Model Matematika Penyebaran DBD Tipe SIR dan Simulasinya

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN DBD TIPE SIR
DAN SIMULASINYA

ASMAIDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Matematika
Penyebaran DBD Tipe SIR dan Simulasinya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014

Asmaidi
NIM G551120111

RINGKASAN
ASMAIDI. Model Matematika Penyebaran DBD Tipe SIR dan Simulasinya.
Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan ENDAR HASAFAH NUGRAHANI.
Pada tulisan ini dikembangkan model matematika penyebaran demam
berdarah dengue (DBD) tipe SIR, di mana SIR merupakan singkatan dari
susceptible (S), infected (I) dan recovered (R). Model matematika tersebut
dikontruksi dari model yang dikembangkan oleh Massad et al. (2011) dan Amaku
et al. (2013). Pada kedua model tersebut terdapat tiga asumsi, yaitu laju
perpindahan nyamuk laten menjadi nyamuk terinfeksi, produksi telur nyamuk dan
faktor suhu yang digunakan dalam penetasan telur nyamuk. Berdasarkan asumsi
yang terdapat pada kedua model tersebut, maka model matematika tipe SIR
dimodifikasi dengan mengasumsikan laju perpindahan nyamuk laten menjadi
nyamuk terinfeksi tidak melibatkan waktu tunda. Dalam hal produksi telur
nyamuk, telur nyamuk sehat diproduksi oleh nyamuk rentan dan nyamuk
terinfeksi, sedangkan telur nyamuk terifeksi hanya diproduksi oleh nyamuk
terinfeksi. Selain itu, dalam memproduksi nyamuk rentan dan nyamuk terinfeksi
dari telur-telurnya digunakan faktor suhu konstan.

Pada model matematika tipe SIR modifikasi, ditentukan titik tetap.
Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan masing-masing titik tetap dengan
mempertimbangkan bilangan reproduksi dasar ℛ0 . Bilangan reproduksi dasar
merupakan nilai harapan banyaknya infeksi setiap satuan waktu. Jika ℛ0 < 1,
maka rata-rata setiap individu terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu
individu baru, sehingga penyakit tidak akan menyebar. Jika ℛ0 > 1, maka ratarata setiap individu terinfeksi akan menginfeksi lebih dari satu individu baru,
sehingga penyakit akan menyebar. Untuk menunjukkan perilaku populasi pada
kondisi ℛ0 < 1 dan ℛ0 > 1, maka dilakukan simulasi. Selain itu, simulasi juga
dilakukan untuk melihat pengaruh laju kematian nyamuk terhadap penyebaran
penyakit.
Dalam penelitian ini diperoleh dua titik tetap, yaitu titik tetap tanpa
penyakit (disease-free equilibrium) dan titik tetap endemik (endemic equilibrium).
Populasi manusia, nyamuk dan telur nyamuk stabil di sekitar titik tetap tanpa
penyakit ketika ℛ0 < 1 dan stabil di sekitar titik tetap endemik ketika ℛ0 > 1.
Hasil simulasi juga menunjukkan, bahwa peningkatan laju kematian nyamuk
dapat menurunkan bilangan reproduksi dasar, sehingga membantu menekan laju
penyebaran penyakit. Meningkatnya laju kematian nyamuk juga memberi
pengaruh pada masing-masing populasi. Adapun pengaruh yang terjadi pada
populasi manusia, yaitu populasi manusia rentan mengalami peningkatan,
sedangkan populasi manusia sembuh berkurang. Untuk populasi manusia

terinfeksi, pada awal simulasi populasi tersebut berkurang, akan tetapi pada akhir
simulasi jumlahnya sama. Pengaruh yang terjadi pada populasi nyamuk, yaitu
populasi nyamuk rentan pada awal simulasi meningkat, akan tetapi pada akhir
simulasi populasi tersebut jumlahnya sama. Untuk populasi nyamuk laten dan
nyamuk terinfeksi, pada awal simulasi berkurang, akan tetapi pada akhir simulasi
jumlah masing-masing populasi tersebut sama. Pengaruh yang terjadi pada
populasi telur nyamuk, yaitu populasi telur nyamuk sehat meningkat pada awal
simulasi, akan tetapi pada akhir simulasi jumlah populasi tersebut sama. Untuk

populasi telur nyamuk terinfeksi, pada awal simulasi berkurang, akan tetapi pada
akhir simulasi jumlahnya sama.
Kata kunci: bilangan reproduksi dasar, model matematika, titik tetap endemik,
titik tetap tanpa penyakit, simulasi numerik

SUMMARY
ASMAIDI. Mathematical Model of Dengue Transmission of SIR Type and Its
Simulation. Supervised by PAIAN SIANTURI and ENDAR HASAFAH
NUGRAHANI.
This paper presents a mathematical model of transmission of dengue
hemorrhagic fever (DHF) of SIR type, where SIR is an abbreviation of susceptible

(S), infected (I) and recovered (R). The presented mathematical model is a
modification based on the models developed by Massad et al. (2011) and Amaku
et al. (2013). There are three assumptions were considered, the rate of
displacement of latent mosquitoes become infected, mosquito eggs production and
temperature factor in mosquito eggs hatching. The modified assumptions is: the
rate of displacement of latent mosquitoes to become infected mosquitoes does not
involve a time delay. In the case of mosquito eggs production, non-infected eggs
are produced by infected mosquitoes and susceptible mosquitoes, while the
infected eggs are only produced by infected mosquitoes. Moreover, a constant
temperature factor is assumed in egg production of susceptible and infected
mosquitoes.
This research aims to analyze the modified mathematical model. First step
is to obtain the fixed points, then analyze the stability of each fixed point by
considering the basic reproduction number ℛ0 . The basic reproduction number
is the expected value of infections per unit of time. The number is considered as a
benchmark of disease transmission in the population. If ℛ0 < 1, then on average
each infected individual will be infecting less than one newly individual, so that
the disease will disappear. If ℛ0 < 1, then on average each infected individual
will generate more than one newly infected individuals, so that the disease will
spread. To demonstrate the behavior of each population on the condition ℛ0 < 1

and ℛ0 > 1, a simulation study is performed. In addition, the simulation is also
conducted to see the effect of mosquito mortality rate against the spread of
disease.
In this paper there are two fixed points of the model, namely disease-free
equilibrium and endemic equilibrium. Human population, mosquitoes and
mosquito eggs are stable when ℛ0 < 1 and stable when ℛ0 > 1. The simulation
results also showed that the increase in mosquito mortality rate could decrease of
the basic reproduction number, thus helping to reduce the rate of spread of disease.
Increased mortality rate of mosquitoes also give some influence on each
population. The effect that occurs in the human population, the susceptible human
population has increased, while the recovered human population decreased. For
the infected human population, at the beginning of the simulation the population
decreased but at the end of the simulation the population level is same. Effect
occurs in the mosquito population, susceptible mosquito populations at the
beginning of the simulation increased, but at the end of simulation the population
level is same. For infected mosquito and latent mosquito populations, at the
beginning of the simulation was decreased, but at the end of simulation the
population level is same. Effect occurs in the mosquito eggs population, the noninfected eggs population increased at the beginning of the simulation, but at the
end of the simulation the population level is same. For the infected eggs


population, at the beginning of the simulation was decreased, but at the end of the
simulation the population level is same.
Key words: the basic reproduction number, mathematical model, endemic
equilibrium, disease-free equilibrium, numerical simulations

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN DBD TIPE SIR
DAN SIMULASINYA

ASMAIDI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Jaharuddin, MS

Judul Tesis : Model Matematika Penyebaran DBD Tipe SIR dan Simulasinya
Nama
: Asmaidi
NIM
: G551120111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Paian Sianturi
Ketua

Dr Ir Endar H Nugrahani, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Jaharuddin, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Agustus 2014


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
pemodelan matematika, dengan judul Model Matematika Penyebaran DBD Tipe
SIR dan Simulasinya.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan
dari kedua pembimbing sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Paian Sianturi selaku ketua
pembimbing dan Ibu Dr Ir Endar H Nugrahani, MS selaku anggota pembimbing.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc selaku Rektor Institut Pertanian Bogor.
2. Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
3. Dr Jaharuddin, MS selaku Ketua Program Studi Matematika Terapan dan

selaku penguji luar komisi pembimbing.
4. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika Institut
Pertanian Bogor.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor Beasiswa
Unggulan.
6. Ayah, ibu (Alm), seluruh keluarga dan Silvi Prisha Bahri terima kasih atas
segala doa dan kasih sayangnya sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi
di Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor.
7. Sanusi, M. Usman, Zulfiqar Busra, Rinancy Tumilaar dan Sri Lestari M terima
kasih atas doa, saran dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis dalam
menyelesaikan karya ilmiah ini.
8. Seluruh mahasiswa Program Studi S2 Matematika Terapan Institut Pertanian
Bogor khususnya angkatan tahun 2012.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan
kepada penulis senantiasa mendapat balasan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014
Asmaidi


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan Diferensial Linear
Sistem Persamaan Diferensial
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Pelinearan
Titik Tetap dan Kestabilan Titik Tetap
Kriteria Routh-Hurwitz
Bilangan Reproduksi Dasar ℛ0

2
2
2
3
4
4
5
6

3 MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DEMAM
BERDARAH
Penyebaran Virus DBD
Penelitian Terdahulu
Diagram Kompartemen Modifikasi

6
6
7
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Titik Tetap
Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar
Kestabilan Titik Tetap
Perilaku Populasi untuk Kondisi ℛ0 < 1
Perilaku Populasi untuk Kondisi ℛ0 > 1
Simulasi Laju Kematian Nyamuk

13
13
14
15
18
20
21

5 SIMPULAN

24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Parameter pada diagram kompartemen Massad et al. (2011) dan
Amaku et al. (2013)
Sifat kestabilan titik tetap
Nilai parameter pada model modifikasi
Nilai ℛ0 dengan parameter �� ditingkatkan dan parameter lain tetap

11
17
18
22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Diagram kompartemen Massad et al. (2011)
Diagram kompartemen Amaku et al. (2013)
Diagram kompartemen Modifikasi
Perilaku populasi manusia ketika ℛ0 < 1
Perilaku populasi nyamuk ketika ℛ0 < 1
Perilaku populasi telur nyamuk ketika ℛ0 < 1
Perilaku populasi manusia ketika ℛ0 > 1
Perilaku populasi nyamuk ketika ℛ0 > 1
Perilaku populasi telur nyamuk ketika ℛ0 > 1
Populasi manusia dengan parameter �� ditingkatkan
Populasi nyamuk dengan parameter �� ditingkatkan
Populasi telur nyamuk dengan parameter �� ditingkatkan

7
9
12
18
19
19
20
20
21
22
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Penentuan titik tetap
Penentuan bilangan reproduksi dasar
Kestabilan titik tetap
Simulasi numerik untuk kondisi ℛ0 < 1 dan kondisi ℛ0 > 1
Simulasi laju kematian nyamuk dan perhitungan ℛ0

26
28
31
36
39

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berdasarkan kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi, muncul
berbagai solusi untuk pencegahan dan penanggulangan penyebaran DBD, salah
satunya adalah membuat suatu model matematika. Pada tahun 1911,
dikembangkan model matematika penyebaran penyakit malaria yang dikenal
dengan model Ross, kemudian model Ross dikembangkan oleh MacDonald pada
tahun 1957 yang dikenal dengan model Ross-MacDonald (Ngwa dan Shu 2000).
Pada akhir abad ke-20 pemodelan matematika menjadi meluas. Sebagai
contoh, pemodelan matematika tentang penyebaran penyakit menular, seperti
malaria dan demam berdarah. Pemodelan matematika tersebut dibuat dengan
berbagai pertimbangan, salah satunya adalah model matematika penyebaran DBD
yang mempertimbangkan faktor suhu.
Model matematika penyebaran DBD yang mempertimbangkan faktor suhu
pernah dilakukan oleh Massad et al. (2011) dan Amaku et al. (2013), dengan
mengembangkan model SIR manusia-nyamuk-telur nyamuk. SIR merupakan
singkatan dari susceptible (S), infected (I) dan recovered (R). Pada model SIR
manusia-nyamuk-telur nyamuk, populasi manusia terdiri atas tiga populasi, yaitu
manusia rentan, manusia terinfeksi dan manusia sembuh. Populasi nyamuk terdiri
atas tiga populasi, yaitu nyamuk rentan, nyamuk laten dan nyamuk terinfeksi.
Populasi telur nyamuk terdiri atas dua populasi, yaitu telur nyamuk sehat dan telur
nyamuk terifeksi.
Pada model yang dirumuskan oleh Massad et al. (2011), diasumsikan laju
perpindahan nyamuk laten menjadi nyamuk terinfeksi melibatkan waktu tunda
sebagai periode masa inkubasi pada nyamuk. Selain itu, Massad et al. (2011)
mengasumsikan telur nyamuk sehat diproduksi oleh nyamuk rentan dan nyamuk
terinfeksi, sedangkan telur nyamuk terifeksi hanya diproduksi oleh nyamuk
terinfeksi. Faktor suhu yang digunakan dalam penetasan telur-telur nyamuk tidak
konstan.
Berbeda dengan model Amaku et al. (2013), di mana laju perpindahan
nyamuk laten menjadi nyamuk terinfeksi tidak melibatkan waktu tunda dan telur
nyamuk sehat diproduksi oleh ketiga kompartemen nyamuk, sedangkan telur
nyamuk terifeksi diproduksi oleh nyamuk laten dan nyamuk terinfeksi. Faktor
suhu yang digunakan dalam penetasan telur-telur nyamuk adalah konstan.
Berdasarkan kedua model tersebut, maka model SIR manusia-nyamuk-telur
nyamuk dilakukan modifikasi dengan mengasumsikan laju perpindahan nyamuk
laten menjadi nyamuk terinfeksi tidak melibatkan waktu tunda. Laju produksi
telur nyamuk, di mana telur nyamuk sehat diproduksi oleh nyamuk rentan dan
nyamuk terinfeksi, sedangkan telur nyamuk terifeksi hanya diproduksi oleh
nyamuk terinfeksi. Selain itu, faktor suhu yang digunakan dalam penetasan telur
nyamuk adalah konstan.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk,
Memodifikasi model matematika penyebaran penyakit demam berdarah.
Menentukan titik tetap dan kestabilan titik tetap model modifikasi.
Menentukan bilangan reproduksi dasar ℛ0 model modifikasi.
Melakukan simulasi pada model modifikasi untuk melihat perilaku populasi
manusia, nyamuk dan telur nyamuk.
5. Melakukan simulasi pengaruh laju kematian nyamuk terhadap penyebaran
penyakit pada populasi.

1.
2.
3.
4.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan Diferensial Linear
Definisi 1 [Persamaan Diferensial Linear Orde-1]
Bentuk umum persamaan diferensial linear orde-1 adalah:
+

=

,

(2.1)

dengan ( ) dan ( ) adalah fungsi sembarang. Persamaan (2.1) dikatakan linear,
jika ruas kiri merupakan fungsi linear dari x dan . Jika ( ) = 0, maka diperoleh
persamaan diferensial linear homogen orde-1, jika ( ) ≠ 0 diperoleh persamaan
diferensial linear tak homogen orde-1.
Definisi 2 [Persamaan Diferensial Linear Orde-2 dengan Koefisien Konstan]
Bentuk umum persamaan diferensial linear orde-2 dengan koefisien konstan
adalah:
+ 1 + 2 = ,
(2.2)
dengan 1 dan 2 konstan. Jika = 0, maka diperoleh persamaan diferensial
homogen orde-2. Jika ≠ 0, maka diperoleh persamaan diferensial tak homogen
orde-2.
Sistem Persamaan Diferensial
Definisi 1 [Sistem Persamaan Diferensial Orde-1]
Sistem persamaan diferensial orde-1 terdiri atas n persamaan dan n fungsi
dari � ( = 1, 2, … , ) dapat ditulis
1

2

=
=
=

,
(
2 ,

1, 2, …

( ,

1, 2, …

1(

1,

,
,

,
2
,

)
)

).

(2.3)

3
Sistem persamaan diferensial (2.3) dapat ditulis dalam notasi vektor, yaitu
� = � �, � , � ∈ ℝ� ,

dengan

2

,
2( ,

1, 2, …

( ,

1, 2, …

1(

1

�=

(2.4)

� �, � =

,

,
1, 2, … ,

)
)

,

.

)

Definisi 2 [Sistem Persamaan Diferensial Homogen Orde-1]
Sistem persamaan diferensial homogen orde-1 terdiri atas n persamaan dan
n fungsi dari � ( = 1, 2, … , ) dapat ditulis
� � = �� � ,

dengan
1(

� � =

)
2( )
( )

1(

, � � =

)
2( )
( )

dan � =

(2.5)

11

12

21

22

1

2

Matriks A disebut sebagai matriks koefisien.






1
2

.

Definisi 3 [Sistem Persamaan Diferensial Tak Homogen Orde-1]
Sistem persamaan diferensial tak homogen orde-1 dinyatakan:
� � = �� � + �,

dengan � adalah vektor konstan tak nol dengan ukuran

(2.6)
× 1.

Definisi 4 [Sistem Persamaan Diferensial Mandiri Orde-1]
Diketahui sistem persamaan diferensial mandiri orde-1, yaitu
� = � � , � ∈ ℝ� ,

(2.7)

dengan adalah suatu fungsi kontinu bernilai real dari x. Sistem persamaan
diferensial (2.7) disebut sistem persamaan diferensial mandiri (autonomous) orde1, karena tidak mengandung nilai t secara eksplisit di dalamnya (Tu 1994).

Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Sistem persamaan diferensial dapat ditulis dalam bentuk:
� = ��,

(2.8)

4
di mana A merupakan matriks segi yang berukuran × , maka vektor taknol di
ℝ� disebut vektor eigen dari �, jika untuk suatu skalar , yang disebut nilai eigen
dari A, berlaku:
�� = �.

(2.9)

Vektor x dinamakan vektor eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen .
Persamaan (2.9) dapat ditulis
�−

�= ,

agar diperoleh solusi nontrivial, maka

�−

(2.10)

= 0.

(2.11)

Persamaan (2.11) disebut persamaan karakteristik.

Pelinearan
Diketahui sistem persamaan diferensial taklinear seperti (2.7), dengan
menggunakan ekspansi deret Taylor di sekitar titik tetap � diperoleh:
� = � + �(�),

(2.12)

di mana merupakan matriks Jacobi,

=

� (�)
��

�=�




= �



1
1
2
1

1








1
2
2
2

2













1

2

dan �(�) suku berorde tinggi dengan lim�→0 � � = 0, sedangkan
hasil pelinearan dari persamaan (2.7).

(2.13)

merupakan

Titik Tetap dan Kestabilan Titik Tetap
Titik Tetap
Misalkan diketahui sistem persamaan diferensial mandiri orde-1 seperti
(2.7), maka titik � disebut titik tetap atau titik kesetimbangan, jika � = 0.
(Tu 1994)

5
Kestabilan Titik Tetap
Misalkan sistem persamaan diferensial (2.7) memiliki titik tetap �.
Kestabilan titik tetap tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai eigennya, yaitu
dengan = 1, 2, 3, … , yang diperoleh dari
�−
= 0.
Secara umum titik tetap mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Stabil, jika
a. Setiap nilai eigen real adalah negatif: < 0 untuk setiap i, atau
b. Nilai eigen kompleks bagian Re( ) < 0 untuk setiap i.
2. Takstabil, jika
a. Terdapat paling sedikit satu nilai eigen real positif: > 0.
b. Terdapat paling sedikit satu nilai eigen kompleks dengan Re( ) > 0.
(Edelstein-Keshet 2005)

Kriteria Routh-Hurwitz
Misalkan diberikan persamaan karakteristik:
+
Didefinisikan

=

1

=

−1

+

1

1

3

2

,

1
3

=

5

1

3
5

2
4

1

0
1

3

2

2 −1

2 −2

2 −3

1

1

3

2

0

0

−2

2

+

+

=0

(2.14)

matriks sebagai berikut:

1

=

=

,

1

0

… 0
… 0
1
,

… …

2 −4

0

1 0
2

1

4

3

… 0
… 0
… 0


,…,

,…,

dengan syarat setiap unsur (l,m) pada matrik
adalah:
<
2 − , untuk 0 < 2 −
=

1,

untuk 2 =

0, untuk 2l <

atau 2 >

+

Titik tetap � stabil jika dan hanya jika
> 0, untuk setiap j = 1, 2,
… , k. Kriteria Routh-Hurwitz untuk k = 2, 3, dan 4, yaitu

6
k = 2:
k = 3:
k = 4:

1
1
1

>0
>0
> 0,

>0
>
0,
3
3 > 0,
2

>
> 0,

1 2
4

3
1 2 3

>

2
3

+

2
1 4.

(Edelstein-Keshet 2005)
Bilangan Reproduksi Dasar �

Bilangan reproduksi dasar merupakan nilai harapan banyaknya infeksi
setiap satuan waktu. Menurut van den Driessche dan Watmough (2002) bilangan
reproduksi dasar didefinisikan nilai harapan banyaknya populasi rentan yang
menjadi terinfeksi selama masa infeksi. Selain itu, menurut van den Driessche dan
Watmough (2002) kondisi yang memungkinkan untuk ℛ0 adalah

1. Jika ℛ0 < 1, maka rata-rata setiap individu terinfeksi akan menginfeksi kurang
dari satu individu baru, sehingga penyakit tidak akan menyebar.
2. Jika ℛ0 > 1, maka rata-rata setiap individu terinfeksi akan menginfeksi lebih
dari satu individu baru, sehingga penyakit akan menyebar.

Bilangan reproduksi dasar dalam tulisan ini ditentukan dengan
menggunakan the next generation matrix . The next generation matrix
mempunyai dua bagian yaitu dan �− yang didefinisikan:
dengan
=



��



= �−

dan � =

(2.15)

��
��

� ,

(Jones 2007)
di mana adalah matriks laju infeksi baru, sedangkan � merupakan matriks laju
perpindahan individu yang dievaluasi pada titik tetap � . Menurut Jones (2007),
ℛ0 merupakan nilai eigen dominan dari matriks = �− .

3 MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT
DEMAM BERDARAH
Penyebaran Virus DBD
DBD merupakan penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus dengue
yang hidup di dalam tubuh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti adalah
vektor utama penyakit demam berdarah dengue dan berkembang biak pada awal
dan akhir musim penghujan. Perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti
berhubungan erat dengan faktor iklim, salah satunya adalah suhu. Suhu
berpengaruh dalam pertumbuhan nyamuk mulai dari telur, larva dan pupa serta
bentuk dewasanya (Solihin 2004).

7
Proses penularan virus dengue dibedakan menjadi dua macam. Pertama,
penularan vertikal dalam tubuh nyamuk. Menurut Malavige et al. (2004), virus
dengue dapat ditularkan oleh nyamuk betina pada telur-telurnya. Selain itu dapat
ditularkan melalui kontak seksual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina yang
disebut penularan secara vertikal. Kedua, penularan melalui gigitan nyamuk
terhadap manusia.

Penelitian Terdahulu
Berdasarkan diagram kompartemen yang dirumuskan oleh Massad et al.
(2011) dan Amaku et al. (2013), maka dikembangkan diagram kompartemen
penyebaran penyakit demam berdarah baru. Diagram kompartemen yang
dikembangkan menggunakan asumsi dari kedua diagram kompartemen tersebut.
Adapun diagram kompartemen Massad et al. (2011) dan Amaku et al. (2013)
dijelaskan sebagai berikut.
Diagram Kompartemen Massad et al. (2011)
Diagram kompartemen Massad et al. (2011), menggambarkan penyebaran
dengue dalam tiga populasi, yaitu manusia, nyamuk dan telur nyamuk. Populasi
manusia dibagi menjadi tiga populasi, yaitu populasi manusia rentan
,
manusia terinfeksi
dan manusia sembuh
. Total populasi manusia
dinyatakan dengan
=
+ + . Populasi nyamuk teridiri dari tiga
populasi, yaitu populasi nyamuk rentan
, nyamuk laten
dan nyamuk
terinfeksi
, sedangkan populasi telur nyamuk terdiri atas dua populasi, yaitu
populasi telur nyamuk sehat
dan telur nyamuk terinfeksi
. Adapun
diagram kompartemen Massad et al. (2011), digambarkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram kompartemen Massad et al. (2011)

8
Berdasarkan diagram kompartemen pada Gambar 1, diperoleh sistem
persamaan diferensial untuk masing-masing kompartemen, yaitu
1−

=
=
=
=�







=

=







+ 1−

=

1−

=



+

+



+





−�
−�
+

(3.1)
−�
−�

−� −

−� −

1−



+�

+



+�

−�

Keterangan parameter dapat dilihat pada Tabel 1.
Laju infeksi dari nyamuk terinfeksi ke manusia rentan adalah
=
,
di mana rasio total populasi nyamuk terhadap total populasi manusia, sehingga
laju perpindahan manusia rentan menjadi manusia terinfeksi menjadi

=

=

=

.

(3.2)

Laju infeksi dari manusia terinfeksi ke nyamuk rentan adalah
=
sehingga laju perpindahan nyamuk rentan menjadi nyamuk laten menjadi

=

=

.

,

(3.3)

Laju perpindahan nyamuk laten menjadi nyamuk terinfeksi, yaitu
−� =





−�

−�

−� ,

(3.4)

di mana � menyatakan waktu tunda sebagai periode masa inkubasi pada nyamuk,
sedangkan − � peluang bertahan hidup populasi nyamuk laten selama masa
inkubasi.

9
Dalam penetasan telur nyamuk dipengaruhi oleh suhu, di mana faktor suhu
dibedakan atas dua kelompok, yaitu suhu yang digunakan dalam penetasan telur
nyamuk sehat dinyatakan dengan
, sedangkan suhu yang digunakan dalam
penetasan telur nyamuk terinfeksi dinyatakan dengan
. Faktor suhu ditulis


=

+� �

2�



2�

+� ;

=

, .

(3.5)

Persamaan ke tujuh dan delapan pada persamaan (3.1) masing-masing
menjelaskan tentang populasi telur nyamuk sehat dan telur nyamuk terinfeksi.
Telur nyamuk sehat diproduksi oleh nyamuk rentan dan nyamuk terinfeksi,
sedangkan telur nyamuk terinfeksi hanya diproduksi oleh nyamuk terinfeksi.
Pada penelitian yang dilakukan Massad et al. (2011), analisis kestabilan
dilakukan dengan menggunakan definisi bilangan reproduksi dasar, yaitu
2

ℛ0 =

+



+


−�
+
−�





2�
+�



+�

2�

1−

+�

(3.6)

Diagram Kompartemen Amaku et al. (2013)
Diagram kompartemen Amaku et al. (2013), yaitu diagram kompartemen
SIR manusia-nyamuk-telur nyamuk. Adapun diagram kompartemen tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Diagram kompartemen Amaku et al. (2013)
Berdasarkan diagram kompartemen pada Gambar 2, diperoleh sistem
persamaan diferensial untuk masing-masing kompartemen, yaitu
=

1−



+

10


=
=
=�



=

=
=
=







+ 1−
+

+

+�

+



1−



(3.7)

+
+

1−


+

+�



.

−�

Keterangan parameter dapat dilihat pada Tabel 1.
Laju infeksi dari nyamuk terinfeksi maupun manusia terinfeksi mengikuti
persamaan (3.2) dan (3.3). Laju perpindahan nyamuk laten menjadi nyamuk
terinfeksi tidak melibatkan waktu tunda, dilambangkan dengan . Selain itu,
faktor suhu yang digunakan dalam penetasan telur nyamuk adalah konstan, yaitu


= � = 0.07.

(3.8)

Pada diagram kompartemen Amaku et al. (2013), telur nyamuk sehat
diproduksi oleh ketiga kompartemen nyamuk, sedangkan telur nyamuk terinfeksi
selain diproduksi oleh nyamuk terinfeksi juga diproduksi oleh nyamuk laten.
Berdasarkan diagram kompartemen Massad et al. (2011) dan Amaku et al.
(2013) terdapat tiga asumsi berbeda yang menjadi pengamatan dan kontribusi
penulis untuk melakukan modifikasi, sehingga diperoleh diagram kompartemen
baru.
Asumsi pertama, pada diagram kompartemen Massad et al. (2011), laju
perpindahan nyamuk laten menjadi nyamuk terinfeksi melibatkan waktu tunda
sebagai periode masa inkubasi pada nyamuk yang disimbolkan �, sehingga sistem
yang diperoleh berbentuk sistem persamaan diferensial tunda (SPDT). Secara
matematika, SPDT sulit untuk ditentukan penyelesaiannya. Oleh karena itu,
dilakukan modifikasi, dengan mengasumsikan laju perpindahan nyamuk laten
menjadi nyamuk terinfeksi tidak melibatkan waktu tunda, (Amaku et al 2013).
Asumsi kedua, laju penetasan telur nyamuk, baik telur nyamuk sehat
maupun telur nyamuk terinfeksi. Penetasan telur nyamuk dipengaruhi oleh suhu,
di mana Massad et al. (2011) menggunakan faktor suhu tidak konstan (persamaan
3.5), sedangkan Amaku et al. (2013) menggunakan faktor suhu konstan
(persamaan 3.8). Dalam hal ini, penulis mengasumsikan faktor suhu yang
digunakan dalam penetasan telur nyamuk konstan.
Asumsi ketiga, laju produksi telur nyamuk. Pada diagram kompartemen
Massad et al. (2011), telur nyamuk sehat diproduksi oleh nyamuk rentan dan

11
nyamuk terinfeksi, telur nyamuk terinfeksi hanya diproduksi oleh nyamuk
terinfeksi, sedangkan Amaku et al. (2013), mengasumsikan telur nyamuk sehat
diproduksi oleh ketiga kompartemen nyamuk, telur nyamuk terinfeksi diproduksi
oleh nyamuk laten dan nyamuk terinfeksi. Dalam diagram kompartemen yang
dikembangkan ini, laju produksi telur nyamuk merujuk pada diagram
kompartemen Massad et al. (2011). Hal ini, sesuai penelitian bahwa nyamuk
betina terinfeksi dapat menurunkan virus kepada telur-telurnya (Malavige et al
2004).
Adapun parameter yang terdapat pada diagram kompartemen Massad et al.
(2011) dan Amaku et al. (2013) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Parameter pada diagram kompartemen Massad et al. (2011) dan
Amaku et al. (2013)
Parameter







Keterangan
Peluang transmisi virus dengue dari nyamuk
ke manusia pergigitan
Peluang transmisi virus dengue dari manusia
ke nyamuk pergigitan
Laju kematian manusia disebabkan penyakit
Laju pemulihan manusia
Laju perpindahan nyamuk laten menjadi
nyamuk terinfeksi
Laju kematian manusia secara alami
Laju kematian nyamuk secara alami
Laju kematian telur nyamuk secara alami
Laju kelahiran manusia
Daya dukung lingkungan pada populasi
manusia
Rata-rata gigitan nyamuk per hari
Laju penetasan telur sehat
Laju penetasan telur terinfeksi
Faktor koreksi suhu
Proporsi telur nyamuk terinfeksi
Laju nyamuk bertelur
Daya dukung lingkungan pada populasi telur
nyamuk
Faktor modulasi musim
Faktor modulasi musim

Satuan
tanpa satuan
tanpa satuan
waktu-1
waktu-1
waktu-1
waktu-1
waktu-1
waktu-1
waktu-1
tanpa satuan
waktu-1
waktu-1
waktu-1
tanpa satuan
tanpa satuan
waktu-1
tanpa satuan
tanpa satuan
tanpa satuan

Periode masa inkubasi pada nyamuk

Waktu

Frekuensi dalam siklus musiman

waktu-1
tanpa satuan

Fase sinusoida

Sumber: Massad et al. (2011) dan Amaku et al. (2013)

12
Diagram Kompartemen Modifikasi
Diagram kompartemen modifikasi penyebaran DBD ditunjukkan pada
Gambar 3.

Gambar 3 Diagram kompartemen modifikasi
Berdasarkan diagram kompartemen pada Gambar 3, diperoleh sistem
persamaan diferensial untuk masing-masing kompartemen, yaitu
=
=
=
= ��
=

=
=
=

1−










+ 1−
1−



+
+

+



+ ��
+

(3.9)



1−



+

+ ��

.



− ��

Pada diagram kompartemen modifikasi, laju infeksi baik dari nyamuk
terinfeksi maupun manusia terinfeksi mengikuti persamaan (3.2) dan (3.3), akan

13
tetapi simbol peluang infeksi dari manusia terinfeksi dan nyamuk terinfeksi
dilambangkan dengan
dan .
Untuk mempermudah analisis pada persamaan (3.9), dilakukan
penyederhanaan dengan membuat perbandingan masing-masing populasi terhadap
total populasi, yaitu
;

=

=

;

=

;

=

;

=

;

=

;

=

;

=

,

(3.10)
Kemudian sistem (3.10) disubtitusikan ke sistem (3.9) sehingga diperoleh
sistem persamaan diferensial, yaitu
=
=
=
=
=

1−



1−



1−



+
+


+ ��


+


+

(3.11)

+ ��

dengan
+

+

= 1,

+

+

= 1 dan

+

= 1,

di mana merupakan rasio total populasi telur nyamuk terhadap total populasi
nyamuk. Dengan mengambil kelima persamaan tersebut (3.11), maka titik tetap,
bilangan reproduksi dasar, kestabilan titik tetap dan perilaku populasi dari
diagram kompartemen modifikasi dapat diamati.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Titik Tetap
Persamaan yang digunakan untuk menentukan titik tetap adalah persamaan
(3.11). Menentukan titik tetap sistem persamaan diferensial dari diagram
kompartemen modifikasi dilakukan dengan cara,
= 0,

= 0,

= 0,

= 0 dan

= 0.

14
Menggunakan software mathematica diperoleh titik tetap tanpa penyakit
(disease-free equilibrium) dan titik tetap endemik (endemic equilibrium). Titik
tetap tanpa penyakit memuat, = 0,
= 0,
= 0 dan = 0, sedangkan titik
tetap endemik memuat, ≠ 0,
≠ 0,
≠ 0 dan ≠ 0.

Titik Tetap Tanpa Penyakit



, ,

,

,

1−

=

, 0,0,0,0 .

Titik Tetap Ada Penyakit






=



=

, ∗,
(
(

��



,





+

,




, dengan

)
+

)


;



;



=

(

=



+

+



)



;

=



(

+



− 1)
+



(( − )
(�� + )

Keterangan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan untuk masing-masing titik tetap.
Dalam melakukan analisis kestabilan diperlukan bilangan reproduksi dasar ℛ0 .
Oleh karena itu, terlebih dahulu ditentukan bilangan reproduksi dasarnya.
Bilangan Reproduksi Dasar
Bilangan reproduksi dasar merupakan nilai harapan banyaknya populasi
rentan menjadi terinfeksi selama masa infeksi. Menurut Jones (2007), bilangan
reproduksi dasar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan yang hanya
mengandung infeksi. Pendekatan yang digunakan untuk menentukan bilangan
reproduksi dasar mengikuti Jones (2007), yaitu menggunakan the next generation
matrix G yang didefinisikan
= �− ,

dengan

=

0
1−
0
0

(4.1)
0





0
0



0

0
0
0

1−

0

(4.2)

15
dan
+

0
+

0

+
0
0
0

�=

0
0

0
0
−� �
� �+

0

.

Selanjutnya titik tetap � disubtitusikan pada matriks
diperoleh matriks , yaitu
0
21

=

0
0

12

13

14

0
0
0

0
0
0

0
0
0

,

(4.3)

dan �, sehingga
(4.4)

dengan 12 , 13 , 14 dan 21 dapat dilihat pada Lampiran 2.
Selanjutnya ditentukan nilai eigen dari matriks . Berdasarkan analisis yang
dilakukan diperoleh nilai eigen dominan dari matrik , yaitu
ℛ0 =

(

+

+



)

(

+

)

(4.5)

Tahap berikutnya dilakukan analisis kestabilan titik tetap tanpa penyakit dan
titik tetap endemik.
Kestabilan Titik Tetap
Kestabilan Titik Tetap Tanpa Penyakit
Misalkan sistem persamaan (3.11) ditulis dalam bentuk,
1

, ,

,

,

=

2

, ,

,

,

=

3

, ,

,

,

=

4

, ,

,

,

=

5

, ,

,

,

=

1−
1−



1−





+
+

+







+ ��

+ ��

+

(4.6)

Untuk menentukan kestabilan di sekitar titik tetap tanpa penyakit
� , terlebih dahulu dilakukan pelinearan terhadap persamaan (4.6), dengan cara

16

=























1

2

3

4

5












1

2

3

4

5












1

2

3

4

5












1

2

3

4

5

1

2

3

,

(4.7)

4

5

sehingga diperoleh matriks Jacobi, berikutnya titik tetap � disubtitusikan ke
dalam matriks Jacobi, hasil subtitusi diperoleh matriks



dengan

=

11

0

14

22

0
0

32

33

0

0
0
0

0
0
0
0

0
0

43

44

45

0

54

55

24

11 , 14 , 22 , 24 , 32 , 33 , 43 , 44 , 45 , 54

,

dan

(4.8)

55

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selanjutnya ditentukan nilai eigen dengan cara,


atau
11


0
0
0
0



0
22 −

=0

0
0
33 −

32

0
0

(4.9)

0
0
0

14
24

0
44 −

43

0

54

= 0.

(4.10)

45
55



Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh lima nilai eigen. Nilai eigen
pertama −
dan empat nilai eigen berikutnya merupakan akar-akar dari
persamaan karakteristik
0

4

+

1

3

+

2

2

+

3

+

4

= 0,

(4.11)

di mana 0 , 1 , 2 , 3 dan 4 dapat dilihat pada Lampiran 3.
Menurut kriteria Routh-Hurwitz untuk persamaan karakteristik berderajat
4, kondisi kestabilan harus memenuhi sifat,
1

> 0,

3

> 0,

4

> 0 dan

1 2 3

>

2
3

+

2
1 4.

17
Dengan mensubtitusikan nilai parameter yang terdapat pada model, maka
diperoleh nilai 1 , 2 , 3 dan 4 memenuhi kriteria Routh-Hurwitz yaitu 1 > 0,
2
2
3 > 0, 4 > 0 dan 1 2 3 > 3 + 1 4 , di mana nilai ℛ 0 = 0.31. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat disimpulkan sistem (3.11) stabil di sekitar titik tetap tanpa
penyakit.
Kestabilan Titik Tetap Endemik
Kestabilan titik tetap endemik ditentukan dengan melakukan pelinearan
terhadap persamaan (4.6), sehingga diperoleh matriks Jacobi yang dapat dilihat
pada Lampiran 3. Titik tetap endemik � yang diperoleh terlalu komplek,
sehingga sulit untuk dilakukan analisis. Berdasarkan hal itu, maka nilai parameter
yang terdapat pada model disubtitusikan ke dalam titik tetap endemik, kemudian
titik tetap tersebut disubtitusikan ke dalam matriks Jacobi yang merupakan hasil
pelinearan dari sistem (4.6). Dengan menggunakan software mathematica
diperoleh lima nilai eigen, yaitu empat di antaranya nilai eigen bilangan kompleks
di mana bagian realnya negatif dan satu nilai eigen real negatif, dengan nilai
ℛ0 = 7.93. Menurut (Edelstein-Keshet 2005) dapat disimpulkan sistem (3.11)
stabil di sekitar titik tetap endemik.
Keterangan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Sifat kestabilan sistem (3.11) di sekitar titik tetap tanpa penyakit dan titik
tetap endemik dirangkum pada Tabel 2.
Tabel 2 Sifat kestabilan titik tetap
Kondisi
ℛ0 < 1
ℛ0 > 1

Titik tetap tanpa penyakit �
Stabil
Tidak Stabil

Titik tetap endemik �
Tidak Stabil
Stabil

Pada pembahasan selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap sifat
kestabilan dari masing-masing titik tetap melalui simulasi numerik. Simulasi ini
dilakukan untuk melihat bahwa sistem akan stabil di sekitar titik tetap tanpa
penyakit ketika ℛ0 < 1 dan stabil di sekitar titik tetap endemik ketika ℛ0 > 1.
Selain itu, simulasi juga dilakukan untuk melihat pengaruh laju kematian nyamuk
terhadap penyebaran penyakit pada populasi. Adapun nilai parameter yang
digunakan dalam simulasi terdapat pada Tabel 3.

18
Tabel 3 Nilai parameter pada model modifikasi
Parameter

Nilai Parameter
0.6
0.6
0.001
0.143
0.143
3.5 × 10-5
0.5
2.4 × 10-5
4 × 105
0.15
0.1
50
106
0.07




Sumber
Burattini et al. (2007)
Burattini et al. (2007)
Burattini et al. (2007)
Massad et al. (2011)
Amaku et al. (2013)
Burattini et al. (2007)
Jumadi (2007)
Burattini et al. (2007)
Burattini et al. (2007)
Massad et al. (2011)
Massad et al. (2011)
Massad et al. (2011)
Massad et al. (2011)
Amaku et al. (2013)

Perilaku Populasi untuk Kondisi � < 1

Pada saat simulasi untuk kondisi ℛ0 < 1, total masing-masing populasi
= 10,
= 20,
= 70 dan parameter lain terdapat pada Tabel 3. Sistem
(3.11) mempunyai titik tetap tanpa penyakit untuk kondisi ℛ0 < 1 yang dapat
ditunjukkan dengan simulasi menggunakan software mathematica, dengan nilai
ℛ0 = 0.31. Adapun titik tetap tanpa penyakit, yaitu


, ,

,

,

= 0.685697, 0 , 0 , 0 , 0 .

Keterangan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Dalam melakukan simulasi digunakan nilai parameter rata-rata gigitan
nyamuk
adalah 0.146, Amaku et al. (2013). Adapun nilai awal yang
digunakan pada saat simulasi adalah
= 0.85, = 0.15,
= 0.2,
= 0.1
dan = 0. Perilaku populasi untuk kondisi ℛ0 < 1 ditunjukkan pada Gambar 4,
5 dan 6.

Gambar 4 Perilaku populasi manusia ketika ℛ0 < 1

19
Populasi manusia rentan
menurun dari nilai awal, kemudian stabil di
sekitar
= 0.685697. Populasi manusia terinfeksi
menurun dari nilai awal,
kemudian stabil di sekitar
= 0, sedangkan populsi manusia sembuh
meningkat dari nilai awal, kemudian stabil di sekitar
=1− − =
0.314303.

Gambar 5 Perilaku populasi nyamuk ketika ℛ0 < 1

Populasi nyamuk laten
menurun dari nilai awal, kemudian stabil di
sekitar
= 0, populasi nyamuk terinfeksi
menurun dari nilai awal,
kemudian stabil di sekitar
= 0, sedangkan populasi nyamuk rentan
meningkat dari nilai awal, kemudian stabil di sekitar
=1−

= 1.

Gambar 6 Perilaku populasi telur nyamuk ketika ℛ0 < 1

Populasi telur nyamuk terinfeksi
meningkat dari nilai awal, kemudian
menurun dan akhirnya stabil di sekitar = 0, sedangkan populasi telur nyamuk
sehat
menurun dari nilai awal, kemudian meningkat dan akhirnya stabil di
sekitar = 1 − = 1.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa tiap
populasi menuju titik tetap tanpa penyakit atau dengan kata lain populasi manusia,
nyamuk dan telur nyamuk stabil di sekitar titik tetap 0.685697, 0 , 0 , 0 , 0 .
Selanjutnya dilakukan simulasi untuk kondisi ℛ0 > 1 dengan menggunakan
parameter pada Tabel 3 dan total masing-masing populasi seperti pada simulasi
ketika ℛ0 < 1.

20
Perilaku Populasi untuk Kondisi � > 1

Sistem (3.11) mempunyai titik tetap endemik untuk kondisi ℛ0 > 1 yang
dapat ditunjukkan dengan simulasi menggunakan software mathematica. Titik
tetap diperoleh menggunakan nilai parameter yang terdapat pada Tabel 3 dengan
nilai ℛ0 = 7.93 dan titik tetap endemik, yaitu




, ∗,



,



,



= 0.006656, 0.000165 , 0.000901 , 0.000804 , 0.002250 .

Keterangan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Nilai parameter rata-rata gigitan nyamuk
yang digunakan adalah 3.7,
Massad et al. (2011). Berdasarkan simulasi yang dilakukan dapat diamati perilaku
masing-masing populasi ketika ℛ0 > 1, seperti pada Gambar 7, 8 dan 9.

Gambar 7 Perilaku populasi manusia ketika ℛ0 > 1

Populasi manusia rentan
menurun dari nilai awal, kemudian stabil di
sekitar
= 0.006656, populasi manusia terinfeksi
meningkat dari nilai
awal, kemudian menurun dan akhirnya stabil di sekitar = 0.000165, sedangkan
populasi manusia sembuh
meningkat dari nilai awal, kemudian stabil di
sekitar
= 1 − − = 0.993179.

Gambar 8 Perilaku populasi nyamuk ketika ℛ0 > 1

21
Populasi nyamuk laten
meningkat dari nilai awal, kemudian menurun
dan akhirnya stabil di sekitar
= 0.000901, populasi nyamuk terinfeksi
meningkat dari nilai awal, kemudian menurun dan akhirnya stabil di sekitar
= 0.000804, sedangkan populasi nyamuk rentan
menurun dari nilai awal,
kemudian meningkat dan akhirnya stabil di sekitar
= 1−

=
0.998295.

Gambar 9 Perilaku populasi telur nyamuk ketika ℛ0 > 1

Populasi telur nyamuk terinfeksi
meningkat dari nilai awal, kemudian
menurun dan akhirnya stabil di sekitar = 0.002250, sedangkan populasi telur
nyamuk sehat
menurun dari nilai awal, kemudian meningkat dan akhirnya
stabil di sekitar
= 1 − = 0.99775. Berdasarkan simulasi yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa tiap populasi stabil di sekitar titik tetap endemik, yaitu
0.006656, 0.000165 , 0.000901 , 0.000804 , 0.002250
Tahap selanjutnya dilakukan simulasi pengaruh laju kematian nyamuk
terhadap penyebaran penyakit dalam populasi. Pada simulasi ini, parameter
diambil pada interval [0.163, 0.563] dengan langkah 0.1 yang masih memenuhi
kondisi ℛ0 < 1.
Simulasi Laju Kematian Nyamuk

Simulasi ini diperlukan untuk melihat pengaruh laju kematian nyamuk
terhadap penyebaran penyakit dalam populasi. Selain itu, akan ditunjukkan bahwa
peningkatan laju kematian nyamuk dapat menurunkan nilai bilangan reproduksi
dasar (ℛ0 ) yang didefinisikan pada persamaan (4.5). Terdapat 4 nilai
yang
diambil pada interval [0.263 , 0.563] dengan langkah 0.1. Nilai parameter rata-rata
gigitan nyamuk
yang digunakan 0.146, sedangkan parameter lain tetap. Nilai
ℛ0 pada saat laju kematian nyamuk ditingkatkan dapat dilihat pada Tabel 4,
(Amaku et al 2013).

22
Tabel 4 Nilai ℛ0 dengan parameter
0.146
0.146
0.146
0.146

ditingkatkan dan parameter lain tetap

0.263
0.363
0.463
0.563

Nilai ℛ0
0.31
0.23
0.19
0.16

Berdasarkan Tabel 4 dapat diperhatikan bahwa nilai ℛ0 masih kurang dari 1.
Meningkatnya parameter
menyebabkan ℛ0 turun, sehingga membantu
menekan laju penyebaran penyakit.
Selanjutnya dilakukan simulasi pengaruh peningkatan laju kematian
nyamuk terhadap perubahan jumlah populasi, baik populasi manusia, nyamuk
maupun telur nyamuk. Adapun pengaruh yang terjadi pada populasi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 10, 11 dan 12.

(a)

(c)
Gambar 10 Populasi manusia dengan parameter

(b)

ditingkatkan

Gambar 10a-10c menjelaskan perubahan populasi manusia ketika
parameter laju kematian nyamuk ditingkatkan dan parameter lain tetap. Pada awal
simulasi populasi manusia rentan dengan
berbeda menurun dari nilai awal,

23
akan tetapi pada akhir simulasi populasi tersebut dengan
terbesar jumlahnya
lebih banyak. Populasi manusia terinfeksi pada awal simulasi dengan
berbeda
menurun dari nilai awal, akan tetapi pada akhir simulasi populasi tersebut
jumlahnya sama. Untuk populasi manusia sembuh, pada awal simulasi populasi
tersebut dengan
berbeda meningkat dari nilai awal, akan tetapi pada akhir
simulasi populasi tersebut dengan
terbesar jumlahnya lebih sedikit.
Pengaruh yang terjadi pada populasi nyamuk jika laju kematian nyamuk
ditingkatkan dapat dilihat pada Gambar 11.

(a)

(c)
Gambar 11 Populasi nyamuk dengan parameter

(b)

ditingkatkan

Gambar 11a-11c menjelaskan perubahan populasi nyamuk ketika
parameter laju kematian nyamuk ditingkatkan dan parameter lain tetap. Pada awal
simulasi populasi nyamuk rentan dengan
berbeda meningkat dari nilai awal,
akan tetapi pada akhir simulasi populasi tersebut jumlahnya sama. Untuk populasi
nyamuk laten dan nyamuk terinfeksi, pada awal simulasi populasi tersebut dengan
berbeda menurun dari nilai awal, akan tetapi pada akhir simulasi jumlah
masing-masing populasi tersebut sama.

24
Pengaruh yang terjadi pada populasi telur nyamuk jika laju kematian
nyamuk ditingkatkan dapat dilihat pada Gambar 12.

(a)
Gambar 12 Populasi telur nyamuk dengan parameter

(b)
ditingkatkan

Gambar 12a-12c menjelaskan perubahan populasi telur nyamuk ketika
parameter laju kematian nyamuk ditingkatkan dan parameter lain tetap. Pada awal
simulasi populasi telur nyamuk sehat dengan
berbeda menurun dari nilai awal,
kemudian meningkat dan pada akhir simulasi populasi tersebut jumlahnya sama.
Hal berbeda terjadi pada populasi telur nyamuk terinfeksi, di mana pada awal
simulasi populasi tersebut dengan
berbeda meningkat dari nilai awal,
kemudian menurun dan pada akhir simulasi populasi tersebut jumlahnya sama.

5 SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan terhadap diagram
kompartemen modifikasi dapat simpulkan,
1. Titik tetap yang diperoleh ada dua, yaitu titik tetap tanpa penyakit dan titik
tetap endemik.
2. Titik tetap tanpa penyakit stabil untuk kondisi ℛ0 < 1, sedangkan titik tetap
endemik stabil untuk kondisi ℛ0 > 1.
3. Hasil simulasi menunjukkan bahwa meningkatnya laju kematian nyamuk
menyebabkan ℛ0 turun, sehingga membantu menekan laju penyebaran
penyakit.
4. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa meningkatnya laju kematian nyamuk
memberi pengaruh terhadap populasi manusia, nyamuk dan telur nyamuk,
yaitu
a. Populasi manusia rentan mengalami peningkatan, sedangkan populasi
manusia sembuh berkurang. Untuk populasi manusia terinfeksi, pada awal

25
simulasi populasi tersebut berkurang, akan tetapi pada akhir simulasi
jumlahnya sama.
b. Pada awal simulasi populasi nyamuk rentan meningkat, akan tetapi pada
akhir simulasi populasi tersebut jumlahnya sama. Untuk populasi nyamuk
laten dan nyamuk terinfeksi, pada awal simulasi berkurang, akan tetapi pada
akhir simulasi jumlah masing-masing populasi tersebut sama.
c. Populasi telur nyamuk sehat meningkat pada awal simulasi, akan tetapi pada
akhir simulasi jumlah populasi tersebut sama. Untuk populasi telur nyamuk
terinfeksi, pada awal simulasi berkurang, akan tetapi pada akhir simulasi
jumlahnya sama.

DAFTAR PUSTAKA

Amaku M, Coutinho FAB, Raimundo SM, Lopez LF, Burattini MN, Massad E.
2013. A comparative analysis of the relative efficacy of vector-control
strategies against dengue fever. Bull Math Biol. 1-21. doi: 10.1007/s11538014-9939-5.
Burattini MN, Chen M, Chow A, Coutinho FAB, Goh KT, Lopez LF, MA S,
Massad E. 2007. Modelling the control strategies against dengue in
Singapore. Epidemiol Infect. doi: 10.1017/S0950268807008667.
Edelstein-Keshet L. 2005. Mathematical Models in Biology. New York: Random
House.
Jones JH. 2007. Note on ℛ0 . California: Department of Anthropological Sciences
Stanford University.
Jumadi. 2007. Model matematika penyebaran penyakit demam berdarah dengue.
Tesis S2. Program Studi Matematika Terapan: Institut Pertanian Bogor.
Malavige GN, Fernando S, Fernando DJ, Seneviratne SL. 2004. Dengue viral
infections. Postgrad Med Journal. 80: 588-601.
Massad E, Coutinho FAB, Lopez LF, da Silva DR. 2011. Modeling the impact of
global warming on vector-borne infections. ScienceDirect. 8:169-199. doi:
10.1016/j.plrev.2011.01.001.
Ngwa GA, Shu WS. 2000. A mathematical model for endemic malaria with
variable human and mosquito populations. Math. Comput. Modelling.
32:747-763. PII: SO8957177(00)69169-2.
Solihin G. 2004. Ekologi vektor demam berdarah dengue. Warta Kesehatan TNIAL. 14(1).31-38.
Tu PNV. 1994. Dynamical System: An Introduction with Applications in
Economics and Biology. New York: Springer-Verlag.
van den Driessche P. Watmough J. 2002. Reproduction numbers and subthreshold endemic equilibria for compartmental models of disease
transmission. Mathematical Biosciences. 180: 29-48. PII: S00255564(02)00108-6.

26
Lampiran 1 Penentuan titik tetap

27

28
Lampiran 2 Penentuan bilangan reproduksi dasar

29

30

31
Lampiran 3 Kestabilan titik tetap
3.1 Kestabilan titik tetap tanpa penyakit

32

33

34

3.2 Kestabilan titik tetap endemik

35

36
Lampiran 4 Simulasi numerik untuk kondisi ℛ0 < 1 dan kondisi ℛ0 > 1

37

38

39
Lampiran 5 Simulasi laju kematian nyamuk dan perhitungan ℛ0

5.1 Simulasi laju kematian nyamuk

40
5.2 Perihitungan ℛ0

41

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tapaktuan pada tanggal 8 Mei 1988 dari ayah Rasmi
dan ibu Ruslaini (Alm).Penulis adalah putra kelima dari delapan bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri Unggul Kabupaten Aceh Selatan dan
pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Universitas Syiah Kuala
(Unsyiah) melalui jalur undangan dan diterima di Program Studi Pendidikan
Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah
Kuala.Setelah lulus sarjana, pada tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk
ProgramMagister pada Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian
Bogor.