Perencanaan dan Perancangan Saluran Drainase Daerah Irigasi di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat.

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SALURAN
DRAINASE DAERAH IRIGASI DI BALAI BESAR
PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG, JAWA BARAT

MUHAMMAD RIDWAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Perencanaan dan
Perancangan Saluran Drainase Daerah Irigasi di Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi Subang, Jawa Barat” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor
Bogor, Juli 2015

Muhammad Ridwan
NIM F44110015

i

ABSTRAK
MUHAMMAD RIDWAN. Perencanaan dan Perancangan Saluran Drainase
Daerah Irigasi di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat.
Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN.
Drainase merupakan salah satu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan
air baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi pada
suatu kawasan sehingga kawasan tersebut dapat berfungsi secara optimal. Tujuan
penelitian ini adalah merancang perletakan saluran drainase, merancang dimensi
saluran, dan memodelkan saluran drainase rencana. Penelitian ini dilakukan
selama bulan Pebruari hingga Mei 2015 dengan lokasi penelitian di BB Padi,
Sukamandi, Subang. Tahap penelitian yang dilakukan yaitu penggambaran peta

topografi, perletakan saluran drainase rancangan, penentuan debit limpasan
rancangan, perencanaan dimensi saluran drainase, perencanaan gorong-gorong,
dan evaluasi kinerja saluran drainase. Tekstur tanah yang digunakan yaitu
lempung berpasir. Jarak antar saluran drainase didesain setiap 200 m sesuai
dengan rancangan konsolidasi lahan menggunakan acuan tata letak sawah di
Jepang. Arah aliran air mengarah drainase utama, drainase tersier, Kali Cijengkol,
dan Taman Burung Sukamandi sebagai hilir. Curah hujan rancangan
menggunakan distribusi Gumbel untuk periode ulang 2 tahun (76.25 mm).
Pengaliran limpasan direncanakan secara each plot. Saluran drainase
menggunakan sistem saluran terbuka dengan konstruksi tidak tahan erosi.
Perpotongan antara saluran dan JUT Cabang mengakibatkan perencanaan goronggorong perlu dilakukan. Rancangan dimensi saluran dibuat seragam baik di bagian
hulu dan hilir saluran sampai gorong-gorong rencana. Evaluasi saluran rencana
yang dilakukan mampu menyalurkan debit limpasan rancangan.
Kata kunci: curah hujan, Gumbel, konsolidasi lahan, saluran drainase.

ABSTRACT
MUHAMMAD RIDWAN. Drainage Channel Plan and Design of Irrigation Area
in the Indonesian Center for Rice Research Subang, West Java. Supervised by
BUDI INDRA SETIAWAN.
Drainage is one of the technical actions to reduce excess water from rain

water, seepage, or excess irrigation water on an area so it can function optimally.
The purpose of this research are designing drainage channels, designing channels
dimension, and modelling planned drainage channels. This research was
conducted during months of February to May 2015 at BB Padi, Sukamandi,
Subang. The stage of this research are depiction of topographic maps,
determination the location of drainage channels, determination of runoff discharge
design and drainage channel dimensions, planning sewers, evaluation the
performance of drainage channel. Soil texture used i.e. sandy loam. The distance
between the drainage channels were designed every 200 m in accordance with the
draft consolidation using reference layout of rice fields in Japan. The direction of
water flow leads to the North and South, with the main drainage, tertiary drainage,

ii
and Taman Burung Sukamandi as a downstream of the water flow. Rainfall
distributions design with Gumbel method used for a 2 year period (76.25 mm).
Stream runoff is planned in each plot. Channel drainage system construction with
open channels are not resistant to erosion. The intersection between the channel
and the JUT branch cause the need of culvert planning. The design of the channel
dimensions made uniform in both the upper and lower channels to sewer plans
Evaluation of channel plan performance assessment was done as a channel drain

water runoff.
Keywords: drainage channel, Gumbel, land consolidation, rainfall.

iii

PERENCANAAN DAN PERANCANGAN SALURAN
DRAINASE DAERAH IRIGASI DI BALAI BESAR
PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG, JAWA BARAT

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


iv

v

vi

vii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Pebruari hingga Mei 2015 ini adalah Perencanaan
dan Perancangan Saluran Drainase Daerah Irigasi di Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Subang, Jawa Barat. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:
1. Kedua orang tua tercinta (Bapak H. Syafrudin dan Ibu Titta Nursita), atas
doa dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan arahan serta bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Yudi Chadirin, S.TP, M.Agr. dan Dr. Ir. Moh. Yanuar Jarwadi
Purwanto, MS. selaku dosen penguji sidang skripsi atas bimbingan dan
masukannya dalam penyusunan skripsi ini.
4. Teman-teman sebimbingan (Fikri Surya Andika, Dhanu Prakoso, Achmad
Fachrie Afifie, Ahmad Sidik, Mochamad Rizky Ramadhan) yang telah
bersama-sama berjuang selama penyusunan karya tulis ini.
5. Teman-teman Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2011
(SIL 48) dan semua pihak terkait yang telah banyak memberi semangat,
saran, maupun bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bogor, Juli 2015
Muhammad Ridwan

viii

ix


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


3

Waktu dan Tempat

3

Peralatan dan Bahan

3

Proses Pengumpulan Data

3

Prosedur Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

11

Kondisi Topografi

12

Perletakan Saluran Drainase Baru Hasil Konsolidasi Lahan

13

Penentuan Debit Limpasan Rencana

15

Penentuan Dimensi Saluran Drainase


17

Perencanaan Gorong-Gorong

20

Visualisasi Kinerja Saluran Drainase

22

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

RIWAYAT HIDUP

58

x

DAFTAR TABEL
1.

Kecepatan maksimum yang diizinkan sesuai dengan bahan saluran dan
kondisi air limpasan
2. Kemiringan talud yang diizinkan sesuai dengan jenis tanah saluran
3. Koefisien kekasaran Manning
4. Standar pemberian tinggi jagaan (freeboard)
5. Rekapitulasi perhitungan curah hujan puncak dengan periode ulang
6. Penentuan debit rancangan saluran drainase petak A1 hingga A27 zona
1
7. Hasil analisis tekstur tanah pada 2 zona
8. Penentuan konduktivitas hidrolik tanah berdasarkan tekstur tanah
9. Penentuan dimensi saluran drainase pada petak A1 hingga A27 zona 1
10. Kecepatan minimum aliran yang diizinkan sesuai dengan bahan saluran
11. Harga-harga kecepatan maksimum dan koefisien kekasaran Strickler
pada bahan saluran dari pasangan batu dan beton
12. Rancangan gorong-gorong antara petak A1-A27 dan A29-A42 zona 1

5
5
6
7
15
16
17
18
19
19
21
21

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.

Tahap penelitian
Batas lahan pertanian BB Padi
Hasil identifikasi kondisi saluran dan suatu areal pada sawah yang
tergenang karena drainase kurang optimal
4. Peta kontur lahan pertanian BB Padi
5. Pola aliran air pada rancangan perataan
6. Perletakan saluran irigasi dan drainase hasil perencanaan konsolidasi
lahan
7. Perletakan saluran drainase dan Jalan Usaha Tani pada rancangan
konsolidasi lahan
8. Pembuatan model saluran drainase ruas B10-B1
9. Model saluran drainase di bagian hulu
10. Model saluran drainase di bagian hilir

10
11
11
12
13
14
20
22
23
23

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Koefisien kehilangan tinggi energi untuk peralihan bentuk saluran dari
bentuk trapezoidal menjadi segiempat dengan muka air bebas
Segitiga tekstur tanah hasil analisis 2 contoh tanah uji
Pembagian zona di lahan BB Padi
Detail penomoran petak kuarter hasil konsolidasi lahan untuk zona 1
Detail penomoran petak kuarter hasil konsolidasi lahan untuk zona 2
Detail penomoran petak kuarter hasil konsolidasi lahan untuk zona 3
Potongan melintang saluran drainase petak N2-N14 zona 1
Tampilan perletakan petak sawah, saluran, dan jalan usaha tani
eksisting

26
27
28
29
30
31
32
33

xi
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.

Tampilan perletakan petak sawah, saluran, dan jalan usaha tani hasil
rancangan konsolidasi lahan
Denah gorong-gorong pada petak N2-N31 zona 1
Potongan melintang gorong-gorong pada petak N2-N31 zona 1
Visualisasi profil muka air sepanjang alur saluran pada petak B10
hingga B1 zona 1
Contoh perhitungan debit rancangan limpasan pada petak C1-A14 zona
2
Contoh perhitungan dimensi saluran drainase pada petak C1-A14 zona
2
Contoh perhitungan perencanaan gorong-gorong antara petak C1-A14
dan petak C15-A33 zona 2
Rekapitulasi debit rancangan limpasan dan dimensi saluran drainase
pada zona 1
Rekapitulasi debit rancangan limpasan dan dimensi saluran drainase
pada zona 2
Rekapitulasi debit rancangan limpasan dan dimensi saluran drainase
pada zona 3
Rekapitulasi hasil perencanaan gorong-gorong pada zona 1
Rekapitulasi hasil perencanaan gorong-gorong pada zona 2
Rekapitulasi hasil perencanaan gorong-gorong pada zona 3
Desain 3 dimensi saluran drainase tersier dan primer
Desain 3 dimensi gorong-gorong
Contoh perhitungan modulus drainase, debit limpasan rancangan, dan
volume drainase target

34
35
36
37
38
40
41
43
47
50
52
53
54
55
56
57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Drainase merupakan salah satu tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan
air baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi pada
suatu lahan/kawasan sehingga lahan/kawasan tersebut dapat berfungsi secara
optimal (Pania et al. 2013). Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas tanah (Suripin
2004). Drainase termasuk dalam salah satu komponen penting infrastruktur
perkotaan maupun perdesaan yang menanggulangi masalah banjir dan genangan
air. Selain efektivitas irigasi, sistem drainase juga berperan penting dalam musim
panen, baik pada lahan pertanian maupun perkebunan.
Perencanaan sistem drainase untuk pertanian tidak terlepas dari sistem
irigasi yang diterapkan karena kebutuhan air untuk irigasi mencapai sekitar 85%
dari penggunaan air secara total atau yang terbesar di Indonesia (Mardianto et al.
2005). Pengelolaan air berperan sangat penting dan merupakan salah satu kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Produksi padi sawah akan
menurun jika tanaman padi menderita cekaman air (water stress). Gejala umum
akibat kekurangan air antara lain daun padi menggulung, daun terbakar (leaf
scorching), anakan padi berkurang, tanaman kerdil, pembungaan tertunda, dan biji
tanaman yang kosong (Subagyono et al. 2004).
Tanaman padi membutuhkan air yang volumenya berbeda untuk setiap fase
pertumbuhannya. Variasi kebutuhan air tergantung juga pada setiap varietas padi
dan sistem pengelolaan lahan sawah. Proses sirkulasi oksigen dan hara untuk
kesuburan tanaman padi ditentukan oleh sistem drainase. Hal tersebut berfungsi
mengurangi kuantitas air dan mengganti air yang lama dengan air irigasi baru.
Dengan demikian teknik irigasi pada sawah yang saat ini hampir digunakan
seluruh petani di Indonesia dengan cara menggenangi sawah pada sepanjang umur
tanam tidaklah tepat.
Perencanaan ataupun evaluasi sistem drainase tidak terlepas dari kondisi
hidrologi lingkungan sekitar. Jumlah curah hujan yang tinggi pada suatu daerah
apabila tidak diimbangi dengan perencanaan sistem drainase yang tepat
mengakibatkan drainase yang kurang optimal. Sistem drainase yang kurang
optimal dapat disebabkan oleh tidak sesuainya pola aliran dengan perencanaan
awal dan timbulnya sedimentasi pada saluran. Selain itu, kesalahan penentuan
dimensi saluran dan kerusakan fisik yang terjadi di sepanjang saluran juga dapat
mengganggu aliran (Rajasa 2014).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) merupakan lembaga
penelitian yang berfungsi sebagai unit pelaksana teknis Badan Litbang Pertanian
Jakarta, berlokasi di Sukamandi, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang, Jawa
Barat. Rencana pengembangan kegiatan oleh BB Padi adalah meningkatkan
adopsi teknologi perpadian pada tingkat petani sehingga mencapai skala luas
untuk dapat secara efektif meningkatkan produktivitas padi. Perencanaan sistem
drainase dari kondisi eksisting lahan persawahan BB Padi mengacu pada kondisi
kontur lahan dan sistem pola aliran hasil pengukuran.

2

Perumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian saluran drainase di
Daerah Irigasi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi setelah dilakukan kebijakan
konsolidasi lahan. Permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Apakah perletakan saluran drainase telah mengacu pada pola aliran dan
kontur lahan pertanian?
2. Bagaimanakah dimensi saluran yang mampu menyalurkan debit limpasan
per petakan?
3. Apakah fungsi saluran drainase rancangan optimal dalam
pengoperasiannya?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Merancang dan merencanakan perletakan dan dimensi saluran drainase
yang sesuai setelah lahan pertanian dikonsolidasi.
2. Merancang dimensi saluran drainase yang mampu menapung debit
limpasan per petakan sawah.
3. Melakukan pemodelan saluran drainase dengan debit rencana hasil
pengolahan data hidrologi.

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah menjadi rujukan untuk penyelesaian masalah
ketidaksesuaian pengaliran limpasan di lahan pertanian dengan penerapan konsep
konsolidasi lahan dengan perencanaan kembali perletakan saluran drainase dan
dimensi saluran drainase. Perencanaan kembali drainase pertanian tersebut
berfungsi sebagai referensi bagi BB Padi untuk mengatasi masalah
ketidakseragaman pengaliran air limpasan per petakan sawah sehingga debit
limpasan yang ingin dialirkan dari petakan sawah dapat lebih efektif.

Ruang Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian yaitu perencanaan saluran drainase baru sesuai dengan
kontur lahan pertanian BB Padi yang sesuai. Analisis mengenai penerapan saluran
drainase dilakukan dengan perancangan konsolidasi lahan, perletakan saluran
drainase baru, penentuan debit limpasan rancangan, penentuan dimensi saluran
drainase, dan pemodelan kinerja saluran drainase. Perencanaan yang dilakukan
terbatas pada penentuan geometri saluran tidak sampai tahap konstruksi saluran
maupun kekuatan dari saluran drainase. Saluran drainase untuk petak kuarter tidak
direncanakan karena drainase pada petak sawah mengacu pada rancangan slope
lahan. Kemudian, analisis pangaliran air limpasan ke saluran drainase

3
memperhitungkan curah hujan sebagai faktor utama sehingga peran air tanah
terhadap tinggi muka air di saluran drainase tidak dikaji.
.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu empat bulan, selama bulan
Pebruari hingga Mei 2015 dengan lokasi penelitian yaitu di Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi (BB Padi), Sukamandi, Subang dan Laboratorium Fisika dan
Mekanika Tanah IPB. Pengolahan data pun dilakukan di BB Padi dan lingkungan
kampus Institut Pertanian Bogor, Dramaga Bogor, Jawa Barat.
Peralatan dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat alat pengolah
data, seperti kalkulator, peta kerja, serta komputer atau laptop yang telah
dilengkapi dengan beberapa perangkat lunak, diantaranya Microsoft Office 2010,
ArcGIS desktop (ArcMap) 10.1, Surfer versi 9, Google Earth, TAL-WIN, HECRAS 4.1, dan AutoCAD 2014. Peralatan yang digunakan sebagai pengambilan data
yaitu theodolite, tripod, kompas, Global Positioning System (GPS), pita ukur, dan
penggaris. Kemudian, bahan yang digunakan seperti batu baterai untuk GPS.

Proses Pengumpulan Data
Prosedur penelitian ini diawali dengan survei lapangan untuk mengetahui
permasalahan yang terjadi. Setelah itu, studi pustaka dilakukan untuk
mendapatkan teori yang mendukung dalam penentuan topografi lahan eksisting
dan penyusunan penelitian. Selain itu, dilakukan pengumpulan data, baik data
primer maupun sekunder, untuk diolah pada tahap selanjutnya. Pengumpulan data
primer dilakukan melalui pengukuran di lapangan, antara lain data kontur, peta
topografi, dan data tekstur tanah. Selain itu, data sekunder diperoleh dari data
iklim yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Sukamandi, jurnal, buku, hasil
penelitian maupun referensi lainnya.

Prosedur Analisis Data
Data primer dan sekunder dianalisis dengan beberapa metode. Prosedur
pengolahan data adalah sebagai berikut:
Pembuatan Peta Topografi
Pembuatan peta topografi dilakukan dengan melakukan pengukuran
koordinat dan elevasi (X, Y, Z) secara langsung pada lahan pertanian dengan

4
menggunakan Theodolite Topcon AG-80B dan GPS. Titik-titik ukur tersebut
dilakukan pengolahan menggunakan software Surfer 9 sehingga dihasilkan peta
topografi. Metode interpolasi yang digunakan dalam pembuatan peta topografi
adalah metode natural neighbor. Hasil peta topografi ini menjadi acuan utama
penerapan konsep konsolidasi lahan berikutnya.
Penentuan Letak Saluran Drainase Hasil Perencanaan Konsolidasi Lahan
Perletakan dari saluran drainase baru ditentukan seiring dengan penerapan
konsolidasi lahan sebagai penataan ulang lahan. Saluran drainase (utama dan
tersier) direncanakan untuk mengalirkan air limpasan per petakan lebih efektif
sesuai dengan pola alirannya. Sistem drainase yang digunakan merupakan
drainase permukaan.
Penentuan Debit Limpasan Rencana
Debit limpasan rencana yang digunakan merupakan faktor utama dalam
merencanakan kapasitas saluran pembuang dan elevasi muka air rencana. Debit
limpasan rencana menggunakan tinggi genangan air pada lahan padi yang
direncanakan, luas areal, dan waktu kelebihan air pada lahan padi dilimpas ke
saluran drainase tersier. Penentuan debit limpasan rencana disajikan pada
persamaan berikut.
n

h

td

(1)

Keterangan:
Qn
= Debit limpasan rencana (m3/det)
h
= Tinggi genangan air pada lahan padi rencana (m)
A
= Luas areal (m2)
td
= Waktu kelebihan air dilimpas ke saluran drainase tersier (det)
Tinggi genangan air yang dilimpas merupakan curah hujan rancangan hasil
pengolahan data iklim. Curah hujan rancangan dipilih antara 2 dan 5 tahun.
Penentuan curah hujan rancangan dilakukan menggunakan distribusi Normal, Log
Normal, Log Person III, dan Gumbel. Penentuan debit untuk saluran drainase
utama merupakan penjumlahan dari debit-debit pada saluran drainase tersier yang
terkait. Kemudian, debit yang dihasilkan dengan debit hasil perencanaan dengan
memperhitungkan modulus drainase dibandingkan. Saat ini SNI mengenai
drainase pertanian di Indonesia tidak ada. Maka dari itu, digunakan standar dari
Thailand karena Thailand adalah salah satu dari negara di Asia Tenggara yang
memiliki iklim yang serupa dengan Indonesia.
Penentuan Dimensi Saluran Drainase
Dimensi saluran drainase dapat ditentukan setelah debit limpasan rencana
diketahui. Penelitian ini menggunakan bentuk saluran trapezoidal karena tidak
memerlukan konstruksi yang mahal dan mengikuti garis-garis kemiringan lereng.
Dimensi saluran tidak direncanakan menggunakan penampang hidrolik terbaik
karena saluran drainase yang direncanakan tidak tahan erosi (Erizal 2010). Bahan
pembuat saluran tetap menggunakan tanah karena dapat mereduksi limpasan (run

5
off) sebagai implementasi aspek konservasi air tanah pada lahan pertanian
(Kusumadewi et al. 2012).
Sebagai tahap perencanaan saluran pembuang, pendekatan aliran dianggap
steady dan seragam tidak cukup dalam perencanaan saluran mudah tererosi
(peruntukan di lahan pertanian). Pendekatan ini mempertimbangkan aspek lain
selain parameter hidrolik yaitu sifat-sifat material untuk tanah yang digali dalam
pembuatan saluran. Sifat fisik tanah yang berperan dalam perencanaan saluran
drainase yaitu tekstur tanah. Aspek yang diperhatikan yaitu parameter kecepatan
maksimum izin yaitu kecepatan maksimum aliran yang tidak menimbulkan erosi
pada saluran. Penentuan nilai kecepatan maksimum aliran air yang mengalir di
saluran berdasarkan tekstur tanah dan kandungan lumpur yang mengalir disajikan
pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Kecepatan maksimum yang diizinkan sesuai dengan bahan saluran dan
kondisi air limpasan
Kecepatan maksimum (m/det)
Bahan Saluran
Air Bersih
Air Berlumpur
Pasir teguh, berkoloid
0.45
0.70
Lempung berpasir, tak berkoloid
0.55
0.70
Lempung berdebu, tak berkoloid
0.60
0.90
Debu endapan, tak berkoloid
0.60
1.05
Lempung teguh
0.70
1.05
Debu vulkanik
0.70
1.05
Liat lekat, berkoloid
1.15
1.50
Debu endapan (alluvial), berkoloid
1.15
1.50
Kerikil halus
0.70
1.50
Kerikil kasar
1.20
1.85
Sumber: Chow (1959)
Kemudian, kemiringan talud ditentukan sebagai salah satu kriteria
rancangan dimensi saluran drainase. Kemiringan talud berdasarkan jenis tanah
saluran disajikan pada Tabel 2 berikut. Untuk kondisi saluran kecil, nilai
kemiringan talud rencana menggunakan nilai yang berbeda dengan saluran besar
meski menggunakan tekstur tanah yang sama.
Tabel 2 Kemiringan talud yang diizinkan sesuai dengan jenis tanah saluran
Jenis Tanah
Kemiringan talud horisontal : vertikal
Batuan (rock)
0
Tanah gambut (peat soil) matang
¼
Liat lekat atau berlapis beton
½-1
Tanah dengan berlapis batu
1
Tanah untuk saluran besar
1
Liat teguh (firm clay) atau untuk
1.5
saluran kecil
Pasir
2
Lempung berpasir atau liat porous
3
Sumber: Chow (1959)

6

Selanjutnya parameter koefisien Manning digunakan untuk penentuan jarijari hidrolik saluran. Nilai koefisien Manning berdasarkan jenis bahan pembuat
saluran disajikan pada Tabel 3 berikut. Terdapat perbedaan nilai Manning untuk
saluran rencana seperti bahan saluran terbuat dari pipa atau tanah galian, kondisi
saluran yang lurus, bervegetasi, dan berumput.
Tabel 3 Koefisien kekasaran Manning
Jenis bahan saluran
Minimum Normal
1 Pipa dan saluran berlapis :
1 Logam, kayu, semen, plastik,
0.010
0.013
beton
2 Bata
0.025
0.030
3 Pipa bergelombang (corrugated)
0.021
0.024
2. Saluran tanah galian :
1 Saluran tanah, lurus, seragam
0.016
0.018
bersih tanpa rumputan
2 Saluran tanah, lurus, seragam
0.022
0.027
berumput pendek
3 Saluran tanah, tidak lurus tanpa
0.023
0.025
vegetasi
4 Berumput
0.025
0.030
5 Berumput rapat dan gulma air
0.030
0.035
Sumber: Chow (1959)

Maksimum
0.015
0.035
0.030
0.020
0.033
0.030
0.033
0.040

Sebagai tahapan berikutnya, jari-jari hidrolik saluran dan luas penampang
basah ditentukan. Luas penampang basah ditentukan menggunakan persamaan
kontinuitas. Persamaan untuk penentuan nilai jari-jari hidrolik saluran dan luas
penampang basah secara berturut-turut disajikan sebagai berikut.
n ma

s

(

s⁄

n

)



ma

(2)
(3)

Keterangan:
R
= Jari-jari hidrolik (m)
n
= Koefisien kekasaran Manning
Vmax = Kecepatan maksimum yang diizinkan (m/det)
As
= Luas penampang basah saluran (m2)
s
= Gradien hidrolik saluran
Kemudian, keliling basah saluran dapat diketahui setelah nilai jari-jari
hidrolik dan luas penampang basah saluran diperoleh. Persamaan untuk penentuan
nilai keliling basah saluran disajikan sebagai berikut.
P

s

(4)

7

Setelah nilai luas penampang basah dan keliling basah saluran diperoleh,
nilai kedalaman aliran selanjutnya ditentukan. Persamaan untuk menentukan nilai
kedalaman aliran menggunakan substitusi nilai kemiringan talud (z), As, dan P
pada persamaan As dan P untuk saluran trapezoidal sebagai berikut.
s
P

B
B

Keterangan:
z
= Kemiringan talud
y
= Kedalaman aliran (m)
P
= Keliling basah saluran (m)

y y
y√

(5)
(6)

Penentuan nilai kedalaman aliran berikutnya diperoleh dari akar hasil
persamaan kuadratik luas penampang. Maka dari itu digunakan persamaanpersamaan di bawah ini sebagai model persamaan kuadratik dan persamaan untuk
mencari akar-akar persamaan kuadratik.
ay

xa
y

-b
,

by

c

(7)

√b - ac

(8)

Sebagai tahap akhir, tinggi jagaan atau freeboard saluran drainase
direncanakan sebagai antisipasi terhadap debit rancangan sebagai keamanan.
Penentuan tinggi jagaan saluran ditentukan berdasarkan Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Standar pemberian tinggi jagaan (freeboard)
Tinggi jagaan (m) untuk
Tinggi jagaan (m) untuk
Debit, Qn (m3/det)
pasangan batu
saluran dari tanah
Qn < 0.50
0.20
0.40
0.50 < Qn < 1.50
0.20
0.50
1.50 < Qn < 5.00
0.25
0.60
5.00 < Qn < 10.00
0.30
0.75
10.00 < Qn < 15.00
0.40
0.85
Qn > 15.00
0.50
1.00
Sumber: DPU (2010)
Perencanaan Gorong-Gorong
Gorong-gorong merupakan bangunan yang dipakai untuk membawa aliran
air (saluran irigasi atau pembuang) melewati bawah jalan air lain (umumnya
saluran), bawah jalan, atau jalan kereta api (DPU 2010). Pengaliran dalam
gorong-gorong dapat bersifat aliran terbuka atau dalam pipa (Wijaya 2014).
Pengaliran di dalam gorong-gorong dapat sebagai pengaliran terbuka (bebas)
selama bangunan tidak tenggelam (Mawardi 2007).

8
Gorong-gorong yang direncanakan untuk saluran drainase tersier pada
penelitian ini merupakan gorong-gorong dengan penampang segiempat dan tidak
tenggelam. Detail jenis peralihan bentuk saluran saat melalui gorong-gorong
untuk muka air bebas dan pemilihan peralihan bentuk saluran disajikan pada
Lampiran 1 (ditandai dengan bingkai berwarna merah). Kemudian, kehilangan
energi aliran pada gorong-gorong dihitung karena perubahan penampang saluran
pembawa. Hal tersebut akan mempengaruhi debit keluaran dari gorong-gorong
menuju rancangan saluran drainase tersier selanjutnya. Penentuan kehilangan
energi aliran pada gorong-gorong memperhitungkan ketinggian air rencana pada
saluran, kecepatan maksimum rencana saluran, lebar dasar saluran, dan debit
rencana saluran drainase sebelum gorong-gorong (Aji dan Yomi 2005). Langkahlangkah perencanaan dimensi gorong-gorong adalah sebagai berikut:
Luas penampang gorong-gorong menggunakan lebar dasar dan ketinggian
air rancangan mengacu pada saluran drainase sebelum gorong-gorong. Penentuan
luas permukaan gorong-gorong dihitung dengan persamaan 9.
Ag = Bg yg

(9)

Perimeter terbasahkan pada gorong-gorong ditentukan menggunakan persamaan
10.
Pg = Bg + (2 yg)

(10)

Jari-jari hidrolik pada gorong-gorong ditentukan menggunakan persamaan 11.
g

Rg =

(11)

Pg

Total waktu pengaliran aliran limpasan pada gorong-gorong ditentukan
menggunakan persamaan 12.
Bg yg Lg

tg =

n

(12)

Kecepatan rencana aliran pada gorong-gorong ditentukan dengan persamaan 13.
n

Vg =

(13)

g

Gradien hidrolik gorong-gorong ditentukan menggunakan persamaan 14.
I=

y - yg

(14)

Lg

Kehilangan tinggi energi aliran di dalam gorong-gorong ditentukan menggunakan
persamaan 15.
Hf =

g

K

Lg
g



(15)

9
Kehilangan tinggi energi pada bagian pemasukan dan pengeluaran aliran pada
gorong-gorong secara berurutan ditentukan menggunakan persamaan 16 dan 17.
Hms

ξms

(

Hkel

ξkel

(

ma - g)

(16)

)

(17)

g

-

Total kehilangan tinggi energi pada gorong-gorong diketahui melalui persamaan
18.
h = Hf + Hms + Hkel

(18)

Total pengurang debit aliran pada gorong-gorong dapat ditentukan dengan
perkalian total kehilangan tinggi energi aliran, lebar gorong-gorong, dan panjang
gorong-gorong dibagi dengan waktu pengaliran. Total pengurangan debit aliran
dihitung melalui persamaan 19.
=

h Bg Lg
tg

(19)

Keterangan:
Bg
= Lebar dasar gorong-gorong (m)
yg
= Ketinggian muka air dalam gorong-gorong (m)
Ag
= Luas penampang gorong-gorong (m2)
Pg
= Perimeter terbasahkan pada gorong-gorong (m)
Lg
= Panjang gorong-gorong (m)
Vg
= Kecepatan rencana pada gorong-gorong (m/det)
tg
= Waktu aliran limpasan melewati gorong-gorong (det)
Rg
= Jari-jari hidrolik gorong-gorong (m)
I
= Gradien hidrolik pada gorong-gorong
K
= Koefisien Strickler gorong-gorong (K sebesar 70)
Hf
= Kehilangan tinggi energi aliran dalam gorong-gorong (m)
Hms = Kehilangan tinggi energi pada bagian pemasukan gorong-gorong (m)
Hkel = Kehilangan tinggi energi pada bagian pengeluaran gorong-gorong (m)
ξms
= Faktor kehilangan tinggi energi pada bagian pemasukan gorong-gorong
ξkel
= Faktor kehilangan tinggi energi pada bagian pengeluaran gorong-gorong
h
= Total kehilangan tinggi energi aliran (m)
= Total pengurang debit setelah melewati gorong-gorong (m3/det)
Pemodelan Saluran Drainase Rancangan
Pemodelan saluran drainase rancangan pada aplikasi HEC-RAS 4.1
dilakukan sebagai penyajian visualisasi kapasitas penyaluran air limpasan oleh
saluran drainase rancangan. Input yang dibutuhkan dalam pengerjaan yaitu
dimensi saluran drainase rancangan, dimensi gorong-gorong, debit rancangan
saluran, debit pengurang akibat gorong-gorong, dan ketinggian muka air di
saluran.

10

Mulai

Survei dan identifikasi
masalah

Peta Kontur

Tekstur tanah

Stasiun Iklim Sukamandi

Sampel tanah
Dara
Topografi
(X, Y, Z)

Data Iklim
(curah hujan)
Kemiringan
talud saluran

Perencanaan
konsolidasi lahan

Perletakan saluran
drainase baru

Kecepatan maksimum
izin

Koefisien
Manning

Luas lahan per petak
kuarter baru

Perhitungan dimensi
saluran drainase dan
gorong-gorong

Perhitungan debit
limpasan rencana

Penentuan dimensi
gorong-gorong

TIDAK
AMAN

Evaluasi saluran
AMAN

Selesai

Gambar 1 Tahap penelitian

11

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) diapit oleh lahan pertanian
milik PT. Sang Hyang Sri dan Jalan Pantura di sebelah barat laut serta Kali
Cijengkol di sebelah selatan. Lahan pertanian BB Padi terletak pada koordinat
6° 0’23”-6° ’23” LS dan 07° 7’ 2”- 07° 9’4 ” BT. Ilustrasi batas BB Padi
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Batas lahan pertanian BB Padi
Kondisi saluran drainase eksisting hasil pengamatan sebagian besar masih
mampu menyalurkan air limpasan. Meski demikian, pada beberapa titik dijumpai
fungsi drainase tidak berjalan optimal yang dapat disebabkan pola aliran yang
tidak sesuai untuk air limpasan mengalir menuju saluran drainase eksisting.
Akibatnya saat hujan turun, genangan air terbentuk pada petak sawah dengan
kondisi tanaman padi yang tidak membutuhkan banyak air (menjelang musim
panen). Hasil identifikasi saluran drainase tersier eksisting dan fungsi drainase
yang tidak optimal dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Hasil identifikasi kondisi saluran dan suatu areal pada sawah yang
tergenang karena drainase kurang optimal

12
Kondisi Topografi
Perbedaan elevasi pada lahan pertanian BB Padi dan pola aliran air sulit
diketahui secara menyeluruh apabila hanya melakukan survei lokasi. Untuk
keadaan ini, pemetaan topografi menjadi sangat penting dalam memberikan
informasi geografis. Peta topografi merupakan peta yang memiliki informasi
tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut,
yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Rostianingsih 2004). Peta topografi
yang menggambarkan kontur daerah irigasi diperlukan untuk menganalisis pola
aliran saat ini sehingga dapat digunakan untuk perencanaan konsolidasi lahan
berikutnya. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan menggunakan
theodolite, kontur lahan pertanian BB Padi hasil olahan menggunakan aplikasi
ArcMap 10.1 disajikan pada Gambar 4 berikut.

Gambar 4 Peta kontur lahan pertanian BB Padi
Hasil pemetaan kontur yang telah dihasilkan pada Gambar 4 menggunakan
356 titik detail dengan 44 titik setup theodolite. Lokasi penelitian memiliki elevasi

13
antara 26.2-29.2 m. Arah aliran air mengarah ke arah utara dan selatan, dengan
drainase utama, Kali Cijengkol, dan Taman Burung Sukamandi sebagai hilir dari
aliran air. Pola aliran pada rancangan perataan disajikan pada Gambar 5.
Penyajian pola aliran tersebut dapat dijadikan acuan untuk perancangan saluran
drainase pada proses konsolidasi dan perencanaan infrastruktur irigasi selanjutnya.

Gambar 5 Pola aliran air pada rancangan perataan
Perletakan Saluran Drainase Baru Hasil Konsolidasi Lahan
Berdasarkan hasil pengamatan di areal lahan pertanian, faktor-faktor seperti
terdapat area lahan yang fungsi drainasenya tidak optimal, beda elevasi yang
cukup jauh pada lahan, serta besaran petak yang tidak seragam menjadi penyebab
konsolidasi lahan perlu dilakukan. Selain itu, pemakaian sistem drainase
permukaan dapat berfungsi dengan baik apabila terlebih dahulu diadakan
pembentukan lahan dan perataan lahan (Wirosoedarmo 2010). Konsolidasi lahan
merupakan suatu model pembangunan pertanahan yang mengatur semua bentuk
tanah yang tidak teratur dalam hal bentuk, luas, atau letak melalui penggeseran
letak, penggabungan, penataan letak, penghapusan, atau pengubahan sehingga
menghasilkan rencana penggunaan tanah yang lebih baik (Premonowati 2006).
Konsolidasi direncanakan dengan pekerjaan cut and fill yang membagi
lahan eksisting menjadi 3 zona untuk penerapannya (Lampiran 3). Perletakan
saluran baik irigasi maupun drainase untuk kondisi eksisting serta hasil
perencanaan konsolidasi lahan untuk ketiga zona secara berturut-turut disajikan
pada Gambar 6.

14

Gambar 6 Perletakan saluran irigasi dan drainase (a) kondisi eksisting (b) hasil
perencanaan konsolidasi lahan
Berdasarkan Gambar 6b, saluran drainase utama ditandai dengan warna
merah (garis tebal) sedangkan saluran drainase tersier ditandai dengan warna

15
jingga. Saluran drainase eksisting tampak tidak teratur dan jelas dalam
perletakannya (Gambar 6a). Saluran drainase utama sebelumnya merupakan
saluran drainase eksisting. Kemudian, untuk saluran drainase tersier merupakan
hasil perencanaan konsolidasi lahan pertanian BB Padi dengan jarak antar saluran
drainase sebesar 200 m (belum termasuk lebar JUT Cabang sebesar 4 m) dari
ukuran petak kuarter sebesar 100 m x 30 m. Penentuan jarak antar saluran
drainase tersebut mengacu pada standar tata letak saluran pada sawah di Jepang
(Yamaji et al. 1999). Saluran drainase tersier direncanakan untuk menyalurkan air
limpasan per petakan sawah baru hasil konsolidasi.

Penentuan Debit Limpasan Rencana
Debit limpasan rencana dalam penelitian ini memperhitungkan nilai curah
hujan, luas petakan kuarter sawah, jumlah evapotranspirasi, dan jumlah perkolasi.
Jumlah air irigasi yang berlebih serta jumlah limpasan yang mengalir antar
petakan tidak diperhitungkan karena irigasi yang direncanakan sebelumnya efisien
dan efektif serta air limpasan langsung mengalir ke saluran drainase dari petak
kuarter tersebut. Perencanaan drainase direncanakan secara each plot atau
pengaliran langsung dari petak sawah ke saluran drainase.
Curah hujan dapat digunakan dalam menentukan debit rencana suatu
perencanaan saluran untuk beberapa tahun periode ulang sehingga akan
menghasilkan debit rencana sesuai dengan data curah hujan yang masuk pada data
curah hujan harian maksimum 10 tahun (Wijaya 2014). Data curah hujan yang
digunakan dikelompokkan ke dalam tanggal yang sama dan diambil nilai rata-rata
dalam periode 2005-2014.
Perhitungan curah hujan dengan beberapa periode ulang dianalisis
menggunakan beberapa metode seperti metode Normal, Log Normal, Log Person
III dan Gumbel. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa jenis distribusi
Gumbel merupakan metode yang paling tepat digunakan karena dari hasil uji
parameter menunjukan bahwa metode ini memenuhi syarat nilai koefisien
kemencengan Cs ≤ . 96 dan koefisien kurtosis Ck ≤ 5. 00 Suripin 00 .
Selain itu, dari hasil uji kecocokan maupun parameter statistik, jenis distribusi ini
adalah jenis distribusi yang paling memenuhi kriteria. Adapun hasil rekapitulasi
perhitungan curah hujan dengan periode ulang dan beberapa jenis distribusi
ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Rekapitulasi perhitungan curah hujan puncak dengan periode ulang
Periode Ulang
(T tahun)

Normal

Log Normal

Log Person
III

Gumbel

2
5
10
20
25
50

91.850
102.980
108.810
113.580
114.485
119.012

90.920
103.461
110.706
117.010
118.246
124.627

90.771
103.433
110.847
116.489
119.416
125.344

76.249
106.575
126.654
145.914
152.024
170.844

16

Periode ulang yang digunakan dalam rancangan terdiri atas opsi 2-5 tahun.
Penentuan debit rancangan selanjutnya memperhitungkan waktu melimpasnya air
limpasan dari petak kuarter menuju saluran drainase tersier. Genangan yang
dilimpas sebesar 2.33 mm per hari karena telah memasuki musim tanam.
Sebelumnya tinggi genangan air yang diizinkan untuk padi kualitas unggul (HYV)
yaitu 70 mm dengan waktu melimpas selama 1 bulan (30 hari) (Kalsim 2007).
Standar tinggi genangan air menggunakan padi kualitas unggul mengacu pada BB
Padi sebagai tempat penelitian serta studi kasus.
Nilai curah hujan setelah dilakukan konversi satuan sebesar 8.45 L/det/Ha
untuk periode ulang 2 tahun dan 11.96 L/det/Ha untuk periode ulang 5 tahun.
Selanjutnya perbandingan debit saluran untuk petak A1 hingga A27 menggunakan
rancangan periode ulang 2 dan 5 tahun pada zona 1 secara singkat dapat disajikan
pada Tabel 6. Kemudian, detail penomoran petak kuarter untuk zona 1, zona 2,
dan zona 3 secara berturut-turut disajikan pada Lampiran 4, 5, dan 6. Petak-petak
kuarter menggunakan huruf A sampai dengan P sebagai kode petak hasil
rancangan konsolidasi lahan.
Tabel 6 Penentuan debit rancangan saluran drainase petak A1 hingga A27 zona 1
Periode ulang 2 tahun
Periode ulang 5 tahun
Total Luas
(CH
=
8.45
L/det/Ha)
(CH
= 11.96 L/det/Ha)
Petak
Petak (Ha)
Debit (L/det)
Debit (L/det)
A1
0.14
1.164
1.674
A3
0.15
1.247
1.749
A5
0.16
1.330
1.913
A7
0.16
1.330
1.913
A9
0.17
1.413
2.033
A11
0.18
1.497
2.152
A13
0.18
1.497
2.152
A15
0.19
1.580
2.272
A17
0.19
1.580
2.272
A19
0.20
1.663
2.391
A21
0.21
1.746
2.511
A23
0.21
1.746
2.511
A25
0.22
1.829
2.630
A27
0.22
1.829
2.630
Total debit limpasan (L/det)
21.793
30.849
Berdasarkan Tabel 6, total luas petak mendefinisikan letak dari petak
kuarter berada di sebelah kiri atau kanan saluran drainase tersier. Kemudian, debit
rancangan limpasan total petak A1-A27 zona 1 untuk desain periode ulang 2
tahun sebesar 21.793 L/det sedangkan untuk 5 tahun sebesar 30.849 L/det.
Berikutnya dibandingkan kedua nilai debit tersebut untuk penentuan dimensi
saluran dan dipilih dimensi yang mampu menampung debit limpasan namun
efektif (tidak terlalu lebar). Kemudian, contoh perhitungan debit limpasan
disajikan pada Lampiran 13.

17

Debit limpasan rencana untuk petak A29 hingga A42 (setelah petak A27)
mengalami perubahan karena saluran yang berpotongan dengan Jalan Usaha Tani
(JUT) Cabang. Hal ini membutuhkan konstruksi tambahan untuk pengaliran
limpasan yaitu pembuatan gorong-gorong. Gorong-gorong akan mengurangi debit
limpasan rencana pada saluran drainase tersier setelah gorong-gorong karena
faktor kehilangan tinggi energi. Tampilan perletakan saluran, petak sawah, dan
Jalan Usaha Tani eksisting dan rancangan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9.
Jarak antar saluran drainase dibuat seragam yaitu 200 m dan desain petak
sawah rancangan yaitu each plot (tidak melewati sawah lain). Maka dari itu tidak
ada pengaruh air dari petak sawah lainnya sehingga volume drainase yang
dihitung tidak berbeda. Sebagai contoh yaitu petak kuarter F1-D26 dan H1-F26
yang terpisahkan oleh Jalan Usaha Tani Cabang sama-sama memiliki total luas
petak kuarter sebesar 7.8 Ha. Kemudian, dengan memperhitungkan genangan air
maksimum yang dilimpas yaitu 70 mm maka petak kuarter F1-D26 dan H1-F26
menghasilkan volume drainase target yang sama yaitu 5460 m3. Perhitungan
volume drainase target disajikan pada Lampiran 24.

Penentuan Dimensi Saluran Drainase
Saluran drainase yang paling efisien dapat diperoleh dengan meminimalisasi
penampang saluran sehingga sesuai dengan debit rencana (Guo 2004). Oleh
karena terjadi perubahan pada luas petak dan perletakan saluran maka semua
saluran drainase perlu dirancang ulang sebagai penyesuaian dengan konsolidasi.
Kriteria awal dalam perencanaan saluran ini yaitu penentuan tekstur tanah.
Penelitian ini mengambil 2 contoh tanah yang berasal dari 2 zona mewakili tanah
dari zona 1 dan zona 2. Zona 3 tidak dikaji karena sedang dalam tahap penanaman
sehingga tanah tidak diambil sampelnya. Hasil analisis tekstur tanah disajikan
pada Tabel 7.

Zona
1
2

Tabel 7 Hasil analisis tekstur tanah pada 2 zona
% Kelas Tekstur
Pasir
Liat
Debu
69.94
0.09
29.97
60.39
0.02
39.59

Tekstur
Sandy loam
Sandy loam

Berdasarkan Tabel 7, lempung berpasir (sandy loam) merupakan tekstur
tanah pada 2 contoh tanah yang diuji. Hasil segitiga tekstur dari pengujian
menggunakan software TAL-WIN disajikan pada Lampiran 2. Kemudian, salah
satu sifat fisik tanah lainnya yang sangat berpengaruh dalam perencanaan drainase
adalah konduktivitas hidrolik tanah. Konduktivitas hidrolik tanah merupakan
suatu gambaran yang tergantung pada sifat-sifat dari air tanah sebagaimana profil
tanah (Wirosoedarmo 2010). Tanah yang memiliki nilai konduktivitas hidrolik
yang tinggi umumnya tanah tersebut cenderung memiliki sifat porous. Penentuan
konduktivitas hidrolik tanah berdasarkan tekstur tanah disajikan pada Tabel 8.

18

Tabel 8 Penentuan konduktivitas hidrolik tanah berdasarkan tekstur tanah
Tekstur tanah
Konduktivitas hidrolik (inch/jam)
Liat
< 0.05
Lempung berliat
0.05-0.20
Rata-rata lempung
0.20-0.80
Lempung berpasir halus
0.80-2.50
Lempung berpasir
2.50-5.00
Peat dan muck
5.00-10.00
Sumber: Wirosoedarmo (2010)
Berdasarkan Tabel 8, konduktivitas hidrolik untuk tanah lempung berpasir
sebesar 2.50 hingga 5.00 inch/jam. Nilai tersebut termasuk cukup besar dan
menunjukkan bahwa tanah pada lahan BB Padi cenderung porous. Oleh karena itu,
kemampuan tanah melalukan air ke bawah cukup besar dan perlu diperhitungkan
dalam perencanaan sistem drainase (modulus drainase).
Modulus drainase digunakan dalam perancangan saluran drainase
permukaan dengan memperhitungkan evapotranspirasi, perkolasi, irigasi,
genangan air maksimum izin di petak sawah, dan hujan maksimum n hari
berurutan. Modulus drainase juga dapat digunakan dalam penentuan debit
limpasan rencana. Nilai perkolasi untuk tekstur tanah lempung berpasir sebesar 26 mm/hari (Ardani 1997). Untuk perencanaan drainase maka nilai perkolasi
diambil nilai minimum yaitu 2 mm/hari. Data lain yang digunakan yaitu curah
hujan sebesar 76.25 mm, jumlah hari berturut-turut selama 3 hari, irigasi
(maksimum) yang diberikan sebesar 12.6 mm, evapotranspirasi (minimum)
sebesar 3.6 mm, genangan air maksimum yang diizinkan di petak sawah 70 mm,
dan drainase yang dikaji yaitu petak A1-A27 pada zona 1 (total luas areal sebesar
2.58 Ha). Penyajian perhitungan modulus drainase dan debit limpasan rancangan
secara detail disajikan pada Lampiran 24.
Debit yang dihasilkan menggunakan perhitungan modulus drainase untuk
petak kuarter A1-A27 seperti yang disajikan pada Lampiran 24 sebesar 17.879
L/det. Nilai tersebut lebih kecil dibanding perhitungan debit limpasan dengan
periode ulang 2 tahun sebesar 21.793 L/det. Oleh karena itu, debit limpasan
rencana yang digunakan sebaiknya yang bernilai lebih besar yaitu 21.793 L/det
agar mampu menampung debit limpasan yang diperoleh dari perhitungan modulus
drainase pula. Pemilihan ini menunjukkan bahwa modulus drainase tetap
diperhitungkan namun dipilih debit yang lebih besar. Berikutnya ringkasan
parameter dimensi saluran baru yang dirancang pada saluran drainase petak
kuarter A1 hingga A27 untuk zona 1 disajikan pada Tabel 9. Nilai kecepatan
maksimum izin saluran (Vmax) yang digunakan yaitu 0.55 m/det untuk air bersih
dan tekstur tanah lempung berpasir. Kemudian, saluran yang digunakan
merupakan saluran tanah yang lurus, bersih, seragam tanpa rerumputan (n sebesar
0.016) dan saluran yang kecil (z sebesar 1.5). Gradien hidrolik saluran yang
direncanakan dapat berubah sesuai dengan luas areal yang didrainasekan. Sama
seperti debit, dimensi saluran yang direncanakan sangat ditentukan oleh luas areal
yang didrainase.

19

Tabel 9 Penentuan dimensi saluran drainase pada petak A1 hingga A27 zona 1
Periode ulang 2 tahun Periode ulang 5 tahun
Parameter
Satuan
Nilai
Nilai
Vmaks
0.55
0.55
m/det
z
1.50
1.50
n
0.016
0.016
s
0.0029
0.0029
R
0.07
0.07
m
As
0.04
0.06
m2
P
0.60
0.85
m
y
0.10
0.08
m
B
0.23
0.55
m
FB
0.40
0.40
m
Perbandingan dimensi saluran difokuskan pada lebar dasar saluran karena
sangat mementukan dalam perhitungan volume galian maupun pembebasan lahan.
Berdasarkan Tabel 9, lebar dasar saluran untuk desain periode ulang 2 tahun
sebesar 0.23 m sedangkan untuk periode ulang 5 tahun sebesar 0.55 m untuk
kedalaman aliran yang tidak berbeda jauh (baris berwarna abu-abu). Hal tersebut
menunjukkan saluran dengan desain periode ulang 2 tahun cukup dalam
menampung debit limpasan dengan lebar dasar saluran yang tidak terlalu lebar
untuk ketinggian aliran yang tidak jauh berbeda. Perbandingan tersebut diperkuat
dengan nilai gradien hidrolik yang sama (tetap 0.0029). Perbandingan ini
membuktikan bahwa penggunaan periode ulang 2 tahun untuk struktur saluran
kecil dan drainase tersier (Coles 1982).
Tinggi jagaan yang direncanakan yaitu sebesar 0.40 m karena saluran
terbuat dari tanah dan debit limpasan di bawah 0.5 m3/det (0.022 m3/det).
Kemudian, contoh perhitungan dimensi saluran disajikan pada Lampiran 14
(desain saluran disajikan pada Lampiran 7). Rekapitulasi perhitungan debit
limpasan dan dimensi saluran untuk ketiga zona secara berturut-turut disajikan
pada Lampiran 16, 17, dan 18 serta desain 3 dimensi disajikan pada Lampiran 22.
Karena saluran tidak dilapisi, selain kecepatan maksimum aliran maka
kecepatan minimum aliran izin perlu ditentukan. Kecepatan minimum izin atau
kecepatan tanpa pengendapan (non settling velocity) yaitu kecepatan aliran yang
tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan tanaman air
(Effendy 2012). Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas saluran.
Kecepatan minimum pada beberapa bahan saluran disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Kecepatan minimum aliran yang diizinkan sesuai dengan bahan saluran
Jenis Saluran
Saluran tanah
Saluran pasang batu
Saluran beton
Sumber: Effendy (2012)

Minimum (m/det)
0.25
0.25
0.25

20
Berdasarkan Tabel 10, kecepatan minimum izin yang digunakan untuk
saluran yaitu 0.25 m/det. Hal tersebut didasarkan jenis saluran yang digunakan
merupakan saluran tanah. Fungsi lain dari penentuan kecepatan minimum aliran
yaitu mencegah perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor penyakit.
Sedimentasi pada saluran dapat dicegah dengan desain saluran dibuat
melebar dari hulu ke hilir saluran drainase. Namun perancangan saluran dibuat
seragam agar mempermudah perancangan petak sawah yang lebih seragam dalam
konsolidasi lahan sawah. Sedimentasi (pengendapan) pada saluran akan terjadi
jika kapasitas angkut sedimen berkurang. Untuk itu kapasitas debit saluran harus
dipertahankan. Sedimen yang masuk ke saluran irigasi atau drainase umumnya
berupa sedimen layang (suspended load) berupa partikel lempung dan lanau
dengan ukuran diameter kurang dari 0.06 mm hingga 0.07 mm (Suroso 2008).
Partikel tersebut akan mampu terbawa aliran tanpa mengendap di dasar saluran.
Namun untuk partikel dengan diameter lebih dari 0.07 mm cenderung mengalami
sedimentasi saat ikut terbawa aliran. Rata-rata diameter sampel tanah yang telah
diuji yaitu 0.337 mm. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah sedimen di
saluran maka partikel perlu dihambat masuk ke dalam saluran. Salah satu upaya
yang dapat diterapkan yaitu filter vegetasi (Vadari et al. 2004). Filter vegetasi
berupa tanaman-tanaman yang ditanam dengan jarak cukup rapat dan terdiri dari
beberapa spesies seperti sawi dan cabai. Filter vegetasi diposisikan di bagian
ujung petak kuarter yang berbatasan dengan talud dari saluran drainase.

Perencanaan Gorong-Gorong
Gorong-gorong perlu direncanakan karena dalam rancangan konsolidasi
lahan, saluran drainase tersier berpotongan dengan Jalan Usaha Tani Cabang.
Penentuan ruas saluran yang berpotongan dengan Jalan Usaha Tani Cabang dapat
dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Perletakan saluran drainase dan Jalan Usaha Tani pada rancangan
konsolidasi lahan

21
Gorong-gorong yang direncanakan mengaliri air limpasan saluran drainase
tersier tidak memenuhi penampang dari gorong-gorong tersebut dan penampang
berbentuk segiempat. Jalan Usaha Tani yang melintas saluran drainase tersier
dibuat seperti sebuah jembatan kecil.
Hampir semua saluran drainase tersier pada Gambar 7 berpotongan dengan
Jalan Usaha Tani (JUT) Cabang maupun Utama. Hal tersebut ditunjukkan dengan
garis warna merah (saluran drainase tersier) yang berpotongan dengan garis warna
krem (JUT Cabang). Untuk JUT Utama (garis warna jingga), saluran dibuat di sisi
kiri dan kanan JUT Utama tersebut. Panjang gorong-gorong ditentukan oleh lebar
JUT Cabang sebesar 4 m.
Debit gorong-gorong yang dihasilkan selanjutnya akan mempengaruhi
gradien hidrolik saluran dan dimensi saluran drainase tersier setelah goronggorong. Ketinggian aliran pada gorong-gorong serta penambahan elevasi dasar
pada gorong-gorong telah direncanakan sebelumnya dalam rancangan goronggorong. Koefisien Strickler yang digunakan dalam gorong-gorong rancangan
yaitu 70 karena konstruksi gorong-gorong yang terbuat dari beton serta kecepatan
maksimum yang diizinkan untuk saluran beton yaitu 3 m/det. Tabel 11
menunjukkan koefisien kekasaran Strickler (K) dan kecepatan maksimum untuk
perencanaan saluran yang terbuat dari beton dan pasangan batu.
Tabel 11 Harga-harga kecepatan maksimum dan koefisien kekasaran Strickler
pada bahan saluran dari pasangan batu dan beton
Bahan konstruksi
Vmax (m/det)
K
60
Pasangan batu
2
70
Beton
3
Sumber: DPU (2010)
Ketinggian aliran pada gorong-gorong menyesuaikan dengan ketinggian air
pada saluran drainase sebelumnya (salu