Ketergantungan Temperatur Dan Ph Terhadap Transpor Sefaleksin Ke Dalam Eritrosit Manusia Secara In Vitro

Jurnal Sains Kimia
Vol 7, No.2, 2003: 44-50

KETERGANTUNGAN TEMPERATUR DAN pH
TERHADAP TRANSPOR SEFALEKSIN
KE DALAM ERITROSIT MANUSIA
SECARA IN VITRO

Matheus Timbul Simanjuntak
Jurusan Farmasi FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak

Telah diteliti pengaruh pH dan temperatur terhadap sistem transpor sefeleksin pada membran sel darah manusia
dengan menggunakan Silicone layer. Percobaan transpor dapat dilakukan pada temperatur 280C tetapi sulit
dilakukan pada temperatur 250C, 300C dan 370C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan transpor
sefaleksin dipengaruhi oleh temperatur. Pada kondisi percobaan pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 diperoleh energi
aktivasi sebesar 13,724 kkal mol. Kecepatan transpor sefaleksin pada kondisi pHin = 7,0 meningkat dengan
bertambahnya pHout (pHout = 4,0 ; 5,0 dan 6,0)

Kata Kunci: transpor sefaleksin, Silicone layer, temperatur, energi aktivasi dan pH.

PENDAHULUAN
Didalam tubuh darah sangat berperan
penting, selain mengangkut oksigen keseluruh
tubuh, darah juga berperan dalam hal
pendistribusian obat sampai ketempat –
tempat yang diinginkan. Darah terdiri dari
beberapa komponen yaitu, sel darah merah
(eritrosit), sel darah putih (leukosit) protein
plasma dan cairan plasma. Membran eritrosit
mengandung kira – kira 49 % protein, 44 %
lipid dan 7% karbohidrat, terdiri dari lipid
bilayer, protein dan telah banyak digunakan
untuk menentukan kemungkinan mekanisme
berbagai cara transpor obat (Ansel, Howard.
C., 1989).
Sefaleksin adalah golongan antibiotik
betalaktam yang telah banyak digunakan
peroral untuk pengobatan infeksi dengan cara

menghambat sintesa dinding sel mikroba
(Tanu, I., 1995). Beberapa penelitian
mengenai transpor sefaleksin menyebutkan
bahwa pada ileum kelinci transpor sefaleksin

terjadi pada konsentrasi rendah (0,1 – 5,0
mM) (Benkhelifa, S., dkk., 1996). Dan
percobaan lainnya menunjukkan bahwa
sefaleksin ditranspor maksimum pada pH 6,0
dan transpor sefaleksin lebih cepat
dibandingkan dengan turunan sefalosporin
lainnya. Transpor isomer sefaleksin telah
diteliti pada hewan percobaan, bentuk isomer
D – sefaleksin tidak mengalami peruraian dan
dapat diabsorbsi pada jaringan intestin
sedangkan isomer L – sefaleksin tidak
diabsorbsi karena mengalami degradasi atau
peruraian oleh enzim yang berada pada
permukaan mukosa usus Simanjuntak, M.T.,
dkk., 1987).

Berdasarkan hal tersebut diatas peneliti
mencoba untuk meneliti pengaruh temperatur
pada pH terhadap transpor sefaleksin dari
sediaan dan baku ke dalam sel darah merah
manusia, sebagai model bio membran.
BAHAN DAN METODA
Bahan
44

Ketergantungan temperatur dan pH terhadap transpor sefaleksin
(Matheus T Simanjuntak)

Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), kapsul
sefaleksin (Indofarma), hepes
(Dosindo)
isopropyl alcohol (E. Merck), dietil eter (E.
Merck), kloroform (E.Merck), darah manusia
(PMI), asam klorida (E. Merck), natrium
hidroksida (E.Merck), natrium klorida
(E.Merck), ammonium sulfat (E. Merck),

kalium
dihidrogen
phospat (E.Merck),
minyak silicon (E. Merck ) dan aguadest.
Pembuatan Larutan Asam Klorida 0,1 N

Diencerkan sebanyak 8,5 ml asam klorida
pekat dalam labu tentukur dengan aguadest
hingga 1000 ml
(Farmakope Indonesia,
1995).
Pembuatan larutan Asam Klorida 0,2%
Diencerkan sebanyak 5,5 ml asam
klorida p dalam labu tentukur dengan
aquadest hingga 1000 ml (Farmakope
Indonesia, 1995).
Pembuatan
0,9%

Larutan


Natrium

Pembuatan Buffer Isotonis
Ditimbang Hepes setara 20Mm dan
natrium klorida setara 150 mM, dimasukkan
kedalam labu tentukur 100 ml, dilarutkan
dengan aquadest dan pH-nya dibuat seperti
yang dibutuhkan dengan penambahan asam
klorida 0,1 N atau natrium hidroksida 0,1 N
dan dicukupkan hingga garis tanda
Simanjuntak, M.T., 2000.

45

Pembuatan Buffer Fosfat pH 11
Sebanyak 50 ml 0,05 M natrium hydrogen
phospat ditambah dengan 4,1 ml natrium
hidroksida 0,1 M, diencerkan dengan aqua
bebas CO hingga 100 ml (Koethoff, M.,

Sandel. E.B. and Meehan, E.J., 1989).
Pembuatan Larutan Induk Baku
Ditimbang
sebanyak
86,9
mg
sefaleksin, dimasukkan dalam labu tentukur
250 ml, kemudian dilarutkan dengan buffer
isotonis dan dicukupkan hingga batas tanda,
untuk mendapatkan konsentrasi 1mM.
Pembuatan kurva Absorbsi Sefaleksin dalam
HCl 0,2 %

Klorida

Dilarutkan sebanyak 9,0 gram natrium
klorida dalam labu tentukur dengan aguadest
bebas CO2 hingga 1000 ml (Farmakope
Indonesia, 1995).


Pembuatan Buffer fosfat pH 7,0

Sebanyak 50 ml kalium dihidrogen
phospat 0,1 M dicampur dengan 29,1 ml
natrium hidroksida 0,1 M kemudian
diencerkan dengan agua bebas CO2 hingga
100 ml (Koethoff, M., Sandel. E.B. and
Meehan, E.J., 1989).

Ditimbang sebanyak 50 mg sefaleksin,
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml
dan dilarutkan dengan asam klorida 0,2% dan
dicukupkan hingga garis tanda. Kemudian
larutan dipipet sebanyak 3,4 ml dan
dimasukkan kedalam labu tentukur 100 ml
dan dicukupkan hingga garis tanda dengan
asam klorida 0,2% dan ditentukan kurva
serapan
maksimumnya
pada

panjang
gelombang 220 – 230 nm. (Clarke EGC.,
1986).

Jurnal Sains Kimia
Vol 7, No.2, 2003: 44-50

Pembuatan Kurva Kalibrasi
Larutan induk baku dipipet sebanyak 0,5
ml; 2,5 ml;5,0 ml;7,5 ml;10,0 ml; 12,5 ml;
15,0 ml. Masing – masing dimasukkan dalam
labu tentukur 50 ml, kemudian diencerkan
dengan buffer isotonis hingga garis tanda
untuk mendapatkan konsentrasi masing –
masing 0,01mM ; 0,05mM ; 0,1 mM ;
0,15mM ; 0,2 mM ; 0,25mM ; 0,3 mM.
Pencucian Sel Darah Merah
Dipipet 5 ml sel darah merah yang telah
bercampur
dengan

anti
koagulansia.
Dicampur dengan 5 ml NaCl fisiologis dingin.
Disentrifuge 3000 rpm menggunakan
sentrifuge dengan temperatur dingin selama 5
menit. Supernatan dipisahkan dari endapan
pada temperatur 40 C. Endapan (eritrosit)
dicampur kembali dengan 5 ml larutan NaCl
fisiologis dingin sampai homogen. Kemudian
sentrifuge pada 3000 rpm selama 5 menit dan
kembali dilakukan seperti pada gambar
bagian d. Percobaan diulangi terhadap
eritrosit
(endapan)
sampai
diperoleh
supernatan jernih. Eritrosit yang telah bersih
disimpan dalam wadah yang berisi campuran
es dan garam. (Simanjuntak, M.T., 2000).
Penghitungan Eritrosit

Diambil kamar hitung yang bersih dan
kering. Kaca penutup diletakkan diatasnya
secara mendatar. Darah yang akan diperiksa
dihisap dengan pipet sahli, sampai tepat pada
garis 20 μL. Kelebihan darah yang melekat
pada bagian luar pipet dihapus dengan kertas
saring atau tissue. Ujung pipet tersebut
dimasukkan kedalam wadah yang berisi
larutan natrium klorida 0,9% sebanyak 3,98
ml. Pipet dibilas dengan larutan natrium
klorida 0,9% tersebut. Kemudian wadah
ditutup dan dikocok dengan cara membolak –
balik wadah minimum selama 2 menit.
Larutan darah diteteskan 3 – 4 tetes larutan
darah dengan cara menyentuh ujung pipet

pada pinggir kaca penutup. Kemudian
dilihat di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10 x 40 (Langley and Leroy
Lester, 1980).

Percobaan Transpor
Kedalam 0,4 ml suspensi eritrosit
ditambahkan 1,6 ml buffer isotonis.
Campuran dipreinkubasi selam 3 menit pada
temperatur yang diinginkan. Sefaleksin
dilarutkan dalam larutan Buffer isotonis
(konsentrasi 0,1 mM). Kedalam suspensi
eritrosit ditambahkan larutan sefaleksin
(konsentrasi 0,1 mM) Kemudian dicampur
sampai homogen dengan alat pencampur
sentuh (touch mixer). Dalam interval waktu
tertentu sebanyak 0,3 ml suspensi eritrosit
dipindahkan kedalam tube mikrosentrifuge
yang telah berisi 0,05 – 0,1 ml minyak silicon.
Disentrifuse pada 3000 rpm. Supernatan
dipisahkan. Permukaan minyak silicon dicuci
sebanyak 2 – 3 kali dengan aquadest. (total
volume 0,15 ml). Eritrosit dihemolisa dengan
0,3 ml aquadest dan dicampur sampai
homogen (Simanjuntak, M.T., 2000).
Analisis Kuantitatif
Eritrosit

Sefaleksin

dalam

Kedalam 0,3 ml hasil hemolisa eritrosit,
dimasukkan 0,5 ml buffer phospat pH 11 dan
3 ml dietil eter. Campuran diaduk dengan alat
pengaduk (shaker) selama 5 menit. Kemudian
didiamkan dan disentrifuge pada 3000 rpm
selama 5 menit. Lapisan air dibuang dari
campuran, dan kedalam lapisan pelarut
dicampurkan 0,1 ml 0,3 N asam lkorida, 0,2
ml 0,2 M buffer phospat pH 7, 0,7 gr
ammonium sulfat dan 5 ml campuran
kloroform: isoprofil alcohol 1 : 1 v/v. Diaduk
dengan alat pengaduk (shaker) selama 30
menit. Disentrifuse pada 3000 rpm selama 5
menit. Lapisan pelarut organic dipisahkan dan
diuapkan sampai kering dengan pengering
hampa udara (freeze dryer). Sisa penguapan
dilarutkan dalam 5 – 7 ml asam klorida 0,2%.
46

Ketergantungan temperatur dan pH terhadap transpor sefaleksin
(Matheus T Simanjuntak)

Larutan diukur pada spektrofotometer pada
panjang
gelombang
maksimum.
(Simanjuntak, M.T., 2000).
Penentuan Pengaruh Temperatur
Temperatur percobaan dilakukan pada
25 , 280 , 300 , dan 370 C terhadap suspensi
eritrosit yang terlebih dahulu diinkubasi
selama 3 – 5 menit pada temperatur yang
diinginkan, kemudian dilanjutkan dengan
percobaan transpor dan analisis kuantitatif
sefaleksin dalam eritrosit
0

Penentuan Pengaruh pH
Variasi pH larutan obat dilakukan
antara 3,0 – 8,0, di mana eritrosit diinkubasi
dengan larutan buffer pH 7,0 selama 5
menit, pada temperatur dimana transpor
(absorbsi) sefaleksin dalam eritrosit paling
baik. Kemudian dilanjutkan
dengan
percobaan
transpor
dan
analisis
kuantitatif sefaleksin dalam eritrosit.
Penentuan Absorbsi Sefaleksin dari Kapsul
Indofarma
Penentuan absorbsi sefaleksin dari kapsul
pada temperatur dan pH yang sesuai menurut
percobaan diatas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva Absorbsi Sefaleksin dalam HCl
0,2%
Panjang gelombang serapan maksimum
ultraviolet larutan sefaleksin baku dengan
konsentrasi 17 µg/ml yang diukur dengan
spektrofotometer ultraviolet dalam HCl 0,2%
adalah 256 nm.
Kurva Kalibrasi Sefaleksin dalam HCl
0,2%
Kurva kalibrasi dari larutan sefaleksin
dibuat dengan menyediakan suatu seri larutan
47

sefaleksin dalam HCl 0,2% dengan interval
konsentrasi pengukuran yaitu 0,01mM,
0,05mM, 0,1mM, 0,15mM, 0,2mM, 0,25mM,
0,3mM. dan konsentrasi sefaleksin yang akan
ditranspor adalah 0,1mm (interval konsentrasi
sefaleksin yang baik antara 0,1 – 5,0mm).
Dari hasil percobaan diperoleh harga
persamaan regresi Y = 0,5792 X + 0,1227
dan nilai r = 0,9908.
Dengan adanya intersep terhadap sumbu
Y sebesar 0,5792 yang menunjukkan
perpotongan garis tidak melalui titik nol, hal
ini disebabkan adanya ikatan obat dengan
(protein plasma protein binding). Ikatan obat
dengan protein plasma mungkin terlalu besar
disebabkan
oleh
penggunaan
metoda
sentrifugasi konvensional sehingga obat
mengendap bersama-sama dengan membran
atau sel yang mengandung gugus obat pada
permukaan membran yang disebabkan adanya
interaksi elektrostatik dan hidrofobik,
sehingga akan terukur sebagai obat yang
berpenetrasi atau terabsorbsi. (Ogiso, dkk,
1986).
Jumlah Eritrosit Manusia yang Dihitung
dari Sampel Darah
Penghitungan jumlah eritrosit dilakukan
dengan menggunakan metode Sahli. Dari hasil
perhitungan diperoleh jumlah eritrosit yang
mempunyai variasi dari 3.850.000 sampai
4.930.000 per millimeter kubik. Di mana
Guyton (1993) memprediksi bahwa jumlah
rata – rata eritrosit manusia sekitar 4 – 5 juta
sel per millimeter kubik.
Pengaruh Temperatur Terhadap Transpor
Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia.
Pengujian pengaruh temperatur terhadap
serapan sefaleksin pada sel darah manusia
manusia ditentukan dengan memakai larutan
sefaleksin konsentrasi 0,1 mM dalam buffer
isotonis pH 7,0 yang terlebih dahulu
diinkubasi selama 5 menit kemudian

Jurnal Sains Kimia
Vol 7, No.2, 2003: 44-50

dicampur kedalam sel eritrosit manusia
dengan pH 7,0 pada temperatur yang berbeda
yaitu pada temperatur 250 C , 280 C , 300 C
dan 370C .
a. Temperatur 250 C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 25o C
pada transpor sefaleksin
b. Temperatur 28 0C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 28o C
pada transpor sefaleksin
c. Temperatur 300C
Gambar kurva pengaruh temperatur = 30o C
pada transpor sefaleksin
Pada temperatur 25 oC , waktu transpor
sefaleksin kedalam eritrosit 45 dan 90 detik
belum menunjukkan hasil yang dapat
terdeteksi, hal ini disebabkan karena kondisi
temperatur yang digunakan pada percobaan
rendah, sehingga transpornya berjalan lambat.
Lain halnya pada temperatur 30o C dan 37o C,
untuk temperatur 30o C data yang terdeteksi
hanya pada waktu transpor 45 detik, dan pada
37oC data tidak terdeteksi. Hal ini diakibatkan
karena kontak langsung temperatur yang
terlalu tinggi dengan membran eritrosit yang
mengakibatkan eritrosit yang digunakan pada
percobaan terhemolisa, dan reaksi yang terjadi
sangat cepat. Kondisi seperti ini terjadi karena
eritrosit yang digunakan pada percobaan telah
dihilangkan dari pengaruh – pengaruh zat lain
seperti plasma darah, protein dan lemak.
Dari hasil yang diperoleh menunjukkan
bahwa konsentrasi sefaleksin yang ditranspor
meningkat seiring dengan peningkatan
temperatur dengan energi aktivasi sebesar
13,724 kkal/mol yang dihitung dari jumlah
sefaleksin yang ditranspor pada temperatur
250C dan 280C dan temperatur yang paling
baik adalah temperatur 280C, karena proses
absorbsi yang paling konstan sampai pada
180 detik dan harga konstanta laju reaksi pada
temperatur tersebut lebih baik dibandingkan
dengan
temperatur
250C, dan
pada

temperatur 300C dan 37 0C reaksi yang terjadi
sangat cepat.
Pengaruh
pH
Terhadap
Transpor
Sefaleksin ke dalam Eritrosit Manusia
Pengujian pengaruh pH terhadap absorbsi
sefaleksin ditentukan dengan cara larutan 0,1
mM sefaleksin dalam buffer isotonis dengan
variasi pH ekstraselular 3,0 – 8,0 pada
temperatur 280C ditranspor ke dalam suspensi
eritrosit pH 7,0 dengan waktu yang sama (45
detik)
a. Temperatur 280C
Gambar kurva transpor sefaleksin dengan
pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 ; t = 28oC
b. Temperatur 37 0C
Gambar kurva transpor sefaleksin dengan
pHin = 7,0 dan pHout = 6,0 ; t = 37oC
Diperoleh hasil bahwa pH yang baik
untuk transpor sefaleksin dalam sel eritrosit
pada temperatur 280C adalah menggunakan
pHout = 6,0 dan pHin = 7,0.Hasil yang sama
juga ditemukan untuk transpor sefaleksin
pada membran buatan dan ileum kelinci,
dengan absorbsi maksimum pada pH 6,0, dan
tergantung pada pH dan energi, namun tidak
tergantung pada konsentrasi ion natrium dan
transpornya melalui rute transelluler peptida.
(Benkhelifa ,S., dkk., 1997).
Bila diperhatikan absorbsi sefaleksin pada
pH 4,0 temperatur 280C dan pH 4,0 pada
temperatur 370C diperoleh harga konstanta
laju reaksi yang berbeda dan terlihat juga
adanya hubungan antara kenaikan temperatur
dengan kenaikan nilai K dengan energi
aktivasi yang diperoleh untuk menaikkan
transpor sefaleksin dari 28oC sampai 37oC
sebesar 17,097 kkal mol-1, hal ini memberi
arti bahwa sefaleksin dalam sel darah manusia
ditranspor dominan dengan cara difusi sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Barry, Brian
(1968) bahwa harga energi aktivasi untuk
membran homogen dalam proses difusi dari
suatu larutan non elektrolit dengan berat
molekul rendah , kira – kira 5 kkal mol -1
48

Ketergantungan temperatur dan pH terhadap transpor sefaleksin
(Matheus T Simanjuntak)

berbeda untuk bahan yang berdifusi kedalam
suatu polimer (membran) di mana harga
energi aktivasinya akan meningkat menjadi
15-20 kkal mol 1.
Transpor Sefaleksin dari Kapsul Sefaleksin
Indofarma
Pada pengukuran transpor sefaleksin yang
diambil dari kapsul sefaleksin yang terlebih
dahulu ditimbang beratnya setara dengan
sefaleksin konsentrasi 1mM, kemudian
diencerkan dengan buffer isotonis hingga
konsentrasinya 0,1 mM, kemudian ditranspor
kedalam sel eritrosit manusia pada temperatur
280C dan pada pH 6,0.
Diperoleh hasil bahwa konsentrasi
sefaleksin dalam bentuk sediaan lebih kecil
dibandingkan dengan sefaleksin baku pada
temperatur dan pH yang sama, hal ini terjadi
disebabkan pengaruh pengaruh dari formulasi
sediaan sefaleksin tersebut, seperti adanya
pembawa yang menyebabkan adanya proses
transpor zat lain yang masuk dan menembus
membran atau faktor lain yang mempengaruhi
konsentrasi dari sefaleksin yang terdapat di
dalam eritrosit.
KESIMPULAN
1. Percobaan transpor sefaleksin secara in
vitro dalam membran sel darah merah
manusia, menunjukkan
adanya
kenaikan transpor dengan menaiknya
temperatur dan energi aktivasi sebesar
13,724 kkal/mol.
2. Adanya pH gradien terhadap transpor
sefaleksin pada sel darah merah manusia
dengan pH in = 7,0 dan pHout = 6,0.
3. Proses transpor dari sefaleksin bentuk
baku lebih cepat bila dibandingkan
dengan kapsul sefaleksin indofarma dalam
bentuk membran eritrosit manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel,

49

Howard. C., 1989, Pengantar
Bentuk
Sediaan Farmasi, Penerjemah Farida Ibrahim,
Cetakan pertama, UI Press, Jakarta.

Barry, Brian, 1968, Dermatological Formulation –
Drug and The Pharmaceutical Science,
Chapel – Hill, North California, Vol. 18.;58 –
59.
Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P., and Tome, D.,
1996, Transport of Cepalosporins Across
Artificial Membranes and Rabbit
Ileum, J.
Pharmaceutics In t.159.
Benkhelifa, S., Decroix, M., Arnaud, P. and Tome,
D., 1997, Characteristics
of
Cephalexin
Transport Across Isolated Rabbit Ileum,
J.Pharmaceutics Int. 145 : 115 – 127.
Clarke EGC., 1986, Isolation and Identification of
Drug, Second
edition, The Pharmaceutical
Press, London
Koethoff, M., Sandel. E.B and Meehan, E.J., 1989,
Quantitative
Chemical Analysis, Fourth
Edition, Macmillan publishing Co., Inc.New
York.
Langley, Leroy Lester., 1980, Dynamic Anatomy and
Physiology, Mc. Graw Hill. Inc., USA.
Ogiso, Taro., Iwaki, M, and Kimori, Misa, 1986,
Erythrocyte Membrane Penetration of Basic
Drugs and Relationship between Drug
Penetration and Hemolysis, Chem., Pharm.,
Bull., 34. : 4301–4307.

Simanjuntak, M.T., 2000, Transport Derivat Asam
Pyridone Karboksilat pada Sel Darah Merah In
Vitro, Media
Farmasi
An
Indonesian
Pharmaceutical Journal, Volume 8. (76 – 90)
Tanu, I., 1995, Farmakologi dan
terapi, Edisi
Keempat, Fakultas Kedokteran UI, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC., Jakarta.