Karakteristik Simplisia Dan Isolasi Senyawa Saponin Dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula Roxb. L.)

(1)

BAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA

SAPONIN DARI BIJI TUMBUHAN GAMBAS

(Luffa acutangula Roxb. L.)

OLEH : YENNI SURYANI

NIM : 020804046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA

SAPONIN DARI BIJI TUMBUHAN GAMBAS

(Luffa acutangula Roxb. L.)

Diajukan oleh : YENNI SURYANI

NIM : 020804046

Diajukan oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Drs.Panal Sitorus, M.Si, Apt) (Dra.Marline Nainggolan, M.Si, Apt) NIP. 130 872 283 NIP. 131 485 243

Medan, November 2007 Disahkan oleh Ketua Jurusan

(Prof.Dr.Sumadio Hadisahputra, Apt) NIP.131 283 716


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada Ayahanda Djadjim, Ibunda Nurbaini tercinta yang telah memberikan materi, dorongan, bantuan dan doa kepada penulis selama ini.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Panal Sitorus, Msi., Apt. dan Ibu Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt. yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Melalui tulisan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Bapak/Ibu staf pengajar fakultas farmasi yang telah mendidik serta membina penulis selama menuntut ilmu pengetahuan.

2. Bapak/Ibu staf Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan segala fasilitas kepada peneliti selama melakukan penelitian.


(4)

4. Kakak-kakak senior dan rekan-rekan mahasiswa khususnya Kak Sinur, Bang Ferdinan, Kak Fitri, Kak Sumantri, Nita, Intan, Dayah, Ezi, Rita, Hilda, Mayang, Riris, renta, ipeh dan semua angkatan 02 yang tealh memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama melakukan penelitian dan menuntut ilmu pengetahuan.

5. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama melakukan penelitian.

Akhirnya penulis berharap kiranya skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu farmasi khususnya.

Medan, Desember 2007

Penulis


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi simplisia, uji pendahuluan senyawa kimia, ekstraksi, isolasi dan karakterisasi senyawa saponin dari biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) suku Cucurbitaceae. Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana kemudian ampas dimaserasi kembali menggunakan pelarut etanol. Isolasi dilakukan terhadap ekstrak etanol dengan cara kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform-metanol (7:3). Pemurnian fraksi dilakukan secara kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer ultraviolet dan inframerah. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 4,63%, kadar sari yang larut dalam air 11,93%, kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%, kadar abu total 4,61%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,04%. Uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, saponin, glikosida, steroida/triterpenoida.

Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan 2 isolat yaitu isolat 1 (Rf 0,76) dan isolat 4 (Rf 0,65). Karakterisasi isolat 1 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 230 nm, dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, -CH alifatis, ikatan C=C, gugus -CH2, gugus -CH3 dan gugus C-O. Karakterisasi

isolat 4 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 232 nm, dengan spektrofotometer inframerah


(6)

ABSTRACT

The characterization of simplisia, screening for chemical compound, extraction, isolation and characterization isolate of the saponin of loofah seeds (Luffa acutangula Roxb. L.) has been carried out. Extracted with maceration using n-heksana and than ethanol. The separation of ethanol extract into its components was carried out by column chromatography with silica gel 60 mesh 0,063-0,200 as stationary phase and a mixture of kloroform-methanol (7:3) as mobile phase. The purification of fraction was done by preparative thin layer chromatography. The isolate was characterised by spectrophotometer ultraviolet and infrared. The result of simplisia characteristics gave the water content value %, the water soluble extract value 11,93%, the ethanol soluble extract value 21,80%, the total ash value 4,61%, the acid insoluble ash value 0,04%. The result of screening for chemical compound showed the presence of saponine, alkaloids, glycosides and steroids/triterpenes.

Isolation with column chromatography was obtained 2 isolate that is isolate 1 (Rf 0,76) and isolate 2 (Rf0,65). Characterization of isolate I by ultraviolet spectrophotometer exhibited a maximum absorptoin at wavelength 230 nm, infrared spectrophotometer indicate the presence -OH, aliphatic -CH bond, double bond of C=C, -CH2 groups, -CH3 groups, and C-O groups.


(7)

absorption at 232 nm, infrared spectrophotometer indicated the prasence of -OH groups, aliphatic -CH bond, double bond of C=C, -CH2

DAFTAR ISI

groups, and C-O groups.

Halaman

JUDUL ……….………. i

HALAMAN PENGESAHAN ….……….………. iii

KATA PENGANTAR ………….……….. iv

ABSTRAK ………..……….……….. vi

ABSTRACT ………..……….….... viii

DAFTAR ISI ………..……….... ix

DAFTAR GAMBAR ..………..……….... xiii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

1.4. Tujuan penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Uraian Tanaman ... 4

2.2. Uraian Kimia …………..……….. 5


(8)

2.4.1. Kromatografi kolom ……….……… 9

2.4.2. Kromatografi lapis tipis (KLT) ….….………. 10

2.5. Spektrofotometri Ultraviolet (UV) ... 12

2.6. Spektrofotometri Inframerah (IR) ... 13

BAB III METODOLOGI 2.1. Alat-alat yang digunakan ... 16

2.2. Bahan-bahan yang digunakan ... 16

2.3. Pembuatan Larutan Pereaksi ………. 17

2.3.1. Pereaksi HCl 2N.………..……… 17

2.3.2. Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ……..………. 17

2.3.3. Pereaksi Bouchardat ……….….………. 17

2.3.4. Pereaksi Dapar Fosfat pH 7,4 ..…….………. 18

2.3.5. Pereaksi Dragendrof …………..…….…………... 18

2.3.6. Pereaksi Fehling A ……….…………... 18

2.3.7. Pereaksi Fehling B ………. 18

2.3.8. Penyemprot Lieberman-Burchard..….……… 18

2.3.9. Pereaksi Mayer..………..……… 18

2.3.10. Pereaksi Natrium hidroksida 2 N ……… 19

2.3.11. Pereaksi Natrium Sitrat ……… 19

2.4. Pembuatan Plat Kromatografi Lapis Tipis ………..……….… 19

2.5. Penyiapan sampel ………... 20

2.5.1. Pengumpulan Sampel..………..……….…. 20


(9)

2.6. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ……….……. 20

2.6.1. Pemeriksaan Makroskopik ……….…. 20

2.6.2. Pemeriksaan Mikroskopik ………... 21

2.6.3. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ……...…….. 21

2.6.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ... 21

2.6.5. Penetapan Kadar Abu Total ... 22

2.5.6. Penetapan Kadar Abu Tidal Larut Dalam Asam ... 22

2.5.7. Penetapan Kadar Air ... 22

2.7. Uji Pendahluan Senyawa Kimia dari Serbuk Biji Gambas... 23

2.7.1. Pemeriksaan Alkaloid ... 23

2.7.2. Pemeriksaan Flavonoida ……….………… 24

2.7.3. Pemeriksaan Glikosida ………... 25

2.7.4. Pemeriksaan Saponin ………. 25

2.7.5. Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida ………... 26

2.7.6. Pemeriksaan Tanin ……….. 26

2.8. Pembuatan Ekstrak ……… 27

2.9. Analisis Ekstrak Etanol Secara Kromatografi Lapis Tipis …… 27

2.10. Isolasi Senyawa Saponin Hasil KLT secara Kromatografi Kolom………... 28

2.11. Isolasi Senyawa Saponin secara KLT Preparatif ……… 29

2.12. Uji Kemurnian Isolat dengan KLT Dua Arah ……… 30


(10)

2.12.2. Karakterisasi Isolat dengan Spektrofotometer IR ….. 31

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ..……… 32

BAB. IV. KESIMPULAN DAN SARAN ….………..…….. 36

4.1. Kesimpulan ……….……… 36

4.2. Saran ……….……….…….… 37


(11)

GAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) ……… 40

2. Biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) ……….. 40

3. Spektrum ultraviolet isolat 1 ……….. 51

4. Spektrum ultraviolet isolat 4 ……….. 52

5. Spektrum inframerah isolat 1 ………. 53


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dari biji tumbuhan gambas … 42 2. Hasil uji pendahuluan senyawa kimia dari biji tumbuhan gambas …….. 42


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar tumbuhan gambas ……… 40

2. Gambar mikroskopik irisan melintang biji tumbuhan gambas ………. 41

3. Karakterisasi dan uji pendahuluan senyawa kimia ……… 42

4. Bagan kerja pembuatan ekstrak biji tumbuhan gambas ……… 43

5. Bagan isolasi senyawa saponin dari biji tumbuhan gambas …………. 44

6. Kromatogram KLT ekstrak etanol dari biji tumbuhan gambas ……… 45

7. Kromatogram hasil kromatografi kolom ekstrak etanol ……… 46

8. Kromatogram hasil KLT fraksi I dengan berbagai fase gerak ………… 47

9. Kromatogram KLT preparatif fraksi I ……… 48

10. Kromatogram KLT 2 arah isolat 1 ……… 49

11. Kromatogram KLT 2 arah isolat 4 ……… 50

12. Spektrum ultraviolet isolat 1 ……… 51

13. Spektrum ultraviolet isolat 4 ……… 52

14. Spektrum inframerah isolat 1 ……… 53

15. Spektrum inframerah isolat 4 ……… 54


(14)

BAHAN SKRIPSI

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA

SAPONIN DARI BIJI TUMBUHAN GAMBAS

(Luffa acutangula Roxb. L.)

OLEH : YENNI SURYANI

NIM : 020804046

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(15)

LEMBAR PENGESAHAN

KARAKTERISASI SIMPLISIA DAN ISOLASI SENYAWA

SAPONIN DARI BIJI TUMBUHAN GAMBAS

(Luffa acutangula Roxb. L.)

Diajukan oleh : YENNI SURYANI

NIM : 020804046

Diajukan oleh :

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Drs.Panal Sitorus, M.Si, Apt) (Dra.Marline Nainggolan, M.Si, Apt) NIP. 130 872 283 NIP. 131 485 243

Medan, November 2007 Disahkan oleh Ketua Jurusan

(Prof.Dr.Sumadio Hadisahputra, Apt) NIP.131 283 716


(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehinga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tidak terhingga kepada Ayahanda Djadjim, Ibunda Nurbaini tercinta yang telah memberikan materi, dorongan, bantuan dan doa kepada penulis selama ini.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan guna mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Panal Sitorus, Msi., Apt. dan Ibu Dra. Marline Nainggolan, MS., Apt. yang telah membimbing penulis selama melakukan penelitian hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Melalui tulisan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Bapak/Ibu staf pengajar fakultas farmasi yang telah mendidik serta membina penulis selama menuntut ilmu pengetahuan.

2. Bapak/Ibu staf Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan segala fasilitas kepada peneliti selama melakukan penelitian.

3. Adik-adikku tercinta Ana, Suci, Wahyu, weni dan sepupu-sepupuku yang telah memberikan bantuan dan dorongan selama ini.


(17)

4. Kakak-kakak senior dan rekan-rekan mahasiswa khususnya Kak Sinur, Bang Ferdinan, Kak Fitri, Kak Sumantri, Nita, Intan, Dayah, Ezi, Rita, Hilda, Mayang, Riris, renta, ipeh dan semua angkatan 02 yang tealh memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama melakukan penelitian dan menuntut ilmu pengetahuan.

5. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis selama melakukan penelitian.

Akhirnya penulis berharap kiranya skripsi ini dapat menjadi sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu farmasi khususnya.

Medan, Desember 2007

Penulis


(18)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi simplisia, uji pendahuluan senyawa kimia, ekstraksi, isolasi dan karakterisasi senyawa saponin dari biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) suku Cucurbitaceae. Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana kemudian ampas dimaserasi kembali menggunakan pelarut etanol. Isolasi dilakukan terhadap ekstrak etanol dengan cara kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform-metanol (7:3). Pemurnian fraksi dilakukan secara kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer ultraviolet dan inframerah. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 4,63%, kadar sari yang larut dalam air 11,93%, kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%, kadar abu total 4,61%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,04%. Uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, saponin, glikosida, steroida/triterpenoida.

Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan 2 isolat yaitu isolat 1 (Rf 0,76) dan isolat 4 (Rf 0,65). Karakterisasi isolat 1 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 230 nm, dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, -CH alifatis, ikatan C=C, gugus -CH2, gugus -CH3 dan gugus C-O. Karakterisasi

isolat 4 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 232 nm, dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan adanya gugus hidroksil,-CH alifatis, ikatan C=C, gugus -CH2, dan


(19)

ABSTRACT

The characterization of simplisia, screening for chemical compound, extraction, isolation and characterization isolate of the saponin of loofah seeds (Luffa acutangula Roxb. L.) has been carried out. Extracted with maceration using n-heksana and than ethanol. The separation of ethanol extract into its components was carried out by column chromatography with silica gel 60 mesh 0,063-0,200 as stationary phase and a mixture of kloroform-methanol (7:3) as mobile phase. The purification of fraction was done by preparative thin layer chromatography. The isolate was characterised by spectrophotometer ultraviolet and infrared. The result of simplisia characteristics gave the water content value %, the water soluble extract value 11,93%, the ethanol soluble extract value 21,80%, the total ash value 4,61%, the acid insoluble ash value 0,04%. The result of screening for chemical compound showed the presence of saponine, alkaloids, glycosides and steroids/triterpenes.

Isolation with column chromatography was obtained 2 isolate that is isolate 1 (Rf 0,76) and isolate 2 (Rf0,65). Characterization of isolate I by ultraviolet spectrophotometer exhibited a maximum absorptoin at wavelength 230 nm, infrared spectrophotometer indicate the presence -OH, aliphatic -CH bond, double bond of C=C, -CH2 groups, -CH3 groups, and C-O groups.


(20)

absorption at 232 nm, infrared spectrophotometer indicated the prasence of -OH groups, aliphatic -CH bond, double bond of C=C, -CH2

DAFTAR ISI

groups, and C-O groups.

Halaman

JUDUL ……….………. i

HALAMAN PENGESAHAN ….……….………. iii

KATA PENGANTAR ………….……….. iv

ABSTRAK ………..……….……….. vi

ABSTRACT ………..……….….... viii

DAFTAR ISI ………..……….... ix

DAFTAR GAMBAR ..………..……….... xiii

DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Hipotesis ... 2

1.4. Tujuan penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Uraian Tanaman ... 4

2.2. Uraian Kimia …………..……….. 5

2.3. Ekstraksi ……….………. 7


(21)

2.4.1. Kromatografi kolom ……….……… 9

2.4.2. Kromatografi lapis tipis (KLT) ….….………. 10

2.5. Spektrofotometri Ultraviolet (UV) ... 12

2.6. Spektrofotometri Inframerah (IR) ... 13

BAB III METODOLOGI 2.1. Alat-alat yang digunakan ... 16

2.2. Bahan-bahan yang digunakan ... 16

2.3. Pembuatan Larutan Pereaksi ………. 17

2.3.1. Pereaksi HCl 2N.………..……… 17

2.3.2. Pereaksi Besi (III) Klorida 1% ……..………. 17

2.3.3. Pereaksi Bouchardat ……….….………. 17

2.3.4. Pereaksi Dapar Fosfat pH 7,4 ..…….………. 18

2.3.5. Pereaksi Dragendrof …………..…….…………... 18

2.3.6. Pereaksi Fehling A ……….…………... 18

2.3.7. Pereaksi Fehling B ………. 18

2.3.8. Penyemprot Lieberman-Burchard..….……… 18

2.3.9. Pereaksi Mayer..………..……… 18

2.3.10. Pereaksi Natrium hidroksida 2 N ……… 19

2.3.11. Pereaksi Natrium Sitrat ……… 19

2.4. Pembuatan Plat Kromatografi Lapis Tipis ………..……….… 19

2.5. Penyiapan sampel ………... 20


(22)

2.6. Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ……….……. 20 2.6.1. Pemeriksaan Makroskopik ……….…. 20 2.6.2. Pemeriksaan Mikroskopik ………... 21 2.6.3. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ……...…….. 21 2.6.4. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ... 21 2.6.5. Penetapan Kadar Abu Total ... 22 2.5.6. Penetapan Kadar Abu Tidal Larut Dalam Asam ... 22 2.5.7. Penetapan Kadar Air ... 22 2.7. Uji Pendahluan Senyawa Kimia dari Serbuk Biji Gambas... 23 2.7.1. Pemeriksaan Alkaloid ... 23 2.7.2. Pemeriksaan Flavonoida ……….………… 24 2.7.3. Pemeriksaan Glikosida ………... 25 2.7.4. Pemeriksaan Saponin ………. 25 2.7.5. Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida ………... 26 2.7.6. Pemeriksaan Tanin ……….. 26 2.8. Pembuatan Ekstrak ……… 27 2.9. Analisis Ekstrak Etanol Secara Kromatografi Lapis Tipis …… 27 2.10. Isolasi Senyawa Saponin Hasil KLT secara Kromatografi Kolom………... 28 2.11. Isolasi Senyawa Saponin secara KLT Preparatif ……… 29 2.12. Uji Kemurnian Isolat dengan KLT Dua Arah ……… 30 2.13. Karakterisasi Isolat ………. 30 2.12.1. Karakterisasi Isolat dengan Spektrofotometer UV .… 30


(23)

2.12.2. Karakterisasi Isolat dengan Spektrofotometer IR ….. 31 BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ..……… 32 BAB. IV. KESIMPULAN DAN SARAN ….………..…….. 36 4.1. Kesimpulan ……….……… 36 4.2. Saran ……….……….…….… 37 DAFTAR PUSTAKA ………..……….……. 38


(24)

GAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) ……… 40 2. Biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) ……….. 40 3. Spektrum ultraviolet isolat 1 ……….. 51 4. Spektrum ultraviolet isolat 4 ……….. 52 5. Spektrum inframerah isolat 1 ………. 53 6. Spektrum inframerah isolat 4 ………. 54


(25)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dari biji tumbuhan gambas … 42 2. Hasil uji pendahuluan senyawa kimia dari biji tumbuhan gambas …….. 42


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Gambar tumbuhan gambas ……… 40 2. Gambar mikroskopik irisan melintang biji tumbuhan gambas ………. 41 3. Karakterisasi dan uji pendahuluan senyawa kimia ……… 42 4. Bagan kerja pembuatan ekstrak biji tumbuhan gambas ……… 43 5. Bagan isolasi senyawa saponin dari biji tumbuhan gambas …………. 44 6. Kromatogram KLT ekstrak etanol dari biji tumbuhan gambas ……… 45 7. Kromatogram hasil kromatografi kolom ekstrak etanol ……… 46 8. Kromatogram hasil KLT fraksi I dengan berbagai fase gerak ………… 47 9. Kromatogram KLT preparatif fraksi I ……… 48 10. Kromatogram KLT 2 arah isolat 1 ……… 49 11. Kromatogram KLT 2 arah isolat 4 ……… 50 12. Spektrum ultraviolet isolat 1 ……… 51 13. Spektrum ultraviolet isolat 4 ……… 52 14. Spektrum inframerah isolat 1 ……… 53 15. Spektrum inframerah isolat 4 ……… 54 16. Perhitungan kadar karakterisasi simplisia ……… 55


(27)

ABSTRAK

Telah dilakukan karakterisasi simplisia, uji pendahuluan senyawa kimia, ekstraksi, isolasi dan karakterisasi senyawa saponin dari biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) suku Cucurbitaceae. Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana kemudian ampas dimaserasi kembali menggunakan pelarut etanol. Isolasi dilakukan terhadap ekstrak etanol dengan cara kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel 60 dan fase gerak kloroform-metanol (7:3). Pemurnian fraksi dilakukan secara kromatografi lapis tipis preparatif. Isolat yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer ultraviolet dan inframerah. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia diperoleh kadar air 4,63%, kadar sari yang larut dalam air 11,93%, kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%, kadar abu total 4,61%, kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,04%. Uji pendahuluan senyawa kimia menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, saponin, glikosida, steroida/triterpenoida.

Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan 2 isolat yaitu isolat 1 (Rf 0,76) dan isolat 4 (Rf 0,65). Karakterisasi isolat 1 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 230 nm, dengan spektrofotometer inframerah menunjukkan adanya gugus -OH, -CH alifatis, ikatan C=C, gugus -CH2, gugus -CH3 dan gugus C-O. Karakterisasi

isolat 4 dengan spektrofotometer ultraviolet memberikan absorbansi maksimum pada panjang gelombang 232 nm, dengan spektrofotometer inframerah


(28)

ABSTRACT

The characterization of simplisia, screening for chemical compound, extraction, isolation and characterization isolate of the saponin of loofah seeds (Luffa acutangula Roxb. L.) has been carried out. Extracted with maceration using n-heksana and than ethanol. The separation of ethanol extract into its components was carried out by column chromatography with silica gel 60 mesh 0,063-0,200 as stationary phase and a mixture of kloroform-methanol (7:3) as mobile phase. The purification of fraction was done by preparative thin layer chromatography. The isolate was characterised by spectrophotometer ultraviolet and infrared. The result of simplisia characteristics gave the water content value %, the water soluble extract value 11,93%, the ethanol soluble extract value 21,80%, the total ash value 4,61%, the acid insoluble ash value 0,04%. The result of screening for chemical compound showed the presence of saponine, alkaloids, glycosides and steroids/triterpenes.

Isolation with column chromatography was obtained 2 isolate that is isolate 1 (Rf 0,76) and isolate 2 (Rf0,65). Characterization of isolate I by ultraviolet spectrophotometer exhibited a maximum absorptoin at wavelength 230 nm, infrared spectrophotometer indicate the presence -OH, aliphatic -CH bond, double bond of C=C, -CH2 groups, -CH3 groups, and C-O groups.


(29)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial, dijumpai sekitar 30.000 spesies tumbuhan berbunga dan diperkirakan sekitar 3689 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat. Menurut Balai POM, baru sekitar 283 spesies tumbuhan obat yang sudah digunakan dalam industri obat tradisional. (Djauhariya dan Hernani, 2004)

Salah satu diantara tumbuhan yang sudah dikenal masyarakat adalah gambas (Luffa acutangula L. Roxb.), termasuk kedalam famili Cucurbitaceae. Gambas termasuk tumbuhan setahun, yang tumbuh merambat atau menjalar, panjangnya bisa mencapai 30 meter. Buah yang masih muda biasa digunakan sebagai bahan sayur, selain itu digunakan sebagai obat tradisional untuk membersihkan darah, pendingin perut dan memperbanyak air susu ibu (asi). (Rukmana, 2000)

Biji gambas mengandung beberapa jenis senyawa kimia yaitu zat getah, kukurbitasin B (amarin), saponin dan asam oleat (Perry, 1980).

Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa daun gambas mengandung senyawa golongan triterpenoida/steroida, alkaloida, glikosida dan saponin (Irawati, 2002).


(30)

Menurut Fransis, dkk (2002) disebutkan bahwa senyawa saponin memiliki berbagai macam efek farmakologi diantaranya sebagai hypoglikemik, menurunkan kadar kolesterol dalam darah, dan antifertilitas.

Berdasarkan hal diatas maka peneliti tertarik untuk megisolasi senyawa saponin yang terdapat pada biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.). Penelitian ini dilakukan dengan cara skrining fitokimia, ekstraksi bertingkat terhadap serbuk biji tumbuhan gambas yang dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom. Isolat yang diperoleh dikarakterisasi dengan spektrofotometer ultraviolet (UV) dan inframerah (IR).

1.2. Perumusan Masalah

1. Membuktikan apakah pada biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) terdapat senyawa saponin dengan cara skrining fitokimia.

2. Apakah senyawa saponin dapat diisolasi dari biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) dengan cara KLT, kromatografi kolom dan isolat yang diperoleh dapat di karakterisasi dengan spektrofotometer UV dan IR.

1.3. Hipotesis

1. Diduga pada biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) dijumpai senyawa saponin.

2. Senyawa saponin dapat diisolasi dengan cara KLT, kromatografi kolom dan dapat dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV dan IR.


(31)

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah melakukan skrining fitokimia dan mengisolasi senyawa saponin yang terdapat pada biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) yang dilakukan secara KLT, kromatografi kolom dan karakterisasi senyawa hasil isolasi dengan spektrofotometer UV dan IR.


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan

Tumbuhan gambas berasal dari India kemudian menyebar ke berbagai negara yang beriklim tropis. Tanaman ini banyak dibudidayakan di Cina, Jepang serta negara-negara di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia dan Filipina (Rukmana, 2000)

Tumbuhan gambas berbatang lunak dengan bentuk segi lima, tumbuh merambat atau menjalar, serta mempunyai sulur yang digunakan sebagai alat untuk merambat. Sulur muncul dari ketiak daun, berbentuk spiral dan mempunyai bulu yang lebih panjang dari pada bulu-bulu batang. Daunnya tunggal berwarna hijau tua, bentuk lonjong (silindris) dengan pangkal mirip bentuk jantung, puncak daun meruncing dan permukaan daun kasar. Daun berukuran panjang 10 cm - 25 cm dan bertangkai sepanjang 5 cm – 10 cm, tulang daun menonjol pada permukaan bawah. Bunganya berkelamin satu (monoecus) yaitu bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Bunganya berwarna kuning, dapat menyerbuk sendiri (self pollination) dan menyerbuk silang (cross pollination). Buah gambas berbentuk bulat panjang dengan bagian pangkal kecil. Buah berukuran panjang 15–60 cm, lebar 5–12 cm dengan diameter 5–8 cm. Tiap buah berbiji banyak dan tiap biji berukuran 11-13 mm x 7–9 mm dengan struktur kulit agak keras (Rukmana, 2000).


(33)

Buah yang sudah tua berwarna hijau kecoklatan hingga kuning coklat, dan kulit biji berwarna hitam dan keras. Buah yang sudah tua mengandung serat-serat kasar yang sering dipergunakan sebagai spons (Stephens, 2003).

Sistematika tumbuhan gambas adalah sebagai berikut (Rukmana, 2000): Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Anak kelas : Sympetalae Bangsa : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Luffa

Spesies : Luffa acutangula (L.) Roxb.

2.2. Uraian Kimia

Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah


(34)

menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida (Farnsworth, 1966)

Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe steroida dan tipe triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Tipe aglikon senyawa saponin dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Farnsworth, 1966):

COOH

Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun dikotil, contohnya diosgenin yang terdapat pada Dioscorea hispida, dan hecogenin yang terdapat pada Agave americana (Gunawan dan Mulyani, 2004).

HO HO

sapogenin steroida sapogenin triterpenoida a. Saponin Steroida


(35)

Saponin triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan dikotil seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan asam glisiretat terdapat pada Glycyrrhiza glabra (Gunawan dan Mulyani, 2004).

HO HO

Diosgenin Hekogenin b. Saponin Triterpenoida

H

HO HO

Gipsogenin Asam glisiretat

2.3. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut tertentu (Depkes, 2000).

Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan

CHO

COOH


(36)

Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu (Depkes, 2000):

A. Cara Dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

B. Cara Panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(37)

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan terus-menerus pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

3. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan menggunakan alat Soxhlet sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

4. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90o

Kromatografi kolom adalah kromatografi serapan yang dilakukan di dalam kolom, merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan campuran

C selama waktu 15 menit.

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur sampai titik didih air selama 30 menit atau lebih.

2.4. Metode pemisahan dan pemurnian

Teknik yang paling umum dipakai untuk pemisahan dan pemurnian suatu senyawa adalah cara kromatografi antara lain kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis.


(38)

dibagian atas fase diam yang berada pada tabung kaca. Fase gerak dibiarkan mengalir melalui kolom yang disebabkan oleh gaya grafitasi. Pita senyawa yang terlarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi-fraksi pada saat keluar dari bawah kolom (Gritter, 1991).

Fase gerak yang digunakan pada kromatografi kolom haruslah sudah ditentukan sebelumnya agar didapatkan pemisahan yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena kromatografi kolom memerlukan waktu lama dan bahan yang cukup banyak. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah ini yaitu dengan penelusuran pustaka, menerapkan data KLT dan pemakaian elusi landaian umum mulai dari pelarut non polar sampai pelarut polar (Sastrohamidjojo, 1990).

2.4.2. Kromatografi lapis tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan dimana fase diam berupa zat padat yang disebut adsorben (penyerap) berupa lapisan tipis dan fasa gerak berupa zat cair yang disebut larutan pengembang. KLT dapat dipakai untuk 2 tujuan, yaitu (Gritter, dkk, 1991):

1) sebagai metode untuk mendapatkan hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif, 2) dipakai untuk mengetahui sistem pelarut yang akan dipakai dalam kromatografi

kolom.

Fasa diam (penyerap) dapat dibagi dua, jenis polar dan non polar. Penyerap polar meliputi berbagai oksida organik seperti silika, alumina, magnesia, magnesia silikat. Penyerap non polar yang biasa digunakan adalah arang. Fasa


(39)

diam ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah plat diletakkan didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi (Gritter, dkk, 1991)

Pada KLT yang penting diperhatikan dari penyerapnya adalah ukuran partikel dan homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan penyerap yang butirannya halus.Beberapa contoh penyerap yang biasa digunakan untuk pemisahan dalam KLT adalah silika gel, alumina, selulosa, dan pati (Sastrohamidjojo, 1990).

Pada umumnya dipakai larutan 0,1-1%. Pelarut yang terbaik untuk melarutkan campuran adalah pelarut yang bertitik didih antara 50-1000

Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga Rf (Sastrohamidjojo, 1990):

C karena pelarut yang demikian mudah menguap dari lapisan (Gritter, 1991).

Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi digunakan harga Rf yang didefinisikan sebagai berikut (Sastrohamidjojo,1990):


(40)

3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurniannya

5. Derajat kejenuhan bejana pengembangan 6. Teknik percobaan

7. Jumlah cuplikan yang digunakan 8. Suhu

9. Kesetimbangan

2.5. Spektrofotometri Ultraviolet (UV)

Spektrofotometri UV adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar ultraviolet yang diabsorbsi oleh sampel. Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hidrogen. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah panjang gelombang seperti prisma atau monokromator. Ketika suatu atom atau molekul menyerap cahaya maka energi tersebut akan menyebabkan elektron terluarnya tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi (Dachriyanus, 2004).

Energi keseluruhan dari suatu molekul adalah jumlah energi elektroniknya, energi getar dan energi rotasi. Energi yang diserap dalam transisi elektronik suatu molekul dihasilkan dari transisi elektron valensi dalam molekul-molekul tersebut. Transisi ini terdiri dari eksitasi dari suatu elektron suatu orbital yang ditempati ke orbital berikutnya yang berenergi lebih tinggi. Hubungan antara energi yang diserap dalam transisi elektronik dinyatakan dengan:

ΔE = h v = λ


(41)

dimana ΔE = energi yang diserap

h = tatapan Planck (6,6 x 10-27 erg detik) c = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) v = frekuensi (Hz)

λ = panjang gelombang

Energi yang diserap bergantung pada perbedaan energi antara tingkat dasar dan tingkat tereksitasi. Semakin kecil perbedaan energi semakin besar panjang gelombang dari serapan. Kelebihan energi dalam tingkat tereksitasi dapat dihasilkan dalam disosiasi atau ionisasi dari molekul-molekul atau mungkin dipancarkan sebagai panas atau cahaya (Silverstein, 1986).

2.6. Spektrofotometri Inframerah (IR)

Sinar inframerah adalah spektrum elektromagnetik yang terletak diantara daerah tampak dan spektrum radio, yaitu antara bilangan gelombang 4000-400 cm-1

Bagi kimiawan organik sebagian besar kegunaannya terbatas antara bilangan gelombang 4000 cm

. Bila sinar inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan senyawa organik maka sejumlah sinar dengan bilangan gelombang tertentu diserap, sedangkan sinar dengan bilangan gelombang yang lain diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap (Noerdin, 1986).

-1

dan 666 cm-1. Letak pita di dalam spektrum inframerah dinyatakan dengan ukuran bilangan gelombang (cm-1) yang secara langsung berbanding lurus dengan energi getaran. Intensitas pita dinyatakan


(42)

antara kuat sinar yang ditransmisikan oleh sebuah cuplikan dan kuat sinar yang diterima oleh cuplikan tersebut sedangkan absorban adalah kebalikan transmitan (Silverstein, 1986).

Dalam molekul sederhana beratom dua atau tiga tidak sukar untuk menentukan jumlah dan jenis vibrasinya dan menghubungkan vibrasi-vibrasi tersebut dengan energi serapan. Tapi untuk molekul-molekul beratom banyak, analisa jumlah dan jenis vibrasi itu menjadi sukar sekali atau tidak mungkin sama sekali, karena bukan saja disebabkan besarnya jumlah pusat-pusat vibrasi melainkan juga karena harus diperhitungkan terjadinya saling mempengaruhi (interaksi) beberapa pusat vibrasi. Vibrasi molekul dibagi atas:

1. Vibrasi regang: terjadi perubahan jarak anatar dua atom dalam suatu molekul. Vibrasi regang ini ada 2 macam, yaitu: vibrasi regang simetris dan tak simetris.

2. Vibrasi lentur: terjadi perubahan sudut antara dua ikatan kimia. Vibrasi lentur ada 4 macam, yaitu: scissoring, rocking, waging dan twisting (Noerdin, 1986).

Daerah penyerapan terpenting dalam spektrum inframerah: 1. Daerah vibrasi regang hidrogen: 3700-2700 cm-1

Daerah bilangan gelombang 3700-3100 cm-1 adalah serapan oleh vibrasi regang OH dan N-H. Serapan oleh vibrasi lentur OH biasanya terdapat pada bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H. Daerah bilangan gelombang 3200-2850 cm-1 adalah daerah vibrasi regang C-H alifatis.


(43)

2. Daerah vibrasi ikatan rangkap tiga: 2250-2100 cm-1

daerah yang termasuk pada daerah vibrasi ikatan rangkap tiga adalah C≡N 2250-2225 cm-1, C≡C : 2260-2190 cm-1.

3. Daerah ikatan rangkap dua: 1950-1550 cm-1

Keton, aldehid, asam-asam, amida, karbonat, semuanya mempunyai puncak serapan disekitar 1700 cm-1. Sering tidak mungkin untuk menentukan dengan pasti gugus karbonil jenis apa yang ada, bila hanya didasarkan pada adanya puncak serapan disekitar 1700 cm-1 itu saja. Tapi dengan memperhatikan serapan di bagian lain dari spektrumnya, biasanya dapat diperoleh data lebih lanjut untuk melakukan identifikasi vibrasi regang ikatan rangkap dua.

4. Daerah sidik jari (finger print): 1500-700 cm-1

Didaerah ini perbedaan-perbedaan sedikit saja dari molekul, adanya substitusi dengan gugus fungsional yang berbeda akan menyebabkan perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya. Spektrum di daerah sidik jari ini rumit bentuknya, sehingga sukar untuk melakukan interpretasi spektrum yang tepat di daerah ini. Akan tetapi, kerumitan tersebut menjadikan spektrum di daerah ini khas untuk suatu senyawa, hingga sangat berguna untuk keperluan identifikasi. Beberapa frekuensi gugusan juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini. Gugus (ikatan) C-O-C dalam eter, ester kira-kira 1200 cm-1, vibrasi regang C-Cl pada 700-800 cm-1. Pada bilangan gelombang dibawah 1200 cm-1 terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat (Noerdin, 1986).


(44)

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan karakteristik terhadap biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) secara makroskopik adalah bentuknya pipih dan agak silindris ke arah bagian pangkal dengan ujung meruncing. Ukuran biji 0,5-1 cm, panjang 0,5-1,5 cm. Warna kulit biji hitam bertekstur kasar dan keras, warna biji putih kehijauan bertekstur halus dan berbutir-butir. Hasil pemriksaan mikroskopik irisan melintang biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) diperoleh lapisan sel gabus, lapisan sklerenkim, lapisan palisade, parenkim, endosperm, dan kotiledon yang berisi butir-butir aleuron dan tetesan minyak.

Pada pemeriksaan karakteristik serbuk diperoleh kadar sari yang larut dalam air 11,93%, kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%, kadar abu total 4,61%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,04%, kadar air 4,63%. Kadar sari yang larut dalam etanol lebih tinggi dari pada kadar sari yang larut dalam air disebabkan biji gambas mengandung lemak yang cukup tinggi dan senyawa-senyawa kimia yang larut dalam etanol. Kadar abu total lebih tinggi dari pada kadar abu tidak larut dalam asam disebabkan biji gambas mengandung zat-zat anorganik (logam) seperti Ca, F, dan Fe.

Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloida, saponin, triterpanoida/steroida dan glikosida. Hasilnya dapat dilihat pada lampiran 3 tabel 2 halaman 42.


(45)

Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi bertingkat menggunakan pelarut n-heksana dimana diharapkan senyawa-senyawa non polar dapat tersari sempurna, sehingga tidak mengganggu dalam identifikasi dan isolasi senyawa saponin. Sedang pelarut etanol 96% untuk menarik senyawa-senyawa saponin yang terkandung dalam simplisia.

Ekstrak etanol yang diperoleh dari 350 g serbuk simplisia adalah 35,81 g selanjutnya dari hasil KLT dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (8:2), (7:3), (6:4), dan kloroform-metanol (9:1), (8:2), (7:3), (6:4), (5:5), fase diam plat silika gel GF 245 dan penampak bercak LB ternyata yang baik adalah fase gerak kloroform-metanol (7:3), diperoleh 9 noda dimana dijumpai 4 senyawa triterpenoida dengan Rf 0,82, Rf 0,76, Rf 0,65 (merah ungu), dan Rf 0,17 (ungu lemah). Selanjutnya ekstrak etanol dipisahan dengan kromatografi kolom, menggunakan fase gerak kloroform-metanol (7:3) dan fase diam silika gel 60 mesh 0,063-0,200. Kemudian hasilnya dipantau dengan KLT menggunakan pengembang yang sama dan penyemprot asam sulfat 50% v/v dalam metanol. Untuk pola kromatogram yang sama disatukan dan hasilnya diperoleh 8 fraksi. Kromatogram hasil kromatografi kolom dari ekstrak etanol dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 46.

Analisa selanjutnya dilakukan terhadap fraksi I dan fraksi III karena dijumpai adanya kristal, dimana fraksi 3 dijumpai satu noda dengan Rf 0,65 dan fraksi I dijumpai 2 noda dengan Rf 0,82 dan Rf 0,76, selanjutnya dilakukan KLT kembali dengan berbagai macam fase gerak untuk mendapatkan pemisahan yang


(46)

fraksi I dengan fase gerak n-heksana-etil asetat (3:7) dijumpai 3 senyawa triterpenoida dengan Rf 0,52, Rf 0,28 dan Rf 0,19 (merah ungu). Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 7 halaman 39. Selanjutnya fraksi I dipisahkan kembali dengan KLT preparatif menggunakan fase gerak n-heksan-etil asetat (3:7) dan penampak bercak LB. Hasilnya diperoleh 3 pita berwarna merah ungu. Masing-masing pita kerok secara terpisah dan dielusi dengan pelarut metanol. Terhadap isolat 2 dan 3 tidak dilanjutkan karena hasil yang diperoleh sangat sedikit, hasil KLT preparatif dapat dilihat pada lampiran 9 halaman 48.

Terhadap isolat 1 dan fraksi III dilakukan KLT 2 arah menggunakan fase gerak I kloroform-metanol (7:3), fase gerak II n-heksana-etil asetat (3:7), fase diam plat pra lapis silika gel GF 254 dan penampak bercak LB. Hasil uji isolat 1 dan fraksi III (isolat 4) masing-masing memberikan 1 noda tunggal berwarna merah ungu. Hasil kromatogram dapat dilihat pada lampiran 10-11 halaman 49-50.

Terhadap isolat 1 dilakukan pemeriksaan karakteristik dengan spektrofotometer UV diperoleh panjang gelombang maksimumnya 230 nm. Ini menunjukkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi. Penafsiran hasil analisis spektrofotometer IR adalah adanya gugus hidroksil (3444,6 cm-1), gugus -CH alifatis (2920,0 cm-1 dan 2850,6 cm-1), ikatan C=C (1635,5 cm-1), gugus -CH2

(1419,5 cm-1), gugus -CH3 (1384,8 cm-1), dan gugus C-O (1107,1 cm-1

Terhadap isolat 4 (fraksi III) dilakukan pemeriksaan karakteristik secara spektrofotometer UV diperoleh panjang gelombang maksimumnya 232 nm. Ini ). Isolat 1 diduga adalah golongan saponin triterpenoida.


(47)

menunjukkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi. Penafsiran spektrofotometer IR adalah adanya gugus hidroksil (3444,6 cm-1), gugus -CH alifatis (2920,0 cm-1 dan 2850,6 cm-1), ikatan C=C (1627,8 cm-1), gugus -CH2 (1465,8 cm-1), dan gugus


(48)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) diperoleh kadar sari yang larut dalam air 11,933%, kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%, kadar abu total 4,61%, kadar abu tidak larut dalam asam 0,043%, kadar air 4,626%. Hasil uji pendahuluan senyawa kimia serbuk simplisia tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) menunjukkan adanya golongan senyawa saponin, steroida/triterpenoida, dan glikosida. Hasil pemeriksaan makroskopik diperoleh bentuk biji pipih dan silindris ke arah bagian pangkal dengan ujung meruncing, ukuran biji 0,5-1 cm dan panjang 0,5-1,5 cm, kulit biji berwarna hitam bertekstur kasar dan keras, warna biji putih kehijauan bertekstur halus dan berbutir-butir. Pada pemriksaan mikroskopik irisan melintang biji tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.) diperoleh lapisan sel gabus, lapisan sklerenkim, palisade, parenkim, endosperm, dan kotiledon yang berisi butir-butir aleuron dan tetesan minyak.

Hasil isoasi diperoleh dua isolat yaitu isolat 1 dan isolat 4. Hasil karakterisasi isolat 1 dengan spektrofotometri ultraviolet diperoleh absorpsi maksimum pada panjang gelombang 230 nm, spektrum inframerah menunjukkan adanya gugus hidroksil, gugus -CH alifatis, ikatan rangkap C=C, gugus -CH2,

gugus -CH3, dan gugus C-O. Uji pendahuluan dengan pereaksi LB menghasilkan


(49)

Hasil karakterisasi isolat 4 dengan spektrofotometri ultraviolet diperoleh absoprsi maksimum pada yaitu panjang gelombang 232 nm, spektrum infra merah menunjukkan adanya gugus hidroksil, gugus -CH alifatis, ikatan rangkap C=C, gugus -CH2, dan gugus C-O, Uji pendahuluan dengan pereaksi LB menghasilkan

warna merah ungu diduga isolat B termasuk golongan saponin triterpenoida.

4.2. Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti struktur kimia terhadap hasil isolasi dan meneliti senyawa kimia yang lain yang terdapat dalam sampel biji tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Padang: Andalas University Press. Hal: 1, 5.

Depkes. RI. (1984). Farmakope Indonesia. Jilid III. Jakarta. Hal: 692.

Depkes. RI. (1995). Materia Medika Indinesia. Jilid VI. Jakarta. Hal: 299-304, 321-325, 333-337.

Depkes. RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta. Hal: 1, 10-11.

Djauhariya, E., Hernani. (2004). Gulma Berkhasiat Obat. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal: 2-3.

Francis, G., Kerem, Z., Makkar, H. P. S., dan Becker, K. (2002). The Biological Action of Saponins in Animal Systems: A Review. British. Hal: 593.

Farnsworth, N. R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of Plants. Journal of Pharmaceutical Sciences. Volume 55. Nomor 3. Hal: 259, 264. Gritter, R. J., Bobbit, J. M., Schwarting, A. E. (1991). Pengantar Kromatografi.

Edisi Kedua. Bandung: ITB. Hal: 6, 108-123.

Gunawan, D., Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya. Hal: 87.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan Kedua. Bandung: ITB. Hal: 152.


(51)

Hostettnann, K., Hostettmann, M., Marston, A. (1995). Cara Kromatografi Preparatif: Penggunaan Pada Isolasi Senyawa Alam. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 9-11, 27-29.

Irawati, M. (2002). Pemeriksaan Pendahuluan Kandungan Kimia dan Isolasi Senyawa Triterpenoida/ Steroida dari Daun Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.). Medan. Hal: 35.

Noerdin, D. (1986). Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Cara Spektroskopi Ultralembayung dan Inframerah. Bandung: Angkasa. Hal: 54, 79, 82-83.

Perry, L. M. (1980). Medicinal Plants of East and Southeast Asia Atributed Properties and Uses. London: The MIT Press. Hal: 116.

Rukmana, H. (2000). Budidaya Oyong dan Blustru. Jakarta: Kanisius. Hal: 11-13, 22-23.

Sastrohamidjojo, H. (1990). Kromatografi. Yogyakarta: Liberty. Hal:6, 28-35. Stahl, E. (1985). Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi.

Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 5.

Stephens, J. M. (2003). Gourd, Luffa-Luffa cylindrica (L.) Roem., Luffa aegyptica Mill and Luffa acutangula L. Roxb. Florida. Hal: 1-2.

Silverstein, R. M. (1986). Penyidikan Spektroskopi Senyawa Organik. Edisi IV. Jakarta: Erlangga. Hal: 95-96, 306.


(52)

Lampiran 1. Gambar tumbuhan gambas (Luffa cutangula L. Roxb.)

Gambar 1. Tumbuhan gambas (Luffa acutangula L. Roxb.)


(53)

Lampiran 2. Gambar Mikroskopik dari Irisan Melintang Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.)

Keterangan : 1. Sel gabus 2. Sklerenkim 3. Palisade 4. Parenkim 5. Endosperm 6. Kotiledon

7. Butir-butir aleuron 8. Tetesan minyak

1 2 3 4

5 6 7 8


(54)

Lampiran 3. Karakterisasi dan Uji Pendahuluan Senyawa Kimia

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.).

No Penetapan Kadar

1 Kadar sari yang larut dalam air 11,93% 2. Kadar sari yang larut dalam etanol 21,80%

3. Kadar abu total 4,61%

4. Kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,04%

5. Kadar air 4,63%

Tabel 3. Hasil Uji Pendahuluan Senyawa Kimia dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula L. Roxb.)

No Pemeriksaan Hasil

1 Alkaloida +

2 Steroida/triterpenoida +

3 Saponin +

4. Tanin -

5. Flavonoid -

6. Glikosida +

Keterangan : (+) = Memberikan hasil (-) = Tidak memberikan hasil


(55)

Lampiran 4. Bagan Kerja Pembuatan Ekstrak Biji Gambas

Maserasi dengan n-heksana

maserasi dengan etanol 96%

Dipekatkan dengan penguapan vakum putar pada suhu 40o

C Simplisia (Luffa acutangula L. Roxb)

Maserat Ampas

Ekstrak etanol


(56)

Lampiran 5. Bagan Isolasi senyawa saponin dari ekstrak etanol

di kromatografi kolom dengan fase gerak kloroform-metanol (7:3) dan fase diam silika gel 60 mesh 0,063-0,200.

di KLT degan fase gerak kloroform-metanol (7:3), fase diam silika gel GF 254.

di KLT preparatif di KLT 2 arah dengan fase gerak I: kloroform- dengan fase gerak metanol (7:3), fase gerak II: n-heksana-etil n-heksana-etil asetat (3:7), fase diam silika gel GF 254 asetat (3:7)

dikarakterisasi di KLT 2 arah

dengan fase ge rak I: kloroform- metanol (7:3), fase gerak II: n-heksana-etil asetat (3:7), fa se diam silika gel GF 254

dikarakterisasi Fraksi 2 Fraksi 1 Fraksi 4 Fraksi 3 Fraksi 6 Fraksi 5 Fraksi 7 Fraksi 8 Isolat murni Pita II Pita I Pita III Isolat murni

UV IR

UV IR


(57)

Lampiran 6. Kromatogram KLT Ekstrak Etanol dari Biji Tumbuhan Gambas (Luffa acutangula Roxb. L.)

n-heksana-etil asetat Kloroform-metanol

8:2 7:3 6:4 9:1 8:2 7:3 6:4 5:5

Keterangan : Fase diam plat lapis tipis silika gel GF 254 Penampak bercak LB.

c = coklat, cl = coklat lemah, kc = kuning coklat, mu = merah ungu, muc = merah ungu coklat, ul = ungu lemah, uc = ungu coklat, k = kuning.

tp = titik penotolan bp = batas pengembangan


(58)

Lampiran 7. Kromatogram Hasil Kromatografi Kolom ekstrak etanol

bp ...

tp

F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7 F8

Keterangan: Fase diam plat pra lapis silika gel GF 254 Fase gerak = kloroform-metanol (70:30)

Penampak bercak = asam sulfat 50% dalam metanol

c = coklat, cl = coklat lemah, ct = coklat tua, k = kuning, kc = kuning coklat, mu = merah ungu, ul = ungu lemah.

tp = titik penotolan bp = batas pengembangan

F1 = fraksi 1 (vial 1-27), F2 = fraksi 2 (vial 28-33), F3 = fraksi 3 (vial 34-48), F4 = fraksi 4 (vial 49-56), F5 = fraksi 5 (vial 57-72), F6 = fraksi 6 (vial 73-88), F7 = fraksi 7 (vial 89-106), F8 = fraksi 8 (107-110).


(59)

Lampiran 8. Kromatogram hasil KLT Fraksi 1 dengan Berbagai Fase Gerak

Fase gerak n-heksana-etil

asetat (3:7)

Toluol-etil asetat (1:1)

bp ...

tp

Keterangan : Fase diam silika gel GF 254 Penampak bercak LB mu = merah ungu tp = titik penotolan bp = batas pengembangan


(60)

Lampiran 9. Gambaran Kromatogram KLT Preparatif Fraksi 1

bp ...

I

II

III

tp

Keterangan : Fase diam silika gel GF 254 Penampak bercak LB

fase gerak = n-heksan-etil asetat (3:7) mu = merah ungu.

tp = titik penotolan bp = batas pengembangan


(61)

Lampiran 10. Kromatogram KLT 2 Arah Isolat 1

bp ...

A1

tp

bp A2

Keterangan : Fase diam silika gel GF 254 Penampak bercak LB

Fase gerak I = kloroform-metanol (7:3) Fase gerak II = n-heksana-atil asetat (3:7) mu = merah ungu.

tp = titik penotolan bp = batas pengembangan

A1 = arah pengembangan pertama A2 = arah pengembangan kedua


(62)

Lampiran 11. Kromatogram KLT 2 Arah Isolat 4

bp ...

A1

tp

bp

A2

Keterangan : Fase diam silika gel GF 254 Penampak bercak LB

Fase gerak I = kloroform-metanol (7:3) Fase gerak II = n-heksana-etil asetat (3:7) mu = merah ungu

tp = titik penotolan bp = batas pengembangan

A1 = arah pengembangan pertama A2 = arah pengembangan kedua


(63)

Lampiran 12. Spektrum Ultraviolet Isolat 1

Panjang gelombang (nm) Gambar 3. Spektrum Ultraviolet Isolat 1

230 nm S

e r a p a n


(64)

Lampiran 13. Spektrum Ultraviolet Isolat 4

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4. Spektrum Ultraviolet Isolat 4 232 nm S

e r a p a n


(65)

Lampiran 14. Spektrum Inframerah Isolat 1

% T r a n s m i t a n (%T)

Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 6. Spektrum Inframerah Isolat 1


(66)

Lampiran 15. Spektrum Inframerah Isolat 4

%

T r a n s m i t a n (%T)

Bilangan gelombang (cm-1) Gambar 7. Spektrum Inframerah Isolat 4


(67)

Lampiran 16. Perhitungan Kadar Karakterisasi Simplisia 1. Penetapan kadar Air

I. Berat simplisia = 5,002 g Volume air I = 2,0 ml Volume air II = 2,2 ml

% kadar air 10000 3,99800 g 002 , 5 ml 0 , 2 ml 2 , 2 = × − =

II. Berat simplisia = 5,043 g Volume air I = 2,2 ml Volume air II = 2,4 ml

% kadar air 10000 3,96600 g 043 , 5 ml 2 , 2 ml 4 , 2 = × − =

III. Berat simplisia = 5,072 g Volume air I = 2,4 ml Volume air II = 2,7 ml

% kadar air 10000 5,91500 g 072 , 5 ml 4 , 2 ml 7 , 2 = × − =

% kadar rata-rata 4,62600 3 )% 915 , 5 966 , 3 998 , 3 ( = + + =

2. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air I. Berat simplisia = 5,001 g

Berat sari = 0,121 g

% kadar sari air 100% 12,097% 20 100 g 001 , 5 g 121 , 0 = × × =

II. Berat simplisia = 5,000 g Berat sari = 0,120 g

% kadar sari air 100% 12% 20 100 g 000 , 5 g 120 , 0 = × × =

III. Berat simplisia = 4,999 g Berat sari = 0,117 g

% kadar sari air 100% 11,702% 20 100 g 999 , 4 g 117 , 0 = × × = )% 702 , 11 12 097 , 12 ( = + + =


(68)

3. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol I. Berat simplisia = 4,999 g

Berat sari = 0,212 g

% kadar sari 100% 21,204% 20 100 g 999 , 4 g 212 , 0 = × × =

II. Berat simplisia = 5,000 g Berat sari = 0,220 g

% kadar sari 100% 22,0% 20 100 g 000 , 5 g 220 , 0 = × × =

III. Berat simplisia = 4,998 g Berat sari = 0,222 g

% kadar sari 100% 22,209% 20 100 998 , 4 g 222 , 0 = × × =

% kadar rata-rata 21,80400

3 )% 209 , 22 0 , 22 204 , 21 ( = + + =

4. Penetapan kadar Abu Total I. Berat simplisia = 2,6979 g

Berat abu = 0,1188 g % kadar abu total 10000 4,4000

g 6979 , 2 g 1188 , 0 = × =

II. Berat simplisia = 2,1438 g Berat abu = 0,1025 g

% kadar abu total 10000 4,7800 g 1438 , 2 g 1025 , 0 = × =

III. Berat simplisia = 2,3547 g Berat abu = 0,1094 g

% kadar abu total 10000 4,6400 g 3547 , 2 g 1094 , 0 = × =

% kadar rata-rata 4,6100 3 )% 64 , 4 78 , 4 40 , 4 ( = + + =

4. Penetapan kadar Abu tidak larut dalam asam I. Berat simplisia = 2,6979 g

Berat abu = 0,0011 g

% kadar abu tidak larut dalam asam 10000 0,0400 g 6979 , 2 g 0011 , 0 = × =


(69)

II. Berat simplisia = 2,1438 g Berat abu = 0,0010 g

% kadar abu tidak larut dalam asam 10000 0,0500 g 1438 , 2 g 0010 , 0 = × =

III. Berat simplisia = 2,3547 g Berat abu = 0,0010 g

% kadar abu tidak larut dalam asam 10000 0,0400 g 3547 , 2 g 0010 , 0 = × =

% kadar rata-rata 0,04300 3 )% 04 , 0 05 , 0 04 , 0 ( = + + =


(1)

Lampiran 13. Spektrum Ultraviolet Isolat 4

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4. Spektrum Ultraviolet Isolat 4 232 nm S

e r a p a n


(2)

Lampiran 14. Spektrum Inframerah Isolat 1

% T r a n s m i t a n (%T)

Bilangan gelombang (cm-1)


(3)

Lampiran 15. Spektrum Inframerah Isolat 4

%

T r a n s m i t a n (%T)

Bilangan gelombang (cm-1)


(4)

Lampiran 16. Perhitungan Kadar Karakterisasi Simplisia 1. Penetapan kadar Air

I. Berat simplisia = 5,002 g Volume air I = 2,0 ml Volume air II = 2,2 ml

% kadar air 10000 3,99800

g 002 , 5 ml 0 , 2 ml 2 , 2 = × − =

II. Berat simplisia = 5,043 g Volume air I = 2,2 ml Volume air II = 2,4 ml

% kadar air 10000 3,96600

g 043 , 5 ml 2 , 2 ml 4 , 2 = × − =

III. Berat simplisia = 5,072 g Volume air I = 2,4 ml Volume air II = 2,7 ml

% kadar air 10000 5,91500

g 072 , 5 ml 4 , 2 ml 7 , 2 = × − =

% kadar rata-rata 4,62600

3 )% 915 , 5 966 , 3 998 , 3 ( = + + =

2. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air I. Berat simplisia = 5,001 g

Berat sari = 0,121 g

% kadar sari air 100% 12,097% 20 100 g 001 , 5 g 121 , 0 = × × =

II. Berat simplisia = 5,000 g Berat sari = 0,120 g

% kadar sari air 100% 12% 20 100 g 000 , 5 g 120 , 0 = × × =

III. Berat simplisia = 4,999 g Berat sari = 0,117 g

% kadar sari air 100% 11,702% 20 100 g 999 , 4 g 117 , 0 = × × =

% kadar rata-rata 11,93300

3 )% 702 , 11 12 097 , 12 ( = + + =


(5)

3. Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol I. Berat simplisia = 4,999 g

Berat sari = 0,212 g

% kadar sari 100% 21,204% 20 100 g 999 , 4 g 212 , 0 = × × =

II. Berat simplisia = 5,000 g Berat sari = 0,220 g

% kadar sari 100% 22,0% 20 100 g 000 , 5 g 220 , 0 = × × =

III. Berat simplisia = 4,998 g Berat sari = 0,222 g

% kadar sari 100% 22,209% 20 100 998 , 4 g 222 , 0 = × × =

% kadar rata-rata 21,80400

3 )% 209 , 22 0 , 22 204 , 21 ( = + + =

4. Penetapan kadar Abu Total I. Berat simplisia = 2,6979 g

Berat abu = 0,1188 g % kadar abu total 10000 4,4000

g 6979 , 2 g 1188 , 0 = × =

II. Berat simplisia = 2,1438 g Berat abu = 0,1025 g

% kadar abu total 10000 4,7800

g 1438 , 2 g 1025 , 0 = × =

III. Berat simplisia = 2,3547 g Berat abu = 0,1094 g

% kadar abu total 10000 4,6400

g 3547 , 2 g 1094 , 0 = × =

% kadar rata-rata 4,6100

3 )% 64 , 4 78 , 4 40 , 4 ( = + + =

4. Penetapan kadar Abu tidak larut dalam asam I. Berat simplisia = 2,6979 g

Berat abu = 0,0011 g

g 0011 , 0


(6)

II. Berat simplisia = 2,1438 g Berat abu = 0,0010 g

% kadar abu tidak larut dalam asam 10000 0,0500

g 1438 , 2

g 0010 , 0

= ×

=

III. Berat simplisia = 2,3547 g Berat abu = 0,0010 g

% kadar abu tidak larut dalam asam 10000 0,0400

g 3547 , 2

g 0010 , 0

= ×

=

% kadar rata-rata 0,04300

3

)% 04 , 0 05 , 0 04 , 0 (

= +

+ =