Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat.

RANCANGAN KONSOLIDASI LAHAN SAWAH DI
BALAI BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG,
JAWA BARAT

DHANU PRAKOSO

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul
Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Subang, Jawa Barat adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen
Pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2015

Dhanu Prakoso
F44110024

ABSTRAK
DHANU PRAKOSO. Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat. Di bawah bimbingan BUDI INDRA
SETIAWAN.
BB Padi sebagai salah satu balai penelitian masih menggunakan sistem
konvensional dalam pengaturan tata letak lahan sawah. Tujuan penelitian ini adalah
melakukan rancangan konsolidasi lahan berdasarkan hasil pemetaan topografi dan
jaringan drainase alami yang terbentuk. Analisis dilakukan dengan menggunakan
software ArcGIS 10.1. Berdasarkan keseragaman elevasi hasil pemetaan yang
dilakukan wilayah BB Padi terbagi menjadi 3 zona. Kemudian dilakukan proses
perataan lahan. Sistem tata letak petakan sawah pada rancangan ini adalah petak
terpisah (each plot) dengan ukuran umum petak kuarter sebesar 0.3 ha berbentuk

persegi. Jumlah petakan sebelum di konsolidasi sebanyak 3398 petak, sedangkan
setelah di konsolidasi menjadi 1201 petak . Desain jalan usaha tani dibuat dalam 3
kategori yaitu jalan utama, jalan cabang, dan jalan kecil, dengan lebar masingmasing jalan sebesar 7 m, 4 m, dan 60 cm. Sistem irigasi yang digunakan berupa
perpipaan bawah tanah dengan outlet berupa katup alfalfa. Saluran drainase utama
dibuat di bagian depan dan belakang BB Padi. Hasil pengujian daya dukung tanah
menunjukkan bahwa daya dukung tanah sawah BB Padi masih tergolong rendah
untuk proses pemanenan dengan mesin pertanian.
Kata kunci : jaringan drainase, jaringan irigasi, konsolidasi lahan, padi

ABSTRACT
DHANU PRAKOSO. Design of Paddy Field Land Consolidation in Indonesian
Center for Rice Research Subang, West Java. Advised by BUDI INDRA
SETIAWAN.
BB Padi as one study hall are still using conventional systems in the settings
of the layout of the paddy fields. The purpose of this research is to do the draft land
consolidation based on the results of the mapping topography and natural drainage
network is formed. The analysis is done using the software ArcGIS 10.1. Based on
the uniformity of elevation mapping results done BB Padi areas are divided into 3
zones. Land leveling process done. System layout map of rice fields on this draft is
separate compartments (each plot) and the General size of the swath of quarter of

0.3 ha square-shaped. The number of mapped before it was consolidated as much
as 3396 swaths, while after consolidation into a swath of 1201. The design of the
way farmer was made in 3 categories i.e. the main road, the road branches, and
small streets, with the width of each way of 7 m, 4 m, and 60 cm. Irrigation systems
used in the form of underground piping with outlet valve be alfalfa. The main
drainage channels made in the front and rear W rice. The test results show that land
support power power support ground rice W Rice still belongs to the process of
harvesting by farm machinery.
Key words: drainage networks, irrigation networks, land consolidation, padi

RANCANGAN KONSOLIDASI LAHAN SAWAH DI BALAI
BESAR PENELITIAN TANAMAN PADI SUBANG, JAWA
BARAT

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Subang, Jawa Barat
Nama
: Dhanu Prakoso
NIM
: F44110024

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr
Pembimbing

Tanggal Lulus :


PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Rancangan
Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa
Barat” ini dapat diselesaikan. Karya tulis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan karya tulis ini, terutama kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan masukan serta bimbingan dalam penyusunan karya
ilmiah ini.
2. Ir. Sudibyo T. W. Utomo, MS. selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan informasi-informasi dan masukan dalam penyusunan karya ilmiah.
3. Kedua orang tua tercinta (Bapak Nariyanto dan Ibu Lina Herlina), atas segenap
dukungan yang telah diberikan kepada penulisan selama ini, baik dalam bentuk
moril maupun material.
4. Kirana Ayu Pratiwi Sidik, atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
5. Teman-teman sebimbingan (Achmad Fachrie Afifie, Fikri Surya Andika,

Ahmad Sidik, Muhammad Ridwan, dan Mochammad Rizky Ramadhan) yang
telah bersama-sama berjuang baik suka maupun duka selama pelaksanaan
penelitian hingga penyusunan karya tulis ini.
6. Teman-teman Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2011 dan
semua pihak terkait yang telah banyak memberi semangat, saran, maupun
bantuan dalam penyusunan karya tulis ini.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bogor, Juni 2015

Dhanu Prakoso

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODOLOGI PENELITIAN

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Peralatan dan Bahan


3

Metode Penelitian

4

Studi Pustaka

4

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Analisis Kondisi Topografi dan Aliran Drainase Alami Lokasi Penelitian


7

Kontur Hasil Perataan

9

Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah

10

Petak Sawah

10

Jalan Usaha Tani

11

Jaringan Irigasi dan Drainase


15

Evaluasi Daya Dukung Tanah

17

SIMPULAN DAN SARAN

20

Simpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1 Deskripsi kondisi fisik jalan usaha tani
2 Data kendaraan dan mesin pertanian yang beroprasi
3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)

12
13
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Daerah penelitian di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
Bagan alir penelitian
Peta topografi BB Padi
Pembagian zona lahan sawah BB Padi (a) zona 1 (b) zona 2 (c) zona 3
Peta aliran drainase alami BB Padi
Peta hasil perataan elevasi BB Padi
Tata letak petak terpisah yang digunakan
Grafik Pembagian Jumlah Petakan di Tiap Zona
Jalan usaha tani eksisting
Rancangan Jalan usaha tani
Rancangan jalan usaha tani utama
Rancangan jalan usaha tani cabang
Rancangan pematang
Skema jaringan irigasi hasil konsolidasi
Potongan mekanisme irigasi dan drainase petak sawah
Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 1 BB Padi
Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 2 BB Padi
Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 3 BB Padi
Profil indeks kerucut dan kriteria daya dukung tanah terendah (Yamazaki,
1971)

3
4
7
8
8
9
10
11
12
13
14
14
15
16
16
17
18
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Peta kontur lahan sawah BB Padi
Peta kondisi eksisting petak sawah BB Padi
Peta konsolidasi lahan sawah BB Padi
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Luas petakan kuarter sawah hasil konsolidasi (lanjutan)
Denah jalan usaha tani utama
Potongan A-A jalan usaha tani utama
Denah jalan usaha tani cabang
Potongan A-A jalan usaha tani cabang
Jalan usaha tani kecil
Tata letak petak terpisah
Panjang saluran irigasi dan drainase tersier
Dokumentasi pengukuran nilai daya dukung tanah sawah
Perhitungan data indeks kerucut hasil uji daya dukung tanah
Jenis distribusi indeks kerucut di lahan sawah
Kriteria daya dukung tanah menurut Yamazaki (1971)

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sawah merupakan suatu tipe lahan pertanian dengan permukaan yang dibuat
datar dan diairi untuk tempat menanam padi. Di Indonesia, sawah mempunyai peran
yang sangat penting dalam penyediaan beras nasional karena sebagian besar
produksi beras (sekitar 95%) dihasilkan dari sawah (BPS, 2014).
Sawah di Indonesia pada umumnya masih merupakan sawah tradisional.
Sawah ini mempunyai karakteristik bentuk dan ukuran petak yang bervariasi dari
satu petak dengan petak lainnya. Selain itu ukuran petak sawah juga relatif kecil
dengan tata letak petak-ke-petak (plot-to-plot) dan daya dukung tanah yang relatif
rendah. Sawah tradisional juga memiliki jaringan irigasi, drainase, dan jalan usaha
tani yang terbatas, dengan kondisi tersebut menyebabkan produktivitas lahan, air,
tenaga, alat, serta mesin pada sawah tradisional relatif rendah.
Di beberapa negara berkembang maupun di negara-negara yang telah maju
seperti Taiwan, Amerika Latin, Jepang, Jerman, dan Belanda, telah diperkenalkan
dan dikembangkan suatu metode pendekatan yang dikenal dengan istilah
konsolidasi tanah atau land consolidation, atau disebut juga land assembly.
Konsolidasi tanah konon berasal dari Kukaku Seiri, sebuah konsep penataan
kembali atas kepemilikan tanah-tanah pertanian guna menunjang produksi
pertanian (Nuniary, 2012).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi merupakan badan penelitian yang
berfokus pada pengembangan tanaman padi. Balai ini terus menghasilkan inovasi
teknologi dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman padi yang unggul,
bernilai tambah, dan kompetitif. Pengembangan produktivitas tanaman padi sangat
tergantung pada penataan lahan, mulai dari bentuk dan ukuran petakan, saluran
irigasi, drainase, hingga jalan usaha tani. Selain itu, peningkatan produktivitas
tanaman padi juga dipengaruhi oleh daya dukung tanah sawahnya. Namun pada
kenyataannya di lapangan, Balai besar ini masih mengalami masalah pada penataan
infrastruktur baik sarana maupun prasarana. Beberapa infrastruktur masih
mengalami kerusakan yang disebabkan karena kurangnya perawatan yang
dilakukan misalnya saluran yang tidak dapat berfungsi atau rusaknya jalan usaha
tani sebagai salah satu fasilitas penunjang bagi petani.
Berdasarkan pada permasalahan di atas maka diperlukan desain penataan
kembali lahan pertanian dengan penerapan konsolidasi lahan sehingga dapat
mendukung peningkatan hasil panen dengan melihat pada keterbatasan penyediaan
dan ekstensifikasi lahan yang ada. Tujuan dari konsolidasi lahan adalah untuk
mencapai pemanfaatan lahan secara optimal melalui peningkatan efisiensi dan
produktivitas dalam penggunaan lahan.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah
menganalisis permasalahan penataan lahan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi
(BB Padi) dan menganalisis apakah produktivitas lahan pertanian di Balai Besar

2
Penelitian Tanaman Padi dapat lebih ditingkatkan dengan dilakukannya konsolidasi
lahan guna mencapai pertanian modern. Hasil observasi menunjukkan masih
terdapat beberapa permasalahan yang dialami oleh infrastruktur dari lahan
pertanian di BB Padi seperti kerusakan saluran irigasi dan drainase, sistem penataan
lahan yang kurang baik, masih kurangnya daya dukung tanah sawah maupun
infrastruktur jalan usaha tani yang kurang mendukung dalam peningkatan
produktivitas pertanian.

Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah
1. Mengetahui kondisi eksisting lahan pertanian di BB Padi berupa informasi
tatanan lahan pertanian, daya dukung tanah sawah, saluran irigasi dan drainase,
jalan usaha tani, dan topografi.
2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di BB Padi.
3. Membantu pihak BB Padi dalam perancangan kembali lahan atau konsolidasi
lahan berdasarkan hasil pembagian zona, kontur dan arah aliran drainase alami
yang terbentuk.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat dijadikan sebagai
masukan bagi pihak BB Padi dalam penataan kembali lahan dan perbaikan pada
sarana dan prasarana pertanian sebagai inovasi menuju pertanian modern. Selain
itu, penelitian ini diharapkan menjadi acuan dalam pengembangan inovasi
pertanian nasional menuju pertanian modern terutama pertanian padi sawah.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan merupakan pengamatan pada
penataan lahan pertanian berupa kondisi eksisting lahan, saluran irigasi dan
drainase, daya dukung tanah sawah serta jalan usaha tani yang terdapat di Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi. Kemudian dilakukan analisis pada topografi dan
pola aliran sehingga dapat dilakukan penataan kembali lahan (land consolidation)
Rancangan konsolidasi lahan diuraikan secara umum tanpa adanya analisis atau
perhitungan detail.

METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai “Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah di Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi Subang, Jawa Barat”, dilaksanakan selama empat bulan

3
dimulai pada bulan Pebruari 2015 sampai pada bulan Juni 2015. Penelitian
dilaksanakan di seluruh lahan sawah Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB
Padi) di Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Lokasi Penelitian tersebut terletak di
antara garis Lintang 6°22’32” Selatan hingga 6°20’23” dan garis Bujur 107°37’32”
Timur hingga 107°39’42” Timur seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Daerah penelitian di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Peralatan dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, papan jalan,
kalkulator, seperangkat laptop yang dilengkapi atau telah terinstal software ArcMap
GIS 10.1 Mirosoft Word, Microsoft Excell, Google Earth, SAS.Planet. Alat lain
yang digunakan yaitu Global Positioning System (GPS) tipe Garmin, patok
berukuran 30 cm dengan interval tanda batas setiap 5 cm, timbangan analitik serta
penetrometer kerucut. Alat-alat yang digunakan dalam proses pemetaan lahan yaitu
alat ukur panjang (tapping), teodolit tipe TOPCON AG-20BP, target rod, tripod
serta payung.
Penelitian ini menggunakan bahan berupa data primer dan data sekunder.
Data primer berupa data topografi hasil pengukuran lapangan secara langsung dan
citra satelit wilayah penelitian yang diperoleh dari Google Earth maupun software
SAS.Planet, Data ini digunakan sebagai data dasar pengolahan data. Data sekunder
berupa peta kerja yang terbagi menjadi 14 segmen dan 1 peta keseluruhan
berukuran A3 sebagai peta dasar ditentukannya titik pengukuran. Peta ini diperoleh
dari kantor kebun BB Padi. Bahan lain yang digunakan yaitu baterai dari GPS.

4
Metode Penelitian
Tahapan penelitian digambarkan melalui bagan alir yang disajikan pada
Gambar 2.
Mulai

Studi Literatur

Metode :
Manual alat
Data Sekunder :
Ketentuan-ketentuan
sistem padi sawah

- Ketentuan bentuk
dan luas petakan
lahan
- Ketentuan tata letak
jaringan irigasi dan
drainase
- Ketentuan dimensi
jalan usaha tani
- Daya dukung tanah

Studi Lapangan

Pengolahan data

Data Primer :
Kondisi topografi, kondisi
sistem irigasi dan drainase,
dan daya dukung tanah
Data Sekunder :
Peta wilayah BB Padi sebagai
lokasi penelitian yang terbagi
menjadi 14 segmen.

- Peta kontur
- Pembagian zona
- Peta jaringan drainase alami
- Rancangan bentuk, luas, dan
tata letak petak sawah
- Rancangan jaringan irigasi
dan drainase serta jalan
usaha tani
- Evaluasi daya dukung tanah
- Peta konsolidasi lahan sawah

Alat :
1.Microsoft Office
2.Google Earth
3.SAS Planet
4.ArcGIS 10.1

Selesai

Gambar 2 Bagan alir penelitian
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan untuk menentukan bentuk, letak dan ukuran petakan
lahan sawah mulai dari petakan sekunder hingga kuarter, tata letak dan jenis saluran
irigasi dan drainase, tata letak dan dimensi jalan usaha tani, serta analisis daya
dukung tanah.
Pengumpulan Data dan Informasi
1. Kondisi Topografi
Data kondisi topografi berupa koordinat dan elevasi diperoleh melalui
intrumen GPS, teodolit tipe TOPCON AG-20BP, target rod serta tripod. GPS

5
digunakan untuk mengetahui koordinat dan elevasi titik benchmark (BM) serta
koordinat dari setiap titik pengukuran. Teodolit digunakan untuk memperoleh data
elevasi. Pengukuran dilakukan dengan 357 titik detail. Hasil topografi digunakan
untuk menentukan pola aliran air alami yang terbentuk.
2. Kemampuan Daya Dukung Tanah
Data daya dukung tanah diperoleh melalui pengukuran dengan menggunakan
penetrometer kerucut. Pengukuran dilakukan dengan menekankan penetrometer
kerucut kedalam tanah hingga kedalaman 40 cm dari permukaan tanah, kemudian
batang berskala pengukuran daya tekan (proving ring) dibaca pada setiap
perubahan kedalaman yang dilakukan. Pembacaan dan penekanan penetrometer
harus dilakukan secara kontinu. Pengukuran daya dukung tanah dilakukan
sebanyak 3 lokasi pada tiap zona dengan 5 titik di setiap lokasinya. Hasil pegukuran
disajikan dalam bentuk kurva hubungan antara daya dukung tanah berupa nilai
indeks kerucut (cone index, CI) dan kedalaman pengukuran.
Analisis Data
1. Pembuatan peta kontur
Data koordinat dan elevasi hasil pengukuran menggunakan GPS dan
teodolit diolah dengan menggunakan program ArcGIS 10.1 dengan langkahlangkah berikut:
a. Data koordinat dan elevasi diinputkan pada worksheet yang tersedia, serta
disimpan dalam format xls (format Ms. Excel).
b. Data tersebut kemudian diolah dalam program ArcGIS 10.1, setelah data
diinputkan kemudian sistem proyeksi koordinat ditentukan.
c. Setelah sistem koordinat pada data selesai diproyeksikan, tahap selanjutnya
adalah melakukan pengolahan dengan 3D Analyst Tools yang terdapat pada
menu, raster interpolation dipilih, kemudian klik pada metode interpolasi
Inverse Distance Weighted (IDW). Menurut Saffet (2009) metode
interpolasi IDW baik digunakan pada lokasi studi yang tidak terjal dan
memiliki sebaran titik detail yang rata, sedangkan metode kriging lebih baik
digunakan apabila sebaran titik detail yang dimiliki tidak rata.
d. Pengolahan dilanjutkan dengan memilih menu Spatial Analys Tools
kemudian menu surface dipilih. Untuk memperoleh kontur permukaan
maka pilih metode contour.
e. Peta kontur ditampilkan dengan tingkatan gradasi warna yang diperjelas
dengan label pada setiap perubahan elevasi.
2. Pembuatan rancangan petak lahan konsolidasi
Peta kontur yang telah dibuat digunakan sebagai peta dasar dalam
pembuatan petak sawah. Pembuatan petakan kuarter didasarkan pada standar
tata letak sawah yang digunakan di Jepang (Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999).
Pembuatan rancangan petak-petak sawah dibuat dengan menggunakan program
ArcGIS 10.1 dengan langkah-langkah berikut:
a. Pembuatan petakan diawali dengan pembuatan shapefile baru (new
shapefile) pada menu catalog. Shapefile dibuat dengan jenis polygon.
shapefile yang telah dibuat diberi nama.

6
b. Shapefile baru berbentuk polygon yang telah dibuat, diaktifkan sehingga
proses pembuatan dan pengeditan petakan dapat dilakukan.
c. Petakan dibuat dengan luasan umum sebesar 0.3 ha dengan detail dimensi
yang digunakan 100 x 30 m.
d. Atur petakan agar lahan yang tersedia mampu secara optimum digunakan
sebagai lahan petakan sawah.
e. Tempatkan petakan-petakan yang telah dibuat saling berdekatan dan beri
sedikit ruang sesuai dimensi saluran irigasi maupun drainase serta jalan
usaha tani yang digunakan.
f. Ukuran dan bentuk petakan kuarter dibatasi oleh batas utama dari BB Padi
maupun jalan usaha tani yang dibuat.
g. Ukuran dan bentuk petakan yang berbatasan dengan batas utama BB Padi
maupun jalan usaha tani tetap dibuat dengan ukuran minimal 0.1 ha.
3. Pembuatan rancangan jaringan irigasi dan drainase serta jalan usaha tani
Tata letak jaringan irigasi dan drainase didasarkan pada standar tata letak
sawah yang digunakan di Jepang (Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999).
Pembuatan rancangan jaringan irigasi dan drainase serta jalan usaha tani
menggunakan citra satelit SAS. Planet, peta kontur, rancangan petak sawah serta
program ArcGIS 10.1 dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pembuatan saluran dan jalan usaha tani diawali dengan pembuatan shapefile
baru (new shapefile) pada menu catalog. Shapefile dibuat dengan jenis
polyline dan beri nama sesuai dengan jenis jaringan yang akan dibuat.
b. Pengaktifan shapefile yang baru dibentuk tersebut agar proses pembuatan
atau pengeditan terhadap jalur saluran maupun jalan usaha tani dapat
dilakukan.
c. Rancangan dimensi lebar jalan usaha tani baik jalan utama maupun jalan
cabang diperoleh dari hasil pengukuran.
d. Pembuatan dilakukan mulai dari saluran sekuder hingga saluran tersier
untuk saluran irigasi, sedangkan pembuatan saluran tersier hingga saluran
pembuang utama untuk saluran drainase.
e. Pemberian nama setiap saluran yang dibuat.
4. Penentuan daya dukung tanah
Kondisi yang mengatur trafikabilitas (traficability) sawah adalah kekuatan
dari bidang sawah. Daya dukung tanah (bearing capacity) adalah indeks yang
menunjukkan kekuatan tanah (Koga, 1992). Pengolahan dan analisis data hasil
pengukuran perlu dilakukan untuk memperoleh nilai daya dukung tanah yang
sesungguhnya. Untuk memperoleh nilai daya dukung tanah dalam bentuk CI
(cone index) maka hasil pengukuran diolah dengan persamaan berikut:
CI=

P + W(alat)
A

Keterangan:
CI
= Cone Index (kg.f/cm2)
P
= Daya tekan (kg.f)
W(alat)
= Berat Alat Penetrometer (kg.f)
A
= Luas dasar kerucut (cm2)

(1)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Kondisi Topografi dan Aliran Drainase Alami Lokasi Penelitian
Tujuan pemetaan dengan teodolit adalah untuk memperoleh peta kontur atau
topografi daerah penelitian. Peta topografi adalah peta yang memiliki informasi
tentang ketinggian permukaan tanah pada suatu tempat terhadap permukaan laut,
yang digambarkan dengan garis-garis kontur (Rostianingsih dan Gunadi, 2004).
Peta ini digunakan sebagai peta dasar di dalam perencanaan pengembangan wilayah.
Pemetaan topografi hanya dilakukan pada lahan sawah dari BB Padi baik sawah
penelitian maupun sawah produksi. Pengukuran dilakukan pada 357 titik detail
pada lahan sawah dengan luas total 324 ha. Data hasil pengukuran dalam proyeksi
UTM dianalisis dengan menggunakan raster surface pada software ArcMap GIS
10.1. Berikut hasil pemetaan topografi yang telah diolah dalam software ArcMap
GIS 10.1 yang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Peta topografi BB Padi
Dari peta kontur di atas dapat terlihat bahwa kontur terendah berada pada
wilayah barat daya BB Padi, hal ini terlihat dari warna yang lebih terang dengan
elevasi berkisar antara 9 hingga 13 mdpl. Bagian tengah dari wilayah BB Padi
memiliki elevasi berkisar antara 12 hingga 14 mdpl, sedangkan bagian tenggara BB
Padi menunjukkan tingkat warna yang lebih gelap, hal ini memperlihatkan bahwa
daerah tersebut memiliki kontur yang lebih tinggi dengan elevasi antara 13 hingga
15 mdpl.
Berdasarkan kontur yang terbentuk tersebut menunjukkan bahwa wilayah BB
Padi memiliki sebaran elevasi yang cukup tinggi atau bervariasi. Oleh sebab itu
tahap awal dalam konsolidasi lahan sawah perlu dilakukan proses pemerataan lahan
pertanian. Proses ini dilakukan agar mempermudah dalam perancangan baik
petakan sawah, saluran, maupun jalan usaha tani. Meskipun memiliki elevasi yang
bervariasi, namun dapat terlihat adanya keseragaman elevasi pada suatu luasan

8
lahan tertentu. Maka untuk mempermudah proses perataan lahan, wilayah BB Padi
dibagi menjadi beberapa zona. Berikut hasil pembagian zona yang dilakukan
berdasarkan keseragaman elevasi pada luasan lahan tertentu (Afifie, 2015).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4 Pembagian zona lahan sawah BB Padi (a) zona 1 (b) zona 2 (c) zona 3
Hasil pemetaan berupa topografi ini digunakan untuk analisis Hydrology.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pola aliran yang terbentuk pada peta (flow
direction). Data flow direction yang telah dianalisis dapat digunakan untuk
menentukan flow accumulation dan watershed, sehingga dapat terbentuk pola aliran
drainase alami dan daerah aliran drainasenya berdasarkan data kontur hasil
pemetaan. Berikut peta pola drainase alami yang terbentuk.

Gambar 5 Peta aliran drainase alami BB Padi
Jaringan drainase alami dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan
pembuatan arah saluran baik irigasi maupun drainase yang akan dibuat atau
dilakukan penataan kembali terhadap saluran yang sudah ada. Berdasarkan Gambar
5 dapat terlihat bahwa pola aliran drainase bermuara ke bagian tepi dari batas BB
Padi, yaitu sebagian mengarah ke tenggara BB Padi dan sebagian mengarah ke barat

9
laut dari BB Padi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa di kedua sisi tersebut
memiliki kontur yang lebih rendah dibandingkan bagian tengah.
Hasil analisis pola aliran digunakan sebagai dasar dalam menentukan proses
pemerataan dan kemiringan lahan yang akan dibentuk, sehingga dapat dilakukan
perancangan jaringan irigasi dan drainase. Pembuatan jaringan irigasi sebaiknya
berada di bagian tengah dari BB Padi sehingga air irigasi mampu mengalir secara
gravitasi dan air berlebih dapat terbuang dengan mudah baik menuju ke tenggara
ataupun ke barat laut yang berhubungan langsung dengan aliran Sungai Cijengkol.

Kontur Hasil Perataan
Pada proses pemerataan lahan pertanian terutama lahan sawah, keseragaman
elevasi permukaan tidak hanya dilakukan secara langsung namun perlu
mempertimbangkan adanya lapisan olah. Lapisan olah merupakan media tanam
tanaman padi. Analisis dilakukan agar lapisan olah memiliki tingkat kedataran yang
baik, hal ini dilakukan karena perbedaan kedataran lapisan olah akan
mempengaruhi lama waktu pemasukan air genangan (irigasi), keseragaman
ketebalan genangan, dan lama waktu pembuangan air genangan (drainase) (Koga,
1992). Ketebalan lapisan olah yang baik adalah sebesar 20 cm (Ishikawa, 1998).

Gambar 6 Peta hasil perataan elevasi BB Padi
Berdasarkan hasil perataan yang dilakukan, maka elevasi daerah penelitian
dapat dilihat pada Gambar 6. Ketinggian maksimum permukaan setiap zona
didasarkan pada nilai rata-rata elevasi awal pada zona tersebut. Dari hasil tersebut
terlihat bahwa daerah dengan elevasi tinggi berada di bagian tengah, kemudian
semakin ke sisi barat laut atau tenggara elevasi semakin menurun. Permukaan lahan
garapan tidak dibuat datar, namun dibuat miring dengan nilai slope 0.2%. Zona
yang telah terbagi tersebut kemudian dikonsolidasi melalui digitasi dengan
menggunakan software ArcMap GIS 10.1. Penataan kembali dibuat sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan ataupun hasil perhitungan yang dilakukan.

10
Rancangan Konsolidasi Lahan Sawah
Pertanian modern adalah pertanian yang berkembang ke arah modern yang
progresif dengan terjadinya perbaikan terus menerus atas penggunaan ilmu dan
teknologi di dalam kegiatan budidaya tanaman dan peningkatan efisiensi dari usaha
tani. Kualitas lahan pertanian khususnya lahan padi sawah harus ditingkatkan
dengan melakukan perbaikan di beberapa bidang antara lain bentuk dan luas petak
sawah, pembuatan lapisan kedap air, perbaikan dan pembuatan saluran irigasi
sampai tingkat saluran kuarter, pembuatan saluran drainase serta pembuatan jalan
usaha tani. Semua kegiatan tersebut dikenal dengan konsolidasi lahan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi eksisting
lokasi penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperlukan suatu
konsolidasi lahan. Kegiatan konsolidasi yang dilakukan terdiri dari beberapa
kegiatan yaitu:
1. Perencanaan pengaturan kembali lahan sawah dalam bentuk dan ukuran
tertentu yang terdiri dari bentuk dan luas petakan lahan, blok lahan sekunder,
blok lahan tersier serta bentuk dan luasan petak.
2. Perencanaan jalan pertanian yang terdiri dari jalan utama, jalan membujur dan
menyilang lateral (jalan cabang) serta jalan kecil;
3. Perencanaan perbaikan lapisan kedap (hardpan) untuk keperluan daya
sanggah (baring capacity) untuk mesin pertanian.
4. Perencanaan irigasi untuk kebutuhan pengairan yaitu kebutuhan air total dan
kebutuhan air puncak sesuai dengan pola tanaman mulai dari periode
pelumpuran sampai periode budidaya pertanaman padi sawah.
5. Perencanaan drainase mulai pelepasan drainase pada petakan lahan, saluran
drainase lateral (saluran tersier) dan saluran drainase utama.
Petak Sawah
Petakan sawah umumnya dibuat secara berkelompok (cluster) di dalam suatu
blok. Berdasarkan distribusi air irigasi, tata letak petakan sawah yang digunakan
pada rancangan konsolidasi ini adalah tata letak petak terpisah (each plot/separate
canal). Pada sawah dengan tata letak terpisah, setiap petakan sawah memperoleh
air irigasi langsung dari saluran irigasi dan membuangnya langsung ke saluran
pembuang. Tata letak petak terpisah merupakan tata letak petakan sawah modern
yang memenuhi kaidah setiap petakan sawah mempunyai akses langsung pada
saluran irigasi, saluran drainase, dan jalan usaha tani (Murry dan Kubo, 1999).

Gambar 7 Tata letak petak terpisah yang digunakan

11
Pada lahan datar dan landai, bentuk petak sawah umumnya berupa persegi
empat dengan sisi berupa garis lurus, sedangkan bentuk petak sawah pada lahan
bergelombang berupa persegi empat dengan sisi mengikuti garis kontur (Yamaji et
al, 1999). Berdasarkan hasil perataan lahan yang telah dilakukan sebelumnya, lahan
garapan pada zona yang sama memiliki kontur yang landai dengan kemiringan
(slope) 0.2 %. Berdasarkan hasil tersebut maka bentuk petak umum yang digunakan
berupa persegi empat dengan sisi berupa garis lurus.
Jumlah petakan pada kondisi awal sebanyak 3398 petakan dengan bentuk dan
ukuran yang bervariatif, dengan ukuran terkecil 0.0001 ha dan ukuran terbesar 0.8
ha. Namun karena masih menggunakan sistem sawah tradisional maka ukuran dan
bentuk petakan masih dapat terus mengalami perubahan seiring dengan pergantian
musim dan keinginan dari petani pemilik lahan. Jumlah rancangan petakan yang
telah dibuat untuk seluruh BB Padi adalah sebanyak 1201 petakan, yang terbagi
dalam 3 zona. Berikut merupakan pembagian jumlah petakan di setiap zona.

Jumlah Petak

313

Zona 1
513

Zona 2
Zona 3

375

Gambar 8 Grafik Pembagian Jumlah Petakan di Tiap Zona
Pada rancangan konsolidasi lahan sawah di BB Padi, petakan dibuat dengan
ukuran 0.1 hingga 0.3 ha. Ukuran petakan umum yang digunakan adalah 0.3 ha, hal
ini didasarkan pada ukuran petak sawah dengan standar tata letak sawah di Jepang.
(Negishi 1983 di dalam Yamaji 1999). Penggunaan standar Jepang ini karena
Indonesia dan Jepang merupakan negara kepulauan sehingga memiliki sistem
pertanian yang sama.
Sebagian besar petakan dengan ukuran kurang dari 0.3 ha dibuat untuk
mengisi lahan-lahan kosong di sekitar batas BB Padi ataupun lahan-lahan kosong
yang berhimpit dengan lahan sawah standar lainnya. Lahan kosong tersebut dibuat
untuk mengoptimalkan produktivitas lahan guna meningkatkan hasil produksi.
Ukuran minimum petakan lahan dibuat dengan ukuran 0.1 ha, hal ini dilakukan
untuk mempermudah kinerja mesin pertanian.
Jalan Usaha Tani
Jalan usaha tani (farm road) (JUT) merupakan salah satu faktor pendukung
di dalam peningkatan pertanian. Jalan tersebut diperlukan untuk pengangkutan atau
transportasi sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, serta mesin
dan peralatan pertanian. Pembuatan jalan usaha tani ini juga digunakan untuk
melaksanakan operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi dan drainase (Sapei, 2015).
Kondisi jalan usaha tani yang telah ada pada saat ini cukup baik, namun
beberapa ruas jalan tidak terhubung satu dengan lainnya, sehingga menyulitkan
petani dalam melakukan mobilisasi menuju lahan garapannya, terutama saat proses

12
pengolahan tanah dan pemanenan yang membutuhkan mesin pertanian. Setiap ruas
jalan vertikal yang menghubungkan BB Padi dengan jalan pantura memiliki nama.
Berikut kondisi eksisting JUT yang disajikan dalam bentuk peta dan Tabel 1 berikut.
Tabel 1 Deskripsi kondisi fisik jalan usaha tani
Nama Jalan
Lebar (m)
Kondisi Jalan
Jalan 3, 4, 6, 7,
4-6
 Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya
8, 10 dan 11
genangan ketika hujan
Jalan antara 65
 Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya
7
genangan ketika hujan
Jalan antara 86
 Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya
9
genangan ketika hujan
Jalan 9
4
 Akses jalan dari lahan menuju gudang atau
kantor BB Padi, sudah adanya lapisan perkerasan
Jalan antara
4.5
 Masih berupa lapisan tanah dasar, adanya
10-11
genangan ketika hujan
Jalan 12
10
 Akses dari pemukiman/perumahan menuju
gerbang utama, sudah adanya lapisan perkerasan
Jalan utama
10.3
 Telah dilakukan perkerasan jalan dari jalan 9 ke
jalan 12, sedangkan jalan utama dari jalan 6
hingga jalan 9 masih berupa lapisan tanah dasar
sehingga jalan mudah mengalami kerusakan

Gambar 9 Jalan usaha tani eksisting
Pada desain konsolidasi yang diterapkan dibuat 3 jalan usaha tani, yaitu jalan
utama (main farm road), jalan cabang (branch farm road), dan jalan kecil (small
farm road). Jalan utama menghubungkan antara pemukiman atau pusat fasilitas
pertanian dengan lahan pertanian, blok lahan dan blok lahan lainnya, ataupun jalan
raya dengan blok lahan. Jalan cabang menghubungkan antara lahan dengan jalan

13
utama, baik horizontal maupun vertikal. Jalan kecil merupakan akses dari jalan
cabang ke petakan-petakan sawah. Jalan ini memiliki fungsi khusus seperti untuk
pemberantasan hama penyakit, pemupukan, dan lain-lain (Nakagawa, 1970).
Dengan menggunakan tata letak petak terpisah maka akses jalan usaha tani di setiap
petakan dapat terjamin keberadaannya.

Gambar 10 Rancangan jalan usaha tani
Pada rancangan konsolidasi ini, jalan utama membentang di bagian tengah
dari BB Padi, dengan jalan cabang di bagian sisi kanan dan kirinya. Konsep ini
dibuat agar pengangkutan sarana produksi dan peralatan pertanian ke setiap petakan
lahan dapat diangkut dengan mudah. Selain itu dengan pembuatan jalan cabang
yang lebih tertata maka pelaksanaan operasi dan pemeliharaan fasilitas irigasi dan
drainase dapat dijangkau dengan lebih mudah.
Pada rancangan jalan usaha tani ini, dimensi jalan didasarkan pada kendaraan
atau mesin pertanian yang akan digunakan serta melewati jalan usaha tani. Berikut
beberapa kendaraan yang akan digunakan.
Tabel 2 Data kendaraan dan mesin pertanian yang beroprasi
Jenis
Dimensi
Kegunaan
kendaraan/mesin
lebar (m)
Mobil truk
 Pengangkutan peralatan pertanian, hasil
1.717
produksi dalam jumlah banyak
Mobil pick up
 Pengangkutan peralatan pertanian
(traktor pembajak dan mesin panen)
1.680
melalui jalan cabang, pengangkutan
sarana dan hasil produksi
Motor tossa
 Pengangkutan sarana produksi pertanian
1.050
seperti benih, pupuk, pestisida menuju
petakan sawah

14
Berdasarkan jenis kendaraan yang melewatinya, jalan utama dibuat dengan
lebar 7 m. Lebar tersebut merupakan daerah milik jalan (DMJ) sementara itu lebar
perkerasan jalan sebesar 5 m dengan lebar bahu jalan 1 meter (Gambar 11). Jalan
utama dibuat lebar agar jalan tersebut mampu dilewati oleh dua buah kendaraan
pengangkut berukuran besar seperti mobil truk yang berpapasan. Total panjang
jalan utama pada perancangan ini adalah 9606 m. Pada bagian persimpangan
menuju Kantor BB Padi dan gudang dibuat jalan melingkar guna menghindari
terjadinya hambatan lalu lintas pada jalur akses utama balai akibat dua atau lebih
kendaraan pengangkut berukuran besar yang saling berpapasan (Gambar 10).

Gambar 11 Rancangan jalan usaha tani utama
Pada perancangan ini panjang total jalan cabang yang akan dibuat adalah
35700 m. Jalan cabang dibuat dengan lebar 4 m. Lebar perkerasan jalan untuk jalan
cabang adalah 3 m. Jalan cabang ini harus dapat dilewati oleh kendaraan kecil
pengangkut mesin pertanian seperti traktor pembajak dan mesin panen ataupun
kendaraan pengangkut sarana produksi. Beberapa peralatan pertanian yang bukan
milik balai tidak disimpan dalam gudang BB Padi, melainkan disimpan di rumah
masing-masing pemiliknya, oleh karena itu jalan cabang dibuat agar dapat langsung
diakses dari jalan permukiman penduduk. Sementara, jalan utama yang
berhubungan langsung dengan jalan pemukiman dibuat untuk kendaraan-kendaraan
pengangkut besar yang masuk melalui jalan pemukiman atau jalan desa.

Gambar 12 Rancangan jalan usaha tani cabang
Pada perencanaan jalan usaha tani, jalan utama dan cabang dilengkapi dengan
parit jalan di bagian sisi jalan. Kedalaman parit tidak boleh lebih rendah dari parit
pembuangan di sekitarnya. Tinggi jalan dibuat 0.5 m di atas permukaan lahan.
Jalan kecil (small farm road) umumnya dibuat tanpa perkerasan, yaitu dengan
memadatkan tanah asli (hingga > 95% dari densitas maksimum pada uji pemadatan)
secara bertahap setiap ketebalan 20 cm (Nakagawa, 1970). Jalan kecil atau sering
disebut sebagai pematang keliling, merupakan bangunan berupa tanggul kecil

15
mengelilingi petak sawah dan berfungsi untuk menahan air genangan, sebagai batas
pemilikan, dan sebagai jalan petani menuju lahan (Tokunaga, 1968). Pematang
keliling dilengkapi dengan lubang atau pintu pengeluaran air drainase. Pada sawah
tradisional jalan kecil ini sering dibuat secara manual oleh petani dengan
memadatkan tanah yang tidak terpakai hasil pengolahan tanah.

Gambar 13 Rancangan pematang
Ketinggian pematang menunjukkan klasifikasi atau jenis dari sawah. Di
Indonesia, sawah diklasifikasikan menjadi sawah irigasi, sawah tadah hujan, dan
sawah lainnya (pasang surut, rawa, dan polder) (Soepraptohardjo dan Suwardjo,
1978). Berdasarkan hasil perancangan yang dilakukan, sawah dari BB Padi
termasuk dalam klasifikasi sawah irigasi. Sawah irigasi adalah sawah yang paling
tinggi tingkat produktivitasnya. Keperluan air untuk sawah ini disuplai oleh irigasi
teknis sehingga setiap saat kebutuhan air terpenuhi (Utoyo, 2006). Jika
dibandingkan dengan sawah tadah hujan, sawah irigasi ini memiliki ketinggian
pematang yang lebih rendah. Hasil perancangan yang dilakukan didasarkan pada
standar yang telah dibuat. Menurut Ishikawa (1998) ketinggian pematang dari
permukaan tanah sawah untuk petak sawah dengan luas 0.3 ha sekitar 30 cm, yaitu
10 cm untuk penggenangan dan 20 cm untuk jagaan (freeboard). Rancangan dari
pematang sawah dapat dilihat pada Gambar 13.
Jaringan Irigasi dan Drainase
Umumnya jaringan irigasi merupakan saluran terbuka dan dibedakan menjadi
jaringan irigasi utama dan jaringan irigasi tersier atau usaha tani. Jaringan irigasi
utama meliputi waduk atau bendung, saluran primer, dan saluran sekunder.
Sedangkan jaringan irigasi tersier merupakan bangunan dan saluran yang berada
dalam petak tersier. Jaringan drainase juga terdiri atas jaring drainase pada tingkat
usaha tani (saluran pembuang kuarter dan tersier) serta jaringan pembuang utama.
Umumnya jaringan drainase berupa saluran terbuka (Sapei, 2015).
Berdasarkan aliran drainase alami yang terbentuk (Gambar 5), desain kontur
dan desain petakan yang telah dibuat, maka jaringan irigasi dan drainase dapat
ditentukan. Pada rancangan konsolidasi ini petakan sawah memperoleh irigasi
langsung dari saluran irigasi dan membuangnya langsung ke saluran pembuang.
Sumber air irigasi dalam perencanaan ini memanfaatkan air permukaan berupa
saluran sekunder yang berasal dari Waduk Jatiluhur irigasi Citarum Timur.
Pada perancangan konsolidasi ini, sistem irigasi yang digunakan adalah
sistem irigasi perpipaan dengan outlet berupa katup alfalfa. Irigasi perpipaan adalah
cara pendistribusian air irigasi dengan memanfaatkan saluran tertutup yang terbuat
dari pvc, pipa besi atau campuran beton (Kementan, 2014). Dalam irigasi ini

16
jaringan perpipaan akan dilengkapi dengan bangunan sadap, bak penampung dan
boks bagi. Sistem irigasi ini dapat mengatasi kehilangan air irigasi akibat besarnya
infiltrasi maupun penguapan pada saat pendistribusiannya (Thadeus dkk, 2013).
Katup alfalfa sebagai outlet dari irigasi perpipaan, di letakkan di sudut petak sawah
sawah. Satu katup alfalfa akan mendistribusikan air irigasi untuk satu petak sawah.
Air irigasi berlebih akan terbuang langsung menuju ke saluran drainase tersier yang
berada di setiap sisi petakan sebelum bermuara ke saluran drainase utama atau
Sungai Cijengkol

Gambar 14 Skema jaringan irigasi hasil konsolidasi
Jaringan drainase dibuat dengan saluran terbuka dengan struktur dinding
tanah, hal ini dilakukan sesuai dengan konsep drainase yaitu air dapat secepatnya
keluar atau habis. Oleh sebab itu dibuat dengan saluran terbuka agar proses infiltrasi
dan evaporasi dapat bekerja secara optimum. Berdasarkan skema jaringan drainase
di atas dapat terlihat bahwa saluran drainase dibuat berselang-seling dengan saluran
irigasi perpipaan. Dari skema tersebut menunjukkan bahwa dua sisi petakan sawah
dari jaringan irigasi perpipaan berbeda akan bermuara pada satu saluran drainase
tersier (Gambar 15).
Berdasarkan konsep perencanaan yang ditetapkan, akan dibuat drainase
utama sebanyak dua buah, yang masing-masing berada di depan dan bagian
belakang dari BB Padi. Saluran drainase utama 1 berada di samping ruas Jalan
Pantura, drainase ini dibuat untuk menampung kelebihan air pada petakan-petakan
sawah di bagian barat laut dari jalan utama. Saluran drainase utama 2 dibuat untuk
menampung kelebihan air irigasi pada petakan lahan di bagian tenggara dari jalan
utama. Sebagian petakan di zona 1 akan membuang kelebihan airnya tanpa melalui
saluran drainase utama, namun langsung menuju ke badan sungai.

Gambar 15 Potongan mekanisme irigasi dan drainase petak sawah

17
Evaluasi Daya Dukung Tanah
Efektifitas dan efisiensi penggunaan mesin pertanian umumnya dinyatakan
dengan tingkat kemudahan atau kesukaran operasi (workability) atau trafikabilitas
(traficability), sangat dipengaruhi oleh daya dukung tanah. Bila daya dukung tanah
lebih rendah dari batas daya dukung tanah yang memberi tingkat kemudahan
operasi atau trafikabilitas tertentu dari mesin pertanian, maka penggunaan mesin
pertanian menjadi tidak efektif dan tidak efisien. Kapasitas atau daya dukung tanah
(bearing capacity) adalah kekuatan tanah untuk menahan suatu beban yang bekerja
padanya (Sapei, 2002).
Daya dukung tanah sawah dibedakan pada saat pengolahan tanah dan pada
saat panen. Pada pengolahan tanah, mesin pertanian yang berupa traktor ditopang
oleh lapisan tanah yang berada di bawah lapisan olah, sedangkan pada saat panen,
mesin pertanian yang berupa mesin pemanen ditopang oleh lapisan permukaan.
Pengukuran daya dukung tanah dilakukan di setiap zona, yaitu 1 lokasi
sampel untuk tiap zona. Pada tiap lokasi sampel dilakukan pengukuran di lima titik
berbeda yang membentuk huruf “X” yaitu di setiap sisi petakan dan satu titik di
tengah petakan. Penyebaran lokasi titik ini dilakukan guna mengetahui penyebaran
nilai daya dukung tanah. Pengukuran daya dukung tanah dilakukan dengan uji
penetrometer kerucut (cone penetrometer test). Pengujian dilakukan dengan
menggunakan penetrometer tabung tunggal yang dilakukan dengan memberi
tekanan pada alat sehingga kerucut dapat menembus lapisan tanah dengan
kecepatan konstan. Pencatatan beban yang terbaca pada jarum penunjuk dilakukan
pada tiap perubahan kedalaman 5 cm. Hasil pengukuran yang telah didapat diolah
ke dalam software Ms. Excel yang kemudian dibandingkan nilainya dengan nilai
standar ketentuan daya dukung tanah untuk lahan sawah.
CI (kg/cm2)
0

1

2

3

4

5

6

7

0

Kedalaman (cm)

5
10
15
20

R1
R2
R3

25

R4

30

R5

35
40

45

Gambar 16 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 1 BB Padi
Perhitungan nilai daya dukung tanah dilakukan berdasarkan nilai indeks
kerucut (cone index, CI) (Persamaan 1). Nilai ini diperoleh dari hasil gaya tahan
tanah dibagi luas dari kerucut. Zona pertama pengukuran daya dukung tanah
dilakukan di antara kantor kepala balai BB Padi dengan perumahan BB Padi.
Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai CI berkisar antara 0.6 kg/cm2 sampai
6.43 kg/cm2. Berdasarkan hasil pengukuran pada zona 1 diperoleh nilai CI yang
hampir seragam pada setiap titiknya, kecuali pengukuran ke-2 (R2).

18
CI (kg/cm2)
0

1

2

3

4

5

6

Kedalaman (cm)

0
5

R1

10

R2

15

R3

20
25

R4

30

R5

35
40
45

Gambar 17 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 2 BB Padi
Gambar 17 menunjukkan bahwa pada lokasi zona 2 BB Padi memiliki nilai
CI berkisar antara 0.6 kg/cm2 sampai 4.9 kg/cm2. Pada lokasi ini nilai CI pada 5
titik pengambilan sampel hampir memiliki nilai yang seragam, nilai CI tertinggi
terjadi pada sampel titik 1 pada kedalaman 40 cm.
CI (kg/cm2)
0

1

2

3

4

5

6

7

Kedalaman (cm)

0
5

R1

10

R2

15
20

R3

25

R4

30

R5

35
40

45

Gambar 18 Profil indeks kerucut 5 titik pada zona 3 BB Padi
Berdasarkan Gambar 18 nilai CI pada Zona 3 berkisar antara 0.7 kg/cm2
sampai 6.7 kg/cm2. Gambar 18 memperlihatkan profil indeks kerucut tanah sawah
pada 5 titik lokasi memiliki keseragaman kecuali pada titik 4. Nilai CI terus
mengalami peningkatan berbanding lurus dengan kedalaman tanah yang diukur.
Dari ketiga hasil pengukuran daya dukung tanah pada tiap zona yang telah
dilakukan, hampir semua hasil pengukuran memiliki pola distribusi nilai indeks
kerucut yang sama. Menurut Yamazaki (1971) dan Nakayama (1983), pola tersebut
merupakan pola profil indeks kerucut tanah sawah yang memiliki kekuatan yang
besar pada lapisan bawah (plow sole) pada kedalaman 20 cm. Pada pola ini lapisan
bawah hanya mengalami sedikit perubahan kelembaban dibanding lapisan bajak.
Pada umumnya pola distribusi jenis ini banyak diinginkan untuk operasi mesin.
Masing-masing nilai indeks kerucut pada tiap zona dihitung nilai rata-ratanya
untuk dilakukan perbandingan dengan nilai kriteria yang ada. Perbandingan
didasarkan pada kriteria Tada dan Yamazaki. Tada (1992) menerangkan bahwa
untuk pekerjaan pemanenan diperlukan nilai rata-rata CI sebesar 4 kgf/cm2 pada

19
kedalaman 0-15 cm dan untuk pekerjaan pengolahan tanah sawah, diperlukan nilai
rata-rata CI sebesar 2 kgf/cm2 pada lapisan tanah setebal 15 cm persis di bawah
lapisan olah. Perbandingan antara daya dukung tanah di ketiga zona dengan kriteria
yang disusun oleh Tada 1992 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)
Rata-rata CI (kg/cm2)*)
Operasi mesin
Zona 1
Zona 2
Zona 3
Kriteria
Pemanenan
1.70
1.60
2.95
>4
Pengolahan tanah
4.99
3.72
5.45
>2
*) Pada kedalaman 20-35 cm untuk pengolahan tanah dan 0-15 cm untuk pemanenan
Asumsi kedalaman lapisan olah 20 cm.

Tabel 3 Daya dukung tanah sawah dan kriteria Tada (1992)memperlihatkan
bahwa daya dukung tanah sawah di ketiga zona memenuhi syarat untuk operasi
mesin pengolahan tanah, akan tetapi tidak memenuhi syarat untuk operasi mesin
panen, hal ini dapat terlihat dari tabel di atas bahwa nilai indeks kerucut pada
pemanenan masih berada di bawah kriteria Tada (1992) yaitu lebih dari 4 kg/cm2.
Pada kriteria ini hanya menjelaskan syarat daya dukung tanah yang dapat
dioperasikan mesin pertanian, namun tidak menjelaskan jenis mesin yang
digunakan untuk setiap jenis pekerjaan.
Perbandingan nilai daya dukung tanah di ketiga zona dengan kriteria yang
CI (kg/cm2)
0

1

2

3

4

5

6

7

Zona 1

0

Kedalaman (cm)

5

Zona 2

10

Zona 3

15

Traktor with wheels

20
25
30
35
40
45

Traktor with
caterpilar
Traktor with half
wheels
Combine with
wheels
Combine with half
track

disusun oleh Yamazaki (1971) dapat dilihat pada Gambar 19
Gambar 19 Profil indeks kerucut dan kriteria daya dukung tanah terendah
(Yamazaki, 1971)
Dari Gambar 19 dapat terlihat bahwa untuk pengolahan tanah, tractors with
wheels hanya dapat digunakan pada zona 3. Tractors with caterpilar dapat
digunakan di ketiga zona BB Padi, begitu pula dengan tractors with half wheels.
Untuk pekerjaan pemanenan, combine with wheels dan combine with half track
dapat digunakan di ketiga zona.
Berdasarkan hasil perbandingan yang dilakukan, maka dalam rancangan
konsolidasi yang dilakukan diperlukan suatu metode dalam usaha meningkatkan
daya dukung tanah sehingga setiap lapisan tanah sawah baik pengolahan tanah

20
maupun pemanenan dapat memenuhi kriteria. Beberapa metode untuk
meningkatkan daya dukung tanah sawah yaitu melakukan pemadatan lapisan bawah
atau menggunakan sistem drainase bawah permukaan. Penggunaan sistem drainase
permukaan dilakukan jika tanah sawah memiliki kondisi drainase yang buruk.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. BB Padi masih menggunakan konsep sawah tradisional yang terlihat dari sistem
tata letak petak ke petak serta bentuk dan ukuran petak sawah yang bervariasi.
2. Permasalahan terjadi pada sistem penyaluran air baik irigasi maupun drainase
dan kurang baiknya kondisi jalan usaha tani.
3. Pola aliran drainase alami yang terbentuk bermuara ke bagian tepi dari batas BB
Padi.
4. Tata letak (lay out) petakan sawah yang digunakan pada rancangan konsolidasi
ini adalah tata letak petak terpisah (each plot/separate canal). Petakan dibuat
dengan ukuran 0.1 hingga 0.3 ha. Bentuk petakan lahan dibuat persegi empat.
5. Dibuat 3 jalan usaha tani, yaitu jalan utama, jalan cabang, dan jalan kecil.
Dimensi lebar untuk jalan utama, jalan cabang dan jalan kecil masing-masing
sebesar 7 m, 4 m, dan 60 cm.
6. Sistem irigasi yang digunakan adalah sistem irigasi perpipaan dengan outlet
berupa katup alfalfa. Sedangkan dalam perencanaan jaringan drainase, dipilih
saluran terbuka dengan struktur dinding tanah. Drainase tersier akan dibuat
berselang-seling dengan saluran irigasi perpipaan dan akan dirancang dua buah
saluran drainase utama yang masing-masing berada di depan dan belakang BB
Padi.
7. Daya dukung tanah saw