuk ekstrak air maupun untuk ekstrak etil asetat yaitu 0,016 dan 0,175 pada konsentrasi 1 KHM dan pada konsentrasi 2 KHM, absorbansinya mengalami peningkatan 40 kali bila dibandingkan dengan kontrol.

Dari gambar 5.2 dan gambar 5.3 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi KHM yang diberikan maka kebocoran metabolit seluler baik protein maupun asam nukleat semakin meningkat. Dari hasil analisis yang telah dilakukan


(68)

pada penelitian sebelumnya diperoleh hasil bahwa didalam ekstrak gambir terdapat komponen yang positif kuat yaitu fenolik. Senyawa fenolik pada konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri S. mutans, S. aureus, dan B. Subtilis (Pambayun 2007). Fenol dapat mendenaturasi protein dan meningkatkan permeabilitas membran (Maillard, 2002). Mekanisme penghambatan dari senyawa fenolik terhadap bakteri adalah fenol akan membentuk ikatan dengan komponen fosfolipid dari membran sel yang kemudian akan menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas membran. Menurut suliantari (2009), senyawa fenol akan bereaksi dengan membran sitoplasma dan dapat meningkatkan permeabilitas membran. Dan adanya kerusakan membran akan mengakibatkan keluarnya komponen-komponen intraseluler seperti asm-asam amino dan bahan-bahan lain yang terserap pada panjang gelombang 260 nm, seperti asam nukleat serta protein (Maillard, 2002).

Tidak jauh berbeda dengan pengukuran metabolit seluler yaitu asam nukleat dan protein, pengukuran ion-ion logam (Ca2+ dan K+) yang ditunjukkan pada gambar 5.4 dan gambar 5.5 juga menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi KHM larutan uji.

Pada gambar 5.4 terlihat bahwa pemberian ekstrak air dan etil asetat pada konsentrasi 1 KHM dan 2 KHM akan terjadi peningkatan kadar ion Ca2+. Peningkatan tertinggi terjadi pada bakteri S. epidermidis dari 13.47 menjadi 17.14 ppm untuk ekstrak air dan dari 17.01 menjadi 28.83 ppm untuk ekstrak etil asetat. Seperti halnya ion Ca2+, peningkatan juga terjadi pada kadar ion K+ (gambar 5.5). Pada S. epidermidis terjadi penigkatan kadar ion K+ dari konsentrasi 1 KHM ke konsentrasi 2 KHM yaitu dari 19,48 menjadi 28,04 ppm


(1)

2). Ekstrak etil asetat gambir S. epidermidis S. mutans S. pyogenes 15 mg/ml 20 mg/ml 25 mg/ml 5 mg/ml 30 mg/ml 10 mg/ml

25 mg/ml 30 mg/ml

20 mg/ml 10 mg/ml 15 mg/ml 35 mg/ml 25 mg/ml 30 mg/ml 20 mg/ml 15 mg/ml


(2)

Lampiran 19. Tabel pengukuran senyawa metabolit seluler dan ion-ion logam

1) Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran asam nukleat dari bakteri uji

Jenis bakteri konsentrasi

Nilai absorbansi

Ekstrak air Ekstrak etil asetat kontrol

S. epidermidis 1 KHM 0,199 0,186

0,012

2 KHM 0,328 0,357

S. mutans 1 KHM 0,120 0,131

0.019

2 KHM 0,218 0,316

S. pyogenes 1 KHM 0,102 0,106

0.017

2 KHM 0,246 0,297

2) Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan ekstrak etil asetat terhadap kebocoran protein dari bakteri uji

Jenis bakteri konsentrasi

Nilai absorbansi

Ekstrak air Ekstrak etil asetat Kontrol

S. epidermidis 1 KHM 0,238 0, 235

0,016

2 KHM 0,396 0,442

S. mutans 1 KHM 0,175 0,199

0,014

2 KHM 0,258 0,350

S. pyogenes 1 KHM 0,153 0,152

0,013

2 KHM 0,238 0,306


(3)

3) Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran Ca2+ dari bakteri uji

Jenis bakteri konsentrasi

Nilai ion Ca2+ (ppm)

Ekstrak air Ekstrak etil asetat Kontrol

S. epidermidis 1 KHM 13,47 17,01 0,15

2 KHM 17,14 28,83

S. mutans 1 KHM 12,30 13,34 0,13

2 KHM 18,54 28,40

S. pyogenes 1 KHM 7,67 11,62 0,12

2 KHM 15,57 23,62

4) Pengaruh konsentrasi KHM ekstrak air dan etil asetat terhadap kebocoran K+ dari bakteri uji

Jenis bakteri konsentrasi

Nilai ion K+ (ppm)

Ekstrak air Ekstrak etil asetat Kontrol

S. epidermidis 1 KHM 19,48 26,76 11,27

2 KHM 28,04 42,52

S. mutans 1 KHM 14,22 26,36 8,188

2 KHM 29,50 41,48

S. pyogenes 1 KHM 16,90 27,12 7,98


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Dan Beberapa Fraksi Daun Ekor Naga (Rhaphidophora pinnata (L.f.) Schott) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans Dan Pseudomonas aeruginosa

17 99 87

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Binara Dan Ekstrak Etanol Daun Ulam-Ulam Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli

8 82 96

Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak N-Heksana, Etil Asetat Dan Etanol Teripang(Holothuria Scabra Jaeger) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Pseudomonas Aeruginosa

1 25 94

Uji Aktivitas dan Mekanisme Penghambatan Antibakteri Ekstrak Air Campuran Daun Sirih (Piper Betle L.) Dan Gambir (Uncaria Gambir (Hunter) Roxb.), Terhadap Beberapa Bakteri Gram Positif

5 32 82

Aktivitas antibakteri ekstrak kasar flavonoid daun gambir (Uncaria gambir Roxb)

0 8 59

PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK AIR DARI GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) Pengaruh Penambahan Ekstrak Air Dari Gambir (Uncaria Gambir Roxb) Terhadap Sifat Kimia Air Kelapa Selama Penyimpanan Suhu Kamar.

0 0 18

Pengaruh Penggunaan Pelarut Etanol Dan Etil Asetat Pada Ekstraksi Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Terhadap Aktivitas Antibakteri Patogen Pangan.

0 0 6

KONSENTRASI HAMBAT KATEKIN EKSTRAK GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) TERHADAP Streptococcus mutans.

0 0 4

Potensi Fraksi Etil Asetat Ekstrak Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb.) sebagai Antihiperlipidemia

0 0 10

UJI SIFAT FISIS GEL ANTIACNE EKSTRAK DAUN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) DALAM BASIS KARBOPOL DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus

0 0 17