Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)

ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG
SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI
(Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)

KIKY FITRIA AMBARWANGI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Usaha
Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi
Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Kiky Fitria Ambarwangi
NIM H34100049

ABSTRAK
KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang
Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan
Tanjungsari, Sumedang). Dibimbing oleh RATNA WINANDI.
Kedelai merupakan salah satu bahan pangan dengan tingkat harga yang
berfluktuatif. Kenaikan harga kedelai akan berpengaruh terhadap industri
pengolahan kedelai, salah satunya adalah tahu. Kenaikan harga kedelai diduga
akan berpengaruh terhadap struktur biaya, penerimaan, keuntungan, dan efisiensi
usaha. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis usaha tahu sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai. Metode pengambilan data yang digunakan dalam
penelitian adalah metode sensus. Data di analisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Alat analisis yang digunakan adalah R/C ratio, uji t-paired, dan uji anova. Hasil
analisis secara total dari 20 pengrajin tahu menunjukkan bahwa kenaikan harga

kedelai berpengaruh terhadap biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C
ratio, begitupun dengan analisis internal antar skala usaha. Akan tetapi, hasil
analisis pada berbagai tingkat skala usaha tidak berbeda. Hal ini dikarenakan
jumlah sampel yang kecil pada setiap skala usaha serta strategi yang dilakukan
relatif sama pada setiap skala usaha, sehingga tidak bisa mewakili seluruh
populasi yang ada di Kecamatan Tanjungsari, Sumedang.
Kata kunci : biaya, kenaikan harga kedelai, efisiensi, keuntungan, uji beda

ABSTRACT
KIKY FITRIA AMBARWANGI. Analysis of Tofu Industry Before and After the
Soybean Price Increase (Case Study: Tanjungsari District, Sumedang). Supervised
by RATNA WINANDI.
Soybean is one of the food that the price level is fluctuated. The soybean
price increase will affect the soybean processing industry, one of which is tofu
industry. The soybean prices increase are expected to affect the structure of cost,
revenue, profit, and the efficiency of a business. This research aimed to analyze of
tofu industry business before and after the soybean price increase. The method
that used in the study was a census method. Data were analyzed quantitatively and
qualitatively. The analytical tool used is the R / C ratio, paired t-test, and anova
test. The results of the analysis of a total of 20 respondents showed that the

soybean price increase has effect on the cost, revenue, profit, and the R/C ratio, as
well as with an internal analysis of business scale. However, the results of the
analysis at different levels of scale of business is no different. This is due to the
small sample size in each scale of business and strategy performed relatively the
same at every scale of business, so it can not represent the whole population in the
District Tanjungsari, Sumedang.
Keywords: cost, different test, efficinecy, profit, the soybean price increase

ANALISIS USAHA PENGRAJIN TAHU SUMEDANG
SEBELUM DAN SETELAH KENAIKAN HARGA KEDELAI
(Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)

KIKY FITRIA AMBARWANGI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Usaha Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah
Kenaikan Harga Kedelai (Studi Kasus: Kecamatan Tanjungsari,
Sumedang)
Nama
: Kiky Fitria Ambarwangi
NIM
: H34100049

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi, MS
Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh


Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usaha
Pengrajin Tahu Sumedang Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga Kedelai (Studi
Kasus: Kecamatan Tanjungsari, Sumedang)”. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri teladan
terbaik bagi umat manusia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua penulis yang selalu
memberikan kasih sayang, cinta, nasehat, motivasi dan doa sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen
pembimbing Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS atas kesabarannya dalam memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. Terima kasih
kepada dosen penguji utama Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si dan kepada dosen
penguji komisi pendidikan Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM atas saran dan

masukan kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak
Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan yang
telah diberikan, seluruh dosen yang telah mendidik dan berbagi ilmunya kepada
penulis, serta staf Departemen Agribisnis yang telah banyak membantu selama
proses perkuliahan. Tidak lupa, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh
pengrajin tahu sumedang yang sudah bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Boyd Thoriqul Abrar yang
bersedia menjadi pembahas dalam seminar, atas saran dan masukan yang
diberikan dalam skripsi. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan beasiswa full studi
yaitu melalui Bidik Misi IPB. Penulis mengucapkan terima kasih dan sukses
untuk teman-teman Agribisnis 47 khususnya teman sebimbingan, keluarga besar
UKM FORCES IPB dan IPB Mengajar, serta para sahabat atas dukungan,
motivasi, semangat dalam penyelesaian tugas akhir.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2014
Kiky Fitria Ambarwangi

DAFTAR ISI


DAFTAR ISI

xii

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xv

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

4

Tujuan Penelitian

6

Manfaat Penelitian

7

Ruang Lingkup Penelitian

7


TINJAUAN PUSTAKA

7

KERANGKA PEMIKIRAN

9

Kerangka Pemikiran Teoritis

9

Konsep Biaya

10

Penerimaan dan Keuntungan

11


Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input

12

Analisis Penerimaan-Biaya (R/C)

14

Skala Usaha dan Biaya Produksi

15

Metode Penilaian Investasi

16

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN


17
19

Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Jenis dan Sumber Data

19

Metode Pengumpulan Sampel

19

Metode Analisis Data

20

Analisis Struktur Biaya

20

Penerimaan, Keuntungan, dan Efisiensi (R/C ratio)

22

Analisis Statistik Uji Beda T-Paired

23

Analisis Statistik Uji Anova

25

Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai

25

GAMBARAN UMUM

26

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

26

Karakteristik Responden

28

Gambaran Usaha Tahu Sumedang

33

HASIL DAN PEMBAHASAN

39

Analisis Struktur Biaya Tahu Sumedang

39

Biaya Tetap Usaha Tahu Sumedang

39

Biaya Variabel Usaha Tahu Sumedang

41

Biaya Total Usaha Tahu Sumedang

45

Biaya Tunai dan Non Tunai Usaha Tahu Sumedang

47

Biaya Eksplisit dan Implisit Usaha Tahu Sumedang

48

Analisis Penerimaan Tahu Sumedang

48

Analisis Keuntungan dan Kelayakan Tahu Sumedang

51

Analisis Uji T-Paired

53

Analisis Uji Anova

58

Strategi untuk Menyiasati Kenaikan Harga Kedelai

59

SIMPULAN DAN SARAN

60

Simpulan

60

Saran

61

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

63

RIWAYAT HIDUP

72

DAFTAR TABEL

1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia
tahun 2014-2013
2 Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun 2007-2012
3 Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun 2013
4 Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh
masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang
5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Sumedang tahun 2012
6 Struktur biaya produksi usaha tahu di Kecamatan Tanjungsari
7 Rincian peralatan untuk produksi tahu
8 Kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan kelompok umur
9 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan
mata pencaharian tahun 2013
10 Kondisi sosial kependudukan Kecamatan Tanjungsari berdasarkan
tingkat pendidikan tahun 2013
11 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jenis
kelamin tahun 2014
12 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan kelompok
usia tahun 2014
13 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2014
14 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah
anggota keluarga tahun 2014
15 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan lama
usaha tahun 2014
16 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan alasan
memilih usaha tahun 2014
17 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan jumlah
kedelai per hari sebelum kenaikan
18 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan rata-rata
jumlah tenaga kerja tahun 2014
19 Harga kedelai dan jumlah produksi kedelai sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Tanjungsari
20 Jumlah peralatan dan biaya peralatan pada usaha tahu sumedang
21 Sebaran responden pengrajin tahu sumedang berdasarkan cara
penjualan tahun 2014
22 Komponen biaya tetap usaha tahu sumedang di Kecamatan Tanjungsari
pada skala produksi kecil, menegah, dan besar
23 Rata-rata penggunaan kedelai per hari sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada setiap skala usaha
24 Penggunaan input produksi per hari tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha
kecil, menengah, dan besar tahun 2014

2
2
3
4
5
20
21
26
27
27
28
29
29
30
30
31
31
32
34
36
38
40
41

42

25 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang sebelum kenaikan
harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil,
menengah, dan besar per hari bulan Februari 2014
26 Komponen biaya variabel usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga
kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Oktober 2013
27 Komponen biaya total usaha tahu sumedang sebelum kenaikan harga
kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Februari 2014
28 Komponen biaya total usaha tahu sumedang setelah kenaikan harga
kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari bulan Oktober 2013
29 Persentase perubahan biaya setelah kenaikan harga kedelai tahun 2014
30 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai sebelum kenaikan
harga kedelai pada setiap skala usaha
31 Perbandingan komposisi biaya tunai dan non tunai setelah kenaikan
harga kedelai pada setiap skala usaha
32 Jumlah output tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga
kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah,
dan besar per hari
33 Rata-rata harga jual output tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha
kecil, menengah, dan besar per hari (dalam Rp)
34 Rata-rata persentase kenaikan harga jual tahu di Kecamatan
Tanjungsari pada skala usaha kecil, menengah, dan besar tahun 2014
35 Rata-rata penerimaan usaha tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala usaha
kecil, menengah, dan besar (dalam Rp)
36 Rata-rata keuntungan dan efisiensi usaha tahu sumedang sebelum dan
setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari pada skala
usaha kecil, menengah, dan besar per hari
37 Analisis uji beda t-paired biaya produksi pengrajin tahu sebelum dan
setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha
38 Analisis uji beda t-paired rata-rata penerimaan pengrajin tahu sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha
39 Analisis uji beda t-paired rata-rata keuntungan pengrajin tahu sebelum
dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap skala usaha
40 Analisis uji beda t-paired rata-rata R/C ratio pengrajin tahu pengrajin
tahu sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai per hari pada setiap
skala usaha
41 Biaya variabel, penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio pada seluruh
pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
42 Hasil analisis uji beda t-paired pada seluruh pengrajin tahu sumedang
sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai
43 Hasil analisis uji anova untuk biaya produksi, penerimaan, dan
keuntungan antar skala usaha pada kondisi sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai

42

43

45

45
46
47
47

48

49
50

50

51
53
54
55

56
57
57

58

44 Strategi yang dilakukan untuk menyiasati kenaikan harga kedelai
berdasarkan skala usaha di Kecamatan Tanjungsari tahun 2014

59

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input
2 Skala produksi ekonomis dan tidak ekonomis
3 Kerangka pemikiran operasional
4 Proses pembuatan tahu sumedang

14
16
18
37

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kebutuhan kedelai per hari pengrajin tahu sumedang untuk setiap skala
usaha
2 Peralatan dan fungsi peralatan pada usaha tahu sumedang
3 Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu
sumedang sebelum kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha
tahun 2014
4 Rata-rata biaya per hari (dalam Rp) yang dikeluarkan pengrajin tahu
sumedang setelah kenaikan harga kedelai pada setiap skala usaha tahun
2014
5 Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio sebelum kenaikan harga kedelai
pada setiap skala usaha
6 Penerimaan, keuntungan, dan R/C ratio setelah kenaikan harga kedelai
pada setiap skala usaha

63
64

66

68
70
71

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di
dunia. Jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada
tahun 2013 total jumlah penduduk di Indonesia sekitar 242 013 800 jiwa dan
diperkirakan pada akhir tahun ini mencapai 250 juta jiwa (BPS 2013). Kebutuhan
terhadap pangan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Sampai tahun 2050, kebutuhan pangan diprediksi meningkat sebanyak
70 persen dibandingkan saat ini (Rudy 2013). Akan tetapi, kondisi ini tidak
diimbangi dengan meningkatnya ketahanan pangan di Indonesia. Ketahanan
pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi
juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak
terjadinya ketergantungan pangan pada pihak manapun. Indonesia masih
mengalami kekurangan untuk menyuplai bahan pangan, sehingga masih dilakukan
impor dari negara lain. Salah satu bahan pangan yang tergolong rawan adalah
kedelai. Bahan pangan tersebut diperkirakan masih akan tetap impor, misalnya
untuk kedelai Indonesia yang tergantung pada produksi dan impor dari Amerika
Serikat.
Kedelai merupakan bahan pangan yang dianggap penting karena komoditas
ini mengandung protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral.
Sehingga apabila tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam negeri akan mampu
memperbaiki gizi masyarakat, yaitu melalui konsumsi kedelai segar maupun
melalui konsumsi barang olahan yang berasal dari kedelai seperti tahu, tempe,
tauco dan kecap. Akan tetapi, pada kenyataannya ketersediaan kedelai pada tahun
2013 diramalkan akan minus 1.113 juta ton, padahal kebutuhan kedelai nasional
tahun 2013 sebesar 2.2 juta ton (BPS 2013). Konsumsi kedelai diperkirakan akan
semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia. Produksi
kedelai lokal yang rendah menyebabkan ketidakcukupan kedelai lokal memenuhi
permintaan industri pengolahan kedelai. Hal ini menyebabkan semakin
tergantungnya industri-industri pengolahan kedelai pada kedelai impor.
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi kedelai di Indonesia tahun
2004-2013 cenderung menurun, walaupun penurunan yang terjadi setiap tahun
tidak terlalu besar. Produksi kedelai Indonesia pernah mencapai jumlah tertinggi
pada tahun 2009 yaitu 974 512 ton. Produksi kedelai di Indonesia tidak mampu
memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga Indonesia melakukan impor.
Tahun 2012 impor kedelai Indonesia mencapai peningkatan tertinggi yaitu 2 128
763 ton, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 843 153 ton.
Jumlah produksi kedelai di dalam negeri dan impor kedelai yang dilakukan
Indonesia dapat mencerminkan kebutuhan konsumsi kedelai di dalam negeri.
Sehingga dapat terlihat bahwa terjadi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan
konsumsi kedelai di dalam negeri. Di sisi lain, kebutuhan konsumsi kedelai di
dalam negeri tetap harus dipenuhi, maka pemerintah mengimpor kedelai dari
pasar dunia. Tabel produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai impor
di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.

2
Tabel 1 Produksi, konsumsi, impor, serta ketergantungan kedelai di Indonesia
tahun 2004-2013
Tahun
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013a

Produksi
(ton)
723 483
808 353
747 611
592 534
775 710
974 512
907 031
851 286
843 153
847 157

Konsumsi
(ton)
1 839 315
1 894 574
1 815 314
1 994 153
1 854 172
2 174 396
2 278 536
2 763 304
2 971 944
1 412 030

Impor
(ton)
1 115 832
1 086 221
1 067 703
1 401 619
1 078 462
1 199 884
1 371 505
1 912 018
2 128 791
564 873

Tingkat ketergantungan impor
(%)
60.66
57.33
58.81
70.28
58.16
55.18
60.19
69.19
71.63
40.00

a

angka sementara
Sumber: Departemen Pertanian (2014)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi dalam negeri tidak
diimbangi dengan produksi di dalam negeri. Indonesia hanya mampu meproduksi
kedelai dalam negeri sekitar 800 000 ton setiap tahunnya. Secara keseluruhan
tingkat ketergantungan impor kedelai terhadap konsumsi pada tahun 2004 hingga
2013 rata-rata sekitar 66 persen dari total konsumsi, sedangkan hanya 34 persen
dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Harga kedelai terus melonjak beberapa tahun terakhir ini, bahkan cenderung
mengalami peningkatan. Pada kenyataannya yang meningkat bukan harga kedelai,
melainkan tarif impor yang naik. Hal ini menyebabkan peningkatan harga kedelai
setelah sampai di Indonesia. Rostiani (2013) menjelaskan bahwa faktor utama
yang menyebabkan kenaikan harga kedelai adalah 1)produksi kedelai dalam
negeri masih minim sehingga mengharuskan negara mengimpor kedelai untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri, 2)gejolak nilai tukar rupiah terhadap dollar
AS yang menyebabkan nilai rupiah anjlok dan tentu saja mempengaruhi tarif
impor kedelai, 3)kekacauan cuaca di tempat produsen kedelai terutama di
Amerika Serikat. Perkembangan harga kedelai lokal dan impor dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2 Perkembangan harga kedelai lokal dan kedelai impor tahun 2007-2012
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012

Harga kedelai
lokal (Rp/kg)
3 200
7 500
7 900
8 088
8 946
9 669

Perubahan
(%)
0.00
134.38
5.33
2.38
10.61
8.08

Harga kedelai
impor (Rp/kg)
3 225
5 822
5 030
5 258
8 291
9 394

Perubahan
(%)
0.00
80.53
-13.60
4.53
57.68
13.30

Sumber: Dinas Industri dan Perdagangan (2013)

Dari tabel 2 dapat terlihat bahwa harga kedelai sangat berfluktuatif dan
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007-2012 harga kedelai lokal dan
kedelai impor mengalami peningkatan setiap tahunnya. Harga kedelai lokal
mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 134.38 persen dari

3
harga awal Rp3 200/kg menjadi Rp7 500/kg. Sama halnya dengan kedelai impor
yang mengalami peningkatan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 80.53 persen dari
harga awal Rp3 225/kg menjadi Rp5 822/kg.
Penggunaan kedelai untuk bahan makanan manusia harus diolah terlebih
dahulu. Pengolahan kedelai dapat dikelompokan menjadi dua macam yaitu
dengan fermentasi dan tanpa fermentasi. Pengolahan melalui fermentasi akan
menghasilkan kecap, oncom, tauco, dan tempe. Sedangkan bentuk olahan tanpa
melalui fermentasi adalah susu kedelai, tahu, tauge dan tepung kedelai.
Salah satu makanan olahan kedelai yang digemari masyarakat Indonesia
adalah tahu. Umumnya industri tahu termasuk ke dalam industri kecil yang
dikelola oleh rakyat dan beberapa diantaranya masuk dalam wadah Koperasi
Pengusaha Tahu (KOPTI). Sebagian dari konsumsi kedelai Indonesia
dipergunakan untuk diolah menjadi tahu. Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan
harga kedelai di Indonesia, tentu akan mempengaruhi industri tahu yang ada.
Rostiani (2013) juga menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai ini memaksa
para produsen tahu menurunkan produksi hingga 40 persen. Menurut
pengamatannya, sebagian produsen tahu menutup usaha untuk sementara dan
sebagian lainnya tetap memproduksi walaupun harga kedelai masih tetap mahal.
Sumedang adalah salah satu daerah dengan produk olahan kedelai yang
paling unggul yaitu tahu. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa total industri olahan
kedelai di Kabupaten Sumedang berjumlah 331 unit usaha dan bidang usaha yang
terbanyak adalah tahu, dibandingkan dengan produk olahan kedelai lainnya.
Industri tahu di Kabupaten Sumedang terdiri dari 232 unit usaha, serta menyerap
tenaga kerja 812 orang dengan nilai investasi sebesar Rp1 358 967 000. Potensi
produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Potensi produk olahan kedelai di Kabupaten Sumedang tahun 2013
No
1
2
3

Bidang usaha
Tahu
Tempe
Oncom
Jumlah

Unit usaha
(unit)
232
89
10
331

Tenaga kerja
(orang)
812
209
62
1 083

Nilai investasi
(Rp)
1 358 967 000
106 128 000
38 989 000
1 504 084 000

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2013)

Pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang terpaksa menurunkan produksinya
hingga 20-30 persen sebagai akibat dari kenaikan harga kedelai yang diakibatkan
oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Para pengrajin kesulitan
untuk mendapatkan kedelai. Bahkan dengan kenaikan harga kedelai tersebut
banyak pengrajin tahu, terutama pengrajin tahu kecil gulung tikar (Rahmat 2013).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
usaha pada pengrajin tahu sumedang. Mengingat sektor ini mewakili sebagian
besar volume produksi kedelai yang dikonsumsi sebagai pangan, serta terkait
dengan peran biaya bahan baku kedelai dalam struktur biaya produksi tahu yang
merupakan komponen terbesar di dalam biaya total produksi. Sehingga adanya
kenaikan harga kedelai akan berpengaruh pada usaha pengrajin tahu sumedang.

4
Perumusan Masalah
Kedelai merupakan bahan baku utama pada industri tahu dan merupakan
komponen biaya terbesar yang dikeluarkan pengrajin dalam memproduksi tahu.
Pengrajin tahu sumedang menggunakan 100 persen kedelai impor untuk
mengolah tahu. Hal ini dikarenakan kedelai yang tersedia di pasar adalah kedelai
impor, serta kualitas kedelai impor yang lebih baik dibandingkan dengan kedelai
lokal.
Kedelai merupakan bahan pangan dengan tingkat harga yang berfluktuatif,
termasuk harga kedelai yang diterima oleh para pengrajin tahu sumedang.
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa harga kedelai yang diterima setiap
pengrajin tahu cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan nilai tukar
rupiah yang sedang anjlok terhadap dollar AS, sehingga harga kedelai meningkat.
Kenaikan harga kedelai ini merupakan kenaikan tertinggi yang diterima oleh
pengrajin tahu yang terjadi pada bulan Oktober 2013. Persentase kenaikan harga
kedelai di Kabupaten Sumedang mencapai angka rata-rata 13.9 persen. Harga
kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh masing-masing
pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Harga kedelai impor sebelum dan setelah kenaikan yang diterima oleh
masing-masing pengrajin tahu di Kabupaten Sumedang
No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Rata-rata

Sebelum kenaikan harga
kedelai
Harga kedelai
(Rp/kg)
8 500
8 000
8 400
7 000
8 550
8 600
8 500
8 000
8 500
8 600
8 600
8 500
8 000
8 000
8 400
8 000
8 500
8 100
8 500
8 400
8 283

Setelah kenaikan harga
kedelai
Harga kedelai
(Rp/kg)
9 500
8 900
9 600
8 700
9 600
9 400
9 500
10 000
9 500
10 000
10 000
10 000
9 000
9 000
9 600
9 000
9 700
9 000
9 000
9 500
9 425

Persentase kenaikan
harga
(%)
11.8
11.3
14.3
24.3
12.3
9.3
11.8
25.0
11.8
16.3
16.3
17.6
12.5
12.5
14.3
12.5
14.1
11.1
5.9
13.1
13.9

Adanya kecenderungan peningkatan harga kedelai, membuat biaya produksi
pengrajin tahu cenderung meningkat sehingga membuat keuntungan pengrajin
tahu menurun. Santosa (2013) menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai di
Indonesia semakin mengancam kebangkrutan pengrajin tahu. Alasannya karena

5
meningkatnya biaya produksi tidak bisa serta merta dialihkan pada harga jual
produk karena sebagian besar merupakan pengrajin skala usaha mikro.
Pengrajin tahu sumedang membutuhkan jumlah kedelai yang berbeda untuk
memproduksi tahu. Jumlah penggunaan kedelai setiap hari dijadikan sebagai
ukuran skala usaha, yaitu skala usaha kecil, menengah, dan besar. Beragamnya
skala usaha akan mengakibatkan struktur biaya yang berbeda-beda pada masingmasing skala usaha. Secara teoritis, dengan meningkatnya skala usaha akan
mengakibatkan struktur biaya yang semakin rendah. Maka dari itu dalam
menentukan skala usaha harus mempertimbangkan struktur biaya yang akan
terjadi apabila suatu skala usaha dilakukan.
Salah satu daerah yang dikenal sebagai penghasil tahu adalah Kabupaten
Sumedang seperti terlihat dalam tabel 5. Masyarakat mengenal tahu dari daerah
tersebut dengan nama tahu sumedang. Diduga para pengrajin tahu di Kabupaten
Sumedang akan merasakan pengaruh yang sama dengan pengrajin di daerah lain
ketika harga kedelai mengalami kenaikan.
Tabel 5 Jumlah pengrajin tahu setiap kecamatan di Kabupaten Sumedang tahun
2012
Pengrajin tahu
Tenaga kerja Persentase tenaga
No
Kecamatan
(orang)
(orang)
kerja (orang)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Sumedang Utara
Sumedang Selatan
Tanjungsari
Cisitu
Pamulihan
Jatinunggal
Cimanggumg
Jatigede
Situraja
Conggeang
Ujung Jaya
Tanjungkerta
Wado
Cibugel
Cimalaka
Darmaraja
Paseh
Jatinangor
Ganeas
Tomo
Jumlah

53
33
27
8
10
15
8
7
17
6
4
5
10
4
9
8
3
3
1
1
232

148
125
104
76
50
46
39
32
30
28
26
22
21
19
16
12
8
6
2
2
812

18.23
15.39
12.81
9.36
6.16
5.66
4.80
3.94
3.69
3.45
3.20
2.71
2.59
2.34
1.97
1.48
0.98
0.74
0.25
0.25
100

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sumedang (2012)

Pada penelitian ini yang menjadi fokus utama adalah industri tahu di
Kecamatan Tanjungsari, Sumedang. Kecamatan tersebut mempunyai pengrajin
tahu sekitar 27 orang pengrajin, serta menyerap tenaga kerja sebesar 12.81 persen
atau sekitar 104 orang. Namun pada kenyataannya pengrajin tahu sumedang di
kecamatan Tanjungsari hanya berjumlah 20 pengrajin yang masih aktif,
sedangkan yang lainnya sudah tidak aktif dengan alasan beralih profesi dan ada

6
juga yang gulung tikar. Alasan utama kecamatan tersebut menjadi objek penelitian
karena menurut informasi dari Koperasi Tahu Tempe (KOPTI) Kabupaten
Sumedang, pengrajin tahu di kecamatan tersebut memiliki skala usaha yang
beragam sehingga dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk menganalisis
usaha pengrajin tahu sumedang, seperti struktur biaya, penerimaan dan
keuntungan untuk pengrajin pada setiap skala usaha.
Kedelai merupakan bahan baku dalam pembuatan tahu yang mengambil
porsi terbesar atas biaya total produksi. Dengan naiknya harga kedelai di duga
akan mempengaruhi struktur biaya dari pengrajin tahu. Sehingga diduga akan
mempengaruhi penerimaan dan keuntungan yang diperoleh pengrajin tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut maka pengrajin tahu harus
melakukan strategi agar tetap dapat berproduksi dan mendapatkan keuntungan
maksimal. Berdasarkan uraian tersebut menjadi penting untuk mengkaji
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada
berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sumedang sebelum dan setelah
kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya,
penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala
usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu
sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai Kecamatan
Tanjungsari?
3. Strategi apa saja yang dilakukan pengrajin tahu sumedang dalam
menyiasati kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari?

Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan
perumusan masalah, yaitu:
1. Menganalisis struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pada
berbagai tingkat skala usaha pengrajin tahu sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari.
2. Mengetahui ada atau tidak perbedaan yang signifikan pada struktur biaya,
penerimaan, keuntungan dan efisiensi di lihat dari berbagai tingkat skala
usaha, seluruh pengrajin tahu, dan antar skala usaha pengrajin tahu
sumedang sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai di Kecamatan
Tanjungsari.
3. Mengidentifikasi strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu dalam
menyiasati kenaikan harga kedelai di Kecamatan Tanjungsari.

7
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki apa
yang sedang diteliti saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini
adalah:
1. Menambah wawasan bagi pihak yang berkepentingan, khususnya para
pengrajin tahu di Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dalam
mengambil kebijakan terkait dengan pengembangan usaha.
2. Bagi penulis sebagai sarana untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan.
3. Pembaca sebagai wawasan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan untuk
penelitian mengenai industri tahu selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini yaitu kajian mengenai analisis usaha yang
dilihat dari struktur biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi pengrajin tahu di
Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang sebelum dan setelah kenaikan
harga kedelai. Data harga sebelum kenaikan merupakan harga pada bulan Februari
2014 pada saat kedelai dalam kondisi harga yang normal, sedangkan data harga
setelah kenaikan merupakan harga pada bulan Oktober 2013 pada saat kedelai
mencapai harga tertinggi. Kemudian dilakukan analisis uji beda terhadap struktur
biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi sebelum dan setelah kenaikan harga
kedelai pada berbagai tingkat skala usaha, untuk seluruh pengrajin tahu
sumedang, dan antar skala usaha. Selain itu, dalam penelitian ini diidentifikasi
pula strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin tahu dalam menyiasati kenaikan
harga kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA
Dalam penelitian ini memerlukan suatu sumber informasi yang digunakan
sebagai referensi yaitu melalui penelitian-penelitian terdahulu. Hal yang dikaji
dalam penelitian terdahulu adalah subjek yang diteliti dan alat analisis yang
digunakan. Ada lima penelitian terdahulu yang dikaji dalam penelitian ini antara
lain, Nursiah (2013) melakukan penelitian mengenai pengaruh kenaikan harga
kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Kecamatan Citeurep, Bogor. Azis
(2012) melakukan penelitian tentang adaptasi ekonomi pengusaha agribisnis tahu
dalam menghadapi kenaikan harga kedelai di Kabupaten Banjar. Kurniasari
(2010) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai di
sentra industri tempe kelurahan Semanan Jakarta Barat. Patmawaty (2009)
melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan harga kedelai terhadap
pendapatan usaha pengrajin tahu skala kecil dan rumah tangga di Desa Bojong

8
Sempu Kecamatan Parung, Bogor. Mustofa (2008) melakukan penelitian tentang
analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tahu.
Nursiah (2013) dalam penelitiannya terkait dengan pengaruh kenaikan harga
kedelai terhadap kinerja usaha industri tempe di Desa Citeurep Kabupaten Bogor.
Dalam melakukan analisa unit usaha tempe dilokasi penelitian dibedakan dalam
skala I, II dan III yang didasarkan pada banyaknya jumlah produksi kedelai yang
dilakukan setiap hari. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pada
produksi skala III mengeluarkan biaya total rata-rata yang lebih rendah
dibandingkan pada skala I dan II baik pada saat sebelum dan setelah adanya
kenaikan harga kedelai. Sementara, adanya kenaikan harga kedelai menyebabkan
keuntungan yang diterima menjadi menurun disebabkan tidak adanya pilihan lain
yang dilakukan pengrajin tempe di Desa Citeureup. Dengan demikian
menunjukkan adanya kenaikan harga kedelai menurunkan kinerja pengrajin tempe
di Desa Citeureup.
Azis (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi ekonomi pengusaha
agribisnis tahu dalam menghadapi kenaikan harga kedelai di Kabupaten Banjar.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kenaikan harga kedelai yang signifikan
telah membuat pengusaha agribisnis tahu melakukan adaptasi dengan cara
mengurangi pembelian bahan baku kedelai, mengurangi produksi tahu, serta
menaikkan harga jual tahu. Dengan dilakukannya adaptasi tersebut maka biaya
total, penerimaan total, keuntungan usaha, dan kelayakan usaha mengalami
penurunan.
Kurniasari (2010) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan
harga kedelai di sentra industri tempe kelurahan Semanan Jakarta Barat. Tujuan
penelitian ini yaitu menganalisis struktur biaya pengrajin tempe dan menganalisis
dampak kenaikan harga kedelai pada industri tempe, khususnya dilihat dari
perubahan jumlah penggunaan kedelai, keuntungan, dan jumlah penggunaan jam
tenaga kerja luar keluarga. Adanya kenaikan harga kedelai membuat pengrajin
tempe skala kecil dan menengah memperkecil ukuran tempe yang mereka
hasilkan, sedangkan pada pengrajin skala besar cenderung untuk mengurangi
jumlah jam penggunaan tenaga kerja luar keluarganya. Berdasarkan hasil analisis
Linear Programming, pengrajin tempe skala kecil paling sensitif terhadap
kenaikan harga kedelai relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin yaitu
tenaga kerja dalam keluarga dan kere (kajang) bambu yang dimiliki pengrajin.
Sebaliknya pengrajin skala menengah paling tidak sensitif terhadap kenaikan
harga kedelai juga relatif terhadap sumberdaya yang dimiliki pengrajin skala
menengah. Pengrajin skala menengah cenderung memiliki kelebihan ketersediaan
jumlah jam tenaga kerja dalam keluarga potensial dan jumlah kere yang dimiliki.
Patmawaty (2009) melakukan penelitian tentang analisis dampak kenaikan
harga kedelai terhadap pendapatan usaha pengrajin tahu skala kecil dan rumah
tangga di Desa Bojong Sempu Kecamatan Parung, Bogor. Penelitian ini
menggunakan tiga analisis, yaitu analisis pendapatan, analisis R/C rasio dan
analisis titik impas. Industri tahu di desa ini memiliki skala usaha kecil dengan
modal terbatas, penggunaan peralatan yang masih tradisional dan sederhana,
volume produksi tahu yang masih kecil, sebagian besar menggunakan tenaga kerja
keluarga, dan jangkauan pemasaran yang masih kecil. Dalam penelitian ini
dijelaskan bahwa dengan adanya kenaikan harga kedelai yang mencapai 92.94
persen berdampak pada kemampuan pengrajin dalam produksi, diantaranya

9
perubahan siklus produksi, penurunan volume produksi, penurunan penggunaan
faktor input, peningkatan harga jual, penurunan penerimaan dan penurunan
pendapatan usaha. Selain itu, hasil analisis rasio penerimaan dan biaya
menyatakan bahwa usaha tahu masih menguntungkan dan masih layak untuk
dijalankan dan berdasarkan analisis titik impas untuk tetap dapat mempertahankan
usahanya dan tidak mengalami kerugian, pengrajin harus meningkatkan volume
penjualan dan meningkatkan penerimaan.
Mustofa (2008) menganalisis pendapatan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tahu di Jakarta Selatan. Alat analisis yang digunakan
adalah penerimaan R/C rasio dan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Hasil
penelitian tersebut menjelaskan bahwa faktor-faktor produksi pada usaha skala
besar yang memberikan pengaruh nyata pada output produksi tahu adalah variabel
kedelai, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata yaitu variabel coko dan tenaga
kerja. Pada faktor produksi skala kecil yang berpengaruh nyata adalah variabel
kedelai, tenaga kerja dan air, sedangkan yang kurang berpengaruh nyata adalah
variabel coko. Nilai elastisitas faktor produksi usaha tahu skala kecil lebih kecil
dari pada nilai elastisitas pada usaha skala besar. Nilai elastisitas pada skala besar
1.005 sehingga berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin meningkat
(increasing return to scale). Nilai elastisitas pada usaha skala kecil sebesar 0.486,
nilai elastisitas kurang dari satu dan lebih dari nol mempunyai arti bahwa
tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan
output yang diperoleh atau berada pada skala usaha kenaikan hasil yang semakin
menurun atau berada pada tahap decreasing return to scale.
Penelitian ini mengambil subjek penelitian yang sama dengan Azis (2012),
Patmawaty (2009), dan Mustofa (2008) yaitu usaha tahu. Perbedaan penelitian ini
yaitu membandingkan usaha tahu antara sebelum dan setelah kenaikan harga
kedelai. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis uji beda untuk
mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan pada struktur biaya,
penerimaan dan keuntungan sebelum dan setelah kenaikan harga kedelai, serta
diteliti juga berbagai strategi yang telah dilakukan oleh pengrajin untuk
menyiasati kenaikan harga kedelai. Obyek penelitian yang diteliti yaitu
difokuskan kepada para pengrajin tahu yang berada di Kecamatan Tanjungsari
Kabupaten Sumedang. Penelitian terdahulu dijadikan sebagai referensi dan
perbandingan dengan penelitian ini.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini meliputi kerangka pemikiran
teoritis dan kerangka pemikiran operasional. Kerangka pemikiran teoritis berisi
teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori tersebut meliputi konsep
biaya, penerimaan dan keuntungan, pengaruh perubahan harga input terhadap

10
penggunaan input, analisis penerimaan-biaya (R/C), skala usaha dan biaya
produksi, serta metode penilaian investasi.
Konsep Biaya
Pengertian biaya menurut Semaoen dan Kiptiyah (2011) adalah nilai
moneter dari semua input yang digunakan dalam memproduksi output, pada
periode waktu tertentu. Kombinasi input yang memungkinkan menghasilkan
output tertentu berkaitan dengan teknologi, kombinasi input yang feasible berbeda
pada teknologi yang berbeda. Sedangkan Rosyidi (2003) menjelaskan biaya
produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha untuk dapat diambil
kesimpulan bahwa biaya apa saja yang diperlukan untuk membuat produk, baik
barang maupun jasa. Biaya produksi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Biaya eksplisit
Biaya eksplisit adalah pengeluaran-pengeluaran nyata dari kas perusahaan
untuk membeli atau menyewa jasa-jasa faktor produksi yang dibutuhkan
dalam berproduksi. Contoh: biaya tenaga kerja, sewa gedung, dan lain-lain.
2. Biaya implisit
Biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat. Biaya implisit ini tidak
dikeluarkan langsung dari kas perusahaan. Biaya implisit diperhitungkan
dari faktor-faktor produksi yang dimiliki sendiri oleh perusahaan. Contoh:
penggunaan gedung milik perusahaan sendiri.
Selain itu, dijelaskan pula bahwa biaya produksi dapat dibedakan berdasarkan
periode produksi yaitu:
1. Biaya jangka pendek
a. Biaya tetap (fixed cost, FC)
Biaya tetap adalah biaya yang timbul akibat penggunaan sumber daya
tetap dalam proses produksi. Sifat utama biaya tetap adalah jumlahnya
tidak berubah walaupun jumlah produksi mengalami perubahan (naik
atau turun). Keseluruhan biaya tetap disebut biaya total (total fixed cost,
TFC).
b. Biaya variabel (variable cost, VC)
Biaya variabel atau sering disebut biaya variabel total (total variable
cost, TVC) adalah jumlah biaya produksi yang berubah menurut tinggi
rendahnya jumlah output yang akan dihasilkan. Semakin besar output
atau barang yang akan dihasilkan, maka akan semakin besar pula biaya
variabel yang akan dikeluarkan.
c. Biaya total (total cost, TC)
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang terjadi pada produksi jangka
pendek.
d. Biaya rata-rata
Biaya rata-rata dibedakan menjadi 3, yaitu: a) biaya tetap rata-rata
(average fixed cost, AFC) adalah hasil bagi antara biaya tetap total dan
jumlah barang yang dihasilkan, b) biaya variabel rata-rata (average
variable cost, AVC) adalah biaya variabel satuan unit produk, c) biaya
total rata-rata (average cost, AC) adalah biaya per satuan unit output
(produksi).
e. Biaya marginal (marginal cost, MC)

11
Biaya marginal adalah perubahan biaya total akibat penambahan satu
unit output (Q).
2. Biaya jangka panjang
Jangka panjang dalam pengertian ini tidak terkait dengan waktu.
Penyebutan jangka panjang oleh para ekonom menandai suatu proses
produksi dimana sumber daya yang digunakan tidak ada lagi yang bersifat
tetap. Semua sumber daya yang digunakan dalam proses produksi bersifat
variabel atau jumlahnya dapat berubah-ubah. Produksi dalam jangka
panjang memungkinkan perusahaan untuk mengubah skala produksi
(tingkat produksi) dengan cara mengubah, baik mengubah maupun
mengurangi jumlah sumberdaya. Hal ini tentu akan berdampak pada biaya
yang ditimbulkan. Dalam jangka panjang hanya dikenal biaya total ratarata (ATC).
Hafsah (2003) menjelaskan biaya produksi adalah semua pengeluaran yang
digunakan di dalam mengorganisasi dan melaksanakan proses produksi (termasuk
di dalamnya modal, input-input dan jasa-jasa yang digunakan di dalam produksi).
Biaya produksi dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori atau kelompok
biaya sebagai berikut:
a. Biaya tetap (fixed cost)
Biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi.
Besarnya biaya tidak tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan
tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya
tetap antara lain pajak tanah, penyusutan alat, biaya kredit/pinjaman,
mesin dan gaji manajer. Tenaga kerja keluarga dapat dikelompokkan pada
biaya tetap bila tidak ada biaya imbangan dalam penggunaannya atau tidak
adanya penawaran untuk itu.
b. Biaya variabel atau biaya tidak tetap (variable cost)
Biaya yang besar kecilnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi.
Komponen biaya variabel antara lain tenaga kerja upahan, bahan baku, dan
biaya pengangkutan bahan baku. Jadi biaya produksi atau total cost
merupakan penjumlahan fixed cost dengan variabel cost (TC=FC+VC).
c. Biaya tunai
Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa pajak tanah, sedangkan biaya
tunai yang sifatnya variabel antara lain berupa biaya untuk pemakaian
bahan baku dan tenaga kerja luar keluarga (tenaga upahan).
d. Biaya tidak tunai (diperhitungkan)
Meliputi biaya tetap seperti penyusutan alat-alat dan lain-lain. Sedangkan
biaya yang diperhitugkan dari biaya variabel antara lain biaya untuk
tenaga kerja keluarga.
Penerimaan dan Keuntungan
Astuti (2008) mendefinisikan bahwa penerimaan atau revenue adalah semua
penerimaan produsen dari hasil penjualan barang atau outputnya. Untuk
memperoleh keuntungan, produsen selalu membandingkan biaya produksi dengan
penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan outputnya. Secara matematis, total
penerimaan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = P x Q...................................................................................................(1)

12
dimana :

TR
P
Q

= total revenue (Rp)
= harga pasar (Rp)
= hasil produksi/output (satuan)

Total penerimaan ini merupakan penerimaan total produsen yang diperoleh dari
hasil penjualan outputnya. Total penerimaan diperoleh dengan memperhitungkan
output dikalikan harga jualnya. Sedangkan total penerimaan dikurangi biaya
adalah keuntungan (profit) yang dirumuskan sebagai berikut :
Keuntungan

=

dimana :

Π
TR
TC
Py
Px
TFC
Y
X

Π = Total Penerimaan-Total Biaya
= TR-TC
= Py. Y - TVC - TFC
= Py. Y – Px. X - TFC.......................................................(2)
= keuntungan (Rp)
= total penerimaan (Rp)
= biaya total (Rp)
= harga jual produk (Rp)
= harga beli input produksi
= Total Fixed Cost (Biaya Tetap Total)
= jumlah output
= jumlah input

Persamaan (2) menunjukkan bahwa keuntungan dipengaruhi oleh input
produksi. Dalam praktiknya produsen menggunakan lebih dari satu input, namun
untuk penyederhanaan maka dalam penjelasan tersebut diasumsikan bahwa input
yang digunakan hanya satu. Bila harga input meningkat, sesuai dengan teori
permintaan, maka permintaan akan input menjadi menurun. Akibatnya produksi
menjadi berkurang dan pada akhirnya keuntungan perusahaan akan menurun pula.
Pengaruh Perubahan Harga Input Terhadap Penggunaan Input
Pengrajin tahu sumedang sebagai sebuah industri tentu membutuhkan input
dalam menjalankan kegiatan produksinya. Dengan demikian permintaan dari
pengrajin tahu adalah input-input yang dibutuhkan untuk memproduksi tahu,
seperti kedelai, garam, minyak goreng, tenaga kerja, dan bahan bakar. Permintaan
akan input-input tersebut dikenal sebagai derived demand (permintaan turunan).
Hal ini disebabkan permintaan akan input timbul dari permintaan tahu sebagai
output dari pengrajin tahu yang diminta oleh konsumen. Jumlah input yang
diminta oleh pengrajin tahu, tergantung pada jumlah tahu yang akan
diproduksinya. Jumlah tahu yang akan diproduksi tergantung pula pada tingkat
keuntungan yang diharapkan pengrajin tahu. Sebagai produsen yang rasional
pengrajin tahu tentu akan menerapkan prinsip profit maximization dalam
menjalankan usahanya.
Astuti (2008) menjelaskan bahwa berdasarkan persamaan (2), untuk
mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu turunan pertama dari fungsi
keuntungan terhadap biaya variabel harus di buat sama dengan nol, secara
matematis yaitu:

13
= Py .
=

Py . MPP – Px = 0

= MPP =
= NPM = Px .....................................................................................................(3)
Persamaan (3) menunjukkan bahwa untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimum atau kondisi yang optimal yaitu rasio harga input dengan output harus
sama dengan turunan output terhadap input atau harga output dikalikan dengan
produksi marginal (NPM) harus sama dengan harga input. Dengan kata lain hasil
tambahan dari input yang terakhir harus sama dengan biaya input tambahan.
Dapat juga dikatakan rasio harga input (Px) terhadap harga output (Py) harus
sama dengan hasil produksi fisik marginal dari input (MPP = ). Apabila Px
meningkat, maka rasio Px dengan Py menjadi semakin besar sehingga MPP
menjadi lebih kecil dari rasio Px dengan Py. Akibatnya produsen harus melakukan
penyesuaian agar tetap mendapatkan keuntungan yang maksimum yaitu dengan
mengubah MPP, bukan mengubah Px atau Py karena diasumsikan produsen
berada pada struktur Pasar Persaingan Sempurna (PPS). Adapun asumsi dalam
PPS yaitu: (1) produsen dianggap sebagai pembeli “kecil” di pasar input, sehingga
produsen tidak dapat memengaruhi harga input di pasar; (2) terdapat banyak
produsen sejenis di pasar, sehingga tidak ada kekuatan produsen untuk
mempengaruhi harga output, dengan demikian produsen sebagai price taker
sehingga relatif sulit bagi produsen untuk merubah harga outputnya dan sulit pula
produsen memengaruhi perubahan harga input.
Dengan demikian ketika Px meningkat, maka produsen melakukan
penyesuaian dengan mengurangi jumlah input, dan sebagai akibatnya jumlah
output yang dihasilkan menurun pula. Berdasarkan syarat untuk memaksimumkan
keuntungan seperti yang ditunjukkan persamaan (3), dapat dilihat bahwa ada tiga
faktor yang mempengaruhinya yaitu harga hasil produksi atau output (Py), harga
input (Px), dan hubungan produksi fisik yang memengaruhi hasil produksi
marginal (
Penjelasan syarat keuntungan maksimum dapat pula didekati dari kurva
produksi dan garis rasio harga input dengan output. Kurva produksi adalah kurva
yang menggambarkan hubungan antara penggunaan input dengan output yang
diproduksi. Dengan demikian kurva ini menjelaskan bahwa output yang
diproduksi tergantung dari input yang digunakan. Di sisi lain, input yang
digunakan dipengaruhi oleh harga input.
Gambar 1 menjelaskan untuk mendapatkan jumlah penggunaan input yang
dicapai ketika garis rasio
dapat menghasilkan kondisi yang optimal (
harga input dengan output bersinggungan dengan kurva produksi, sehingga
didapatlah jumlah penggunaan input yang optimum di X0. Ketika harga input
meningkat menjadi Px1, maka rasio harga input dengan output akan semakin besar,
sehingga kemiringan garis rasio harga akan meningkat. Ketika garis rasio harga
setelah adanya peningkatan harga input ini disinggungkan kembali dengan kurva

14
produksi, akan menyebabkan penggunaan input menjadi menurun (X1). Titik-titik
yang optimal yaitu ketika garis rasio harga bersinggungan dengan kurva produksi
diturunkan ke dalam kurva hubungan antara jumlah penggunaan input dengan
harga input, maka akan didapat garis permintaan input yang memiliki slope
negatif. Hubungan antara input yang digunakan dengan harga input dapat dilihat
pada gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh perubahan harga input terhadap permintaan input
Sumber: Astuti (2008)
Analisis Penerimaan-Biaya (R/C)
Andrianto (2004) menjelaskan bahwa pendapatan yang besar tidak selalu
menunjukkan efisiensi yang tinggi karena ada kemungkinan pendapatan yang
besar itu diperoleh dari investasi yang berlebihan. Oleh karena itu analisis
pendapatan selalu disertai dengan pengukuran efisiensi. Efisiensi suatu usaha atau
kegiatan produksi terhadap penggunaan satu unit input digambarkan oleh nilai
rasio penerimaan dan biaya yang merupakan perbandingan antara penerimaan
kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses

15
produksi. Analisis imbangan antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya
merupakan suatu pengujian keuntungan suatu jenis usaha. Analisis imbangan
penerimaan dan biaya (R/C ratio) didapat berdasarkan pembagian antara total
penerimaan dengan total biaya. Kriteria yang digunakan dalam analisis ini a