Uji efek hipoglikkemik ekstrak etanol gambir (uncaria gambir, roxb) pada tikus putih jantan dengan metode induksi aloksan dan toleransi glukosa
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb) PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN
METODE INDUKSI ALOKSAN DAN TOLERANSI GLUKOSA
Skripsi
Disusun untuk melengkapi syarat-syarat guna mendapatkan gelar sarjana farmasi (S.Far)
Oleh :
HENI MAIELA SARI NIM : 105102003368
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1430 H / 2010 M
(2)
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : HENI MAIELA SARI
NIM : 105102003368
JUDUL : UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb) PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE INDUKSI ALOKSAN DAN TOLERANSI GLUKOSA
Disetujui oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt Yardi, M.Si. Apt
NIP. 195601061985101001 NIP. 150408684
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc. Apt NIP. 195601061985101001
(3)
Skripsi dengan judul
UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb) PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE
INDUKSI ALOKSAN DAN TOLERANSI GLUKOSA Telah diperiksa, disetujui, dan dipertahankan dihadapan penguji oleh
HENI MAIELA SARI NIM 105102003368
Pembimbing
Drs.M.Yanis Musdja, M. Sc, Apt Yardi, M. Si, Apt
Pembimbing I Pembimbing II
Penguji
Nelly Suryani, M. Si, Apt Nurmeilis, M. Si, Apt
Penguji I Penguji II
Farida Sulistiawati, M. Si, Apt Penguji III
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And Tanggal lulus : 28 Januari 2010
(4)
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR- BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Penulis
Heni Maiela Sari 105102003368
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Uji Efek Hipoglikemik dan Toleransi Glukosa Ekstrak Etanol Gambir (Uncaria gambir, Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Aloksan.
Penulis menyadari sepenuhnya, keberhasilan ini adalah karunia Allah SWT dan bantuan dari semua pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof.DR (hc). Dr. M. K.Tadjudin, SpAnd
2. Ketua Program Studi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. M. Yanis Musdja, M. Sc, Apt
3. Pembimbing Bapak Drs. M. Yanis Musdja, M. Sc, Apt, dan Bapak Yardi, M. Si, Apt yang selalu membimbing saya dengan sabar, serta penguji. 4. Dosen-dosen prodi farmasi dan FKIK yang telah memberi ilmu tak ternilai
kapada penulis.
5. Kedua Orang tua ku Drs. H. Marsidik Syariep Hidayat dan Hj. Hawaina, S. Pd yang dengan senang hati terus menerus berdo’a agar anak pertamanya ini lulus tepat waktu, serta adik-adikku Dessy Septiani dan Salsa Nida Ulya, dan segenap keluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga selesainya skripsi ini.
(6)
7. Pak Zam-zami dan Mba Pia yang telah banyak membantu dalam hal administrasi.
8. Fadhli Ahmad Sya’roni, SE yang telah banyak membantu, memberikan semangat serta menemani baik dalam suka maupun duka selama penelitian dimulai sampai sidang akhir.
9. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak tersebutkan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan penuh keterbukaan penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan kepustakaan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Januari 2010
(7)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...i
DAFTAR ISI ...iii
DAFTAR TABEL ...v
DAFTAR GAMBAR ...vi
DAFTAR LAMPIRAN ...vii
ABSTRAK ...viii
ABSTRACT ...ix
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Rumusan Masalah... ..4
1.3 Pembatasan Masalah... ..4
1.4 Hipotesis... ..4
1.5 Tujuan Penelitian ... ..4
1.6 Manfaat Penelitian ... ..4
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambir ... ..5
2.1.1 Klasifikasi... ..5
2.1.2 Nama Daerah ... ..5
2.1.3 Deskripsi... ..6
2.1.4 Khasiat... ..6
2.1.5 Kandungan Kimia ...6
2.2 Hewan Uji ...7
2.3 Aloksan ... ..7
2.4 Glibenklamid ... ..8
2.5 Akarbose ...9
2.6 Simplisia ...10
2.6.1 Definisi Simplisia ... 10
2.6.2 Proses Pembuatan Simplisia ... 10
2.7 Ekstrak ... 11
2.7.1 Definisi Ekstrak ... 11
2.7.2 Metode Ekstraksi ... 13
2.8 Diabetes Mellitus ... 20
2.8.1 Jenis-jenis Diabetes ... 23
2.8.2 Obat-obat Diabetes ... 26
2.9 Hipoglikemia ... 31
2.10 Metode Pengujian ... 32
2.10.1 Metode Uji Efek Antidiabetes ... 32
(8)
III KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep ... 36
IV METODOLOGI PENELITIAN, BAHAN DAN ALAT 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
4.2 Bahan dan Alat ... 37
4.3 Cara Kerja ... 38
4.3.1 Determinasi Tanaman... 38
4.3.2 Uji Penapisan Fitokimia ... 38
4.3.3 Pembuata Simplisia ... 42
4.3.4 Pembuatan Ekstrak Kental Gambir ... 42
4.3.5 Pengujian Karakteristik Ekstrak... 42
4.3.6 Persiapan Hewan Uji ... 44
4.3.7 Pembuatan Aloksan ... 46
4.3.8 Penetapan Dosis ... 47
4.3.9 Uji Efek Hipoglikemik ... 48
4.3.10 Uji Toleransi Glukosa Pada Tikus Diabetes Aloksan ... 49
4.3.11 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah ... 50
4.3.12 Pengolahan Data... 50
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Determinasi Tanaman... 52
5.1.2 Karakteristik Ekstrak ... 52
5.1.3 Penapisan Fitokimia ... 53
5.1.4 Hasil Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Induksi Aloksan ... 53
5.1.5 Hasil Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Induksi Aloksan ... 54
5.1.6 Hasil Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Toleransi Glukosa ... 54
5.1.7 Hasil Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Toleransi Glukosa ... 55
5.2 Pembahasan ... 56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 64
6.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabete Mellitus (mg/dl) ...21
Tabel 2. Kelompok Perlakuan Tikus Uji Efek Hipoglikemik... 45
Tabel 3. Kelompok Perlakuan Tikus Uji Toleransi Glukosa ...46
Tabel 4. Pengujian Karakteristik Ekstrak ... 52
Tabel 5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Gambir... 53
Tabel 6. Hasil Rata-rata Kadar Glukosa Darah Induksi Aloksan ... 53
Tabel 7. Hasil Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Induksi Aloksan ... 54
Tabel 8. Hasil Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Toleransi Glukosa ...54
Tabel 9. Hasil Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Toleransi Glukosa ………...55
Tabel 10. Obat-obat diabetes ...75
Tabel 11. Conversion of animal doses to HED based on BSA ... 79
Tabel 12. Berat Badan Tikus ... 80
Tabel 13. Hasil Pengukuran Glukosa Darah Uji Hipoglikemik... 81
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Aloksan ... 7
Gambar 2. Simplisia Gambir ... 70
Gambar 3. Ekstrak Kental Gambir ... 70
Gambar 4. Timbangan ... 70
Gambar 5. Neraca Analitik ... 70
Gambar 6. Rotary Vacum Evaporator ... 71
Gambar 7. Eksikator ... 71
Gambar 8. Oven ... 71
Gambar 9. Furnace ... 71
Gambar 10. Gluko Test... 71
Gambar 11. Suntikan ... 71
Gambar 12. Tikus Putih Jantan ... 72
Gambar 13. Kandang Tikus ... 72
Gambar 14. Penyuntikan Secara Intraperitoneal... 72
Gambar 15. Pelaksanaan Sonde Oral Hewan Uji... 72
Gambar 16. Kerangka Kerja (Pembuatan Ekstrak) ... 76
Gambar 17. Kerangka Kerja (Uji Efek Hipoglikemik Pada Tikus Diabetes Aloksan)... 77
Gambar 18. Kerangka Kerja (Uji Toleransi Glukosa Pada Tikus Diabetes Aloksan) ... 78
Gambar 19. Kurva Rata-rata Penurunan Glukosa Darah ... 82
Gambar 20. Kurva % Penurunan Glukosa Darah ... 82
Gambar 21. Kurva Penurunan Rata-rata Toleransi Glukosa ... 84
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Gambir (Uncaria gambir, Roxb) ... 70
Lampiran 2. Alat Penelitian... 70
Lampiran 3. Perlakuan Hewan Uji ... 72
Lampiran 4. Hasil Determinasi Gambir (Uncaria gambir, Roxb) ... 73
Lampiran 5. Sertifikat Pengujian Glibenklamid ... 74
Lampiran 6. Obat-obat Diabetes ...75
Lampiran 7. Rumus Perhitungan Dosis Hewan... 79
Lampiran 8. Berat Badan Tikus Selama Perlakuan Pada Metode induksi Aloksan... 80
Lampiran 9. Hasil Pengukuran Glukosa Darah Metode Induksi Aloksan ... 81
Lampiran 10. Hasil Pengukuran Glukosa Darah Metode Toleransi Glukosa .... 83
Lampiran 11. Hasil Statistik Uji Hipoglikemia dengan Metode Induksi Aloksan ... 85
Lampiran 12. Hasil Statistik Uji Hipoglikemia dengan Metode Toleransi Glukosa ... 94
(12)
ABSTRAK
JUDUL : UJI EFEK HIPOGLIKEMIK EKSTRAK ETANOL GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb) PADA TIKUS PUTIH JANTAN DENGAN METODE INDUKSI ALOKSAN DAN TOLERANSI GLUKOSA
Gambir (Uncaria gambir, Roxb), salah satu tumbuhan yang ada di Indonesia dan sering digunakan manusia untuk pengobatan berbagai penyakit, salah satu kandungan kimia Gambir adalah Flavonoid yang berkhasiat sebagai alternatif obat antidiabetes. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh ekstrak gambir (Uncaria gambir, Roxb) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus diabetes yang diinduksi Aloksan dengan dosis 100 mg/kgBB secara intraperitoneal. Pemberian ektrak etanol gambir diberikan dengan variasi dosis yaitu 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB serta Glibenklamid 1,0278 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Pada toleransi glukosa, tikus putih jantan diinduksi aloksan terjadi hiperglikemia kemudian diinduksi dengan larutan glukosa oral 2 g/kgBB. Pemberian ekstrak etanol gambir dengan dosis tinggi 400 mg/kgBB dan Akarbose 5,139 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Hasil kadar glukosa dianalisis dengan uji ANOVA, dan uji Kruskal Willis. Jika ada perbedaan bermakna dilanjutkan uji BNT. Dari hasil analisis menunjukan ekstrak etanol gambir memberikan efek penurunan kadar glukosa darah pada metode induksi aloksan dengan variasi dosis yaitu 100mg/kgBB, 200mg/kgBB, dan 400 mg/kgBB pada hari ke-9 sebesar 36,25%, 41,17%, dan 28,27%. Pada toleransi glukosa dengan dosis sedang 200mg/kgBB memberikan penurunan secara signifikan dengan persentase penurunan pada menit 60, 90, 120, 150, dan 180 adalah 35,68%, 41,57%, 48,08%, 54,24% dan 59,19%. Pada uji ANOVA menunjukan tidak adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis ekstrak dengan kontrol normal, pada kontrol pembanding dengan dosis rendah dan sedang tidak berbeda secara bermakna, sedangkan seluruh kelompok dengan kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 ( P 0,05 ).
Kata Kunci : Gambir (Uncaria gambir, Roxb), Aloksan, Glukosa Darah, Diabetes Mellitus, Hipoglikemia
(13)
ABSTRACT
TITLE : EFFECT HIPOGLYCEMIC ASSAYS ETHANOL EXTRACT OF GAMBIR (Uncaria gambir, Roxb) TO A MALE WHITE RAT WITH ALLOXAN INDUCTION METHOD AND GLUCOSE TOLERANCE
Gambir (Uncaria gambir, Roxb) is kind of plant in Indonesia and useful human for medicine any diseases. One of Componen Gambir is flavonoid it’s use for alternatif medicine of diabetes. Objective of the study was to figure out the repercussions of gambir extract (Uncaria gambir, Roxb) over declining glucose level in diabetic mouse’s blood, which was intraperitoneally inducted with alloxan as much as 100 mg/kgBB. The ethanol extract was administered in various doses: 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, and 400 mg/kgBB as well as 1.0278 mg/kgBB of Glibenclamid as positive control agent. On the procedure of oral glucose tolerance, the alloxan-inducted white male mouse experienced a hyperglycaemia, which was then inducted by 2 g/kgBB of glucose solution orally. The ethanol extract was administered with middle dose of 200 mg/KgBB as well as 5.139 mg/kgBB of Acarbose as positive control agent. The result of blood glukose tolerance level was analysed with ANOVA test and Kruskal Willis test. If there was significant difference, it was continued by BNT test. From the analysed result, betel extract gives the effect to the decrease of blood glucose content to aloxan induction method various doses in number of 36,25%, 41,17%, and 28,27%. In glucose tolerance test, it does not give the significant decrease, the decrease precentage in 60, 90, 120, 150, and 180 minute is 35,68%, 41,57%, 48,08%, 54,24% and 59,19%. In the test ANOVA indicates the absence of a significant difference, between the ethanol extract of gambir with the normal control, and indicates the absence of a significant difference between the low ethanol extract gambir and the middle ethanol extract gambir with positive control, while the negative control which means there is a difference in the test stage 0.05 ( P 0,05 ).
Keywords : Gambir (Uncaria gambir, Roxb), Aloxan, Blood Glucose, Diabetes Mellitus, Hypoglicemia
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu negara kepulauan yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, kaya akan penyebaran tumbuhan yang memiliki khasiat sebagai obat, penyebaran tumbuhan tersebut dimanfaatkan dengan baik dalam kehidupan manusia. Beberapa tumbuhan obat tidak diketahui oleh manusia sehingga tidak terawat dengan baik dan menjadi tanaman liar. Secara umum, informasi kegunaan tumbuhan obat diketahui dari kandungan kimianya dan pendekatan farmakologi (Arief Hariana H, 2004).
Salah satu tumbuhan yang ada di hutan Indonesia dan sering digunakan manusia untuk pengobatan berbagai penyakit adalah gambir
(Uncaria gambir Roxb) dari familia Rubiaceae. Gambir termasuk suku kopi-
kopian, bentuk keseluruhan tanaman ini seperti pohon bougenvil, yaitu merambat dan berkayu. Tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 200 - 800 meter diatas permukaan laut yang ditemukan tumbuh liar di hutan- hutan Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaya terutama dari genus Uncaria yang mempunyai + 34 spesies, dimana 1 spesies terdapat di Afrika, 2 spesies di Amerika dan selebihnya terdapat di Asia terutama di Indonesia.
(15)
(16)
Jenis yang terdapat di Malaysia, Jawa dan Maluku yaitu jenis
Uncaria acida Roxb, sedangkan di Papua New Guinea terdapat jenis
Uncaria bernaysii Fv.M, namun spesies yang terbaik adalah Uncaria
gambir Roxb dimana daunnya lebih besar dan lebar, tahan terhadap hama,
bunganya sedikit dan getahnya banyak (Balittro, 2004).
Di Indonesia gambir pada umumnya digunakan untuk menyirih, yang sudah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara, dari Sumatra hingga
Papua sejak + 2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. India mengimpor 68% gambir dari Indonesia dan menggunakannya sebagai bahan campuran menyirih. Fungsi lain gambir adalah sebagai campuran obat untuk luka bakar, obat sakit kepala, obat diare, obat disentri, obat kumur-kumur, obat sariawan, serta obat sakit kulit untuk dibalurkan (Balittro, 2004).
Diabetes mellitus (DM), penyakit gula atau kencing manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme glukosa didalam tubuh. Tetapi metabolisme lemak dan protein juga terganggu (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000). Diabetes mellitus, istilah kedokteran yang berasal dari bahasa yunani, diabetes yang artinya mengalir dan mellitus artinya madu. Jadi istilah ini menunjukkan tentang keadaan tubuh penderita dengan adanya cairan manis yang mengalir terus (Depkes RI, 2006).
(17)
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-4 terbesar dalam jumlah penderita diabetes mellitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar mengidapnya dan diantara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat secara teratur (Depkes RI, 2006).
Pengujian antidiabetes yang tepat harus dilakukan melalui penelitian farmakologi dengan tahap pengujian secara sistemik, supaya hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan dapat menjadi acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang bermanfaat bagi masyarakat. Dalam penelitian farmakologi ini menggunakan bahan tumbuhan gambir (Uncaria
gambir, Roxb) karena salah satu kandungan kimianya adalah flavonoid yang
berkhasiat sebagai antidiabetes dan menggunakan hewan uji tikus putih jantan dengan metode uji antidiabetes praklinis yaitu metode uji diabetes aloksan dan metode toleransi glukosa yang mendekati penderita diabetes sebenarnya.
(18)
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Apakah ekstrak etanol 70% gambir (Uncaria gambir Roxb)
memiliki efek hipoglikemik terhadap kadar glukosa darah yang diinduksi aloksan dan kadar glukosa darah yang diberi glukosa secara oral pada tikus putih jantan.
1.3 HIPOTESIS
Ekstrak etanol 70% gambir (Uncaria gambir Roxb) memiliki efek hipoglikemik terhadap kadar glukosa darah yang diinduksi aloksan dan kadar glukosa darah yang diberi glukosa secara oral pada tikus putih jantan.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Untuk menguji apakah ekstrak etanol 70% gambir (Uncaria
gambir Roxb) memiliki efek hipoglikemik terhadap kadar glukosa
darah yang diinduksi aloksan dan kadar glukosa darah yang diberi glukosa secara oral pada tikus putih jantan.
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek hipoglikemik ekstrak etanol 70% gambir (Uncaria gambir Roxb)
terhadap kadar glukosa darah yang diinduksi aloksan dan kadar glukosa darah yang diberi glukosa secara oral pada tikus putih jantan.
(19)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAMBIR (Uncaria gambir Roxb) (Balittro, 2004). 2.1.1 Klasifikasi
Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman gambir adalah sebagai berikut :
Sinonim : Uncaria gambir Roxb Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Gentianales
Familia : Rubiaceae
Genus : Uncaria
Spesies : Uncari gambir Roxb (Balittro, 2004).
2.1.2 Nama Daerah
Sumatra : Aceh : Gain
Batak : Sontang
Lampung : Pangilom, Sepelet
Dayak : Kelare
(20)
(21)
2.1.3 Deskripsi
Habitus : Ketinggian tanaman gambir bisa mencapai 10 meter Tumbuhan : Perdu merambat dengan percabangan memanjang Daun : Oval, memanjang, ujung meruncing, tangkai pendek Bunga : Putih tunggal tumbuh diujung tangkai dan berbuah Buah : Berupa kapsula dengan dua ruang (Balittro, 2004). 2.1.4 Khasiat
Khasiat gambir sebagai komponen menyirih, yang telah dikenal masyarakat kepulauan Nusantara sejak + 2500 tahun yang lalu. Diketahui, gambir merangsang keluarnya getah empedu
sehingga membantu kelancaran proses di perut dan usus. Fungsi lain adalah sebagai obat luka bakar, sakit kepala, disentri, kumur-kumur, sariawan, serta sakit kulit untuk dibalurkan (Balittro, 2004).
2.1.5 Kandungan Kimia
Kandungan yang utama adalah flavonoid (terutama gambiriin), catekin (polifenol)suatu bahan alami bersifat antioksidan, zat penyamak (22-50%), serta sejumlah alkaloid (gambirtannin dan turunan dihidro- dan okso-nya). Kandungan gambir lain adalah asam catechutannat, guersetin, catechu merah, gambir fluoresein, abu, asam lemak, lilin, alkaloid tanin (Balittro, 2004).
(22)
Hewan uji adalah tikus putih jantan galur Sparague Dawley sebanyak 42 ekor tikus dengan berat sekitar 150-200 gram dan brumur + 2-3 bulan yang diperoleh dari Parasitologi IPB Bogor.
2.3 ALOKSAN
Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil (Gambar 1). Waktu paruh pada suhu 37°C dan pH netral. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat menyebabkan kerusakan sel pankreas dan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Agung Endo Nugroho, 2006).
Gambar 1. Struktur kimia aloksan
Aloksan secara cepat dapat mencapai pankreas, aksinya diawali oleh pengambilan yang cepat oleh sel Langerhans. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel Langerhans.
(23)
Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel Langerhans pankreas. Aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi. Mekanisme kerja aloksan agen sitotoksiknya dengan cepat terikat sekaligus merusak sel
pankreas dalam memproduksi insulin atau efek diabetogen (Agung Endo Nugroho, 2006).
2.4 GLIBENKLAMID
Derivat-klormetoksi ini adalah obat pertama dari antidiabetika oral
generasi ke-2 dengan khasiat hipoglikeminya yang kira-kira 100 kali lebih
kuat dari pada tolbutamid. Risiko ‘hipo’ lebih besar dan lebih sering terjadi. Pola kerjanya berlainan dengan sulfonilurea lain, yaitu dengan single-dose
pagi hari mampu menstimulasi sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (selama makan). Dengan demikian selama 24 jam tercapai regulasi darah optimal yang mirip pola normal (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Mekanisme kerja glibenklamid mengurangi gula darah dengan menstimulasi pelepasan insulin dari pankreas, mengurangi produksi glukosa hati dan meningkatkan respon insulin. Secara umum glibenklamid menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
(24)
Resorpsinya dari usus praktis lengkap, kerjanya dapat bertahan sampai 24 jam. Dalam hati zat ini dirombak menjadi metabolit kurang aktif, yang disekresikan sama rata lewat kemih dan tinja (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
2.5 AKARBOSE
Senyawa tetra-maltosa ini berasal dari kuman, berbeda cara kerjanya dengan antidiabetik lain. Dalam duodenum zat ini berkhasiat menghambat
enzim glucosidase (maltase, sukrase, glukoamilase) yang perlu untuk
perombokan di/polisakarida dari makanan menjadi monosakarida. Dengan demikian pembentukan dan penyerapan glukosa diperlambat, sehingga fluktuasi gula darah menjadi lebih kecil dan nilai rata-ratanya menurun. Mekanisme kerja ini mirip dengan efek serat gizi. Resorpsinya dari usus buruk dan naik sampai kurang lebih 35% setelah dirombak secara enzimatis oleh kuman usus. Eksresinya berlangsung cepat lewat kemih. Efek sampingnya yang tersering berupa terbentuknya banyak gas di usus dan kejang usus. Selain itu diare pada dosis lebih tinggi dan digunakan bersama dengan gula. Interaksi yang ditimbulkan jika makanan yang berisi gula meningkatkan risiko efek samping. Obat-obat lambung dapat mengurangi daya kerja akarbose seperti (antasida, enzim cerna, adsorbensia), laksansia dan kolestiramin (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
(25)
2.6 SIMPLISIA
2.6.1 Definisi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Gunawan, Didik dkk, 2004).
Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani, simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati yang akan digunakan pada penelitian kali ini. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan atau diisolasi dari tanaman (Gunawan, Didik dkk, 2004).
2.6.2 Proses Pembuatan Simplisia
Proses pembuatan serbuk simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proes ini dapat mempengaruhi mutu ekstrak dengan beberapa hal sebagai berikut (Depkes RI, 2000)
(26)
1) Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien, namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi.
2) Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan interaksi dengan benda keras (logam dll) maka akan timbul panas (kalori) yang dapat berpengaruh pada senyawa kandungan.
2.7 EKSTRAK
2.7.1 Definisi Ekstrak
Pengertian ekstrak menurut Farmakope Indonesia Edisi III dan Edisi IV ialah :
Farmakope Indonesia Edisi III
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dari simplisia nabati atau simplisia hewani yang diolah dengan cara yang tepat, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Untuk ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk.
Farmakope Indonesia Edisi IV
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai dan hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sama hingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan.
(27)
Sedangkan ekstrak cair adalah sediaan cair dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat.
Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak : 1. Faktor Biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu bahan tumbuhan obatnya dan khusus ditinjau dari segi biologi. Faktor biologi, baik untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild crop) yang meliputi beberapa hal, seperti : identitas jenis tumbuhan (spesies), lokasi tumbuhan asal, periode permanen hasil tumbuhan, penyimpanan bahan tumbuhan dan umur tumbuhan serta bagian yang digunakan (Depkes RI, 2000).
2. Faktor Kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya, khususnya ditinjau dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik untuk bahan tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) maupun dari tumbuhan liar (wild crop), meliputi beberapa hal (Depkes RI, 2000) :
(28)
a. Faktor internal
1) Jenis senyawa aktif dalam bahan 2) Komposisi kualitatif senyawa aktif 3) Komposisi kuantitatif senyawa aktif 4) Kadar total rata-rata senyawa aktif b. Faktor eksternal
1) Metode ekstraksi
2) Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)
3) Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan 4) Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi 5) Kandungan logam berat
6) Kandungan pestisida
2.7.2 Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi merupakan tahap awal yang penting dalam suatu proses senyawa dari tumbuhan dan biasanya dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan macam-macam metode ekstraksi dalam memperoleh ekstrak yang sempurna atau yang mendekati sempurna dari obat (Depkes RI, 2000).
(29)
A. Proses Pembuatan Ekstrak 1. Cairan Pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya (Depkes RI, 2000).
Serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung. Fakor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2000) :
1) Selektivitas
2) Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut 3) Ekonomis
4) Ramah lingkungan 5) Keamanan
2. Separasi dan Pemurnian
Tujuan dan tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang tidak diinginkan semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada senyawa kandungan yang diinginkan, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.
(30)
Proses-proses pada tahapan ini meliputi pengendapan, pemisahan cairan tak campur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan penukaran ion (Depkes RI, 2000). 3. Pemekatan/Penguapan (vaporasi dan evaporasi)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah senyawa terlarut (partial solute) secara penguapan kondsi pelarut tidak menjadi kering sepenuhnya, ekstrak hanya menjadi kental/pekat (Depkes RI, 2000).
4. Pengeringan Ekstrak
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan serbuk, massa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Ada beberapa proses pengeringan ekstrak yaitu dengan cara (Depkes RI, 2000) :
1) Pengeringan Evaporasi 2) Pengeringan Vaporasi 3) Pengeringan Sublimasi 4) Pengeringan Konveksi 5) Pengeringan Kontak 6) Pengeringan Radiasi 7) Pengeringan Dielektrik
(31)
5. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000).
B. Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut 1. Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan pada temperatur ruangan. Sampel yang sudah dihaluskan, direndam dalam bejana tertutup dan terlindungi cahaya matahari langsung selama + 1-2 hari (Depkes RI,2000).
Perendaman biasanya dilakukan sebanyak dua kali pengulangan, dimaksudkan agar proses perendaman dapat membantu mencari kandungan kimia tumbuhan, kemudian diamati secara visual, ekstrak yang telah jernih menandakan proses ekstraksi telah selesai (Depkes RI, 2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
(32)
Proses perkolasi terdiri dari beberapa tahapan seperti : tahap pengembangan bahan, tahap maserasi, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), dilakukan terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes RI, 2000).
2. Cara panas a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didih, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya perbandingan balik. Umumnya dilakukan proses pengulangan pada residu pertama sebanyak 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Depkes RI, 2000). b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik
(33)
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan berlanjut) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), biasanya pada suhu antara 40o-50o C (Depkes RI, 2000).
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96o-98o C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000). e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 30o C) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
C. Destilasi Uap
Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari simplisia segar dengan uap air berdasarkan tekanan parsial senyawa menguap dengan fase uap air sampai sempurna diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian (Depkes RI, 2000).
(34)
Penggunaan prinsip superkritikal serbuk simplisia dan umumnya D. Cara Ekstraksi Lainnya
1. Ekstraksi berkesinambungan
Ekstraksi berkesinambungan adalah proses ekstraksi yang dilakukan dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut dan prosesnya tersusun berurutan beberapa kali. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan efisien (jumlah pelarut) dan dirancang untuk bahan dalam jumlah besar yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi (Depkes RI, 2000). 2. Superkritikal karbondioksida
untuk ekstraksi digunakan gas karbondioksida. Dengan variable tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Penghilangan cairan pelarut dengan mudah dilakukan karena karbondioksida menguap dengan mudah, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak (Depkes RI, 2000).
3. Ekstraksi ultrasonik
Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan efek pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan
(35)
interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekwensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonik (Depkes RI, 2000). 4. Ekstraksi energi listrik
Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta “electric-discharges” yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik (Depkes RI, 2000).
2.8 DIABETES MELLITUS
Diabetes mellitus (DM) yang umumnya dikenal sebagai kencing manis didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufiensi fungsi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang resfonsifnya sel- sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2006).
Penyebabnya adalah kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan mesintesa lemak. Akibatnya ialah glukosa bertumpuk didalam darah (hiperglikemia) dan akhirnya diekskresikan lewat kemih tanpa digunakan (glycosuria). Karena
(36)
itu, produksi kemih sangat meningkat dan pasien harus sering kencing, merasa amat haus, berat badan menurun dan berasa lelah (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Diagnosa diabetes dapat dipastikan dengan penentuan kadar glukosa darah dan dengan adanya gejala klinis atau komplikasi diabetes yang khas (misalnya retinopati) ditambah hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa > 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa Diabetes Mellitus (Mansjoer Arif, dkk., 2001). Nilai diatas 7.8 mmol/l (pada lambung kosong) pada dua hari berlainan dianggap positif (WHO). Begitu pula post-load diatas 11.1 mmol/l, yaitu 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gram (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000). Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosa Diabete Mellitus (mg/dl).
Bukan DM Belum pasti DM
Diabetes Mellitus Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena < 110 mg/dl 110 – 199 > 200 Darah kapiler < 90 mg/dl 90 – 199 > 200 Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena < 110 mg/dl 110 – 125 > 126 Darah kapiler < 90 mg/dl 90 – 109 > 110
(37)
Kriteria baru (1997) dari ADA (America Diabetes Association) menurunkan nilai batas (lambung kosong) sampai 7.0 mmol/l. Kriteria ditiadakan karena tes toleransi glukosa dalam praktek adakalanya tidak dapat dilakukan. Nilai antara 6.1-7 mmol/l menunjukkan toleransi glukosa yang terganggu (Moore P. US guidelines for diagnosis of diabetes updated. Lancet 1997). Menurut perkiraan WHO akan mengikuti kriteria baru ini (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Gejala diabetes mellitus ditandai gejala 3P, yaitu poliuria (banyak berkemih), polidipsia (banyak minum) dan polifagia (banyak makan), yang dapat dijelaskan sebagai berikut, disamping naiknya kadar gula darah, gejala kencing manis bercirikan adanya gula dalam kemih (glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan mengkat banyak air.
Akan timbul rasa sangat haus, kehilangan energi dan turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat peombakan, antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan diasetatyang membuat darah menjadi asam. Keadaan ini yang disebut ketoacidosis, amat berbahaya karena akibatnya dapat menyebabkan pingsan (coma diabeticum). Napas penderita yang sudah menjadi sangat kurus sering kali juga berbau aseton (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
(38)
2.8.1 Jenis-jenis Diabetes
Ada dua jenis diabetes berdasarkan waktu dimulainya penyakit, yakni tipe-1 dan tipe-2 (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000) :
a. Tipe-1, IDDM atau jenis remaja (juvenile).
Pada tipe-1 terdapat destruksi dari sel-sel beta pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi akibatnya sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dari darah. Karena itu kadar glukosa darah meningkat diatas 10 mmol/l yakni nilai ambang ginjal, sehingga glukosa berlebihan dikeluarkan lewat urin bersama banyak air (glycosuria). Dibawah kadar tersebut, glukosa ditahan oleh tubuli ginjal. Tipe ini menghinggapi orang-orang dibawah usia 30 tahun dan paling sering dimulai pada usia 10-13 tahun. Penderita senantiasa membutuhkan insulin maka tipe-1 juga disebut IDDM (Insulin Dependent Diabete Mellitus). Penyebab diabetes tipe-1 ini disebabkan oleh suatu infeksi virus yang menimbulkan reaksi auto-imun berlebihan untuk menanggulangi virus. Akibatnya sel-sel pertahanan tubuh tidak hanya membasmi virus, melainkan juga turut merusak atau memusnahkan sel-sel langerhans (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Dalam waktu satu tahun sesudah diagnosa, 80-90% penderita tipe-1 memperlihatkan antibodies sel beta didalam darahnya. Faktor keturunan juga memegang peranan, virus yang
(39)
dicurigai adalah virus Coxsackie-B, Epstein-Barr, morbilli
(measless) dan virus parotitis (bof). Pengobatan satu-satunya
untuk tipe-1 ini adalah pemberian insulin seumur hidup. Berhubungan IDDM merupakan penyakit auto-imun, maka
imunosupresiva, seperti azatioprin dan siklosporin, berdaya
menghambat jalannya penyakit, tetapi hanya untuk sementara (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
b. Tipe-2, jenis dewasa (maturity onset) atau tipe NIDDM.
Lazimnya tipe-2 ini menyerang orang-orang mulai diatas 40 tahun dengan insidensi lebih besar pada orang gemuk
(overweight, dengan Q.I.>27) dan pada usia lebih lanjut. Orang-
orang yang hidupnya makmur, culas dan kurang gerak badan lebih besar lagi resikonya. Menurut perkiraan 5-10% orang-orang diatas 60 tahun mengidap diabetes tipe-2. Mulainya berangsur- angsur dengan keluhan ringan yang sering kali tidak tidak dikenali (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Tipe-2 bersifat menyesatkan karena dalam kebanyakan hal baru menjadi manifes dengan tampilnya gejala stadium
lanjut. Bahkan bila sudah terjadi komplikasi, misalnya infark
jantung atau gangguan penglihatan. Penyebabnya akibat proses menua banyak pasien jenis ini mengalami penyusutan sel-sel beta
yang progresif serta penumpukan amiloid sekitar sel-sel beta. Sel beta yang tersisa pada umumnya masih aktif, tetapi sekresi
(40)
insulinnya semakin berkurang. Selain itu kepekaan reseptornya
menurun. Hipofungsi sel-sel beta ini bersama resistensi insulin
yang meningkat mengakibatkan gula darah meningkat
(hiperglikemia). Mungkin juga sebabnya berkaitan dengan suatu
infeksi virus pada masa muda. Diperkirakan bahwa pada penderita tanpa overweight (tidak kegemukan) resistensi insulin tidak berperan. Tipe NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) yang artinya tidak bergantung pada insulin dan dapat
diobati dengan antidiabetik oral. Faktor keturunan memegang peranan besar (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Adapun jenis Diabetes Melitus Gestasional (GDM) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trisemester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, umumnya akan pulih beberapa saat setelah melahirkan (Depkes RI, 2006).
Wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar resikonya untuk menderita diabetes lagi di masa depan dan kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi resiko tersebut (Depkes RI, 2006).
(41)
2.8.2 Obat-obat Antidiabetes
Antidiabetika Oral. Pada tahun 1954 karbutamida
diperkenalkan sebagai obat diabetes oral pertama dari kelompok
sulfonilurea yang struktur dan efek sampingnya mirip sulfonamida.
Beberapa tahun kemudian disintesa derivatnya, yaitu tolbutamida
dan klorpropamida tanpa efek sulfa, yang selanjutnya disusul oleh banyak turunan lain dengan adanya kerja lebih kuat (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Sementara itu sekitar tahun 1959 ditemukan senyawa lain dengan daya antidiabetes, yakni kelompok biganida (metformin). Akhirnya pada tahun 1990, dipasarkan kelompok penghambat enzim
(akarbose miglitol) yang cara kerjanya sangat berlainan dengan
kedua jenis lainnya.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemia oral dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :
a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, seperti golongan sulfonilurea, contoh senyanya adalah gliburida/glibenklamid, glipizida, glikazida, glimepirida, dan glikuidon.
b) Sensiter insulin (obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi golongan biguanida dan tiazolidindon. c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain alfa-glukosidase,
(42)
Ada lima kelompok obat antidiabetika oral seperti sulfonilurea, biguanida, glukosidase-inhibitors, thiazolidindon dan miglitinida. Antidiabetika oral umumnya diberikan bila diet (selama minimal 3 bulan), gerak badan dan upaya penurunan berat badan tidak (cukup) menurunkan kadar gula yang tinggi (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
1. Sulfonilurea : tolbutamida, klorpropamida, tolazamida
(Tolinase), glibenklamida, gliklazida, glipzida dan glikidon.
Empat obat terakhir dinamakan obat-obat generasi ke-2, yang daya kerjanya atas dasar bobot 10-100x lebih kuat daripada ketga obat pertama yang termasuk obat-obat generasi ke-1 (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Sulfonilurea menstimulasi sel-sel beta dari pulau langerhans, sehingga sekresi insulin ditingkatkan. Disamping itu kepekaan sel-sel beta bagi kadar glukosa darah juga diperbesar melalui pengaruhnya atas protein transpor glukosa. Obat ini hanya efektif pada penderita NIDDM yang tidak begitu berat, yang sel-sel betanya masih bekerja cukup baik.
Ada indikasi bahwa obat-obat ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorpsi insulin oleh hati. Obat generasi ke-2 terbaru (1996) adalah
glimeprida. Resorpsinya dari usus umumnya lancar dan lengkap,
(43)
t1/2-nya berkisar antara 4-5 jam (tolbutamisa, glipizida), 6-7 jam
(glibenklamida) sampai 10 jam (gliklazida) atau lebih dari 30 jam
(klorpropamida). Efek sampingnya yang terpenting adalah
hipoglikemia dapat terjadi secara terselubung dan adakalanya
tanpa gejala khas, khususnya pada derivat kuat seperti glibenklamda (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
2. Biguanida : metformin.
Berbeda dengan sulfonilurea, obat-obat ini tidak menstimulasi pelepasan insulin dan tidak menurunkan gula darah pada orang sehat. Zat ini juga menekan nafsu makan (efek
anorexia) hingga berat badan tidak meningkat, sehingga tidak
layak diberikan pada penderita overweight. Penderitaini biasanya mengalami resistensi insulin, sehingga sulfonilurea tidak kurang efektif. Mekanisme kerja bukan akibat stimulasi sekresi insulin, mungkin berdasarkan peningkatan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorpsi glukosa di jaringan perifer meningkat (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Efeknya ialah turunnya kadar insulin yang terlalu kuat dan penurunan berat badan, kemungkinan lain adalah
penghambatan gluconoegenesis dalam hati dan peningkatan
penyerapan glukosa di jaringan perifer. Efek sampingnya yang
(44)
anorexia, sakit perut, diare) tetapi umumnya bersifat sementara. Yang lebih serius adalah asidosis asam laktat dan angiopati luas, terutama pada manula dan insufiensi hati atau ginjal (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
3. Glukosidase-inhibitors : acarbosedan miglitol.
Obat-obat ini termasuk kelompok obat baru yang berdasarkan persaingan inhibisi enzim alfa-glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian di polisakarida-
monosakarid dihambat.dengan demikian glukosa dilepaskan
lebih lambat dan absorpsinya kedalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek dari makanan yang kaya akan serat gizi. Tidak ada kemungkinan hipoglikemia dan terutama berguna pada penderita kegemukan, untuk siapa tindakan diet yang tidak menghasilkan efek. Kombinasi dengan obat-obat lain memperkuat efeknya (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
4. Thiazolidindon : troglitazon.
Adalah kelompok obat baru pada tahun 1996 dipasarkan di AS dan Inggris. Kegiatan farmakologinya luas dan berupa
(45)
kepekaan bagi insulin dari otot,jaringan lemak dan hati. Efek sampingnya penyerapan glukosa kedalam jaringan lemak dan otot meningkat (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Begitu pula menurunkan kadar trigliserida/asam lemak
bebas dan mengurangi gluconeogenesis dalam hati. Zat ini tidak
mendorong pankreas untuk meningkatkan pelepasan insulin seperti sulfonilurea. Disamping itu troglitazon bekerja
antihipersensitif, yaitu dapat menurunkan tekanan darah
sistolisdan diastolis (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
5. Miglitinida : repaglinida (Novonorm).
Kelompokobat terbaru ini (1999) bekerja menurut mekanisme khususnya, yakni mencetuskan pelepasan insulin dari pankreas segera sesudah makan. Miglitinida harus diminum tepat
sebelum makan dan karena resorpsinya cepat, maka mencapai
kadar darah puncak dalam 1 jam. Insulin yang dilepaskan menurunkan glukosa darah secukupnya. Ekskresinya juga cepat sekali, dalam waktu 1 jam sudah dikeluarkan dari tubuh (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
(46)
2.9 HIPOGLIKEMIA
Hipoglikemia adalah komplikasi yang paling lazim terjadi pada terapi dengan insulin dan disebabkan oleh turunnya kadar gula darah terlalu drastis. Hal ini lebih jarang terjadi dengan antidiabetik oral. Keadaan berbahaya ini dapat disebabkan oleh overdose obat, kurang atau tidak
makan sesudah injeksi atau karena absorpsi insulin yang lebih lancar
berhubung lokasi injeksi berlainan ataupun karena kerja fisik berat atau
olah raga. Lokasi injeksi juga turut menentukan kecepatan resorpsi,
misalnya penyuntikan di perut dan lengan atas masing-masing 2 dan 2.5 x lebih cepat dari pada injeksi di paha (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
Gejala hipoglikemia. Bila kadar glukosa menurun dibawah ca 3.3 mmol/l timbul gejala otonom akibat dari stimulasi susunan saraf adrenerg. Misalnya berkeringat, gemetar, muka pucat dan jantung berdebar-debar, rasa lapar dan kesemutan sekitar mulut dan lidah. Bila kadar gula turun lebih lanjut dibawah 2.8 mmol/l akan terjadi gejala khas akibat kekurangan glukosa diotak yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dan penglihatan,
pusing, termangu-mangu dan mengantuk, bahkan koma (Tan Hoan Tjay dan
Kirana Rahardja, 2000).
“Hipo” ringan,sebaiknya diatasi dengan segera memberikan gula seperti perasan jeruk, sirup kental atau makanan apapun. “Hipo” hebat
dengan berkurangnya kesadaran atau pingsan adalah keadaan yang sangat berbahaya, karena bisa mengakibatkan kerusakan otak.
(47)
Oleh karena itu harus segera diobati dengan injeksi iv larutan glukosa 40-50% atau im glukagon 1 mg,penderita akan pulih kesadarannya sesudah 10- 15 menit (Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja, 2000).
2.10 METODE PENGUJIAN
2.10.1 Metode Uji Efek Antidiabetes
A. Metode uji toleransi glukosa oral
Toleransi glukosa adalah kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa dalam tubuh. Kadar glukosa darah akan naik dengan pemberian glukosa 1 g/kgBB secara oral, tetapi tetap dalam keadaan normal tidak pernah melebihi 10 sampai 170 mg/100 ml. Puncak kadar glukosa dalam ½ atau 1 jam dan kembali normal setelah 2-3 jam (Depkes RI, 2000).
Prinsip toleransi glukosa ialah hewan uji yang telah dipuasakan selama + 16 jam, kemudian diambil darahnya melalui vena ekor dari masing-masing tikus sebanyak 0.5 ml sebagai kadar glukosa awal lalu diberikan bahan uji obat antidiabetes dan larutan glukosa peroral. Pengambilan darah vena ekor diulangi setelah interval waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2000).
(48)
Rumus untuk perhitungan kadar glukosa darah adalah sebagai berikut :
At
Kadar glukosa darah = --- x 100 mg/dl As
Di mana : A = serapan pada panjang gelombang maksimum At = serapan larutan uji
As = serapan larutan baku (larutan glukosa standar)
Dengan rumus diatas dapat diketahui penurunan kadar glukosa darah pada kelompok uji diketahui dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil dari kelompok kontrol positif. Semua data dimuat dalam tabel dan dievaluasi secara statistik dengan menggunakan ANOVA dan uji t. Dapat dibuat kurva dosis respons kadar gula darah sebagai fungsi dosis dan waktu penentuan kadar gula darah (Depkes RI, 2000).
B. Metode uji aloksan diabetes
Keadaan diabetes dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan cara pankreatektomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor (= diabetogen) dapat digunakan zat-zat kimia seperti aloksan yang pada umumnya diberikan secara parenteral.
(49)
Aloksan mampu menginduksi diabetes secara permanen dimana terjadi gejala hiperglikemia dan sebagai diabetogen yang lazim digunakan, karena obat ini cepat menimbulkan hiperglikemia yang permanen dalam waktu 2-3 hari (Depkes RI, 2000).
Prinsip uji aloksan diabetes ialah induksi diabetes dilakukan pada hewan uji yang diberi suntikan aloksan secara intravena pada ekor dengan dosis 100 mg/kgBB. Dan hewan uji yang berbeda lainnya dengan kondisi yang berbeda akan menghasilkan dosis yang berbeda pula. Pemberian obat antidiabetik secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terhadap hewan uji normal (Depkes RI, 2000).
2.10.2 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan empat macam metode, yaitu : metode enzimatik, metoda glukosa test, metode kondensasi, metode oksidasi reduksi (Lucie, dkk. 1997).
a. Metode Enzimatik
Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, misalnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukuronat disertai pembentukan H2O2.
(50)
Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan
membebaskan O2 yang mengoksidasi aseptor kromogen yang
sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri (Lucie, dkk. 1997).
b. Metode Kondensasi Gugus Amin
Prinsip metode kondensasi gugus amin ini adalah Aldosa dikondensasi dengan orto toluidin dalam suasana asam
dan menghasil larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa dan dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri (Lucie, dkk. 1997).
c. Metode Pemisahan Glukosa
Glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam suasana asam sulfat pekat. Glukosajuga dapat dipisahkan secara kromatografi, tetapi pemisahan glukosa ini jarang dilakukan (Lucie, dkk. 1997).
d. Metode Reduksi
Prinsip: Kadar glukosa darah ditentukan secara reduksi dengan menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan. Kemudian kelebihan garam feri dititrasi secara iodometri (Lucie, dkk. 1997).
35
(51)
BAB III
KERANGKA KONSEP Simplisia (Gambir)
Ekstraksi
(Maserasi dengan etanol 70%)
Induksi aloksan
Aklimatisasi tikus
Toleransi Glukosa
Tikus dibuat diabetes
Pengukuran kadar glukosa darah hiperglikemia awal
Pemberian ekstrak uji atau pembanding
Pemberian glukosa
Pengukuran kadar glukosa darah
Untuk uji efek hipoglikemik pada hari ke
3, 6, 9
Untuk uji toleransi glukosa pada menit ke 30, 60, 90, 120,
(52)
(53)
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
4.1.1 Tempat : Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4.1.2 Waktu : Penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai bulan Juli
2009.
4.2 BAHAN DAN ALAT 4.2.1 Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah : Gambir (Uncaria gambir,
Roxb) yang telah dideterminasi. Bahan kimia yang digunakan adalah Acarbose, Aquadest, Aloksan monohidrat, Etanol 70%, Glibenclamid, Glukosa 10%, NaCl 0.9%, Na CMC dan Ammoniak, Kloroform, HCl, H2SO4, FeCl3, NaOH, dan Pereaksi Dragendroff,
Mayer, Liberman-Burchad. Hewan yang digunakan adalah tikus putih jantan Galur Sprague Dawley sebanyak 42 ekor dengan berat sekitar 150-200 gram dan berumur + 2-3 bulan yang diperoleh dari laboratorium Parasitologi IPB Bogor.
(54)
4.2.2 Alat
Alat yang digunakan seperti : Kandang tikus dengan tempat makan dan minum, Timbangan tikus, Alat-alat gelas (pipet tetes, corong pisah, erlenmeyer), Destiller (alat destilasi uap), Glukometer, Jarum suntik, Sonde oral, Test strip, Timbangan analitik, dan Vacum rotari evaporator.
4.3 CARA KERJA
4.3.1 Determinasi Bongkahan Gambir
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah bongkahan gambir yang diperoleh dari Departemen Pertanian Payakumbuh Sumatera Barat.
4.3.2 Uji Penapisan Fitokimia
a. Identifikasi golongan alkaloid
Dilembabkan gambir sebanyak + 5 gram dengan 5 ml ammoniak 25% digerus, ditambahkan kloroform digerus lagi, disaring, dipisahkan filtrat berupa larutan organik sebanyak 10 ml (sebagai larutan A) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan didalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (sebagai larutan B). Larutam A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendroff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring menunjukkan adanya senyawa alkaloid.
(55)
Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan pereaksi Dragendroff pada 1 tabung reaksi, jika terbentuk endapan merah bata dan ditambah pereaksi Mayer pada tabung reaksi yang satunya, jika terbentuk endapan putih, menunjukkan adanya senyawa alkaloid (Depkes RI, 1996).
b. Identifikasi Golongan Flavonoid
Serbuk simplisia sebanyak + 10 gram ditambahkan air panas sebanyak 100 ml, dididihkan selama 5 menit, disaring, diambil filtrat, dimasukkan larutan kedalam tabung reaksi sebanyak 5 ml, ditambahkan serbuk magnesium secukupnya, HCl pekat 1 ml, amil alkohol 2 ml, dikocok dengan kuat, biarkan hingga memisah, jika terbentuk warna dalam larutan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Depkes RI, 1996). c. Identifikasi Golongan Saponin
Dimasukkan serbuk sampel kedalam tabung reaksi, ditambahkan air panas sebanyak 10 ml, didinginkan kemudian dikocok kuat secara vertikal selama 10 kali kocokan, jika terbentuk busa stabil dalam tabung reaksi menunjukkan adanya senyawa saponin, bila ditambahkan HCl 1% encer sebanyak 1 tetes busa tetap stabil (Depkes RI, 1996).
(56)
d. Identfikasi Golongan Tanin
Dimasukkan serbuk sampel kedalam tabung reaksi, ditambahkan air panas sebanyak 10 ml, dididihkan selama 10 menit diatas hot plat, disaring dengan kertas saring. Diambil filtrat yang didapat ditambah larutan FeCl3 1% secukupnya, jika
terbentuk warna biru tua atau hijau atau hitam menunjukkan adanya senyawa golongan tanin (Depkes RI, 1996).
e. Identifikasi Golongan Kuinon
Dipanaskan dalam air + 1 gram serbuk selama 5 menit, disaring dan diambil filtrat yang didapat ditambah larutan NaOH 1 N beberapa tetes, jika terbentuk warna merah menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon (Depkes RI, 1996).
f. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid
Dimaserasi serbuk simplisia + 5 gram dengan eter sebanyak 20 ml selama 2 jam (dalam wadah dengan penutup rapat), disaring dan diambil filtratnya, diuapkan filtrat pada cawan penguap sampai kering hingga diperoleh residu/sisa, ditambahkan pereaksi Liberman-Burchad yaitu komplikasi antara asam asetat anhidrat sebanyak 2 tetes dan asam sulfat pekat 1 tetes kedalam residu, jika terbentuk warna hijau atau merah menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid (Depkes RI, 1996).
(57)
g. Identifikasi Golongan Minyak Atsiri
Dimasukkan serbuk simplisia kedalam tabung reaksi + 2 gram, ditambahkan pelarut petroleum eter sebanyak 10 ml dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang sudah dibasahi dengan air pada mulut tabung), dipanaskan selama 10 menit kemudian didinginkan, disaring dengan kertas saring, diuapkan filtrat pada cawan penguap sampai kering, residu dilarutkan dengan pelarut etanol 95% sebanyak 5 ml lalu saring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap, residu berbau aromatik atau menyenangkan menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri (Depkes RI, 1996).
h. Identifikasi Golongan Kumarin
Dimasukkan serbuk simplisia kedalam tabung reaksi sebanyak + 2 gram, ditambahkan pelarut kloroform sebanyak 10 ml. Dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang sudah dibasahi dengan air pada mulut tabung), dipanaskan diatas penangas air selama 30 menit, dinginkan, disaring, diuapkan filtrat pada cawan penguap, residu ditambah air panas sebanyak 10 ml, didinginkan, dimasukkan larutan ketabung reaksi, ditambah larutan amonia 1% 0.5 ml, diamati dibawah sinar UV pada panjang gelombang 365 nm, jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau, menunjukkan golongan kumarin (Depkes RI, 1996).
(58)
4.3.3 Pembuatan Simplisia
Pembuatan simplisia yang baik dan memenuhi syarat terdiri dari beberapa tahap seperti : sortasi, pencucian, perajangan, pengeringan, penggilingan, dan pengayakan.
4.3.4 Pembuatan Ekstrak Kental Gambir
Diblender bongkahan gambir sebanyak 5 kg. Direndam serbuk dengan etanol 70% sebanyak 500 ml. Perendaman awal dilakukan selama 24 jam. Disaring dan ampasnya direndam kembali dengan etanol 70% secukupnya selang 1 jam didalam erlenmeyer menggunakan stirer dan hot plate. Dikumpulkan maserat cair yang didapat didalam labu evaporator, kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental.
4.3.5 Pengujian Karakteristik Ekstrak
Pengujian karakteristik Ekstrak mencakup uji parameter non spesifik yang dilakukan meliputi susut pengeringan dan kadar air dengan tujuan memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan dan besarnya kandungan air didalam bahan.
(59)
a. Susut pengeringan dan kadar air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 g sampai 2 g dimasukkan kedalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan telah ditara.
Ekstrak yang ditimbang diratakan dalam botol timbang kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Depkes RI, 2000).
Rumus susut pegeringan dan kadar air sebagai berikut : Berat awal – berat akhir x 100%
Berat awal b. Kadar Abu
Ditimbang ekstrak sebanyak 2 g sampai 3 g dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2000).
Hitung kadar abu dengan rumus sebagai berikut : % Kadar abu = 1- (A - B) x 100%
C
(60)
4.3.5 Persiapan Hewan Uji
Diaklimatisasi hewan uji selama dua minggu dengan tujuan agar hewan uji beradaptasi dengan lingkungan barunya dan diberi makan pelet. Pembagian jumlah tikus untuk uji hipoglikemik tiap kelompok (n = 6) dihitung berdasarkan rumus Federer :
(n-1)(t-1) > 15 Keterangan :
t = jumlah kelompok perlakuan
n = jumlah ulangan dari tiap perlakuan
Rumus Federer untuk Metode Induksi Aloksan (n-1) (t-1) 15
(n-1) (6-1) 15 n > 4
Rumus Federer untuk Metode Toleransi Glukosa (n-1) (t-1) 15
(n-1) (4-1) 15 n > 6
(61)
Tikus dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus dengan perincian sebagai berikut : Tabel 2. Kelompok Perlakuan Tikus Uji Efek Hipoglikemik
Kelompok
Banyaknya Tikus
Perlakuan
1 6 Kontrol normal, diberi air suling
2 6
Kontrol negatif, dibuat diabetes, diberi air suling
3 6
Kontrol positif, dibuat diabetes, diberi suspensi Glibenklamid
4 6
Kelompok perlakuan 1, dibuat diabetes, diberi sediaan ekstrak gambir dosis rendah 100 mg/kgBB
5 6
Kelompok perlakuan 2, dibuat diabetes, diberi sediaan ekstrak gambir dosis sedang 200 mg/kgBB
6 6
Kelompok perlakuan 3, dibuat diabetes, diberi sediaan ekstrak gambir dosis tinggi 400 mg/kgBB
(62)
Tabel 3. Kelompok Perlakuan Tikus Uji Toleransi Glukosa
Kelompok
Banyaknya Tikus
Perlakuan
1 6 Kontrol normal, diberi air suling
2 6
Kontrol negatif, dibuat diabetes, diberi air suling dan larutan glukosa 10%
3 6
Kontrol positif, dibuat diabetes, diberi akarbose dan larutan glukosa 10%
4 6
Kelompok perlakuan, dibuat diabetes, diberi sediaan ekstrak gambir dosis sedang 200 mg/kgBB dan larutan glukosa 10%
4.3.7 Pembuatan Larutan Aloksan
Dilarutkan aloksan monohidrat dalam Natrium Klorida 0.9% dengan dosis 100 mg/kgBB.
(63)
4.3.8 Penetapan Dosis a) Dosis aloksan
Aloksan diberikan dalam dosis 100 mg/kgBB tikus secara intraperitoneal (Nurmeilis, dkk, 2001).
b) Dosis glibenklamid
Dosis Glibenklamid diberikan dalam bentuk larutan suspensi dengan dosis 10 mg kemudian dihitung berdasarkan tabel faseb diperoleh dosis 1,0278 mg/kgBB (Katzung, B.G, 2002). c) Dosis ekstrak gambir
Dosis rendah = 100 mg/kgBB Dosis sedang = 200 mg/kgBB
Dosis tinggi = 400 mg/kgBB (Arambewela, dkk, 2005). d) Dosis glukosa
Dosis glukosa yang biasa digunakan adalah glukosa 10% dengan dosis 2 g/kgBB (Yulinah dkk, 2001).
e) Dosis acarbose
Dosis akarbose yang biasa digunakan manusia adalah 50 mg. Kemudian dikonversikan berdasarkan konversi Faseb yaitu 5,139 mg/kgBB.
(64)
4.3.9 Uji Efek Hipoglikemik Pada Tikus Diabetes Dengan Aloksan a. Disuntikkan larutan aloksan secara intraperitoneal dengan dosis
100 mg/kgBB tikus pada 5 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 tikus sehat. Setelah disuntikkan, tikus diberi makan dan minum seperti biasa.
b. Diamati keadaan tikus pada hari keenam dan dilakukan pengukuran kadar glukosa hipoglikemia awal yang sebelumnya tikus telah dipuasakan selama 16 jam.
c. Diberi larutan uji (ekstrak gambir) untuk semua kelompok dan pembanding glibenklamid, kecuali kelompok normal.
d. Pemberian larutan bahan uji, pembanding, dan air suling dilakukan setiap hari.
e. Pada hari ke 3, 6 dan 9 setelah pemberian larutan bahan uji, diambil cuplikan darah pada semua tikus melalui ekor, kemudian ditentukan kadar glukosa darahnya. Setiap kali pengambilan darah tikus harus dipuasakan sebelumnya selama 16 jam dengan terus diberi minum.
(65)
4.3.10 Uji Toleransi Glukosa Pada Tikus Diabetes Aloksan
a. Disuntikkan larutan aloksan secara intraperitoneal dengan dosis 100 mg/kgBB tikus pada tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 tikus sehat, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok dosis 200 mg/kgBB, dan kelompok pembanding yang diberi acarbose 5,139 mg/kgBB. Setelah disuntik, tikus diberi makan dan minum seperti biasa.
b. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah hiperglikemia yang sebelumnya tikus telah dipuasakan selama 16 jam kemudian diberikan ekstrak gambir dengan dosis 200 mg/kgBB melalui rute oral. Dua jam kemudian diberikan larutan glukosa 10% pada dosis 2 g/kgBB secara oral.
c. Dilakukan pengukuran kadar glukosa darah setelah 2 jam pemberian glukosa 10%, pada menit ke 30, 60, 90, 120, 150 dan 180.
(66)
4.3.11 Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah
Pemeriksaan kadar glukosa darah dilakukan pada 6 kelompok yang masing-masing terdiri dari 6 ekor tikus dengan prosedur sebagai berikut :
a. Dipuasakan tikus selama 16 jam.
b. Diambil darah melalui ekor dengan menusuk ekor tikus menggunakan gunting (digunting sedikit ujung ekor tikus).
c. Diteteskan darah yang keluar dari ekor tikus pada glukotes (glukometer) sampai menutupi seluruh permukaan sensor pada strip glukosa kemudian ditunggu selam 3 menit maka kadar glukosa darah tikus akan terukur.
d. Diberi alkohol ekor tikus yang telah ditusuk jarum untuk menghentikan darah dan mencegah infeksi.
4.3.12 Pengolahan Data
Hasil percobaan dihitung dan diolah secara statistik untuk menentukan kadar glukosa darah awal antar kelompok yang terlebih dahulu diuji homogenitasnya dan kenormalan distribusinya dengan menggunakan uji Kalmigorof-Smirnov kemudian dilanjutkan dengan uji analisis varians (ANOVA) satu arah kemudian uji LSD untuk melihat adanya perbedaan kadar glukosa darah tikus putih antar kelompok yang berarti.
(67)
Persentase penurunan kadar glukosa darah dengan rumus sebagai berikut :
% penurunan glukosa darah : (Go-Gt) x 100% Go
Keterangan :
Go : Gula darah puasa sebelum diberikan bahan uji Gt : Gula darah puasa setelah diberikan sediaan uji
(68)
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. HASIL PENELITIAN
5.1.1. Determinasi Bongkahan Gambir
Determinasi bongkahan gambir telah dilakukan di laboratorium Herbarium LIPI Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi telah menunjukkan bahwa bongkahan gambir yang menjadi sampel adalah Uncaria gambir, Roxb atau lebih dikenal dengan sebutan gambir dari familia Rubiaceae.
5.1.2. Karakterisrik Ekstrak
Tabel 4. Pengujian Karakteristik Ekstrak
Karakteristik Ekstrak Hasil Syarat
Organoleptis
Warna : Coklat Bau : Khas Bentuk : Bongkahan
gambir
_
(69)
5.1.3. Penapisan Fitokimia
Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan pada gambir (Uncaria gambir, Roxb) diperoleh beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 5. Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Gambir Hasil Penapisan Golongan Senyawa
Serbuk simplisia Ekstrak kental Alkaloid Flavonoid Saponin Steroid Triterpenoid Tanin Kuinon Minyak Atsiri Kumarin + + + - + + - + - + + + - + + - + -
5.1.4. Hasil Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan Ekstrak Etanol Gambir yaitu :
Tabel 6. Rata-rata Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan
Rata-rata Kadar Glukosa Darah Kelompok Perlakuan Glukosa Darah Normal Hiperglikemia
Awal Hari ke-3 Hari ke-6 Hari ke-9
Kontrol Negatif Kontrol Positif Ekstrak 100mg/kgBB Ekstrak 200 mg/kgBB Ekstrak 400 mg/kgBB
76 ± 6,5 91 ± 6,3 103 ± 6,8 97,5 ± 2,3 102,75 ± 5,3
127,25 ± 2,7 141,25 ± 4,8 145,5 ± 5,6 144,5 ± 3,6 154,75 ± 7,5
137 ± 5,83 116,75 ± 5,6
117,5 ± 8,2 119 ± 5,4 133,25 ± 3,9
147,5 ± 10,2 111,25 ± 5,6 108,5 ± 3,3
95 ± 5,7 122 ± 8,2
179,5 ± 21,4 84,5 ± 11,2 92,75 ± 6,0 85 ± 10,2 111 ± 12,9
(70)
5.1.5. Hasil Rata-rata Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan Ekstrak Etanol Gambir yaitu : Tabel 7. Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan
% Penurunan Kelompok
Perlakuan 3 hari 6 hari 9 hari
Kontrol Negatif Kontrol Positif
Dosis Rendah 100 mg/kgBB Dosis Sedang 200 mg/kgBB Dosis Tinggi 400 mg/kgBB
-7,66 17,34 19,24 17,65 13,89 -15,91 21,23 25,43 34,26 21,16 -41,06 40,17 36,25 41,17 28,27
5.1.6. Hasil Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Toleransi Glukosa Ekstrak Etanol Gambir yaitu :
Tabel 8. Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Metode Toleransi Glukosa
Rata-rata Penurunan Waktu
Kontrol Negatif Kontrol Positif Ekstrak 200 mg/kgBB
0 151 ± 10,7 147,3 ± 9,7 135 ± 6,9
30 menit 217,8 ± 17,2 177,3 ± 8,9 222,5 ± 29,6 60 menit 209,5 ± 10,9 127,8 ± 6,6 143,1 ± 12,6
90 menit 196,5 ± 7,4 113 ± 9,4 130 ± 8,8
120 menit 182,7 ± 6,1 97,2 ± 13,5 115,5 ± 7,09
150 menit 173,2 ± 5,3 87,2 ± 7,3 101,8 ± 6,9
180 menit 169 ± 8,9 82,3 ± 13,4 90,8 ± 7,4
(71)
5.1.7. Hasil Rata-rata Persentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Toleransi Glukosa Ekstrak Etanol Gambir yaitu :
Tabel 9. Rata-rata Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Toleransi Glukosa
Rata-rata % Penurunan Kelompok
Perlakuan 30 60 90 120 150 180
Kontrol Negatif Kontrol Positif Ekstrak 200 mg/kgBB
30,67 16,69 39,32
3,81 27,9 35,68
9,78 36,3 41,57
16,11 45,2 48,08
20,47 50,8 54,24
22,4 53,6 59,19
(72)
5.2. PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan ekstrak kental gambir (Uncaria gambir, Roxb), bongkahan gambir diperoleh dari Departemen Pertanian 50 Kota Sumatera Barat. Untuk memastikan kebenaran bongkahan dan mengidentifikasi jenis maka dilakukan determinasi bongkahan dan hasilnya menunjukkan bahwa bongkahan yang digunakan adalah Gambir (Uncaria
gambir, Roxb) dari famili Rubiaceae (Lampiran 1). Ekstrak kental gambir
diperoleh dari proses ekstraksi yang merupakan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Salah satu kandungan kimia yang terdapat pada gambir (Uncaria gambir, Roxb) yaitu flavonoid diduga mampu menrunkankan gula darah tubuh. Proses ekstraksi meliputi pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pembuatan serbuk dilakukan dengan cara gambir diblender sampai menjadi serbuk. Pembasahan dan penyarian merupakan salah satu cara ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar), dan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya bertujuan agar dapat menarik semua zat aktif yang terkandung. Proses maserasi ekstrak etanol gambir dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut selama ± 24 jam dan dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Metode ini digunakan karena merupakan metode yang sederhana, mudah dilakukan dan baik untuk
(1)
Uji BNT (LSD) menit 90
95% Confidence Interval
(I) kelompok (J) kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
-90.667*
-7.167 Kontrol negatif
Kontrol normal Kontrol pembanding
Dosis sedang -24.167*
4.367 4.367 4.367
.000 .116 .000
-99.78 -16.28 -33.28
-81.56 1.94 -15.06
90.667*
83.500*
Kontrol normal
Kontrol negatif Kontrol pembanding
Dosis sedang 66.500*
4.367 4.367 4.367
.000 .000 .000
81.56 74.39 57.39
99.78 92.61 75.61 7.167
-83.500*
Kontrol normal Kontrol
Kontrol negatif pembanding
Dosis sedang -17.000*
4.367 4.367 4.367
.116 .000 .001
-1.94 -92.61 -26.11
16.28 -74.39 -7.89
24.167*
-66.500*
Kontrol normal
Dosis sedang Kontrol negatif
Kontrol pembanding 17.000*
4.367 4.367 4.367
.000 .000 .001
15.06 -75.61 7.89
33.28 -57.39 26.11
Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05
Kesimpulan :
1) Kadar glukosa darah kontrol negatif dan dosis sedang berbeda secara
bermakna, sedangkan kontrol pembanding tidak berbeda secara bermakna
dengan kontrol normal pada taraf uji 0,05.
2) Kadar glukosa darah kontrol negatif dan dosis sedang berbeda secara
bermakna, sedangkan kontrol normal tidak berbeda secara bermakna dengan
kontrol pembanding pada taraf uji 0,05.
3) Kadar glukosa darah seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan
kontrol negatif pada taraf uji 0,05.
(2)
b. Uji Anova Satu Arah terhadap kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan
uji menit ke-120
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups Within Groups Total 27344.458 1376.500 28720.958 3 20 23 9114.819 68.825 132.435 .000
Keputusan : kadar glukosa darah awal seluruh kelompok hewan uji berbeda secara
bermakna
Uji BNT (LSD) menit 120
95% Confidence Interval
(I) kelompok (J) kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
Lower Bound Upper Bound
Kontrol negatif
Kontrol normal Kontrol pembanding
Dosis sedang -76.833* 8.667 -9.667 4.790 4.790 4.790 .000 .085 .057 -86.82 -1.32 -19.66 -66.84 18.66 .32 Kontrol normal
Kontrol negatif Kontrol pembanding
Dosis sedang 76.833* 85.500* 67.167* 4.790 4.790 4.790 .000 .000 .000 66.84 75.51 57.18 86.82 95.49 77.16 Kontrol normal Kontrol Kontrol negatif pembanding Dosis sedang -8.667 -85.500* -18.333* 4.790 4.790 4.790 .085 .000 .001 -18.66 -95.49 -28.32 1.32 -75.51 -8.34 Kontrol normal
Dosis sedang Kontrol negatif
Kontrol pembanding 9.667 -67.167* 18.333* 4.790 4.790 4.790 .057 .000 .001 -.32 -77.16 8.34 19.66 -57.18 28.32
(3)
Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05
Kesimpulan :
1) Kadar glukosa darah kontrol pembanding dan dosis sedang tidak berbeda
secara bermakna, sedangkan kontrol negatif berbeda secara bermakna dengan
kontrol normal pada taraf uji 0,05.
2) Kadar glukosa darah kontrol negatif dan dosis sedang berbeda secara
bermakna, sedangkan kontrol normal tidak berbeda secara bermakna dengan
kontrol pembanding pada taraf uji 0,05.
3) Kadar glukosa darah seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan
kontrol negatif pada taraf uji 0,05.
(4)
c. Uji Anova Satu Arah terhadap kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan uji
menit ke-150
Uji BNT (LSD) menit 150
95% Confidence Interval
(I) kelompok (J) kelompok Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
-67.333*
Kontrol negatif
Kontrol normal Kontrol positif
Dosis sedang
18.667*
4.000
3.370 3.370 3.370
.000 .000 .249
-74.36 11.64 -3.03
-60.30 25.70 11.03
67.333*
86.000*
Kontrol normal
Kontrol negatif Kontrol positif
Dosis sedang 71.333*
3.370 3.370 3.370
.000 .000 .000
60.30 78.97 64.30
74.36 93.03 78.36
-18.667*
-86.000*
Kontrol normal
Kontrol positif Kontrol negatif
Dosis sedang -14.667*
3.370 3.370 3.370
.000 .000 .000
-25.70 -93.03 -21.70
-11.64 -78.97 -7.64 -4.000
-71.333*
Kontrol normal
Dosis sedang Kontrol negatif
Kontrol positif 14.667*
3.370 3.370 3.370
.249 .000 .000
-11.03 -78.36 7.64
3.03 -64.30
21.70
Keterangan : * berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05
Kesimpulan :
1) Kadar glukosa darah kontrol negatif dan kontrol positif berbeda secara
bermakna dengan kontrol normal, sedangkan dosis sedang tidak berbeda
secara bermakna pada taraf uji 0,05.
2) Kadar glukosa darah seluruh kelompok uji berbeda secara bermakna dengan
kontrol positif pada taraf uji 0,05.
3)
Kadar glukosa darah seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan
kontrol negatif pada taraf uji 0,05.
(5)
d. Uji Anova Satu Arah terhadap kadar glukosa darah seluruh kelompok hewan
uji menit ke-180
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups Within Groups Total 27691.000 1621.000 29312.000 3 20 23 9230.333 81.050 113.884 .000
Keputusan : kadar glukosa darah awal seluruh kelompok hewan uji berbeda secara
bermakna
Uji BNT (LSD) menit 180
95% Confidence Interval
(I) kelompok (J) kelompok
Mean Difference (I-J)
Std. Error Sig.
Lower Bound Upper Bound
-63.167*
23.500*
Kontrol negatif
Kontrol normal Kontrol pembanding
Dosis sedang 15.000*
5.198 5.198 5.198 .000 .000 .009 -74.01 12.66 4.16 -52.32 34.34 25.84 63.167* 86.667* Kontrol normal
Kontrol negatif Kontrol pembanding
Dosis sedang 78.167*
5.198 5.198 5.198 .000 .000 .000 52.32 75.82 67.32 74.01 97.51 89.01 -23.500* Kontrol normal Kontrol Kontrol negatif pembanding Dosis sedang -86.667* -8.500 5.198 5.198 5.198 .000 .000 .118 -34.34 -97.51 -19.34 -12.66 -75.82 2.34 -15.000* Kontrol normal
Dosis sedang Kontrol negatif
Kontrol pembanding -78.167* 8.500 5.198 5.198 5.198 .009 .000 .118 -25.84 -89.01 -2.34 -4.16 -67.32 19.34
(6)