Kajian Potensi Produksi Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

(1)

SKRIPSI

OLEH :

DEWI NOVITA SARI SARAGIH

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

KAJIAN POTENSI PRODUKSI PADI PADA LAHAN SAWAH

IRIGASI DI KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

OLEH :

DEWI NOVITA SARI SARAGIH 100308037/ KETEKNIKAN PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sumono, MS) (Nazif Ichwan, STP, M.Si)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.

Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.

ABSTRACK

DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.

Keyword: rice productions target, potential rice production, irrigation network realibility, and productivity.


(4)

DEWI NOVITA SARI SARAGIH dilahirkan di Desa Bandar Jawa Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun pada 27 September 1992 dari pasangan Ayah Ayadi Saragih dan Ibu Sutini. Penulis merupakan anak pertama dari empat orang bersaudara.

Pada tahun 2007 penulis memasuki Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Bandar, lulus pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama melanjutkan studi ke Perguruan Tinggi di Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB-PTN) dan memilih Fakultas Pertanian dengan Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) FP-USU dan menjabat sebagai bendahara umum dalam kepengurusan IMATETA periode 2013-2014. Penulis juga sempat mengikuti organisasi eksternal mahasiswa SAHIVA pada tahun 2012. Selain itu, penulis juga menjadi asisten laboratorium Keteknikan Pertanian FP-USU pada tahun ajaran 2012/2013 dan 2013/2014.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa Sawit PTP Nusantara II Kebun Sawit Hulu, Kecamatan Sawit Seberang Kabupaten Langkat.


(5)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan proposal ini tepat pada waktunya.

Adapun judul draft penelitian ini adalah “Kajian Potensi Produksi Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang”yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Nazif Ichwan, STP, M.Si selaku komisi

pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan draft penelitian ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa draft ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan draft ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga draft ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Juli 2014


(6)

Hal

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Irigasi ... 6

Tanaman Padi ... 7

Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi ... 12

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 15

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi ... 16

Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah ... 17

Aras Pencapaian Produksi Padi ... 21

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Pengambilan Data ... 22

Prosedur Penelitian... 24

Parameter Penelitian... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang ... 25

Kondisi Sumber Irigasi ... 27

Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang ... 28

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 30

Produktivitas Tanaman Padi ... 31

Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi ... 33

Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi... 38

Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen ... 39

Aras Pencapaian Produksi Padi ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya ... 8 Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan

Jenis Kebutuhannya ... 14 Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang ... 25 Tabel 4. Potensi Produksi Padi per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat

Beras Bersih dan Berat Padi Kering Giling ... 30 Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang ... 31 Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34 Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya di Kabupaten Deli

Serdang ... 35 Tabel 8. Kondisi Infrastruktur Pertanian di Kabupaten Deli Serdang ... 40 Tabel 9. Aras Pencapaian Produksi Padi per Satuan Luas Lahan ... 42


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi ... 11

Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 34

Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Produksi 2009-2013 ... 35

Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang ... 37


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian ... 49 Lampiran 2. Perhitungan Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan ... 50 Lampiran 3. Nilai Radiasi Matahari (Rs, Joule/cm2 hari) di Wilayah

Kabupaten Deli Serdang... 52 Lampiran 4. Lama Penyinaran Matahari di Kabupaten Deli Serdang dan

Sekitarnya ... 53 Lampiran 5. Luas Lahan Sawah (Ha) di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

Tahun Terakhir ... 54 Lampiran 6. Luas Tanam Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

Tahun Terakhir ... 57 Lampiran 7. Luas Panen di Kabupaten Deli Serdang selama Lima Tahun

Terakhir ... 58 Lampiran 8. Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Deli

Serdang selama Lima Tahun Terakhir ... 59 Lampiran 9. Luas Puso Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima

Tahun Terakhir ... 60 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian ... 61


(10)

Sawah Irigasi di Kabupaten Deli Serdang, dibimbing oleh SUMONO dan NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, perlu dikaji kondisi lahan persawahannya agar tetap berproduksi dan bahkan dapat meningkatkan produksi padinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Dalam penelitian ini akan dikaji potensi produksi padi di Kabupaten Deli Serdang berdasarkan tingkat radiasi matahari, lama waktu pertumbuhan tanaman padi, serta varietas padi yang ditanam untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di daerah tersebut. Selain itu, juga akan dikaji mengenai kondisi luasan lahan sawah irigasi, lahan panen, lahan puso dan produktivitasnya untuk menentukan keandalan jaringan irigasi yang ada. Selama lima tahun terakhir tingkat derajat irigasi di Kabupaten Deli Serdang masih sangat rendah, yaitu rata-rata 6,7% dan berdasarakan arasnya juga diperoleh rata-rata-rata-rata 61%. Hal ini menunjukkan aras produksi yang belum mampu untuk mencapai maksimal serta manajemen irigasi Kabupaten Deli Serdang yang membutuhkan adanya perbaikan dan peningkatan baik dari efisiensi jaringan irigasi, maupun peningkatan mutu petani guna peningkatan produksi dan pelayanan jaringan irigasi.

Kata Kunci : aras produksi padi, potensi produksi padi, pelayanan jaringan irigasi dan produktivitas.

ABSTRACK

DEWI NOVITA SARI SARAGIH : The Inspection of Potential Rice Production on Irrigation Fields in Deli Serdang Regency , supervised by SUMONO and NAZIF ICHWAN.

Deli Serdang as one of rice centra regions in North Sumatera need to inspecting the wet rice fields condition to produce of rice more and more. The purpose of this conservation is to inspect the potential rice production on irrigation rice fields in Deli Serdang regency in achieving the maximum level of rice production. In this conservation will be inspect about potential rice production based on radiations level, time to grows rice, and rice variety. Than, it will be inspect about irrigation field areas, harvest areas, failed harvest areas and rice productivity to determine the realibility of existing irrigation networks. Over the last 5 years, the level of irrigation degrees in Deli Serdang is still low, they are just 6,7% from 60% standart. From the rice productions target get the average 61%. It means the target is not achieve yet. So that, its need to repairing and upgrading of technology and irrigations networking and the farmers quality to increase the rice productivity and irrigation network realibility.

Keyword: rice productions target, potential rice production, irrigation network realibility, and productivity.


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian dalam tatanan pembangunan nasional memegang peranan penting karena selain bertujuan menyediakan pangan bagi seluruh masyarakat, juga merupakan sektor andalan penyumbang devisa Negara dari sektor nonmigas. Indonesia sendiri tercatat sebagai negara pengimpor beras pada tahun 1960-an. Untuk memenuhi kebutuhan beras secara nasional melalui Departemen Pertanian untuk pertama kalinya setelah kemerdekaan upaya pencapaian swasembada beras dicanangkan dan mencapai hasilnya pada tahun 1984 dengan pangsa produksi sebesar 38,138 juta ton gabah kering giling (GKG) dengan produktivitas rata-rata 2,66 ton/ha dengan jumlah penduduk 158.531 juta jiwa (Noor, 1996).

Selanjutnya, program peningkatan ketahanan pangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dari produksi pangan nasional. Salah satu bahan pangan nasional yang diupayakan ketersediaannya tercukupi sepanjang tahun adalah beras yang menjadi makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas pangan pokok bangsa Indonesia. Sampai saat ini beras merupakan bahan pangan yang hampir selalu muncul dalam menu sehari-hari. Beras mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan merupakan sumber energi yang terbesar (Khumaidi, 2008). Padi merupakan salah satu komoditas strategis baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Umumnya usaha tani padi masih merupakan tulang punggung perekonomian keluarga tani dan perekonomian pedesaan.


(12)

Sejak awal tahun 2007 pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi beras sebesar 2 juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat 5% per tahun hingga tahun 2009. Untuk mencapai target atau sasaran tersebut maka diluncurkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan mengimplementasikan 4 (empat) strategi yaitu (1) peningkatan produktivitas, (2) perluasan areal, (3) pengamanan produksi, dan (4) kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatan koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007).

Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas memberikan konstribusi sekitar 56,1%, sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26,3% dan 17,5% terhadap peningkatan produksi padi.

Dalam hal ini, irigasi memiliki peranan penting dalam peningkatan efisiensi pemakaian air dalam rangka peningkatan produksi beras Indonesia. Dari segi teknis kontruksi dan jaringannya, irigasi dibedakan atas irigasi teknis maju, irigasi teknis, semi teknis dan sederhana. Dengan adanya irigasi teknis, diharapkan penyaluran air semakin efektif dan efisien, namun secara ekonomis memerlukan biaya yang lebih besar untuk operasi dan pemeliharaan saluran irigasi. Hal ini dapat diimbangi jika produktivitas padi yang dihasilkan lebih besar dari biaya operasional saluran irigasi (Rusydatulhal, 2004).

Dalam penelitian Pusposutardjo (1991) menyatakan bahwa keterbatasan dana pembangunan yang tersedia, biaya investasi per satuan luas lahan beririgasi


(13)

cenderung naik, dan ketergantungan yang sangat tinggi dari produksi padi terhadap sawah beririgasi justru menimbulkan tanggapan tentang kelemahan kinerja dari jaringan yang ada meupun pelaksanaan pengembangan jaringan irigasi yang sedang dilaksanakan. Hal ini terutama dikaitkan dengan peran irigasi sebagai salah satu sarana utama untuk mempertahankan swasembada beras. Dalam hasil penelitiannya dinyatakan bahwa keandalan jaringan irigasi sebagai salah satu tolak ukur potensi sistem irigasi di Indonesia yang diperlihatkan dengan penyajian angka perubahan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan 1x dan 2x setahun menunjukkan bahwa adanya penyusutan kemampuan pembudidayaan lahan sawah dari 2x setahun cenderung berkurang dan perlu dikaji lebih lanjut karena sebagian terjadi dalam bentuk pergeseran luas lahan sawah dari satu klas irigasi ke klas irigasi yang lebih tinggi sebagai hasil pembangunan.

Selain itu, kendali tanggung jawab yang terpusat menjadi kendala utama dalam meningkatkan kualitas pelayanan irigasi. Kebijaksanaan dalam memperbaiki, memperluas dan memelihara irigasi lebih bersifat turun dari atas (top down system) daripada dating dari bawah (bottom up system). Dengan demikian masyarakat pemakai air irigasi tidak dibawa serta sehingga mereka

merasa tidak bertanggung jawab untuk ikut memeliharanya (Asnawi dalam Varley, 1993)

Di Kabupaten Deli Serdang, salah satu sektor yang dominan berperan dalam pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009 mencapai 4,08 persen. Sementara pada tahun 2010 sebesar 3,25 persen. Pertumbuhan tersebut didukung oleh hampir semua sector perekonomian di Deli Serdang, kecuali


(14)

sector pertanian yang turun sebesar 0,63%. Penurunan sektor pertanian sebesar 0,63 persen ternyata berdampak pada penurunan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Deli Serdang dari 4,08 persen pada tahun 2010 menjadi 3,25 persen pada tahun 2011 (Analisis Sektoral Perkembangan Ekonomi Kabupaten Deli Serdang tahun 2001 – 2012 dalam Hermanto, 2013).

Hasil penelitian Sembiring dan Daniel (2003) menunjukkan bahwa perkembangan padi di Sumatera Utara sepuluh tahun terakhir kurang mengembirakan. Karena rataan peningkatan produktivitas hanya 0,62% per tahun dan terjadinya penurunan luas areal panen. Keadaan ini mengkhawatirkan karena suatu saat nanti Sumatera Utara tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan padinya sendiri. Untuk ini diperlukan upaya-upaya dalam mempertahankan swasembada pangan khususnya beras (Hermanto, 2013).

Pada tahun 2011, luas panen tanaman padi (padi sawah dan ladang) di Deli Serdang mengalami penurunan sebesar 14,55 persen dibanding tahun 2010 yaitu dari 89.852 Ha menjadi 76.780 Ha, produksi padi sawah dan ladang mengalami penurunan sebesar 4,62 persen dari 404,404 ton menjadi 385.722 ton pada tahun 2011 (BPS Deli Serdang, 2013).

Kabupaten Deli Serdang merupakan sentra pertanian di Sumatera Utara yang memiliki luas lahan pertanian 90,234 hektar atau sekitar 36,27% dari luas daerah Deli Serdang yang tercatat kurang lebih 249.772 hektar. Sebagai salah satu daerah yang menjadi lumbung padi Sumatera Utara, untuk menjaga kondisi lahan persawahan/ladang agar tetap berproduksi, serta meningkatkan produksi padi, Pemkab Deli Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan persawahan secara


(15)

bertahap dengan konsisten (BPS Deli Serdang, 2013). Namun dengan berbagai keterbatasan daya dukung lahan dan teknologi di tingkat petani khususnya untuk kawasan lahan irigasi maka perlu diketahui sampai sejauh mana potensi produksi padi yang ada pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengkaji potensi produksi padi pada lahan sawah irigasi Kabupaten Deli Serdang dalam aras pencapaian produksi padi yang maksimal.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini antara lain:

1. Bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Dasar dalam mengkaji keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi pendukungnya dalam upaya memenuhi swasembada beras

3. Sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan tentang kajian keterkaitan hubungan antara produktivitas padi dengan kualitas sarana irigasi pendukungnya


(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Irigasi

Irigasi didefinisikan sebagai aplikasi pengadaan atau pengaturan air secara buatan ke dalam tanah dengan tujuan menjaga kelembaban esensial tanaman terhadap pertumbuhan tanaman. Air irigasi dapat disalurkan dalam beberapa cara, diantaranya: melalui genangan/ air permukaan, dengan cara alur, baik besar maupun kecil, dengan cara pengaplikasian air dari bawah permukaan tanah melalui sub irigasi sehingga menyebabkan air tanah meningkat, atau dengan percikan (sprinkle) (Israelsen and Hansen, 1985).

Sistem irigasi menurut Small dan Svendsen (1992) merupakan suatu set dari elemen-elemen fisik dan sosial yang difungsikan untuk : mendapatkan air dari suatu sumber terkumpulnya air secara alami, memfasilitasi dan mengendalikan perpindahan air dari sumbernya ke lahan atau tempat lain yang dimaksudkan untuk budidaya tanaman pertanian atau tanaman- tanaman lain yang diinginkan dan menyebarkan air ke zona atau daerah lingkungan (zone) perakaran di lahan yang diairi. Sistem irigasi merupakan suatu sistem yang terbuka, yang secara struktural dan fungsional peka dalam menanggapi perubahan berbagai lingkungannya (Pusposutardjo, 2001).

Dilihat dari segi konstruksi jaringannya, Direktorat Jenderal Pengairan mengklasifikasikan sistem irigasi menjadi empat macam, diantaranya:

a. Irigasi sederhana, yaitu sistem irigasi yang konstruksinya dilakukan dengan sederhana, tidak memiliki pintu pengaturan dan alat pengukur sehingga


(17)

b. Irigasi setengah teknis, yaitu sistem irigasi dengan pintu pengatur dan alat pengukur hanya terdapat pada bangunan pengambilan (head work) saja dan diharapkan efisiensinya sedang

c. Irigasi teknis, yaitu sistem irigasi yang dilengkapi dengan alat pengatur dan pengukur pada head work, bangunan bagi dan bangunan sadap sehingga efisiensi irigasinya tinggi

d. Irigasi Teknis Maju, yaitu sistem irigasi dimana airnya dapat diatur dan diukur pada seluruh jaringan irigasi serta diharapkan efisiensi sangat tinggi (Wirawan, 1991 dalam Rusydatulhal, 2004).

Menurut Pastowo (1995) dalam Susanto (2006) Suatu sistem irigasi pada prinsipnya terdiri atas 3 subsistem jaringan irigasi, yaitu:

1. sub-sistem pengembangan air, antara lain sungai, danau, air limbah, mata air, dan rawa

2. sub-sistem penyaluran, yaitu jaringan saluran (terbuka atau pipa) yang membawa air dari sumber menuju lahan

3. sub-sistem aplikasi irigasi, yaitu penerapan teknik pemberian air ke lahan pertanian (petakan lahan)

Tanaman Padi

Beras atau padi adalah salah satu bahan pangan yang merupakan sumber energi yang mengandung karbohidrat bagi umat manusia. Zat-zat gizi yang dikandung oleh beras sangat mudah dicerna. Susunan gizi yang membuktikan beras sebagai bahan pangan unggulan dibandingkan dengan bahan pangan lainnya, seperti dapat dilihat pada Tabel 1.


(18)

Tabel 1. Komposisi Kimiawi Beras dan Beberapa Bahan Pangan Lainnya

Bahan Makanan Kadar (%)

Putih Telur Lemak Hydrat Arang Air

Beras Pecah Kulit 8 0.6 76 12

Beras Jagung Kuning 10 5 68 15

Ubi Kayu 1 0.9 37 51

Ubi Jalar - 0.5 27 64

Kentang 2 0.2 21 73

(Siregar, 1981).

Padi telah tumbuh sejak lama di negara-negara Asia sebagai negara asal tanaman padi. Ada banyak varietas padi, baik yang tumbuh di lahan basah (sawah) maupun di lahan kering. Namun, sejauh ini sebagian besar tanaman padi di budidayakan di lahan basah dan ada ratusan jenis varietas padi. Di sebagian besar negara-negara beriklim subtropis dan pada lahan dataran rendah pesisir, lahan ini terutama digunakan untuk menanam padi. Di daerah pesisir dan aliran sungai, adanya hujan lebat sering menyebabkan banjir pada waktu tertentu dalam setahun sehingga menjadi hampir tidak memungkinkan tanaman lain untuk tumbuh. Di musim lain banyak daerah yang terlalu kering untuk tanaman padi, oleh karena itu, sangat penting untuk memasok beras untuk kebutuhan penduduk selama musim hujan (Kheong, et al., 1970).

Tanaman padi merupakan tanaman semusim, termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monotyledonae Famili : Gramineae (Poaceae)


(19)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sp. (ada 25 spesies), diantaranya: Oryza sativa L.

Oryza glabirena Steund

Sedangkan subspesies Oryza sativa L., dua diantaranya: Indica (padi bulu)

Sinica (padi cere) atau Japonica (AAK, 1990).

Beberapa persyaratan tumbuh tanaman padi, antara lain: 1. Iklim

a. Tumbuh di daerah tropis/subtropis pada 45o LU - 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan.

b. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi dapat meningkat dengan syarat air irigasi selalu tersedia. Di musim hujan, walaupun air melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif.

c. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 - 650 m dpl dengan temperatur 22 - 27 0C sedangkan di dataran tinggi 650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 0C.

d. Tanaman padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan. e. Angin berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu


(20)

2. Media Tanam Padi sawah

a. Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah.

b. Menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. c. Keasaman tanah antara pH 4,0-7,0.

Pada padi sawah, penggenangan akan mengubah pH tanam menjadi netral (7,0). Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

3. Ketinggian Tempat

Tanaman dapat tumbuh pada derah mulai dari daratan rendah sampai daratan tinggi.

(BPTP Subang dan Mariam, 2013).

Padi dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus-menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk ini kemudian air akan dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah (Suprayono dan Setyono, 1997).


(21)

Tanah sawah yang mempunyai fraksi pasir dalam jumlah besar kurang baik bagi tanaman padi, sebab tekstur ini mudah meloloskan air. Pada tanah sawah dituntut adanya lumpur, terutama untuk tanaman padi yang memerlukan tanah subur, dengan kandungan ketiga fraksi tanah dalam perbandingan tertentu. Lumpur merupakan butir-butir tanah halus yang diselubungi air, sehingga pada tanah sawah diperlukan air dalam jumlah cukup agar butir tanah dapat mengikatnya (AAK, 1990).

Aktivitas biologis periodik padi merupakan fase-fase pertumbuhan padi mulai dari berkecambah sampai matang fisiologis. Pertumbuhan padi dapat dinyatakan sebagai pertumbuhan generative yang diikuti pertumbuhan vegetatif. Umumnya perbedaan umur padi ditentukan oleh fase vegetatifnya. Fase vegetatif sendiri ditandai dengan adanya kelebihan hasil fotosintesa (karbohidrat) dan hasil respirasi yang berlangsung pada siang dan malam hari (Sumono, 2012).

(Sumber: Ditjen Tanaman Pangan, 1980 dalam Sumono, 2012) Gambar 1. Fase Pertumbuhan Padi

Berkaitan dengan pendayagunaan air seefisien mungkin diperlukan informasi tentang hubungan antara kondisi cuaca atau iklim yang terjadi selama masa pertumbuhan padi dengan umur padi. Pada kondisi ini, kita dapat

Fase Vegetatif

Lama Fase Tergantung Varietas

Lama Fase Relatif Sama

Lama Fase Relatif Sama Fase Pemasakan Fase Reproduktif

Tabur

Jumlah Anakan max

Pembentukan

Malai Pembungaan Panen


(22)

menentukan waktu, jadwal dan jumlah air irigasi yang diberikan sesuai dengan fase pertumbuhannya dengan tetap mempertahankan produktivitas yang tinggi (Sumono, 2012).

Penggunaan Air Irigasi Pada Tanaman Padi

Air merupakan salah satu input pertanian yang sangat penting. Sumber air permukaan sampai saat ini menjadi andalan untuk penyediaan air irigasi. Namun tidak semua daerah yang memiliki lahan pertanian dapat dilayani dengan irigasi teknis yang bersumber dari air permukaan tersebut. Beberapa wilayah di Indonesia masih mengandalkan air hujan untuk usaha pertanian seperti pada sawah tadah hujan. Produktivitas sektor tersebut bergantung pada keberadaan air hujan sebagai input pertanian (Roseline, et al., 2012).

Air dalam kehidupan tanaman berfungsi sebagai penjamin kelangsungan proses fisiologi dan biologi pertumbuhannya, yaitu:

a. pemakaian konsumtif (evapotranspirasi) b. proses asimilasi

c. pelarut unsure hara

d. media pengangkut unsur-unsur dalam tubuh tanaman e. pengatur tegangan sel (turgor)

f. bagian dari tanaman itu sendiri

Di areal pertanian, air irigasi juga berfungsi untuk:

a. memberikan kelembaban yang diperlukan tanah tempat tumbuh tanaman b. pencucian garam-garam dalam tanah


(23)

d. menyuburkan tanah dan memudahkan pengelolaannya (Dumairy, 1992).

Air menurut Suprayono dan Setyono (1990) memiliki hubungan yang erat dengan tanaman, khusunya tanaman padi disebabkan fungsi air bagi tanaman itu sendiri, antara lain: untuk proses evapotranspirasi, asimilasi, pelarut dan pengangkut zat hara serta sebagai bagian dari tanaman itu sendiri. Dalam hal ini evapotranspirasi diartikan sebagai jumlah air yang diperlukan oleh tanaman atau dengan kata lain disebut dengan kebutuhan air tanaman (Islami dan Utomo, 1995).

Kebutuhan air irigasi (irrigation water requirement, IWR) adalah jumlah air yang harus dimasukkan ke jaringan irigasi melalui pintu pengambilan utama, sesuai dengan kebutuhan/permintaan dan dengan memperhitungkan jumlah air yang hilang (Dumairy, 1992).

Kebutuhan air untuk suatu areal pertanian dapat dilihat secara menyeluruh dan secara parsial. Secara parsial, kebutuhan air dibedakan atas kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air pada tingkat usaha tani. Dan berdasarkan corak pertaniannya, dibedakan atas kebutuhan air di persawahan dan kebutuhan air di perladangan. Kebutuhan air tanaman (crop water requirement, CWR) adalah jumlah air yang dibutuhkan tanaman untuk pemakaian konsumtif (evapotranspirasi) dan air yang hilang melalui perkolasi. Berdasarkan jenis kebutuhannya, air bagi tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 2.


(24)

Tabel 2. Jumlah Kebutuhan Air Per Hari Tanaman Padi Sawah Berdasarkan Jenis Kebutuhannya

Jenis Kebutuhan Jumlah Kebutuhan (mm/hari)

Evapotranspirasi 5.0 – 6.5

Perkolasi 1.0 – 10.0

Pengolahan/Penjenuhan Lahan 4.0 – 30.0

Pemeliharaan 9.0 – 20.0

Persemaian 3.0 – 5.0

Sumber: Dumairy (1992).

Kebutuhan air pada tingkat usaha tani (farm water requirement, FWR) adalah jumlah air yang dibutuhkan oleh suatu petak persawahan meliputi kebutuhan air tanaman, kebutuhan air untuk penjenuhan/pengolahan tanah dan kehilangan air (limpasan, evaporasi, dan rembesan dalam tanah).

Kebutuhan air di persawahan dihitung berdasarkan dalamnya kebutuhan air dikalikan dengan luas daerah irigasi kemudian ditambah besarnya kehilangan air selama perjalanan, maksudnya air yang hilang selama perjalanan dari bangunan induk menuju petak persawahan baik karena evaporasi maupun karena rembesan dalam tanah. Sedangkan kebutuhan air di perladangan dihitung berdasarkan luas daerah dikalikan dengan laju evapotranspirasi (Dumairy, 1992).

Irigasi dapat membantu mendorong pemakaian varietas padi yang responsif terhadap pemupukan dan lebih peka terhadap kekurangan air dari jenis tradisional. Walaupun hubungan antara hasil produksi kekurangan air telah ditakar secara terkontrol, ternyata masih sedikit kajian mengenai mutu jaringan irigasi yang ada baik secara studi lapangan, maupun dari segi manfaat tambahan yang diperoleh dari jaringan irigasi (Varley, 1993).


(25)

Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Secara kasar produksi maksimum padi ditentukan oleh faktor pembatas energi surya yang sampai ke bumi dan dapat dihitung melalui rumus Yoshida (1983) dalam Pusposutardjo (1991):

... (1) Dimana,

W = pertambahan berat kering tumbuhan (kg/ha) T = lama waktu pertumbuhan (hari)

Rs = rata-rata radiasi matahari yang masuk ke bumi (kal/cm2, hari) K = tetapan (kal/g)

Eu = koefisien konversi energi surya

Untuk kawasan tropis, Yoshida (1983) menyarankan nilai Eu (dengan kemampuan energi surya dari tanaman padi tengahan sampai tinggi seperti varietas unggul) sebesar 0,025 (2,5 %). Lama waktu pengisian bulir sampai masak T adalah 25 hari, tetapan K

4000 kal/g. Sementara, perhitungan Rs dapat menggunakan rumus empiris Hargreaves (Hansen, et al., 1980 dalam Pusposutardjo, 1991):

... (2) Dimana,

Rso = energi surya yang diterima di puncak atmosfer (kal/cm2 hari) S = persentase lama penyinaran (%)

Pusposutardjo (1991) menyebutkan bahwa Indonesia yang terletak antara 6008’ LU – 11015’ mempunyai nilai Rs0 sebesar 526 – 772 kal/cm2 hari atau rata-rata 649 kal/cm2 hari dan nilai S 7,57 – 8,88 atau rata-rata 8,23 %. Untuk daerah


(26)

Deli Serdang besaran Rs0 dan S akan berkisar diantara nilai-nilai di atas dan secara spesifik akan ditentukan oleh letaknya secara geografis menurut lintangnya.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Padi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Sawah, antara lain: 1. Tanah

Padi dapat diusahakan di tanah kering dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan air (Sumartono et al., 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm. Padi sawah cocok ditanam di tanah berlempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0. Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1 - 8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang khusus.

2. Iklim

Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah. Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar 1500-2000 mm


(27)

per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil fotosintesis pada masa berbunga (Anonimous1, 2013).

Menurut Sumartono, et al. (1974), suhu juga merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi. Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan, karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa, karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman padi adalah 230C (Anonimous1, 2013).

Potensi Sistem Irigasi untuk Mendukung Budidaya Padi Sawah

Permasalahan irigasi sebagai bagian dari teknologi yang membudaya dalam kehidupan global abad 21, memerlukan suatu telaah yang bersifat global pula. Intensifikasi pertanian dilakukan dengan penanaman varietas unggul yang di kawasan tropis mempunyai produksi tinggi karena daya tanggapnya terhadap nitrogen dan kebutuhan airnya tinggi. Namun, akibat keterbatasan nitrogen di kawasan tropis, maka kemampuan memanfaatkan energi dari varietas unggul secara maksimal hanya dapat dicapai bila petani berkemampuan untuk menggunakan pupuk buatan dan sistem irigasi yang lahannya baik atau lahan berada di kawasan yang kebutuhan airnya dapat dijamin tercukupi dari curah


(28)

hujan. Oleh karena itu, pendekatan global jangka panjang untuk keamanan pangan tertumpu pada pengembangan sumber daya air yang disertai dengan pengembangan teknologi irigasi modern secara luas (Pusposutardjo, 2001).

Pengembangan teknologi irigasi modern sasarannya adalah untuk dapat memanfaatkan air di dalam suatu sistem irigasi secara efektif dan efisien. Keefektifan dan efisiensi sistem irigasi dapat ditinjau berdasarkan kinerja jaringan irigasi dan manajemen irigasinya.

Kinerja jaringan irigasi sangat tergantung pada cara eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta pengelolaan air. Dengan demikian, kinerja jaringan irigasi akan ditentukan oleh empat faktor utama yang disebut sebagai sistem irigasi, yaitu keadaan fisik jaringan, kemampuan petugas dalam pengoperasian jaringan oleh Dinas Pertanian, petani pemanfaat air dan ketentuan atau aturan mengenai pengoperasian dan pemanfaatan. Dalam analisis tinjau, terdapat tiga indikator sebagai tolak ukur untuk mengetahui potensi sistem irigasi sebagai sarana pendukung budidaya padi sawah yaitu luas dan perkembangan lahan irigasi, nisbah (ratio) antara luas lahan panen dengan lahan beririgasi dan keandalan sistem irigasi untuk stabilisasi produksi (Pusposutardjo, 1991).

1. Luas dan perkembangan lahan irigasi

Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Disamping itu padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh


(29)

lebih beragam dibanding dengan jenis tanaman lain, dengan demikian sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Wahyunto, 2009).

Lahan irigasi ialah luasan lahan yang dirancang untuk dapat dialiri air irigasi di dalam suatu daerah irigasi. Sementara, lahan panen ialah luasan lahan yang dipanen sebagai media tanam dalam budidaya tanaman pangan (padi) yang merupakan bagian dari lahan irigasi sawah. Perkembangan luas lahan irigasi secara keseluruhan irigasi merupakan nisbah antara lahan irigasi teknis dengan semi teknis dan sederhana dapat ditulis secara matematis:

... (3) (Pusposutardjo, 1991).

Sembiring (2011) mengemukakan bahwa kondisi perpadian di Indonesia pada tahun 2010 dengan luas lahan sawah 7,796 juta hektar dan luas areal panen 13,12 juta hektar menunjukkan bahwa intensitas tanaman padi sawah sebesar 1,70. Angka tersebut menginformasikan bahwa lahan sawah beririgasi secara umum belum dapat melakukan panen 2x dalam setahun karena keterbatasan ketersediaan air.

2. Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi

Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan beririgasi dapat digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya padi di lahan sawah. Kemampuan pelayanan irigasi secara umum dinilai atas perkembangan luas panen pada suatu daerah irigasi. Apabila nisbah rata-rata


(30)

luas panen dengan luas lahan beririgasi mencapai 2,0 maka hal ini menunjukkan bahwa penanaman padi dapat dilakukan 2x setahun (Pusposutardjo, 1991).

3. Keandalan Jaringan Irigasi untuk Stabilisasi Produk Padi Sawah

Keandalan fungsional jaringan irigasi terhadap perubahan iklim dapat dilihat melalui fluktuasi luas panen per satuan luas lahan irigasi. Selain itu, keandalan jaringan irigasi ini juga dapat dilihat dari angka kerusakan luas areal panen pada luasan tertentu selama periode tertentu pula. Jika angka kerusakan semakin tahun cenderung meningkat maka dapat dikatakan bahwa keandalan jaringan irigasi untuk menunjang stabilisasi produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan (Pusposutardjo, 1991).

Keandalan fungsional jaringan irigasi dapat pula ditentukan oleh manajemen irigasinya. Varley (1993) mengemukakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak merata, serta jadwal giliran pemakaian air yang yang tidak tertib.

Pusposutardjo (1991) mengemukakan beberapa kendala dalam meningkatkan keandalan jaringan irigasi dalam stabilisasi produk padi sawah, antara lain:

1. sumber air irigasi umumnya berasal dari air limpasan yang diambil dengan bendung ( run off on the river system)


(31)

2. sistem irigasi yang ada dirancang untuk dioperasikan atas dasar jadwal waktu operasi yang tetap sedangkan pasok air hujan berlangsung secara stokhastik

3. perubahan lingkungan yang mempengaruhi sifat hubungan hujan-limpasan berlangsung cepat

4. keterbatasan data dan sarana pengumpulan data klimatologi dan hidrologi yang sangat menentukan berhasilnya pencapaian fungsional jaringan

Aras Pencapaian Produksi Padi

Aras pencapaian produksi padi dapat diartikan sebagai target atau angka pencapaian hasil produksi padi per satuan luas lahan untuk suatu daerah atau lahan pertanian. Angka pencapaian ini dapat dibandingkan dengan angka teoritis produksi padi per ha (rerata produksi maksimum) untuk memperoleh persentase angka produksi padi. Angka ini menunjukkan tingkat nilai produksi padi dan efisiensi penerapan teknologi. Jika aras pencapaian produksi padi mencapai

≥ 90% maka berarti nilai produksi padi sangat tinggi dan penerapan teknologi sangat efisien. Namun, dengan nilai produksi ≥ 90 % dari nilai potensial padi akan sulit menaikkan produktivitas lahan per satuan luas tanpa merubah set teknologi yang ada guna memperoleh pasokan energi surya yang lebih banyak lagi, seperti penggunaan varietas baru yang mampu memasok energi surya lebih banyak (Pusposutardjo, 1991).


(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan April – Juni 2014 dengan lokasi penelitian yaitu lahan sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta daerah irigasi, kamera, alat tulis, kuisioner, kalkulator dan beberapa peralatan lain yang dianggap perlu. Populasi dalam penelitian sebagai bahan yaitu masyarakat desa atau petani pemilik lahan sawah yang menjadi sentra produksi padi.

Metode Pengambilan Data

Metode penelitian adalah observasi lapang dengan data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani padi sawah yang dipilih secara acak sederhana. Sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas/ lembaga pemerintah terkait, meliputi Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Deli Serdang, PSDA Provinsi Sumatera Utara dan Daerah Kabupaten Deli Serdang serta Badan Meteorologi dan Geofisika Sampali Medan.

Pengamatan dilakukan terhadap sistem irigasi lahan sawah, luas lahan irigasi, luas panen, jumlah produksi padi per satuan luas serta lama waktu


(33)

pertumbuhan padi. Sistem irigasi meliputi jenis irigasi yang digunakan dan lama waktu pertumbuhan meliputi lama waktu pengisian bulir padi hingga panen.

Pelaksanaan Penelitian

Adapun prosedur pelaksanaan penelitian ini, antara lain:

1. Pendeskripsian daerah irigasi yang meliputi: letak dan luas daerah irigasi 2. Pengumpulan data sekunder dari dinas atau pemerintah setempat yang

meliputi:

a. Varietas padi yang ditanam b. Lama waktu pertumbuhan c. Rata-rata radiasi matahari d. Koefisien konversi energi surya e. Luas lahan sawah

f. Luas lahan beririgasi g. Luas panen

h. Produktivitas total tanaman

4. Analisa data secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan rumus, meliputi:

a. Potensi produksi padi per satuan luas lahan digunakan persamaan (1) b. Rata-rata radiasi matahari dihitung dengan persamaan (2)

c. Perkembangan Lahan Irigasi dapat diketahui melalui persamaan (3)

d. Nisbah antara luas panen dengan luas lahan beririgasi diperoleh melalui persamaan statistik luas panen dengan lama pengamatan minimal 5 tahun terakhir


(34)

5. Pengkajian keandalan jaringan irigasi berdasarkan perkembangan kerusakan areal panen minimal dalam 5 tahun terakhir

6. Penentuan nilai potensi produksi padi dalam aras pencapaian produksi padi maksimal

Parameter Penelitian

Adapun parameter penelitian ini yaitu:

1. Pertambahan Berat Kering Tumbuhan 2. Lama Waktu Pertumbuhan

3. Rata-Rata Radiasi Matahari 4. Koefisien Konversi Energi Surya 5. Luas Lahan Sawah

6. Luas Lahan Irigasi 7. Luas Lahan Panen 8. Produktivitas Total


(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kondisi Umum Lahan Sawah Irigasi Kabupaten Deli Serdang

Letak geografis Kabupaten Deli Serdang adalah di 2°57' - 3°16' LU dan 98°33' - 99°27' BT, yang berada pada posisi silang di kawasan palung pasifik barat, dengan luas wilayah 2.497,72 km² atau 6,21% dari luas Provinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Deli Serdang terletak di wilayah pantai timur Propinsi Sumatera Utara dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka;  Di bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun;  Di bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai; dan  Di bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat.

(Pemkab Deli Serdang, 2009).

Secara rinci, penggunaan lahan di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rincian Penggunaan Lahan di Kabupaten Deli Serdang

Jenis Lahan Luas (Ha) Persentase Penggunaan Lahan (%)

Perkampungan / Pemukiman 12.907 5,39

Persawahan 44.444 18,56

Tegalan / Kebun Campuran 52.897 22,09

Perkebunan Besar 54.286 22,67

Perkebunan Rakyat 29.908 12,49

Hutan 40.157 16,77

Semak / Alang-alang 670 0,28

Kolam / Tambak 1.317 0,55

Rawa-rawa 792 0,33

Peternakan 49 0,02

Lain-lain 2.035 0,85

Total 239.462 Ha 100%


(36)

Dari total luas wilayahnya, sebagian besar (85,43%) adalah merupakan areal pertanian dan perkebunan; 8,15% kawasan hutan; dan 4,12% merupakan pemukiman dan untuk penggunaan lainnya. Jumlah penduduk menurut hasil Sensus Ekonomi Tahun 2011 adalah sebanyak 2.047.488 jiwa dengan tingkat pertumbuhan 2,10% dan kepadatan rata-rata 455 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Deli Serdang merupakan jumlah penduduk terbesar kedua di Propinsi Sumatera Utara setelah Medan dengan mata pencaharian utama penduduk adalah petani (60,22%) (Abidi, 2011).

Sesuai dengan perbedaan geografis, topografis dan ketinggian dari permukaan laut maka iklim daerah ini juga bervariasi yaitu iklim sub tropis dan iklim peralihan antara sub tropis dan tropis. Pada wilayah dengan ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut, beriklim peralihan antara sub tropis dan tropis, sedangkan ketinggian lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut beriklim sub tropis. Pada kawasan hulu yang konturnya mulai bergelombang sampai terjal, berhawa tropis pegunungan, sementara kawasan dataran rendah yang landai serta kawasan pantai berhawa subtropis pegunungan. Curah hujan rata-rata pertahun 1.936,3 mm. Umumnya curah hujan terbanyak pada bulan September, Oktober, Nopember dan Desember. Angin yang bertiup melalui daerah ini juga berbeda yakni angin laut dan angin pegunungan dengan kecepatan 0,68 meter/detik, sedangkan temperatur rata-rata 26,7°dan kelembaban 84% (Hutasuhut, 2011).

Menurut tipe iklim Oldeman, daerah Deli Serdang dibagi kedalam tiga tipe iklim, yaitu :


(37)

1. Tipe Iklim A, meliputi wilayah Naga Raja, Sibolangit, Hutaimbaru, Sinembah, Tanjung Muda, Hulu, Gunung Meriah.

2. Tipe Iklim D1 meliputi daerah Pancur Batu, Patumbak, Tanjung Morawa, Sampali, Kelambir Lima, Tanjung Selamat, Bulu Cina, Asam Kumbang, Marendal, Klumpang, Saentis, Medan Krio, Binjai, Amplas, Silau Dunia, Kotarih, Sei Karang, Tuntungan.

3. Tipe Iklim E2, meliputi daerah Galang, Sei Kemayang, Pematang Sijoman, Tanjung Gorbus, Kwala Namu, Batang Kuis, Deli Tua, Pagar Merbau, Sei Putih.

(BMKG Sampali, 2013). 2. Kondisi Sumber Irigasi

Dua sungai besar di Deli Serdang yaitu Sungai Ular dan Sungai Kuala Namu merupakan sumber air irigasi terbesar di daerah tersebut. Daerah-daerah irigasi di Deli Serdang mempunyai masalah utama yaitu tingginya tingkat sedimentasi yang telah menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai serta tertutupnya intake ke saluran irigasi. Tingkat sedimentasi yang selalu meningkat setiap tahunnya dan kurangnya dana untuk pengelolaan saluran irigasi telah menyebabkan saluran irigasi ke persawahan penduduk semakin terganggu, terutama karena tidak tercukupinya kebutuhan air bagi ±5.920 Ha areal persawahan pada musim kemarau. Sering terjadinya banjir di musim hujan yang disebabkan oleh tidak mampunya sungai untuk menampung air dalam jumlah yang besar.


(38)

Masalah kerawanan banjir dan proses sedimentasi sungai telah mendorong inisiatif Pemda untuk melakukan pengelolaan saluran irigasi secara serius bersama masyarakat dan pihak swasta FD-UKM (Forum Daerah-Usaha Kecil dan Menengah) pada awal tahun 2002. Strategi yang dipakai dan tindakan karena program pengelolaan saluran irigasi tidak menggunakan dana dari APBD, maka kerjasama dengan pihak FD-UKM dilakukan dengan penunjukan secara langsung. Pada awal pelaksanaan kegiatan pengelolaan saluran irigasi , Pemda Deli Serdang telah melakukan hal-hal yang penting seperti survey lapangan melalui: mengajak masyarakat (petani dan pekerja perkebunan) untuk terlibat dalam pengerukan sedimen di lokasi irigasi primer; pemetaan jaringan, perencanaan pelurusan sungai dan pengerukan sedimen.

Kegiatan pengelolaan saluran irigasi yang dilakukan yaitu pelurusan Sungai Kuala Namu sepanjang ± 4.870 m pada tahun 2002 s.d 2003 yang meliputi kegiatan: pendalaman, pengerukan sedimen, dan pelebaran, pengerukan sedimen di bahu sungai dan penggalian tanah di bahu sungai (Abidi, 2011).

3. Rata-Rata Radiasi Matahari Kabupaten Deli Serdang

Menurut Sunu dan Wartoyo (2006), beberapa komponen faktor lingkungan yang penting dalam menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman di antaranya adalah : radiasi matahari, suhu, tanah, dan air. Intensitas radiasi matahari adalah jumlah energi matahari yang sampai pada suatu luasan tertentu dari suatu permukaan pada waktu tertentu. Radiasi matahari berhubungan dengan laju pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan (reseptivitas) bunga, dan aktivitas media penyerbukan (Khoiriyah, 2014).


(39)

Di daerah penelitian, rata-rata radiasi matahari digunakan untuk mengetahui nilai produksi beras bersih atau nilai potensi produksi padi per satuan luas lahan. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi surya juga sangat mempengaruhi hasil produksi tanaman padi. Radiasi matahari sendiri dipengaruhi oleh energi surya yang diterima serta lama penyinaran matahari setiap harinya atau biasa disebut panjang hari. Untuk wilayah Deli Serdang yang terletak pada posisi 2o57’

– 3o16’ LU, berdasarkan energi matahari yang masuk dan lama penyinarannya memiliki rata-rata radiasi matahari seperti tampak pada Tabel 3.

Radisasi matahari merupakan faktor penting dalam metabolisme tanaman yang mempunyai hijau daun, karena dapat dikatakan bahwa produksi tanaman dipengaruhi oleh tersedianya sinar matahari. Akan tetapi pada umumnya terjadi fluktuasi hasil panen (hasil fotosintesis) dari tahun ke tahun, hal tersebut dikarenakan faktor-faktor lain seperti curah hujan, suhu udara, hama penyakit dan lainnya turut mempengaruhi hasil panen (hasil fotosintesis) (Tjasjono, 1995). Pengaruh unsur cahaya pada tanaman tertuju pada pertumbuhan vegetatif dan generatif. Tanggapan tanaman terhadap cahaya ditentukan oleh sintesis hijau daun, kegiatan stomata (respirasi, transpirasi), pembentukan anthosianin, suhu dari organ-organ permukaan, absorpsi mineral hara, permeabilitas, laju pernafasan, dan aliran protoplasma (Jumin, 2008 dalam Khoiriyah, 2014). Secara teoritis, semakin besar jumlah energi yang tersedia akan memperbesar jumlah hasil fotosintesis.


(40)

4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Dalam suatu set sistem produksi terdapat suatu batas nilai maksimum produktivitas yang tidak dapat dilampaui tanpa merubah set sistem produk itu sendiri (Pusposutardjo, 1991). Hasil perhitungan nilai pertambahan berat kering tanaman padi (W) sebagai potensi produksi padi per satuan luas lahan selama 5 tahun terakhir disajikan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Potensi Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan Berdasarkan Berat Beras Bersih dan Berat Padi Giling

Tahun S (%) Rs

(kal/cm2 hari) W (kg/ha)

Wpadi kering giling (kw/ha)

2009 49 231,61 4342,69 86,85 2010 51,75 216,65 4062,19 81,24 2011 47,50 227,93 4273,69 85,47 2012 57,33 259,75 4870,31 97,41 2013 49,17 242,07 4538,81 90,78 Rataan 50,95 235,60 4417,54 88,35

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Tabel 4 menunjukkan nilai W sebagai nilai karbohidrat (fotosintesis) bersih yang dihasilkan per tahun. Jika nilai W ini dianggap sebagai berat beras maka dengan mengkonversikan 0,50 dari berat gabah kering giling akan diperoleh produksi padi kering giling per ha seperti ditunjukkan pada Tabel 4 kolom 5 diatas. Rata-rata produksi gabah kering bersih atau berat beras di wilayah Kabupaten Deli Serdang yaitu 4417,54 kg/ha atau setara dengan 44,18 kw/ha. Sementara, rata-rata potensi produksi padi kering giling yang dihasilkan yaitu 88,35 kw/ha.

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa potensi produksi padi tertinggi terjadi pada tahun 2012 yaitu sekitar 97,41 kw/ha padi kering giling. Sementara, pada


(41)

tahun lainnya potensi produksi padinya lebih rendah. Hal ini diakibatkan salah satunya oleh karena nilai Rs tertinggi yang terjadi pada tahun 2012.

5. Produktivitas Tanaman Padi

Produktivitas total adalah jumlah produksi total dalam satu tahun untuk satu satuan luas lahan, dinyatakan dalam kw/ha/tahun. Produktivitas tanaman padi sawah irigasi di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5. Produktivitas Total Tanaman Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun Luas Lahan

Sawah* (Ha)

Luas Panen*

(Ha) Produksi (Kw) Produktivitas (Kw/Ha) Puso** (Ha)

2009 45.534 74.737 3.895.970 52,13 190 2010 45.534 84.582 4.418.970 52,24 - 2011 45.612 84.286 4.455.980 52,87 1.067 2012 45.311 80.508 4.461.140 55,41 232 2013 42.482 79.741 4.484.630 56,24 2.219 Rataan 44.895 80.771 4.343.338 53,78 742 Keterangan: *Luas total (termasuk lahan non irigasi)

**Puso untuk lahan sawah total (dari lahan irigasi dan non irigasi)

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama 5 tahun terakhir (2009-2013) terjadi perkembangan terhadap kenaikan total produktivitas tanaman padi dimana nilai produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2013 yaitu 56,24 Kw/Ha. Dari tabel juga dapat dilihat bahwa kenaikan nilai produktivitas ini turut dipengaruhi oleh kenaikan nilai produksi atau dengan kata lain produktivitas berbanding lurus dengan total produksi. Sementara, luas panen pada tabel diatas tampak tidak sebanding dengan nilai produksi dan produktivitas totalnya. Hal ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 luasan panen padi menurun dari tahun sebelumnya yaitu hanya 79.741 Ha. Salah satu penyebab penurunan luas panen ini ialah angka kerusakan panen (puso) yang tinggi pada tahun 2013 (Tabel 5). Kerusakan panen (puso) di Deli Serdang sendiri menurut Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang


(42)

umumnya diakibatkan oleh kekurangan air baik di sawah tadah hujan maupun sawah irigasi serta penggunaan pupuk tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Asnawi dalam Varley (1993) yang menyatakan bahwa air irigasi tidak saja meningkatkan hasil produksi secara langsung tetapi juga memberikan respon tanaman terhadap pupuk kimia.

Kenaikan nilai produksi dan produktivitas padi ini dipengaruhi oleh kegiatan ekstensifikasi dan intensifikasi lahan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Dalam BPS Deli Serdang (2013) dinyatakan bahwa Pemkab Deli Serdang telah melakukan upaya perluasan lahan persawahan dan peningkatan produksi secara bertahap dengan konsisten.

Menurut Minardi (2009), pembangunan pertanian di Indonesia selama ini terfokus pada peningkatan produksi pangan, terutama beras (Manuwoto, 1991), sehingga sebagian besar dana dan daya telah dialokasikan untuk program-program seperti intensifikasi, jaringan-jaringan pengairan dan pencetakan sawah. Usaha intensifikasi pertanian di lahan sawah lebih efektif apabila dibandingkan dengan lahan kering, sehingga wajar kalau lahan sawah memberikan sumbangan yang paling besar terhadap tingginya peranan subsektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian. Dalam Setyorini et al. (2013) juga dinyatakan bahwa melalui berbagai kegiatan intensifikasi seperti Bimas (bimbingan massal), Insus (intensifikasi khusus), Inmas, Inmun, Opsus (Operasi khusus) dan supra Insus dapat diproduksi padi dengan laju peningkatan rata-rata sebesar 6,9% per tahun.


(43)

6. Luas dan Perkembangan Lahan Irigasi

Pada Tabel 5 dapat dilihat perkembangan luas lahan baik luas tanam maupun luas panen cenderung terjadi penurunan atau pengurangan luas setiap tahunnya. Selisih antara luas tanam dan luas panen terbesar pada tahun 2009 yaitu mencapai 10.672 Ha yang turut mempengaruhi penurunan produksi total tanaman padi pada tahun tersebut. Penurunan luas lahan ini dipengaruhi oleh adanya konversi lahan, baik konversi untuk lahan perkebunan maupun konversi lahan untuk pembuatan bangunan. Mengingat letak strategis Deli Serdang dan pertumbuhan penduduk yang turut mempengaruhi pengembangan wilayah perkotaan, maka bukan tidak mungkin penurunan lahan ini akan terus terjadi hingga tahun-tahun berikutnya. Dalam Minardi (2009) dinyatakan bahwa pada periode 1999-2002 terjadi pengurangan lahan sawah sebesar 563.156 ha di seluruh Indonesia, karena alih fungsi. Untuk memenuhi kebutuhan pangan luas lahan sawah yang diperlukan pada tahun 2010 sekitar 9,29 jt ha (Nasution, 2004 dalam Minardi 2009).

Menurut Pusposutardjo (1991) dinyatakan bahwa luas lahan irigasi ialah luas lahan yang dirancang untuk dapat diberi air irigasi di dalam suatu daerah irigasi (DI). Berdasarakan hasil penelitian, diperoleh data perkembangan luas lahan irigasi Kabupaten Deli Serdang dari tahun 2009-2013 seperti tampak pada Tabel 6, Gambar 2 dan Gambar 3.


(44)

Tabel 6. Perkembangan Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang Tahun Luas Lahan Irigasi (Ha) Irigasi Teknis (Ha) Irigasi Semi Teknis (Ha) Irigasi Sederhana (Ha) Jaringan Irigasi Desa (Non PU)

Nisbah Lahan I. Teknis / I. Semi

Teknis dan Sederhana (Ha)

2009 26.075 1.172 14.623 2.424 7.856 0,069 2010 26.042 1.172 14.623 2.457 7.790 0,069 2011 26.180 1.172 14.856 2.639 7.513 0,067 2012 26.627 1.168 15.061 2.639 7.699 0,066 2013 23.718 1.168 15.061 2.639 4.855 0,066 Rataan 25.728 1.170 14.791 2.560 7.143 0,067

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Gambar 2 menunjukkan grafik nisbah antara luas lahan irigasi teknis dengan semi teknis dan sederhana sebagai perubahan klas irigasi di Kabupaten Deli Serdang.

Gambar 2. Perubahan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

Gambar 3 menunjukkan perkembangan luas lahan sawah dan luas produksi padi dengan indeks pertanaman 2x setahun di Kabupaten Deli Serdang. Dari Gambar 3 dapat dilihat grafik perbandingan luas tanam dengan luas produksi padi di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2009-2014. Data grafik ini dapat dilihat pada Tabel 5 kolom 2 dan kolom 3. Jika angka ini dibandingkan dengan

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 20000

2009 2010 2011 2012 2013

L ua s Irig a si ( H a ) Tahun Irigasi Teknis

Irigasi Semi Teknis dan Sederhana


(45)

Tabel 6 kolom 2 maka dapat dilihat perbandingan antara luas lahan irigasi dengan lahan non irigasi. Dari perbandingan ini tampak bahwa lahan yang belum mendapat irigasi masih cukup luas. Namun, secara keseluruhan lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang merupakan lahan irigasi, baik teknis, semi teknis, sederhana maupun irigasi desa (non PU).

Gambar 3. Perkembangan Luas Lahan Sawah dan Lahan Irigasi 2009-2013

Luas dan perkembangan lahan irigasi juga dapat digambarkan melalui indeks tanam padi serta perkembangan jaringan irigasi yang digunakan dalam usaha tani seperti tampak pada Tabel 7.

Tabel 7. Keadaan Potensi Lahan Sawah untuk Budidaya Padi di Kabupaten Deli Serdang

Tahun

Luas Lahan Irigasi (Ha)

Teknis Semi Teknis Sederhana

Ditanami Padi

1x 2x 3x 1x 2x 3x 1x 2x 3x 2009 454 688 30 - 14.388 160 100 2.324 - 2010 454 684 30 - 14.388 160 - 2457 - 2011 454 684 30 1.052 13.567 160 - 2.639 - 2012 454 684 30 75 14.499 160 100 2.488 - 2013 454 684 30 75 14.499 160 100 2.488 - Rataan 454 685 30 240 14268 160 60 2479 -

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014) 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000 45000 50000

2009 2010 2011 2012 2013

L ua s L a ha n da n P ro du k si (H a ) Tahun

Luas Lahan Sawah Luas Lahan Irigasi


(46)

Dari Tabel 7 tampak perbandingan masa tanam 1x, 2x dan 3x tanam dalam setahun. Baik irigasi teknis, semi teknis maupun sederhana lebih didominasi oleh indeks 2x tanam setahun. Untuk irigasi teknis dan semi teknis, beberapa daerah telah mencapai IP 3x setahun. Namun, untuk irigasi sederhana masih belum mampu mencapai IP 3x setahun. IP rata-rata 2x setahun telah menunjukkan kemajuan Kabupaten Deli Serdang dalam mengelola lahan irigasinya. Namun, beberapa daerah yang memiliki IP 1x setahun masih perlu adanya pengembangan jaringan irigasi untuk meningkatkan IP nya menjadi 2x setahun. Pengembangan IP ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas jaringan irigasi yang ada, memperbaiki sistem pergiliran air, serta pengelolaan tanah yang lebih baik.

Dari tabel 5, indeks pertanaman padi di Kabupaten Deli Serdang dengan rata-rata luas panen 80.771 Ha dan luas lahan sawah 44.895 adalah 1,8. Hal ini menurut Sumono (2012) menginfirmasikan bahwa lahan sawah beririgasi tersebut secara umum belum dapat melakukan panen dua kali dalam setahun, karena keterbatasan air. Varley (1993) juga mengemukakan bahwa pembangunan kemajuan fisik irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasi. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam penyaluran dan pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air tidak merata serta jadawal giliran pemakaian air yang tidak tertib.

Perbandingan antara luas lahan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana dapat dilihat pada Gambar 4.


(47)

Gambar 4. Perbandingan Luas Klas Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

Jaringan irigasi yang paling dominan digunakan di wilayah Kabupaten Deli Serdang ialah jaringan irigasi semi teknis, dimana perbandingan antara jaringan irigasi teknis, semi teknis dan sederhana masing-masing 1:15:2 (seperti ditunjukkan Tabel 7 dan Gambar 4. Biaya pembangunan jaringan irigasi serta perawatannya yang cenderung mahal serta kesulitan teknis kontruksi yang terus meningkat sebagai keterbatasan air dan lahan turut mempengaruhi perkembangan jaringan irigasi ini. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan program intensifikasi lahan sawah melalui perbaikan pengelolaan air irigasi dengan pembangunan jaringan irigasi teknis, seperti bendung, intake, dll sangat diperlukan guna meningkatkan kualitas jaringan irigasi di Kabupaten Deli Serdang.

454 685 240 60

14268

2479

30 160 0

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

I. Teknis I. Semi Teknis I. Sederhana

L ua s T a na m ( H a ) Klas Irigasi 1x tanam 2x tanam 3x tanam


(48)

Gambar 5. Perkembangan Klas Lahan Irigasi di Kabupaten Deli Serdang

7. Nisbah antara Luas Lahan Panen dengan Luas Lahan Irigasi

Nisbah antara luas lahan panen dengan luas lahan irigasi digunakan sebagai petunjuk kemampuan pelayanan jaringan irigasi sebagai sarana budidaya padi di lahan sawah. Menurut Pusposutardjo (1991), perkembangan pelayanan jaringan irigasi dapat dilihat dari perkembangan luas panen. Untuk wilayah Deli Serdang, perkembangan luas panen dan tanam padi sawah total (baik irigasi maupun non irigasi) dapat dilihat pada Tabel 5 kolom 2 dan 3. Jika dibandingkan antara luas panen dengan luas lahan irigasi, maka akan diperoleh data perbandingan luas untuk 5 tahun terakhir masing-masing 1,6; 1,9; 1,8; 1,8; 1,9. Perkembangan nisbah ini dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar 2 juga dapat dilihat perbandingan luas lahan sawah total dengan luas lahan irigasi di Kabupaten Deli Serdang.

Jika diperhatikan, selama 5 tahun terakhir terjadi peningkatan pelayanan irigasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang. Namun, nisbah antara luas lahan

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

2009 2010 2011 2012 2013

Nis ba h ( R a tio ) Tahun

Nisbah Lahan I. Teknis/Semi Teknis dan Sederhana


(49)

panen dengan luas lahan irigasi di wilayah Kabupaten Deli Serdang masih dibawah 2,0. Ini menunjukkan bahwa sasaran 2x tanam padi dalam setahun di lahan sawah irigasi masih belum tercapai secara maksimal. Hal ini dapat disebabkan oleh debit air kurang, manajemen irigasi yang kurang baik, serta efisiensi irigasi yang masih rendah. Menurut Sumono (2012), perbaikan manajemen irigasi padi sawah untuk meningkatkan efisiensi irigasi dapat dilakukan dengan meningkatkan daya dukung irigasi dan pemahaman watak tanaman yang tercermin dari aktivitas biologis periodik padi sawah sesuai dengan fase-fase pertumbuhannya yang dipengaruhi oleh faktor iklim wilayah.

Dalam Sumono (2012) juga dinyatakan perbaikan manajemen irigasi ini diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan air tanaman padi sawah dan dampaknya terhadap kelestarian daya dukung lingkungan. Sementara upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya dukung irigasi, antara lain: perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, irrinase (keserasian antara irigasi dan drainase), jadwal pergiliran air yang merata serta perbaikan teknik irigasi untuk meningkatkan efisiensi irigasi.

8. Keandalan Jaringan Irigasi Berdasarkan Kerusakan Areal Panen

Berdasarakan nisbah antara luas panen dengan luas lahan irigasi di Kabupaten Deli Serdang menunjukkan nilai fluktuasi yang mengarah pada keandalan jaringan irigasi untuk stabilisasi produk padi sawah di wilayah tersebut. Selain itu, keandalan jaringan irigasi juga dapat ditunjukkan dari fluktuasi luas kerusakan panen yang terjadi selama 5 tahun terakhir. Kerusakan panen (Puso) padi yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang dapat dilihat pada Tabel 5 kolom 5.


(50)

Menurut Kepala Bagian Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, Puso ini disebabkan oleh kekeringan yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten Deli Serdang. Faktor hama penyakit juga turut mempengaruhi tingkat kerusakan panen ini, namun tidak sebesar angka kerusakan yang diakibatkan oleh kekeringan. Sementara, kekeringan umumnya terjadi pada lahan sawah tadah hujan.

Jika dilihat Tabel 5 diatas, angka kerusakan panen yang terjadi masih sangat tinggi. Hal ini menunjukkan keandalan jaringan irigasi untuk menunjang produksi padi sawah masih perlu ditingkatkan.

Keadaan jaringan irigasi di daerah Kabupaten Deli Serdang juga dapat diperlihatkan dari angka perubahan luas lahan irigasi yang dibudidayakan 1x, 2x bahkan 3x setahun. Tabel 7 menunjukkan luas lahan sawah yang dapat dibudidayakan 2x setahun umumnya meningkat, meskipun ada beberapa tahun yang mengalami penyusutan luas 2x tanam setahun. Bahkan pada beberapa irigasi teknis dan setengah teknis di daerah ini, padi juga telah dibudidayakan 3x setahun, meskipun perkembangannya tidak sebesar pembudidayaan 2x setahun.

Kondisi infrastruktur pertanian di Kabupaten Deli Serdang yang menggambarkan keadaan dan keandalan jaringan irigasi di wilayah ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kondisi Infrastruktur Pertanian di Kabupaten Deli Serdang

No Uraian Volume

Rusak

Capaian s/d 2013

Volume Perlu Perbaikan

Rencana Perbaikan

Ta. 2014

1 Jalan Usaha Tani (km) 142,5 74,04 68,46 12 2 Jaringan Irigasi Desa (ha) 5.850 3.500 2.350 500 3 Jaringan Irigasi Tingkat

Usaha Tani (ha) 21.425 15.747,4 5.677,6 3.000


(51)

Dari Tabel 8, beberapa kerusakan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang baik Jaringan Usaha Tani (JUT), Jaringan Irigasi Desa (JID), maupun Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) tidak dilakukan perbaikan sepenuhnya, melainkan bertahap. Jumlah volume perbaikan ini bergantung pada anggaran dana dari pemerintah. Dimana, untuk setiap kerusakan maupun perawatan infrastruktur pertanian ini telah disediakan jumlah anggaran tertentu.

9. Aras Pencapaian Produksi Padi

Aras pencapaian produksi padi merupakan target pencapaian produksi padi untuk menunjukkan tingkat produksi padi dan efisiensi penerapan teknologi (manajemen irigasi). Berdasarkan nilai potensi produksi padi per satuan luas lahan di Kabupaten Deli Serdang, dengan membandingkan angka produktivitas padi lapangan per hektar diperoleh aras pencapaian produksi padi seperti pada Tabel 9.

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai aras pencapaian produksi padi di Deli Serdang masih kurang dari 90%. Dalam Pusposutardjo (1991) dinyatakan

bahwa jika aras pencapaian produksi padi mencapai ≥ 90% maka nilai produksi

padi sangat tinggi dan penerapan teknologi sangat efisien. Aras pencapaian produksi padi rata-rata dari 5 tahun terakhir yaitu 61 % dengan aras pencapaian tertinggi terjadi pada tahun 2010 yaitu 64,30% (masih < 90%). Hal ini menunjukkan bahwa aras pencapaian produksi padi belum mencapai maksimal sehingga diperlukan adanya perbaikan teknologi guna meningkatkan angka produksi tahunannya.

Pusposutardjo dan Susanto (1993) dalam Sumono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan derajat irigasi, manajemen irigasi yang baik apabila derajat irigasi mencapai > 90%, perbaikannya hanya dilakukan dengan meningkatkan


(52)

efisiensi irigasi. Kondisi ini telah dicapai di Pulau Jawa dan Madura. Sementara untuk diluar Pulau Jawa seperti Sumatera yang memiliki aras rata-rata < 90% (± 60%), selain efisiensi irigasi, juga perlu dilakukan perbaikan dengan meningkatkan pengetahuan petani dan petugas lapang.

Pengetahuan petani menurut Rosmayati (2012) dapat diupayakan dengan membimbing petani, seperti: menekan biaya yang tidak perlu dimana petani dituntut untuk professional dalam menghitung modal dan keuntungan usahanya, meningkatkan mutu produksi dengan melakukan tindakan tepat agar mendapat harga yang wajar, membuat kelompok-kelompok tani (GAPOKTAN) dan mendirikan koperasi untuk mengurangi kesulitan permodalan. Sementara menurut Sumono (2012), peningkatan pengetahuan petani dapat dilakuakn melalui: pembinaan terhadap organisasi petani yang ada seperti kelompok tani, P3A dan KUD serta mengaktifkan kembali petugas penyuluh lapangan dan petugas penyuluh lapangan spesial.

Tabel 9. Aras Pencapaian Produksi Padi Per Satuan Luas Lahan

Tahun Wpadi giling

(ku/ha)

Produktivitas

(ku/ha) Aras (%)

2009 86,85 52,13 60,02

2010 81,24 52,24 64,30

2011 85,47 52,87 61,87

2012 97,41 55,41 56,88

2013 90,78 56,24 61,95

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang (2014)

Diluar Jawa seperti Sumatera menurut Pusposutardjo (1991) masih mempunyai potensi untuk perluasan areal, dan sumber daya air masih yang dapat dikembangkan relatif masih banyak, pengembangan irigasi dapat mengarah pada dua sasaran yaitu perluasan areal pelayanan dan peningkatan mutu pelayanan irigasi yang diupayakan dengan meningkatkan klas irigasi.


(53)

Pada Tabel 9 tampak fluktuasi aras pencapaian produksi padi yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang, dimana pada tahun 2011/12 telah terjadi penurunan aras pencapaian atau target produksi dengan selisih sekitar 5%. Hal ini berkaitan penerapan teknologi seperti bangunan irigasi, bendung, saluran irigasi, dll yang telah mengalami penurunan fungsi dan penerapannya tidak lagi efektif dalam menunjang stabilitas produksi padi irigasi.

Penurunan fungsi teknologi ini juga menunjukkan keandalan fungsional jaringan irigasi yang masih perlu ditingkatkan . Hal ini sesuai dengan pernyataan Varley (1993) yang menyatakan bahwa kemajuan pembangunan fisik jaringan irigasi di Indonesia tidak diimbangi dengan kemajuan manajemen irigasinya. Kenyataan di lapangan banyak jaringan irigasi yang tidak berfungsi dengan baik, terjadi kebocoran dalam pemberian air, lemahnya perawatan dan pemeliharaan jaringan irigasi, distribusi air yang tidak merata serta jadwal penggiliran pemakaian air yang tidak tertib.


(54)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari total wilayahnya, 85,13% wilayah Deli Serdang merupakan wilayah pertanian dan perkebunan dengan luas lahan persawahan yaitu 44.444 Ha (18.56 %)

2. Berat produksi beras bersih menunjukkan nilai potensi produksi padi per satuan luas lahan di Kabupaten Deli Serdang selama 5 tahun terakhir berturut-turut yaitu 43,43 ku/ha; 40,62 ku/ha; 42,74 ku/ha; 48,70 ku/ha; 45,39 ku/ha menunjukkan fluktuasi yang cukup besar dimana terjadi penurunan produksi pada tahun 2009/10 dan 2012/13, sementara tahun 2011/12 terjadi lonjakan produksi sangat tinggi.

3. Hasil konversi nilai produksi beras bersih menjadi berat padi kering giling sebagai nilai W teoritis untuk menentukan aras pencapaian produksi padi di Kabupaten Deli Serdang selama 5 tahun terakhir masing-masing 86,85 ku/ha; 81,24 ku/ha; 85,47 ku/ha; 97,41 ku/ha; dan 90,78 ku/ha.

4. Dengan membandingkan nilai produktivitas padi di lapangan dengan nilai W teoritis maka diperoleh aras pencapaian produksi padi selama 5 tahun terakhir yaitu 60,02 %; 64,30 %; 61,87 %; 56,88 %; dan 61,95 % dengan rata-rata nilai 61%

5. Aras pencapaian produksi padi di Kabupaten Deli Serdang masih berada di

bawah target maksimal (≤ 90%) sehingga masih diperlukan adanya perbaikan jaringan irigasi serta penerapan teknologi yang lebih efisien sehingga untuk kedepannya target produksi dapat dicapai secara maksimal.


(55)

Saran

1. Perlu dilakukan pengukuran data lapangan (primer) untuk membandingkan keakuratan data dinas (sekunder)

2. Diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan pengukuran efisiensi irigasi serta persiapan data yang lebih lengkap agar hasil penelitian lebih akurat


(56)

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1990. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.

Abidi, M., 2011. Irigasi Partisipatif Deli Serdang. http://deliserdangkab.go.id [diakses tanggal 3 Juni 2014]

Anonimous, 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Sawah.

Tinjauan Pustaka. http://repository.ipb.ac.id [diakses tanggal 7 Desember 2013]

Asnawi, S., 1988. Peranan dan Masalah Irigasi dalam Mencapai dan Melestarikan Swasembada Beras. Didalam Varley, R. C. G., 1993. Masalah dan Kebijakan Irigasi. Pengalaman Indonesia, LP3ES.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Sampali, 2014. Pelayanan Jasa Informasi Radiasi Matahari Daerah Sampali dan Sekitarnya. BMKG Sampali, Medan.

Balai Penelitian Tanaman Pangan Subang dan S. Mariam, 2013. Padi (Oriza Sativa). http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id [diakses tanggal 7 Desember 2013] Badan Pusat Statistik Deli Serdang, 2013. Deli Serdang Lumbung Padi Sumatera

Utara. http://www.setkab.go.id [diakses tanggal 5 Desember 2013] Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta.

Hermanto, B., 2013. Analisis Fungsi Produksi Usaha Tani Padi Sawah Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Untuk Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Deli Serdang. http://www.umn.ac.id [diakses tanggal 10 Desember 2013]

Hutasuhut, F. E., 2011. Tinjauan Pustaka: Gambaran Umum Kabupaten Deli Serdang. http://repository.usu.ac.id [diakses tanggal 3 Juni 2014]

Islami, T., dan W. H. Utomo, 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Israelsen, O. W., and V. E. Hansen, 1985. Irrigation Principle and Practice. John Wiley & Sons, Inc., New York – London – Sydney.

Kheong, C. K., B. R. Hewitt, Shu Y. C., K. T. Joseph, and C. N. Williams, 1970. Modern Agriculture For Tropical School. Oxford University Press, Malaysia.

Khoiriyah, A. N., 2014. Cahaya dan Fungsinya Bagi Tanaman. http://blog.ub.ac.id [diakses tanggaln 7 Juni 2014]


(57)

Minardi, 2009. Optimalisasi Pengolahan Lahan Kering untuk Pengembangan Pertanian Tanaman Pangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Noor, M., 1996. Padi Lahan Marjinal. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prastowo, 1995. Kriteria Pengembangan Irigasi Sprinkle dan Drip. Di Dalam Susanto, E., editor. 2006. Teknik Irigasi dan Drainase. USU Press, Medan.

Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, 2009. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Deli Serdang 2009-2014. http://www.deliserdangkab.go.id [diakses tanggal 3 Juni 2014]

Pusposutardjo, S., 1991. Analisis Tinjau (Reconaissance Analysis) Potensi Sistem Irigasi Indonesia Untuk Mendukung Swasembada Beras. Jurnal Teknik Pertanian hal: 10-27. Perhimpunan Teknik Pertanian, Bogor.

Pusposutardjo, S., 2001. Pengembangan Irigasi, Usaha Tani Berkelanjutan dan Gerakan Hemat Air. Departemen Pendidikan Nasional, Yogyakarta. Rosaline, H., I. Kridasantausa dan Winskayati, 2012. Kajian Pemanfaatan Irigasi

Air Tanah Pada Sawah Tadah Hujan Tanaman Padi Metode Sri Di Desa Girimukti, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat. http://www.ftsl.itb.ac.id [diakses tanggal 5 Desember 2013]

Rosmayati, 2012. Inkonsistensi Kebijakan Pemerintah dan Pokok-Pokok Pikiran Dalam Membangun Ketahanan Pangan. Jurnal: Pemikiran Guru Besar Universitas Sumatera Utara Dalam Pembangunan Nasional. Hal: 205-211. Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rusydatulhal, 2004. Analisis Keragaan Teknis Dan Ekonomis Irigasi Gravitasi Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Ramonia Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sembiring, H., dan Daniel, M., 2003. Prospek pengembangan pengelolaan tanaman terpadu padi sawah di Sumatera tahun 2009. Di Dalam Hermanto, B., editor. 2013. Analisis Fungsi Produksi Usaha Tani Padi Sawah Dan Pengaruhnya Terhadap Produksi Domestik Regional Bruto (PDRB) Untuk Pengembangan Wilayah Di Kabupaten Deli Serdang. http://www.umn.ac.id [diakses tanggal 10 Desember 2013]

Sembiring, H., 2011. Pengembangan dan Implementasi Sistem Cerdas Pada Tanaman Padi Sawah Berbasis Precision Farming. Mendukung Surplus 10 Juta Ton Beras Tahun 2014. Badan Penelitian Pertanian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian.


(58)

Sumono, 2012. Meningkatkan Daya Dukung Irigasi dan Pemahaman Aktivitas Biologis Periodik Tanaman Padi Sawah Menuju Pertanian Presisi Dalam Upaya Memantapkan Swasembada Beras. Jurnal: Pemikiran Guru Besar Universitas Sumatera Utara Dalam Pembangunan Nasional. Hal: 212-219. Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Medan.

Suprayono dan A. Setyono, 1997. Mengatasi Permasalahan Budidaya Padi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tjasjono B., 1995. Klomatologi Umum. Penerbit ITB, Bandung.

Varley, R. C. G., 1993. Masalah dan Kebijakan Irigasi. Pengalaman Indonesia, LP3ES.

Wahyunto, 2009. Bercocok Tanam Padi Sawah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wirawan, 1991. Pengembangan dan Pemanfaatan Irigasi. Di Dalam Rusydatulhal, editor. 2004. Analisis Keragaan Teknis Dan Ekonomis Irigasi Gravitasi Padi Sawah Pada Jaringan Irigasi Ramonia Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara, Medan.


(59)

Lampiran 1. Flowchart Pelaksanaan Penelitian Mulai Data Sekunder Data Primer Kuantitatif Deskriptif Pengggambaran kondisi luasan lahan sawah, luasan lahan irigasi, luas panen dan

produktivitas lahan padi

Perhitungan lama waktu pertumbuhan atau waktu pengisian bulir padi hingga panen

Rerata radiasi matahari

Potensi produksi padi per satuan luas lahan Perkembangan lahan irigasi dan nisbah antara luas panen dengan luas lahan

irigasi Pengkajian

keandalan jaringan irigasi

Penentuan nilai potensi produksi padi dalam aras pencapaian maksimal

Penentuan Lokasi Penelitian

Pengumpulan Data


(60)

Lampiran 2. Perhitungan Potensi Produksi Padi per Satuan Luas Lahan

1. ⁄

⁄ ⁄

2. ⁄

⁄ ⁄

3. ⁄

⁄ ⁄


(61)

4. ⁄

⁄ ⁄

5. ⁄

⁄ ⁄

Keterangan:

W’ = konversi padi kering giling (W / 0,5)

Eu = koefisien konversi energi surya (berdasarkan tetapan Yoshida, 1983 sesuai varietas padi, 0,025 untuk varietas unggul)

K = tetapan (4000 kal/g)

T = lama waktu pertumbuhan, fase vegetative padi (berdasarkan survey beberapa petani)


(1)

Lampiran 8. Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang selama Lima Tahun Terakhir

Tahun Jan –Apr Mei -Ags Sep -Des Total Jan - Des

Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha) Produksi (ton) Produktivitas (kw/ha)

2009 178127 52,15 47996 52,22 163474 52,09 389597 52,13

2010 227435 52,17 57887 52,36 156576 52,31 441897 52,24

2011 220868 50,58 73763 55,67 150967 55,16 445598 52,87

2012 216521 52,71 97134 59,59 132459 57,25 446114 55,41


(2)

Lampiran 9. Luas Puso Padi Sawah (Ha) di Kabupaten Deli Serdang selama Lima Tahun Terakhir

Tahun Bulan Total

Jan-Des

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

2009 - - 190 - - - 190

2010 - - - -

2011 121 - - - 115 - - 800 - 31 1067

2012 1 - - - 172 - 19 11 29 - 232


(3)

Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian

A. Salah Satu Bendung Irigasi di Kabupaten Deli Serdang


(4)

(5)

(6)