Pengaruh Pengetahuan Anggaran Dan Jenjang Pendidikan Serta Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kinerja Panitia Anggaran-DPRD Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Utara
PENGARUH PENGETAHUAN ANGGARAN DAN
JENJANG PENDIDIKAN SERTA LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA PANITIA
ANGGARAN-DPRD KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
ADNAN YACOB
057017001/Akt
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
(2)
PENGARUH PENGETAHUAN ANGGARAN DAN
JENJANG PENDIDIKAN SERTA LATAR BELAKANG
PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA PANITIA
ANGGARAN-DPRD KABUPATEN/KOTA
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ADNAN YACOB
057017001/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2007
(3)
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN ANGGARAN DAN JENJANG PENDIDIKAN SERTA LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP KINERJA PANITIA ANGGARAN – DPRD KABUPATEN/ KOTA DI PROVINSI SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Adnan Yacob
Nomor Pokok : 057017001
Program Study : Akuntansi
Mengetahui Komisi Pembimbing
(Erlina, Ph.D, M.Si, SE, Ak) (Drs. Rasdianto, MSi) Ketua Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA,Ak) (Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, M.Sc)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal : 31 Agustus 2007
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
Anggota : 1. Erlina, Ph.D, M.Si, SE,Ak
2. Drs.Rasdianto, MS
3. Dra. Tapi Andasari Lubis, M.Si, Ak 4. Drs. Hasan Sakti, M.Si, Ak
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan anggaran, jenjang pendidikan serta latar belakang pendidikan terhadap kinerja DPRD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Populasi dari studi ini adalah anggata DPRD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
Sampel yang diambil untuk studi ini adalah anggota komisi anggran yang
dipilih dari populasi dengan menggunakan teknik random sampling. Dari data yang diperoleh, kenudian dianalisis dengan menggunakan metode Multiple Regression Analysis dan Moderated Regression Analysis (MRA).
Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa: Pertama, secara individu,
pengetahuan anggaran dari anggota komisi anggaran mempunyai pengaruh yang
siqnifikan terhadap kinerja anggota komisi. Kedua, secara simultan pengetahuan
anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh yang siqnifikan terhadap kinerja anggota komisi. Ketiga, secara individu jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja anggota
komisi. Keempat, partisipasi masyarakat adalah sebagai independen variable dan
bukan muderating nariable dan partisipasi masyarakat berpengaruh secara siqnifikan terhadap kinerja anggata komisi.
Kata kunci: Pengetahuan Anggaran, Jenjang pendidikan, Latar belakang pendidikan, Partisipasi masyarakat dan Kinerja anggota komisi anggaran.
(6)
ABSTRACT
This study is aimed at testing the influence of knowledge on budget, level of education and educational background and the influence of community participation on the relationship between knowledge on budget, level of education and educational background and performance of the budget commitee members. The population of this study is the budget commmittee members of the legislative assembly at distrct/city level in the province of Sumatera Utara.
The samples for this study are the budget committee members who are selected from the population through the random sampling technique. The data obtained were analyzed throuht Multiple Regression Analysis and Mederated Regression Analysis (MIRA) methode.
The result of this study reveals that, first, individually, the knowledge of budget committee members on budget has a siqnificant influence on the performance of the committee members; second, simultaneously, the knowledge on budget, level of education and educational background have a siqnificant influence on the performance of the committee members; third, individually, level of education and educational background do not have any influence on the performance of the committee members; fourth, community partcipation is an independent variable not a moderating variable and community participation has a siqnificant influence on the performance of the committee members.
Keywords: Knowledge on Budget, Level of Education, Educational Background, Community Participation, Performance of Budget Committee Members.
(7)
KATA PENGANTAR
Pada bagian awal dari tulisan ini penulis memanjatkan Puji dan Syukur kehadhirat Allah SWT karena dengan izinNya lah penulis telah dapat menyelesaikan penelitian ini. Selanjutnya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Erlina, SE. M.Si, Ph.D. Ak, dan Bapak Drs. Rasdianto, MS. masing-masing selaku pembimbing dari penelitian dan tulisan ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing kami ditengah-tengah kesibukannya sebagai staf pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, sehingga penelitian dan tulisan ini dapat dapat kami selesaikan dengan baik. 2. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, selaku Ketua Program Studi
Jurusan Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan berbagai motivasi dan dorongan kepada penulis dalam rangka penyelesaian tulisan ini.
3. Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Staf Pengajar pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membekali penulis untuk mendalami berbagai ilmu ekonomi selama masa perkuliahan.
4. Rekan-rekan mahasiswa yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah banyak memberikan dorongan moril kepada penulis dalam rangka penyelesaian tulisan ini.
5. Bapak Sekretaris dan Anggota DPRD Komisi C Kabupaten/Kota dilingkungan Sumatera Utara sebagai objek penelitian dari tulisan ini, yang telah menerima penulis untuk melakukan penelitian, menjawab dan mengembalikan kuesioner yang kami ajukan tepat pada waktunya serta memberikan data dan informasi yang penulis butuhkan untuk menyelesaikan tulisan ini.
6. Kepada Ibunda tercinta, Ummi Hj. Ainun Mardhiah, yang senantisa memberikan dorongan dan doa kepada penulis, sehingga perkuliahan dan penyelesaian tulisan ini dapat kami laksanakan tepat waktu.
(8)
Kiranya Allah SWT memberikan balasan kebajikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan kuliah, penelitian dan penyelesaian tulisan ini.
Kendatipun tulisasn ini telah sampai pada taraf penyelesaian, namun kami menyadari bahwa disana-sini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, tegur sapa dari yang bersifat konstruktif dari semua pihak kearah perbaikan tulisan ini, amat kami dambakan.
Akhirnya penulis mengharapkan, kiranya tulisan ini ada manfaatnya, baik bagi penulis sendiri maupun kepada semua pihak yang membutuhkannya. SEMOGA...!
Medan, Agustus 2007 Penulis
(9)
RIWAYAT HIDUP
1. Nama : Adnan Yacob
2. Tempat/Tgl. Lahir : Ulee Gajah/ 1958- Kec. Darul falah - Aceh Timur
3. Agama : Islam
4. Alamat : Jalan Belibis, Gang Melati I, No. 8 A Kelurahan
Sei. Sikambing B, Kec. Medan Sunggal-Medan
5. Riwayat Pendidikan :
1) Sekolah Dasar : SD Neg. 1 Kuta Binjei-Aceh Timur, Lulus 1971
2) SLTP : SMP Swasta Kuta Binjei-Aceh Timur, Lulus 1974
3) SLTA : SMA Neg. Langsa, Aceh Timur, Lulus 1977
4) Perguruan Tinggi : Sarjana Muda Ekonomi, Jurusan Akuntansi, pada
Fakultas Ekonomi-Universitas Syiah Kuala- Banda Aceh, Lulus 1982
Sarjana Ekonomi, Jurusan Akuntansi, pada Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh, Lulus 1987
6. Riwayat Pekerjaan :
1) Karyawan Swasta : - Auditor pada Kantor Akuntan Publik
“Drs. Tasmin A. Rahim” Regestered Public
Accountant - Banda Aceh Tahun 1985-1987.
- Asisten Dosen Pada Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sabang (STIES) dan Akademi Perbankan Indonesia (AKPI)-Banda Aceh, Tahun 1985-1987.
- Staf “Quantity Control” pada Pandan Lop, PTE
West Road, Singapura, tahun 1988.
(10)
Nusa, Langsa-Aceh Timur, Tahun 1990-1991.
- Tengan Pengajar Pada Fakultas Ekonomi
Universitas Samudera-Langsa Tahun 1990-1991
- Tenaga Pengajar pada Akademi Sekretari
Manajemen, Langsa, Tahun 1990-1991.
2)Peg. Negeri Sipil : - Badan Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan
(BPKP) Pusat-Jakarta, Tahun 1992.
- Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan (BPKP)- Irian Jaya, (Papua), Jaya Pura, Tahun 1993 – 1997
- Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan Dan
Pembangunan (BPKP)- Sumatera Utara-Medan, Tahun 1998 - Sekarang.
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1 Pengertian Keuangan Daerah ... 8
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 12
2.3 Pengetahuan dan Kinerja Panitia Anggaran ... 15
2.4 Partisipasi Masyarakat ... 26
2.5 Review Penelitian Terdahulu ... 29
2.6 Kerangka Penelitian ... 31
2.7 Hipotesis Penelitian ... 32
BAB III METODE PENELITIAN... 33
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 34
(12)
3.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 39
3.4.1 Uji Normalitas ... 40
3.4.2 Uji Multikolinieritas ... 41
3.4.3 Uji Heterokedastisitas ... 42
3.5 Model Penelitian ... 43
3.6 Pengujian Hipotesis ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1 Analisis Faktor ... 44
4.2 Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 45
4.3 Pengujian Asumsi Klasik ... 48
4.3.1 Uji Normalitas Data ... 48
4.3.2 Uji Multikolinearitas... 49
4.3.3 Uji Heterokedastisitas ... 49
4.4 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
5.1 Kesimpulan ... 59
5.2 Keterbatasan ... 61
5.3 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 29
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 37
4.1 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas ... 45
4.2 Pendistribusian Kuesioner ... 46
4.3. Deskripsi Data Penelitian ... 46
4.4 Jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan ... 47
4.5 Uji Multikolinearitas ... 49
4.6 Ringkasan Uji Hipotesis 1 ... 51
4.7 Ringkasan Pengujian Hipotesis 2 ... 54
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Skema Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah .... 9
2.1 Kerangka Penelitian ... 31 4.1 Uji Normalitas Data ... 48 4.2 Uji Heterokedastisitas ... 50
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Histogram ... 64
1a Faktor Analysis ... 66
1b Reliability ... 67
2 Faktor Analysis ... 68
2b Reliability ... 69
3a Faktor Analysis ... 70
3b Reliability ... 71
4 Descriptives ... 72
5 Correlations ... 73
6 Regression ... 74
(16)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengetahuan anggaran, jenjang pendidikan serta latar belakang pendidikan terhadap kinerja DPRD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara. Populasi dari studi ini adalah anggata DPRD Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara.
Sampel yang diambil untuk studi ini adalah anggota komisi anggran yang
dipilih dari populasi dengan menggunakan teknik random sampling. Dari data yang diperoleh, kenudian dianalisis dengan menggunakan metode Multiple Regression Analysis dan Moderated Regression Analysis (MRA).
Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa: Pertama, secara individu,
pengetahuan anggaran dari anggota komisi anggaran mempunyai pengaruh yang
siqnifikan terhadap kinerja anggota komisi. Kedua, secara simultan pengetahuan
anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh yang siqnifikan terhadap kinerja anggota komisi. Ketiga, secara individu jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerja anggota
komisi. Keempat, partisipasi masyarakat adalah sebagai independen variable dan
bukan muderating nariable dan partisipasi masyarakat berpengaruh secara siqnifikan terhadap kinerja anggata komisi.
Kata kunci: Pengetahuan Anggaran, Jenjang pendidikan, Latar belakang pendidikan, Partisipasi masyarakat dan Kinerja anggota komisi anggaran.
(17)
ABSTRACT
This study is aimed at testing the influence of knowledge on budget, level of education and educational background and the influence of community participation on the relationship between knowledge on budget, level of education and educational background and performance of the budget commitee members. The population of this study is the budget commmittee members of the legislative assembly at distrct/city level in the province of Sumatera Utara.
The samples for this study are the budget committee members who are selected from the population through the random sampling technique. The data obtained were analyzed throuht Multiple Regression Analysis and Mederated Regression Analysis (MIRA) methode.
The result of this study reveals that, first, individually, the knowledge of budget committee members on budget has a siqnificant influence on the performance of the committee members; second, simultaneously, the knowledge on budget, level of education and educational background have a siqnificant influence on the performance of the committee members; third, individually, level of education and educational background do not have any influence on the performance of the committee members; fourth, community partcipation is an independent variable not a moderating variable and community participation has a siqnificant influence on the performance of the committee members.
Keywords: Knowledge on Budget, Level of Education, Educational Background, Community Participation, Performance of Budget Committee Members.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dengan bergulirnya era reformasi telah membawa perubahan dalam kehidupan berpolitik di Indonesia baik secara nasional maupun regional. Salah satu agenda reformasi adalah terwujudnya desentralisasi ekonomi dan otonomi daerah sebagai mana diamanatkan di dalam ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, pengaturan dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Untuk mengimplementasikan ketetapan MPR tersebut, pemerintah telah mengeluarkan undang-undang nomor 22 tahun 2002 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan undang-undang nomor 25 tahun 2002 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai mana telah diubah dengan undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Dalam pasal 1 ayat (3) UU No. 32 tahun 2004 disebutkan bahwa “Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Selanjutnya dalam pasal (4) dinyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah”
(19)
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa telah terjadi perubahan yang besar mengenai hubungan antara legislatif dan eksekutif. Kepala daerah dengan DPRD mempunyai kedudukan yang sama yaitu sama-sama sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, sehingga kedudukan kedua lembaga tersebut merupakan mitra yang dapat berkerja sama dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah.
Disisi lain DPRD yang merupakan wakil rakyat di daerah, diharapkan peka terhadap berbagai inspirasi yang berkembang dalam masyarakat, kemudian mengadopsinya ke dalam berbagai bentuk kebijakan publik di daerah bersama-sama kepala daerah (Bupati/Walikota). Hal ini sejalan pasal 45 huruf e sejalan dengan undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, disebutkan bahwa “Anggota DPRD mempunyai kewajiban; menyerap, menampung. menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat” selanjutnya pada hururf (d) dinyatakan bahwa “memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya” Dalam rangka otonomi daerah, maka timbul tuntutan terhadap pemerintah daerah untuk menciptakan good governace. Hal ini menjadi penting sebagai prasyarat penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan mengedepankan akuntabilitas dan transparansi. Untuk mengwujudkan akuntabilitas dan transparansi diperlukan pengawasan baik dari dalam pemerintah daerah (pengawasan internal) maupun pengawasan dari luar pemerintah daerah (pengawasan eksternal).
(20)
Menurut pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor. 24 tahun 2004 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2007 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD mempunyai fungsi:
(a) Legislasi,
(b) Anggaran dan
(c) Pengawasan.
Selanjutnya pada ayat 2,3 dan 4 dijelaskan bahwa; Fungsi legislasi diwujudkan dalam membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah dan fungsi anggaran diwujudkan dalam penyusunan dan penetapan APBD bersama Pemerintah Daerah, sedangkan fungsi pengawasan dilakukan terhadap pelaksanaan undang-undang, peraturan daerah, Keputusan Kepala Daerah dan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Dari ketiga fungsi DPRD tersebut di atas, yang menjadi sasaran penelitian
adalah fungsi Anggaran dan fungsi pengawasan. Dalam melaksanakan fungsi
anggaran, lembaga legislatif diharapkan memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang memahami mengenai serangkaian peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan keuangan daerah yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut di atas secara bertahap telah membawa perubahan terhadap manajemen keuangan daerah, maka pengelolaan keuangan daerah di era reformasi memiliki karakteristik yang berbeda dari pengelolaan keuangan daerah sebelum reformasi. Karakteristik tersebut antara lain adalah :
(21)
1. Vertical Accountability menjadi Horizontal Accountability
2. Tradisional Budget menjadi Performance Budget
3. Pengendalian dan Audit Keuangan menjadai Audit Keuangan dan Kinerja
4. Menekankan pada konsep Value of Money dengan konsep 3 E (Ekonomi,
Effesiensi dan efektif).
5. Penerapan konsep Pusat Pertanggung jawaban.
6. Perubahan Sistim Administrasi Keuangan dari Manual Administrasi Keuangan
Daerah (MAKUDA) menjadi Sistim Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD). 7. Anggaran berimbang menjadi anggaran surplus dan defisit .
Dengan terjadinya perubahan karakteristik dari tradisional budget menjadi performance budget, menuntut angota DPRD untuk memahami perubahan tersebut. Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran dipandang penting agar mereka dapat melaksanakan fungsinya dengan baik.
Dalam anggaran tradisional, kepala daerah dianggap memiliki kinerja yang baik apabila dapat menghabiskan anggaran yang tersedia, tetapi dengan berubahnya sistim anggaran daerah menjadi anggaran berbasis kinerja, seorang kepala daerah memiliki kinerja yang baik jika jumlah rupiah atau besarnya anggaran yang d Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan pengujian tentang faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengawasan anggaran yang dilakukan oleh DPRD (Pramono, 2002). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan adalah reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah rendahnya
(22)
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana. Disamping itu, hasil penelitiannya membuktikan bahwa partisipasi masyarakat dan transparansi kebijakan publik mempunyai hubungan tidak langsung dengan pengawasan yang dilakukan oleh DPRD.
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Adriani (2002) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan anggaran berpengaruh secara siqnifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD. Sopanah (2003) telah melakukan penelitian yang sama dengan Adriani tetapi dengan menambahkan variabel partisipasi masyarakat dan trasparansi kebijakan publik sebagai moderating Variable.
Di dalam pelaksanaan tugas, anggota DPRD dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok yaitu (1) Panitia musyawarah (Panmus) dan (2) Panitia anggaran (Panggar) yang terdiri dari beberapa komisi dari berbagai Fraksi yang diatur dengan Surat Keputusan Pimpinan DPRD sesuai dengan usulan dari fraksi-fraksi. Panitia anggaran (Panggar) terlibat langsung pada setiap tahapan proses penyusunan anggaran daerah, sedangkan anggaota DPRD secara keseluruhan terlibat pada tahap akhir pembahasan anggaran melalui sidang paripurna DPRD baik pada waktu pembahasan dan pengesahan APBD di awal tahun anggaran maupun pada waktu pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) pada akhir tahun anggaran.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dan berupaya untuk mengatasi kelemahan-kelemahan penelitian sebelumnya. Disamping itu, penelitian ini membuat suatu model yang berbeda yaitu dengan menambahkan variabel jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan panitia anggaran yang diduga akan mempengaruhi
(23)
kinerja panitia anggaran dalam melaksanakan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Oleh karena itu, panitia anggaran dijadikan sebagai populasi dalam penelitian ini mengingat hasil kerja panitia anggaran menjadi dasar perencanaan dan pengawasan APBD yang menggambarkan kinerja anggota DPRD secara keseluruhan.
1.2 Perumusan Masalah
Bardasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang
pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kinerja panitia anggaran.
2. Apakah partisipasi masyarakat akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan
tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan panitia anggaran
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian untuk masalah tersebut sebagai berikut :
1. Untuk memberikan bukti empiris bahwa pengetahuan tentang anggaran, jenjang
pendidikan dan latar belakang pendidikan, mempunyai pengaruh terhadap kinerja panitia anggaran.
(24)
2. Untuk memberikan bukti empiris bahwa partisipasi masyarakat akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan dengan kinerja panitia anggaran.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini anrara lain adalah : 1. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap pengembangan literatur akuntansi terutama untuk pengembangan sistim pengendalian manajemen sektor publik.
2. Bagi Pemerintah Daerah, penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam
mendukung pelaksanaan otonomi daerah khususnya dan meningkatkan peran DPRD dalam pengawasan anggaran (APBD) dalam mengwujudkan pengelolaan pemerintahan yang baik (Good governance)
3. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi partai politik dalam merekrut anggota DPRD dan pengembangan kader partai
4. Agar dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan anggata
DPRD dalam melaksanakan fungsinya sebagai wakil rakyat.
5. Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya yang
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keuangan Daerah
Pada prinsipnya pengertian keuangan daerah tidak dapat dipisahkan dengan pengertian keuangan negara. Hubungan erat antara keuangan daerah dengan keuangan negara ditunjukkan pada unsur pendapatan daerah yaitu selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan daerah tersebut sebagian besar bersumber dari pembiayaan negara yaitu berupa (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana Alokasi Umum (DAU) dan (3) Dana Alikasi Khusus (DAK).
Menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 17 tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara dinyatakan bahwa ”Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat diniliai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan negara dimana negara dianalogikan dengan daerah. Hal ini sesuai dengan pasal 1 Permendagri 13 tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, disebutkan bahwa ” keuangan daerah diartikan sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”
(26)
Dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dimaksudkan dengan keuangan daerah adalah semua hak-hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Segala sesuatu baik uang mapun barang yang dapat menjadi kekayaan daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak-hak kewajiban tersebut dan tentunya dalam batas-batas kewenangan daerah (Ichksan et al, 1997:19). Pengelolaan keuangan daerah dapat dilaksanakan melalui sebuah mekanime pemegang kekuasaan keuangan daerah yang dapat digambarkan dengan sebuah skema sebagai berikut :
Gambar 1.1 Skema Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
P
PEEMMEEGGAANNGGKKEEKKUUAASSAAAANNPPEENNGGEELLOOLLAAAANNKKEEUUAANNGGAANNDDAAEERRAAHH
Kepala Daerah
•
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.•
mewakili pemda dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.Melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada
•
SEKDA selaku koordinator pengelola keuangan daerah;•
Kepala SKPKD selaku PPKD;•
Kepala SKPD selaku pejabat penggunaanggaran/pengguna barang.
mempunyai kewenangan menetapkan :
•
kebijakan pelaksanaan APBD;•
kebijakan pengelolaan barang daerah;•
kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;•
bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;•
pejabat yang melakukan penerimaan daerah;•
pejabat yang mengelola utang dan piutang daerah;•
pejabat yang mengelolan barang milik daerah;•
pejabat yang menguji tagihan & memerintahkan pembayaran.berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.
(27)
Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa kepala daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah termasuk kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada :
1. SEKDA selaku koordinator pengelola keuangan daerah; 2. Kepala SKPKD selaku PPKD;
3. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Kepala daerah mempunyai wewenang menetapkan:
1. kebijakan pelaksanaan APBD;
2. kebijakan pengelolaan barang daerah; 3. kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
4. bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran; 5. pejabat yang melakukan penerimaan daerah;
6. pejabat yang mengelola utang dan piutang daerah; 7. pejabat yang mengelolan barang milik daerah;
9. pejabat yang menguji tagihan & memerintahkan pembayaran;
Dari ketentuan di atas dapat dipahami bahwa keuangan daerah dilaksnakan melalui serangkaian proses pengelolaan keuangan daerah yang meliputi (1) penganggaran, (2) pelaksanaan dan (3) pertanggungjawaban. Penganggaran dilaksanakan melalui proses penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pelaksanaan anggaran dilaksanakan melalui proses penatausahaan dan
(28)
pencatatan (Akuntansi Keuangan Daerah) sedangkan pertanggungjawaban APBD dilaksanakan pada pertengahan tahun anggaran berupa laporan smester pertama tahun anggaran yang bersangkutan dan pada akhir tahun anggaran berupa Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) melalui sidang paripurna DPRD.
Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) berisikan laporan keuangan sebagai lampiran dan harus disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang terdiri dari :
1. Laporan Realisasi Anggaran
2. Neraca
3. Laporan Arus Kas dan
4. Catatan Atas Laporan Keuangan.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah suatu daftar yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode tertentu.
Neraca adalah suatu daftar yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu
Laporan Arus Kas merupakan suatu laporan yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal. penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama satu periode tertentu.
(29)
Catatan atas Laporan keuangan merupakan penjelasan naratif atau rincian dari angka-angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca dan daftar arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijaksanaan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-unkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut pasal 1 ayat (9) Permendagri No. 13 tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimaksudkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang harus di setujui bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. . Penyusunan APBD itu sendiri merupakan suatu proses yang panjang melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) yang kemudian dibahas melaui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada tingkat kecamatan.
Untuk penyusunan APBD tahun 20007 sebagaimana diamanatkan dalam lampiran Permendagri No. 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007 disebutkan ; Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2007 yaitu :
(30)
1. Penyusunan Kebijakan Umum (KUA)
2. Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai KUA antara
Pemerintah Daerah dan DPRD
3. Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
4. Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai Prioritas Plafon
Anggaran (PPA) anatara Pemerintah Daerah dan DPRD
5. Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman
penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran – Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) kepada seluruh SKPD.
6. Pembahasan RKA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD)
dengan SKPD.
7. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
8. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Terkait dengan penganggaran APBD, maka dalam penelitian ini pembahasan dibatasi pada penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD. Sesuai dengan surat edaran yang diterima dari kepala daerah, maka masing-masing SKPD menyusun RKA dengan menggunakan format sebagaimana diatur dalam lampiran Permendagri No. 13 tahun 2005 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut :
RKA-SKPD (Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja dan
Pembiayaan SKPD)
(31)
RKA-SKPD 2.1 (Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung)
RKA-SKPD 2.2 (Rekapitulasi Rincian Anggaran Belanja Tidak
Langsung menurut Program dan Kegiatan SKPD
RKA-SKPD 2.2.1 (Rinsian Anggaran Belanja Langsung menurut
Program dan kegiatan.)
RKA-SKPD 3.1 (Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah)
RKA-SKPD 3.2 (Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah)
RKA-SKPD yang didukung dengan rinciannya yaitu RKA-SKPD 1 sampai dengan RKA-SKPD 3.2 dihimpun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah untuk dibahas dan dinilai kesesuaian anatara RKA-SKPD dengan KUA dan PPA.
Adapun Format RKA-SKPD sebagai mana dimuat dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah antara lain berisi nama program, nama kegiatan, indikator kinerja, tolok ukur kinerja, target dan indikator kinerja (input, output dan outcome), objek belanja dan rincian objek belanja serta dilengkapi dengan nomor rekening. Setelah RKA dari seluruh SKPD dikompilasi oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan RAPBD, maka struktur RAPBD tersebut dapat disusun sebagai berikut:
1. Anggaran Pendapatan.
2. Anggaran Belanja dan
(32)
Proses selanjutnya adalah TAPD mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang RAPBD, kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas terlebih dahulu oleh panitia anggaran. Hasil pembahasan RAPD oleh panitia anggaran yang memuat koreksi-koreksi atas RAPD yang diajukan oleh TAPD, selanjutnya dibahas di dalam sidang paripurna DPRD dan ditetapkan menjadi APBD dengan Peraturan daerah tentang APBD.
2.3 Pengetahuan dan Kinerja Panitia Anggaran
Tugas pokok dari DPRD adalah melakukan perencanaan dan pengawasan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan didaerah, yang meliputi perencanaan dan pengawasan keuangan daerah, sehingga kinerja panitia anggaran sebagai unsur anggota DPRD tersebut dapat dilihat dari kinerja perencanaan dan pengawasannnya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Untuk dapat melaksanakan funsinya dengan baik, maka panitia anggaran dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan keuangan daerah baik menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun prosedur dan teknis penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait anggaran daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut :
1. Undang-undang No. 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
(33)
3. Undang-undang No. 15 tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan dan Tanggung jawab Keuangan Negara.
4. Undang-undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemrintahan Daerah.
5. Undang-undangNo. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah.
6. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2004 yang telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 tahun 2007 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.
7. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
8. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan
Pengawasan Penyeleggaraan Pemerintah Daerah.
9. Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
10.Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan
Penerapan Standar Pelayanan Minimum.
11. Permendagri No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
daerah.
12. Permendagri No. 26 tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007.
Peraturan perundang-undangan tersebut di atas perlu dikaji dan dipahami dengan baik sehingga panitia anggaran mampu melaksanakan fungsinya dibidang penganggaran dan pengawasan APBD.
(34)
Dari sisi perencanaan keuangan daerah, panitia anggaran dapat melakukannya mulai dari penjaringan aspirasi masyarakat sampai dengan persetujuan dan penetapan Peraturan daerah (Perda) tentang APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan anggaran daerah tersebut dapat dilakukan secara sinerji dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melalui tahapan-tahapan pembahasan dalam rangka penyusunan APBD untuk tahun anggaran tertentu.
Keterlibatan panitia anggaran di dalam proses perencanaan anggaran daerah, pada prinsipmya mengandung unsur pengawasan yang bersifat prefentif, sehingga anggaran yang diajukan oleh pihak eksekutif dapat memenuhi kinerja yang baik serta pemborosan-pemborosan keuangan daerah dapat dicegah secara dini.
Dari sisi pengawasan keuangan daerah, baik melalui laporan pelaksanaan APBD yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA) semester pertama tahun berkenaan maupun melalui Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) pada akhir tahun anggaran, maka panitia anggaran memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup memedai untuk mengevaluasi apakah perencanaan berupa APBD dan penjabarannya yang telah disusun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Selain itu, evaluasi secara administratif juga perlu dilakukan oleh panitia anggaran terhadap ketepatan sasaran pelaksanaan kegiatan yang membebani APBD guna mengukur kinerja kepala daerah.
Menurut keputusan presiden no 74 tahun 2001 (tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah) pasal 1 (6) menyebutkan bahwa pengawasan
(35)
pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001). Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dimulai pada saat proses penyusunan APBD, pengesyahan APBD, pelaksanaan APBD dan pertanggungjawaban APBD. Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk: (1) menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan anggaran yang telah digariskan, dan (3) menjaga agar hasil pelaksanaa APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan
Agar fungsi perencanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh panitia anggaran berjalan secara efektif, maka panitia anggaran harus memahami pengertian dan fungsi anggaran bagi suatu pemerintah daerah. Disamping itu, panitia anggaran harus memahami adanya perubahan paradigma dari anggaran tradisional menjadi Anggaran Berbasis Kinerja.
Menurut pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah disebutkan bahwa ”APBD disusun dengan pendekatan kinerja” Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah suatu
sistem anggaran dimana setiap input yang digunakan harus mengutamakan upaya
(36)
Dalam kaitannya dengan anggaran berbasis kinerja, dimaksudkan dengan
input adalah segala sesuatu yang digunakan di dalam pelaksanaan sebuah kegiatan
dari sebuah program baik berupa uang, sumberdaya, peraturan perundang-undangan
dan lain-lain harus dapat menghasilkan suatu output (keluaran) yang dapat diukur
baik secara kuntitatif maupun secara kualitatif.
Dimaksudkan outcome (keluaran) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran, tujuan, program dan kebijakan yang telah digariskan.
Sedangkan outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output atau keluaran dari kegiatan-kegiatan di dalam sebuah program. Dengan perkataan lain Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah suatu sistim anggaran yang dapat diukur dari setiap uang yang dikeluarkan harus setara dengan penyediaan pelayanan yang dapat diberikan baik kepada aparatur pemerintah maupun kepada masyarakat.
Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Identifikasi output dan outcome yang akan dihasilkan oleh suatu program dan
kegiatan.
2. Menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang akan dicapai
3. Nilai efektivitas, efisiensi dan ekonomis (Value for money)
Disamping memahami tentang anggaran, Panitia anggaran juga harus memahami tentang laporan keungan daerah yang merupakan suatu bentuk
(37)
pertanggung jawaban dari pemerintah daerah atas penggunaan anggaran. Laporan keuangan pemerintah daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah daerah digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pemerintah daerah.
Beberapa peneliti yang menguji hubungan antara kualitas anggota DPRD dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; Sutamoto, 2003. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas DPRD yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan pengawasan.
Yudono (2002) menyatakan bahwa DPRD akan mampu menggunakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajiban secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota DPRD dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran daerah.
(38)
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa pengetahuan yang cukup bagi seorang panitia anggaran diperlukan untuk mengawasi aggaaran daerah sekurang-kurangnya pada 2 (dua) tahapan yaitu:
a. Tahap penyusunan anggaran
b. Tahap pertanggung jawaban anggaran
Untuk tujuan pengawasan, panitia anggaran memegang peranan penting baik
pada tahap perencanaan maupun pada tahap pertanggung jawaban APBD. Pada tahap perencanaan panitia anggaran dapat mendeteksi rancangan anggaran daerah sejak dini, sehingga dapat dipastikan bahwa anggaran daerah tersebut telah disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) serta memenuhi kriteria prinsip-prinsip anggaran.
Pada tahap pembahasan RAPBD, maka bentuk pengawasan yang harus dilakukan adalah menilai singkronisasi antara RAPD yang merupakan rangkuman RKA dari seluruh SKPD dengan KUA dan PPA yang telah disepakati sebelumnya. Pembahasan dan evaluasi sangat ditekankan pada capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, analisis standar belanja, standar harga satuan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta singkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip anggaran. Selain itu, evaluasi juga perlu diperketat mengenai keterkaitan antara rincian obyek belanja dengan obyek belanja dan antara obyek belanja dengan kegiatan dan program untuk setiap SKPD. Kondisi tersebut merupakan pengawasan awal yang dilakukan oleh seluruh anggota DPRD termasuk panitia anggaran terhadap rencana capaian kinerja kepala daerah.
(39)
Pada tahap pertanggung jawaban anggaran, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran setidak nya dapat dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu terhadap :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Semester Pertama
Menurut ayat (1) pasal 293 Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan daerah disebutkan bahwa : “Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognisis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan Juli tahun yang berkenaan”. Fungsi pengawasan panitia anggaran melalui laporan semester pertama tersebut adalah melakukan evaluasi apakah pelaksanaan APBD pada semester pertama tahun yang bersangkutan telah sesuai dengan anggaran atau APBD yang telah ditetapkan.
Apabila terjadi penyimpangan antara realisasi anggaran dengan anggaran yang telah ditetapkan, panitia anggaran membuat rekomendasi kepada kepala daerah untuk ditindaklanjuti.
b. Laporan Tahunan.
Pada akhir tahun anggaran, seluruh SKPD sebagai pengguna anggaran menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca SKPD kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sampai saat ini SKPD belum menyusun laporan keuangan daerah sebagi wujud desentralisasi keuangan daerah. Akan tetapi Laporan keuangan daerah yang melipti Laporan Realisasi Anggaran (LRA) neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta laporan kinerja disusun langsung oleh PPKD atau kepala
(40)
bagian keuangan bagi daerah yang belum memiliki Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD).
Laporan keuangan daerah tersebut kemudian disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit. Laporan keuangan pemerintah daerah hasil audit oleh BPK merupakan lampiran dari LKPJ kepala daerah yang akan disampaikan kepada DPRD. Apabila sampai batas waktu 2 (dua) bulan BPK belum menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit, maka kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) atas pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dievaluasi dan dibahas di dalam sidang paripurna DPRD.
Pada pasal 302 ayat (2) permendagri No.13 tahun 2006 disebutkan bahwa “Persetujuan bersama tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima”. Waktu 1 (satu) bulan adalah waktu yang cukup bagi panitia anggaran di DPRD untuk melakukan pengawasan melalui kegiatan evaluasi dan analisa atas laporan keuangan pemerintah daerah yang diterimanya untuk dibahas di dalam sidang paripurna DPRD.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa panitia anggaran dan anggota DPRD secara keseluruhan juga dituntut untuk memahami Sistim Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang diterapkan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) agar mampu mengevaluasi dan menganalisa Laporan Keuangan yang disampaikan oleh kepala daerah sebagai lampiran LKPJ. Hal ini menjadi lebih penting apabila BPK
(41)
belum menyampaikan hasil audit atas laporan keuangan yang disampaikan oleh pemerintah daerah.
Laporan Realisasi Anggaran (LRA) perlu dievaluasi untuk mengetahui apakah terdapat pergeseran objek atau rincian objek belanja dengan kegiatan dan program yang telah ditetapkan, sehingga tidak terkait dengan capaian kinerja yang diharapkan
Disamping itu, evaluasi dan analisa juga diperlukan untuk mengetahui apakah realisasi anggaran telah terjadi mark up terhadap satuan-satuan harga pada rincian objek belanja untuk setiap kegiatan. Apabila hal tersebut di atas terjadi maka di dalam pembahasan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD perlu diminta penjelasan atau klarifikasi dari kepala daerah mengenai penyimpangan tersebut.
Terhadap neraca daerah, panitia anggaran perlu mengadakan evaluasi dan analisa apakah neraca daerah telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005.
Laporan arus kas perlu dievaluasi secara cermat sehingga memberikan informasi mengenai arus kas masuk dan arus kas keluar untuk semua kelompok kegiatan, baik kegiatan operasi, kegiatan investasi, kegiatan pembiayaan maunpun kegiatan non anggaran. Selain itu, catatan atas laporan keuangan yang antara lain berisikan kebijakan akuntansi yang terapkan oleh pemerintah daerah, perlu dievaluasi dan dianalisa, sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan apakah laporan keuangan daerah telah memberikan informasi keuangan yang relevan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(42)
Evaluasi dan analisa terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh Panitia anggaran adalah merupakan bentuk pengawasan yang bersifat represif yaitu pengawasan anggaran setelah anggaran tersebut dilaksanakan. Setelah panitia anggaran menyelesaikan tugas evaluasi terhadap semua unsur laporan keuangan yang diajukan oleh kepala daerah melalui LKPJ, kemudian hasilnya dibahas di dalam sidang paripurna DPRD setelah mendengar pidato kepala daearah tentang pelaksanaan APBD yang terangkum di dalam LKPJ. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan ditemukan sebagai hasil pengawasan pelaksanaan APBD, maka pimpinan DPRD dapat menggunakan hak bertanya (hak interpelasi) kepada kepala daerah untuk meminta keterangan baik secara lisan maupun tulisan dan kepala daerah wajib memberikan jawaban.
Setelah seluruh permasalahan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD dapat diklarifikasi dan disetujui bersama antara DPRD dan kepala daerah, selanjutnya pimpinan DPRD mengesyahkan LKPJ kepala daerah melalui Peraturan daerah (perda) tentang LKPJ.
Namun demikian pembahasan di dalam tulisan ini, penulis membatasi penelitian pada pengetahuan anggaran dari panitia anggaran yaitu pengetahuan anggaran sejak proses penyusunan anggaran sampai dengan evaluasi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), baik laporan semester pertama maupun LKPJ pada akhir tahun anggaran. Pengetahuan panitia anggaran tentang Sistim Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) dan pemahaman tentang Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP) tidak diikutkan di dalam penelitian ini dan dapat dilanjutkan dengan penelitian berikutnya.
(43)
2.4 Partisipasi Masyarakat
Dengan adanya perubahan paradigma anggaran di era reformasi, menuntut adanya pasrtisipasi masyarakat dalam keseluruhan siklus anggaran. Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi kepada instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan anggaran (Rubin 1996).
Pada Lampiran Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007 poin II.1.b disebutkan bahwa “APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan”
Peranan panitia anggaran dalam melakukan pengawasan keuangan daerah, selain dibutuhkan pengetahuan tentang anggaran, pengawasan juga akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan fungsi pengawasan. Terkait dengan penyusunan APBD, maka ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu :
1. Partisipasi Masyarakat
2. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 3. Disiplin Anggaran
4. Keadilan Anggaran
5. Efesiensi dan Efektifitas Anggaran
(44)
Uraian lebih lanjut terhadap ke enam perinsip di atas dapat diuraikan sebagai berikut :
Partisipasi masyarakat dipandang pemting aga dalam proses penyusunan dan penetapan APBD agar masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
Transparansi dan akuntabilitas anggaran merupakan cara untuk mengkomunikasikan APBD yang telah disusun kepada masyarakat luas, sehingga APBD tersebut harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
Disiplin anggaran memegang peranan penting dan memerlukan pengawasan yang efektif, sehingga pelaksanaan anggaran daerah dapat memberikan arah yang sesuai dengan APBD yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan harus merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan anggaran belanja yang dianggarankan adalah merupakan batas pengeluaran tertingi yang dibenarkan. Setiap anggaran pengeluaran harus didukung dengan kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang dananya tidak mencukupi kredit anggaran dalam APBD/perubahan APBD. Oleh karena itu, semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui kas umum daerah.
(45)
Keadilan anggaran merupakan sisi lain yang perlu mendapatkan pengawasan yaitu menyangkut pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan membayar. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah dan masyarakat yang mempunyai pendapatan lebih tinggi diberikan beban secara porposional.
Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran sangat terkait dengan pemanfaatan dana dengan sebaik mungkin, sehingga menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran secara efesien dan efektif dapat dilakukan melalui penetapan anggran secara jelas mulai dari penetapan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, indikator kinerja yang ingin dicapai, penetapan prioritas kegiatan, perhitungan beban kerja sampai kepada penetapan harga-harga satuan yang rasional.
Taat azas merupakan suatu keterikatan bagi pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan penetapan APBD. Selain itu, pengawasan perlu dilakuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dimana APBD harus lebih diarahkan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan membebani masyarakat. Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang mengakibatkan ketidakadilan, menghambat kelancaran pembangunan, pemborosan keuangan daerah serta memicu ketidakpercayaan masyarakat tehadap pemerintah daerah.
(46)
2.5Review Penelitian Terdahulu
Penilitian ini adalah merupakan replikasi dari penelitian-penelitian terdahulu dengan menambah variabel pertisipasi masyarakat sebagai variabel moderating. Adapun ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.5.1 sebagai berikut :
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
Peneliti dan Tahun
Judul Variabel yang digunakan Hasil Penelitian
1 2 3 4
Indradi dkk (2001)
Pengaruh pendidikan,
pengetahuan dan pengalaman anggota DPRD terhadap proses pembuatan peraturan daerah.
1 .Variabel Dependen :
Fungsi pengawasan oleh Dewan.
2. Variabel Independen :
Pendidikan, Pengetahua pengalaman dan ketrampila Dewan
Kualitas DPRD yang diukur
dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja DPRD yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan pengawasan Adriani (2002) Pengaruh pengetahuan dan RPPs terhadap peranan DPRD dalam Pengawasan Anggaran
1 .Variabel Dependen :
Pengawasan Keuangan Daerah. 2.Variabel Independen Pengetahuan Dewan Tentang anggaran Pengetahuan Anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD
(47)
Pramono (2002) Pengawasan Legislatif Terhadap Eksekutif dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
1 .Variabel Dependen :
Pengawasan Anggaran Daerah (APBD)
2. Variabel Independen : • Pengetahuan anggaran.
• Partisipasai masyarakat dan transparansi kebijakan publik Faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan adalah reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah rendahnya kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana. Yudono (2002) Optimalisasi Peran DPRD dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
1 .Variabel Dependen :
Pengawasan Anggaran Daerah.
2. Variabel Independen :
Pengetahuan tentang anggaran.
DPRD akan mampu melaksanakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan
kedudukannya secara proporsional, jika setiap anggota DPRD mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis
dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Sopanah (2003) Pengaruh partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah
1 .Variabel Dependen :
Pengawasan Keuangan Daerah (APBD)
2. Variabel Independen :
Pengetahuan Dewan Tentang anggaran.
3. Variabel Moderating :
Partisipasi Masyarakat dan Transparansi Kebijakan Publik.
Pengetahuan anggaran dan
interaksi antara pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh siqnifikan terhadap pengawaasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh siqnifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan.
(48)
2.6 Kerangka Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut :
HH
Partisipasi Masyarakat
Pengetahuan tentang anggaran
Jenjang pendidikan
Latar belakang pendidikan
Kinerja panitia anggaran H1
H2
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
Dari kerangka penelitian di atas memperlihatkan bahwa kinerja panitia anggaran sebagai variabel dependen (variabel terikat) diduga akan dipengaruhi oleh variabel independen lainnya berupa pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan.
Pengaruh pengetahuan anggaran terhadap kinerja panitia anggaran adalah semakin tinggi pengetahuan seorang panitia anggaran tentang anggaran, diduga akan semakin tinggi pula kinerja anggota panitia anggaran tersebut (secara individu) dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya.
(49)
Jenjang pendidikan dimana semakin tinggi jenjang pendidikan seorang panitia anggaran tentang anggaran, diduga akan semakin tinggi pula kinerja anggota panitia anggaran tersebut (secara indifidu) dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya yang memiliki jenjang pendidikan lebih rendah.
Belakang pendidikan yang diduga mempengaruhi kinerja penitia anggaran adalah panitia anggaran yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen, maka secara individu kinerja anggota panitia anggaran yang bersangkutan lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan non akuntansi atau manajemen.
Selain variabel independen, dalam penelitian ini juga digunakan “partisipasi masyarakat” sebagai variabel moderating yang diduga akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara pengetahuan anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan terhadap kinerja panitia anggaran.
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, masalah penelitian yang telah di paparkan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah:
H1: Pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan panitia anggaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja panitia anggaran.
H2: Partisipasi masyarakat akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan
tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan dengan kinerja panitia anggaran.
(50)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua panitia anggaran dari anggota DPRD Kabupaten/kota di Sumatera Utara yang terdidi dari 18 (delapan belas) DPRD Kabupaten dan 7 (tujuh) DPRD Kota.
Sampel penelitian dilakukan secara acak sampel random sampling terhadap panitia anggaran pada 8 (delapan) DPRD Kabupaten dan 5 DPRD Kota dari 18 (delapan belas) DPRD Kabupaten dan 7 (tujuh) DPRD Kota yang menjadi populasi. Penggunaan sampel random sampling dalam penelitian ini mengingat sifat dari pada responden adalah homogen yaitu panitia anggaran sebagai unsur anggota DPRD terikat dengan peraturan perundang-undangan yang sama, baik syarat-syarat untuk menjadi DPRD maupun di dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya.
Pengumpulan data sampel penelitian dilakukan melalui pendistribusian kuesioner dimana kuesioner tersebut adalah dirancang oleh peneliti sendiri tanpa melibatkan para ahli. Hal ini disebabkan masih terbatasnya peneliti yang memberikan perhatian serius tentang masalah perencanaan dan pengawasan anggaran daerah. Namun demikian kuesioner tersebut telah mengadopsi pada peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama pengelolaan keuangan daerah, sehingga kuesioner menjadi layak digunakan.
(51)
3.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu
(1) variabel independen, (2) variabel dependen dan (3) variabel moderating.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan, dan latar belakang pendidikan, variabel dependen adalah kinerja panitia anggaran, seadangkan variabel moderating adalah partisipasi masyarakat. Adapun pengukuran masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan Tentang Anggaran
Pengetahuan tentang anggaran diukur berdasarkan persepsi dari responden mengenai peraturan perundang-undangaan tentang anggaran dan teknik serta prosedur penganggaran (RAPBD/APBD) dan kemapuan dalam mendeteksi kemungkinan pemborosan atau kegagalan dan kebocoran anggaran. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidak setujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
2. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan bepedoman pada jenjang pendidikan formal yang ada di Indonesia dan diukur berdasarkan pendidikan terakhir yang diperoleh responden, Variabel ini diukur dengan nilai sebagai berikut :
(52)
Tamatan SD = Nilai 6
Tamatan SLTP = Nilai 9
Tamatan SLTA = nilai 12
Tamatan D3 = Nilai 15
Tamatan S1 = Nilai 17
Tamatan S2/S3 = Nilai 20
3. Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditekuni oleh responden dan variabel ini bersifat dummy, sehingga jika responden memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen diberi bobot satu sedangkan diluar latar belakang tersebut diberi nilai nol.
4. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah persepsi responden tentang keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas proses penganggaran yang dilakukan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama-sama Penitia Anggaran di DPRD yaitu sejak dilakukannya penjaringan aspirasi masyarakat (Jaring asmara) yang merupakan tahap perencanaan anggaran sampai dengan dilakukannya sosialisasi Peraturan Daerah tentang APBD kepada masyarakat.
Selain itu, Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) yang disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD pada akhir tahun anggaran untuk
(53)
dibahas di dalam sidang paripurna dan hasilnya perlu dipublikasikan kepada masyarakat sehingga masyarakat, mengetahui kinerja pemerintatah daerah.
Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat Setuju), skor 4 (S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
5. Kinerja Panitia Anggaran
Kinerja panitia anggaran diukur berdasarkan persepsi responden tentang
kinerja yang telah dilakukan responden yang meliputi kegiatan perencanaan dan
pengawasan anggaran daerah. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat Setuju), skor 4(S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
Ringkasan definisi operasional dan pengukuran variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini.
(54)
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Penelitian
Definisi Operasional Pengukuran Variabel Skala
Dependen Variable
Kinerja Kinerja adalah prestasi kerja dari anggota panitia anggaran dalam melaksanakan tugasnya dalam hal perencanaan dan pengawasan.
Kinerja DPRD diukur berdasarkan persepsi responden tentang kinerja yang telah dilakukan responden. Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat Setuju), skor 4(S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
Interval Independent Variable Pengetahuan DPRD Tentang Anggaran Jenjang Pendidikan
Pengetahuan tentang anggaran adalah pengetahuan panitia anggaran tentang anggaran berbasis kinerja yang meliputi proses, konsep dan pelaksanaan.
Jenjang pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang diperoleh responden
Pengetahuan anggota DPRD tentang anggaran diukur berdasarkan persepsi dari responden mengenai peraturan perundang-undangaan tentang anggaran (RAPBD/APBD) dan kemapuan dalam mendeteksi kemungkinan pemborosan atau kegagalan dan kebocoran anggaran. Variabek ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidak setujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat setuju), skor 4 (S=setuju), skor 3 (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju).
Jenjang pendidikan diukur berdasarkan pendidikan terakhir yang diperoleh responden, Variabel ini diukur dengan nilai sebagai berikut :
Tamatan SD = Nilai 6 Tamatan SLTP = Nilai 9 Tamatan SLTA = nilai 12 Tamatan D3 = Nilai 15 Tamatan S1 = Nilai 17 Tamatan S2/S3 = Nilai 20
(55)
Lanjutan Tabel 3.1.
Latar Belakang Pendidikan
Latar belakang pendidikan adalah pendidikan yang ditekuni oleh responden.
Variabel ini bersifat dummy, sehingga jika responden memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen diberi bobot satu atau sedangkan diluar latar belakang tersebut diberi nilai nol.
Nominal
Moderating Variabel Partisipas
Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas proses penganggaran yang dilakukan oleh DPRD pada saat penyusunan Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Periotas dan Plafon Anggaran (PPA).
Variabel ini diukur dengan skala likert yaitu mengukur sikap dengan mengatakan setuju atau ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang diajukan dengan skor 5 (SS=sangat Setuju), skor 4(S-setuju), (TT=tidak tahu), skor 2 (TS=tidak setuju) dan skor 1 (STS=sangat tidak setuju)
Interval
3.3 Uji Reliabilitas dan Validitas
Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu koesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten dari waktu ke waktu (Ghozali :2002). Namun di dalam penelitian ini peneliti tidak melihat konsisitensi dari waktu ke waktu, tetapi dengan membandingkan jawaban seorang responden dengan jawaban resnponden lainnya atas pertanyaan yang sama dan konstruk yang sama, mengingat sifat dari pada responden adalah homogen yaitu panitia anggaran yang tersebar di DPRD Kabupaten/Kota.
Tujuan dari uji reliabilitas dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana konsistensi internal suatu hasil pengukuran item-item pertanyaan yang ada dalam kuesioner harus “sama” dan mampu mengukur konsep yang sama secara
(56)
independen, sehingga responden seragam dalam mengartikan dan menjawab setiap item pertanyaan dalam kuesioner.
Untuk melihat reliabilitas masing-masing instrument yang digunakan, peneliti
menggunakan koefisien cronbach alpha, suatu instrument dikatakan reliable jika
memiliki nilai cronbach alpha lebih besar dari 0,6 ( Nunnaliiy, 1967).
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valit tidak nya suatu
koesioner. Suatu koesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali :2002). Dengan demikian tujuan uji validitas adalah untuk mengukur apakah pertanyaan yang telah disusun dalam kuesioner benar-benar dapat mengukur apa yang hendak kita ukur.
Untuk mengetahui bahwa pertanyaan yang digunakan dalam instrument adalah valid, maka digunakan Analisis Faktor. Instrumen dikatakan valid jika memiliki nilai
kaiser’s MSA lebih besar dari 0,5 sehingga counstruct validy tepat (Kaiser dan Rice,
1976). Disamping itu, instrument dapat dikatakan valid jika Eigen Value lebih besar dari satu (Breinstein, 1994).
3.4 Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik merupakan suatu pengujian terhadap data penelitian sehingga diketahui apakah data tersebut memenuhi kriteria distribusi normal, memiliki korelasi antara variabel-variabel independen serta memiliki suatu varian yang tetap dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Proses pengujian asumsi
(57)
klasik dapat dilakukan secara bersama sama dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik menggunakan media kotak kerja yang sama dengan uji regresi dengan menggunakan fasilitas SPSS.
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi,
maka diperlukan pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian : (1) normalitas (2) multikolinearitas, (3) hetrokedastisitas.
3.4.1 Uji Normalitas
Tujuan Uji Normalitas adalah ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yaitu distribusi data dengan bentuk lonceng (bell Shaped). Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal.
Pedoman pengambilan keputusan dengan uji Kolmogorov-Smirnov tentang data tersebut mendekati atau merupakan distribusi nomal dapat dilihat dari :
1. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi data adalah tidak normal.
2. Nilai Sig. Atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka ditribusi data adalah normal.
Selain melihat nilai signifikansi dari uji Kolmogorov Smirnov, untuk melihat apakah suatu data mempunyai distribusi normal dapat dilihat dari Analisis Grafik dan nilai Zskewness. Berdasarkan uji nilai Zskewness maka suatu data dikatakan memiliki
(58)
distribusi normal jika Zhitung lebih kecil dari Ztabel. Nilai Z dari uji Skewnes dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
Skewness
Z
hitung/
6
=
Pengujian normalitas data pada penelitian ini dilakukan dengan cara analisis
grafik dengan melihat normal probability plot. Sekelompok data dikatakan memiliki
distribusi normal, jika pada grafik tersebut membentuk suatu garis lurus diagonal dan data hasil penelitian dikatakan normal apabila butiran-butiran data tersebut bergerak mengikuti arah garis diagonal.
3.4.2 Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: (1). Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir. (2). Nilai
standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Pengujian ini bermaksud
untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan terdapat problem
(59)
multikolinieritas. Ada dua cara yang dapat dilakukan jika terjadi multikolinieritas, yaitu :
a. Mengeluarkan salah satu variabel, misalnya variabel independent A dan B saling berkolerasi dengan kuat, maka bisa dipilih A atau B yang dikeluarkan dari model regresi.
b. Menggunakan metode lanjut seperti Regresi Bayesian atau Regresi Ridge.
Pengujian multikolinearitas dapat dilakukan dengan melakukan korelasi antara variabel bebas (independent variable). Jika nilai korelasi antara variabel bebas tersebut lebih besar dari 0.09 (Ghozali : 2001), maka dapat dikatakan bahwa terjadi gejala multikolinearitas. Disamping dengan melakukan uji korelasi tersebut, pengujian ini juga dapat dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) dari model penelitian, jika nilai VIF diatas 10, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi gejala multikolinearitas dalam model peneltian.
3.4.3 Uji Heterokedastisitas
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya tetap, maka disebut Homoskedastisitas. Dan jika varians berbeda, maka disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas.
(60)
3.5 Model Penelitian
Berdasarkan hipotesis yang diajukan, maka model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Model 1: Kinerja = β0 + β1 Pengetahuan+ β2 Jenjang + β3Latar + e (H1) Model 2: Kinerja = β0 + β1 Pengetahuan+ β2 Jenjang + β3Latar + β4Partisipasi x β5
Pengetahuan+ e (H2)
3.6 Pengujian Hipotesis
3.6.1. Pengujian Hipotesis 1 dan 2
Pengujian hipotesis 1 akan dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat apakah terdapat pengaruh pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan terhadap kinerja panitia anggaran, sedangkan hipotesis 2 dilakukan dengan menggunakan analisa moderated regression Analysis (MRA). Metode MRA telah digunakan oleh McKeen etal (1994), Choe (1996), Chandrarin dan Indriantoro (1997), Setianingsih dan Indriantoro (1990), Nurike dan Indriantoro (2000).
(61)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Faktor
Analisis pengukuran terhadap variabel penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis faktor untuk menguji validitas item pertanyaan dan
reliabilitas. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package For
Social Science versi 12.0, dan bertujuan untuk memastikan bahawa butiran-butiran
yang digunakan untuk mengukur variabel yang diyakini tergolong dalam kelompok yang sama.
Analisis faktor dilakukan dengan menggunakan analisis komponen prinsipal (Principal Component Analysis) dengan metode putaran varimax dan normalisasi Kaiser. Korelasi diantara butiran pertanyaan yang digunakan seharusnya di atas .50 dengan nilai eigen (eigenvalues) harus di atas 1 dan jumlah varians yang bisa dijelaskan di atas 50%, jika nilai beban faktor dalam matriks komponen yang diputarkan sebanyak 200 semestinya di atas .40 (Hair et al., 1998). Sedangkan beban silang (cross loading) akan berlaku jika satu butiran mempunyai nilai muatan yang lebih besar dari .50 dalam satu dimensi sedangkan dalam dimensi yang lain mempunyai nilai muatan yang lebih besar daripada .35 (Kline, 1994). Metode pengujian reliabilitas menghasruskan nilai Cronbach alpa yang bisa diterima untuk penelitian ini adalah .60 hingga .70 (Hair et al., 1998).
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Tujuan Penelitian ini adalah untuk meihat pengaruh pengetahuan panitia anggaran dari anggota DPRD tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan terhadap kinerja panitia anggaran. Penelitian ini juga ingin melihat apakah terdapat pengaruh partisipasi masyarakat yang dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antara pengetahuan panitia anggaran tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan dengan kinerja panitia anggaran.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengetahuan tentang anggran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan secara bersama-sama (simultan) mempunyai pengaruh secara siqnifikan terhadap kinerja panitia anggaran. Dari hasil pengujian hipotesis terhadap variabel independen berupa “pengetahuan tentang anggaran” diketahui bahwa hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, Andriani (2002), Yudono (2002), Sopanah (2003) sebagi mana yang telah diuraikan pada bab IV dari tulisan ini.
2. Secara parsial hasil penelitian ini menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan dan jenjang pendidikan tidak berpengaruh terhadap kinerjapanitia anggaran. Hal ini disebabkan pelaksanaan fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan oleh
(2)
panitia anggaran terikat dengan peraturan perundang-undangan. Pengetahuan dan pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan anggaran daerah lebih berpengaruh terhadap kinerja panitia anggaran walaupun memiliki jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hasil pengujian hipotesis terhadap jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan tidak sejalan dengan hasil penelitian Indradi (2002) yang menyimpulkan bahwa “kualitas DPRD yang diukur dengan pendidikan berpengaruh terhadap kinerja DPRD.
3. Partisipasi masyarakat yang diduga sebagai variabel moderating yang akan memperkuat hubungan antara pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan terhadap kinerja panitia anggaran, akan tetapi dari hasil penelitian diketahui bahwa partisipasi masyarakat merupakan variabel independen yang turut mempengaruhi kinerja panitia anggaran dari anggota DPRD dan bukan sebagai variabel moderating. Hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Pramono (2002) dan Sopanah (2003) sebagai mana yang telah diuraikan pada bab IV dari tulisan ini.
4. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintah daerah dan pengelolaan keuangan daerah yang terus mengalami perubahan dan penyempurnaan, menuntut panitia anggaran dan anggota DPRD secara keseluruhan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan nya tentang pengelolaan keuangan daerah dalam rangka meningkatkan kinerja nya melaui fungsi penganggaran dan fungsi pengawasan
(3)
5.2. Keterbatasan
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah panitia anggaran dari anggota DPRD yang ada di 8 (delapan) Kabupaten dan 5 (lima) Kota di Sumatera Utara, sehingga hasil penelitian ini tidak dapat digenelarisir. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain :
1. Penyusunan kuesioner dalam penelitian tidak melibatkan beberapa ahli dalam bidang ini, karena masih terbatasnya para ahli yang memberikan perhatian serius terhadap masalah anggaran daerah, tetapi kuesioner untuk penelitian ini disusun oleh peneliti sendiri dengan mempertimbangkan relevansi antara informasi yang ingin diperoleh dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.
2. Dalam penelitian ini, peneliti belum mengungkapkan pengetahuan panitia anggaran mengenai kemapuannya untuk mengevaluasi dan menganalisa laporan keuangan khususnya neraca dan laporan arus kas, karena sampai dengan saat ini pemerintah daerah belum menyusun laporan keuangan daerah melalui proses akuntansi yang lazim. Selain itu, laporan keuangan yang disusun dari hasil rekap Laporan Realisasi Anggaran (LRA) diaudit terlebih dahulu oleh BPK untuk dibahas di dalam sidang paripurna DPRD.
3. Dalam penelitian ini, peneliti belum memasukkan variabel kebijakan kepala daerah mengenai teknis penganggaran yang tidak memenuhi prinsip-prinsip anggaran yaitu efesien, efektif dan ekonomis, sehingga membebani anggaran daerah dan tidak sebanding dengan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.
(4)
5.3 Saran
Berdasarkan dari hasil penelitian, maka pada masa yang akan datang perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Melakukan perbaikan kinerja penitia anggaran dan anggota DPRD secara keseluruhan dengan cara memberikan beberapa pelatihan dan workshop tentang pengetahuan anggaran, karena variabel ini mempengaruhi kinerja panitia anggaran.
2. Masih diperlukan penelitian lanjutan untuk melihat apakah kuesioner yang telah digunakan dapat mengukur kinerja panitia anggaran dalam melaksanakan fungsinya di bidang perencanaan dan pengawasan anggaran daerah. Kuesioner yang kami susun hendak nya dapat diadopsi dan diadaptasi untuk kesempurnaan penelitian dalam bidang yang serupa.
3. Masih perlu dimasukkan variabel pengalaman anggota DPRD yang pernah menduduki jabatann sebagai paniotia anggaran karena diduda variabel tersebut mempengaruhi kinerja panitia anggaran.
3. Kepada anggota DPRD secara keseluruhan masih perlu diberikan pelatihan dan bimbingan teknis tentang akuntansi keuangan daerah, sehingga mereka mampu mengevaluasi laporan keuangan berupa neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dIsusun oleh pihak eksekutif dan tidak hanya menunggu hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Adib, Muslim Muhammad, Rusmiaty, Siti dan Wibisono Sony, 2002 Good Governance dan Penguatan Institusi Daerah, Masyarakat Transfaransi Daerah, Jakarta
Andriani Rini, 2002 Pengaruh Pengetahuan dan RPPs Terhadap Peran DPRD dalam Pengawasan Anggaran (Studi Kasus pada DPRD Se-Provinsi bengkulu, Tesis Program Pascasarjana, UGM, Yogyakarta
Alamsyah 1997, Mekanisme Pengawasan APBD di Kabupaten Sleman, Tesis MAP, UGM, Yogyakarta
Ichsan M Ratih dan Tri laksono N, 1997 Administrasi Keuangan Daerah Pengelolaan dan Penyusunan APBD
Indradi, Syamsyiar, 2001 Pengaruh Pendidikan dan Pengalaman Anggota DPRD Terhadap Proses Pemuatan Peraturan Daerah, Tesis S2 Program Pascasarjana Ilmu Adminintrasi Negara, Universitas Brawijaya, Malang. Indriantoro Nur dan Supomo Bambang 1999 Metode Penilitian Bisnis Untuk
Akuntansi dan Manjemen, BEFE Yokykarta
Imam Ghozoli, Dr. M.Com, Akt, 2002 Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, BPUD Semarang
Mamesah, DJ,1995 Sistem Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta Gramedia Pustaka Utama
Indra Bastian, Ph.D, MBA, Akt 2006 Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Jakarta, Selemba Empat
Mardismo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta Pramono Agus, 2002 Pengawasan Legislatif Terhadap Eksekutif dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Tesis S2 Program Pascasarjana Ilmu Administrasi Negara, Universitas Brawijaya-Malang
Rubin Irene, 1996, Budgetting For Accountability, Muniecipal Budgeting for the 1990s, journal Publik budgeting and Fainance, Summer 112-132
Syamsuddin Syamsiar, Hubungan Kualitas Anggota DPRD Terhadap Partisipasi dalam Proses Kebijaksanaan Daerah di Kabupaten Malang, Laporan Penelitian dalam jurnal ilmiah sosial, Vol 13 No 2 Malang
(6)
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 Nomor 108, Undang-undang Nomor : 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2006 Nomor 126 Undang-undang Nomor 33 tahun 2006 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 47 Undang-undang Nomor 17 Tentang Keuangan Negara
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 5 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 66 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 Pemeriksaan Pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara
Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 90 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas PP Nomor 24 tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2005 Tentang Sistem Informasi Keuangan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49 Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 25, Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2003 tentang Kinerja Instansi Pemerintah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri,