Pengujian Terhadap Pengikatan Dan Pelepasan Sefaleksin Pada Eritrosit Secara In Vitro

Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

PENGUJIAN TERHADAP PENGIKATAN DAN PELEPASAN
SEFALEKSIN PADA ERITROSIT SECARA IN VITRO
Matheus Timbul Simanjuntak
Jurusan Farmasi FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai pengujian terhadap pengikatan dan pelepasan sefaleksin pada
eritrosit manusia secara in vitro. Pengikatan dan pelepasan sefaleksin terhadap eritrosit manusia dilakukan
pada temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4. Hasil percobaan pengikatan sefaleksin terhadap eritrosit
manusia menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi obat terikat dengan menaiknya konsentrasi sefaleksin
dan pada konsentrasi di atas 1 mM terjadi peningkatan yang lebih tajam dan pelepasan sefaleksin dari
ikatan sefaleksin terhadap eritrosit manusia berlangsung dengan cepat.
Kata Kunci: Sefaleksin, eritrosit, ikatan protein, in vitro

PENDAHULUAN
Eritrosit dapat berfungsi sebagai pembawa

obat karena mempunyai sifat biodegradasi,
nonimunogenik dan dapat ditargetkan secara
selektif pada hati atau limpa tergantung pada
karakteristik membran, sehingga dapat
diaplikasikan untuk penyampaian secara target
terbatas terutama untuk pengobatan penyakit
yang terjadi pada lisosom dan toksisitas
logam. (Gennaro, 2000)
Sefaleksin merupakan suatu antimikroba
turunan amino sefalosporin yang bersifat
lipofilik dan sukar diabsorbsi pada usus halus
dari kelinci percobaan (Kimura T. dkk, 1985)
dengan pKa 1 = 2,5, pKa2 = 5,2, dan pKa3 =
7,3 dan luas digunakan untuk pengobatan
(Moffat, 1986).
Berbagai penelitian tentang ikatan protein
terhadap obat pada eritosit manusia telah
dilakukan antara lain untuk; golongan
sulfonamid (Matsumoto, et al., 1989),
zonisamid dengan metode sentrifugasi dan

ultrafiltrasi menyatakan bahwa sel utuh dan
karbonik anhidrase mempunyai afinitas yang
tinggi untuk berikatan (Matsumoto, et
al.,1989), sulfadimetoksin dan metabolit
utamanya (Otagiri, et al., 1989), pentosifilin
46

dengan metode spektroskopi spin resonansi
yang menyatakan bahwa fluiditas pada
daerah
posfolipid
dalam
eritrosit
meningkat dengan peningkatan konsentrasi
obat dan adanya interaksi liposom dengan
eritrosit menyebabkan perubahan dalam
molekul membran sel di sekitar Band 3
yang menghasilkan pelepasan protein dari
membran eritrosit (Sato, et al., 1990),
terhadap

metabolit
hidroklotiazid
ditemukan adanya dua ikatan dan salah
satu adalah pada karbonik anhidrase
(Yamazaki, et al., 1990), modifikasi
liposom dengan glisirrhizin (Tsuji, et al.,
1991), karprofen (Kohita, et al., 1994),
glisirrhizin (Ishida, et al., 2001) dan KE –
298 (Endo, et al., 2001). Namun
bagaimana hubungan antara sefaleksin
dengan eritrosit belum banyak diteliti
sampai saat ini.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka
dilakukan penelitian terhadap pengikatan
dan pelepasan sefaleksin pada eritrosit
manusia secara in vitro.

Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)


BAHAN DAN METODA
Bahan
Sefaleksin (Sigma, St.Louis, M.O), darah
manusia (PMI), Natrium Klorida (Widatra
Bhakti,
Pandaan),
membran
selulosa
(Cellophan Tubing Seamless).
Pembuatan Kurva Serapan Sefaleksin
Ditimbang seksama 50 mg sefaleksin dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml,
dilarutkan dengan larutan natrium klorida
fisiologis dan dicukupkan volume sampai garis
tanda. Larutan ini dipipet 3,4 ml dan
dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml
kemudian dicukupkan volume dengan
penambahan larutan natrium klorida fisiologis
sampai garis tanda, konsentrasi sefaleksin = 17
mcg/ml. Ukur serapan larutan dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang
220-320 nm.
Pembuatan Larutan Induk Baku
Ditimbang seksama 35 mg sefaleksin,
dimasukkan dalam labu tentukur 100 ml
dilarutkan dalam larutan natrium klorida
fisiologis dan dicukupkan volumenya hingga
garis tanda.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
Dari larutan induk baku dibuat larutan
sefaleksin dengan berbagai konsentrasi yaitu:
0,002; 0,006; 0,01; 0,02; 0,03; 0,04; 0,05;
0,06; 0,07; 0,08; 0,09; 0,1 mM dengan cara
memipet larutan induk baku 0; 0,1; 0,3; 0,5; 1;
1,5; 2; 2,5; 3; 3,5; 4; 4,5; 5 ml ke dalam labu
tentukur 50 ml, kemudian ditambahkan larutan
natrium klorida fisiologis sampai garis tanda.
Ukur serapan pada panjang gelombang 263
nm.
Pencucian Membran Selulosa

Membran selulosa dengan panjang 12 cm
dimasukkan dalam wadah yang telah berisi
aquadest, kemudian dipanaskan selama 3 jam
sampai transparan.
Penyediaan Media Eritrosit
Ke dalam 5 ml eritrosit yang
bercampur
dengan
antikoagulansia
ditambahkan 5 ml larutan natrium klorida

fisiologis dingin, campur sampai homogen
dengan bantuan pencampur sentuh (touchmixer). Disentrifuge dengan kecepatan
3000 rpm selama 5 menit. Pisahkan
supernatan dari endapan. Endapan
(eritrosit) ditambah kembali dengan 5 ml
larutan natrium klorida fisiologis dingin
campur sampai homogen dengan bantuan
touch-mixer. Kemudian disentrifuge pada
3000 rpm selama 5 menit dan kembali

dilakukan
pemisahan supernatan dari
endapan. Percobaan diulangi sampai
diperoleh supernatan yang jernih. Eritrosit
yang telah bersih disimpan pada
temperatur dingin.
Percobaan
Pengikatan
Terhadap Eritrosit

Sefaleksin

1. Untuk Blanko 1
Masukkan 10 ml larutan natrium
klorida fisiologis ke dalam membran
selulosa dengan panjang 12 cm, ikat ke
2 ujung membran dengan benang
bedah dan dilakukan uji kebocoran,
kemudian
masukkan

ke
dalam
beakerglass 250 ml yang telah berisi
medium berupa 50 ml larutan natrium
klorida fisiologis. Setiap 15 menit aduk
perlahan-lahan, dan lakukan percobaan
selama 1 jam. Ukur absorbansi dari
larutan medium pada λ = 263 nm.
2. Untuk Blanko 2
2 ml darah yang telah dicuci dicampur
dengan 8 ml larutan natrium klorida
fisiologis didalam membran selulosa
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beaker glass 250
ml yang telah berisi medium 50 ml
larutan natrium klorida fisiologis.
Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan,
dan lakukan percobaan selama 1 jam.

Ukur absorbansi dari larutan medium
pada λ = 263 nm.
3. Untuk Blanko 3
47

Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

Masukkan 10 ml larutan natrium klorida
fisiologis ke dalam membran selulosa
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beakerglass 250 ml
yang berisi medium 50 ml larutan
sefaleksin dalam larutan natrium klorida
fisiologis dengan konsentrasi 0,02 mM.
Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan, dan
lakukan percobaan selama 1 jam. Ukur
absorbansi dari larutan medium pada λ =

263 nm.
4. Untuk Sampel
2 ml darah yang telah dicuci dicampur
dengan 8 ml larutan natrium klorida
fisiologis didalam membran selulosa
dengan panjang 12 cm, ikat ke 2 ujung
membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian
masukkan ke dalam beaker glass 250 ml
yang berisi medium 50 ml larutan
sefaleksin dalam larutan natrium klorida
fisiologis dengan konsentrasi 0,02 mM.
Setiap 15 menit aduk perlahan-lahan, dan
lakukan percobaan selama 1 jam. Ukur
absorbansi dari larutan medium pada λ =
263 nm. Lakukan percobaan sama seperti
prosedur
di
atas
dengan

variasi
konsentrassi 0,02 mM – 1,5 mM.
Percobaan Pelepasan Sefaleksin
pengikatan dengan eritrosit

dari

1) Untuk sampel 1
2 ml darah yang telah dicuci dicampur dengan
8 ml larutan natrium klorida fisiologis didalam
membran selulosa dengan panjang 12 cm, ikat
ke 2 ujung membran dengan benang bedah dan
dilakukan uji kebocoran, kemudian masukkan
ke dalam beakerglass 250 ml yang berisi
larutan sefaleksin 0,5 mM didiamkan selama 1
jam. Dilakukan uji pelepasan terhadap hasil
pengikatan di atas dengan menggunakan
medium 200 ml larutan natrium klorida
fisiologis. Dilakukan variasi waktu sampling
sampai dengan setengah jam. Volume 10 ml
medium yang digunakan segera diganti dengan
48

10 ml larutan natrium klorida fisiologis.
Larutan medium yang diperoleh diukur
dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet pada λ = 263 nm
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kurva serapan sefaleksin dalam larutan
natrium klorida fisiologis
Serapan maksimum larutan sefaleksin
dengan konsentrasi 17 mcg/ml dalam
larutan natrium klorida fisiologis dengan
metode
spektrofotometer
ultraviolet
diperoleh pada panjang gelombang 263
nm. Hasil ini hampir sesuai dengan
Farmakope Indonesia Edisi IV yang
menyatakan bahwa λ maks sefaleksin
adalah 262 nm.
Kurva kalibrasi sefaleksin dalam
larutan natrium klorida fisiologis
Kurva kalibrasi dari larutan sefaleksin
dibuat dengan mengukur absorbansi pada
panjang gelombang 263 nm dengan
metode spektrofotometri dari suatu seri
larutan sefaleksin dalam larutan natrium
klorida
fisiologis
dengan
interval
konsentrasi pengukuran yaitu 0,002 mM;
0,006 mM; 0,01 mM; 0,02 mM; 0,03 mM;
0,04 mM; 0,05 mM; 0,06 mM; 0,07 mM;
0,08 mM; 0,09 mM; 0,1 mM. Dari grafik
absorbansi vs konsentrasi diperoleh harga
persamaan garis regresi Y = 9,2408X +
0,0062 dengan koefisien korelasi (r) =
0,9989 yang memperlihatkan adanya
korelasi
liner
antara
peningkatan
konsentrasi dengan absorbsi dalam inerval
0,002 mM – 0,1 mM.
Pengikatan sefaleksin terhadap eritrosit
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dari sefaleksin untuk
berikatan dengan eritrosit manusia.
Rancangan urutan percobaan pengikatan sefaleksin terhadap eritrosit seperti
yang tercantum pada metodologi dilakukan
dengan maksud :
1. Prosedur a: untuk mengetahui pengaruh membran selulosa terhadap
larutan.

Pengujian Terhadap Pengikatan dan Pelepasan Sefaleksin pada Eritrosit Secara In Vitro
(Matheus T Simanjuntak)

2. Prosedur b: untuk mengetahui pengaruh
eritrosit terhadap membran selulosa.
3. Prosedur c: untuk mengetahui pengaruh
membran selulosa terhadap obat.
4. Prosedur d: untuk mengetahui pengaruh
eritrosit terhadap obat.

Pada grafik konsentrasi obat terikat
versus konsentrasi awal sefaleksin
menunjukkan adanya peningkatan secara
linier pada jarak konsentrasi awal
konsentrasi 0 – 1,5 mM.
1.6
1.4
Obat terikat (mM/mL eritrosit)

Obat bebas (mM/mL eritrosit)

0.05
0.045
0.04
0.035
0.03
0.025
0.02
0.015

1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2

0.01
0.005

0

0

0

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

Obat Bebas (mM/mL eritrosit)

Konsentrasi Awal (mM)

Gambar 1. Grafik konsentrasi obat bebas vs konsentrasi
awal dari pengikatan sefaleksin terhadap
eritrosit manusia pada temperatur kamar,
pHin = pHout = 7,4

Hasil gambar 1 yaitu grafik konsentrasi
obat bebas versus konsentrasi awal sefaleksin
terlihat bahwa adanya peningkatan secara
bertahap konsentrasi obat bebas dengan
meningkatnya konsentrasi awal sefaleksin
sampai 0,8 mM namun pada konsentrasi awal
sefaleksin lebih besar dari 0,8 mM hampir
tidak mengalami kenaikan, hal ini mungkin
karena kapasitas pengikatan obat terhadap
eritrosit telah maksimum (jenuh).

1.6

Obat terikat (mM/mL eritrosit)

1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

Konsentrasi Awal (mM)

Gambar 2. Grafik konsentrasi obat terikat vs konsentrasi
awal dari pengikatan sefaleksin terhadap
eritrosit manusia pada temperatur kamar,
pHin = pHout = 7,4

Gambar 3. Grafik obat terikat vs obat bebas dari
sefaleksin terhadap eritrosit manusia
pada temperatur kamar, pHin = pHout =
7,4

Dari hasil grafik obat yang terikat vs
obat bebas, didapat bahwa semakin tinggi
konsentrasi obat bebas, dengan kata lain
konsentrasi sefaleksin tinggi, maka makin
tinggi konsentrasi obat terikat. Di atas
konsentrasi 1 mM, terjadi peningkatan
yang sangat tajam pada konsentrasi obat
terikat, hal ini diduga kemungkinan
diakibatkan oleh karena eritrosit pecah
sehingga permukaan eritrosit akan
bertambah luas untuk tempat berikatan
dengan sefaleksin. Dalam penelitian ini
juga telah dilakukan pengamatan dengan
mikroskop terhadap eritrosit pada berbagai
konsentrasi awal sefaleksin yaitu 0,2 mM;
0,6 mM; 1,2 mM; 1,5 mM.
Dari pengamatan secara makroskopis
dari eritrosit (gambar tidak diperlihatkan)
diketahui bahwa semakin meningkat
konsentrasi awal sefaleksin, maka bentuk
eritrosit semakin tidak beraturan terutama
pada konsentrasi sefaleksin lebih besar dari
1 mM.
Dengan mempergunakan Scatchard
Plot dari rasio obat yang terikat dan obat
bebas vs obat yang terikat (Shargel, 1988),
diperoleh tetapan ikatan (Ka) dan tempat
49

Jurnal Sains Kimia
Vol 9, No.1, 2005: 46-50

berikatan (n) dari sefaleksin terhadap eritrosit.
(grafik tidak diperlihatkan)
Pelepasan sefaleksin dari eritrosit manusia
Urutan percobaan pelepasan sefaleksin dari
ikatan sefaleksin terhadap eritrosit manusia
seperti yang tercantum pada metodologi
dilakukan dengan maksud :
1. Prosedur a : untuk
mengetahui
pengaruh eritrosit terhadap obat.
2. Prosedur b :
untuk
mengetahui
pengaruh
eritrosit
terhadap
membran
selulosa.
3.
Prosedur c :
untuk
mengetahui
pengaruh
memban
selulosa
terhadap
larutan.
100

% Kumulatif Obat Terlepas

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

Waktu (menit)

Gambar 4. Grafik % kumulatif obat terlepas vs waktu
pada temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4

Gambar 4 yaitu % kumulatif sefaleksin
yang terlepas dari ikatan sefaleksin terhadap
eritrosit manusia terlihat bahwa sefaleksin
dilepas dengan cepat, yaitu:
Pada menit ke – 1 sefaleksin dilepas sebanyak
63,548 %
Pada menit ke – 26 sefaleksin dilepas
sebanyak 82,561 %
Pada menit ke – 126 sefaleksin dilepas
sebanyak 98,830 %
KESIMPULAN
1. Percobaan pengikatan sefaleksin terhadap
eritrosit
manusia
dilakukan
pada
temperatur kamar, pHin = pHout = 7,4 yang
menunjukkan adanya kenaikan konsentrasi
obat terikat dengan menaiknya konsentrasi
sefaleksin dan pada konsentrasi di atas 1
mM terjadi peningkatan yang lebih tajam.
50

2. Pelepasan sefaleksin dari ikatan
sefaleksin terhadap eritrosit manusia
berlangsung dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
DitJen POM, 1995, Farmakope Indonesia. Edisi Ke
IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, hal.
179-181.
Endo, H. , Yoshida, H., Hasegawa, M., Ohmi, N.,
Horiuchi, N., Hamada, Y., Higuchi, S., 2001,
Stereo and Selectivity and Species difference
in Plasma Protein Binding of KE-298 and Its
Metabolits, Biology Pharmacetical Bulletin,
Japan, Vol. 24 : 800-805.
Gennaro, R.A., 2000, Remington. The Science and
Pactice Pharmacyl, 20th Edition,University
of The Sciences in Philadelphia, p.903-920.
Ishida, S., Sakiya, Y., Ichikawa, T., Kinoshita, M.,
Awazu, S., 1989, Binding of Glycyrrhizin to
Human Serum and Human Serum Albumin,
Chemical Pharmaceutical Bulletin, Tokyo,
Japan, Vol. 37 : 226-228.
Kimura, T., Yamamoto, T., Ishizuka, R., 1985,
Transport of Cefadroxil, an Amino
Cephalosporine Across Artificial Membrane
and
Rabbit
Ileum,
Biochemistry
Pharmacology, 34 (1) : 81-84.