Resistance Response Of Ten Ridged Gourd (Luffa Acutangula (L.) Roxb.) Cultivars Against Squash Mosaic Comovirus Infection

RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR OYONG
(Luffa acutangula (L.)Roxb.) TERHADAP INFEKSI
Squash mosaic comovirus

DIAN SARASWATI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respons Ketahanan
Sepuluh Kultivar Oyong (Luffa acutangula (L.)Roxb.)terhadap Infeksi Squash
mosaic comovirus”adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015
Dian Saraswati
NIM A34110065

____________________
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
DIAN SARASWATI. Respons Ketahanan Sepuluh Kultivar Oyong (Luffa
acutangula (L.) Roxb.) terhadap Infeksi Squash mosaic comovirus. Dibimbing
oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Squash mosaic comovirus (SqMV) merupakan salah satu virus penting yang
menginfeksi tanaman Cucurbitaceae, termasuk oyong. Data mengenai respons
ketahanan tanaman oyong belum tersedia.Dengan demikian, tujuan penelitian ini
adalah untuk menguji respons ketahanan kultivar komersial terhadap infeksi
SqMV. Sepuluh kultivar komersial diuji dengan inokulasi mekanis.Peubah

pengamatan adalah waktu inkubasi, tipe gejala, insidensi, dan keparahan penyakit,
titer virus serta karakter agronomi.Titer virus dideteksi secara serologi
menggunakan antiserum spesifik SqMV dengan metode DAS-ELISA.Gejala
paling awal muncul pada kultivar Essenza sedangkan paling akhir muncul pada
kultivar Anggun F1 dengan waktu inkubasi berkisar dari 3.1 sampai4.4 hari
setelah inokulasi.Seluruh tanaman terinfeksi menunjukkan gejala mosaik ringan
hingga berat bergantung pada kultivar dengan skor keparahan tanaman berkisar
dari 2.20 sampai 3.57 dan insidensi penyakit mencapai 100%.Kultivar Essenza
memiliki titer virus tertinggi dan Anggun F1 terendah.Infeksi pada tanaman
menunjukkan penurunan tinggi tanaman, jumlah bunga, bobot basah, dan bobot
kering tanaman dibandingkan tanaman kontrol.Berdasarkan peubah pengamatan,
kultivar Hebata, Estilo, Azura F1, danEssenza tergolong sangat rentan, kultivar
Jaka F1, Mahkota, Bidara, dan Grandia F1 tergolong rentan dan kultivar Anggun
F1 dan Prima F1 tergolong toleran terhadap infeksi SqMV.
Kata kunci: Cucurbitaceae, ketahanan, oyong, SqMV.

ABSTRACT
DIAN SARASWATI. Resistance Response of Ten Ridged Gourd (Luffa
acutangula (L.) Roxb.) Cultivars against Squash mosaic comovirus Infection.
Supervised by TRI ASMIRA DAMAYANTI.

Squash mosaic comovirus (SqMV) is one of the important viruses infecting
cucurbits including ridged gourd. The data related resistance response to SqMV of
this plant species is not available yet. Thus, the aim of this research was to
evaluate the resistance response of commercial ridged gourd cultivars against
SqMV infection. Ten commercial cultivars were tested by inoculating SqMV
mechanically. Incubation time, type of symptom, disease incidence, severity and
virus titre were recorded as well as agronomic characters. The earliest symptom
appearance was present on Essenza cultivar and the latest one on Anggun F1
cultivar with incubation time ranged from 3.1 to 4.4 days post-inoculation. The
infected plants showed mild to severe mosaic symptom depend on cultivars with
severity score ranged from 2.20 to 3.57 and disease incidence up to 100%.
Essenza cultivars had the highest viral titre and Anggun F1 had the lowest one.
The infected plants showed reduction of plant growth, number of flowers, fresh
and dry weight compared with healthy plants. Based on thosevariables, Hebata,
Estilo, Azura F1 and Essenza cultivars are classified as very susceptible, while
Jaka F1, Mahkota, Bidara, and Grandia F1 cultivars are susceptible, and Anggun
F1, and Prima F1 cultivar are tolerant against SqMV infection.
Keywords: Cucurbitaceae, resistance, ridged gourd, SqMV.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

RESPONS KETAHANAN SEPULUH KULTIVAR OYONG
(Luffa acutangula (L.)Roxb.) TERHADAP INFEKSI
Squash mosaic comovirus

DIAN SARASWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

JudulSkripsi
Squash mosaic comovirus
Nama Mahasiswa : Dian Saraswati

NIM

: A34110065

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Tanggal disetujui:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu waTa’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul “Respons Ketahanan
Sepuluh Kultivar Oyong (Luffa acutangula (L.)Roxb.)terhadap Infeksi Squash
mosaic comovirus” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepadaDr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr
selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing, memberikan
masukan, dan saran. Terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M.Si selaku dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing selama periode akademik
berlangsung dan Ir. Djoko Prijono, MAgrSc selaku dosen penguji tamu atas
masukan dan saran. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepadaorang tua dan
kakak atas do’a yang selalu menyertai penulis. Terima kasih kepada M Reza
Firdaus, Winarsih, Nur Unsyah Laili, Hany Zetira Putri, Anysa Riska Utomo,
Rizky Yunita Putri, Hilda Ayu Kusumaningrum, Aliftya Ramadhani dkk dan
seluruh teman-teman Proteksi Tanaman angkatan 48 atas bantuan do’a dan
dukungannya. Terimakasih kepada Sari Nurulita SP, M.Si dan seluruh anggota
Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2015
Dian Saraswati

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 2
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 3
Tempat dan WaktuPenelitian......................................................................... 3
Metode Penelitian .......................................................................................... 3
Perbanyakan Inokulum......................................................................... 3
Penyiapan Tanaman Uji dan Inokulasi ................................................ 3
Peubah Pengamatan ............................................................................. 3
Deteksi Virus ........................................................................................ 4
DIBA (Dot Immunobinding Assay) ............................................ 4
DAS (Double Antibody Sandwich) ELISA ................................ 5
Analisis Data ........................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Hasil ............................................................................................................... 6

Pengaruh Inokulasi SqMV terhadap Waktu Inkubasi,
Insidensi Penyakit dan Tipe Gejala ............................................... 96
Pengaruh Inokulasi SqMV terhadap Keparahan
Penyakit dan Titer virus ................................................................ 97
Pengaruh Inokulasi SqMV terhadap Pertumbuhan Tanaman .............. 8
Pengaruh Inokulasi SqMV terhadap Bobot Tanaman ........................ 10
Respons Sepuluh Kultivar Oyong terhadap SqMV ........................... 10
Pembahasan Umum ..................................................................................... 12
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16
LAMPIRAN .......................................................................................................... 19
RIWAYAT HIDUP........................................................................................... 2025

DAFTAR TABEL
1 Pengaruh infeksi SqMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakitdan
tipe gejala ......................................................................................................... 86
2 Pengaruh infeksi SqMV terhadap keparahan penyakit dan titer virus ............... 8
3 Respons ketahanan sepuluh kultivar oyong terhadap SqMV ........................... 11

DAFTAR GAMBAR


1 Skala kategori serangan penyakit a. skor 1, b. skor 2, c. skor 3, d. skor 4,
e. skor 5 ............................................................................................................ 84
2 Gejala infeksi SqMV pada tiap kultivar. a. kontrol, (b-c). kultivar
Mahkota dan Hebata (mosaik hijau gelap terang), (d-h). kultivar Jaka F1,
Anggun F1, Bidara, Prima F1 dan Grandia F1 (bercak klorosis), (i-k).
kultivar Estilo, Azura F1, Esenza (mosaik kuning dan vein clearing) ............... 7
3 Pengaruh infeksi SqMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4
MSI (b) ............................................................................................................... 9
4 Pengaruh infeksi SqMV terhadap jumlah bunga................................................ 9
5 Pengaruh infeksi SqMV terhadap bobot basah (a) dan bobot kering
tanaman (b) ....................................................................................................... 10
6 .................................................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pengaruh infeksi SqMV terhadap tinggi pada tanaman oyong pada 1-4
MSI ................................................................................................................... 21
2 Pengaruh infeksi SqMV terhadap jumlah dan penurunan bunga .................... 22
3 Pengaruh infeksi SqMV terhadap jumlah dan penurunan bobot basah
tanaman ............................................................................................................ 22

4 Pengaruh infeksi SqMV terhadap jumlah dan penurunan bobot kering
tanaman ............................................................................................................ 23
5 Nilai absorbansi ELISA komposit tiap kultivar ............................................... 23
6 Hasil deteksi DIBA tiap tanaman uji dengan antiserum SqMV....................... 24
7 Data suhu dan kelembapan bulanan rumah kaca Cikabayan wilayah
Dramaga, Bogor, Jawa Barat ............................................................................ 24

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Oyong (Luffa acutangula; Cucurbitaceae) disebut juga gambas, emes atau
kimput (Sunda), dan timput (Palembang).Tanaman ini berasal dari India dan telah
beradaptasi dengan baik di Asia Tenggara termasuk Indonesia.Buah muda
merupakan bagian yang umum dikonsumsi.Selain itu, bagian dalam buah tua
digunakan untuk sabut, daun untuk lalap dan obat bagi penderita
demam.Produktivitas tanaman ini masih sangat rendah, karena hanya digunakan
sebagai tanaman sela atau tanaman musiman, padahal tanaman oyong toleran
terhadap berbagai jenis tanah; hampir semua jenis tanah cocok ditanami oyong.
Tanah yang paling ideal untuk budidaya oyong adalah jenis tanah liat berpasir,
misalnya tanah latosol, aluvial, dan podsolik merah kuning (Edi dan Bobihoe

2010).
Kendala budidaya tanaman oyong adalahmedia tanam yang digunakan,
teknik penanaman,kelembapan optimal (50-60%) dansuhu optimal (18-24°C)(Edi
dan Bobihoe 2010). Adapun kendala lainyaitu gangguan hama dan penyakit.
Hama yang sering menyerang oyong adalah kutudaun (Aphis gossypii), otengoteng (Epilachna sp.), serta kumbang daun (Aulacophora similis) dan Diaphania
indica (Barma dan Jha 2014), sedangkan penyakit yang sering menginfeksi adalah
rebah kecambah (Pythium sp.), antraknosa (Colletotrichum orbiculare), embun
tepung (Erysiphe cichoracearum), embun bulu (Pseudoperonospora cubensis),
busuk buah (Phytophthora capsici) dan virus mosaik (Dana dan Lerner 2000).
Salah satu virus yang menyerang tanaman oyong adalah Squash mosaic
virus (SqMV; Comovirus) (Shikata 1998). Partikel SqMV berbentuk isometris
dengan diameter 28 nm. Virus ini memiliki titik panas inaktivasi (thermal
inactivation point) pada suhu 65-70 oC, titik batas pengenceran (dilution end
point) 10-4-10-5 dan ketahanan in vitro(longevity in vitro) 5-6 hari. Infeksi SqMV
dilaporkan di Maroko (Lockhart 1982), Iran (Izadpanah 1987), Australia, Selandia
Baru (Envirologix 1998), Israel, Jepang, dan Cina (Han et al. 2002).Virus ini
berhasil diidentifikasi dan dipublikasikan pada tahun 1934 di California (Nelson
dan Knuhtsen 1973).
Virus ini dapat menyebabkan gejala mosaik kuning dimulai dari tepi daun,
belang hijau tua dan hijau muda atau klorosis dengan berbagai macam corak pada
daun.Bentuk daun dapat berubah menjadi berkerut, kerdil, bagian tepi
menggulung ke bawah atau ke atas.SqMV dapat ditemukan pada benih, bunga
jantan dan betina.Infeksi SqMV menyebar secara sistemik sehingga dapat
menyebabkan kehilangan ekonomi dan kerusakan tanaman yang sulit
diatasi.SqMV dapat ditularkan secara mekanis melalui kontak antar tanaman,
benih dan grafting(Envirologix 1998). Selain ituSqMV dapat ditularkan melalui
serangga vektor kumbang Acalymma trivittata (western striped cucumber beetle)
dan Diabrotica undecimpunctata howardi (spotted cucumber beetle) dan
kumbang dari famili Coccinellidae (Freitag 1956; Grogan etal. 1959; Cohen dan
Nitzany 1963; Lastra dan Munz 1969; Thomas 1973).
Menurut Schumann dan D’Arcy (2012), sistem pertahanan pada tanaman
sangat bergantung pada interaksi inang, patogen, dan lingkungan.Lingkungan
yang mendukung dan inang yang memiliki imunitas rendah akansangat mudah

2
virus berasosiasi dengan inang dan sebaliknya.Reaksi pada tanaman yang
terinfeksi virus terjadi akibat adanya sistem imunitas.Imunitas adalah kemampuan
dalam mempertahankan fungsi pada tanaman agar tetap berjalan dengan
baik.Tanaman yang resisten terhadap virus mampu mematikan sel-sel di sekitar
tempat patogen menyerang sehingga virus tidak dapat merusak dan melanjutkan
infeksinya.Tanaman toleran yaitu tanaman yang masih dapat berproduksi
walaupun tanaman tersebut telah terinfeksi virus.Tanaman rentan merupakan
tanaman yang tidak dapat berproduksi karena infeksi virus yang membuat sel-sel
tanaman mati.Mekanisme pertahanan inang terdiri dari pertahanan struktural dan
biokimia.Pertahanan secara struktural merupakan hambatan fisik yang dapat
menekan patogen saat masuk ke dalam tanaman sampai menyebar, sedangkan
pertahanan biokimia merupakan produksi substansi dalam bentuk senyawa kimia
yang berasal dari sel atau jaringan tanaman dan bersifat toksik bagi patogen
(Agrios 2005).
Diagnosis virus berbeda dengan diagnosis penyakit yang disebabkan oleh
cendawan dan bakteri.Diagnosis virus dapat dilakukan melalui uji biologi atau
bioassay, pengamatan partikel virus dengan mikroskop elektron, deteksi protein
dengan uji serologi dan deteksi asam nukleat dengan PCR (polymerase chain
reaction).Deteksi virus yang banyak digunakan adalah uji serologi, salah satunya
ELISA (enzyme linked immunosorbent assay).Uji serologi merupakan pengujian
yang mengombinasikan antigen dengan antiserum.Pengujian ini melibatkan virus
sebagai antigen yang akan dikenali oleh antiserum(Djiksa dan de Jager 1998).
Menurut Reddy (2010), manajemen yang harus dibangun untuk mencegah
dan mengendalikan SqMV adalah menggunakan kultivar toleran dan
menghilangkan tanaman yang terinfeksi (eradikasi). Jika terkena kontak langsung
dengan virus tersebut, virus dapat dieliminasi menggunakan desinfektan alkohol
70% pada tangan dan alat-alat yang digunakan dalam budidaya tanaman oyong.
Purba (2011) melaporkan bahwa, infeksi SqMV pada lima kultivar
mentimun yang berbeda menunjukkan perbedaan respons ketahanan. SqMV
dilaporkan menginfeksi oyong di Bogor (Aulia 2004), namun belum tersedia
informasi ketahanan oyong terhadap virus ini.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menguji tingkat ketahanan sepuluh kultivar oyong
komersial terhadap infeksi SqMV.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tingkat ketahanan
kultivar oyong komersial kepada pemulia tanaman dan produsen benih terhadap
infeksi SqMV sebagai dasar pertimbangan untuk merakit tanaman oyong yang
tahan terhadap SqMV.

12

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Cikabayan dan Laboratorium
Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor mulai Februari sampai Mei 2015.
Metode Penelitian
Perbanyakan Inokulum
Inokulum berasal dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, IPB.
Inokulum diperbanyak pada tanaman oyong yang berumur 12 hari setelah tanam
(HST). Tanaman sehat ditularkan SqMV secara mekanis. Cairan perasan tanaman
dibuat dengan cara menggerus tanaman yang sakit dengan nitrogen cair dalam
0.01 M bufer fosfat pH 7 yang mengandung 1% β-merkaptoetanol dengan
perbandingan 1:10 (b/v). Daun tanaman sehat dilukai dengan menggunakan
karborundum 600 mesh, cairan sap yang telah dibuat dioleskan dan dibersihkan
dengan akuabidesmengalir (Agrios 2005).
Penyiapan Tanaman Uji dan Inokulasi
Benih tanaman oyong yang digunakan 10 kultivar komersial, yaitu kultivar
Azura F1, Anggun F1 dan Prima F1 (PT. East West Seed Indonesia), Jaka F1 dan
Hebata F1 (PT. Prabu Agro Mandiri), Mahkota (Benih Mutiara Indonesia), Bidara
(PT. Agri Makmur Pertiwi), Grandia F1 (Garuda Seed), Esenza dan Estilo (PT.
BISI Internasional). Benih tanaman oyong yang sehat ditanam pada wadah plastik
yang sudah berisi tanah, pupuk kandang dan arang sekam dengan perbandingan
1:1:1. Setiap polibag ditanam tiga benih pada kedalaman 2 cm. Tiap kultivar
oyong diinokulasi SqMV secara mekanis pada umur 12 HST seperti cara inokulasi
diatas.
Peubah Pengamatan
Peubah yang diamati adalah waktu inkubasi, tipe gejala, insidensi penyakit,
keparahan penyakit, dan titer virus. Karakter agronomi yang diamati adalah tinggi
tanaman, jumlah bunga, bobot basah, dan bobot kering tanaman. Titer virus
dideteksi secara serologi menggunakan antiserum spesifik SqMV metode DASELISA.
Pengamatan waktu inkubasi dimulai dari satu hari setelah inokulasi ke
tanaman sakit sampai tanaman tersebut menimbulkan gejala awal. Pengamatan
deskripsi gejala dari awal muncul gejala sampai 8 minggu setelah inokulasi
(MSI). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada 1-4 MSI. Jumlah bunga yang
muncul dihitung sampai 4 minggu setelah masa berbunga.
Persentase insidensi penyakit tanaman uji yang dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Agrios 2005):

4

IP
n
N

= insidensi penyakit (%)
= jumlah tanaman sakit
= jumlah seluruh tanaman yang diamati

Keparahan penyakit ditentukan dengan melakukan pengamatan terhadap
gejala yang muncul dengan menggunakan skoring, yaitu 1= tidak bergejala, 2=
gejala ringan, 3= gejala sedang, 4= gejala berat, dan 5= daun distorsi atau mati
(Hassan et al.1991) (Gambar 1).

a

b

c

d

e

Gambar 1 Skala kategori serangan penyakit a. skor 1, b. skor 2, c. skor 3, d.
skor 4, e. skor 5
Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 10
kultivar sebagai perlakuan dan masing-masing memiliki 10 tanaman tiap kultivar
sebagai ulangan.
Deteksi Virus
DIBA (Dot Immunobinding Assay)
DIBA digunakan untuk mengonfirmasi insidensi penyakit pada tanaman uji
berdasarkan metode yang digunakan Asniwita et al. (2013). Jaringan sampel daun
tanaman digerus dalam tris buffer saline (TBS: Tris-HCl 0.02 M dan NaCl 0.15
M, pH 7.5) dengan perbandingan 1:10 (b/v). Cairan perasan tanaman sampel
selanjutnya diblotkan pada kertas membran nitroselulosa (ukuran 3 cm × 3 cm)
sebanyak 2 μl. Tetesan sampel yang telah kering pada kertas membran direndam
di dalam 3 ml larutan blocking (3 ml TBS dicampur dengan 0.06 g skim milk dan
60 μl Triton X-100).Kemudian membran diinkubasi pada suhu ruang sambil
digoyang dengan kecepatan 50 rpm selama 2 jam menggunakan shaker
Eyelamultishaker MMS. Membran dicuci 5 kali dengan akuabides, tiap pencucian
berlangsung 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm.Kemudian
membran direndam dalam 5 ml larutan antiserum pertama (TBS yang
mengandung 2% skim milk dan antiserum SqMV) dengan perbandingan 1:5000
(v/v) dan diinkubasi semalam pada suhu 4 °C. Lalu membran dicuci sebanyak 5
kali dengan TBST (TBS yang mengandung Tween-200.05%), tiap pencucian
berlangsung selama 5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm.
Selanjutnya membran nitroselulosa direndam dalam 5 ml antiserum kedua (TBS
yang mengandung 2% skim milk dan goat anti rabbit-IgG, Sigma) dengan
perbandingan 1:5000 (v/v), kemudian membran diinkubasi selama 60 menit
sambil digoyang menggunakan shaker dengan kecepatan 50 rpm. Selanjutnya

5
membran dicuci 5 kali dengan TBST.Tiap pencucian berlangsung 5 menit sambil
digoyang dengan kecepatan 100 rpm.
Membran direndam dalam 3 ml buffer alkaline phosphate (Tris-HCl 0.1 M,
NaCl 0.1 M dan MgCl 5 mM, pH 9.5) yang mengandung NBT (nitro blue
tetrazolium, 50 mg/ml yang dilarutkan dalam 100% dimethylformamide) sebanyak
13.5 μl dan BCIP (5-bromo 4-kloro 3-indolil fosfat, 50 mg/ml yang dilarutkan
dalam 70% dimethylformamide) sebanyak 10.5 μl. Bila reaksi positif, akan terjadi
perubahan warna menjadi ungu pada sampel uji. Reaksi pewarnaan dihentikan
dengan merendam membran nitroselulosa kedalam akuabides.
DAS-(Double Antibody Sandwich) ELISA
Titer virus tanaman uji dideteksi secara serologi dengan metode DAS
(double antibody sandwich) ELISA menggunakan antiserum spesifik SqMV
(Agdia).Antiserumpertama disiapkan dan dilarutkandalamcarbonate coating
buffer (Na2CO3 1.59 g, NaHCO3 2.93 g dan NaN3 0.2 g dalam 1000 ml
akuabides) ke dalam tabung dengan perbandingan 1:300. Antiserumpertama
dimasukkan ke dalamsumuran plat mikrotiter sebanyak 100 µl. Plat diinkubasi
dalam suhu 37 oC selama 4 jam. Selanjutnyaantiserum pertama pada plat dibuang
dan dicuci menggunakan PBST (phosphate buffer saline tween) (NaCl 8 g,
Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl 0.2 g, akuabides 1000 ml, dan Tween-20 0.5
ml) pH 7.4 sebanyak 8 kali. Antigen disiapkan dengan menggerus tanaman oyong
yang sakit dengan generalextraction buffer[Na2SO3 1.3 g, PVP
(polyvinylpyrrolidone) 20 g, NaN3 0.2 g, powdered egg albumin grade II 2 g dan
Tween-20 20 g dalam 1000 ml PBST]pH 9.6 dengan perbandingan 1:10 (b/v).
Sumuran plat diisi antigen yang telah disiapkan sebanyak 100 µl, lalu
diinkubasikan selama semalam pada suhu 4 oC. Kemudian antigen pada sumuran
plat dibuang dan dicuci menggunakan PBST sebanyak 8 kali. Antiserum kedua
disiapkan dan dilarutkan dalamconjugate buffer [BSA(bovine serum albumin) 2
g,PVP 20 g danNaN30.2 g dalam 1000 ml PBST]dengan perbandingan 1:300,
kemudian antiserum kedua dimasukkankedalam sumuran platsebanyak 100 µl.
Plat diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Selanjutnya antiserum kedua
dibuang dan dicuci menggunakan PBST sebanyak 8 kali. Reaksi pewarnaan
dilakukan dengan menggunakan tablet PNP (p-nitrophenylphosphate)yang
dilarutkan dalam substrate buffer (NaN3 0.2 g, MgCl2.6H2O 0.1 g dan
diethanolamine 97.0 ml dalam 1000 ml akuabides) (satu tablet 5 mg dilarutkan
dalam 5 ml substrate buffer). Substrat pewarna dimasukkan ke dalam
sumuransebanyak 100 µldan diinkubasi pada suhu ruang sampai terjadi perubahan
warna kuning jika reaksi positif. Nilai absorbansi ELISA (NAE) dibaca
denganELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Uji positif jika NAE
sampel uji besarnya 2 kali dari NAE kontrol negatif (tanaman sehat). Menurut
Mayasari (2006), ketahanan tanaman dapat dikategorikan menjadi toleran jika
NAE 2 ≤ x ≤ 4 kali NAE kontrol negatif, rentan jika NAE 4 < x ≤ 6 kali NAE
kontrol negatif dan sangat rentan jika NAE > 6 kali NAE kontrol negatif.
Analisis Data
Data dianalisis menggunakan ANOVA dengan program SPSS (Statistical
Package for the Social Sciences)versi 16.0, kemudian diuji lanjut dengan uji
selang berganda Duncan pada taraf 5%.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Pengaruh Infeksi SqMV terhadap Waktu Inkubasi, Insidensi Penyakit, dan
Tipe Gejala
Waktu inkubasi merupakan tenggang waktu antara masuknya virus hingga
timbulnya gejala pertama pada tanaman. Gejala pertama kali muncul pada daun
oyong yang paling muda berupa bintik-bintik dan berkembang menjadi bercak
hijau dan kuning.Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata waktu inkubasi yang
diperoleh berkisar dari 3.1 sampai 4.4 hari setelah inokulasi (HSI). Gejala yang
paling cepat muncul adalah pada kultivar Esenza dengan rata-rata 3.1 HSI
sedangkan yang paling lama muncul adalah kultivar Anggun F1 dengan rata-rata
4.4 HSI.
Insidensi penyakit pada kultivar yang terinfeksi SqMVmencapai 100%
(Tabel 1). Insidensi penyakit ditentukan berdasarkan pada proporsi tanaman yang
terserang virus dalam suatu populasi tanaman tanpa melihat berat atau ringannya
tingkat infeksi. Insidensi penyakit merupakan petunjuk keberadaan suatu patogen
pada tanaman (Agrios 2005).
Tabel 1 Pengaruh infeksi SqMV terhadap waktu inkubasi, insidensi penyakit dan
tipe gejala
Kultivar
Anggun F1
Azura F1
Bidara
Esenza
Estilo
Grandia F1
Hebata
Jaka F1
Mahkota
Prima F1

Rata-rata waktu
inkubasi (HSI)

Insidensi
penyakit (%)*

Tipe gejala**

4.4
3.2
3.8
3.1
3.3
3.2
3.2
3.8
3.4
4.2

5/5 (100)
6/6 (100)
5/5 (100)
7/7 (100)
6/6 (100)
5/5 (100)
5/5 (100)
5/5 (100)
5/5 (100)
5/5 (100)

Bk
Mk, Vc
Bk
Mk, Vc
Mk, Vc
Bk
Mj
Bk
Mj
Bk

*Jumlah tanaman uji ≤ 10, karena tanaman terdeteksi terinfeksi salah satu virus lain seperti CMV,
ZYMV atau CGMMV yang diduga terbawa dari benih. **Mj: mosaik hijau gelap terang, Bk:
bercak klorosis pada daun dan pertulangan daun, Mk: mosaik kuning pada daun dan pertulangan
daun, Vc: vein clearing

Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi SqMV beragam.Tipe
gejala yang muncul adalah gejala mosaik kuning dan vein clearing, bercak
klorosis pada daun dan pertulangan daun, serta mosaik hijau gelap terang. Gejala
yang ditunjukkan pada tiap kultivar terinfeksi SqMV berbeda dengan tanaman
kontrol (Gambar 2).Munculnya gejala yang mosaik sistemik disebabkan adanya

7
sel tanaman yang terinfeksi berkembang membentuk kelompok yang dibatasi oleh
kelompok sel tanaman yang sehat (Schumann dan D’Arcy 2012).

a

b

c

d

e

f

g

h

i

j

k

Gambar 2Gejala infeksi SqMV pada tiap kultivar.a. kontrol, (b-c). kultivar
Mahkota dan Hebata (mosaik hijau gelap terang), (d-h).kultivar Jaka
F1, Anggun F1, Bidara, Prima F1 dan Grandia F1 (bercak klorosis), (ik).kultivarEstilo, Azura F1, Esenza (mosaik kuning dan vein
clearing).
Pengaruh Infeksi SqMV terhadap Keparahan Penyakit dan Titer Virus
Skor keparahan penyakit kultivar yang terinfeksi SqMV berkisar dari 2.20
sampai 3.57.Keparahan penyakit sejalan dengan titer virus.Semua tanaman uji
positif terinfeksi SqMV dengan nilai absorbansi ELISA (NAE) berkisar dari 0.596
sampai 1.151. Kultivar Essenza memiliki titer virus yang paling tinggi yaitu 7.6
kali kontrol negatif, sedangkan Anggun F1 memiliki titer virus terendah yaitu 3.8
kali kontrol negatif (Tabel 2).

8
Tabel 2 Pengaruh infeksi SqMV terhadap keparahan penyakit dan titer virus
Kultivar
K (-)*
K (+)**
Anggun F1
Azura F1
Bidara
Esenza
Estilo
Grandia F1
Hebata
Jaka F1
Mahkota
Prima F1
1

Keparahan penyakit1
(Rata-rata ± SD)

2.20 ± 0.45a
3.33 ± 0.52de
2.60 ± 0.55abc
3.57 ± 0.53e
3.33 ± 0.52de
3.00 ± 0.00bcde
3.20 ± 0.45cde
2.40 ± 0.55ab
2.80 ± 0.45abcd
2.20 ± 0.45a

NAE1
(Rata-rata ± SD)
0.155
0.664
0.596 ± 0.112a
0.961 ± 0.121cd
0.850 ± 0.083bc
1.151 ± 0.040d
0.962 ± 0.132cd
0.930 ± 0.029bc
0.949 ± 0.040bc
0.751 ± 0.115ab
0.860 ± 0.063bc
0.625 ± 0.036a

Rasio NAE sampel
uji/NAE K(-)

3.8
6.2
5.4
7.6
6.2
6.0
6.1
4.8
5.5
4.0

Angka pada lajur yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan ujiDuncanpada taraf 5%, *Kontrol negatif ELISA, uji positif jika NAE sampel ≥
0.310, **kontrol positif ELISA

Pengaruh Infeksi SqMV terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tanaman kontrol memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan
dengan tanaman yang terinfeksi SqMV (Gambar 3).Pada 2 dan 4 MSI,
pertumbuhan tinggi kultivar Esenza yang terinfeksi SqMV lebih rendah
dibandingkan dengan kultivar lainnya.Tinggi tanaman yang terinfeksi SqMV
berbeda nyata lebih rendah dari tanaman kontrol namun pada 3 MSI terdapat
tanaman yang tidak berbeda nyata lebih rendah daritanaman kontrol yaitu kultivar
Estilo dan Essenza.Nilai hambatan tinggi tanaman tiap kultivar pada 1-4 MSI
mengalami penurunan kecuali pada kultivar Mahkota, Azura F1 dan Esenza pada
3-4 MSI (Lampiran 1).
Jumlah bunga pada tanaman yang terinfeksi SqMV berbeda nyata lebih
sedikit dibandingkan dengan tanaman kontrol.Namun tidak berbeda nyata antara
tiap kultivar.Hal ini disebabkan oleh masa generatif yang berbeda-beda tiap
kultivar.Jumlah bunga tanaman terinfeksi SqMV berkisar dari 14.8 sampai 43.4.
Kultivar Esenza memiliki rata-rata jumlah bunga mekar paling sedikit sebesar
14.8 sedangkan kultivar Anggun F1 memiliki rata-rata jumlah bunga paling
banyak sebesar 43.4 (Gambar 4 dan Lampiran 2). Pertumbuhan tanaman yang
terinfeksi virus menunjukkan hasil berbeda, diduga dipengaruhi oleh faktor
genetik tiap kultivar.Hal ini sesuai dengan pernyataan Hull (2002), pengaruh
infeksi virus terhadap pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor genetik
yang dimiliki setiap kultivar.

9
400

Tinggi tanaman (cm)

a.

Inokulasi

2 MSI

Kontrol

300

b

200

b

a

b

b

a

a

100

b

b
a

a

b
a

a

b

b
a

b
a

a

0

4 MSI
Tinggi tanaman (cm)

b.
.

g

400

de

fg

def

abcd

def

abc

300

bcd

a

abc

efg

efg

efg

efg

cd

abcd

def

fg
bcd

ab

200
100
0

An

Az

Bi

Ess

Est

Gra

He

Jk

Mt

Pri

Kultivar
Gambar 3 Pengaruh infeksi SqMV terhadap tinggi tanaman pada 2 MSI (a) dan 4
MSI (b). Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar tidak
berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%. An.
Anggun F1,Az. Azura F1, Bi. Bidara, Ess. Esenza,Est. Estilo, Gra.
Grandia F1, He.Hebata, Jk. Jaka F1, Mt. Mahkota, Pri. Prima F1

Jumlah bunga

100

g
efg

80
60

bcd

40

fg

efg

efg

g

fg

fg

def

cde
abc

ab
a

20

abc

ab

abc
a

a

ab

0

An

Az

Bi

Ess

Est

Gra

He

Jk

Mt

Pri

Kultivar
Gambar 4 Pengaruh infeksi SqMV terhadap jumlah bunga. Huruf-huruf diatas
balok yang sama pada tiap kultivar tidak berbeda nyata berdasarkan
uji Duncan pada taraf nyata 5%. An. Anggun F1,Az. Azura F1, Bi.
Bidara, Ess. Esenza,Est. Estilo, Gra. Grandia F1, He.Hebata, Jk. Jaka
F1, Mt. Mahkota, Pri. Prima F1

10
Pengaruh Infeksi SqMV terhadap Bobot Tanaman
Bobot basah tanaman terinfeksi SqMV berkisar dari 51.6 sampai 75.9 g
(Gambar 5a dan Lampiran 3).Pada bobot basah tanaman yang terinfeksi SqMV
sebagian besar tidak berbeda nyata lebih ringandari tanaman kontrol kecuali pada
kultivar Mahkota, Hebata, Bidara dan Prima F1.Bobot kering tanaman berkisar
dari 8.6 sampai 13.6 g (Gambar 5b dan Lampiran 4).Pada bobot kering tanaman
terinfeksi SqMV yang berbeda nyata lebih ringan daritanaman kontrol
adalahkultivar Jaka F1, Mahkota, Hebata dan Prima F1, sedangkan kultivar
Anggun F1, Bidara, Grandia F1, Estilo, Azura F1 dan Esenza tidak berbeda nyata
lebih ringan daritanaman kontrol. Hal ini disebabkan oleh serangan hama ulat
daun dan penggerek buah Diaphania indica (Lepidoptera; Pyralidae) yang parah
pada kultivar tersebut.
Inokulasi

a.
Bobot basah (g)

120

bcdef
abcde
100 abcde
abcde
80
60

def

bcdef
abcde

ab

ef
abcde
abcd
abcd ab abcd

cdef
abc

Kontrol
f
bcdef
abcde

a

40
20

b.
.

Bobot kering (g)

0
120
100
80
60
40
20

def
cdef abcde def abcde abcde
ef
abcde bcdef
abcd abcde abcde abc
ab

def
ab

f
cdef
abcd
a

0
An

Az

Bi

Ess

Est

Gra

He

Jk

Mt

Pri

Kultivar
Gambar 5 Pengaruh infeksi SqMV terhadap bobot basah (a) dan bobot kering
tanaman (b). Huruf-huruf diatas balok yang sama pada tiap kultivar
tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncanpada taraf nyata 0.05. An.
Anggun F1,Az. Azura F1, Bi. Bidara, Ess. Esenza,Est. Estilo, Gra.
Grandia F1, He.Hebata, Jk. Jaka F1, Mt. Mahkota, Pri. Prima F1
Respons Sepuluh Kultivar Oyong terhadap SqMV
Respons tanaman uji terhadap infeksi SqMV dikelompokan menjadi toleran,
rentan, dan sangat rentan.Pengelompokan berdasarkan waktu inkubasi, keparahan
penyakit, insidensi penyakit, titer virus, dan pertumbuhan tanaman.Tanaman
oyong kultivar Hebata, Estilo, Azura F1 dan Esenza digolongkan sangat
rentan.Kultivar Jaka F1, Mahkota, Bidara, Grandia F1, digolongkan
rentan.Kultivar Anggun F1 dan Prima F1 digolongkan toleran terhadap SqMV
(Tabel 3).

12
Tabel 3 Respons ketahanan sepuluh kultivar oyong terhadap SqMV

Kultivar

Anggun F1
Azura F1
Bidara
Esenza
Estilo
Grandia F1
Hebata
Jaka F1
Mahkota
Prima F1

Waktu
inkubasi

Persentase
penghambatan
pertumbuhan

Jumlah
bunga

Bobot
basah
tanaman

Bobot
kering
tanaman

Keparahan
penyakit

Insidensi
penyakit

Rasio NAES/NAE K(-)

Respons

+
++
++
++
++
++
++
++
++
+

++
++
++
++
++
++
++
++
++
++

+++
++
+++
+++
++
+++
+++
+++
+++
+++

+
++
++
+
++
++
++
++

++
+
++
++
+
+
++
++
++
++

+
++
+
++
++
+
++
+
+
+

+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++
+++

+
+++
++
+++
+++
++
+++
++
++
+

Toleran
Sangat rentan
Rentan
Sangat rentan
Sangat rentan
Rentan
Sangat rentan
Rentan
Rentan
Toleran

Keterangan:
Periode inkubasi +
: rata-rata gejala muncul pada > hari ke-4.0
++
: rata-rata gejala muncul pada hari ke- 3.0-4.0
+++ : rata-rata gejala muncul pada < hari ke- 3.0
% penghambatan : tidak terjadi penghambatan dan penurunan bobot
pertumbuhan dan + : penghambatan dan penurunan berkisar 0-20%
penurunan bobot ++ : penghambatan dan penurunan berkisar 20-50%
tanaman
+++ : penghambatan dan penurunan > 50%
Jumlah bunga +
++
+++

: tidak berbeda nyata dengan kontrol
: berbeda nyata lebih sedikit dari kontrol
: sangat berbeda nyata lebih sedikit dari kontrol

Keparahan penyakit : rata-rata skor keparahan ≤ 1.0
+
: rata-rata skor keparahan 2.0-3.0
++
: rata-rata skor keparahan 3.1-4.0
+++ : rata-rata skor keparahan 4.1-5.0
Insidensi penyakit +
: persentase insidensi penyakit 0-20%
++
: persentase insidensi penyakit 20-50%
+++ : persentase insidensi penyakit > 50%
Rasio NAE-sampel - : NAE < 2 kali kontrol negatif
uji/NAE K(-)
+
: NAE 2 ≤ x ≤ 4 kali kontrol negatif
++
: NAE 4 < x ≤ 6 kali kontrol negatif
+++ : NAE > 6 kali kontrol negatif

12
Pembahasan Umum
Secara umum, mekanisme virus menginfeksi tanaman melalui sel epidermis
tanaman menuju plasmodesmata.Virus menyebar ke sel-sel inang dan dibawa oleh
jaringan pengangkut secara pasif menuju daun muda (Agrios 2005). Hal tersebut
menyebabkan terganggunya proses fisiologi tanaman dan gejala awal muncul
pertama kali pada daun yang paling muda (Schumann dan D’Arcy 2012).
SqMV merupakan salah satu virus yang menyerang tanaman oyong dan
dapat ditularkan secara mekanis (Lockhart 1982).Keberhasilan inokulasi pada
tanaman oyong secara mekanis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor genetika (perbedaan jenis dan jumlah gen), konsentrasi virus (virus yang
terkandung dalam sap dan sumber inokulum yang digunakan) dan lingkungan
(cahaya, suhu dan hara) (Hull 2002).Keberhasilan tersebut dapat dilihat melalui
waktu inkubasi.Waktu inkubasi erat kaitannya dengan kemampuan virus
menyebar dari tempat inokulasi ke bagian lain tanaman sampai menunjukkan
gejala.Cepatnya waktu inkubasi, salah satunya diduga karena faktor lingkungan
yang mendukung patogen untuk menginfeksi tanaman.Hal ini sesuai pendapat
Latifah et al.(2011) yang menyatakan bahwa, timbulnya gejala pertama salah
satunya bergantung pada faktor lingkungan yang mendukung seperti suhu dan
kelembapan.
Area daun yang terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat karena hilang
atau berkurangnya produksi klorofil.Hal tersebut mengakibatkan tanaman
mengalami penurunan aktivitas fotosintesis (Walkey 1991).Menurut Hemida
(2005), salah satu akibat tanaman terinfeksi virus adalah tanaman mengalami
penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid, karbohidrat, protein, dan asam
amino. Penurunan persentase kandungan tersebut pada tanaman yang terinfeksi
virus dapat menyebabkan gejala yang lebih parah sehingga akan meningkatkan
skor keparahan penyakit. Namun saat waktu pengujian, kondisi lingkungan (suhu
dan kelembapan) rumah kaca diduga tidak mendukung ekspresi gejala dan
perkembangan SqMV di dalam jaringan tanaman sehingga skor keparahan
penyakit tidak sesuai dengan nilai titer virus yang tinggi (Tabel 2), namun saat
pengujian di rumah kaca (Februari-April 2015), temperatur rata-rata berkisar
antara 28.7-30.6 oC dan kelembapan rata-rata berkisar dari 60.7-63.9% (Lampiran
7).Suhu optimal untuk pertumbuhan tanaman oyong berkisar 18-24 °C dan
kelembaban optimal 50-60% (Edi dan Bobihoe 2010). Hal ini mengakibatkan
tanaman perlakuan menunjukkan gejala berkedok (masking) yang diduga karena
terhambatnya translokasi virus namun proses replikasi virus di dalam sel tanaman
tidak terhambat (Wahyuni 2005).
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia nomor
02/Permentan/SR.120/1/2014, sertifikasi benih harus melalui serangkaian
pemeriksaan dan pengujian yang telah ditetapkan serta standar mutu benih (mutu
genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih) yang harus dijamin oleh
produsen benih.Konfirmasi insidensi penyakit menunjukkan bahwa, benih yang
digunakantidak terjamin kesehatannya karena terdeteksi terinfeksi salah satu virus
lain yaitu CMV, ZYMV, atau CGMMV sehingga mengakibatkan insidensi
penyakit tidak mencapai 100% jika 10 ulangan tiap kultivar. Lestari (2011)
melaporkan bahwa, benih-benih Cucurbitaceae yang berada dipasaran terinfeksi
SqMV dan/atau ZYMV. Infeksi SqMV benih Cucurbitaceae yang berasal dari
distributor ditemukan sebesar 13.3% pada benih oyong dan semangka, 33.3%

13
benih zucchini, 73.3% benih kabocha, serta 100% benih mentimun dan melon.
ZYMV hanya ditemukan pada benih oyong dan zucchini berturut-turut 13.3% dan
26.67%.
Menurut Babadoost (1999), tipe gejala SqMV adalah vein clearing
(pemucatan tulang daun),vein banding (penebalan tulang daun), bercak
kekuningan dari daun muda, daun melengkung ke atas, mosaik hijau gelap terang
dan distorsi pada daun. Pada penelitian ini, gejala yang muncul pada tanaman
perlakuan berupa mosaik ringan hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau
gelap terang, bercak klorosis, mosaik kuning dan vein clearing.Munculnya gejala
mosaik sistemik disebabkan adanya area yang terinfeksi dan tidak terinfeksi virus
pada daun.
Menurut Agrios (2005), tanaman yang terinfeksi virus dapat menurunkan
kadar hormon pertumbuhan dan merangsang sintesis zat biokimia yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman dan pembentukan bunga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa infeksi SqMV pada tanaman perlakuan mengakibatkan
penghambatan pertumbuhan tinggi tanaman, yaitu berupa pemendekan batang
tanaman dan pengecilan helai daun sehingga tanaman yang diinokulasi SqMV
tampak lebih pendek (Gambar 3a-b dan Lampiran 1) dan jumlah bunga yang
mekar pada tanaman perlakuan menjadi lebih sedikit (Gambar 4 dan Lampiran 2).
Semakin muda umur tanaman terinfeksi SqMV, tinggi tanaman semakin
terhambat. Mayasari (2006) melaporkan bahwapertumbuhan melon yang
terinfeksi ZYMV pada tanaman berumur muda mengalami peningkatan hambatan
dibandingkan dengan tanaman berumur tua.Tanaman yang berumur muda diduga
belum memiliki sistem pertahanan yang cukup kuat untuk menghambat replikasi
virus sehingga kemampuan virus untuk menghambat pertumbuhan tanaman juga
semakin tinggi.Faktor lingkungan juga diduga menjadi penghambat pertumbuhan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Darjanto dan Satifah (1990) bahwa fase
vegetatif dan generatif salah satunya ditentukan oleh faktor lingkungan seperti
suhu, air, dan cahaya. Kekeringan merupakan akibat dari rendahnya kandungan
air pada tanaman.
Infeksi virus juga dapat menyebabkan kekeringan.Matthews (1993)
menyatakan bahwa, infeksi virus menyebabkan peningkatan respirasi tanaman
sehingga menyebabkan kebutuhan air menjadi meningkat.Cekaman kekeringan
dapat menurunkan tingkat biomassa tanaman berupa hasil fotosintesis, serapan
unsur hara dan air.Hal ini dikarenakan menurunnya metabolisme primer,
penyusutan luas daun dan aktivitas fotosintesis. Penurunan akumulasi biomassa
akibat cekaman air untuk setiap jenis tanaman besarnya tidak sama. Hal tersebut
dipengaruhi oleh tanggapan masing-masing jenis tanaman.Pengaruh kekurangan
air selama tingkat vegetatif adalah munculnya daun dengan ukuran yang lebih
kecil sehingga dapat mengurangi penyerapan cahaya, sedangkan pada tingkat
generatif menjadi berkurangnya jumlah bunga dan kandungan air yang dimiliki
oleh buah (Solichatun et al. 2005).
Horison et al. (2007) menyatakan bahwa genotip rentan memiliki aktivitas
enzim peroksidase yang lebih tinggi dibandingkan genotip tahan terhadap infeksi
virus.Infeksi virus secara fisiologis menyebabkantanaman lebih tercekam karena
gangguan metabolisme akibat replikasi virus dalam tanaman, sedangkan pada
genotip tahan menyebabkan cekaman lebih ringan.Galston dan Davies (1970)
melaporkan bahwa selain peroksidase ada beberapa enzim yang terlibat dalam

14
ketahanan berbagai spesies tanaman, seperti: fenilalanin amonialiase, tirosin
amonialiase, monofenolase, difenolase, difenol oksidase, dan polifenol oksidase.
Pertumbuhan suatu tanaman dapat diukur melalui bobot kering dan laju
pertumbuhan relatifnya. Bobot kering tumbuhan berupa biomassa total dipandang
sebagai manifestasi proses-proses metabolisme yang terjadi di dalam tubuh
tanaman. Bobot kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90%
hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner et al. 1991).Hal ini
menunjukkan pentingnya untuk mengetahui bobot tanaman.Kendala hama yang
ditemui di lapang berupa ulat pemakan daun dan penggerek buah Diaphania
indica menjadi penyebab sulitnya untuk mengetahui bobot tanaman perlakuan dan
kontrol.
Menurut Barma dan Jha (2014), Diaphania indica biasa disebut pumpkin
catterpillar atau cucumber moth merupakan salah satu hama penting pada
komoditas Cucurbitaceae. Hama ini dapat menurunkan kualitas dan kuantitas
produksi serta kerugian ekonomi karena pada masa pradewasa atau larva dapat
memakan seluruh bagian tanaman kecuali akar.Visalakshy(2005), melaporkan
bahwa tanaman Cucurbitaceae sebagai komoditas ekspor terbesar pada tahun 1990
di Karnataka telah dirusak oleh hama Diaphania indica selama sepanjang tahun
sehingga mengakibatkan penurunan ekspor di negara tersebut. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Darwin (2003), bahwa saat fase larva akan memakan bagian
daun, batangdan buah yang masih muda hingga tua. Sehingga pengaruh infeksi
SqMV terhadap bobot tanaman pada penelitian tidak menggambarkan
pengaruhnya secara nyata.
Menurut Gergerich dan Dolja (2006), tingkat ketahanan tiap kultivar
tanaman terhadap virus ditentukan oleh faktor genetika tanaman.Tiap kultivar
memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah terjadinya infeksi
virus.Mekanisme tersebut terdiri atas mekanisme aktif dan pasif.Kemampuan
mendeteksi adanya patogen dan mendegradasi sel yang telah terinfeksi virus agar
tidak meluas dapat dikategorikan pertahanan mekanisme aktif, sedangkan
mekanisme pasif seperti pembentukan senyawa yang dapat menghambat
perkembangan maupun penyebaran virus dalam sel tanaman inang.

12

SIMPULAN DAN SARAN
Tanaman oyong yang terinfeksi SqMV menunjukkan gejala mosaik ringan
hingga berat dengan tipe gejala mosaik hijau gelap terang, bercak klorosis dan
mosaik kuning dengan vein clearing bergantung pada kultivar.Infeksi SqMV pada
tiap kultivar tanaman oyong menyebabkan gangguan pada pertumbuhan tanaman
dan penurunan bobot tanaman.Berdasarkan peubah yang diamati, tanaman oyong
kultivar Hebata, Estilo, Azura F1 dan Esenza tergolong sangat rentan, sedangkan
kultivar Jaka F1, Mahkota, Bidara, Grandia F1 tergolong rentan dan kultivar
Anggun F1 dan Prima F1 tergolong toleran terhadap infeksi SqMV.
Perlu dilakukan evaluasi ketahanan terhadap SqMV pada percobaan di
lapangan untuk mengetahui konsistensi hasil penelitian di rumah kaca dan untuk
mengetahui respons ketahanan tanaman pada kondisi alami.

16

DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5thed. New York (US): Academic Press.
Asniwita, Hidayat SH, Suastika G, Susanto S, Sujiprihati S. 2013. Penggunaan
galur lemah Chilli veinal mottle virus untuk proteksi silang.Jurnal
Fitopatologi Indonesia9(5):145-152. DOI: 10.14692/jfi.9.5.145.
Aulia R. 2004. Inventarisasi dan deteksi virus penyebab mosaik pada famili
cucurbitaceae di Kotamadya Bogor, Pasir Muncang dan Cibodas [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Barma P, Jha S. 2014. Studies on bio-ecology and voracity of leaf roller
(Diaphania indica Saunders, Lepidoptera: Pyralidae) on pointed gourd
(Trichosanthes dioica Roxb.). African Journal of Agricultural
Research9(36): 2790-2798
Babadoost M. 1999.Mosaic diseases of cucurbits [Internet]. [diunduh pada 2014
Juni 24]. Tersedia pada: http://web.aces.uiuc.edu/vista/pdf_pubs/926.pdf
Cohen S, Nitzany FE. 1963. Identity of viruses affecting cucurbits in
Israel.Phytopathology 53(2):193-196.
Dana MN, Lerner BR. 2000. Gourds [Internet]. [diunduh 2015 Januari 17].
Tersedia pada: http://www.hort.purdue.edu/ext/HO-135.pdf.
Darjanto dan Satifah.1990. Pengetahuan Dasar Biologi Bunga dan Teknik Silang
Buatan. Jakarta (ID): Gramedia.
Darwin. 2003. Common insect pests of cucurbits [Internet]. [diunduh 2014
Desember
10].Tersedia
pada:
www.nt.gov.au/d/Content/File/p/Plant_Pest/805.pdf
Djikstra J. De Jagger CP. 1998. Practical Plant Virology: Protocol and Exercise.
Boston (US): Springer.
Edi S, Bobihoe J. 2010. Budidaya Tanaman Sayuran. Jambi (ID): Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi.
Envirologix. 1998. Squash mosaic virus [Internet]. [diunduh 2014 Desember 10].
Tersedia pada: http://www.envirologix.com/.
Freitag. 1956. Beetle transmision, host range, and properties of Squash mosaic
virus. Phytopathology46(2):73-81.
Galston AW. Davies DJ. 1970. Control Mechanisms in Plant Development. New
Jersey (US): Prentice-Hall Inc.
Gardner FP, Perace RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Press.
Gergerich RC, Dolja VV. 2006. Introduction to plant viruses, the invisible foe
[Internet].
[diunduh
2014
Desember
9].
Tersedia
pada:
http://www.apsnet.org/edcenter/intropp/PathogenGroups/Pages/PlantViruses
.aspx
Grogan RG, Hall RH,Kimble KA. 1959. Cucurbit mosaic viruses in
California. Phytopathology49(1):366-376.
Han SS, Yoshida K, Karasev AV, Iwanami T. 2002. Nucleotide sequence of a
Japanese isolate of Squash mosaic virus. Archives of Virology147(2):437443.
Hassan AA, Quronfilah NE, Obaji UA, Al-Rays MA, Wafi MS. 1991. Screening
of domestic and wild Cucumis melogermplasm for resistance to yellow-

17
stunting disorder in the United Arab Emirate.Cucurbit Genetic Cooperative
Report14(34):98-101.
Hemida SK. 2005. Effect of Bean yellow mosaic virus on physiological
parameters of Vicia faba and Phaseolus vulgaris. International Journal of
Agriculture dan Biology 7(2):154-157.
Hull R. 2002. Matthews’ Plant Virology.Ed ke-4. San Diego (US): Elsevier
Academic Press.
Horison C, Rustikawati, Sudarsono. 2007. Aktivitas peroksidase, skor elisa
danrespon ketahanan 29 genotip cabai merah terhadap infeksi Cucumber
mosaic virus (CMV). Akta Agrosia10(1):1-3
Izadpanah K. 1987. Squash mosaic virus as the cause of melon vein banding
mosaic in Iran. Phytopathology 120(3):276-282.
Lastra R, Munz K. 1969. Purification and electron microscopy of squash mosaic
virus. Phytopathology 59(10):1429-1435.
Latifah A, Kustantinah, Soesanto Loekas. 2011. Pemanfaatan beberapa isolat
Trichoderma harzanium sebagai agensia pengendali hayati penyakit layu
fusarium pada bawang merah in planta. Eugenia 17(2):86-95.
Lestari SM. 2011. Keberadaan beberapa virus dan efisiensi tular benih Squash
mosaic viruspada Cucurbitaceae [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Lockhart BEL. 1982. Squash mosaic virus in morocco. Plant Disease66(12):
1191-1193.DOI: 10.1094/PD-66-1191
Matthews REF. 1993. Diagnosis of Plant Disease. Ed ke-3. New York (US): CRC
Press.
Mayasari WP. 2006. Ketahanan tujuh varietas melon terhadap Zucchini yellow
mosaic potyvirus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nelson MR, Knuhtsen HK. 1973. Squash mosaic virus variability: review and
serological comparisons of six biotypes. Phytopathology 63(7):920926.DOI: 10.1094/Phyto-63-920.
Peraturan Menteri Pertanian. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik
Indonesia Nomor 02/Permentan/SR.120/1/2014 tentang Produksi,
Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina. Jakarta: Menteri Pertanian.
Purba ERD. 2011. Pengaruh infeksi Squash mosaic comovirus terhadap
perkembangan penyakit mosaik pada lima varietas mentimun (Cucumis
sativus L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Reddy P. 2010.Plant Protection in Horticulture. New Delhi (IN): Scientific
Publisher.
Schumann GL, D’arcy CJ. 2012. Essential Plant Pathology. St Paul (US): The
American Phytopathological Society.
Shikata E, editor. 1998. Plant Viruses in Asia. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
Uni

Dokumen yang terkait

Karakteristik Simplisia Dan Isolasi Senyawa Saponin Dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula Roxb. L.)

5 65 69

Pengaruh Infeksi Squash mosaic comovirus Terhadap Perkembangan Penyakit Mosaik pada Lima Varietas Mentimun (Cucumis sativus L.)

0 8 79

The influence of squash mosaic comovirus infection on the mosaic disease development on five varieties of cucumber (Cucumis sativus L.)

0 3 77

Kisaran Inang Squash mosaic comovirus Isolat Oyong (Luffa acutangula L. Roxb)

3 9 37

Penetapan Kadar Besi, Kalsium, Magnesium, dan Seng Dalam Buah Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

5 19 119

Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Terpenoid Dari Biji Blustru (Luffa Acutangula (L.) Roxb) - Ubaya Repository

1 5 1

Penetapan Kadar Besi, Kalsium, Magnesium, dan Seng Dalam Buah Oyong (Luffa acutangula (L.) Roxb) Segar dan Direbus Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 1 20

Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Luffa acutangula, Roxb pada Mencit Betina Galur Swiss Webster terhadap Lama Siklus Estrus dan Jumlah Folikel Muda The Effect of Oral Administration of Luffa acutangula, Roxb Seed Extract on Female of Mice Swiss Webster Stra

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ekstraksi, Karakterisasi, dan Pemurnian Minyak Biji Gambas (Luffa acutangula Linn.) = Extraction, Characterization, and Purification of Ridge Gourd Seed Oil (Luffa acutangula Linn.)

0 0 20

PENGARUH JENIS DAN DOSIS PUPUK KANDANG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN GAMBAS (Luffa acutangula L. Roxb) - Repository utu

0 0 35