Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan (Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur)

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK DAN REGRESI SPASIAL
PADA PENETAPAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN
(Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota
untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Tahun 2013)

BUDI PRASETYO UTOMO

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Regresi
Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan
(Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota untuk Wilayah
Indonesia Bagian Timur Tahun 2013) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang

diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Budi Prasetyo Utomo
NIM G14100106

ABSTRAK
BUDI PRASETYO UTOMO. Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial
pada Penetapan Kebijakan Anggaran Pendidikan. Dibimbing oleh I MADE
SUMERTAJAYA dan CICI SUHAENI.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008, pemerintah
harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN
dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat beberapa daerah yang belum
mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20%. Peubah alokasi
anggaran pendidikan dibedakan menjadi dua. Pertama, alokasi anggaran
pendidikan yang belum dan sudah memenuhi kebijakan anggaran pendidikan
minimal 20% dari APBD. Kedua, besarnya persentase alokasi anggaran

pendidikan dari total APBD. Regresi logistik digunakan untuk melihat pengaruh
karakteristik daerah terhadap pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan sesuai
dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Beberapa karakteristik yang dikaji
meliputi: jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, dana bagi hasil, dana
alokasi khusus, dana alokasi umum, tingkat kemiskinan, dan angka partisipasi
sekolah. Berbeda dengan Regresi Logistik, Regresi spasial digunakan untuk
melihat pengaruh spasial dari peubah-peubah yang digunakan. Dari analisis
Regresi Logistik, diperoleh tiga peubah yang mempengaruhi penetapan kebijakan
anggaran pendidikan. Ketiga peubah tersebut yaitu dana alokasi umum, dana
alokasi khusus, dan luas wilayah. Sementara pada analisis regresi spasial,
diperoleh lima peubah yang mempengaruhi besarnya persentase alokasi anggaran
pendidikan. Kelima peubah tersebut meliputi: dana bagi hasil, dana alokasi umum,
dana alokasi khusus, jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi, dan angka
partisipasi sekolah usia 19-24.
Kata kunci : anggaran pendidikan, regresi logistik, regresi spasial.

ABSTRACT
BUDI PRSETYO UTOMO. Application of Logistic Regression and Spatial
Regression on the Establishment of Education Budget Policy. Supervised by I
MADE SUMERTAJAYA and CICI SUHAENI.

Constitutional Court Decision No. 13 / PUU-VI I in 2008, the government must
provide education budget at least 20% from national budget and regional budget.
However, in reality there are some areas that have not been allocated a budget of
education at least 20%. Variables education budget is divided into two. First,
education budget which have surpass 20% and education budget which below
20% of regiomal budget. Second, the percentage of education budget allocation
from total regional budget. Logistic regression is used to observe the effect of the
regional characteristics to fulfillment of the education budget policy in accordance
with the decision of the Constitutional Court. Some of the characteristics
examined include: population based of education, revenue-sharing, special
allocation fund, the general allocation fund, poverty, and enrollment. Unlike the

Logistic Regression, spatial regression is used to see the effect of the spatial
variables used. From the analysis of logistic regression, there are three variables
that affect the determination of the education budget policy. The third variable is
the general allocation fund, a special allocation fund, and area. While the spatial
regression analysis, obtained five variables that affect the percentage of the
education budget allocation. These five variables include: revenue-sharing,
general allocation fund, a special allocation fund, the number of people who
graduated from college, and enrollment at age 19-24.

Keywords: education budget, logistic regression, spatial regression.

PENERAPAN REGRESI LOGISTIK DAN REGRESI SPASIAL
PADA PENETAPAN KEBIJAKAN ANGGARAN PENDIDIKAN
(Studi Kasus: Alokasi Anggaran Pendidikan Kabupaten/Kota
untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur Tahun 2013)

BUDI PRASETYO UTOMO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Statistika
pada
Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilimiah yang berjudul
“Penerapan Regresi Logistik dan Regresi Spasial pada Penetapan Kebijakan
Anggaran Pendidikan”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Statistika pada Departemen Statistika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, antara lain:
1. Bapak Dr Ir I Made Sumertaya, Msi dan Ibu Cici Suhaeni, SSi, Msi selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan selama penulisan karya ilmiah
ini.
2. Dosen pengajar Departemen Statistika atas ilmu yang telah diberikan.
3. Bapak Makali Hadiwiyono dan Ibu Komsinah selaku orang tua penulis,
serta Mas Waluyo dan Mas Eko Mulyono selaku saudara kandung penulis
atas doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis.
4. Staf Tata Usaha Departemen Statistika atas kesabaran dan segala
bantuannya.
5. Benny, Dony, Najih, Abrar, Aulia, Alul, Oki, Odik, Oldga, Dimas, atas
semangat dan kebersamaannya.

6. Keluarga Statistika 47 atas motivasi dan dukungannya.
7. Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB atas dukungan dan
kebersamaannya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis mohon
maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam pembuatan karya
ilmiah ini.
Bogor, Februari 2015

Budi Prasetyo Utomo

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Anggaran Pendidikan


2

Regresi Logistik

2

Analisis Spasial

4

METODOLOGI

6

Sumber Data

6

Metode


6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data

8
8

Model Regresi Logistik

10

Pemodelan Regresi Linier Berganda

12

Pemodelan Regresi Spasial

13


SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

18


RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel klasifikasi
Nilai statistik persentase anggaran pendidikan
Jumlah total anggaran pendidikan dan APBD kabupaten/kota
Model regresi logistik
Ketepatan klasifikasi model
Estimasi parameter regresi menggunakan MKT
Uji Pengganda Lagrange
Estimasi parameter regresi spasial

3
8
10
10
11
12
13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Penggunaan APBD menurut fungsi di Indonesia Bagian Timur
2 Sebaran penerapan kebijakan anggaran pendidikan
3 Plot sisaan terhadap Y2

8
9
15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peubah-peubah yang digunakan
Korelasi antara peubah
Penggunaan APBD menurut fungsi tahun 2013
Tabel uji serentak parameter model regresi logistik
Tabel backward elimination parameter model regresi logistik

18
19
20
21
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, bahkan warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan sosial pun berhak memperoleh pendidikan
khusus. Demikian pula warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil juga berhak memperoleh pendidikan layanan
khusus.
Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008
dan
UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional menyebutkan
bahwa pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya
20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. Mengingat pendidikan merupakan suatu yang penting dan
mendasar dalam membangun dan mengembangkan sebuah negara, kenaikan
jumlah alokasi anggaran pendidikan diharapkan mampu menghasilkan
sumberdaya manusia yang berkualitas. Meskipun pemerintah telah menetapkan
kebijakan minimal anggaran 20% dari tahun 2003, tetapi berdasarkan data
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Daerah tahun 2013 masih terdapat
beberapa daerah yang belum mengalokasikan anggaran pendidikan sekurangkurangnya 20% dari APBD dan APBN khususnya di Indonesia bagian timur
seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara,
Papua, dan Papua Barat. Hal ini menyebabkan pendidikan di Indonesia bagian
timur masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Indonesia bagian barat seperti
pulau Jawa dan Sumatera.
Faktor-faktor seperti Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Alokasi Umum
(DAU), jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, kemiskinan, jumlah
sekolah, dan luas daerah diduga berpengaruh terhadap pemenuhan anggaran
pendidikan di suatu daerah. Hubungan faktor-faktor tersebut terhadap besarnya
anggaran pendidikan yang diterapakan pada suatu daerah salah satunya dapat
diketahui menggunakan regresi logistik. Regresi logistik merupakan suatu metode
analisis statistika yang mendeskripsikan hubungan antara peubah respon yang
memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas.
Selain faktor-faktor di atas, kedekatan suatu daerah dengan daerah lain
juga memungkinkan terjadinya pengaruh dalam pemenuhan anggaran pendidikan.
Hal ini menyebabkan perlunya analisis lebih jauh mengenai pengaruh pemenuhan
anggaran pendidikan dari aspek spasial. Analisis tersebut dilakukan dengan
regresi spasial. Regresi spasial merupakan analisis dalam statistika yang
digunakan untuk mengevalusi hubungan antara satu peubah dengan beberapa
peubah lain dengan memperhatikan pengaruh spasial.
Melalui analisis regresi logistik dan regresi spasial dapat diperoleh
informasi mengenai pemetaan hubungan karakteristik daerah terhadap pemenuhan
kebijakan anggaran pendidikan. Informasi ini dapat menjadi pertimbangan bagi
pemerintah dalam melakukan pencapaian pemerataan kebijakan anggaran
pendidikan di semua kabupaten/kota. Pemerataan pendidikan sangat penting

2
karena pendidikan merupakan investasi untuk menghasilkan SDM yang
berkualitas di masa yang akan datang.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Melihat pengaruh karakteristik daerah dalam pemenuhan kebijakan
anggaran pendidikan.
2. Mengidentifikasi efek spasial pada penetapan besarnya persentase
anggaran pendidikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Anggaran Pendidikan
Anggaran pendidikan merupakan pernyataan sistem yang berkaitan dengan
program pendidikan, yaitu penerimaan dan pengeluaran yang direncanakan dalam
suatu periode kebijakan keuangan, serta didukung dengan data yang
mencerminkan kebutuhan, tujuan proses pendidikan dan hasil sekolah yang
direncanakan (Armida 2012). Anggaran pendidikan juga merupakan salah satu
komponen yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Anggaran
dalam pengertian ini memiliki cakupan yang luas, yakni semua jenis
penyelenggaraan yang berkenaan dengan semua jenis penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang, barang, dan tenaga yang dapat diuangkan
(Arifi 2008). Sumber-sumber pembiayaan pendidikan secara makro telah diatur
dalam pasal 31 UUD 1945 yang mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah
bertanggung jawab menyediakan anggaran pendidikan dan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN Tahun 2003) pasal 49 ayat (1) yang
menyatakan bahwa: "Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan
kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)".

Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan suatu alat dalam statistika yang digunakan
untuk melihat hubungan antara satu atau beberapa peubah penjelas dengan satu
peubah respon yang berupa data kualitatif (Chatterjee & Hadi 2006). Secara
umum, model regresi logistik dengan p peubah penjelas yang dinotasikan dalam
vektor
adalah
(

(

)

)

; dengan

|

|

Fungsi diatas masih berbentuk non linear sehingga untuk menjadikan linier perlu
dilakukan transformasi logit sebagai berikut (Agresti 1990) :

3
[

]

[

]

; dengan

Pendugaan parameter dalam model regresi logistik dilakukan dengan
menggunakan metode kemungkinan maksimum (Hosmer & Lemeshow 2000).
Fungsi kemungkinan maksimum pada regresi logistik biner adalah


dengan : i

[

[

]

]

= 1,2,...,n
= respon pengamatan ke-i
= peluang kejadian ke-i saat Y=1
Pengujian parameter pada model regresi logistik dilakukan untuk melihat
signifikasi atau peranan dari peubah penjelas. Statistik uji G digunakan untuk
melihat peranan peubah penjelas secara serentak atau keseluruhan. Statistik uji G
yaitu uji rasio kemungkinan maksimum (likelihood ratio test) dengan rumus
umum:
[ ]

dengan : L0 = nilai kemungkinan tanpa peubah penjelas
L1 = nilai kemungkinan dengan peubah penjelas
hipotesis yang digunakan yaitu:
H0 : β1=...=βp=0
H1: minimal ada satu i dimana βi≠0 (i=1,2,...,p).
Statistik uji G ini mengikuti sebaran chi-square ( ) dengan derajat bebas p.
Kaidah keputasan yang diambil yaitu apabila nilai G >
maka hipotesis nol
ditolak. Jika H0 ditolak maka dilakukan uji Wald. Uji Wald digunakan untuk
menentukan peranan peubah bebas secara parsial. Statistik uji Wald didefinisikan
sebagai berikut:
̂
[
]
̂ ̂
dengan : ̂
= nilai dugaan dari koefisien peubah penjelas
̂ ̂ = merupakan simpangan baku dari dugaan parameternya
Hipotesis yang digunakan yaitu : H0 : βi=0 vs H1: βi≠0 (i=1,2,...p).
Nilai uji Wald mengikuti sebaran normal baku. Kaidah keputasan yang diambil
yaitu apabila nilai Wald >
maka hipotesis nol ditolak.
Salah satu ukuran kebaikan model adalah jika memiliki peluang salah
klasifikasi yang minimal (Hosmer & Lemeshow 2000). Ketepatan prediksi dari
model dapat diketahui menggunakan tabel ketepatan klasifikasi. Ketepatan
klasifikasi dibedakan menjadi dua yaitu spesifitas dan sensitivitas. Spesifitas
merupakan proporsi yang mengukur seberapa baik model menglasifikasikan
kejadian gagal (0). Sedangkan, sensitivitas merupakan proporsi yang mengukur
seberapa baik model menglasifikasikan kejadian sukses (1).
Tabel 1 Ketapatan klasifikasi
Aktual
gagal (0)

Prediksi
gagal (0)
Benar (-)
Spesifisitas

sukses (1)
Salah (+)

4
sukses (1)

Salah (-)

Benar (+)
Sensitivitas

Interpretasi koefisien pada model regresi logistik dilakukan dengan nilai
rasio odds. Rasio odds pada model regresi logistik didefinisikan sebagai berikut:
dimana β merupakan nilai koefisien dari model regresi. Interpretasi dari rasio odds
untuk peubah penjelas yang berskala nominal, X=1 memiliki kecenderungan
untuk y=1 sebesar Ψ kali dibandingkan peubah X=0. Sedangkan untuk peubah
penjelas yang berskala numerik, interpretasinya berupa setiap kenaikan satu
satuan pada peubah X maka kecenderungan untuk terjadinya y=1 akan naik
sebesar Ψ kali.
Analisis Spasial
Data spasial adalah data yang berkaitan dengan lokasi berdasarkan
geografi yang terdiri dari lintang-bujur dan wilayah (Faiz 2013). LeSage (1997)
mengembangkan model spasial dependensi umum menggunakan data cross
section sebagai berikut:
y = ρWy + βX + u
u = λWu + ε

ε
dengan y adalah vektor peubah respon (n 1), ρ adalah koefisien lag spasial, W
adalah matriks pembobot (n n), X adalah matriks peubah penjelas (n k), β
adalah vektor koefisien regresi (n 1), u adalah vektor sisaan yang diasumsikan
mengandung autokorelasi (n 1), λ adalah koefisien sisaan spasial, dan adalah
vektor sisaan yang bebas autokorelasi (n 1).
Jika ρ ≠ 0 dan λ = 0 maka model ini akan menjadi Spatial Autoregressive
Model (SAR). SAR adalah salah satu model spasial dengan memperhitungkan
pengaruh lag spasial pada peubah respon saja (Anselin 1999). Jika ρ = 0 dan λ ≠ 0
maka model ini akan menjadi Spatial Error Model (SEM). SEM adalah salah satu
model spasial dimana ketergantungan spasial disebabkan oleh sisaan. Hal ini
berarti sisaan masih dapat menjelaskan komponen sistematis spasial.
Matriks pembobot adalah suatu matriks yang merangkum hubungan
spasial dalam data. Pembentukan matriks pembobot dalam regresi spasial dapat
dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan persinggungan queen
contiguity. Matriks pembobot dengan persinggungan queen contiguity merupakan
salah satu pembobotan yang dilakukan ketika wilayah yang bersentuhan dengan
batas suatu wilayah ke-i, baik sudut maupun sisi. Adapun formulanya sebagai
berikut:

dengan Wij adalah elemen matriks pembobot pada baris ke-i dan kolom ke-j.
Sebelum mengidentifikasi efek spasial, uji autokorelasi spasial perlu
dilakukan terlebih dahulu untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi spasial.
Menurut Cressie (1993), pendeteksian autokorelasi spasial dapat dilakukan
dengan statistik uji Indeks Moran. Hipotesis untuk menguji ada atau tidaknya
autokorelasi spasial sebagai berikut:

5
H0 : I = 0 (tidak ada autokorelasi) vs H1 : I ฀ 0 (ada autokorelasi), dengan statistik
uji:
∑ ∑
dimana ε adalah vektor sisaan diperoleh dari selisih antara y dan E(y) yang
diperoleh dengan menggunakan pendugaan parameter MKT, Wij adalah elemen
dari matriks pembobot, dan n adalah banyaknya wilayah. Statistik Indeks Moran
mengikuti sebaran normal baku. Jika |Zhitung| lebih besar dari Zα/2 maka tolak H0
sehingga dapat disimpulkan sisaan mengandung autokorelasi spasial.
Menurut Ramadhan (2013) jika unit pengamatan pada peubah respon
saling berhubungan, atau sisaan antar lokasi saling berhubungan, maka model
regresi spasial dapat dibentuk. Pengujian hipotesis terhadap pengaruh spasial
dilakukan dengan statistik uji Pengganda Lagrange atau Lagrange Multiplier
(LM). Apabila tahap ini diabaikan akan menghasilkan penduga yang bersifat tidak
efisien dan kesimpulan yang dihasilkan tidak tepat. Pengujian hipotesis
Pengganda Lagrange untuk model SAR yaitu:
H0 : ρ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada lag)
H1 : ρ ฀ 0 (ada ketergantungan spasial pada lag)
Statistik uji untuk model SAR tersebut yaitu:

[

[

[

]

]

]

dengan adalah vektor sisaan dari model regresi klasik berukuran (n 1), n adalah
banyaknya pengamatan, W adalah matriks pembobot spasial berukuran (n n),
dan tr adalah operasi teras matriks. Pengujian hipotesis Pengganda Lagrange
untuk model SEM yaitu:
H0 : λ = 0 (tidak ada ketergantungan spasial pada sisaan)
H1 : λ ฀ 0 (ada ketergantungan spasial pada sisaan)
Statistik uji untuk model SEM tersebut yaitu:
[

]

dengan adalah vektor sisaan dari model regresi klasik berukuran (n 1), n adalah
banyaknya pengamatan, W adalah matriks pembobot spasial berukuran (n n),
dan tr adalah operasi teras matriks.
H0 akan ditolak jika nilai LM >
atau p-value < α. Hali ini menyatakan
terdapat pengaruh spasial pada taraf nyata sama dengan α. Kedua uji LM perlu
dilakukan untuk mengetahui keberadaan pengaruh spasial. Apabila kedua uji
spasial menunjukan penolakan H0 maka terdapat pengaruh spatial autoregressive
dan spatial error sehingga model regresi spasial yang terbentuk adalah model
regresi umum spasial.

6

METODOLOGI
Sumber Data
Data yang digunakan pada penilitian ini adalah data sekunder yang berasal
dari data publikasi di website Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan Daerah
dan Badan Pusat Statistik tahun 2013. Dari data tersebut, yang menjadi
pengamatan adalah kabupaten/kota dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat yang berjumlah
164. Peubah respon pada penelitian ini dibedakan menjadi dua. Pertama, alokasi
anggaran pendidikan yang belum dan sudah memenuhi kebijakan anggaran
pendidikan minimal 20% dari APBD. Kedua, besarnya persentase alokasi
anggaran pendidikan dari total APBD. Sedangkan peubah penjelas pada penelitian
ini berupa jumlah penduduk berdasarkan jenjang pendidikan, luas daerah, dana
bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, kemiskinan, angka partisipasi
sekolah, angka partisipasi kasar, dan angka partisipasi murni (Lampiran 1).

Metode
Analisis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software
Microsoft Office Excel 2013 dan R 3.0.3. Tahapan analisis yang digunakan pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tahap I: Melakukan eksplorasi data menggunakan analisis deskriptif untuk
mengidentifikasi daerah yang menerapkan anggaran pendidikan di atas
atau di bawah 20% dari APBD.
Tahap II: Membentuk model regresi logistik biner dari peubah respon kebijakan
anggaran pendidikan (Y) dan peubah penjelas X dengan rumus (Agresti
1990):

Langkah-langkah yang digunakan pada pembentukan model regresi
logistik meliputi:
1. Melakukan pendeteksian multikolinieritas dengan cara melihat
nilai korelasi antar peubah.
2. Melakukan pengujian terhadap koefisien model regresi logistik
biner yang terbentuk secara simultan dengan Uji G dengan rumus
(Chatterjee & Hadi 2006):
[ ]

H0 ditolak apabila G >
maka minimal terdapat satu peubah
penjelas yang berpengaruh terhadap respon.
3. Jika H0 ditolak, selanjutnya dilakukan pengujian koefisien model
secara parsial menggunakan uji Wald dengan rumus (Hosmer &
Lemeshow 2000):

7
[

̂

̂ ̂

]

H0 ditolak apabila Wald >
maka koefisien model
berpengaruh terhadap respon.
4. Mereduksi peubah-peubah penjelas yang tidak nyata terhadap
peubah respon dengan menggunkan backward elimination dengan
kriteria pereduksian apabila memiliki nilai p > 0,05.
5. Menghitung nilai ketepatan klasifikasi dari model reduksi yang
diperoleh.
6. Melakukan interpretasi terhadap model baru yang terbentuk.
Tahap III: Membentuk model umum regresi spasial dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Melakukan pendeteksian multikolinieritas dengan cara melihat
nilai korelasi antar peubah.
2. Membentuk model regresi berganda dengan peubah respon
besarnya persentase anggaran pendidikan (Y2) dan semua peubah
penjelas (Lampiran 1).
3. Melakukan pendugaan dan pengujian parameter pada model
regresi yang terbentuk.
4. Melakukan uji asumsi sisaan dari model regresi berganda.
5. Menentukan matriks pembobot dengan menggunakan metode
queen contiguity dengan rumus (LeSage 1997):

6. Menguji autokorelasi spasial dengan menggunakan Indeks Moran
dengan rumus (Cressie 1993):
∑ ∑
> Zα/2

Tolak H0 jika |Zhitung|
maka sisaan mengandung
autokorelasi spasial.
7. Menguji ketergantungan spasial untuk mengetahui pengaruh lag
spasial dan sisaan spasial menggunakan uji Langrange Multiplier
(LM).
8. Memodelkan regresi spasial dengan rumus (LeSage 1997):
y = ρWy + βX + u; u = λWu + ε; ε
9. Melakukan uji asumsi pada model yang terbentuk.
Tahap IV: Melakukan interpretasi dan menarik kesimpulan.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Data
Pengalokasian Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) untuk 164
kabupaten/kota di wilayah Indonesia Bagian Timur menurut fungsinya terbagi
menjadi sembilan bagian. Gambar 1 memperlihatkan bahwa pengalokasian APBD
terbesar digunakan untuk pelayanan umum dan anggaran pendidikan. Aloksi
anggaran pendidikan mencapai 29% dari total APBD.
Perlindungan
Sosial
2%

Pendidikan
29%

Pariwisata dan
Budaya
1%
Kesehatan
10%

Perumahan
dan Fasilitas
Umum
14%

Pelayanan
Umum
30%

Ketertiban dan
Ketentraman
1%
Ekonomi
11%
Lingkungan
Hidup
2%

Gambar 1 Penggunaan APBD menurut fungsi di Indonesia Bagian Timur
Secara rata-rata pengalokasian anggaran pendidikan di Indonesia Bagian
Timur sudah sesuai dengan UU Sistem Pendidikan. Akan tetapi, rata-rata
persentase anggaran pendidikan di Indonesia Bagian Timur ini memiliki
simpangan baku yang cukup besar yaitu 11,27%. Hal ini mengindikasikan bahwa
pemenuhan anggaran pendidikan tidak menyebar secara merata. Dari Tabel 2,
terlihat bahwa masih terdapat kabupaten/kota yang menerapkan persentase
anggaran pendidikan cukup rendah yaitu sebesar 6,32% . Akan tetapi, terdapat
juga kabupaten/kota yang menerapkan persentase anggaran pendidikan cukup
tinggi yaitu sebesar 55,45%.
Tabel 2 Nilai statistika deskriptif persentase anggaran pendidikan

Statistik
Rataan
Simpangan Baku
Rataan
Koef. Keragaman
Maksimum
Median
Minimum

Persentase
Anggaran
Pendidikan
28,36
11,27
1,27
55,45
29,73
6,32

9

Penyebaran pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% pada
tiap provinsi pun cukup bervariasi. Sebaran pemenuhan kebijakan anggaran
pendidikan tersebut tersaji pada Gambar 2. Dari Gambar 2, terlihat masih terdapat
beberapa provinsi yang belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan
minimal 20%. Provinsi tersebut meliputi: Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku
Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara. Jumlah kabupaten/kota yang
belum menerapkan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD ada
sebanyak 43. Dari 43 kabupaten/kota yang belum menerapkan kebijakan anggaran
pendidikan minimal 20%, paling banyak terdapat pada provinsi Papua dengan
jumlah 24 kabupaten/kota. Akan tetapi, terdapat juga beberapa provinsi yang
sudah menerapkan kebijakan anggaran pendidikan sesuai UU sistem pendidikan.
Provinsi tersebut meliputi: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat,
Gorontalo, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.
Papua
Maluku
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
0

5

10

15

20

25

30

Jumlah Kabupaten/Kota
Persentase Anggaran Pendidikan

Persentase Anggaran Pendidikan

Gambar 2 Sebaran penerapan kebijakan anggaran pendidikan.
Besarnya jumlah total Anggaran Pembelanjaan Daerah (APBD) pada suatu
daerah tidak serta merta mempengaruhi pemenuhan kebijakan anggaran
pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari Provinsi Gorontalo dan Provinsi Papua pada
Tabel 3. Meskipun Provinsi Gorontalo memiliki total APBD yang cukup sedikit
yaitu sebesar 3,5 triliun, akan tetapi provinsi ini sudah menerapkan kebijakan
anggaran pendidikan minimal 20% secara penuh. Hal ini bertolak belakang
dengan Provinsi Papua. Meskipun Provinsi Papua memiliki jumlah total APBD
yang terbesar yaitu 24,08 triliun, tetapi Provinsi Papua menerapkan persentase
anggaran pendidikan yang paling sedikit yaitu sebesar 15%.

10
Tabel 3 Jumlah total anggaran pendidikan dan APBD kabupaten/kota.
APBD
(juta rupiah)

Nama Provinsi
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Barat
Gorontalo
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Maluku
Maluku Utara
Papua
Papua Barat

8.282.066
8.248.921
19.793.244
8.547.210
3.183.093
3.491.704
8.340.567
12.889.376
6.574.671
5.561.967
24.077.953
8.408.139

Anggaran
Pendidikan
(juta rupiah)
2.723.771
2.880.215
7.372.719
2.860.242
1.000.946
1.229.610
3.022.016
4.513.662
2.034.570
1.024.151
3.644.691
1.401.963

Persentase Anggaran
Pendidikan (%)
32,89
34,92
37,25
33,46
31,45
35,22
36,23
35,02
30,95
18,41
15,14
16,67

Model Regresi Logistik
Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam model regresi yaitu tidak
adanya multikolinieritas antar peubah. Penanganan multikolinieritas pada
penelitian ini dilakukan dengan memilih salah satu peubah penjelas yang memiliki
korelasi kuat dengan peubah lainnya. Nilai korelasi antar peubah penjelas
disajikan pada Lampiran 2. Dari nilai korelasi tersebut, penulis menggunakan
sepuluh peubah penjelas dalam pembentukan model.
Pembentukan model regresi logistik digunakan untuk melihat
kecenderungan karakteristik suatu daerah dalam pemenuhan kebijakan anggaran
pendidikan. Hasil pemodelan menggunakan model regresi logistik dengan sepuluh
peubah penjelas didapatkan nilai rasio likelihood G sebesar 94,21 dengan nilai p
0,15 yang berarti tidak tolak H0 pada taraf nyata 5%.Hal ini
mengindikasikan bahwa sisaan menyebar normal. Asumsi antar sisaan saling
bebas dapat dilihat dari plot sisaan terhadap peubah respon (Gambar 3).
Berdasarkan plot tersebut terlihat bahwa antar sisaan tidak membentuk pola
tertentu sehingga dapat dikatakan antar sisaan saling bebas.

15
Residual Plots for Y
Normal Probability Plot

Versus Fits

99,9

0,2
0,1

90

Residual

Percent

99

50
10

0,0
-0,1

1

-0,2

0,1

-0,2

-0,1

0,0
Residual

0,1

0,2

0,1

0,2
0,3
Fitted Value

Histogram

0,4

0,5

Versus Order
0,2
0,1

18

Residual

Frequency

24

12

0,0
-0,1

6

-0,2

0
-0,12

-0,06

0,00
0,06
Residual

0,12

1

20

40

60
80 100 120
Observation Order

140

160

Gambar 3 Plot sisaan terhadap Y2
Pemilihan model terbaik dilakukan dengan melihat nilai Akaike
Information Criterion (AIC) pada masing-masing model yang telah terbentuk.
Suatu model dikatakan lebih baik apabila memiliki nilai AIC yang lebih kecil.
Pada model regresi linier berganda menggunakan MKT diperoleh nilai AIC
sebesar -309,9 sedangkan pada model regresi umum spasial diperoleh nilai AIC
sebesar -428,9. Nilai AIC pada model regresi umum spasial lebih kecil dari pada
model regresi MKT, sehingga model yang dipilih dalam penerapan anggaran
pendidikan adalah model regresi umum spasial.
Peubah penjelas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 5% pada
analisis regresi spasial sedikit berbeda dengan analisis regresi klasik MKT.
Peubah jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi pada model regresi klasik
tidak signifikan, tetapi setelah dievaluasi dengan model regresi umum spasial
menjadi signifikan. Hal ini berkebalikan dengan peubah luas wilayah. Peubah luas
wilayah pada model regresi klasik signifikan, akan tetapi setelah dievaluasi
menggunakan model regresi umum spasial menjadai tidak signifikan. Dalam
kasus ini, model regresi umum spasial masih lebih baik untuk digunakan
dibandingkan dengan MKT karena memiliki nilai AIC yang lebih kecil dan Rsquare yang lebih besar.
Model regresi yang digunakan dalam penerapan besarnya persentase
anggaran pendidikan yaitu model regresi umum spasial dengan menggunakan
lima peubah penjelas. Model regresi umum spasial tersebut yaitu:

Model tersebut merupakan model dengan peubah-peubah penjelas yang signifikan
pada taraf nyata 5% yang meliputi: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), jumlah penduduk yang tamat perguruan
tinggi, dan APS usia 19-24 tahun. Meskipun peubah respon yang digunakan pada
model regresi umum spasial berbeda dengan regresi logistik, akan tetapi kedua
model tersebut memiliki tanda koefisien yang sama pada peubah dana alokasi

16
umum dan dana alokasi khusus. Koefisien pada dana alokasi umum bertanda
positif sedangkan pada dana alokasi khusus bertanda negatif. Hal ini berarti
bahwa kedua peubah tersebut memberikan peranan yang sama pada model regresi
umum spasial maupun regresi logistik.
Interpretasi dari model yang terbentuk dapat dilihat dari nilai koefisien
penduga parameter model. Koefisien lag spasial (WY2) yang nyata menunjukkan
bahwa ada pengaruh wilayah terhadap wilayah lain yang berdekatan. Hal ini
berarti jika suatu wilayah yang dikelilingi wilayah lain sebanyak n, maka
pengaruh dari wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar 0,99 dikali ratarata besarnya persentase anggaran pendidikan wilayah yang mengelilinginya.
Koefsien dana bagi hasil (X1) sebesar -2,2x10-7 berarti setiap kenaikan dana bagi
hasil satu juta rupiah maka besarnya persentase anggaran pendidikan akan
berkurang sebesar 2,2x10-7 kali dengan asumsi peubah lain dianggap konstan.
Begitu pula koefisien pada dana alokasi khusus dan jumlah penduduk yang tamat
perguruan tinggi.
Hal berbeda terjadi pada dana alokasi umum (X2) dan angka partisipasi
sekolah usia 19-24 (X13) yang memiliki koefisien positif. Koefisien pada dana
alokasi umum (X2) yaitu sebesar 2,3x10-7 yang berarti setiap kenaikan dana
alokasi umum sebesar satu juta rupiah maka besarnya persentase anggaran
pendidikan akan naik sebesar 2,3x10-7 kali dengan asumsi peubah lain dianggap
konstan. Sedangkan koefisien spatial error (λ) sebesar -1,12 menunjukkan bahwa
jika suatu wilayah yang dikelilingi wilayah lain sebanyak n, maka pengaruh dari
wilayah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar -1,12 dikali besarnya sisaan
disekitarnya.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Regresi logistik mampu menghasilkan pendugaan parameter yang cukup
baik pada pemenuhan kebijakan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD.
Karakteristik daerah yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebijakan anggaran
pendidikan meliputi: dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan luas wilayah.
Model regresi umum spasial menghasilkan pendugaan parameter yang lebih baik
dibandingkan model regresi klasik. Model regresi umum spasial mampu
mengatasi pelanggaran asumsi kehomogenan ragam sisaan pada model regresi
klasik. Peubah yang berpengaruh terhadap penetapan besarnya persentase
anggaran pendidikan meliputi: dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi
khusus, jumlah penduduk yang tamat perguruan tinggi, dan angka partisipasi
sekolah umur 19-24.

Saran
Ketergantuangan spasial pada penerapan persentase anggaran pendidikan
dapat dicobakan menggunakan Model Geographically Weighted Logistic
Regression (GWLR). Penambahan peubah penjelas lain juga diperlukan untuk

17
membuat model yang lebih baik. Selaian AIC, penentuan model terbaik dapat
dilihat menggunakan BIC, MAPE, dan MSE.

DAFTAR PUSTAKA
Agresti A. 1990. Categorical Data Analysis. New Jersey : John Wiley and Sons.
Anselin L.1999. Spatial Econometrics. Dallas: University of Texas.
Arifi A. 2008. Anggaran Pendidikan dan Mutu Pendidikan (Respon Kebijakan
Anggaran Pendidikan 20% dari APBN Bagi Upaya Peningkatan Mutu
Pendidikan Madrasah). Jurnal Pendidikan Agama Islam, 5(1), hal. 111-127.
Armida. 2012. Sistem Penganggaran Pendidikan dan Efektivitas Penggunaan
Biaya Pendidikan serta Dampaknya Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan
Madrasah Aliyah di Kota Jambi. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13(2) hal. 5
Chatterjee S, Hadi AS. 2006. Regression Analysis by Example. Ed ke-4. New
Jersey: John Wiley & Sons.
Cressie, Noel AC. 1993. Statistics For Spatial Data.New York : John Wiley and
Sons, INC.
Faiz N, Rahmawati R, Safitri D. 2013. Analisis Spasial Penyebaran Penyakit
Demam Berdarah Dengeu dengan Indeks Moran dan Geary’s C. Jurnal
Gaussian, 2(1), hal. 69-78.
Hosmer DW, Lemeshow S. 2000. Applied Logistic Regression, 2nd edition. New
Jersey : John Wiley and Sons.
LeSage JP. 1997. Regression Analysis of Spatial Data. Toeldo: University of
Toeldo.
Ramadhan R, Pramoedyo H, Mitakda M B. 2013. Pemodelan Spatial
Autoregressive With Autoregressive Disturbances Dengan Prosedur
Generalized Spatial Two Stage Least Square (GS2SLS), Student
Journal:Universitas Brawijaya, Malang.

18

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peubah-peubah yang digunakan
Peubah
Y1 Anggaran
Pendidikan

Kategori
0
1

X4

Anggaran
Pendidikan
DBH
DAU
DAK
Tidak
Sekolah

X5

SD

numerik

X6

SMP

numerik

X7

SMA
Perguruan
Tinggi
Kemiskinan
APS 7-12
APS 13-15
APS 16-18
APS 19-24
APK 7-12
APK 13-15
APK 16-18
APK 19-24
APM SD
APM SMP
APM SMA
Luas Daerah

numerik

Y2
X1
X2
X3

X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21

numerik
numerik
numerik
numerik
numerik

numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik
numerik

Keterangan
dibawah 20% dari APBD dan APBN
diatas 20% dari APBD dan APBN
(digunakan untuk regresi logistik)
Persentase anggaran pendidikan (digunakan
untuk regresi klasik dan regresi spasial)
Dana Bagi Hasil (juta rupiah)
Dana Alokasi Umum (juta rupiah)
Dana Alokasi Khusus (juta rupiah)
Jumlah penduduk yang tidak sekolah
Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir
SD
Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir
SMP
Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir
SMA
Jumlah penduduk dengan pendidikan terakhir
Perguruan Tinggi
Jumlah penduduk miskin
Angka Partisipasi Sekolah usia 7-12 tahun
Angka Partisipasi Sekolah usia 13-15 tahun
Angka Partisipasi Sekolah usia 16-18 tahun
Angka Partisipasi Sekolah usia 19-24 tahun
Angka Partisipasi Kasar usia 7-12 tahun
Angka Partisipasi Kasar usia 13-15 tahun
Angka Partisipasi Kasar usia 16-18 tahun
Angka Partisipasi Kasar usia 19-24 tahun
Angka Partisipasi Murni SD
Angka Partisipasi Murni SMP
Angka Partisipasi Murni SMA
Luas wilayah tiap kabupaten/kota (hektar)

Lampiran 2 Korelasi antara peubah
X1
X1
X2
X3
X4
X5
X6
X7
X8
X9
X10
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
X18
X19
X20
X21

X2

X3

X4

X5

X6

X7

X8

1.0
0.2 1.0
0.1 0.4 1.0
0.0 0.2 0.0 1.0
0.0 0.3 0.1 0.8 1.0
0.1 0.4 0.0 0.7 0.9 1.0
0.1 0.4 -0.1 0.4 0.6 0.9 1.0
0.1 0.4 -0.1 0.4 0.5 0.8 1.0 1.0
0.0 0.3 0.2 0.6 0.7 0.6 0.3 0.3
0.1 0.0 -0.2 0.2 0.3 0.3 0.2 0.2
0.1 0.0 -0.2 0.1 0.2 0.3 0.3 0.2
0.1 -0.1 -0.2 0.0 0.0 0.2 0.2 0.2
0.0 0.0 -0.3 0.0 0.1 0.3 0.5 0.5
0.1 -0.1 -0.1 0.2 0.2 0.2 0.1 0.1
0.0 0.0 -0.1 0.0 0.1 0.2 0.2 0.2
0.1 0.0 -0.3 0.0 0.1 0.2 0.2 0.2
0.0 0.0 -0.3 0.0 0.1 0.3 0.5 0.5
0.1 -0.1 -0.2 0.2 0.3 0.2 0.1 0.1
0.0 0.1 -0.2 0.2 0.2 0.3 0.2 0.2
0.0 0.0 -0.3 0.1 0.1 0.3 0.3 0.2
0.1 0.1 0.3 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1 -0.1

X9

X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19

X20

X21

1.0
0.0 1.0
0.0 0.9 1.0
-0.1 0.7 0.8 1.0
0.0 0.3 0.4 0.5 1.0
0.1 0.9 0.8 0.6 0.2 1.0
0.0 0.7 0.8 0.8 0.4 0.5 1.0
-0.1 0.7 0.7 0.8 0.5 0.5 0.6 1.0
-0.1 0.4 0.4 0.5 0.9 0.2 0.3 0.5 1.0
0.0 1.0 0.8 0.7 0.2 0.9 0.6 0.6 0.2 1.0
0.1 0.8 0.8 0.7 0.3 0.5 0.8 0.7 0.4 0.7 1.0
-0.1 0.7 0.7 0.8 0.5 0.5 0.7 0.9 0.5 0.6 0.8 1.00
0.0 -0.2 -0.2 -0.2 -0.2 -0.2 -0.2 -0.3 -0.2 -0.2 -0.2 -0.26

1

19

20

Lampiran 3 Penggunaan APBD menurut fungsi tahun 2013
Pelayanan
Umum

Ketertiban
dan
Ketentraman

Lingkunga
n Hidup

Perumahan
dan Fasilitas
Umum

Pariwisat
a dan
Budaya

Pendidikan

Perlindunga
n Sosial

Sulawesi Utara

2.390.936

142.990

804.662

163.869

1.076.925

745.991

61.114

2.750.685

144.895

8.282.066

Sulawesi Tengah

2.044.814

101.325

991.897

96.671

937.935

933.229

60.061

2.919.450

163.540

8.248.921

Sulawesi Selatan
Sulawesi
Tenggara

5.023.270

193.166

1.703.265

415.717

2.388.764

2.191.965

120.771

7.461.915

294.411

19.793.244

2.315.613

108.781

996.343

160.764

1.107.312

783.399

44.580

2.913.567

116.852

8.547.210

Sulawesi Barat

946.256

39.895

376.997

64.333

386.947

282.215

23.596

1.015.495

47.359

3.183.093

Gorontalo
Nusa Tenggara
Barat
Nusa Tenggara
Timur

861.988

49.499

354.456

64.657

425.664

386.375

27.508

1.251.220

70.338

3.491.704

2.015.772

106.258

838.581

204.752

1.160.497

800.887

51.286

3.041.955

120.580

8.340.567

3.472.427

175.856

1.502.663

129.648

1.406.922

1.332.189

79.781

4.567.253

222.637

12.889.376

Maluku

2.049.704

97.889

702.477

115.487

888.890

527.362

33.863

2.047.909

111.089

6.574.671

Maluku Utara

1.929.698

86.604

665.345

99.163

1.103.947

469.279

61.699

1.043.163

103.068

5.561.967

Papua

9.960.462

390.926

3.019.245

219.173

3.909.473

1.980.037

157.649

3.766.382

674.606

24.077.953

Papua Barat

2.843.651

134.416

1.125.667

106.396

1.676.952

821.984

56.015

1.427.142

215.915

8.408.139

35.854.590

1.627.605

13.081.598

1.840.629

16.470.225

11.254.912

777.922

34.206.135

2.285.291

117.398.909

Provinsi

Total

Ekonomi

Kesehatan

Total

21
Lampiran 4 Tabel uji serentak parameter model regresi logistik

Tahap

Tahap
Blok
Model

Khi kuadrat db
94,211
10
94,211
10
94,211
10

Nilai p
0,000
0,000
0,