Politik Anggaran Berbasis Pengarusutamaan Gender (Studi Kasus: Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe)

(1)

POLITIK ANGGARAN BERBASIS PENGARUSUTAMAAN GENDER Studi Kasus : Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe Tahun 2012-2014

Hayatun Nufus 110906059

Dosen Pembimbing : Dra.Evi Novida Ginting, M.SP

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HAYATUN NUFUS (110906059)

POLITIK ANGGARAN BERBASIS PENGARUSTAMAAN GENDER (Studi Kasus : Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe)

Rincian isi Skripsi, 84 halaman, 10 tabel, 1 gambar, 11 buku, 9 jurnal, 5 situs internet. ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang politik anggaran yang berbasis pengarusutamaan gender di Lhokseumawe. Pengarustamaan gender ini hadir dalam bentuk Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segi pembangunan maupun politik.Masalah ini menarik diteliti karena kita dapat melihat bagaimana proses pengalokasian anggaran agar laki-laki dan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan tanpa membedakan jenis kelamin.

Penelitian ini menggunakan tiga teori dalam alat untuk menganalisa masalah.Teori pertama adalah teori politik anggaran. Teori ini digunakan untuk melihat bagaimana elit-elit politik menyusun dan menetapkan anggaran yang akan dalokasikan. Teori kedua adalah teori gender yang terbagi dalam teori nurture, teori nature dan teori equilibrium. Akan tetapi yang digunakan hanyalah teori nurture. Teori ini digunakan untuk mengkaji bagaimana perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran tugas yang berbeda. Dan yang ketiga dalah teori Kebijakan publik dari James Anderson.teori ini digunakan untuk mengkaji bagamana dalam proses perumusan kebijakan akor-aktor politik memiliki maksud dan tujuan tertentu.. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi pustaka. Informan di dalam penelitian ini adalah Bapedda Kota Lhokseumawe, Badan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe, DPRK Lhokseumawe, LSM JARI, dan LSM APIC Aceh Kota Lhokseumawe.

Pengarusutamaan gender yang dilaksanakan di Lhokseumawe mempunyai beberapa tujuan yaitu meningkatkan kesadaran pemahaman dan komitmen para pengambilan keputusan tentang pentingnya keadilan dan kesetaraan gender,


(3)

pengintegrasian,aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan di berbagai sektor pembangunan dalam mewujudkan kualitas pembangunan daerah yang berkeadilan gender. Serta meningkatkan peran kelembagaan pengarusutamaan gender untuk mempercepat pelaksanaan perencanaan dan penganggaran responsif gender. Dalam proses anggaran yang dimulai perencanaan dan penyusunan seperti pada program pengarusutamaan gender yang tidak terlepas dalam anggaran yang responsif gender. Anggaran tersebut ada proses penyusunan dalam program pengarusutamaan gender untuk mengingkatkan sumberdaya dan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Namun di Kota Lhokseumawe sendiri belum ada anggaran yang khusus untuk gender khususnya dalam program pengarusutamaan gender ini sendiri. Dikarenakan program pengarustamaan gender ini dari tahun 2013 sampai dengan sekarang masih dalam tahap sosialisasi. Sehingga politik anggaran yang berbasis pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe belum berjalan dengan baik di kalangan masyarakat Kota Lhokseumawe.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HAYATUN NUFUS (110906059)

POLITIC OF BUDGET BASED ON GENDER MAINSTREAM IN LHOKSEUMAWE.

Content: 84 pages, 10 tables, 1 pictures, 11 books, 9 journals, 5 websites. ABSTRACT

This research is trying to explain about political budgeting based on gender mainstream in Lhokseumawe. The gender mainstream is exist in the form of President Instruction (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000. This issue is interesting to be researched because we can see how budget allocation process was executed so that men and women gain the same access of resource development regardless of gender.

This research used 3 theories to analyze the issue. The first theory is politic of budget theory. This theory is used to explain how political elites arrange and establish the budget that would be allocated. The second is gender theory which is divides into 3 subtheory such as nurture, nature, and equilibrium. But in this research only nurture theory was used. This theory will explain how the differences between women and men is essentially the result of socio-cultural construction so as to produce the role of different tasks. And the third is public policy theory from James Anderson. This theory is used to examine how political elites have their own intent and purposes in public policy formulation process. The methods used in this research is qualitative. Data was collected by interview and literature study. Informants in this study is Bapedda Lhokseumawe, Badan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe, DPRK Lhokseumawe, LSM JARI, dan LSM APIC Aceh Kota Lhokseumawe.

Gender mainstreaming implemented in Lhokseumawe has several objectives, namely to increase awareness and understanding of the commitment of decision-making about the importance of fairness and gender equality, integration, aspirations and needs of men and women in various sectors of development in realizing quality gender-equitable local development. And increasing the role of institutional gender mainstreaming to accelerate the implementation of gender responsive planning and budgeting. In a budget process that begins the planning and preparation of such programs are not independent of gender mainstreaming in gender responsive budgets. But in Lhokseumawe itself has no specific budget for gender mainstreaming


(5)

programs especially in gender. Due to this gender mainstreaming program from 2013 until now is still in the stage of socialization. So that budget-based politics of gender mainstreaming in the city of Lhokseumawe not run well among people in Lhokseumawe.


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Pengesahan

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh:

Nama : Hayatun Nufus NIM : 110906059

Judul : Politik Anggaran Berbasis Pengarusutamaan Gender (Studi Kasus: Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe) Dilaksanakan pada:

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat : Majelis Penguji: Ketua :

Nama ( )

NIP

Penguji Utama:

Nama ( )

NIP

Penguji Tamu:

Nama ( )


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh: Nama : Hayatun Nufus

NIM : 110906059 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Politik Anggaran Berbasis Pengarusutamaan Gender (Studi Kasus: Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe)

Menyetujui:

Ketua Departemen Ilmu Politik DosenPembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) (Dra.EviNovidaGinting,M.SP) NIP. 196806301994032001 NIP.196611111994032004

Mengetahui: Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP. 196805251992031002


(8)

Karya ini dipersembahkan untuk Ayahanda dan Ibunda Tercinta


(9)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul Politik Anggaran Berbasis Pengarustamaan gender dengan studi kasus Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Alhamdulillahirabbil alamin, atas berkah dan rahmat Allah SWT, penulis diberikan kesehatan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya, semoga para pengikutnya mendapatkan syafaat di akhir zaman.

Skripsi ini menjelaskan tentang Politik Anggaran Berbasis Pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe. Pengarustamaan gender ini hadir dalam bentuk Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segi pembangunan maupun politik. Masalah ini menarik diteliti karena kita dapat melihat bagaimana proses pengalokasian anggaran agar laki-laki dan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan tanpa membedakan jenis kelamin. Pengarusutamaan gender yang dilaksanakan di Lhokseumawe mempunyai beberapa tujuan yaitu meningkatkan kesadaran pemahaman dan komitmen para pengambilan keputusan tentang pentingnya keadilan dan kesetaraan gender, pengintegrasian,aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan di berbagai sektor pembangunan dalam mewujudkan kualitas pembangunan daerah yang berkeadilan gender. Serta meningkatkan peran kelembagaan pengarusutamaan gender untuk mempercepat pelaksanaan perencanaan dan penganggaran responsif gender. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.


(10)

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga tercinta, terutama Ayah Drs.Arifin Abdullah dan mama Ellya, SE, nenek tercinta Hj.Nurhayati S.Pd, adik Faisal Arif, sahabat sekaligus saudara Miftahul Rahmah, Dian Dini Safrida, Elyse Syahputri, Maya Sembiring dan Dara Aidilla. Tak lupa pula keluarga besar Dr.Darwinsyah Minin, T.Moehtar, T.Ridwan dan keluarga besar Abdullah Uramy yang selalu memberikan do’a, semangat dan bantuan kepada penulis semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan pahala yang berlipat ganda.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

3. Ibu Dra.Evi Novida Ginting,M.SP selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang membangun selama penulisan skripsi ini

4. Dosen dan Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

5. Kak Ema, Kak Siti, dan Pak Burhan yang selalu membantu dalam setiap urusan administrasi.

6. Informan dalam penelitian ini yaitu Ibu Yulia, Ibu Roslina, Bapak Jamaluddin, Ibu Roslina Rasyid, Ibu Hasni dan semua pihak yang membantu pada saat wawancara berlangsung.

7. Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 departemen ilmu politik Farah, Manda, Kevin, Fira, Irwindi , Dani, Sayed, Mujahid, Mezbah, Adam, April, Deni, Wulan, Desya, Rina, Rezika, Qomaria, Noveli, Kristin, Pasrah, Hugo, Novzel, Hans, Christian, Joshua, Nesyandri, Anugrah, Nota, Yakson, Efata,


(11)

Reni, Mantily, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan semua disini.

Medan, 10 Desember 2015

Hayatun Nufus 110906059


(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Halaman Pengesahan ... iv

Halaman Persetujuan ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar isi ... ix

Daftar Tabel dan Gambar ... xii

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 12

1.3 Pembatasan Masalah ... 13

1.4 Tujuan Penellitian ... 13

1.5 Manfaat Penelitian ... 14

1.6 Kerangka Teori ... 15


(13)

1.6.2 Teori Gender ... 17

1.6.3 Teori Kebijakan Publik ... 22

1.7 Metode Penelitian ... 25

1.7.1 Jenis Penelitian ... 25

1.7.2 Lokasi Penelitian ... 26

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ... 26

1.7.4 Teknik Analisa Data ... 27

1.8 Sistematika Penulisan ... 28

BAB II: PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE 2.1 Profil Kota Lhokseumawe ... 31

2.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota Lhokseumawe ... 32

2.1.2 Batas-batas dan Luas Wilayah ... 34

2.1.3 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan ... 35

2.1.3.1 Struktur Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan struktur Umur 36

2.1.3.2 Jumlah Penduduk Miskin ... 38

2.1.3.3 Jumlah Pengangguran ... 39

2.1.3.4 Target dan Realisasi Sumber Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe ... 40


(14)

2.2 Profil DRPK Lhokseumawe ... 44

2.2.1 Sejarah Singkat DPRK Lhokseumawe ... 44

2.2.2 Jumlah Kursi DPRK Lhokseumawe Periode 2014-2019 ... 45

2.2.3 Nama-Nama Anggota DPRK Lhokseumawe Periode ... 55

BAB III: POLITIK ANGGARAN DI PEMERINTAH KOTA LHOKSEUMAWE DALAM PENGARUSUTAMAAN GENDER 3.1 Proses Penyusunan Kebijakan Pengarusutamaan Gender ... 48

3.2 Anggaran-anggaran Untuk Pengarusutamaan Gender ... 58

3.3 Kendala Dalam Program Pengarusutamaan Gender ... 66

3.4 Analisis Politik Anggaran Berbasis Pengarusutamaan Gender ... 70

BAB IV: PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 78

4.2 Saran ... 81

Daftar Pustaka ... 87 Daftar Lampiran:

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

Lampiran 2. Transkrip Wawancara dengan Ibu Yulia

Lampiran 3. Transkrip Wawancara dengan Ibu Roslina S.Kom Lampiran 4. Transkrip Wawancara dengan Bapak Jamluddin S.Sos


(15)

Lampiran 5. Transkrip Wawancara dengan Ibu Roslina Rasyid Lampiran 6. Transkrip Wawancara dengan Ibu Khairul Hasni


(16)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR Daftar Tabel

Tabel 1.1 Data Pendidikan Kota Lhokseumawe Berdasarkan jenis Kelamin 10 Tabel 2.1 Jumlah Penduduk dan Jenis Kelamin Menurut Kecamatan Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010 ... 37 Tabel 2.2 Jumlah Penduduk miskin Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010. 38 Tabel 2.3 Jumlah Pengangguran Kota Lhokseumawe tahun 2009-201 ... 39 Tabel 2.4 Target dan realisasi sumber penerimaan pendapatan daerah Kota Lhokseumawe ... 40 Tabel 2.5 Jumlah Gampong, Jumlah Penduduk dan Rasio jenis kelamin .... 43 Tabel 2.6 Nama-Nama Partai Politik yang Mendapatkan Kursi di DPRK Lhokseumawe ... 45 Tabel 3.1 RPJM Kota Lhokseumawe Tahun 2012-2017 ... 52 Tabel 3.2 Anggaran dalam RPJM Dinas Pemberdayaan Perempuan ... 59 Tabel 3.3 Rumusan Rencana Program dan kegiatan SKPD Tahun 2014 dan prakiraan maju tahun 2015 ... 64 Daftar Gambar


(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

HAYATUN NUFUS (110906059)

POLITIK ANGGARAN BERBASIS PENGARUSTAMAAN GENDER (Studi Kasus : Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe)

Rincian isi Skripsi, 84 halaman, 10 tabel, 1 gambar, 11 buku, 9 jurnal, 5 situs internet. ABSTRAK

Penelitian ini mencoba menjelaskan tentang politik anggaran yang berbasis pengarusutamaan gender di Lhokseumawe. Pengarustamaan gender ini hadir dalam bentuk Inpres Nomor 9 tahun 2000 tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam segi pembangunan maupun politik.Masalah ini menarik diteliti karena kita dapat melihat bagaimana proses pengalokasian anggaran agar laki-laki dan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan tanpa membedakan jenis kelamin.

Penelitian ini menggunakan tiga teori dalam alat untuk menganalisa masalah.Teori pertama adalah teori politik anggaran. Teori ini digunakan untuk melihat bagaimana elit-elit politik menyusun dan menetapkan anggaran yang akan dalokasikan. Teori kedua adalah teori gender yang terbagi dalam teori nurture, teori nature dan teori equilibrium. Akan tetapi yang digunakan hanyalah teori nurture. Teori ini digunakan untuk mengkaji bagaimana perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran tugas yang berbeda. Dan yang ketiga dalah teori Kebijakan publik dari James Anderson.teori ini digunakan untuk mengkaji bagamana dalam proses perumusan kebijakan akor-aktor politik memiliki maksud dan tujuan tertentu.. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi pustaka. Informan di dalam penelitian ini adalah Bapedda Kota Lhokseumawe, Badan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe, DPRK Lhokseumawe, LSM JARI, dan LSM APIC Aceh Kota Lhokseumawe.

Pengarusutamaan gender yang dilaksanakan di Lhokseumawe mempunyai beberapa tujuan yaitu meningkatkan kesadaran pemahaman dan komitmen para pengambilan keputusan tentang pentingnya keadilan dan kesetaraan gender,


(18)

pengintegrasian,aspirasi dan kebutuhan laki-laki dan perempuan di berbagai sektor pembangunan dalam mewujudkan kualitas pembangunan daerah yang berkeadilan gender. Serta meningkatkan peran kelembagaan pengarusutamaan gender untuk mempercepat pelaksanaan perencanaan dan penganggaran responsif gender. Dalam proses anggaran yang dimulai perencanaan dan penyusunan seperti pada program pengarusutamaan gender yang tidak terlepas dalam anggaran yang responsif gender. Anggaran tersebut ada proses penyusunan dalam program pengarusutamaan gender untuk mengingkatkan sumberdaya dan pembangunan antara laki-laki dan perempuan. Namun di Kota Lhokseumawe sendiri belum ada anggaran yang khusus untuk gender khususnya dalam program pengarusutamaan gender ini sendiri. Dikarenakan program pengarustamaan gender ini dari tahun 2013 sampai dengan sekarang masih dalam tahap sosialisasi. Sehingga politik anggaran yang berbasis pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe belum berjalan dengan baik di kalangan masyarakat Kota Lhokseumawe.


(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

HAYATUN NUFUS (110906059)

POLITIC OF BUDGET BASED ON GENDER MAINSTREAM IN LHOKSEUMAWE.

Content: 84 pages, 10 tables, 1 pictures, 11 books, 9 journals, 5 websites. ABSTRACT

This research is trying to explain about political budgeting based on gender mainstream in Lhokseumawe. The gender mainstream is exist in the form of President Instruction (Inpres) Nomor 9 Tahun 2000. This issue is interesting to be researched because we can see how budget allocation process was executed so that men and women gain the same access of resource development regardless of gender.

This research used 3 theories to analyze the issue. The first theory is politic of budget theory. This theory is used to explain how political elites arrange and establish the budget that would be allocated. The second is gender theory which is divides into 3 subtheory such as nurture, nature, and equilibrium. But in this research only nurture theory was used. This theory will explain how the differences between women and men is essentially the result of socio-cultural construction so as to produce the role of different tasks. And the third is public policy theory from James Anderson. This theory is used to examine how political elites have their own intent and purposes in public policy formulation process. The methods used in this research is qualitative. Data was collected by interview and literature study. Informants in this study is Bapedda Lhokseumawe, Badan Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe, DPRK Lhokseumawe, LSM JARI, dan LSM APIC Aceh Kota Lhokseumawe.

Gender mainstreaming implemented in Lhokseumawe has several objectives, namely to increase awareness and understanding of the commitment of decision-making about the importance of fairness and gender equality, integration, aspirations and needs of men and women in various sectors of development in realizing quality gender-equitable local development. And increasing the role of institutional gender mainstreaming to accelerate the implementation of gender responsive planning and budgeting. In a budget process that begins the planning and preparation of such programs are not independent of gender mainstreaming in gender responsive budgets. But in Lhokseumawe itself has no specific budget for gender mainstreaming


(20)

programs especially in gender. Due to this gender mainstreaming program from 2013 until now is still in the stage of socialization. So that budget-based politics of gender mainstreaming in the city of Lhokseumawe not run well among people in Lhokseumawe.


(21)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Setiap Pemerintah Daerah pada hakikatnya mencita-citakan masyarakatnya mencapai kesejahteraan. Pencapaian kesejahteraan masyarakat dapat diupayakan melalui kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada pembangunan manusia. Dengan masyarakat sejahtera diharapkan tidak lagi terbelenggu dalam kondisi kemiskinan.1

Konteks politik anggaran akan terkait dengan peran dan kemampuan negara dalam memberikan jaminan kepada rakyatnya. Namun yang terjadi politik anggaran dipahami dan dijalankan dalam konteks jangka pendek dan menguntungkan pihak-pihak terkait saja. Aturan dalam penentuan program hanya terletak pada level kepentingan masing-masing aktor, sedangkan masyarakat sering tidak mengetahui proses dan partisipasi dalam program yang telah dikerjakan, bahkan rakyat sendiri Anggaran yang mempunyai keterpihakan kepada masyarakat, agar masyarakat terlepas dari kemiskinan dan meningkatkan dalam bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Penganggaran adalah arena antara pengelolah keuangan yang selalu berorietasi pada stabilitas ekonomi dalam perencanaan program daerah terhadap masyarakat. pengelolaan keuangan cenderung kepada politik anggaran yang selalu mengancam kepada stabilitas ekonomi masyarakat.

1

Sulistiyani, Ambar Teguh.2004.Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan.Yogyakarta:Gava Media.hal 32.


(22)

tidak mengetahui berapa persen anggaran yang dilimpahkan untuk kesejahterannya. Sistem anggaran nasional dan daerah, telah ditentukan melalui Undang-Undang dan peraturan Pemerintah, seperti jaminan rakyat untuk terlibat dalam proses penentuan Anggaran, namun proses tersebut hanya dimaknai sebagai proses formal dan masih jauh dari nilai-nilai keadilan sosial dalam penyelenggaraan pemerintah yang baik. Kalau dilihat dari politik, pada dasarnya adalah pengelolaan anggaran melalui peraturan-peraturan yang secara adil, di mana peraturan itu diberikan kepada siapa saja tanpa ada diskriminasi.2

Kekuasaan politik, pemerintah banyak didominasi elit yang berkeinginan bahwa institusi/lembaga lebih banyak menerima anggaran atau penentuan anggaran lebih banyak diajukan oleh Pemerintah. Seperti upaya untuk menemukan bentuk yang tepat mengenai keadilan anggaran, maka politik anggaran tentu akan berkaitan dengan usaha Negara dan Pemerintah memberikan jaminan sosial yang tepat bagi rakyat dengan kebutuhan dan hak publik. Politik yang juga dimaknai kesetaraan dan partisipasi. Politik anggaran harus dibangun dan diperjuangkan sebagai sistem anggaran yang menggambarkan adanya kesetaraan gender, keadilan, partisipasi dan pertanggung jawaban pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik.

3

2

Artikel Politik Anggaran, diakses pada tanggal 10 February 2015, pukul 15.23 WIB 3

http://edukasi.kompasiana.com. politik-anggaran-strategi-pembangunan-daerah-yang-berkeadilan-atau-menuju-disintegrasi-bangsa-667513.html diaskes pada tanggal 15 February 2015,pukul 19.05 WIB


(23)

Di Indonesia peningkatan partisipasi politik perempuan diarahkan pada partisipasi perempuan yang dilindungi dan diarahkan oleh undang-undang. Penerapan kuota 30 % untuk keterwakilan perempuan dalam legislatif merupakan langkah yang sangat maju dalam mendukung partisipasi politik perempuan. Hal ini akan dapat melindungi kepentingan perempuan dalam memperoleh hak-hak politiknya. Namun kenyataannya sampai dengan saat ini keterwakilan 30 % tersebut belum dapat dihasilkan dengan baik. Dalam perkembangan partisipasi politik perempuan di Indonesia dapat di pengaruhi oleh faktor budaya patriaki yang menganggap bahwa politik identik dengan laki-laki, sehingga tidak pantas bagi perempuan untuk masuk ke dalam arena politik. Faktor ekonomi dan pendidikan juga sebagai penghambat bagi representasi perempuan di politik. Kuantitas perempuan secara ekonomi maupun pendidikan masih kurang dibandingkan laki-laki. Hal ini akibat budaya patriarkhi dan juga rendahnya keinginan perempuan untuk bersaing dengan laki-laki.4

Kesenjangan gender yang terjadi karena kentalnya nilai-nilai laki-laki dan perempuan, nilai-nilai dan norma-norma di dalam masyarakat telah menetapkan bahwa sudah kodratnya perempuan merupakan ratu atau pengurus rumah tangga. Sehingga pikiran-pikiran untuk memberi kesempatan kepada perempuan untuk beraktifitas di luar rumah tangga di anggap sebagai sesuatu yang menyalahi kodrat.5

4

Evi Novida Ginting.2011.Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia.Jurnal POLITEA,Vol 3.hal 114.

5

Tjandranigsih Indrasari.1996.Mengindetifikasi Persoalan Perempuan.Jurnal Analisis Sosial.Edisi 4 November.AKATIGA.


(24)

Semakin banyak yang belum menyadari adanya kepentingan dalam kesetaraan berpartisipasi dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan yang disebabkan oleh perpanjangan. Kesenjangan gender karena lingkungan sosial dan budaya yang tidak mendukung untuk membiarkan perempuan berpartisipasi dalam politik dan penentuan keputusan nasional, dengan adanya kelembangaan yang masih terus membatasi perempuan pada kekuasaan.

Pada penduduk Indonesia, separuhnya adalah perempuan. Namun kondisi ketertinggalan perempuan dapat menggambarkan adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia.6

Peran gender dalam pembangunan diterapkan diseluruh dunia dalam konsep barat, yang mengubah kehidupan tradisional menjadi modern untuk meningkatkan Dalam kondisi perempuan di Indonesia masih banyak memerlukan perhatian. Seperti dibidang pendidikan, ekonomi dan kesehatan. Dalam bidang pendidikan perempuan masih tertinggal dibandingkan laki-laki, dikarenakan proses pengelolaan pendidikan masih bias gender yang mengakibatkan dominasi laki-laki sebagai penentu kebijakan. Di dalam ekonomi, kemampuan perempuan untuk memperoleh peluang kerja dan berusaha masih didalam kondisi rendah. Ditambah lagi dengan tingkat pengangguran pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Dalam hal inilah yang dilihat pada kondisi perempuan yang belum adanya kesetaraan gender.

6

S.R. Soemartoyo.2002.Pemberdayaan Perempuan di Indonesia dan Peluang untuk Pemberdayaan

Ekonomi Perempuan. Disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan pada The ACT Seminar


(25)

ekonomi yang lebih baik bagi kaum perempuan. Yang menjadi salah satu faktor yang menjelaskan ketertinggalan perempuan dalam proses pembangunan. Faktor yang mengakibatkan ketidaksetaraan gender dan merupakan kendala bagi perempuan didalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya yang menyebabkan kurangnya kesadaran dan pemahaman gender.

Dalam lembaga pada perempuan dan organisasi baik yang bersifat formal maupun tradisional baru sebatas pada lembaga yang erat hubungan dengan peran perempuan. Misalnya pada organisasi PKK, arisan, pengajian dan sebagainya. Didalam kegiatan-kegiatan pembangunan pada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan program pembangunan adanya konsep ditingkat Nasional baik secara eksplisit maupun implisit yang membuat asumsi yang menguat pemisahan peran laki-laki dan perempuan. Sedangkan di dalam perempuan yang ditetapkan terbatas dalam kegiatan-kegiatan seperti rumah tangga, pendidikan, kesehatan, ekonomi.7

Kebijakan yang menggambarkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya paham terhadap gender, karena tidak sesuai dengan peran yang nyata di dalam masyarakat. Hal ini dapat diliat dari Gender Related Development Index (GDI) yang berada pada peringkat ke 88 pada Tahun 1995, kemudian menurun ke peringkat 90 pada Tahun 1998 dari 174 negara dan menurun lagi menjadi 92 dari 146 negara pada Tahun

7

White dan Hastuti.E.L.1980.Pola Pengambilan Keputusan Dalam Rumah Tangga dan Masyarakat


(26)

1999.8 Di dalam peringkat dunia indeks tersebut masih lebih rendah dari negara-negara ASEAN dan dengan adanya berbagai krisis di Indonesia indeks tersebut peringkatnya akan semakin menurun. Oleh karena itu pemerintah semakin kuat untuk menjalankan upaya peningkatan status dan kedudukan perempuan dalam aspek pembangunan. Disamping arahan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) Tahun 1999 di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional, peningkatan status dan kondisi perempuan dicantumkan sebagai bidang pembangunan. Pemerintah telah menerbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000, tentang Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan yang merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kodisi perempuan di Indonesia khususnya di Daerah.9

Pengarusutamaan Gender atau dikenal dengan sebutan PUG muncul pertama sekali pada konferensi PBB untuk perempuan ke enam di Beijing pada tahun 1995. Sebagai salah satu strategi yang direkomendasikan untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam hal perkembangan. Pengarusutamaan gender dalam versi United

Nations Economi and Social Council (ECOSOC) pada Tahun 1997, yaitu

Pengarusutamaan perspektif gender adalah pengaruh terhadap perempuan dan laki-laki setelah dilaksanakannya sebuah rencana termasuk legislasi dan program-program di bidang dalam semua tingkatan. Pengarusutamaan gender adalah strategi untuk

8

Endang Lestari Hastuti.ibid.hal 3 9

Panduan Pelaksanaan INPRES nomor 9 Tahun 2000 . Tentang Pengarusutamaan Gender Dalam


(27)

mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan dan program yang memperlihatkan kepentingan laki-laki dan perempuan secara seimbang dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Kebijakan dan program pengarusutamaan gender dalam semua aspek politik,ekonomi dan sosial.10 Tujuan pengarusutamaan gender adalah memastikan apakah perempuan dan laki-laki memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.11

Pengarusutamaan gender sangat diperlukan dalam kesetaraan gender,hal ini dapat dilihat apakah laki-laki dan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan, memiliki peluang berpartisipasi yang sama dalam proses pembangunan terutama dalam proses pengambilan keputusan. Memiliki kontrol dan memperoleh manfaat yang sama dari hasil pembangunan.12

Dalam meningkatkan partisipasi perempuan untuk pengambilan keputusan yang berkeadilan gender. Rancangan untuk dapat membina para peserta perempuan atau Balee Inoeng (perkumpulan perempuan Aceh) yang diharapkan dapat berperan aktif sebagai perempuan di Daerah dalam menyampaikan aspirasinya. Baik dalam rangka penyusunan rancangan program tahunan Kabupaten/Kota, ataupun rancangan lainnya yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. Memberikan wawasan perencanaan pembangunan partisipasi yang efektif dengan memahami pengetahuan tentang

10

Dra.Sri Sundari Sasongko.Konsep dan teori gender.Jakarta:BKkbN.hal 30. 11

Sali Susiana,Sulasi Rangiyati,Nurul Hilaiyah.2008.Pengarusutamaan Geder dalam

Parlemen.Jakarta:Sekretariat Jenderal DPR RI.Hal 4.

12

Panduan Pelaksanaan INPRES Nomor 9 Tahun 2000, Tentang Pengarusutamaan Gender dalam


(28)

metode dan teknis penyusunan rencana pembangunan Daerah yang berspektif gender. Untuk melihat perkembangan pembangunan dalam berbagai sektor (ekonomi, pendidikan, sosial budaya, agama dan kesehatan). Tujuannya adalah menyiapkan kaum perempuan di Kabupaten/Kota sebagai pelaku pembangunan yang responsif gender dan berkarakteristik sosial, sehingga terciptanya pembangunan yang baik. Hal ini mengusung dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good

goverment). Sehingga perencanaan pembangunan menjadi milik bersama antara

pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakatnya.13

Peran perempuan di Kota Lhokseumawe dengan sedikitnya perempuan yang duduk di Pemerintahan Kota Lhokseumawe, seperti belum terpenuhinya kuota 30 % untuk keterwakilan perempuan dalam legislatif. Hal ini disebabkan karena minimnya minat dari kalangan perempuan atau masih kurangnya dukungan dari masyarakat. Misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, pengangguran dan tingkat kemiskinan di kota Lhokseumawe. Sehingga pengarusutamaan gender Kota Lhokseumawe tidak berjalan dengan sebaiknya menurut INPRES Nomor 9 Tahun 2000. Untuk memperkecil kesenjangan tersebut maka seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan pembangunan yang dikembangkan saat ini serta kedepannya harus mengintegrasikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pamantauan dan evaluasi.

13


(29)

Kota Lhokseumawe merupakan kota kecil di Nanggroe Aceh Darussalam, yang masyarakatnya bersifat heterogen. Dengan jumlah penduduk di kota Lhokseumawe mencapai 186.467 jiwa. Namun banyak persoalan yang muncul di Kota Lhokseumawe, terutama masalah perempuan. Tingkat kemiskinan dan rendahnya kualitas kesehatan hingga akses pendidikan yang perlu di perhatikan oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Siti Nurillah selaku wakil ketua kamar dagang dan industri (kadin) menyatakan tingkat diskriminasi, pelecehan seksual hingga kekerasan dalam rumah tangga masih saja terjadi di Kota Lhokseumawe. Sehingga kesetaraan gender di Kota Lhokseumawe belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Kota Lhokseumawe yang dikenal dengan julukan Kota Industri, seperti industri minyak dan gas (Arun NGL),Pupuk Iskandar Muda dan sebagainya.14

Jumlah Pencari Kerja menurut pendidikan di Kota Lhokseumawe berdasarkan jenis kelamin :

Namun tidak terbina secara baik, sehingga terkesan hidup secara sendiri-sendiri. Dengan semakin meningkatnya diskriminasi, pelecehan seksual dan rendahnya akses pendidikan bagi kaum perempuan, maka perempuan banyak yang menjadi korban pertama dari tingkat kemiskinan di Kota Lhokseumawe.

14


(30)

Tabel 1.1

Data pendidikan di Kota Lhokseumawe berdasarkan jenis kelamin

Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah

SD - - -

SMP - - -

SMA 345 137 482

Sarjana 223 386 609

Jumlah 568 523 1091

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe

Jumlah kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi di Kota Lhokseumawe menurut BPS Kota Lhokseumawe pada tahun 2011 dengan jumlah kemiskinan sebesar 13,73 persen, pada tahun 2012 turun menjadi 13,06 persen dan pada tahun 2013 turun menjadi 12,47 persen.15

15

Badan Pusat Statistik Kota Lhokseumawe, Lhokseumawe dalam angka 2014

Dengan jumlah kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi menurun, namun Pengarusutamaan Gender di Kota Lhokseumawe belum di jalankan secara baik. Didalam Pengarusutamaan gender juga terdapat penyusunan anggaran untuk dapat mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Dalam hal ini dari anggaran yang telah ditetapkkan DPR Kota Lhokseumawe dan anggaran yang telah masuk kedalam pemerintahan Kota Lhokseumawe untuk menjadi acuan kerja APBD pada Pemerintahan Kota Lhokseumawe. Berdasarkan kajian tersebut, maka peneliti


(31)

berkeinginan untuk meneliti masalah politik anggaran berbasis Pengarusutamaan Gender di Kota Lhokseumawe yang bertujuan untuk melihat sejauh mana Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam mengalokasi anggaran yang berbasis Pengarusutamaan Gender dengan Upaya apakah laki-laki dan perempuan memperoleh akses yang sama terhadap sumber daya pembangunan di Kota Lhokseumawe. Dalam program-program pembangunan termasuk Rencana Kerja Pemerintah untuk pembangunan gender dengan meningkatkan kualitas sumber daya tanpa membedakan jenis kelamin dan kelompok umur.

Dalam alokasi belanja di Pemerintahan merupakan adanya APBD yang lebih banyak untuk menggerakkan mesin birokrasi untuk kepentingan rakyat. Hal ini menunjukkan politik anggaran belum berada dalam arah yang benar. Sedangkan porsi Belanja Rakyat seringkali rawan dengan adanya korupsi yang tidak efektif dalam memecahkan masalah-masalah untuk kepentingan masyarakat Daerah. Politik anggaran harus dikendalikan oleh tujuan yang akan dicapai (policy driven). Dengan keterkaitan antara arah kebijakan yang tertuang di dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD) dan Rancangan Kegiatan Pembangunan Daerah ( RKPD). RPJPM atau Rancangan Pembangunan Jangka Menengah yang disusun oleh Pemerintahan Pusat atau Daerah. Rancangan Pembangunan Jangka Menengah adalah dokumen perencanaan untuk program-program kerja selama lima tahun, dengan tujuan penetapan program atau kegiatan. RPJM ini mencakup indikasi


(32)

rencana program dan kegiatan secara lintas sumber biaya, baik APBN,APBD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan APBD Kota Lhokseumawe maupun sumber pembiayaan lain yang tidak mengikat.16

Dalam RPJM daerah Kota Lhokseumawe untuk Gender dengan tujuan meningkatnya kegiatan ekonomi pada masyarakat Kota Lhokseumawe, berkembangnya ekonomi rakyat, meningkatnya partisipasi aktif masyarakat,untuk meningkatkan peranan perempuan dalam proses perencanaan maupun dalam pelaksanaan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan meningkatkan kemampuan SDM perempuan. Hal ini merupakan program yang di bentuk oleh pemerintah Kota Lhokseumawe untuk mensejahterakan masyarakat Kota Lhokseumawe dari segi ekonomi, pendidikan dan kesehatan.

1.2Perumusan Masalah

Kesetaraan dan keadilan terhadap gender, merupakan salah satu strategi dalam Pengararustamaan Gender dalam pembangunan. Terdapat dalam Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pangarustamaan gender dalam pembangunan nasional yang menyatakan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah non departemen dan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota harus melakukan pengarustamaan gender dalam perencanaan,pelaksanaan,pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program pembangunan. Dalam arahan dan penyusunan Anggaran

16


(33)

Pendapatan dan Belanja Daerah kota Lhokseumawe pada tahun 2012-2014 dalam Pengarusutamaan Gender. program ini diarahkan untuk menempatkan perempuan sesuai dengan kodratnya, menjadi mitra pria dalam proses dan perencanaan serta pelaksanaan pembangunan. Maka penting untuk diketahui pengalokasian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kota Lhokseumawe tehadap Pengarusutamaan Gender dalam pembangunan Daerah di Kota Lhokseumawe selama 5 tahun. Sehingga yang menjadi pertanyaan penulis adalah : Bagaimana politik anggaran dalam pengarusutamaan gender APBD Kota Lhokseumawe ?

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini sebatas pada politik Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk pengarusutamaan gender di Pemerintahan Kota Lhokseumawe tahun 2012-2014.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah.

2. Mengetahui bagaimana politik anggaran di kota Lhokseumawe terhadap pengarusutamaan gender di Pemerintah Kota Lhokseumawe.


(34)

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan kontribusi pemikiran mengenai proses pengarusutamaan gender dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam pembangunan di Kota Lhokseumawe.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan bukan hanya bagi peneliti tapi juga akademisi lainnya mengenai proses pengarusutamaan gender dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam pembangunan di Kota Lhokseumawe. Serta dapat menjadi referensi bagi departemen ilmu politik FISIP USU.

3. Bagi masyarakat,penelitian ini diharapkan mampu membantu masyarakat dalam meningkatkan pembangunan dan proses pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe.


(35)

1.6Kerangka Teori

1.6.1 Teori Politik Anggaran

Keterpihakan anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada masyarakat bisa di wujudkan melalui fungsi alokasi, distribusi dan stabilisasi. Anggaran yang mempunyai keterpihakan kepada masyarakat supaya terlepas dari kemiskinan secara global merupaka hasil kesepakatan Millenium Development Goals ( MDGs). Anggaran merupakan instrument paling penting dalam kebijakan ekonomi yang dimiliki pemerintah Indonesia dan hal ini menggambarkan pernyataan komprehensif tentang prioritas Negara. Sebagai warga Negara yang sangat bergantung dalam penyediaan pelayangan yang krusial dan infrastruktur.

Menurut para ahli politik anggaran, Irene Rubbin menegaskan anggaran publik tidak berbeda dengan anggaran lainnya. Yakni bagaimana membuat pilihan antara kemungkinan pengeluaran, keseimbangan dan proses keputusannya. Akan tetapi anggaran public memiliki tipikal yang berbeda, seperti bersifat terbuka dan melibatkan berbagai aktor dalam penyusunan yang memiliki tujuan berbeda-beda dan mempergunakan dokumen anggaran sebagai bentuk akuntabilitas publik dan keterbatasan yang harus di perhatikan.17

Proses anggaran mulai dari perencanaan dan penyusunan di lingkungan birokrasi. Anggaran juga sebagai proses politik dalam arena perebutan sumber daya

17

Irene S Rubin(1990), The Politics of Public budgeting;getiing and spending borrowing and balancing. Hatam,New Jersey.


(36)

publik antara berbagai kepentingan, baik dalam sistem politik yang berlaku maupun kelompok kepentingan yang memiliki pengaruh terhadap keputusan politik anggaran. Kebijakan tentang alokasi anggaran yang cukup besar porsinya. Dimana porsi anggaran yang paling besar adalah untuk belanja pengawai. Defisit anggaran yang terus membesar dan rencana anggaran pendapatan yang tidak mencapai target dan terus berkurangnya asset Negara dan berbagai masalah lainnya yang semakin menjauh pada kebijakan politik anggaran.

Secara hukum yang tersedia mengakui politik anggaran sebagai salah satu pendekatan dalam penyusunan anggaran. Pendekatan politik anggaran pertama adalah keberadaan fungsi anggaran DPR dalam proses pembahasan anggaran dan yang kedua adalah penjabaran visi dan misi presiden terpilih sebagai dasar penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dalam pendapatan daerah memegang peranan yang sangat penting. Dimana peranan tersebut melalui sektor yang dapat dilihat sejauh mana suatu daerah dapat membiayai kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang menjadi urusan rumah tangga. Besar kecilnya jumlah dana yang diperlukan sangat tergantung pada luas wilayah dan keadaan demografi, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kompleksitas kebutuhan penduduk serta hal-hal lainnya yang sangat mempengaruhi pertumbuhan sosial ekonomi daerah tersebut. Permasalahan yang cukup penting dalam pengumpulan pendapatan daerah adalah proses pengumpulan


(37)

yang tertutup dan kesalahan dalam pengelolaan. Tidak banyak daerah yang mampu mengelola potensi berbagai jenis pendapatan daerah secara maksimal, sehingga mampu secara nyata dan bertahap mewujudkan kemandirian keuangan daerah.18

Peneliti menggunakan teori politik anggaran untuk melihat bagaimana peran pemerintah dalam mewujudkan anggaran yang baik bagi pembangunan daerah di Kota Lhokseumawe. terutama untuk melihat bagaimana pengalokasian anggaran di pemerintah Kota Lhokseumawe dalam pengarusutamaan gender, apakah anggaran yang telah diputuskan dalam APBD Kota Lhokseumawe sudah memiliki manfaat yang sama antara laki-laki dan perempuan.

1.6.2 Teori Gender

Gender adalah sebuah bentuk perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan yang lebih bersifat perilaku (behavioral differences) yang dikonstruksi secara sosial dan kultural dan berlangsung berubah dari waktu ke waktu dan tidak bersifat universal, yang artinya antara masyarakat yang satu dengan yang lain mempunyai pengertian yang berbeda-beda dalam memahami gender. Gender berbeda dengan istilah seks. Seks menunjukkan pada perbedaan jenis kelamin yang secara biologis melekat pada diri perempuan dan laki-laki.19

18

http://bisniskeuangan.kompas.com, Politik Anggaran 2012 Fokus Ketersediaan, Diakses Pada kamis,04 Juni 2015.

Perempuan secara alamiah tidak dapat

19

Mansour Fakih.2001. Analisis Gender & Transformasi Sosial.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.hal 71-72.


(38)

berubah dan merupakan kodrat yang diberikan dari sang pencipta dan tidak dipertukarkan atau diubah oleh manusia.

Gender adalah perbedaan peran,status dan pembagian kerja yang dibuat oleh masyarakat berdasarkan jenis kelamin. Antara perempuan dengan laki-laki terjadi perbedaan, dimana perbedaan antara perempuan dan laki-laki tidak hanya terbatas pada perbedaan biologis. Misalnya perempuan sering digambarkan sebagai sosok yang manis, lemah lembut, tidak agresif, penyayang dan mengalah. Sebaliknya dengan laki-laki sering ditampilkan dalam sosok yang kuat, kekar.agresif dan dominan. Perbedaan antara perempuan dan laki-laki bukan saja terjadi pada perbedaan biologis saja, akan tetapi tercermin dalam pengkotakan. Pengkotakan dalam jenis perkerjaan yang sering dikenal dengan istilah pembagian kerja seksual.20

Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities). Namun yang terjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik kaum laki-laki dan terutama terhadap kaum perempuan. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender menyebabkan ketidakadilan gender melalui pembagian manifestasi ketidakadilan yang ada. Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni : marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik, dan pembentukan.

20

Listiani,Rustam Ependi,Jumardi dan Swaldi.2002.Gender & komunitas Perempuan Perdesaan


(39)

Stereotipe atau melalui pelabelan negatif, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisali ideologi nilai peran gender.21

Pengambilan kebijakan untuk merancang program yang benar-benar memperdayakan kaum perempuan terus diperbaiki, mulai dari WID (women in

development) kemudian WAD (women and development) dan GAD (gender and development). Women and development muncul sebagai kritik terhadap teori

modernisasi dan women in development sebagai aplikasi teori ketergantungan.

Women and development berargumentasi bahwa perempuan selalu merupakan bagian

dari pembangunan dan mencari hubungan antara perempuan dengan proses pembagunan. Pendekatan women and development ini selanjutnya diperbaiki dengan pendekatan gender and develoment. Gender and development menempatkan posisi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan. Dalam peran Negara sangat berpengaruh terhadap penempatan posisi perempuan. Pendekatan gender and development bertujuan untuk memandukan keinginan dan kepentingan laki-laki dan perempuan dalam kegiatan pembangunan.

Dalam teori gender ini adanya pendekatan pembangunan, Pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan perempuan. Namun jika diperhatian dalam program tersebut belum memberikan implikasi pada perempuan secara menyeluruh.

22

21

Ibid,Hal 12 22


(40)

Dalam kesetaraan dan keadilan gender bukan saja menjadi perhatian kaum perempuan, tetapi telah menarik perhatian para ahli dan politisi Edward Wilson dari Harvard University, yang membagi perjuangan kaum perempuan secara sosiologis atas tiga kelompok besar yaitu : teori nurture (konstruksi budaya), teori nature (alamiah) dan teori equilibrium. Dari ketiga teori tersebut, yang relevan dalam masalah politik anggaran berbasis pengarustamaan gender ialah teori nurture.

1. Menurut teori nurture ini, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga menghasilkan peran tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perjuangan untuk persamaan dipelopori oleh orang-orang yang konsen memperjuangkan kesetaraan perempuan dan laki-laki yang cendrung mengejar kesamaan, kemudian dikenal dengan istilah kesamaan kuantitas (perfect equality). Teori nurture tersebut sulit dicapai karena berbagai hambatan, baik dari nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture melahirkan paham sosial konflik yang memperjuangkan kesamaan proposional dalam segala aktivitas masyarakat seperti di tingkatan manajer, menteri, milliter, DPR, partai politik dan bidang lainnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah program khusus (affirmative action) guna memberikan peluang bagi pemberdayaan perempuan


(41)

yang kadang kala berakibat timbulnya reaksi negatif dari kaum laki-laki. Karena tidak yakin terhadap perjuangan tersebut.

2. Pada teori nature ialah adanya perbedaan perempuan dan laki-laki dalam kodrat, sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini memberikan indikasi dan implikasi bahwa di antara kedua jenis tersebut memiliki peran dan tugas yang berbeda. Baik perempuan maupun laki-laki memiliki perbedaan kodrat sesuai dengan fungsinya masing-masing. 3. Teori equilibrium, terdapat paham kompromistis yang dikenal dengan

keseimbangan yang menekan pada konsep kemitraan dan keharmonisan dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki.23

Peneliti menggunakan teori nurture, karena teori nurture relevan terhadap masalah politik anggaran berbasisi pengarustamaan gender. Pada hakikatnya, dalam mengembangkan dan memantangkan berbagai potensi pada diri perempuan dapat memanfaatkan hak dan kesempatan yang sama dengan laki-laki sebagai sumber daya pembangunan. Namun hingga kini masih dirasakan adanya kesenjangan gender atau bias gender dalam berbagai sektor pembangunan sehingga posisi dan kondisi kaum perempuan belum setara dengan laki-laki. Selain itu teori ini menjelaskan bagaimana kesetaraan perempuan dan laki-laki terhadap peran dan tugas yang berbeda di dalam kehidupan.

23


(42)

1.6.3 Teori Kebijakan Publik

Menurut James Andreson kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seseorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.24 Keterlibatan aktor-aktor dalam perumusan kebijakan kemudian menjadi ciri khusus dari kebijakan publik. Ini sebabkan oleh kenyataan bahwa kebijakan itu diformulasikan oleh apa yang dikatakan David Easton sebagai “penguasa” dalam suatu sistem politik, yaitu para sesepuh tertinggi suku, anggota-anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, administrator, penasihat, raja dan semacamnya. Menurut Easton, mereka ini merupakan orang-orang yang terlibat dalam masalah sehari-hari dalam suatu sistem politik, diakui oleh sebagian terbesar anggota sistem politik, mempunyai tanggung jawab untuk masalah ini, dan mengambil tindakan-tindakan yang diterima secara mengikat dalam waktu yang panjang oleh sebagian terbesar anggota sistem politik selama mereka bertindak dalam batas-batas peran yang diharapkan.25

24

Budi Winarno.2012.kebijakan Publik Teori, Proses, dan Studi Kasus.Yogyakarta:CAPS.hal.21 Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa katagori, antara lain:

25


(43)

1. Tuntutan-tuntutan kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan penjabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik. Tuntutan-tuntutan tersebut berupa desakan agar pejabat-pejabat pemerintah mengambil tindakan atau tidak mengambil tindakan mengenai suatu masalah tertentu. Biasanya tuntutan-tuntutan ini diajukan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat dan mungkin berkisar antara desakan secara umum bahwa pemerintah harus “berbuat sesuatu” sampai usulan agar pemerintah mengambil tidakan tertentu mengenal suatu persoalan.

2. Keputusan-keputusan kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada tindakan-tindakan kebijakan publik. Termasuk dalam kegiatan ini adalah menetapkan undang-undang, memberikan perintah-perintah eksekutif atau pertanyaan-pertanyaan resmi, mengumumkan peraturan-peraturan administrative atau membuat interprestasi yuridis terhadap undang-undang.

3. Pertanyaan-pertanyaan kebijakan (policy statements) adalah pertanyaan-pertanyaan resmi atau artikulasi-artikulasi kebijakan publik. Yang termasuk dalam katagori ini adalah undang-undang legislatif, perintah-perintah dan dekrit presiden, peraturan-peraturan administratif dan pengadilan, maupun pertanyaan-pertanyaan atau pidato-pidato pejabat pemerintah yang


(44)

menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

4. Hasil-hasil kebijakan (policy outputs) lebih merujuk pada manifrstasi nyata dari kebijakan-kebijakan public, yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan pertanyaan-pertanyaan kebijakan.

5. Dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merunjuk pada akibat- bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya tindakan dari pemerintah.26

Kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai sebuah kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh pihak pemerintah dan melibatkan pada pelaku kepentingan lain dan menyangkut tentang publik yang secara kasar proses pembuatannya selalu di awali dari perumusan sampai evaluasi. Kebijakan publik dianggap sebagai salah satu hasil dari perdebatan panjang yang terjadi diranah Negara dengan aktor-aktor yang mempunyai berbagai macam kepentingan. Kebijakan publik tidak hanya dipelajari sebagai proses pembuatan kebijakan tetapi juga dinamika yang terjadi ketika kebijakan tersebut dibentuk dan diimplementasikan.27

Peneliti menggunakan teori kebijakan publik ini karena relevan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai politik anggaran berbasis pengarusutamaan gender di pemerintahan Kota Lhokseumawe. Teori ini dapat

26

Budi Winarno, Op.cit,2012,hal 23-26 27

Subarsono.2010.Analisis Kebijakan Publik:Konsep, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.hal 1


(45)

digunakan untuk menganalisis arah dan tidakan dalam anggaran pemerintah Kota Lhokseumawe untuk melihat kebijakan yang telah di bentuk oleh pemerintah Kota Lhokseumawe dalam pengarusutamaan gender. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh hasil penelitian yang di lihat dari kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam arahan anggaran pengarusutamaan gender di pemerintah Kota Lhokseumawe.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusian. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data yang spesifik dari para partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang umum dan menafsirkan makna data.28

1.7.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif

28


(46)

dilakukan untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek secara rinci.29

1.7.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di :

1. Bapedda Kota Lhokseumawe (Jalan Stadion Tunas Bangsa, Meungedong Kota Lhokseumawe)

2. Kantor badan dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe (Jalan Mahoni, Kuta Blang,no 32 Kota Lhokseumawe)

3. Kantor DPR Kota Lhokseumawe (Jalan Merdeka, Kota Lhokseumawe). 4. Kantor LSM JARI ( Jalan Medan - Banda Aceh, Kota Lhokseumawe)

5. Kantor LSM APIC ACEH ( Jalan Medan – Banda Aceh Kota Lhokseumawe)

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

a. Data primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian.30

29

Bagong Suyanto dan Sutinnah.2005.metode Penelitian Sosial: Berbagai alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.hal 17-18.

Dalam penelitian ini yang digunakan adalah pengumpulan data dengan teknik wawancara. Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang berbentuk sejumlah pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpulan data sebagai pencari informasi yang

30


(47)

dijawab secara lisan pula oleh informan. Dengan kata lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpulan data berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan.31

1. Kepala Bapedda Kota Lhokseumawe ( Ir.Azwar.Msi). Adapun yang menjadi informan dalam wawancara ini yaitu :

2. Kasubid Pengarusutamaan Gender Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Lhokseumawe ( Ibu Yulia).

3. Anggota Legislatif Perempuan dan Laki-laki DPR Kota Lhokseumawe ( Ibu Roslina S.Kom dan Bapak Jamaluddin S.Sos).

4. Tokoh Masyarakat (LSM jaringan perempuan Indonesia Kota Lhokseumawe, sdri Khairul hasni dan LSM APIC Aceh, sdri Rolina Rasyid ).

b. Data sekunder, yaitu daya yang diperoleh penelitian dari sumber kedua atau data yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku,jurnal,internet ataupun literature lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

1.7.4 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan menekankan analisanya

31

Hadari Nawawi dan Martin hadari.1995.Instrumen penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta:Gajah Mada University Press.hal 98


(48)

pada proses pengambilan kesimpulan secara induktif serta analisis pada sebuah fenomena yang sedang diamati dengan menggunakan metode ilmiah.32 Dalam penelitian ini data dan informasi yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder selanjutnya disusun dan diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena yang ditemukan dalam proses pengumpulan data.

1.8Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE

Bab ini menjelaskan mengenai Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan di Kota Lhokseumawe, Mata Pencaharian dan Jumlah DPRD Laki-Laki dan Perempuan di Kota Lhokseumawe Periode Tahun 2014-2019.

BAB III :POLITIK ANGGARAN DI PEMERINTAH KOTA

LHOKSEUMAWE DALAM PENGARUSTAMAAN GENDER

32


(49)

Bab ini berisi penyajian data dan analisis data yang diperoleh dari lapangan mengenai politik anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam pengarustamaan gender di Kota Lhokseumawe BAB IV : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan yang di peroleh dari hasil analisis data dan memberikan saran atas hasil penelitian yang telah diperoleh.


(50)

BAB II

PROFIL KOTA LHOKSEUMAWE

Bab dua berisi penjelasan secara umum mengenai profil Kota Lhokseumawe, Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kota Lhokseumawe, mata pencaharian dan jumlah DPRD Laki-laki dan perempuan periode tahun 2014-2019 Kota Lhokseumawe. pentinng untuk diketahui mengenai profil Kota Lhokseumawe merupakan objek di dalam penelitian ini. Hal ini penting untuk menjelaskan secara umum mengenai profil Kota Lhokseumawe dengan di bentuknya program politik anggaran berbasis pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe. dimana program pengarusutamaan gender ini merupakan program kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam pembangunan di dalam Inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender. Maka penjelasan pertama yang dipaparkan pada bab dua adalah profil Kota Lhokseumawe, jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, mata pecaharian dan Jumlah DPRD laki-laki dan perempuan periode tahun 2014-2019 Kota Lhokseumawe.


(51)

2.1Profil Kota Lhokseumawe

Gambar 2.1 Peta Kota Lhokseumawe

Profil Kota Lhokseumawe yang akan dijelaskan didalam penelitian ini dimulai dari sejarah terbentuknya Kota Lhokseumawe, batas-batas dan luas wilayah,


(52)

kedudukan, tugas dan fungsi, visi misi, dan jumlah DPRD laki-laki dan perempuan di Kota Lhokseumawe.

2.1.1 Sejarah Terbentuknya Kota Lhokseumawe

Asal kata Lhokseumawe adalah ‘Lhok’ dan ‘Seumawe’. Artinya dalam teluk, palung laut. Dan seumawe arrtinya air yang berputar-putar atau pusat dan mata air pada laut sepanjang lepas pantai Banda Sakti dan sekitarnya. Sebelum abad ke XX negeri ini telah diperintah oleh Ulee Balang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap penjajag Belanda melemah dan Aceh mulai dikuasai. Lhokseumawe menjadi Bestuur van Lhokseumawe tunduk dibawah aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga wedana serta asisten residen atau bupati.

Pada dasawarsa kedua abad ke XX diantara seluruh daratan Aceh, salah satu pulau kecil luas sekitar 11 km2 yang dipisahkan sungai Krueng Cunda diisi bangunan-bangunan pemerintah umum, militer dan perhubungan kereta api oleh pemerintah Belanda. Pulalu kecil dengan desa-desa kampung Keude Aceh, kampung jawa, kampung kutablang, kampung Mon Geudong, kampung Teumpok Teungoh, kampung Hagu, kampong Uteun bayi, kampong ujong blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa di Lhokseumawe. Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintah. Sejak proklamasi kemerdekaan,


(53)

pemerintah Negara kesatuan Republik Indonesia belum terbentuknya sistematik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder van cunda. Penduduk di daratan ini makin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh blang ara, Matangkuli, Lhoksukon, Blang Jreun, Nisam, Cunda serta Pidie.

Pada tahun 1956 dengan Undang-undang DRT nomor 7 tahun 1956, terbentuknya daerah-daerah otonom kabupaten dalam lingkup daerah propinsi Aceh. Dimana salah satu kabupaten diantaranya adalah Aceh utara dengan ibukota Lhokseumawe. kemudian pada tahun 1964 dengan keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh nomor 24/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, di tetapkan bahwa kemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua dijadikan kecamatan tersendiri dengan nama kecamatan Banda Sakti.

Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahu 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah, berpeluang meningkatkan status Lhokseumawe menjadi Kota administratif. Pada tanggal 14 Agustus 1986 dengan peraturan pemerintah nomor 32 tahun 1986 pembentukan Kota Administratif Lhokseumaw ditandatangani oleh presinden Suharto yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Dengan adanya hal tersebut maka secara de jure dan

de factor Lhokseumawe telah menjadi kota administratif dengan luas wilayah 253,87


(54)

kecamatan banda sakti, kecamatan muara dua, kecamatan dewantara, kecamatan muara satu dan kecamantan blang mangat.

Kota Lhokseumawe merupakan pemekaran dari kabupaten Aceh utara dan terletak di pesisir timur pulau Sumatra. Posisi Kota Lhokseumawe berada di antara Kota Banda Aceh dan Medan, menjadikan kota ini sangat startegis sebagai jalur disstribusi dan perdagangan di Aceh. Sejak tahun 1988 gagasan peningkatan status kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan sehingga kemudian lahir Undang-undang nomor 2 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lhokseumawe tanggal 21 juni 2001 yang ditanda tangani presiden RI Abdurrahamn Wahid yang wilayahnya mencakup tiga Kecamatan yaitu : kecamatan Banda Sakti, kecamatan Muara dua dan kecamatan Blang mangat. Pada tahun 2006 kecamatan Muara dua mengalami pemekaran menjadi kecamatan Muara dua dan kecamatan Muara satu sehingga jumlah kecamatan di Kota Lhokseumawe menjadi empat kecamatan.

2.1.2 Batas-batas dan Luas wilayah

Kota Lhokseumawe terletak di antara 04o 54’ – 05o 18’ Lintang Utara dan 96o 20’ – 97o 21’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai Berikut:

- Sebelah utara dengan selat malaka.

- Sebelah barat dengan kecamatan dewantara kabupaten aceh utara. - Sebelah selatan dengan kecamatan kuta makmur kabupaten aceh utara.


(55)

- Sebelah timur dengan kecamatan syamtalira bayu kabupaten aceh utara. Kota Lhokseumawe memiliki luas wilayah 181,10 km2 yang secara administratif Kota Lhokseumawe terbagi kedalam 4 kecamatan dan 68 gampong. Kecamatan-kecamatan di Kota Lhokseumawe yaitu :

1. Kecamatan banda sakti. 2. Kecamatan muara dua. 3. Kecamatan blang mangat. 4. Kecamatan muara satu.

2.1.3 Luas Wilayah dan Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan

Kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam pembangunan. Dalam nilai universal penduduk merupakan pelaku dan sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil pembangunan. Dalam kaitan peran penduduk tersebut, kualitas mereka perlu ditingkatkan dan pertumbuhan serta mobilitasnya harus dikendalikan. Dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan memanfaatkan jumlah penduduk yang besar sebagai kekuatan pembangunan bangsa, maka perlu ditingkatkan upaya pembinaan, pengembangan dan pemberdayaan potensi sumber daya manusia serta upaya meningkatkan aktivitas ekonomi di berbagai sektor yang mendorong perluasan lapangan kerja. Dengan usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tercipta


(56)

manusia-manusi pembangunan yang tangguh, berbudi luhur, terampil, percaya diri dan bersemangat membangun dalam berbagai lapangan kerja produktif.

2.1.3.1Struktur penduduk berdasarkan jenis kelamin dan struktur umur

Jumlah total penduduk pada wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 berjumlah 159.239 jiwa, terjadi kenaikan sebesar 7 % bila di bandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010 yaitu berjumlah 171.163 jiwa. Penyebaran penduduk pada tiap kecamatan belum merata, dimana jumlah penduduk tertinggi berada pada kecamatan Banda Sakti yaitu pada tahun 2009 berjumlah 71.749 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 73.542 jiwa. Sedangkan penduduk terendah terdapat di kecamatan Blang Mangat yaitu pada tahun 2009 berjumlah 18.869 jiwa dan pada tahun 2010 berjumlah 21.689 jiwa.

Struktur penduduk menurut jenis kelamin di wilayah Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 terdiri dari 79.254 jiwa laki-laki dan 79.985 jiwa perempuan dan untuk tahun 2010 terdiri dari 85.436 jiwa laki-laki dan 85.727 jiwa perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:


(57)

Tabel 2.1

Jumlah penduduk dan jenis kelamin menurut Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010

No Kecamatan Laki-Laki 2009 Tahun 2010

Perempu

an

Total Laki-laki

Perempu an

Total

1 Blang Mangat

9,426 9,443 18,869 10,83 6

10,853 21,689

2 Muara Dua 18,466 18,666 37,132 21,92 9

22,280 44,209

3 Muara satu 15,677 15,812 31,489 15,81 5

15,908 31,732

4 Banda Sakti 35,685 36,064 71,749 36,85 6

36,686 73,542

Total 79,254 79,985 159,23

9

85,43 6

85,727 171,16 3 Sumber : Lhokseumawe dalam Angka 2009-2010.


(58)

2.1.3.2Jumlah penduduk miskin

Kemiskinan merupakan suatu persoalan yang pelik dan multidimensional. Merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan dan mekanisme ekonomi, sosial dan politik yang berlaku. Setiap upaya penanggulangan masalah kemiskinan secara tuntas menuntut peninjauan sampai ke akar masalah, tidak ada jalan pintas untuk menanggulangi masalah kemiskinan ini.

Dikota Lhokseumawe dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 berjumlah 22.530 jiwa, terjadi penurunan sebesar 3,3 % bila dibandingkan pada tahun 2010 berjumlah 21.770 jiwa. Sedangkan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 14,00 % dan persentase jumlah penduduk miskin terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2010 sebesar 12,00 %.

Tabel 2.2

Jumlah penduduk miskin Kota Lhokseumawe tahun 2009-2010 No Tahun Jumlah

Penduduk

Jumlah Penduduk Miskin (jiwa)

Persentase (%)

1 2009 159,238 22,530 14,00 %

2 2010 171,163 21,770 12,00 %


(59)

2.1.3.3Jumlah Pengangguran

Masalah pengangguran umumnya lebih banyak oleh daerah perkotaan sebagai efek dari perindustrialisasi. Pengangguran terjadi sebagai akibat dari tidak sempurnanya pasar tenaga kerja atau tidak mempunyai pasar tenaga kerja dalam menyerap tenaga kerja yang ada. Akibatnya timbul sejumlah pekerja yang tidak diperdayakan dalam kegiatan perekonomian. Ini merupakan akibat tidak langsung dari penawaran (supply) tenaga kerja di pasar tenaga kerja melebihi permintaan (demand) untuk mengisi kesempatan kerja yang tercipta.

Di Kota Lhokseumawe tingkat pengangguran pada tahun 2009 berjumlah 8.228 jiwa mengalami penurunan sebesar 4,6 % di bandingkan tahun 2010 yaitu berjumlah 7.848 jiwa. Sedangkan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah penduduk Kota Lhokseumawe terhadap jumlah total penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun 2009 sebesar 5,2 % dan pada tahun 2010 persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah total penduduk sebesar 4,0 %

Tabel 2.3

Jumlah pengangguran Kota Lhokseumawe Tahun 2009-2010

No Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Pengangguran (jiwa) Persentase (%)

1 2009 159.238 8.228 5,2 %

2 2010 171.163 7.848 4,0%


(60)

2.1.3.4 Target dan Realisasi Sumber Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe

Dalam Anggaran pendapat daerah Kota Lhokseumawe tertulis dalam target dan realisasi dalam sumber penerimaan pendapatan daerah Kota Lhokseumawe, dimana dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4

Target dan realisasi Sumber Penerimaan Pendapatan Daerah Kota Lhokseumawe Sumber Penerimaan Target Realisasi Persenta

se A Pendapatan Daerah 662 434 773

104,00

643 373 365 018,02

97,12

1 Pendapatan asli Daerah 38 350 390 000,00

36 213 933 082,26

94,43

Pajak Daerah 15 135 000

000,00

16 132 259 567,00

106,59

Restribusi Daerah 9 950 390 000,00 6 795 080 768,00


(61)

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang

dipisahkan

2 865 000 000,00 2 454 417 855,26

85,67

Lain-lain Pendapatan

Daerah yang sah

5 700 000 000,00 4 688 039 132,00

82,25

Zakat dan Infaq/ Sadaqah 4 700 000 000,00 6 144 135 760,00

130,73

2 Dana Perimbangan 534 159 262

520,00

550 942 083 884,00

103,14

Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak

65 475 072 520,00

82 257 893 884,00

125,63

Dana Alokasi Umum 437 793 850 000,00

437 793 850 000,00

100,00

Dana Alokasi Khusus 30 890 340 000,00

30 890 340 000,00

100,00

3 Lain-lain Pendapatan

Daerah yang sah

89 925 120 584,00

56 217 348 051,76


(62)

Dana bagi hasil pajak dari Provinsi

10 804 595 477,00

10 838 242 051,76

100,31

Dana penyesuaian dan Otonomi Khusus

47 024 090 212,00

44 979 106 000,00

95,65

Bantuan Keuangan dari Provinsi

10 000 000 000,00

400 000 000,00

4,00

Lain-lain Pendapatan

Daerah yang sah

22 096 434 895,00

Sumber : Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kota Lhokseumawe 2.1.3.5Mata Pecaharian di Kota Lhokseumawe

Tingkat mata pecaharian penduduk di Kota Lhokseumawe sebagai berikut : 1. Wiraswasta

2. PNS 3. Nelayan 4. Pedagang

5. Karyawan Swasta 6. Guru


(63)

Tabel 2.5

Jumlah Gampong, Jumlah Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin

No Kecamatan Gampong Penduduk Rasio

jenis Kelamin Laki-laki Perempuan L+P

1 Blang Mangat 22 11 508 11 581 23 089 99

2 Muara Dua 17 23 566 23 731 47 297 99

3 Muara Satu 11 16 559 16 767 33 326 99

4 Banda Sakti 18 39 058 39 206 78 264 100

Jumlah 2013 68 90 691 91 285 181 976 99

2012 68 89 601 90 206 179 807 99

2011 68 87 392 87 690 87 690 100

2010 68 85 436 85 727 171 163 100

2009 68 79 254 79 985 159 239 99


(64)

2.2 Profil DPRK Lhokseumawe

2.2.1 Sejarah singkat DPRK Lhokseumawe

Kota Lhokseumawe adalah sebuah di Provinsi Aceh yang berada persis di tengah-tengah jalur timur Sumatera, diantara Banda Aceh dan Medan sehingga Kota ini merupakan jalur distribusi dan perdagangan yang sangat penting bagi Aceh. Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi pemerintah Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001. Organisasi perangkat daerah pemerintah Kota Lhokseumawe yang didasarkan pada undang-undang nomor 2 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Lhokseumawe dan pembentukan organisasi perangkat daerah mengacu kepada peraturan pemerintah nomor 41 tahun 2007 yaitu qanun Kota Lhokseumawe nomor 12 Tahun 2007, qanun kota Lhokseumawe nomor 03 tahun 2009 tentang perubahan atas qanun Kota Lhokseumawe nomor 12 tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja secretariat DPRK Lhokseumawe serta qanun Kota Lhokseumawe nomor 04 tahun 2009 tentang perubahan atas qanun Kota Lhokseumawe nomor 13 Tahun 2007 tentang susunan organisasi dan tata kerja dinas, lembaga teknis daerah dan kecamatan Kota Lhokseumawe.

Pada tahun 2003 untuk masa bakti 2003-2004 dalam rangka persiapan dibentukan DPRD Kota Lhokseumawe sebagai ketuanya yang pertama dijabat oleh H.Ilyas Wahab dari partai persatuan pembangunan (PPP) selanjutnya Ir. TA. Khalid


(65)

dari partai bintang reformasi (PBR) memimpin lembaga legislatif tersebut pada tahun 2004-2009 dan pada tahun 2009 tingkat estafet ini di lanjutkan oleh saifuddin yunus dari partai lokal yaitu partai Aceh (PA) hingga masa tahun 2014.

2.2.2 Jumlah Kursi DPRK Lhokseumawe periode 2014-2019

Melakukan rapat pleno tentang penetapan perolehan suara dan kursi untuk partai politik di Kota Lhokseumawe. Dimana penetapan calon terpilih anggota DPR Kota Lhokseumawe periode 2014-2019 dipimpin langsung oleh ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kota Lhokseumawe. Partai Aceh mendapatkan 10 kursi dari 25 kursi yang tersedia. Lebih jelasnya dapat dillihat pada tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6

Nama-nama Partai politik yang mendapatkan kursi di DPR Kota Lhokseumawe

Nama Partai Jumlah Kursi

Partai Nasdem 2 kursi

Partai PKB 1 kursi

Partai PKS 2 kursi

Partai PDI -

Partai Golkar 1 kursi


(66)

Partai Demokrat 3 kursi

Partai PAN 3 kursi

Partai PPP -

Partai Hanura 1 kursi

Partai PDA -

Partai PNA -

Partai Aceh 10 kursi

Partai Bulan Bintang -

PKPI -

2.2.3 Nama-nama Anggota DPR Kota Lhokseumawe periode 2014-2019 * Partai Nasdem : Sudirman Amin dan Azhar Mahmud

* Partai PKS : Yusrizal, A.Md dan Dicky Saputra

* Partai PAN : Suryadi,SE, MM, Faisal dan Zainuddin Umar

* Partai Demokrat : Roslina, S.Kom, M.Hasbi,S,Sos.MSM dan T.Sofianus * Partai Gerinda : Irwan Yusuf, Nurul Akbari


(67)

* Partai Golkar : H.Jailani Usman,SH,MH

* Partai Kebangkitan Bangsa : Abdul Manan Jalil

* Partai Aceh : Ishak Ismail, Tarmizi A.Wahab, Tgk. Syuib, M.Daud A, M.Yasir, Budi Karma Bakti, Jamaluddin, S.Sos, H. Taslim A. Gani, Faisal Rayidis, Ardiansyah,SE.


(68)

BAB III

Politik Anggaran di Pemerintah Kota Lhokseumawe dalam Pengarusutamaan Gender

Bab tiga berisi penjelasan mengenai hasil data yang diperoleh dilapangan sekaligus menyajikan hasil analisis dari data yang diperoleh dengan menggunakan teori politik anggaran , teori gender dibantu dengan teori kebijakan publik. Untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan maka telah dilakukan wawancara terhadap lembaga ataupun tokoh masyarakat yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.1 Proses Penyusunan Kebijakan Pengarusutamaan Gender

Sesuai dengan amanat GBHN 1999, 2004 dan undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional (PROPENAS) 2000, 2004, dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender perlu dikembangkan kebijakan nasional yang responsif gender. Salah satu strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan. Hal ini dipertegas dengan diterbitkannya inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional yang menyatakan bahwa seluruh departemen maupun lembaga pemerintah non departemen dan pemerintah propinsi dan kabupaten/kota harus melakukan pengarusutamaan gender dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan


(69)

program pembangunan.33

Dalam menindak lanjutkan inpres nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional, maka pengaturan menteri dalam negeri dan otonomi daerah nomor : 050/1232/SJ tanggal 26 juni 2001 tentang pelaksanaan pengarusutamaan gender perlu di sempurnakan. Keputusan menteri dalam negeri tentang pedoman pengarusutamaan gender di daerah, pada pasal 1 ialah gender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat. pengarusutamaan gender adalah salah satu strategi pembangunan yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian, pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki kedalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program proyek maupun kegiatan diberbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Setelah dibentuknya INPRES nomor 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender, adanya landasan hukum yang melaksanakan INPRES di daerah kabupaten/kota yaitu keputusan kemendagri nomor 135 tahun 2003 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender dalam pembangunan daerah. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah masih terdapat kesenjangan gender baik dalam perencanaan, pelaksanaan,penganggaran, pemantauan dan evaluasi maupun dalam pengambilan keputusan dan kebijakan publik.

33


(1)

dinas-dinas terkait seperti pada bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi maupun pembangunan di kota lhokseumawe adanya anggaran yang diberikan oleh DPRK untuk membangun atau mensosialisikan program-program yang sudah dibentuk.

-pertanyaan tambahan: anggaran yang sudah dikeluarkan untuk pembangunangan kota Lhokseumawe sekitar berapa persen :

Jawaban :kalau persentasenya kurang tahu, tetapi yang lebih besar di perhatikan dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Hamper 30 % untuk pendidikan dan kesehatan.

7. Apakah anggaran yang sudah disahkan oleh DPRK, adakah mempertimbangkan unsur gender didalam pembuatan anggaran?

Jawaban : ada, namun anggaran yang khusus untuk gender itu belum ada di kota lhokseumawe.

8. Sejauh mana alokasi anggaran dalam program pengarusutamaan gender di Kota Lhokseumawe ?

Jawaban : belum ada

9. Untuk menindak lajuti inpres nomor 9 tahun 2000, apakah ada terbentuk perda pengarusutamaan gender? Atau hanya mengikuti inpres nomor 9 tahun 2000 saja ?

Jawaban : belum ada perda atau qanun yang dikeluarkan dalam pengarusutamaan gender

Pengawasan dalam tugas dan fungsi sebagai anggota dewan 10. Bagaimana DPRK Lhokseumawe mengawasi program tersebut?

Jawaban : begitu pemerintah kota Lhokseumawe mengajukan program ke pihak DPRK yang sudah di sahkan anggaran. Sesuai anggaran setelah itu di buat pansus, apakah yang sudah di sahkan ada di kegiatan. Namun apabila


(2)

dalam sebuah program tersebut tidak di jalankan dengan baik akan mendapatkan sanksi dari pemerintah kota lhokseumawe sendiri.

11. Apa sanksi yang ditetapkan oleh DPRK Lhokseumawe apabila program yang telah dianggarkan tidak sesuai rencana ?

Jawaban : program yang telah di anggaran namun tidak sesuai dengan rencana, program tersebut akan di hapus, sesuai dengan hukum.

12. Apa harapan saudara tentang program pengarusutamaan gender?

Jawaban : harapan saya program yang telah ditetapkan lebih difokuskan kepada pendidikan dan ekonomi. Dengan adanya diterapkan qanun atau perda di kota Lhokseumawe pasti adanya kesataraan gender antara laki-laki dan perempuan dan ekonomi pendidikan terhadap perempuan dan laki-laki lebih di perhatian dan tidak ada lahi kekesaran seksual terhadap perempuan.

Lampiran 5: transkrip wawancara dengan ibu Roslina Rasyid

Hasil wawancara pada tanggal 2 oktober 2015 pukul 10.07 WIB di LBH APIK Aceh 1. Nama: Roslina Rasyid

2. Umur: 43 tahun 3. Pendidikan: S1

4. Pekerjaan: sekretaris eksekutif LBH APIK Aceh

5. Menurut saudara, seberapa penting program pengarusutamaan gender ?

Jawaban : sebenarnya itu penting karena itu terkait tentang bagaimana pemerintah lhokseumawe mendukung badan pemberdayaan perempuan, sebenarnya itu badan yang dibentuk dalam pemerintah Indonesia untuk mendukung mempromosikan perlindungan dan kekerasan terhadap perempuan. Itu kewajiban bagi pemerintah untuk memenuhi hak-hak konsitusi perlindungan terhadap perempuan. Kalau di lihat dari konsitusional


(3)

dari 14 rumput itu antara lain : hak atas kewarganegaraan, hak atas hidup, hak unutk mengembangkan diri, hak atas kemerdekaan pikiran dan kebebasan memilih, hak atas informasi,hak atas kerja dan penghidupan layak, hak atas kepemilikan dan perumahan, hak atas kesehatan dan lingkungan sehat,hak berkeluarga,ha katas kepastian hukum dan keadilan,hak bebas dari ancaman,diskriminasi dan kekerasan,ha katas perllindungan,hak atas memperjuangkan hak, hak atas pemerintah. Kalau dilihat dari 14 rumput di atas bahwasanya perempuan dan laki-laki itu sama dalam pengambilan keputusan dan pendapatan hak-hak kewajiban. Pemerintah daerah ini punya kewajiban untuk terus mendukan hak-hak laki-laki dan perempuan. Kalau dilembaga swadaya masyarakat dalam kapasitas bukan yang wajib melakukan tetapi bagian dari masyarakat dan kemudia mendorong sehingga pemerintah daerah bertanggung jawab untuk dilindungi hak-hak perempuan. Namun dalam 14 rumput tersebut tidak berbicara untuk perempuan, tetapi diberlakukan sama antara laki-laki dan perempuan. Karena kebijakan itu bersikap diskriminatif baik anggaran maupun yang lain-lain. namun kenapa Negara dalam prekateknya banyak menimbulkan diskriminasi termasuk anggaran, kenapa dalan kebutuhan perempuan anggaran itu tidak berpihak terhadap perempuan. Alokasi anggaran terhadap perempuan itu sangat minimal, kalau dilihat dari APBN anggaran hanya 1 % dan itu di bagi rata dalam setiap provinsi. Bahwa anggaran yang khusus untuk gender itu belum ada. Kalau bebicara tentang anggaran ketika pemerintah berkomitmen harus di ikutin dengan anggaran yang berpihak juga, dan prasaranan dan saranan harus di buat dengan sebaik mungkin sehingga program-program pengarusutamaan gender tersebut dapat berjalan dengan baik dan bukan hanya berkomitmen saja tetapi harus di jalankan atau diterapkan di daerah khususnya di kota lhokseumawe. sehingga budaya patriaki atau kesenjangan


(4)

yang terus menurus di berikan terhadap kaun perempuan akan hilang baik di tingkat eksekutif maupun di pemerintah. Sehingga kelompok-kelompok perempuan yang sekarang ini memperjuangakan hak-hak perempuan dengan adanya kuaota 30 % itu tidak sia-sia, terpenuhi dan tidak menurun.

6. Sejauh ini, program pengarusutamaan gender apa yang berjalan sesuai harapan di Kota Lhokseumawe ?

Jawaban : belum

Pertanyaan tambahan : - bagaimana dengan tingkat ekonomi terhadap perempuan ?

Jawaban : kalau ada program yang cukup mendukung seperti usaha-usaha home industri yang dikelola dengan baik dari rumah kerumah itu bisa didukung dengan pemasaran dengan baik. Dimana pemerintah memiliki jaringan dan dana dengan baik yang bisa mendukung seperti koperasi. Namun di kota lhokseumawe sendiri tidak berjalan dengan baik. Seperti adanya anggaran desa yang banyak terutama di kota Lhokseumawe, namun hal itu tidak berjalan dengan baik.

7. Program apa yang menurut saudara penting dalam pengarusutamaan gender ? Jawaban : semuanya dalam program tersebut itu penting, berharap pemerintah mendukung semuanya dan keterpihakan anggarannya yang dilihat dalam programnya serius untuk dijalankan oleh pemerintah.

8. Bagaimana manfaat dan dampak sumberdaya usaha yang dijalankan oleh masyarakat kota Lhokseumawe ?

Jawabannya : kalau sumber daya usaha, seperti UKM sendiri belum sepenuhnya terpenuhi bagi ibu-ibu rumah tangga, dimana kita lihat pada Negara-negara berkembang lainnya, Industri yang diberikan sangat oleh pemerintah dinegara luar itu sangat baik untuk bisa mensejahterakan masyakarat. Di bandingkan dengan aceh khususnya kota lhokseumawe sendiri


(5)

belum bisa memenuhi syarat yang baik untuk bisa memajukan industuri-industri rumah yang baik.

9. Bagaimana program yang dibuat oleh pemerintah Kota Lhokseumawe apakah sudah mempengaruhi pengarusutamaan gender ?

Jawaban : belum dijalankan, karena pihak-pihak dinas-dinas terkait masih dalam tahap sosialisasi.

10. Bagaimana pandangan saudara mengenai isu gender, hubungannya dengan isu-isu aktual seperti kemiskinan ?

Jawaban : kalau di lihat dalam kemiskinan, bahwa perempuan lebih besar terdapat kemiskinan di bandingkan dengan laki-laki. Dimana masih adanya pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Seperti pada sekarang ini terdapat kasus tentang pelecahan seksual di dalam pengungsian di rohingnya. Kasus tersebut masih dalam penanganan.

11. Dalam perumusan program maupun anggaran, apakah masyarakat ikut dilibatkan ?

Jawaban : tidak semua dalam program di libatkan oleh pihak dinas yang terkait.

12. Apa harapan saudara tentang program pengarusutamaan gender ?

Jawaban : Agar semua masyarakat di Lhokseumawe mampu memahami tentang PUG dan mampu melaksanakan kebijakan PUG ini dengan baik agar tercipta kesetaraan gender dan kebijakan ini juga diharapkan agar secepatnya di realisasikan sehingga tujuan-tujuan mengenai maksud PUG ini juga dapat dipahami oleh masyarakat.


(6)

Lampiran 6: Transkrip wawancara dengan ibu Khairul hasni 1. Nama: Khairul hasni

2. Umur:-

3. Pendidikan: S2

4. Pekerjaan: Direktur LSM JARI

5. Menurut saudara, seberapa penting program pengarusutamaan gender ?

Jawaban : kalau di lihat dari yang sudah di tetapkan, bahwa pengarusutamaan gender itu penting. Dan diperjuangkan hak-hak antara laki-laki dan perempuan.

6. Sejauh ini, program pengarusutamaan gender apa yang berjalan sesuai harapan di Kota Lhokseumawe ?

Jawaban : belum sesuai, karena pemerintah terlalu lambat dalam menjalankan program pengarusutamaan gender.

7. Program apa yang menurut saudara penting dalam pengarusutamaan gender ? Jawaban : pemerintah harus lebih memerhatikan ekonomi, kesehatan dan pendidikan terhadap masyarakat lhokseumawe. dimana pada bidang ekonomi pemerintah harus lebih memerhatikan usaha usaha kecil yang di kelola oleh ibu-ibu rumah tangga.

8. Bagaimana manfaat dan dampak sumberdaya usaha yang dijalankan oleh masyarakat kota Lhokseumawe ?

Jawaban :

9. Bagaimana program yang dibuat oleh pemerintah Kota Lhokseumawe apakah sudah mempengaruhi pengarusutamaan gender ?

Jawaban : belum di jalankan dengan baik.

10. Bagaimana pandangan saudara mengenai isu gender, hubungannya dengan isu-isu aktual seperti kemiskinan ?