Pengaruh Ph Larutan Penyeduh Dan Lama Penyeduhan Terhadap Kapasitas Antioksidan Ekstrak Teh Daun Sirsak (Annona Muricata Linn)

PENGARUH pH LARUTAN PENYEDUH DAN LAMA
PENYEDUHAN TERHADAP KAPASITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK TEH DAUN SIRSAK (Annona muricata Linn)

NANA SUTISNA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh pH larutan
penyeduh dan lama penyeduhan terhadap kapasitas antioksidan ekstrak teh daun
sirsak (Annona muricata Linn) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Nana Sutisna
NIM F24110071

ABSTRAK

NANA SUTISNA. Pengaruh pH Larutan Penyeduh dan Lama Penyeduhan
terhadap Kapasitas Antioksidan Ekstrak Teh Daun Sirsak (Annona muricata
Linn). Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI.
Daun sirsak memiliki kandungan fitokimia antioksidan yang tinggi. Di
Indonesia air rebusan daun sirsak telah digunakan sebagai obat tradisional. Pada
penelitian ini, daun sirsak diolah menjadi bentuk teh untuk meningkatkan
kestabilannya selama penyimpanan. Penelitian ini bertujuan unuk mengkaji
pengaruh pH larutan penyeduh (6, 4 dan 3) dan lama penyeduhan (5, 7.5, 10 dan
12.5 menit) terhadap kapasitas antioksidan, total fenolik dan total flavonoid dari
ekstrak teh daun sirsak. Hasilnya menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan dan
total flavonoid pada larutan peyeduh pH 6 lebih besar daripada pH 3 dan 4

(p0.05). Lama penyeduhan (5, 7.5, 10 dan 12.5 menit) tidak berpengaruh nyata
(p>0.05) terhadap kapasitas antioksidan, total fenolik dan total flavonoid yang
diduga karena penurunan suhu selama penyeduhan mengakibatkan proses
ekstraksi kurang efektif.
Kata kunci: antioksidan , lama penyeduhan, pH ekstraksi, teh daun sirsak

ABSTRACT
NANA SUTISNA. Effects of pH Solution and Steeping Time on Antioxidant
Capacity of Soursop Leaves Tea’s Extract (Annona muricata Linn). Supervised
by ENDANG PRANGDIMURTI
Soursop leaves contain high in antioxidant phytochemicals. In Indonesia,
boiled water extract of soursop leaves has been already used as traditional
medicine. In this study soursop leaves were processed into tea to increase its
stability during storage. This study was aimed to determine the effect of pH
solution (6, 4 and 3) and steeping time (5, 7.5, 10 and 12.5 minutes) on
antioxidant capacity, total phenolic, and total flavonoid of soursop leaves tea
extract. The result showed that antioxidant capacity and total flavonoid at pH 6
were higher than pH 3 and 4 solution (p0.05). Steeping
time (5, 7.5, 10 and 12.5 minutes) did not significantly influence (p>0.05) the
antioxidant capacity, total phenolic and total flavonoid. The not significant effect

of steeping time was estimated due to the decreasing of steeping temperature that
made the extraction less effective.
Keywords: antioxidant, pH extraction, soursop leaves tea, steeping time

PENGARUH pH LARUTAN PENYEDUH DAN LAMA
PENYEDUHAN TERHADAP KAPASITAS ANTIOKSIDAN
EKSTRAK TEH DAUN SIRSAK (Anonna muricata Linn)

NANA SUTISNA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

Judul Skripsi : Pengaruh pH Larutan Penyeduh dan Lama Penyeduhan terhadap
Kapasitas

Antioksidan

Ekstrak

Teh

Daun

muricataa Linn)

Nama

: Nana Sutisna

NIM


: F24110071

Disetujui oleh

--

g Prangdimurt, MSi
Pembimbing

Tanggal Lulus:

[2, 3 MAR 2016

Sirsak

(Annona

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah berjudul “Pengaruh pH Larutan Penyeduh dan Lama Penyeduhan terhadap
Kapasitas Antioksidan Ekstrak Teh Daun Sirsak (Annona muricata Linn)” sebagai
salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan dan PAU
SEAFAST IPB. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 sampai
September 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi
selaku pembimbing akademis yang selalu memberikan saran, arahan dan
bimbingan selama kuliah dan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini. Terima
kasih dan penghargaan kepada Departemen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Republik
Indonesia atas beasiswa BIDIKMISI yang diterima penulis selama menempuh
pendidikan sarjana. Terima kasih kepada Dr. Didah Nur Faridah, STP., MSi dan
Dr. Puspo Edi Giriwono, STP., M.Agr selaku dosen penguji yang telah
memberikan masukan yang membangun. Ucapan terima kasih kepada Bapak
Nana selaku penanggung jawab Kebun Percobaan Leuwikopo IPB yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk mendapatkan bahan baku daun sirsak
segar.
Disamping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayah, Ibu serta

seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Irene Mei
Wulan selaku rekan penelitian yang selalu memberi saran dan bantuan. Terima
kasih kepada Ayenda, Ulfah, Bili, Udin, Rifa, Salman dan Irwan yang selalu
memberi dukungan dan semua teman ITP 48 yang saya sayangi dan banggakan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Nana Sutisna

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE

Bahan dan Alat
Waktu dan Tempat penelitian
Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Teh Daun Sirsak
Ekstraksi teh daun sirsak
Analisis Total Fenolik
Analisis Total Flavonoid
Analisis Kapasitas Antioksidan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
x















11 
14 
19 
19 
19 
20 
24 

35 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

5

Rangkuman uji kualitatif senyawa fitokimia daun sirsak
Niai total fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
Nilai total flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
Kapasitas antioksidan (%) metode DPPH ekstrak teh daun sirsak
terhadap lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan
penyeduh
Nilai kapasitas antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
terhadap lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan

penyeduh

10
10
12

15

15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

8

Diagram alir pembuatan teh daun sirsak
Diagram alir pembuatan ekstrak teh daun sirsak dan analisis kimia
Daun sirsak segar yang digunakan (a) dan teh daun sirsak (b)
Nilai rata-rata total fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH larutan penyeduh
Nilai rata-rata total flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH larutan penyeduh
Konversi radikal bebas DPPH• menjadi DPPH oleh senyawa
antioksidan
Nilai rata-rata kapasitas antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh
daun sirsak dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH larutan
penyeduh (b)
Reaksi polimerisasi oksidatif senyawa polifenol Reaksi polimerisasi
oksidatif senyawa polifenol

4
5
8
11
13
15

16
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kadar air daun sirsak segar
Kadar air teh daun sirsak
Kurva standar asam galat pengukuran total fenolik ulangan 1 dan 2
Nilai total fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
5 Hasil uji statistik RAF dua faktor pengujian terhadap total fenolik (mg
GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak dengan IBM Statistics SPSS 22
5a Hasil uji lanjut Duncan RAF dua faktor pengujian terhadap total
fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
6 Kurva standar kuersetin pengukuran total flavonoid ulangan 1 dan 2

24
24
24
25
26
27
27

7

Nilai total flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
8
Hasil uji statistik RAF dua faktor pengujian terhadap total flavonoid
(mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak dengan IBM Statistics SPSS 22
8a Hasil uji lanjut Duncan RAF dua faktor pengujian terhadap total
flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
9
Kapasitas antioksidan (%) metode DPPH ekstrak teh daun sirsak
terhadap lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan
penyeduh
10 Kurva standar asam askorbat kapasitas antioksidan metode DPPH
11 Nilai kapasitas antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
terhadap lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan
penyeduh
12 Hasil uji statistik RAF dua faktor pengujian terhadap kapasitas
antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak dengan IBM
statistics SPSS 22
12a Hasil uji lanjut Duncan RAF dua faktor pengujian terhadap kapasitas
antioksidan (mg AEAC/g (bk)) teh daun sirsak
13 Data ekstraksi teh daun sirsak

28
29
29

30
31

32

33
33
34

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masyarakat Indonesia telah mengenal penggunaan daun sirsak (Annona
muricata Linn) sebagai tanaman herbal. Pengetahuan tentang tanaman herbal
diperoleh dari pengalaman empiris atau secara turun temurun (Rahayoe et al.
2008). Berbagai kajian ilmiah telah meneliti kandungan daun sirsak. Analisis
fitokimia menunjukkan ekstrak daun sirsak mengandung alkaloid, flavonoid,
terpenoid, kumarin, lakton, antrakuinon, tanin, kardiak glikosida, fenol, fitosterol,
dan saponin (Gajalakshmi et al. 2012 ; Gavamukulya et al. 2014). Senyawasenyawa fitokimia tersebut dapat ditemukan baik pada ekstraksi etanol maupun
air. Senyawa melimpah lainnya yang paling banyak diuji yaitu annonaceous
acitogenin. Diantara melimpahnya komponen bioaktif diatas senyawa fenolik,
tanin, alkaloid, dan flavonoid merupakan senyawa terpenting (Gajalakshmi et al.
2012).
Kandungan fitokimia ekstrak daun sirsak bermanfaat bagi kesehatan tubuh.
Konsumsi ekstrak cair daun sirsak sebanyak 100 mg/kg dapat menurunkan
glukosa darah, meningkatkan serum insulin, menurunkan kerusakan sel β,
menurunkan diabetes pada tikus (Adewole dan Martins 2006), meningkatkan
antioksidan endogen dan menurunkan peroksidasi lemak (Adewole dan Ojewole
2009). Selain itu antioksidan pada daun sirsak dapat menurunkan asam urat pada
tikus (Artini et al. 2012), toksik secara in vitro pada sel kanker tanpa
membahayakan sel normal (Hamizah et al. 2012) dan memiliki potensi sebagai
antioksidan, anti-inflamasi, anti-alergi, antibakteri, antivirus, dan antikanker
(Gavamukulya et al. 2014). Penelitian ini difokuskan pada salah satu potensi daun
sirsak yaitu sebagai antioksidan.
Saat ini di Indonesia, khasiat dan cara pengolahan daun sirsak sebagai obat
herbal telah banyak diterbitkan dalam berbagai publikasi seperti buku (Zuhud
2011a,2011b ; Mardiana dan Ratnasari 2011) dan situs-situs internet yang masih
perlu diselidiki kebenarannya. Sebagian besar teknologi pengolahan yang
diterapkan masih sederhana yaitu dengan perebusan daun sirsak segar.
Pengolahan daun sirsak menjadi teh dapat menjadi alternatif bagi masyarakat.
Walaupun saat ini teh daun sirsak sudah mulai dikembangkan, namun kajian
ilmiah mengenai pengolahan teh daun sirsak masih sangat terbatas (Andri dan
Hersoelistyorini 2013). Pengolahan menjadi bentuk teh dapat mendorong
pemanfaatan daun sirsak sekaligus meningkatkan nilai tambah.
Bentuk teh memiliki kelebihan dibandingkan bentuk segarnya. Daun yang
diolah menjadi teh akan memiliki masa simpan yang lebih lama. Selain itu
kandungan antioksidan akan lebih stabil hal ini dibuktikan dalam publikasi
Naithani et al. (2005) yang menunjukkan bahwa teh herbal India masih memiliki
kapasitas antioksidan setelah disimpan 5 bulan.
Namun perlu diperhatikan bahwa jumlah senyawa bioaktif yang terekstrak
pada teh dipengaruhi oleh kondisi selama persiapan seperti suhu, pH, lama
penyeduhan (Zimmermann dan Gleichenhagen 2011 ; Yang et al. 2007), suhu dan
lama pengeringan daun teh (Andri dan Hersoelistyorini 2013), perebusan (Labbe
et al. 2006), jenis teh (Yang et al. 2007) dan bahan tambahan pangan seperti asam

2

(Wang et al. 2003). Jumlah senyawa bioaktif yang terekstrak tersebut menentukan
seberapa besar manfaat dari teh daun sirsak yang bisa dirasakan oleh
penggunanya. Oleh karena itu diperlukan kajian ilmiah untuk membahas faktorfaktor di atas.
Faktor yang menjadi perhatian dalam penelitian ini yaitu pH larutan
penyeduh dan lama penyeduhan. Kajian ini diharapkan dapat memberikan
informasi ilmiah kepada pihak-pihak yang ingin mengetahui pengaruh pH larutan
penyeduh dan lama penyeduhan terhadap kapasitas antioksidan teh daun sirsak
dan sekaligus mendorong pemanfaatan teh daun sirsak ke arah yang lebih baik.

Perumusan Masalah
Sebagian besar teknologi yang diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam
pemanfaatan senyawa bioaktif daun sirsak masih sederhana yaitu dengan
perebusan. Daun sirsak dapat diolah menjadi teh. Walaupun teh daun sirsak sudah
mulai dikembangkan namun kajian ilmiah mengenai teh daun sirsak masih sangat
terbatas. Disisi lain banyak faktor yang mempengaruhi jumlah senyawa bioaktif
yang terambil selama proses ekstraksi. Untuk memaksimalkan pengambilan
senyawa bioaktif pada teh daun sirsak diperlukan kajian tentang faktor-faktor
tersebut. Pada penelitian ini faktor yang dipilih yaitu pH larutan penyeduh dan
lama penyeduhan dengan respon yang diukur meliputi kapasitas antioksidan, total
fenolik dan total flavonoid. Pengaruh pH ekstraksi difokuskan pada pH asam
karena sebagian besar produk minuman memiliki kisaran pada pH asam.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pH larutan penyeduh (6, 4
dan 3) dan lama penyeduhan (5, 7.5, 10, dan 12.5 menit) terhadap kapasitas
antioksidan, total fenolik, dan total flavonoid ekstrak teh daun sirsak.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai
kapasitas antioksidan teh daun sirsak akibat pengaruh pH larutan penyeduh dan
lama penyeduhan sehingga mampu mendorong pemanfaatan teh daun sirsak dan
memberi informasi kepada masyarakat tentang cara ekstraksi yang baik untuk
memaksimalkan komponen bioaktif terekstrak dari teh daun sirsak.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu teh daun sirsak, lama penyeduhan pada
beberapa pH asam dan kaitannya terhadap kapasitas antioksidan, total fenolik dan
total flavonoid.

3

METODE
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sirsak segar
yang diperoleh dari Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, HCl dan air minum dalam
kemasan (AMDK). Bahan yang digunakan untuk analisis antioksidan antara lain
serbuk DPPH (D9132-IG, Sigma Aldrich), etanol p.a (1.00983.2500, Merck),
asam askorbat (1.00468.0100, Merck) dan akuades. Bahan yang digunakan untuk
analisis total fenol antara lain Na2CO3 5 %, Folin Ciocalteau 50 % (1.09001.0500,
Merck), etanol 95 %, asam galat (398225-100G, Sigma Aldrich) dan akuades.
Bahan yang digunakan untuk analisis total flavonoid antara lain AlCl3 2 %
(8.01081.1000, Merck), metanol p.a (1.06009.2500, Merck), kuersetin (Q495110G, Sigma Aldrich), dan akuades.
Alat yang digunakan untuk pembuatan teh daun sirsak antara lain tray dryer
box, loyang, termometer, waring blender, ayakan 30 mesh. Peralatan analisis yang
digunakan antara lain Spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific Genesys 20),
mikrokuvet, mikropipet, pH meter, penyaring vakum, labu buchner, kertas saring,
neraca analitik, oven, desikator, lemari pendingin, botol kaca gelap bertutup,
plastik zip, alumunium foil, wadah bertutup dan peralatan gelas.

Waktu dan Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai September 2015.
Penelitian dilakukan di beberapa laboratorium antara lain Laboratorium Biokimia
Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, Laboratorium Analisis Pangan,
Laboratorium Pengolahan Pangan dan L2 Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan IPB serta Laboratorium Rekayasa PAU SEAFAST IPB.

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap awal yang dilakukan
adalah pembuatan teh daun sirsak menggunakan oven tray dryer box dengan suhu
pengeringan 50 ˚C selama 210 menit. Tahap kedua yaitu ekstraksi teh daun sirsak
dengan cara penyeduhan pada beberapa kondisi pH larutan penyeduh yang
berbeda (6, 4, dan 3) pada suhu 90 ˚C selama 5, 7.5, 10, dan 12.5 menit. Tahap
ketiga yaitu analisis ekstrak teh daun sirsak meliputi analisis kapasitas
antioksidan, total fenolik dan total flavonoid.
Pesiapan Bahan Baku
Sampel daun sirsak segar (Annona muricata Linn) diperoleh dari kebun
percobaan Leuwikopo, Bogor, Jawa Barat. Daun sirsak yang diambil adalah daun
ke 3, 4, dan 5 dari ujung tangkai dan pengambilan dilakukan pagi hari pada pukul
06.00-07.00 WIB (Zuhud 2011a). Daun sirsak dikemas menggunakan plastik lalu
disimpan dalam refrigerator (4 oC) selama ± 1 jam sebelum diproses menjadi teh.

4

Pembuatan Teh Daun Sirsak
Daun sirsak segar dicuci menggunakan air mengalir untuk membersihkan
dari senyawa pengotor lalu ditiriskan. Daun sirsak diblansir pada suhu 60 oC
selama 3 menit dan dikeringkan dengan tisu dari sisa air blansir. Daun sirsak
ditata pada loyang kemudian dikeringkan menggunakan oven tray dryer box pada
kisaran suhu 50-55 oC (Adri dan Hersoelistyorini 2013) dengan lama pengeringan
210 menit. Selama proses pengeringan dilakukan rotasi loyang setiap 30 menit.
Daun sirsak yang sudah kering dihilangkan tulang daunnya kemudian dihancurkan
menggunakan waring blender. Serbuk teh daun sirsak diayak menggunakan
ayakan 30 mesh dan dikemas dalam plastik yang ditutup alumunium foil. Serbuk
teh daun sirsak yang sudah dikemas disimpan dalam wadah bertutup kemudian
disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu ± 4 oC. Diagram alir proses
pembuatan teh daun sirsak dapat dilihat pada Gambar 1.

Daun sirsak segar
ke 3,4 dan 5 dari ujung tangkai

Penyimpanan refrigerator (4 ˚C ±1 jam)

Pencucian (air mengalir)

Penirisan

Analisis:
Kadar air daun sirsak segar

Blansir suhu 60 ˚C, 3 menit

Pengeringan daun dari air blansir

Penataan pada loyang

Analisis :
Kadar air teh daun sirsak

Pengovenan suhu 50-55 ˚C, 210 menit

Penyimpanan refrigerator ± 4 ˚C

Daun sirsak kering

Pengemasan

Penghilangan tulang daun

Teh daun sirsak

Penghancuran

Pengayakan 30 mesh

Gambar 1 Diagram alir pembuatan teh daun sirsak

5

Pembuatan Ekstrak Teh Daun Sirsak
Teh daun sirsak ditimbang sebanyak 1 gram kemudian diseduh pada suhu
90 oC (Zimmermann dan Gleichenhagen 2011 ; Wicaksono dan Zubaidah 2015)
dalam 250 mL air minum dalam kemasan (AMDK) selama 5, 7.5, 10, dan 12.5
menit pada 3 kondisi pH larutan penyeduh yang berbeda (6, 4 dan 3). Nilai pH 6,
4 dan 3 dibuat dengan cara menambahkan HCl 1 N ke dalam AMDK.
Penyeduhan dilakukan dalam kondisi terbuka dan diaduk selama 2 menit pertama
selanjutnya didiamkan. Diagram alir proses ekstraksi teh dapat dilihat pada
Gambar 2.
HCl 1 N

AMDK
@1.2 L

Pengaturan pH 6, 4 dan 3

Teh daun
sirsak

Persiapan larutan penyeduh
@250 mL (gelas piala
bertutup alufo)

Penimbangan teh 1 gram

Pencampuran
Pemanasan 90 ˚C
Penyeduhan selama 5, 7.5,
10 dan 12.5 menit (kondisi
terbuka)
Pengadukkan 2 menit
Penyaringan dengan
penyaring vakum (2 kali)

Penepatan volume sampai 250 mL

Analisis :
Kapasitas antioksidan
Total fenolik
Total flavonoid

Ekstrak teh
daun sirsak

Pengukuran pH

Pengemasan (botol gelap bertutup)

Penyimpanan refrigerator ± 4 ˚C

Gambar 2 Diagram alir pembuatan ekstrak teh daun sirsak dan analisis
kimia

6

Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)
Cawan kosong dikeringkan dalam oven yang bersuhu 105 ºC selama 15
menit kemudian didinginkan dalam desikator. Cawan diambil dengan
menggunakan penjepit dan ditimbang. Sebanyak 1‒2 gram sampel dimasukkan ke
dalam cawan dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 ºC selama tiga jam.
Setelah selesai, sampel diambil dengan penjepit lalu didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. Perhitungan kadar air menggunakan rumus berikut:
Kadar air 

g bahan basah

W

W

W

W

Keterangan:
W = Berat contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = Berat contoh + cawan kering kosong (g)
W2 = Berat cawan kering kosong (g)

Analisis pH (SNI 01-2891-1992)
Pengukuran pH diawali dengan kalibrasi pH meter menggunakan buffer
pH 7 dan pH 4. Sampel dimasukan ke dalam gelas piala. Elektroda pH meter
dibilas menggunakan akuades dan dikeringkan. Selanjutnya elektroda pH meter
dimasukan ke dalam gelas piala berisi sampel, ditunggu hingga display pH meter
stabil menunjukkan suatu angka. Angka yang terbaca pada pH meter merupakan
nilai pH sampel yang terukur. Elektroda dikeluarkan kemudian dibilas
menggunakan akuades dan dikeringan kembali.
Analisis Total Fenolik Metode Folin-Ciocalteau (Javanmardi et al. 2003)
Sebanyak 0.5 mL sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan dengan 0.5 mL etanol 95 %, 2.5 mL akuades dan 2.5 mL FolinCiocalteau. Campuran didiamkan selama 5 menit dan ditambahkan 0.5 mL larutan
Na2CO3 5 %. Larutan dihomogenisasi menggunakan vortex dan diinkubasi selama
60 menit. Pengukuran absorbansi larutan dilakukan pada panjang gelombang 725
nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Kontrol dibuat dengan cara
mengganti larutan sampel dengan akuades sebanyak 0.5 mL. Pembuatan larutan
standar asam galat dilakukan dengan cara melarutkan 5 mg asam galat dalam 50
mL labu ukur dan disimpan sebagai stok. Larutan stok diencerkan pada
konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L. Total fenolik dinyatakan dalam mg
galic acid equivalent/g teh basis kering (mg GAE/g (bk)).
Analisis Total Flavonoid Metode Alumunium Klorida (AlCl3) (Meda et al.
2004)
Ekstrak teh daun sirsak sebanyak 5 mL dicampur dengan 5 mL AlCl3 2 %
dalam pelarut metanol p.a. Campuran dihomogenisasi menggunakan vortex dan
didiamkan selama 10 menit. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang
gelombang 415 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Kontrol dibuat
dengan mencampurkan 5 mL akuades dengan 5 mL AlCl3 2 %. Kandungan total
flavonoid ditentukan menggunakan kurva standar kuersetin pada konsentrasi 0,
10, 20, 30, dan 40 mg/L. Nilai yang terbaca dinyatakan sebagai mg quersetin
equivalents QE/g sampel teh daun sirsak basis kering (mg QE/g (bk)).

7

Analisis Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Shim dan Lim 2009)
Sebanyak 0.1 mL larutan sampel teh daun sirsak dicampur dengan 2.9 mL
senyawa radikal 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) 0.05 mM. Campuran
kemudian dihomogenisasi menggunakan vortex. Setelah itu campuran disimpan
selama 30 menit dalam ruang gelap. Pengukuran absorbansi campuran dilakukan
pada panjang gelombang 517 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Kontrol dibuat dengan cara mencampurkan 0.1 mL akuades dan 2.9 mL DPPH
0.05 mM. Pembuatan larutan standar dilakukan dengan menimbang 5 mg asam
askorbat yang dilarutkan dalam akuades pada labu ukur 50 mL. Selanjutnya
larutan standar diencerkan pada konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L.
Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam persentase penghambatan radikal DPPH
(%) dan mg AEAC (Ascorbic Acid Equivalent Capacity) per gram teh basis
kering. Kapasitas antioksidan dalam bentuk presentase penghambatan terhadap
radikal DPPH dapat dihitung menggunaka rumus berikut :
Kapasitas antioksidan (%) =

A

 

A

 A

 

 

 

 %

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak faktorial (RAF) dengan 2
faktor dan 2 ulangan. Faktor yang pertama yaitu pH larutan penyeduh dengan 3
taraf (6, 4 dan 3). Faktor kedua yaitu lama penyeduhan dengan 4 taraf ( 5, 7.5, 10
dan 12.5 menit) sehingga diperoleh 12 sampel percobaan. Analisis data dilakukan
menggunakan program IBM SPSS Statistics Version 22. Analisis Univariate
digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor pH larutan penyeduh, lama
penyeduhan dan kombinasi kedua faktor tersebut terhadap aktivitas antioksidan,
total fenolik dan total flavonoid. Jika perlakuan memberikan pengaruh yang nyata
(p 0.05), maka pengujian dilanjutkan dengan analisis Duncan pada taraf 5 %.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Teh Daun Sirsak
Daun sirsak (Annona muricata Linn) yang diproses menjadi teh adalah daun
urutan ke 3, 4 dan 5 dari ujung tangkai (pucuk) dengan spesifikasi tidak terlalu
muda. Pemilihan daun sirsak yang tidak terlalu muda pada penelitian ini
berdasarkan pada kandungan senyawa antioksidan yang diduga cukup tinggi
(Zuhud 2011a). Penelitian Supriyanto et al. 2014 menunjukkan bahwa umur daun
dapat mempengaruhi kandungan senyawa fitokimia yang dimilikinya. Pemetikan
daun sirsak dilakukan pada pukul 06.00 WIB, mengacu pada pemetikan daun teh
(Camelia sinensis) (Kusuma 2008) dengan tujuan memperoleh daun yang masih
segar. Daun sirsak segar dalam penelitian ini memiliki kadar air 71.35 ± 0.66
g/100 gram daun (bb). Daun sirsak yang dipanen dikemas ke dalam plastik dan
disimpan dalam lemari pendingin bersuhu ± 4 ˚C selama sekitar 1 jam untuk
mencegah kerusakan.

8

Pembuatan teh daun sirsak pada penelitian ini mengacu pada pembuatan teh
hijau. Pembuatan teh diawali dengan pencucian menggunakan air mengalir untuk
menghilangkan senyawa pengotor lalu ditiriskan. Pelayuan dilakukan dengan cara
diblansir pada suhu 60 ˚C selama 3 menit. Tujuan dilakukannya pelayuan adalah
inaktivasi enzim polifenol oksidase sehingga potensi kerusakan enzimatik
senyawa antioksidan dapat dicegah (Towaha dan Balitri 2013). Pengovenan
dilakukan menggunakan tray dryer box pada suhu 50 ˚C selama 210 menit dengan
rotasi tray setiap 30 menit agar pengeringan dapat merata dan rendemen daun
sirsak kering yang dihasilkan dapat meningkat. Pemilihan suhu pengeringan 50 ˚C
didasarkan pada penelitian pembuatan teh daun sirsak oleh Andri dan
Hersoelistyorini (2013). Komponen fenolik pada tanaman sangat rentan oleh
beberapa faktor seperti kondisi asam dan suhu tinggi. Proses pengeringan yang
terbaik ada pada kisaran suhu 50 ˚C karena memiliki rendemen fenolik yang
tinggi. Pengeringan pada suhu ruang cenderung memicu kerusakan ezimatis
senyawa fenolik sedangkan pengeringan di atas 60 ˚C mengakibatkan fenolik
terdegradasi atau bereaksi dengan senyawa lain dalam tanaman (Miean dan
Mohamed 2001). Daun sirsak kering selanjutnya dihancurkan dengan waring
blender dan diayak menggunakan ayakan 30 mesh. Teh daun sirsak dikemas
menggunakan plastik yang ditutup alumunium foil lalu dimasukkan dalam wadah
bertutup dan disimpan pada suhu 4 ˚C. Teh daun sirsak yang dihasilkan memiliki
kadar air 7.41 g/100 g teh (bb) dan telah memenuhi persyaratan SNI 01-44531998 dengan kadar air teh maksimal 8%. Daun sirsak segar dan teh daun sirsak
yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

6
5

4
3

(a)

(b)

Gambar 3 Daun sirsak segar yang digunakan (a) dan teh daun sirsak (b)

Ekstraksi teh daun sirsak
Proses ekstraksi senyawa-senyawa fitokimia dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara diseduh. Konsentrasi teh yang digunakan yaitu 4 mg/mL (1
gram teh dalam 250 mL air). Suhu penyeduhan yang digunakan yaitu 90 ˚C.
Penggunaan suhu 90 ˚C didasarkan pada hasil kajian yang menyebutkan bahwa
suhu ekstraksi yang tinggi antara 90-100 ˚C, cenderung mengekstrak lebih banyak
komponen pada teh hijau (Sharma et al. 2005 ; Labbe et al. 2006 ; Yang et al.

9

2007 ; Zimmermann dan Gleichenhagen 2011). Selain itu suhu air mendidih yaitu
90-100 ˚C merupakan suhu yang biasa digunakan dalam penyeduhan sehari-hari.
Faktor yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaruh pH
larutan penyeduh dan lama penyeduhan. Asam yang digunakan untuk mengatur
pH larutan penyeduh adalah HCl 1 N. HCl 1 N digunakan untuk mengatur pH air
minum dalam kemasan (AMDK) menjadi 6, 4, dan 3 sedangkan AMDK tanpa
penambahan HCl memiliki pH sekitar 6.86. HCl sengaja dipilih karena tidak
memberikan aktivitas antioksidan sedangkan beberapa asam organik seperti asam
askorbat dan asam sitrat memiliki aktivitas antioksidan. Kajian Wang et al. (2003)
tentang pengaruh jenis asam (asam askorbat dan asam sitrat) yang digunakan
sebagai antibrowning pada minuman teh hijau menunjukkan bahwa jenis asam
tertentu memiliki pengaruh yang berbeda. Hal ini disebabkan karena perbedaan
struktur dan sifat asam. Asam sitrat selain bekerja sebagai antibrowning juga
memberi efek antioksidan yaitu dengan cara mengkelat katalisator logam
penyebab autooksidasi. Sedangkan menurut Arnao et al. (1996) asam askorbat
bekerja dengan cara pendonoran dua atom H untuk menstabilkan radikal bebas.
Hal tersebut menunjukkan bahwa asam askborbat dan asam sitrat memiliki
aktivitas antioksidan sehingga tidak digunakan dalam penelitian ini.
Penyeduhan dilakukan pada kondisi terbuka dan suhu dibiarkan menurun.
Suhu akhir penyeduhan diukur untuk mengetahui kisaran temperatur selama
penyeduhan. Saat proses penyeduhan, dilakukan pengadukan secara manual
selama 2 menit pertama dan dibiarkan hingga mencapai waktu target. Setelah
waktu target tercapai, dilakukan penyaringan sebanyak 2 kali menggunakan
penyaring vakum. Hasil ekstraksi dimasukan ke dalam botol gelap dan disimpan
dalam lemari pendingin bersuhu 4 ˚C untuk mencegah kerusakan akibat oksidasi.
Data selama proses ekstraksi disajikan pada Lampiran 13.

Analisis Total Fenolik
Berdasarkan uji screening fitokimia pada daun sirsak dari berbagai
penelitian (Tabel 1) menunjukkan bahwa senyawa antioksidan yang dominan
adalah senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang terdeteksi dari uji screening
fitokimia yaitu flavonoid, tanin, asam fenolat dan kumarin. Informasi tersebut
menjadi dasar dilakukannya pengukuran kadar total fenolik pada penelitian ini.
Kadar total fenolik diukur menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteau. Prinsip
pengukuran total fenolik yaitu berdasarkan pembentukkan kompleks molibdenumtungsten (Mo-W) berwarna biru hasil reaksi oksidasi fenolat dan reduksi
heteropoli yang dapat diukur dengan spektrofotometer (Abgor et al. 2014).
Hasil analisis total fenolik pada penelitian ini menunjukkan ekstrak teh daun
sirsak memiliki total fenolik sebesar 8.14 hingga 10.74 mg GAE/g (bk) (Tabel 2).
Nilai total fenolik tertinggi dimiliki oleh perlakuan larutan peyeduh pH 4 dengan
lama penyeduhan 12.5 menit yaitu sebesar 10.74 mg GAE/g (bk) sedangkan nilai
terendah dimiliki oleh perlakuan larutan penyeduh pH 6 dengan lama penyeduhan
10 menit yaitu sebesar 8.14 mg GAE/g (bk). Hasil penelitian sebelumnya yang
terkait dengan daun sirsak oleh Prabandari (2015) menyebutkan bahwa rebusan
sari daun sirsak segar (10 g daun dalam 500 mL selama 10 menit) memiliki total
fenolik sebesar 11.29 mg GAE/g daun (bk).

10

Tabel 1 Rangkuman uji kualitatif senyawa fitokimia daun sirsak

Referensi

Flavonoid

Mustariani
(2011)

+
(flavonol)

Chauhan
dan Mitu
(2015)

Tanin

Asam
fenolat

Steroid

+

+

Usunobun et
al. (2014)

+

+

-

Arthur et al.
(2011)

+

+++

r

t

t

t

t

t

+
(flavonol,
flavon)

+

George et
al. (2014)

Alka
-loid

Sapo
-nin

Glikosida
(kardiak,
antrakuinon,kuma
-rin)

Pelarut

Etanol

+

Gavamulkuya et al.
(2014)

Terpeno
-id

-

+

-

+

(+,+,+)

Air

+

+

(+,-, )

Etanol

-

+++

+++

Air

t

t

t

(s,t,s)

Air

t

t

r

(s,t,s)

Etanol

-

(+,-, )

Butanol

+

Purwatresna
+
+
+
+
+
Air
(2012)
Keterangan : + (terdeteksi), - (tidak terdeteksi), +++ (melimpah), t (tinggi), s (sedang), r (rendah)

Tabel 2 Nilai total fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap lama
penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
Lama penyeduhan
(menit)
5
7.5
10
12.5

6
8.50 ± 3.07
8.18 ± 3.04
8.14 ± 2.60
8.92 ± 3.45

pH larutan penyeduh
4
9.66 ± 3.58
10.48 ± 4.34
10.29 ± 3.28
10.74 ± 3.48

3
9.91 ± 4.02
10.13 ± 3.55
9.82 ± 3.45
10.22 ± 3.09

Analisis Univariate (Lampiran 5) menunjukkan pH larutan penyeduh, lama
penyeduhan dan kombinasi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05) terhadap total fenolik. Hasil ini menunjukkan bahwa proses ekstraksi
total fenolik diduga berjalan konstan atau sejumlah senyawa fenolik mengalami
perubahan sehingga nilai antar perlakuan tidak berbeda nyata.
Perlakuan pH yang digunakan pada penelitian ini ada dalam kisaran pH
rendah. Secara statistik pH 3, 4 dan 6 memang tidak berbeda nyata namun dapat
dilihat pada Gambar 4 bahwa ada peningkatan total fenolik pada larutan penyeduh
pH 3 dan 4 dibandingkan dengan pH 6. Menurut Friedman dan Jurgens (2000)
senyawa-senyawa fenolik stabil pada pH rendah dan akan mengalami kerusakan
pada pH tinggi. Friedman dan Jurgens (2000) melakukan pengamatan kestabilan
beberapa senyawa fenolik dan non fenolik pada berbagai pH (3-11) melalui

11

35

35

30

30

25

25

mg GAE/g teh (bk)

mg GAE/g (bk)

pengamatan serapan absorbansi. Absorbansi golongan fenolik menunjukkan
penurunan seiring meningkatnya pH dan lama penyimpanan. Hasil tersebut
menunjukkan kestabilan senyawa fenolik dipengaruhi pH tinggi dan lama
penyimpanan yang berkontribusi pada perubahan struktur kimia fenolik. Struktur
senyawa fenolik sederhana lebih rentan pada pH tinggi sedangkan senyawa
polifenol seperti katekin dan rutin, karena memiliki cincin yang lebih kompleks,
strukturnya akan lebih stabil dibanding fenolik sederhana.
Perlakuan lama penyeduhan tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0.05). Hasil tersebut sama dengan hasil yang diperoleh pada pengujian
kapasitas antioksidan dan total flavonoid. Hal ini menunjukkan bahwa total
fenolik, kapasitas antioksidan, dan total flavonoid memiliki kecenderungan yang
sama. Total fenolik yang konstan selama penyeduhan diduga karena suhu selama
proses penyeduhan terus menurun dan berakibat pada terhambatnya proses difusi.

20
a

15

a
a

10
5

10.02 10.29
8.43

0
0

1

2

3

4

5

6

pH larutan penyeduh

7

20

a

a

a

a

15
10
5

9.36 9.60 9.22 9.96

0

Lama penyeduhan (menit)

(a)
(b)
Gambar 4 Nilai rata-rata total fenolik (mg GAE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH larutan penyeduh
(b)

Analisis Total Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat secara alami pada
tanaman dengan struktur dasar C6-C3-C6. Senyawa ini memberikan pigmen pada
tanaman dan ditemukan pada berbagai buah, sayur, kulit kayu, akar, batang dan
bunga. Selain itu flavonoid juga ditemukan pada produk olahan seperti teh dan
wine. Kelompok senyawa ini dapat dikelompokan menjadi 6 kategori yaitu
flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, flavan-3-ol (katekin), dan antosianidin.
Senyawa ini (aglikon) biasanya ditemukan di alam dalam bentuk glikosida yaitu
terikat oleh satu atau lebih gugus gula dan bisa juga berikatan dengan gugus
alkoksil ataupun ester (Humadi dan Istudor 2008). Metode yang umumnya
digunakan untuk menentukan jumlah flavonoid yaitu metode pembentukan

12

kompleks flavonoid dengan aluminium klorida. Secara umum AlCl3 akan
membentuk kompleks asam stabil dengan gugus C-4 keto dan juga gugus
hidroksil C-3 atau C-5 dari flavon dan flavonol. Selain itu AlCl3 membentuk
kompleks asam yang labil dengan gugus ortodihidroksil pada cincin A dan B
flavonoid. Pembuatan kurva standar digunakan standar kuersetin pada berbagai
konsentrasi (Kalita et al.2013).
Latifah (2013) mengidentifikasi senyawa flavonoid pada daun sirsak
menggunakan pelarut etanol dan Goerge et al. (2014) menggunakan pelarut
butanol, hasilnya menunjukkan bahwa daun sirsak mengandung flavonoid
golongan flavon, flavonol, flavanon, dan dihidroflavonol. Sedangkan Mustariani
(2011) menyebutkan dengan lebih spesifik bahwa golongan flavonoid jenis
flavonol yang terdapat pada daun sirsak yaitu kuersetin dan kaempferol. Santos
dan Salatino (2000) menyebutkan bahwa kandungan flavonoid dari 31 spesies
Annonaceae yang terdapat di Brazil didominasi oleh kuersetin dan kaempferol.
Hasil pengukuran total flavonoid teh daun sirsak pada penelitian ini, ada
pada kisaran 5.08 hingga 5.63 mg QE/g (bk). Kadar total flavonoid tertinggi
diperoleh dari perlakuan pH 6 dengan lama penyeduhan 5 menit yaitu sebesar
5.63 mg QE/g (bk) sedangkan kadar total flavonoid terendah diperoleh dari
perlakuan pH 3 dengan lama penyeduhan 5 menit sebesar 5.08 mg QE/g (bk)
(Tabel 3). Hasil penelitian sebelumnya yang terkait dengan flavonoid pada daun
sirsak yaitu Prabandari (2015) yang menyebutkan bahwa rebusan sari daun sirsak
segar (10 g daun dalam 500 mL selama 10 menit) memiliki total flavonoid sebesar
7.43 mg QE/g daun (bk). Sedangkan kandungan flavonoid pada tanaman lain
seperti daun bawang yaitu sebesar 2.72 mg/g basis kering, daun pandan 0.12 mg/g
basis kering dan daun serai 0.18 mg/g basis kering (Miean dan Mohamed 2001).
.
Tabel 3 Nilai total flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
Lama penyeduhan
(menit)
5
7.5
10
12.5

6
5.63 ± 0.01
5.59 ± 0.24
5.44 ± 0.31
5.45 ± 0.18

pH awal penyeduhan
4
5.28 ± 0.01
5.41 ± 0.21
5.36 ± 0.15
5.08 ± 0.20

3
5.08 ± 0.14
5.20 ± 0.17
5.12 ± 0.12
5.27 ± 0.00

Hasil analisis Univariate (Lampiran 8) menunjukkan pH larutan penyeduh
memiliki pengaruh nyata (p 0.05) terhadap total flavonoid. Sedangkan lama
penyeduhan dan kombinasi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata (p>0.05).
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa larutan penyeduh pH 6 memiliki
nilai rata-rata total flavonoid tertinggi (Gambar 5) dibandingkan dengan pH 3 dan
4. Hasil uji lanjut Duncan untuk total flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 8a.
Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan pada pH rendah (3-6). Sama
halnya dengan senyawa fenolik, senyawa flavonoid akan lebih stabil pada pH
rendah. Zimmermann dan Gleichenhagen (2011) meneliti tentang pengaruh pH
dan lama penyeduhan terhadap flavonoid (katekin) teh hijau hijau (Camelia
sinensis). Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa flavonoid (katekin) teh hijau
meningkat pada pH rendah selain itu ada pengaruh dari lama penyeduhan terhadap

13

peningkatan senyawa katekin pada menit ke 7. Pengaturan pH pada penelitian
Zimmermann dan Gleichenhagen (2011) dilakukan dengan cara penambahan
asam sitrat dan asam askorbat.
Berdasarkan uji screening fitokimia terdeteksi bahwa komponen flavonoid
pada daun sirsak adalah golongan flavonol (kuersetin dan kaempferol). Kuersetin
(3,5,7,3΄,4΄-pentahidroksiflavon) merupakan salah satu senyawa flavonoid alami
yang paling luas ditemukan. Sedangkan kaempferol memiliki struktur yang sama
dengan kuersetin dan hanya dibedakan oleh tidak adanya gugus 3΄-OH
(Dall’Acqua et al. 2012). Zheng et al (2005) menyebutkan bahwa kuersetin dalam
bentuk terlarut secara kimia stabil pada pH 3 dan mulai mengalami degradasi
dengan meningkatnya pH di atas 5. Berdasarkan hal tersebut, total flavonoid pada
pH 3 dan 4 dari penelitian ini seharusnya dapat lebih tinggi dibandingkan dengan
pH 6. Hal ini menunjukkan ada faktor lain yang diduga memicu kerusakan
flavonoid pada pH 3 dan 4.

7

7
a

5

b

a

5.17 5.28

4

6
mg QE/g (bk)

mg QE/g (bk)

6

5.53

3
2

5
4

a

a

a

a

5.33 5.40 5.31
5.27

3
2

1
0

1
0

1

2

3

4

5

6

pH larutan penyeduh

7
Lama penyeduhan (menit)

(a)
(b)
Gambar 5 Nilai rata-rata total flavonoid (mg QE/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH larutan penyeduh
(b)
Penggunaan HCl dalam penelitian ini diduga berpengaruh terhadap
penurunan kadar flavonoid pada perlakuan larutan penyeduh pH 3 dan 4. Air
minum dalam kemasan (AMDK) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki
pH rata-rata sekitar 6.86 sehingga dibutuhkan penambahan HCl yang lebih sedikit
untuk mencapai pH 6 dibandingkan pH 3 dan 4. Penambahan HCl yang lebih
banyak pada larutan penyeduh pH 3 dan 4 diduga dapat merusak flavonoid. Hal
ini dapat dijelaskan oleh Yu (2014) yang mengamati karakteristik serapan
absorbansi kuersetin pada berbagai kondisi pH yang diatur dengan asam kuat dan
basa kuat. Hasilnya menunjukkan bahwa standar kuersetin normal memiliki pH
6.8. Ketika pH kuersetin diatur menjadi 14 menggunakan NaOH dan pH 1
menggunakan HCl hasilnya menunjukkan perubahan absorbansi. Sehingga

14

disimpulkan bahwa asam kuat dan basa kuat mengakibatkan dekomposisi
kuersetin. Penggunaan HCl pada larutan penyeduh pH 3 dan 4 diduga
mengakibatkan dekomposisi senyawa flavonoid teh daun sirsak. Niemann (1972)
dan Humadi dan Istudor (2008) menyebutkan bahwa penggunaan HCl dalam
mengidentifikasi flavonoid merupakan prosedur standar. HCl akan menghidrolisis
glikosida untuk menghasilkan aglikon (flavanoid) murni. Tujuannya yaitu
memudahkan proses identifikasi flavonoid. Flavonoid yang masih dalam bentuk
glikosida sangat beraneka ragam sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan
pengujian. Sayangnya flavonoid dalam bentuk aglikon sangat rentan terhadap
dekomposisi. Bahkan saat waktu hidrolisis hanya 5 menit pun, proses degradasi
flavonoid baik sebagian dan sempurna dapat terjadi.
Lama penyeduhan 5, 7.5, 10 dan 12.5 menit tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p>0.05) terhadap ekstraksi flavonoid. Hasil ini sama dengan kapasitas
antioksidan dan total fenolik. Lama penyeduhan pada penelitian ini tidak
memberikan pengaruh pada semua respon uji. Hal ini menunjukkan bahwa proses
ekstraksi pada teh daun sirsak dengan cara diseduh memberikan hasil yang kurang
maksimal dan diduga akan lebih baik apabila diekstrak dengan cara direbus.

Analisis Kapasitas Antioksidan
Pengukuran kapasitas antioksidan dilakukan menggunakan metode DPPH.
Metode DPPH merupakan metode yang banyak digunakan karena sederhana dan
sensitif. Gambar 6 menunjukkan mekanisme kerja metode DPPH. DPPH radikal
akan menerima atom hidrogen dari antioksidan. DPPH radikal menunjukkan
serapan maksimal pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu.
Perubahan warna dari ungu menjadi kuning terjadi seiring pembentukan DPPH
non radikal selama penyerapan atom hidrogen dari antioksidan dan dapat
dimonitor dari penurunan absorbansi pada spektrofotometer UV-Vis (Lewis
2012). Penelitian ini menggunakan asam askorbat sebagai standar dengan nilai
kapasitas antioksidan dinyatakan sebagai ascorbic acid equivalent antioxidant
capacity (AEAC) dan persen penghambatan (%).
Nilai kapasitas antioksidan (%) teh daun sirsak berkisar antara 26.16 hingga
38.50 %. Nilai kapasitas antioksidan (%) tertinggi pada teh daun sirsak diperoleh
pada perlakuan larutan penyeduh pH 6 dengan lama penyeduhan 5 menit yaitu
sebesar 38.50% (Tabel 4). Hasil ini lebih kecil dibandingkan hasil penelitian
Prabandari (2015) yang menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan (%) sari daun
sirsak segar (10 g daun sirsak segar dalam 500 mL air) yang direbus pada 98 ˚C
selama 5 menit sebesar 52.71 % dan meningkat menjadi 81.39 % setelah 10
menit. Hasil penelitian Baskar et al. (2007) menyebutkan bahwa ekstrak etanol
daun sirsak (Annona muricata Linn) metode Soxhlet dengan konsentrasi 400
μg/mL memiliki persen penghambatan sebesar 81.63 %. Nilai persen
penghambatan yang rendah pada penelitian ini diduga karena ekstraksi dilakukan
dengan cara diseduh sehingga komponen fitokimia antioksidan kurang terekstrak
dibanding dengan perebusan suhu tinggi.

15

2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl radikal
bebas (DPPH•)

2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl
(DPPH)

Gambar 6 Konversi radikal bebas DPPH• menjadi DPPH oleh senyawa
antioksidan (Lewis 2012)
Tabel 4 Kapasitas antioksidan (%) metode DPPH ekstrak teh daun sirsak terhadap
lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan penyeduh
Lama penyeduhan
(menit)
5
7.5
10
12.5

6
38.50 ± 1.10
37.54 ± 5.25
34.00 ± 0.11
33.63 ± 1.33

pH ekstraksi
4
30.19 ± 1.03
25.46 ± 2.27
29.09 ± 1.46
28.48 ± 1.19

3
26.17 ± 2.78
26.16 ± 4.89
31.64 ± 9.27
26.58 ± 3.36

Hasil pengujian kapasitas antioksidan juga dinyatakan dalam satuan mg
AEAC/g (bk) (Tabel 5). Nilai kapasitas antioksidan tertinggi terdapat pada
perlakuan larutan penyeduh pH 6 dengan lama penyeduhan 5 menit yaitu sebesar
12.30 mg AEAC/g (bk). Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan larutan
penyeduh pH 4 dengan lama penyeduhan 7.5 menit yaitu sebesar 7.14 mg
AEAC/g (bk). Nilai kapasitas antioksidan yang diperoleh cukup bervariasi
diantara 12 sampel percobaan, hal ini menunjukkan sensitivitas yang tinggi
selama proses ekstraksi.
Tabel 5 Nilai kapasitas antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh daun sirsak
terhadap lama penyeduhan pada beberapa perlakuan pH larutan
penyeduh
Lama penyeduhan
(menit)
5
7.5
10
12.5

6
12.30 ± 0.40
11.93 ± 2.91
10.52 ± 0.78
10.37 ± 0.30

pH larutan penyeduh
4
9.02 ± 1.23
7.14 ± 0.09
8.58 ± 1.39
8.34 ± 1.28

3
7.42 ± 0.29
7.42 ± 1.12
9.58 ± 2.84
7.59 ± 0.52

Walaupun hasil penelitian ini bervariasi antar perlakuan namun hasil
analisis Univariate menunjukkan bahwa pH ekstraksi memberikan pengaruh nyata
(p 0.05) terhadap kapasitas antioksidan teh daun sirsak. Sedangkan lama

16

penyeduhan, dan kombinasi kedua faktor tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0.05) terhadap kapasitas antioksidan teh daun sirsak (Lampiran 12).
20

20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

18
15

b
a

mg AEAC/g (bk)

mg AEAC/g (bk)

 

a
11.28

8.00 8.27

13

a

a

a

10
8
5

9.58

a

9.56
8.83

8.77

3
0

0

1

2

3

4

5

6

pH larutan penyeduh
(a)

7
Lama penyeduhan (menit)
(b)

Gambar 7 Nilai rata-rata kapasitas antioksidan (mg AEAC/g (bk)) ekstrak teh
daun sirsak dari 4 taraf lama penyeduhan (a) dan dari 3 taraf pH
larutan penyeduh (b)
Gambar 7 menampilkan hasil uji lanjut Duncan dari dua faktor yaitu pH
larutan penyeduh dan lama penyeduhan terhadap respon kapasitas antioksidan. Uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa larutan penyeduh pH 6 memiliki kapasitas
antioksidan yang berbeda nyata (p 0.05) dengan rata-rata 11.28 mg AEAC/g (bk)
sedangkan kapasitas antioksidan pada larutan peyeduh pH 3 dan 4 tidak berbeda
nyata (p>0.05) (Lampiran 12a). Kemampuan antioksidan pada teh daun sirsak
berasal dari kandungan senyawa fitokimia antioksidan yang dimilikinya. Hasil uji
screening beberapa penelitian menunjukkan daun sirsak mengandung senyawa
fitokimia yang cukup melimpah. Komponen fitokimia antioksidan yang terdeteksi
antara lain flavonoid, tanin, fenol, steroid, terpenoid, alkaloid, saponin, dan
glikosida (kardiak, antrakuinon, kumarin). Hasil penelitian ini juga memperkuat
bukti bahwa daun sirsak mengandung senyawa antioksidan fenolik dan flavonoid.
Tabel 1 menunjukkan hasil uji kualitatif senyawa fitokimia daun sirsak dengan
menggunakan pelarut yang berbeda dari berbagai penelitian. Walaupun penelitian
kuantitatif tentang kandungan fitokimia antioksidan pada daun sirsak masih
sangat terbatas namun dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa komponen dominan pada
daun sirsak terdiri atas senyawa fenolik dan saponin. Berdasarkan hasil tersebut
komponen yang diduga berperan terhadap kapasitas antioksidan teh daun sirsak
yaitu fenolik dan saponin.
Berdasarkan hasil pengukuran kapasitas antioksidan terlihat bahwa
kapasitas antioksidan teh daun sirsak lebih besar pada larutan penyeduh pH 6
dibandingkan dengan larutan penyeduh pH 3 dan 4. Hasil ini didukung oleh
Settharaksa et al. (2012) yang menyebutkan bahwa pasta kari pada pH 6 memiliki
kapasitas antioksidan DPPH, total fenolik dan total flavonoid paling tinggi.

17

Altunkaya et al. (2016) meneliti tentang pengaruh pH (4-9) terhadap senyawa
fenolik antioksidan pada daun selada. Hasilnya menunjukkan bahwa senyawa
fenolik antioksidan pada selada memiliki fase lag yang lebih tinggi seiring
meningkatnya pH medium. Fase lag peroksidasi liposom pada pH 3 dan 4 masingmasing 13.9 dan 19 menit kemudian meningkat pada pH 6 menjadi 26.8 menit,
23.5 menit pada pH 7, 31.5 menit pada pH 8 dan 37.5 menit pada pH 9. Hal ini
menunjukkan bahwa kapasitas antioksidan senyawa fenolik dipengaruhi oleh pH
dan cenderung meningkat pada pH basa.
Menurut Nanjo et al. (1996) kapasitas antioksidan akan meningkat seiring
meningkatnya pH medium karena peningkatan pontensial redoks. Menurut Nanjo
et al. (1996) 70% kapasitas antioksidan pada teh hijau berasal dari katekin, salah
satu senyawa flavonoid. Potensial redoks pada katekin [(+)-C], epikatekin [(‒)EC], epigalokatekin [(‒)-EGC], epikatekin galat [(‒)-ECg], epigalokatekin galat
[(‒)-EGCg] dipengaruhi oleh struktur katekin seperti posisi dan jumlah ‒OH.
Pada pH 4 potensial redoks senyawa katekin mengalami penurunan dibandingkan
pada kondisi basa dan mengakibatkan penurunan kapasitas antioksidan terhadap
senyawa radikal DPPH.
Hasil serupa juga dibuktikan oleh Muzolf et al. (2008) yang meneliti
pengaruh pH (2-9.5) terhadap kapasitas antioksidan senyawa katekin teh hijau
yang diukur menggunakan TEAC assay. Menurutnya pKa merupakan faktor yang
penting dalam meneliti pengaruh pH terhadap kapasitas antioksidan. Nilai pKa
menandakan kemudahan deprotonasi gugus ‒OH. Semakin kecil nilai pKa
semakin mudah terdeprotonasi karena energi yang dibutuhkan untuk
terdeprotonasi (DE) juga semakin rendah. Pada saat terdeprotonasi, katekin
membentuk senyawa anion. Selama membentuk senyawa anion (deprotonasi)
pada pH tinggi terjadi peningkatan donasi elektron dibuktikan oleh nilai IP
(Ionization Potensial) yang menurun. IP merupakan indikator kemudahan
melepas elektron, semakin kecil semakin mudah melepas elektron. Muzolf et al.
(2008) menyebutkan bahwa peningkatan kapasitas antioksidan seiring
meningkatnya pH disebabkan oleh kemampuan mendonorkan elektron. Hasil
tersebut sesuai dengan pernyataan Amorati et al. (2006) bahwa tingginya
reaktivitas senyawa fenolik pada pH tinggi diakibatkan oleh pembentukan ion
fenolat yang mendorong terjadinya reaksi dengan radikal peroksil. Ion fenolat
memiliki reaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk netralnya.
Faktor lainnya dijelaskan oleh Hotta et al. (2001) yang meneliti
mekanisme antioksidan senyawa polifenol melalui metode elektrokimia
(elektrolisis kolom) pada berbagai pH dari 4.7 hingga 10.3. Hasilnya
menunjukkan bahwa jumlah elektron (n-value) yang terlibat pada oksidasi
kateko