Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Tiga Usaha Kecil dan Menengah Tahu Kota Bogor

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP TIGA
USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHU KOTA BOGOR

INDRIYANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Kenaikan
Harga Kedelai Terhadap Tiga Usaha Kecil dan Menengah Tahu Kota Bogor
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014

Indriyani
NIM H34100074

ABSTRAK
INDRIYANI. Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Tiga Usaha Kecil dan
Menengah Tahu Kota Bogor. Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri menjadikan
Indonesia ketergantungan akan impor. Akibatnya tidak adanya kepastian
ketersediaan pasokan maupun kestabilan harga kedelai di dalam negeri. Kenaikan
harga kedelai di dalam negeri yang dipengaruhi oleh harga kedelai dunia sering
kali terjadi dan tidak dapat dihindarkan oleh industri tahu yang merupakan
konsumen kedelai impor. Dengan keberagaman skala usaha tahu yang ada di
Indonesia, maka dampak kenaikan harga kedelai akan berbeda dari satu usaha
tahu dengan usaha tahu lainnya. Karena itu, penelitian ini menggunakan tiga
sampel dengan skala usaha yang berbeda untuk membandingkan dampak
kenaikan harga kedelai. Klasifikasi skala usaha yang digunakan berdasarkan
jumlah kapasitas produksi harian, yaitu skala rumah tangga dengan kapasitas

produksi harian ≤ 100 kg, skala kecil dengan kapasitas produksi harian 101 – 200
kg, dan skala menengah dengan kapasitas produksi harian 201 – 300 kg. Indikator
yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai profitabilitas, nilai tambah dan
sensitivitas. Hasil yang didapatkan adalah usaha tahu berskala menengah
menghasilkan nilai profitabilitas dan nilai tambah tertinggi, dan merupakan usaha
tahu yang paling tahan dalam menghadapi kenaikan harga kedelai. Namun, hasil
yang didapatkan usaha tahu berskala menengah tidak jauh berbeda dengan nilai
yang didapatkan usaha tahu berskala kecil. Sehingga dalam penelitian ini, usaha
tahu berskala kecil dan menengah menghasilkan nilai profitabilitas, nilai tambah,
dan sensitivitas yang tidak berbeda nyata.
Kata kunci : kenaikan harga kedelai, nilai tambah, profitabilitas, tahu

ABSTRACT
INDRIYANI. Impact of Increased Soybean Price Against Three Tofu Small and
Medium Enterprises of Bogor City. Supervised AMZUL RIFIN.
Inability to meet the needs of domestic soybeans make Indonesia
dependence on imports. Consequently there is no certainty of domestic supply
availability and price stability of soybean. The increased price of soybeans in the
country influenced by the world soybean prices often occur and cannot be avoided
by tofu industries that are consumers of imported soybeans. With the diversity of

tofu business scale existing in Indonesia, the impact of rising soybean prices will
vary from one tofu business to others. Therefore, this study uses three samples
with different scale business to compare the impact of rising soybean prices.
Classification of used business scale is based on the amount of daily production
capacity, that is the scale of households with a daily production capacity of ≤ 100
kg, small scale with a daily production capacity of 101-200 kg, and medium scale
with a daily production capacity of 201-300 kg. The indicators used in this study
is the profitability value, value-added and sensitivity. The results obtained are that

v
medium-sized tofu businesses generate the highest profitability value and valueadded, and are the most resistant tofu business in encountering the increased
soybean prices. However, the results obtained by medium-sized tofu businesses
are not much different from the value obtained by small-sized tofu businesses.
Thus, in this study, small and medium-sized tofu business generate insignificantly
different profitability value, value-added, and the sensitivity.
Keywords : soybean price fluctuations, value added, profitability, tofu

DAMPAK KENAIKAN HARGA KEDELAI TERHADAP TIGA
USAHA KECIL DAN MENENGAH TAHU KOTA BOGOR


INDRIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Dampak Kenaikan Harga Kedelai Terhadap Tiga Usaha Kecil dan
Menengah Tahu Kota Bogor
Nama
: Indriyani
NIM
: H34100074


Disetujui oleh

Dr. Amzul Rifin, SP, MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Juni 2014 ini
ialah profitabilitas dan nilai tambah, dengan judul Dampak Kenaikan Harga
Kedelai Terhadap Tiga Usaha Kecil dan Menengah Tahu Kota Bogor
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Amzul Rifin, SP, MA

selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahannya dalam pelaksanaan
penelitian ini. Penulis juga berterima kasih kepada pemilik dan pekerja dari usaha
tahu Pak Uci, usaha Tahu Raos Bandung, usaha tahu Pak Aris, serta Bapak Yayan
dari pihak PRIMKOPTI Kota Bogor yang telah bersedia menjadi narasumber
dalam pelaksanaan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu,seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Indriyani

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

xi

DAFTAR TABEL

xiv


DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3


Tujuan Penelitian

5

Manfaat Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai

5

Analisis Biaya Produksi

5


Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah

6

Hubungan Skala Usaha dengan Nilai Tambah

6

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis

7
7

Konsep Biaya

7

Penetapan Harga Jual


8

Skala Usaha

9

Analisis Titik Impas (Break Event Point)

10

Analisis Profitabilitas

10

Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

11

Analisis Sensitivitas


11

Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

11
14

Lokasi dan Waktu Penelitian

14

Metode Penentuan Sampel

14

Desain Penelitian

15

Data dan Instrumen

15

Metode Pengambilan Data

15

xii
Metode Pengolahan Data

15

Analisis Biaya

16

Analisis Titik Impas

16

Analisis Profitabilitas

16

Analisis Nilai Tambah

17

Analisis Sensitivitas

18

GAMBARAN UMUM USAHA
Profil Usaha

18
18

Usaha Tahu Pak Uci

18

Tahu Raos Bandung

18

Usaha Tahu Pak Aris

18

Bahan Baku

20

Usaha Tahu Pak Uci

20

Tahu Raos Bandung

20

Usaha Tahu Pak Aris

20

Peralatan

20

Usaha Tahu Pak Uci

20

Tahu Raos Bandung

22

Usaha Tahu Pak Aris

23

Proses Produksi Tahu

24

Usaha Tahu Pak Uci

24

Tahu Raos Bandung

24

Usaha Tahu Pak Aris

24

Langkah Penyesuaian Usaha Terhadap Kenaikan Harga Kedelai
HASIL DAN PEMBAHASAN

25
26

Analisis Biaya

26

Biaya Tetap

26

Biaya Variabel

31

Total Biaya Usaha

33

Volume Penjualan

34

Analisis Titik Impas dan Profitabilitas
Analisis Titik Impas

35
35

xiii
Analisis Profitabilitas

37

Analisis Nilai Tambah

39

Usaha Tahu Pak Uci

39

Tahu Raos Bandung

40

Usaha Tahu Pak Aris

41

Perbandingan Hasil Analisis

42

Perbandingan Analisis Profitabilitas

42

Perbandingan Analisis Nilai Tambah

43

Analisis Sensitivitas
SIMPULAN DAN SARAN

44
45

Simpulan

45

Saran

45

DAFTAR PUSTAKA

46

LAMPIRAN

48

RIWAYAT HIDUP

53

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Luas panen, produksi dan produktivitas kedelai
Konsumsi rata-rata per kapita setahun bahan makanan di
Indonesia tahun 2009-2013
Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja
menurut skala usaha tahun 2011-2012
Pertumbuhan UKM wilayah Bogor dari tahun 2007-2012
Data impor kedelai periode Januari - Mei 2014
Harga kedelai di pasar dunia dan Indonesia, 2008-2012
Data produsen tahu di Kelurahan Pasir Jaya berdasarkan jumlah
bahan baku yang digunakan
Perhitungan nilai tambah menurut Metode Hayami
Perbandingan gambaran profil usaha
Perbandingan kebutuhan bahan baku dan bahan penunjang harian
Inventarisasi peralatan produksi tahu usaha Pak Uci
Inventarisasi peralatan produksi Tahu Raos Bandung
Inventarisasi peralatan produksi tahu usaha Pak Aris
Perbandingan proses produksi tahu
Biaya peralatan usaha tahu Pak Uci
Biaya non produksi usaha tahu Pak Uci
Biaya peralatan usaha Tahu Raos Bandung
Biaya non produksi usaha Tahu Raos Bandung
Biaya peralatan usaha tahu Pak Aris
Biaya non produksi usaha tahu Pak Aris
Biaya variabel usaha tahu Pak Uci
Biaya variabel usaha Tahu Raos Bandung
Biaya variabel usaha tahu Pak Aris
Total biaya usaha ketiga pengusaha tahu
Volume penjualan berdasarkan satuan rupiah
Volume penjualan berdasarkan satuan kilogram
Analisis titik impas ketiga usaha tahu
Analisis profitabilitas usaha tahu
Analisis nilai tambah tahu Pak Uci
Analisis nilai tambah Tahu Raos Bandung
Analisis nilai tambah tahu Pak Aris
Perbandingan hasil analisis profitabilitas
Perbandingan hasil analisis nilai tambah tahu
Harga kedelai saat kondisi BEP

2
2
2
3
3
4
14
17
19
20
21
22
23
25
27
28
28
29
30
30
31
32
33
34
34
35
36
38
39
40
41
42
43
44

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Perkembangan harga konsumen kedelai impor di Indonesia
Kurva amplop skala usaha
Kerangka Pemikiran Operasional
Titik impas usaha tahu Pak Uci
Titik impas usah Tahu Raos Bandung

1
9
13
36
37

xv
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Titik impas usaha tahu Pak Aris
Titik impas, laba, dan volume penjualan
Ember untuk merendam kedelai
Proses pendidihan bubur kedelai
Mesin penggilingan kedelai
Proses pengunyitan kedelai
Suasana di usaha Tahu Raos Bandung
Suasana di usaha tahu Pak Aris
Suasana di usaha tahu Pak Uci
Proses penyaringan kedelai
Tempat batu tahu
Pengangkutan kayu bakar
Tempat penggilingan kedelai

37
49
50
50
50
50
51
51
51
52
52
52
52

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pendekatan dalam menentukan titik impas
2 Dokumentasi

48
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kenaikan harga kedelai impor yang sering terjadi di Indonesia tidak dapat
dihindarkan oleh Pemerintah. Puncak kenaikan harga kedelai terjadi pada akhir
tahun 2008, di mana harga kedelai di dalam negeri melonjak hingga 60 persen.
Menurut Departemen Pertanian (2012), lonjakan harga kedelai tersebut
dipengaruhi oleh penurunan produksi kedelai dunia pada tahun 2007 yang
mencapai 221.6 ton dan kembali turun sebesar 6.5 persen pada tahun 2008.
Penurunan produksi dipicu oleh penurunan produktivitas dan area tanam karena
adanya penambahan luas areal tanam jagung sebagai sumber energi alternatif
yang sedang digalakkan oleh Pemerintah Amerika Serikat. Kebijakan energi
alternatif tersebut menyebabkan harga jagung di perdagangan dunia melonjak dan
mendorong petani di Amerika Serikat beralih komoditas dari kedelai menjadi
jagung. Disisi lain separuh kebutuhan kedelai dunia diproduksi oleh Amerika
Serikat, sehingga persediaan akhir kedelai dunia 2007/2008 menjadi sangat
terbatas. Selain itu, peningkatan harga kedelai dunia dipicu oleh naiknya
konsumsi kedelai di Cina dan India. Kemajuan ekonomi Cina dan India telah ikut
menyebabkan kenaikan konsumsi kedelai. Keterbatasan persediaan kedelai
disertai dengan peningkatan konsumsi kedelai menjadi faktor utama penyebab
kenaikan harga kedelai dunia dan berdampak lonjakan harga kedelai dalam negeri.

Oct-13

Mar-13

Aug-12

Jan-12

Jun-11

Nov-10

Apr-10

Sep-09

Feb-09

Jul-08

Dec-07

May-07

Oct-06

Mar-06

Aug-05

Jan-05

12000
11000
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000

Gambar 1 Perkembangan harga konsumen kedelai impor di Indonesia
Sumber : Pusdatin ( 2013) dan Kemendag (2014)

Pada Gambar 1 terlihat bahwa perkembangan harga konsumen kedelai
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kenaikan harga kedelai dalam negeri
dipengaruhi oleh kenaikan harga kedelai dunia karena Indonesia belum mampu
memenuhi seluruh kebutuhan kedelai dalam negeri, sehingga Indonesia
diharuskan mengimpor untuk memenuhi kekurangan kebutuhan tersebut. Namun
produksi dalam negeri mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan
menyebabkan volume impor kedelai semakin meningkat, sehingga dapat
dikatakan bahwa Indonesia ketergantungan akan kedelai impor.

2
Tabel 1 Luas panen, produksi dan produktivitas kedelai
Tahun
Indikator
2010
2011
Luas Panen (Ha)
660 823
622 254
Target Produksi (Ton)
1 500 000
1 600 000
Realisasi Produksi (Ton)
907 031
851 286
Impor (Ton)
1 876 855
1 911 987
Produktivitas (Ku/Ha)
13.73
13.68

2012
567 624
1 600 000
843 153
2 128 763
14.85

Sumber : Pusdatin (2013)

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa luas panen dan realisasi produksi kedelai
mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga 2012. Penurunan realisasi produksi
tersebut mengakibatkan peningkatan impor kedelai. Ketergantungan impor yang
tinggi mempengaruhi harga kedelai di pasar domestik. Harga kedelai yang tinggi
mempengaruhi industri tahu dan tempe, yang berbahan baku utama kedelai. Tahu
dan tempe merupakan makanan sehari-hari masyarakat Indonesia karena
merupakan sumber protein nabati yang baik dan murah. Perkembangan konsumsi
rata-rata tahu dan tempe dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Konsumsi rata-rata per kapita setahun bahan makanan di Indonesia
tahun 2009-2013
Tahun
Rata-rata
Bahan
Satuan 2009 2010 2011 2012
2013 Pertumbuhan
Makanan
(%)
Tahu
Kg
7.039 6.987 7.404 6.987 7.039
0.09
Tempe
Kg
7.039 6.935 7.300 7.091 7.091
0.23
Sumber : Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2013)

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa konsumsi tahu dan tempe mengalami
mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0.09 persen untuk tahu dan 0.23 persen
untuk tempe, walaupun sempat mengalami penurunan konsumsi pada tahun 2010
dan 2012. Disisi lain rata-rata pertumbuhan konsumsi tahu dan tempe tersebut
memicu pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia karena
sebagian besar produsen tahu dan tempe merupakan bagian dari agroindustri
dalam bentuk industri kecil dan rumah .
Tabel 3 Perkembangan jumlah pelaku usaha dan penyerapan tenaga kerja
menurut skala usaha tahun 2011-2012
No

Skala Usaha

1.
Usaha Mikro
2.
Usaha Kecil
3.
Usaha Menengah
UMKM
4.
Usaha besar
Jumlah
Sumber : DEPKOP (2012)

Jumlah Pelaku Usaha
(unit)
2011
2012
54 559 969
602 195
44 280
55 206 444
4 952
55 211 396

55 856 176
629 418
48 997
56 534 592
4 968
56 539 560

(%)
2.38
4.52
10.65
2.41
0.32
2.41

Jumlah Tenaga Kerja
(orang)
2011
2012
94 957 797
3 919 992
2 844 669
101 722 458
2 891 224
104 613 681

99 859 517
4 535 517
3 262 023
107 657 509
3 150 645
110 808 154

(%)
5.16
15.71
14.67
5.83
8.97
5.92

3
Dari Tabel 3 dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 jumlah pelaku
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) mengalami peningkatan sebesar 2.41 persen.
Seiring dengan peningkatan jumlah pelaku usaha, tenaga kerja yang dapat diserap
sektor UKM pun mengalami peningkatan sebesar 5.83 persen, yaitu dari 101 722
458 orang menjadi 107 657 509 orang. Hal serupa terjadi pula di Bogor dimana
jumlah pelaku Usaha Kecil dan Menengah mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Pertumbuhan UKM di wilayah Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pertumbuhan UKM wilayah Bogor dari tahun 2007-2012
Tahun
No.
Uraian
2007

2008

2009

Usaha Mikro (unit)
23 873
25 718
25 804
Usaha Kecil (unit)
6 366
4 822
4 838
Usaha Menengah (unit)
1 598
1 607
1 614
Jumlah UKM (unit)
31 831
32 147
32 256
Pertumbuhan UKM (%)
0.99
0.34
Keterangan : - = data tidak tersedia
Sumber : Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor (2013)

1
2
3
4
5

2010

2011

2012

26 320
4 936
1 646
32 901
1.99

26 846
5 038
1 679
33 559
1.99

27 383
5 139
1 710
33 572
0.04

Kenaikan harga kedelai yang dirasakan industri tahu maupun tempe akan
berbeda satu sama lain karena masing-masing usaha memiliki kemampuan
produksi dan langkah penyesuaian yang berbeda. Untuk itu dalam penelitian ini
digunakan tiga sampel yang dianggap dapat mewakilkan keragaman industri tahu
di Indonesia khususnya di Kota Bogor untuk mengetahui dampak kenaikan dan
langkah penyesuaian yang dilakukan.
Perumusan Masalah
Kedelai merupakan komoditas strategis yang unik namun kontradiktif dalam
sistem usahatani di Indonesia. Luas pertanaman kedelai kurang dari lima persen
dari seluruh luas areal tanaman pangan, namun komoditas ini memegang posisi
sentral dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena peranannya sangat
penting dalam menu pangan penduduk (Supadi, 2009). Produksi kedelai dalam
negeri yang belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri mendorong
pemerintah untuk mengimpor kedelai dari pasar dunia.
Tabel 5 Data impor kedelai periode Januari - Mei 2014
Bulan
Volume (kg)
Januari
150 431 468
Februari
199 715 207
Maret
175 158 223
April
279 664 590
Mei
233 437 674
Jumlah
1 038 407 162

Nilai (US$)
87 243 010
116 109 761
104 833 631
171 580 646
143 744 410
623 511 458

Sumber : Kementrian Pertanian (2014)

Selama awal tahun 2014, impor kedelai sudah mengalami kenaikan yang
signifikan terutama pada bulan April 2014 dimana impor kedelai mencapai 279

4
664 590 kg. Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa impor kedelai mengalami
peningkatan dari bulan Januari hingga Februari. Lalu menurun pada bulan Maret
dan kembali mengalami peningkatan selama bulan April.
Karena ketergantungan terhadap impor kedelai maka persediaan kedelai
dalam negeri dipengaruhi oleh ketersediaan kedelai dunia. Hal tersebut
menyebabkan tidak adanya kepastian harga kedelai di Indonesia sehingga harga
kedelai menjadi sangat fluktuatif. Harga kedelai dapat dilihat di tiga tingkatan,
yaitu harga dunia, harga konsumen dan harga produsen seperti yang terlihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Harga kedelai di pasar dunia dan Indonesia, 2008-2012
Harga Dunia
Harga Domestik
Tahun
Konsumen
Produsen
US$/kg
Rp/kg
(Rp/kg)
(Rp/kg)
2008
0.453
4 423
7 882
6 147
2009
0.379
3 935
8 312
5 663
2010
0.385
3 496
8 360
5 901
2011
0.484
4 251
8 815
6 284
2012
0.538
4 985
10 316
7 514
Laju (%/th)
5.88
3.17
5.97
5.06
Sumber : BAPPENAS (2014)

Harga kedelai di pasar dunia selama tahun 2008 hingga tahun 2012
meningkat cukup cepat dengan rata-rata 5.88 persen per tahun dalam US$. Jika
dikonversi ke dalam mata uang Rupiah, laju peningkatan harga kedelai dunia
lebih lambat yaitu hanya 3.17 persen per tahun, karena terjadi penguatan
(apresiasi) nilai tukar Rupiah terhadap US$ rata-rata 2.71 persen per tahun
(BAPPENAS, 2014).
Kenaikan harga kedelai akan berdampak terhadap banyak pihak. Bukan
hanya produsen tahu dan tempe yang terancam gulung tikar, tetapi juga pihakpihak yang ada di dalam mata rantai perdagangan seperti pedagang makanan dan
juga konsumen tahu dan tempe (Supadi, 2009). Kenaikan harga yang terjadi
mempengaruhi biaya proses produksi yang dilakukan para pengrajin sehingga
dapat mempengaruhi profitabilitas atau keuntungan dan juga nilai tambah dari
proses produksi itu sendiri. Dengan keberagaman skala usaha tahu yang ada, maka
pengaruh yang ditimbulkan akan berbeda dari satu pengrajin dengan pengrajin
lainnya. Karena itu, dilakukan penelitian terhadap tiga usaha tahu dengan
tingkatan skala usaha atau kapasitas produksi yang berbeda untuk dapat
mengetahui dampak kenaikan harga kedelai dan mengetahui usaha mana yang
paling tahan dalam menghadap kenaikan harga kedelai.
Berdasarkan uraian tersebut maka terdapat beberapa pokok permasalahan
yang diteliti, antara lain :
1. Skala usaha manakah yang paling profitable atau menghasilkan keuntungan
tertinggi?
2. Skala usaha manakah yang menghasilkan nilai tambah pengolahan tahu
tertinggi?
3. Skala usaha manakah yang paling stabil atau tahan terhadap kenaikan harga
kedelai?

5
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur dan membandingkan nilai profitabilitas ketiga usaha tahu.
2. Mengukur dan membandingkan nilai tambah pengolahan ketiga usaha tahu.
3. Mengukur kepekaan ketiga usaha tahu terhadap perubahan harga kedelai
sebagai bahan baku utama.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan masukkan dan bahan pertimbangan bagi produsen tahu dalam
menjalankan usahanya.
2. Sebagai informasi bagi masyarakat maupun pemerintah mengenai gambaran
kondisi industri tahu saat ini.
3. Sebagai bahan pustaka bagi peneliti selanjutnya yang membutuhkan informasi
mengenai nilai tambah industri tahu.

TINJAUAN PUSTAKA
Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai
Analisis mengenai dampak kenaikan harga kedelai dilakukan oleh
Patmawaty (2009) dan menjelaskan bahwa kenaikan harga kedelai yang mencapai
hingga 92.94 persen pada bulan januari tahun 2008 berdampak pada kemampuan
produsen dalam berproduksi, diantaranya perubahan siklus produksi, penurunan
total produkssi sebesar 32.99 persen, penurunan penggunaan faktor input,
peningkatan harga jual sebesar 49.14 persen, dan penurunan pendapatan bersih
sebesar 47.12 persen. Analisis rasio penerimaan dan biaya menyatakan bahwa
usaha tahu masih menguntungkan dan masih layak untuk dijalankan walaupun
terdapat penurunan nilai R/C sebesar 7.09 persen, dan berdasarkan analisis titik
impas produsen harus meningkatkan volume penjualan dan penerimaan untuk
tetap dapat mempertahankan usahanya dan tidak mengalami kerugian.
Analisis Biaya Produksi
Analisis mengenai biaya produksi dilakukan oleh Cafah (2009) dan
menjelaskan bahwa nilai biaya total produksi tahu yaitu Rp 1 587 827 700,
sedangkan nilai biaya pokok produksi tahu sebesar Rp 84 097 per jirangan dimana
nilai tersebut masih berada di bawah harga jual yang sebesar Rp 105 000 per
jirangan. Berdasarkan analisis titik impas, usaha telah mendapatkan keuntungan
karena jumlah produksi sudah melampaui titik impas yang sebesar 253 jirangan
per tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas didapatkan bahwa dengan skenario
kenaikan harga kedelai sebesar 30 persen, usaha masih layak dijalankan,
sedangkan pada kenaikan harga kedelai sebesar 40 persen usaha sudah tidak layak
untuk dijalankan apabila tidak terjadi kenaikan harga jual.

6
Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah
Analisis mengenai profitabilitas dan nilai tambah dilakukan oleh
Tunggadewi (2009) dengan menggunakan analisis biaya dan analisis nilai tambah
metode Hayami. Objek penelitian tersebut adalah produsen tahu dan tempe yang
terdaftar sebagai anggota PRIMKOPTI Kota Bogor. Analisis usaha tahu
dilakukan di usaha tahu milik Bapak Mumu yang berlokasi di Kecamatan Tegal
Gundil sedangkan usaha tempe dilakukan di tempat usaha milik Bapak Sularno
yang berlokasi di Kecamatan Cilendek Timur. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kedua usaha merupakan usaha yang mampu menghasilkan laba (profitable)
dengan perhitungan laba 37 persen pada usaha tahu dan 26 persen pada usaha
tempe. Sama halnya dengan analisis profitabilitas, hasil analisis nilai tambah
menunjukan usaha tahu memiliki nilai tambah lebih besar daripada usaha tempe,
dimana nilai tambah untuk usaha tahu adalah sebesar Rp 6 811 sedangkan usaha
tempe sebesar Rp 4 947.
Penelitian mengenai analisis nilai tambah lainnya dilakukan oleh Giska,
(2013) dengan menggunakan analisis nilai tambah metode Hayami dan analisis
SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses produksi pembuatan tahu di
daerah Medan berjalan dengan baik dengan menggunakan bahan baku yang selalu
tersedia di daerah tersebut. Nilai tambah yang dihasilkan usaha industri di daerah
penelitian bernilai positif, yaitu Rp 2 295.14/kg untuk industri tahu cina, Rp 2
728.51/kg untuk industri tahu sumedang goreng, dan Rp 17 692.22/kg untuk
industri tahu sumedang. Strategi pemasaran yang sudah dilakukan usaha industri
tersebut adalah strategi agresif dengan lebih fokus kepada strategi SO (StrengthOpportunities), yaitu dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang yang ada.
Hubungan Skala Usaha dengan Nilai Tambah
Penelitian tentang UKM dan analisis nilai tambah dilakukan oleh
Puspitasari (2007). Penelitian ini menunjukkan bahwa industri tahu, khususnya
produsen tahu skala rumah tangga di Kecamatan Mampang Prapatan mengalami
penurunan pendapatan dari tahun 2005 sampai dengan 2006 sebesar 6.87 persen.
Penurunan pendapatan tersebut berakibat pada penurunan keuntungan yang
diperoleh yaitu sebesar 1.55 persen. Berbeda dengan produsen skala rumah tangga,
pada produsen tahu skala kecil tidak terjadi penurunan kinerja, melainkan
peningkatan pendapatan sebesar 7.77 persen dan keuntungan sebesar 41.75 persen.
Dari analisis biaya, selama tahun 2005 sampai dengan 2006 terjadi kenaikan biaya
tetap pada produsen tahu skala rumah tangga dan skala yaitu sebesar 17.01 persen
dan 10.49 persen per papan untuk tahu putih serta 27.71 persen dan 11.33 persen
untuk tahu goreng.
Pada produsen tahu skala rumah tangga, nilai tambah dari tahu putih pada
tahun 2005 dan 2006 masing-masing sebesar Rp 1 555.54 dan Rp 2 041.08
sedangkan untuk tahu goreng sebesar Rp 1 584.22 dan Rp 2 179.55. sedangkan
untuk produsen tahu skala kecil nilai tambah tahu putih pada tahun 2005 dan 2006
masing-masing sebesar Rp 1 987.02 dan Rp 2 740.26, serta Rp 2 136.35 dan Rp 3
130.05 untuk tahu goreng. Selain itu, jika dilihat dari besarnya balas jasa yang

7
diterima produsen terdapat penuruna sebesar 8.56 persen dan 8.61 persen dalam
memproduksi tahu putih dan tahu goreng, sedangkan balas jasa yang diterima oleh
tenaga kerjanya mengalami peningkatan sebesar 41.71 persen dan 34.05 persen.
Penelitian terdahulu telah mengukur dampak kenaikan harga kedelai,
analisis profitabilitas dan nilai tambah pada satu skala usaha. Tetapi, dampaknya
pada tiga skala usaha yang berbeda belum diteliti. Penelitian ini akan mengukur
dan membandingkan dampak kenaikan harga kedelai terhadap profitabilitas, nilai
tambah dan sensitivitas pada tiga skala usaha tahu yang berbeda, yaitu rumah
tangga, kecil dan menengah.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Biaya
Biaya dalam arti luas adalah pengorbana sumber ekonomi yang diukur
dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk
mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2005). Tiap usaha yang menjalankan kegiatan
ekonomi mengharapkan hasil keluaran berupa sumber ekonomi lain memiliki nilai
lebih tinggi dari pada nilai sumber ekonomi masukannya. Dengan kata lain, proses
produksi yang dilakukan diharapkan menghasilkan laba atau keuntungan. Dengan
laba tersebut, usaha yang dijalankan memiliki kemampuan untuk
mempertahankan bahkan mengembangkan usahanya. Maka dari itu, diperlukan
informasi mengenai keadaan dan struktur biaya untuk dapat dianalisis usaha yang
telah dilakukan menghasilkan laba atau tidak.
Menurut Mulyadi (2005), terdapat dua kelompok biaya yang berkaitan
dengan pembuatan produk, yaitu biaya produksi dan non produksi. Biaya produksi
merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi
produk, sedangkan biaya non produksi merupakan biaya-biaya yang berkaitan
dengan kegiatan pemasaran dan administrasi.
Sedangkan berdasarkan perilaku dalam hubungan dengan volume kegiatan,
Mulyadi (2005) membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu biaya tetap, biaya
variabel, dan biaya semi variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah
totalnya tetap dalam perubahan volume kegiatan tertentu, dimana biaya tetap per
satuan berubah. Biaya tetap atau biaya kapasitas adalah biaya untuk
mempertahankan kemampuan beroperasi perusahaan pada tingkat kapasitas
tertentu, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka panjang,
teknologi, dan metode serta strategi manajemen. Jika biaya tetap mempunyai
proporsi lebih tinggi dibanding biaya variabel, maka kemampuan manajemen
dalam menghadapi perubahan-perubahan kondisi ekonomi jangka pendek akan
berkurang. Komponen yang termasuk dalam biaya tetap antara lain upah pekerja,
pajak, biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan, sewa, dll. Kelompok yang
kedua yaitu biaya variabel. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang
jumlah totalnya berubah-ubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan,
dimana biaya variabel per unit konstan. Komponen yang termasuk kategori biaya

8
variabel antara lain biaya perlengkapan, peralatan kecil, komunikasi, biaya
pengiriman, biaya pengangkutan, dll. Kelompok yang terakhir adalah biaya semi
variabel, yaitu biaya yang memiliki unsur tetap dan variabel di dalamnya. Unsur
biaya tetap merupakan jumlah biaya minimum untuk menyediakan jasa,
sedangkan unsur variabel merupakan bagian dari biaya semi variabel yang
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Contoh dari biaya semi variabel
adalah biaya listrik, telepon, air, bensin, dll.
Penetapan Harga Jual
Pada umumnya, harga jual produk dan jasa ditentukan oleh perimbangan
permintaan dan penawaran di pasar, sehingga biaya bukan merupakan penentu
harga jual. Dalam keadaan demikian, setiap pengusaha berhak memperoleh
jaminan bahwa harga jual produk atau jasa dapat menutupi biaya yang
dikeluarkan untuk menghasilkan produk atau jasa tersebut dan dapat
menghasilkan laba. Akan tetapi, banyak faktor yang mempengaruhi banyak faktor
yang mempengaruhi ketidakpastian dalam penentuan harga jual, seperti
permintaan konsumen, selera konsumen, jumlah pesaing yang memasuki pasar,
dan harga jual yang ditentukan pesaing. Satu-satunya faktor yang memiliki
kepastian relatif tinggi yang mempengaruhi penentuan harga jual adalah biaya
(Mulyadi, 2005). Faktor tersebut dapat menunjukkan batas bawah suatu harga jual
dapat ditentukan, dimana akan terjadi kerugian apabila harga jual dibawah biaya
penuh produk atau jasa. Dalam jangka waktu tertentu, kerugian tersebut dapat
mengganggu keadaan perusahaan dan dapat mengakibatkan perusahaan menutup
usahanya. Maka dari itu, informasi biaya produk atau jasa diperlukan dalam
pengambilan keputusan penentuan atau penetapan harga jual.
Menurut Swastha (1998), terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan
dalam melakukan penetapan harga jual, yaitu pendekatan biaya dan pendekatan
pasar. penetapan harga jual dengan pendekatan biaya terdiri dari tiga metode,
antara lain cost plus pricing method, mark up pricing method, dan break even
pricing method. Dalam metode cost plus pricing, harga jual per unit ditentukan
dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit, ditambah jumlah tertentu untuk
menutup laba yang dikendaki pada unit tersebut atau disebut juga dengan marjin.
Hampir sama dengan cost plus pricing method, penetapan harga jual dengan
metode mark up pricing juga dilakukan oleh pedangan dimana pedagang yang
membeli barang dagangan menentukan harga jual setelah menambah harga beli
dengan sejumlah mark up atau kelebihan yang merupakan laba. Sedangkan
metode break even pricing merupakan metode penetapan harga berdasarkan
permintaan pasar dengan mempertimbangkan komponen biaya, dimana suatu
usaha dapat dikatakan dalam kondisi break even jika pendapatan sama dengan
ongkos produksinya. Analisa break even atau titik impas adalah suatu cara untuk
mengetahui pada volume penjualan atau produksi berapa suatu usaha mencapai
laba atau kerugian tertentu. Selain untuk mengetahui minimum volume penjualan
atau produksi, metode ini juga dapat digunakan untuk mengetahui kaitan antara
harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang bervariasi dan tetap, serta laba dan
rugi.
Pendekatan lain dalam penetapan harga jual ialah dengan pendekatan pasar.
pada pendekatan ini, harga jual tidak berdasarkan biaya, tetapi harga yang
menentukan biaya bagi perusahaan. Penjual atau perusahaan dapat menentukan

9
sendiri harga jual yang akan ditetapkan. Dapat berupa harga jual sama dengan
ketentuan harga pasar agar dapat ikut bersaing, atau dapat juga lebih tinggi atau
lebih rendah dari tingkat harga pasar yang telah ditentukan.
Skala Usaha
Penentuan skala usaha bertujuan agar produsen tahu dapat mengetahui
sejauhmana usaha tersebut berproduksi berdarkan keadaan skala usaha yang
dimilikinya. Hingga saat ini, belum ada penelitian yang membahas mengenai
penentuan skala usaha industri tahu baik dari pihak pemerintah maupun akademisi.
Karena itu, penentuan skala usaha dalam penelitian ini peneliti menggunakan
indikator jumlah kapasitas produksi harian yang digunakan. Menurut Soekartawi
(2002), usahatani pada skala usaha yang besar umumnya bermodal besar,
berteknologi tinggi, manajemennya moderen dan lebih bersifat komersial.
Sedangkan, usahatani berskala kecil umumnya bermodal pas-pasan, berteknologi
tradisional, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri
dalam kehidupan sehari-hari.
Skala usaha menunjukkan hubungan antara biaya produksi rata-rata dengan
perubahan dalam ukuran usaha. Apabila perluasan usaha bertambah, tetap atau
berkurang dapat pula mencerminkan bahwa perluasan usaha tersebut diikuti oleh
biaya produksi rata-rata yang menurun, tetap atau bertambah. Maka analisis biaya
jangka panjang sangat penting untuk mengetahui apakah suatu usaha beroperasi
pada skala usaha yang ekonomis (economies of scale) atau tidak ekonomis
(diseconomies of scale). Hal ini karena skala usaha menunjukkan hubungan antara
biaya produksi rata-rata dengan perubahan dalam ukuran (size) usaha. Jadi,
apabila perluasan usaha bertambah, tetap atau berkurang dapat pula
mencerminkan bahwa perluasan usaha tersebut diikuti oleh biaya produksi ratarata menurun, tetap atau bertambah. Berikut adalah penjelasan hubungan skala
usaha dengan struktur biaya.

Gambar 2 Kurva amplop skala usaha
Sumber : Rahardja (2002)

10
Keterangan :
Q
= jumlah keluaran (output)
SMC = biaya marjinal jangka pendek (short marginal cost)
SATC = total biaya variabel jangka pendek (short average total cost)
MC = biya marjinal jangka panjang (marginal cost)
LAC = total biaya variable jangka panjang (long-run average cost)
Pada Gambar 2 menunjukkan kurva biaya rata-rata jangka panjang yang
berbentuk U. Kurva ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian menurun, titik
minimum dan kemudian meningkat. Bagian pertama yaitu dalam rentang output
mulai dari titik O sampai Q2 biaya rata-rata jangka panjang menurun. Perluasan
usaha akan selalu disetai oleh penurunan biaya rata-rata per unit, daerah ini yang
disebut skala usaha ekonomis (economies of scale).
Bagian kedua yaitu titik di Q2 yang merupakan titik terendah (minimum)
dari kurva LAC dan terjadi perpotongan kurva LAC dengan kurva MC. Titik
tersebut merupakan skala usaha yang paling efisien karena memiliki struktur
biaya terendah, sehingga merupakan pilihan pengusaha dalam jangka panjang.
Bagian terakhir yaitu pada Q3, biaya rata-ratanya berada diatas biaya
minimum yang cenderung meningkat. Perluasan usaha akan disertai oleh kenaikan
biaya rata-rata per unit output. Pada daerah ini disebut skala usaha tidak ekonomis
(dieseconomies of scale). Dengan demikian, dari Gambar 2 dapat dikatakan
bahwa peningkatan skala usaha akan berakibat pada nilai biaya rata-rata yang
lebih rendah untuk tiap unit output.
Analisis Titik Impas (Break Event Point)
Titik impas merupakan keadaan dimana suatu perusahaan tidak mengalami
kerugian maupun keuntungan. Dengan kata lain perusahaan mengalami kondisi
impas karena jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya atau laba kontribusi
hanya dapat menutupi biaya tetap saja. Analisis titik impas atau break event point
(BEP) adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum agar suatu
usaha tidak mengalami kerugian, tetapi belum tentu juga mendapatkan
keuntungan. Dengan kata lain keuntungannya sama dengan nol. Analisis ini
bermanfaat untuk mengendalikan kegiatan operasional yang sedang berjalan,
sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan harga jual, sebagai dasar
perencanaan kegiatan operasional dalam usaha untuk mencapai laba tertentu
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan produksi atau penjualan
(Mulyadi, 2001). Dalam analisis titik impas, biaya-biaya dikelompokkan menjadi
biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Terdapat dua
pendekatan dalam menentukan titik impas, yaitu pendekatan teknik persamaan
dan pendekatan grafis. Kedua pendekatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.
Analisis Profitabilitas
Menurut Mulyadi (2005), analisis profitabilitas ditujukan untuk mendeteksi
penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh suatu objek informasi
dalam periode akuntansi tertentu. Profit adalah besarnya laba yang diperoleh
perusahaan dari hasil penjualan yang dikurangi dengan total biaya yang
dikeluarkan perusahaan. Sedangkan profitabilitas adalah nilai laba bersih dibagi
dengan penerimaan total. Nilai profitabilitas yang diperoleh menggambarkan

11
besarnya laba yang diperoleh dari hasil laba yang diperoleh dari hasil penjualan.
Besarnya nilai profitabilitas diperoleh dari perkalian Margin Income Ratio (MIR)
atau profit volume ratio dengan Margin Of Safety (MOS) (Mulyadi, 2005).
Margin Of Safety (MOS) adalah besarnya pengurangan maksimum jumlah
produksi atau penjualan dari yang dianggarkan agar perusahaan tidak sampai
menderita kerugian. Jika dihubungkan dengan Marginal Income Ratio (MIR),
angka MOS akan berhubungan langsung dengan laba. MIR adalah rasio antara
pendapatan dengan hasil penjualan dimana memberikan informasi seberapa
bagian dari penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan laba. Dengan
mengalikan nilai Marjin Of Safety (MOS) dengan Marginal Income Ratio (MIR),
maka akan didapatkan nilai profitabilitas perusahaan yaitu kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba.
Analisis Nilai Tambah Metode Hayami
Nilai tambah dalam proses pengolahan dapat didefinisikan sebagai selisih
antara nilai produk dengan biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk
tenaga kerja (Kustiari, 2011). Metode analisis nilai tambah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Metode Hayami. Metode ini merupakan metode analisis nilai
tambah yang sering digunakan untuk komoditas pengolahan pertanian. Kelebihan
metode analisis nilai tambah Hayami adalah (Soekartawi, 2002) : (1) lebih tepat
digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian; (2) dapat diketahui
produktifitas produksinya; (3) dapat diketahui balas jasa pemilik faktor-faktor
produksi; (4) dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain subsistem
pengolahan.
Analisis Sensitivitas
Menurut Husein (2001), analisis sensitivitas merupakan suatu analisis untuk
dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat adanya keadaan yang
berubah-ubah. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengantisipasi adanya
perubahan-perubahan, seperti penurunan produktivitas dan adanya cost overrun,
yaitu kenaikan biaya-biaya seperti biaya bahan baku, produksi, konstruksi, dll.
Dalam penelitian ini, analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan
usaha tahu terhadap perubahan harga kedelai sebagai bahan baku utama. Selain itu,
dapat diketahui berapa harga maksimum kedelai sehingga mencapai tingkat BEP
(break event point).
Kerangka Pemikiran Operasional
Tahu merupakan makanan asli bangsa Cina, namun semakin berkembang di
Indonesia dan seakan-akan menjadi makanan tradisional atau makanan rakyat
Indonesia. Bahan baku pembuatan tahu adalah kedelai dimana kedelai bukan
komoditas yang banyak ditemui di Indonesia. Tahu dijadikan makanan sehari-hari
masyarakat Indonesia dimana untuk mendapatkan dan memenuhi kebutuhan para
produsen tahu, Pemerintah terpaksa mengimpor kedelai dari negara-negara
subtropis.
Seiring dengan peningkatan konsumsi tahu di Indonesia, hal tersebut
menjadi menarik untuk para produsen baru memasuki industri tahu dan para
produsen tahu yang sudah ada meningkatkan kapasitas produksinya. Hal tersebut

12
dapat terlihat dari data Depkop pada Tabel 4 bahwa peningkatan jumlah pelaku
usaha mikro adalah sebesar 2.38 persen, usaha kecil 4.52 persen, dan usaha
menengah 10.65 persen. Dengan begitu, para produsen tahu yang ada saat ini
semakin bervariasi, mulai dari tingkat mikro hingga menengah.
Berdasarkan perumusan masalah dalam penelitian ini, maka untuk dapat
membandingkan profitabilitas dan nilai tambah ketiga usaha tahu terlebih dahulu
diperlukan analisa pada aspek keuangannya. Analisa aspek keuangan dapat
dilakukan melalui pendekatan analisis biaya dengan menggunakan komponen
biaya, volume penjualan, dan harga jual. Sedangkan untuk melihat perbedaan
proses produksi atau proses pengolahan tahu dilakukan pengamatan secara
langsung dan wawancara untuk mengetahui bagaimana proses produksi yang
dilakukan oleh tiap produsen atau pelaku usaha. Hasil pengamatan ketiga pelaku
usaha dibandingkan satu sama lain dan dibandingkan pula dengan proses produksi
yang terdapat pada buku acuan dan penelitian terdahulu. Hasil dari perbandingan
proses produksi menjadi acuan dasar untuk menjelaskan perbedaan hasil produksi.
Dalam penelitian ini, hasil produksi yang diamati adalah tahu kuning.
Analisis profitabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan usaha dari ketiga produsen tahu dalam memperoleh laba atau
keuntungan. Analisis profitabilitas dilihat melalui nilai MOS dan MIR dari ketiga
usaha tersebut. Namun sebelum dilakukan analisis profitabilitas, terlebih dahulu
diperlukan analisis titik impas yang menunjukkan kondisi rugi tidaknya ketiga
usaha yang menjadi objek penelitian.
Analisis nilai tambah dilakukan untuk mengetahui besarnya nilai tambah
dari proses produksi atau pengolahan kedelai pada usaha tahu. analisis nilai
tambah pada penelitian ini menggunakan alat analisis metode Hayami, dimana
berdasarkan analisis yang dilakukan dapat terlihat usaha mana yang menghasilkan
nilai tambah terbesar. Selain itu, informasi yang dapat diperoleh anata lain
besarnya produktivitas produksi, besarnya marjin, serta distribusi marjin untuk
faktor-faktor produksi yang digunakan selain bahan baku. Selanjutnya dilakukan
analisis sensitivitas untuk mengetahui harga kedelai maksimum sehingga ketiga
usaha mencapai BEP atau impas.
Berdasarkan analisis profitabilitas, nilai tambah serta analisis sensitivitas
yang dilakukan pada ketiga usaha tahu, maka akan diketahui sejauh mana ketiga
usaha tersebut telah mencapai tujuannya terutama dalam memperoleh keuntungan
serta mengetahui bagaimana dampak kenaikan harga kedelai. Sehingga dapat
dibandingkan usaha mana yang mempunyai tingkat profitabilitas, nilai tambah
serta nilai sensitivita tertinggi. Secara ringkas alur kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

13
Kebutuhan kedelai lebih besar daripada
produksi kedelai dalam negeri
Ketergantungan impor

Kenaikan harga kedelai dunia

Kenaikan harga kedelai dalam negeri

Industri tahu,
salah satu konsumen kedelai impor

Skala Rumah Tangga
( ≤ 100 kg per hari )





Skala Kecil
( 101 - 200 kg per hari )

Skala Menengah
( 201 - 300 kg per hari )

Analisis Biaya

Analisis Nilai Tambah

Biaya
Volume Penjualan
Harga Jual

Metode Hayami

Analisis Titik Impas






Profitabilitas

Produktivitas Produksi
Nilai Output
Nilai Tambah
Balas Jasa Tenaga
Kerja

Analisis Sensitivitas

Membandingkan dampak
kenaikan harga kedelai

Keterangan :
Ruang lingkup penelitian
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional

14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tiga usaha tahu di Kota Bogor khususnya di
daerah Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Barat, yaitu usaha tahu Pak Uci,
usaha Tahu Raos Bandung, dan usaha tahu Pak Aris. Penelitian dilakukan selama
bulan Maret 2014 hingga Juni 2014.
Metode Penentuan Sampel
Penentuan sampel dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan rujukan dari
PRIMKOPTI Kota Bogor. Pihak PRIMKOPTI menyatakan bahwa Kecamatan
Bogor Barat merupakan sentra produsen tahu di Kota Bogor. Setelah itu, pihak
PRIMKOPTI merujuk Kelurahan Pasir Jaya karena selain mudah dijangkau, di
kawasan tersebut terdapat beragam usaha tahu, mulai dari usaha rumah tangga
hingga usaha menengah. Salah satu produsen tahu yang direkomendasikan oleh
pihak PRIMKOPTI adalah usaha Tahu Raos Bandung karena usaha tersebut
sudah lama bekerjasama dengan pihak PRIMKOPTI.
Saat mendatangi usaha Tahu Raos Bandung, usaha tersebut sesuai dengan
kriteria objek penelitian dan peneliti menjadikan usaha Tahu Raos Bandung
sebagai salah satu sampel penelitian. Selain itu, peneliti mendapatkan rujukan dari
usaha Tahu Raos Bandung untuk mendatangi usaha Tahu Pak Aris. Usaha Tahu
Pak Aris memiliki kapasitas harian produksi lebih besar dari usaha Tahu Raos
Bandung namun masih sesuai dengan kriteria objek penelitian. Karena itu, usaha
Tahu Pak Aris dijadikan salah satu objek penelitian dalam penelitian ini. Dari
usaha Tahu Pak Aris, peneliti mendapatkan rujukan untuk mendatangi usaha tahu
Pak Kaspi namun setelah diobservasi usaha tersebut tidak sesuai dengan kriteria
objek penelitian. Sehingga peneliti kembali mencari rujukan usaha tahu lainnya
yang masih berada dalam wilayah Kelurahan Pasir Kuda. Setelah mengobservasi
beberapa usaha tahu yang berada pada wilayah tersebut, peneliti mendapatkan
usaha tahu Pak Uci yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian ini.
Selain berdasarkan rujukan dari pihak PRIMKOPTI, peneliti menggunakan
data produsen tahu yang berada di wilayah Kelurahan Pasir Kuda dari penelitian
terdahulu untuk mengetahui jumlah produsen tahu yang berada di wilayah
tersebut.
Tabel 7 Data produsen tahu di Kelurahan Pasir Jaya berdasarkan jumlah bahan
baku yang digunakan
No.
Jumlah Bahan Baku
Jumlah
Kedelai (kg/hari)
(orang)
1
≤ 100
9
2
101 – 200
10
3
201 – 300
2
Jumlah
21
Sumber : Carani ( 2006)

15
Desain Penelitian
Penelitian analisis dampak kenaikan harga kedelai menggunakan metode
kasus yang dilakukan di tiga Usaha Kecil Menengah di Kota Bogor dengan tujuan
dapat dilakukan secara detail sehingga dapat membandingkan hasil nilai
profitabilitas dan nilai tambah dari ketiga Usaha Kecil Menengah tersebut sebagai
indikator dampak dari kenaikan harga kedelai. Berdasarkan hal tersebut, maka
hasil perhitungan pada penelitian ini bukan merupakan keadaan Usaha Kecil
Menengah secara keseluruhan. Penelitian ini merupakan gambaran terhadap
perbandingan nilai tambah yang dihasilkan produsen tahu pada tingkatan usaha
yang berbeda.
Data dan Instrumen
Data dalam penelitin ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang berasal dari pengamatan atau
observasi langsung dan wawancara terhadap responden (narasumber), sedangkan
data sekunder adalah data yang telah ada dan terdokumentasi sebelumnya.
Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
adalah daftar pertanyaan.
Metode Pengambilan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan selama kurang lebih empat
bulan yaitu bulan Maret hingga Juni 2014 di tiga usaha tahu, yaitu usaha tahu Pak
Uci, usaha Tahu Raos Bandung dan usaha Tahu Pak Aris. Data primer pada
penelitian didapatkan dengan cara pengamatan dan wawancara langsung kepada
pemilik dan para pekerja. Sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi atau
lembaga-lembaga terkait, seperti PRIMKOPTI, Kementrian Pertanian
(KEMENTAN), Departemen Koperasi (DEPKOP), Badan Pusat Statistik (BPS)
dan Kantor Koperasi dan UMKM Kota Bogor. Selain itu, terdapat juga data
sekunder yang diperoleh melalui buku maupun literatur-literatur yang terkait
dengan penelitian.
Metode Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Analisis kuantitatif diolah menggunakan microsoft excel dan
kalkulator untuk disajikan dalam bentuk tabulasi guna mempermudah perhitungan
dan pendeskripsian. Periode analisis yang digunakan adalah satu tahun, dimana
hari efektif kerja masing-masing usaha adalah 305 hari. Metode yang digunakan
untuk analisis profitabilitas adalah perhitungan titik impas (BEP), Marginal
Income Ratio (MIR), dan Marginal Of Safety (MOS). Sedangkan metode analisis
yang digunakan untuk nilai tambah adalah metode Hayami. Lalu, untuk
menganalisis kepekaan usaha tahu terhadap perubahan harga kedelai dilakukan
dengan analisis sensitivitas.

16
Analisis Biaya
Biaya merupakan faktor penting dalam perencanaan laba dalam suatu usaha,
karena biaya dipengaruhi oleh volume penjualan dan produksi dan akan
mempengaruhi harga jual. Terkait dengan penelitian pada ketiga usaha tahu,
terlebih dahulu perlu dilakukan analisis biaya. Biaya-biaya yang dianalisis pada
usaha tahu memperhitungkan semua unsur biaya produksi seperti biaya bahan
baku, tenaga kerja, dan overhead pabrik. Biaya-biaya tersebut diklasifikasikan
berdasarkan sifatnya menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Adapun rumus yang
digunakan untuk menghitung total biaya produksi ialah sebagai berikut :
Total Biaya Produksi = Biaya Tetap Total + Biaya Variabel Total

Selain itu, perlu diperhitungkan juga biaya penyusutan untuk peralatan
produksi yang merupakan bagian dari biaya tetap. Perhitungan biaya penyusutan
dilakukan dengan mencari persentase penyusutan per tahunnya terlebih dahulu
dengan rumus :
%
d=
umur ekonomi peralatan
Setelah diketahui persentase penyusutan per tahun, nilai tersebut kemudian
dikalikan dengan nilai biaya peralatan.
D = d x Biaya Peralatan Produksi

Analisis Titik Impas
Hasil dari analisis titik impas dapat berupa dalam satuan unit maupun satuan
rupiah. Secara matematis, titik impas dihitung sebagai berikut :
TFC
BEP impas dalam unit =
P − AVC
BEP impas dalam rupiah =

TFC



AVC
P

Keterangan :
BEP
= nilai impas produksi (unit atau rupiah)
P
= harga jual produk per unit (Rp/unit)
TVC
= biaya variabel total (Rp)
TFC
= biaya tetap totap (Rp)
AVC
= biaya rata-rata variabel per unit (Rp/unit)
Analisis Profitabilitas
Merupakan perhitungan untuk melihat kemampuan usaha tahu dalam
memperoleh laba, yang diperoleh dari perkalian nilai Marginal Of Safety (MOS)
dengan nilai Maginal Income Ratio (MIR).
� % = MOS x MIR
Keterangan :

= profitabilitas perusahaan (%)
MIR = Marginal Income Ratio (%)

17
MOS = Margin Of Safety
Dimana nilai MOS dan MIR didapatkan dari rumus matematis berikut.
MOS % =

TR − BEP

TR

%

Keterangan :
MOS = Margin Of Safety (%)
BEP = nilai impas (Rp)
TR
= penerima