Analisa Dan Eksperimental Perilaku Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton (Eksperimental)

(1)

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM KOMPOSIT KAYU PANGGOH – BETON

( Eksperimental)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan memenuhi syarat untuk menempuh Colloqium Doctum / Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh : 090404179

MARIA VERONICA SAMOSIR

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

ABSTRAK

Kolom sebagai komponen struktur yang memegang peranan penting dalam menerima beban tekan aksial dan meneruskannya ke pondasi. Umumnya kolom sangat rentan terhadap bahaya tekuk (buckling). Tekuk (buckling) adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban (beban tekuk). Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabkan suatu kolom menekuk, beban ini disebut juga dengan beban kritis. Penelitian mengenai perilaku tekuk ini dilakukan terhadap kolom komposit yaitu kolom komposit kayu panggoh – beton. Kayu panggoh dipilih karena kayu ini termasuk pada kayu kelas kuat I dengan kuat tekan dan elastisitas serta kuat lentur yang tinggi juga sifatnya yang keras. Sebagai satu kesatuan struktur komposit kayu panggoh akan diletakkan tepat di tengah kolom dengan mutu beton yang digunakan adalah K-225. Dimensi kolom 10 cm x 13 cm dan kayu panggoh dengan ukuran 4 cm x 6 cm. Kolom komposit kayu panggoh – beton dirancang dan dianalisis berdasarkan teori tekuk euler. Dari pengujian tekuk yang dilakukan di laboratorium diperoleh beban elastis (Pelastis) sebesar 11500 kg dengan deformasi yang terjadi adalah 5,825 mm, beban kritis (Pcr) sebesar 16500 kg dengan deformasi yang terjadi adalah 13,5 mm, dan beban runtuh (Pultimate) sebesar 18000 kg dengan deformasi yang terjadi 15,35 mm. Sedangkan berdasarkan perhitungan secara analitis diperoleh beban elastic (Pelastis) sebesar 7568,623 kg dan tegangan elastis (σelastis) = 58,217 kg/cm2; beban kritis (Pcr) sebesar 13694,799 kg dan tegangan kritis (σcr) = 105,344 kg/cm2 dan beban ultimate (Pultimate) sebesar 14778,607 kg dengan tegangan ultimate (σultimate) = 113,682 kg/cm2.

Kata kunci: Kolom, Tekuk Euler, Kayu Panggoh, Komposit Kayu Panggoh – Beton, Beban Kritis, Tegangan Kritis.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyatakan kasih dan rahmatNya kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Karena kasih karuniaNya-lah yang selalu menyertai dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini dan memberi kesempatan ini kepada saya.

Tugas akhir ini merupakan syarat untuk mencapai gelar sarjana Teknik Sipil bidang studi struktur Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, dengan judul :

ANALISA DAN EKSPERIMENTAL PERILAKU TEKUK KOLOM KOMPOSIT KAYU PANGGOH – BETON (EKSPERIMENTAL)

Saya menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :

1. Bapak Ir. Sanci Barus, MT selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan masukan, bimbingan dan membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT selaku dosen yang telah memberikan ide dan

dukungan, selalu bersabar memberikan masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Ir. Torang Sitorus, MT selaku dosen penguji yang juga telah memberikan masukan dan saran untuk tugas akhir saya ini.

4. Ibu Nursyamsi, ST, MT selaku dosen penguji yang juga telah memberikan masukan dan saran untuk tugas akhir saya ini.


(4)

5. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.

9. Asisten Laboratorium Bahan Rekayasa: Hafiz’09, Prima’09, Reza’09, , Rahmad’10, Fauzi’10.

10. Untuk keluargaku yang selalu mendukung dan mendoakanku dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk kedua orangtua yang sangat kukasihi dan kuhormati: Bapakku, B. Samosir dan Ibunda, D. Rajagukguk. Orangtua yang sangat kukasihi dan kusayangi yang selalu mendukungku dalam doa dan materil. Tidak pernah jemu mendidikku menjadi anak yang takut akan Tuhan, jujur, bertanggung jawab dan rendah hati juga menjadi anak yang terus berjuang dalam segala keadaan. Dan untuk kakakku Sumondang Evelina Samosir juga adik – adikku Christine Artha Pratiwi Samosir, Sri Wulan Magdalena Samosir, Boris Yeltsin Samosir, Ros Intan Lawren Samosir dan Yohana Betharia Permata Samosir tak lupa juga Gindo Tohap Ariaman Samosir yang selalu menyemangati dan mendukung dalam doa.

11. Untuk rekan-rekan seperjuangan dalam tugas akhir ini: Sumihar Risna Pasaribu, Ihsanuddin Saputra, Putri Nurul Hardhanti dan Arthur William Bangun. Juga


(5)

Frengky, Jimmy, Jostar, Hasoloan, Agrifa, Bembeng, John, Ovit, Suparta, Edwin, Abraham, Yoppi, yang telah membantu dalam pelaksanaan tugas akhir ini. Dan seluruh rekan-rekan stambuk 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 12. Adik-adik angkatan 2012 dan 2011 yang telah membantu kami dalam proses

pengerjaan tugas akhir ini: Jerry Christian Titaley, Carlos, Gery, dan adik – adik lainnya.

13. Bapak Sembiring serta keluarga di Namorambe yang telah bersedia membantu kami dalam memperoleh kayu panggoh yang kami gunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini.

14. Bapak Freddy Utomo (PT. BAJA DELI) yang telah memberikan dukungan berupa bahan yang kami gunakan dalam proses pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam bidang Teknik Sipil pada khusunya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Medan, Maret 2014

Penulis,

09 0404 179 Maria Veronica Samosir


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR RUMUS ... xii

DAFTAR NOTASI... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Metodologi Penelitian ... 6

1.5Batasan Masalah ... 7

1.6 Mekanisme Pengujian ... 8

1.6 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1Umum ... 10

2.2Kayu ... 10

2.2.1 Sifat Utama Kayu ... 11

2.2.2 Sifat Fisis dan Mekanis Kayu ... 12

2.2.2.1 Sifat Fisis Kayu ... 12

2.2.2.2 Sifat Mekanis Kayu ... 14

2.2.3 Tegangan Bahan Kayu ... 18

2.2.4 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis ... 21

2.2.5 Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual ... 23


(7)

2.3.1.1 Kuat Tekan Beton ... 28

2.3.1.2 Modulus Elastisitas Beton ... 30

2.3.1.3 Kuat Tarik Beton ... 31

2.3.2 Bahan Penyusun Beton ... 31

2.3.2.1 Semen ... 31

2.3.2.2 Agregat ... 34

2.3.2.3 Air ... 35

2.4Kolom ... 36

2.5Stabilitas Struktur Kolom ... 40

2.6Teori Tekuk ... 43

2.7Teori Euler ... 43

2.8Batas Berlakunya Persamaan Euler ... 46

2.9Prinsip Perencanaan Struktur Komposit ... 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 53

3.1Pendahuluan ... 53

3.2Pengujian Kayu ... 53

3.2.1 Persiapan Pengujian ... 53

3.2.2 Pelaksanaan Pengujian ... 53

3.2.2.1 Pemeriksaan Kadar Air ... 54

3.2.2.2 Pemeriksaan Berat Jenis ... 55

3.2.2.3 Pengujian Kuat Tekan ... 56

3.2.2.4 Pengujian Kuat Tarik ... 57

3.2.2.5 Pengujian Kuat Lentur dan Elastisitas Pada Penurunan Ijin 58 3.2.2.6 Pengujian Kuat Geser ... 60

3.3Pengujian Beton ... 62

3.3.1 Persiapan Pengujian ... 62

3.3.1.1 Semen ... 62

3.3.1.2 Agregat Halus ... 62

3.3.1.3 Agregat Kasar ... 62

3.3.2 Pembuatan Beton ... 63

3.3.3 Pengujian Kuat Tekan Beton ... 63

3.4Pengujian Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton ... 64


(8)

3.4.2 Persiapan Pengujian Kolom ... 69

3.4.3 Proses Pengujian Benda Uji ... 70

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 71

4.1Hasil Pengujian Physical dan Mechanical Properties ... 71

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Air ... 71

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis ... 72

4.1.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu ... 73

4.1.4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Kayu ... 74

4.1.5 Hasil Pengujian Elastisitas dan Kuat Lentur Kayu ... 76

4.1.6 Hasil Pengujian Kuat Geser Kayu ... 81

4.1.7 Kesimpulan Hasil Penelitian Physical dan Mechanical Properties ... 83

4.2Perencanaan Komposit Kayu Panggoh – Beton Sebagai Satu Kesatuan Komposit ... 84

4.3Pengujian Tekuk ... 85

4.4Perbandingan Hasil Pengujian di Laboratorium dengan Analisa Teori Euler ... 89

4.5Diskusi Perilaku Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1Kesimpulan ... 94

5.2Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Nilai Kuat Acuan (MPa) Berdasarkan Atas Pemilahan Secara Mekanis

Pada Kadar Air 15% ( Berdasarkan PKKI NI – 5 2002 ) ... 22

Tabel 2.2 Faktor Koreksi Layan Basah, Cm ... 23

Tabel 2.3 Faktor Koreksi Temperature, Ct ... 23

Tabel 2.4 Nilai Rasio Tahanan ... 24

Tabel 2.5 Cacat Maksimum Untuk Semua Kelas Mutu Kayu ... 25

Tabel 2.6 Perbandingan Kuat Tekan Beton Pada Berbagai Umur Untuk Benda Uji Silinder yang Dirawat di Laboratorium ... 29

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Air Kayu ... 71

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Berat Jenis Kayu ... 72

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kuat Tekan Sejajar Serat Kayu ... 73

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tarik Sejajar Serat Kayu ... 74

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Elastisitas Kayu ... 76

Tabel 4.5.1 Perhitungan Tegangan – Regangan Untuk Kayu Sampel 1 ... 77

Tabel 4.5.2 Perhitungan Tegangan – Regangan Untuk Kayu Sampel 2 ... 79

Tabel 4.5.3 Hasil Regresi Kedua Sampel ... 81

Tabel 4.6 Hasil Pemeriksaan Kuat Geser Sejajar Serat Kayu ... 82

Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Penelitian Mechanical Properties (SNI 2002) ... 83

Tabel 4.8 Rangkuman Hasil Penelitian Mechanical Properties (PKKI 1961) ... 83

Tabel 4.9 Hasil Pengujian Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton ... 86


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Berbagai Kondisi Ujung Kolom ... 5

Gambar 1.2 Alat Uji Tekuk Modifikasi ... 8

Gambar 1.3 Potongan I – I ... 8

Gambar 2.1 Batang Kayu Menerima Gaya Tarik P ... 15

Gambar 2.2 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Sejajar Serat ... 16

Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan Tegak Lurus Serat ... 16

Gambar 2.4 Batang Kayu yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Sejajar Serat . 17 Gambar 2.5 Batang Kayu yang Menerima Beban Lengkung ... 17

Gambar 2.6 Kayu Panggoh ... 26

Gambar 2.7 Jenis Kolom Berdasarkan Bentuk dan Susunan Tulangan ... 37

Gambar 2.8 Jenis Kolom Berdasarkan Posisi Beban Pada Penampang ... 37

Gambar 2.9 Berbagai Kondisi Ujung Kolom ... 40

Gambar 2.10.a Kesetimbangan Stabil ... 41

Gambar 2.10.b Kesetimbangan Netral ... 41

Gambar 2.10.c Kesetimbangan Tidak Stabil ... 42

Gambar 2.11 Kolom Euler ... 44

Gambar 2.12 Kurva Faktor Tekuk ... 50

Gambar 3.1 Sampel Pemeriksaan Kadar Air ... 54

Gambar 3.2 Sampel Pemeriksaan Berat Jenis ... 55

Gambar 3.3 Sampel Kuat Tekan Sejajar Serat ... 56

Gambar 3.4 Sampel Kuat Tarik Sejajar Serat ... 57


(11)

Gambar 3.8 Alat Bantu Penjepit Pengujian Kuat Geser ... 61 Gambar 3.9 Model Pengujian Benda Uji Silinder Beton ... 64 Gambar 3.10 Rangka Dudukan Benda Uji ... 65


(12)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Hubungan Beban Tekan Dengan Deformasi Untuk Tarikan dan Tekanan ... 19 Grafik 2.2 Diagram Tegangan – Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat

Tekan Beton ... 29 Grafik 2.3 Grafik Kolom Euler ... 45 Grafik 2.4 Jangkauan Kekuatan Kolom yang Umum Terhadap Angka Kelangsingan ... 47 Grafik 4.1 Hubungan Tegangan – Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu

Sampel 1... 78 Grafik 4.2 Regresi Linear Tegangan – Regangan Kayu Sampel 1 ... 78 Grafik 4.3 Hubungan Tegangan – Regangan Hasil Pengujian Elastisitas Kayu Sampel

2 ... 80 Grafik 4.4 Regresi Linear Tegangan – Regangan Kayu Sampel 2 ... 80 Grafik 4.5 Hubungan Beban – Deformasi Hasil Pengujian Tekuk Kolom Komposit

Kayu Panggoh – Beton ... 88 Grafik 4.6 Hasil Penelitian Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton ... 92


(13)

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Rumus Tegangan ... 21

Rumus 2.2 Rumus Regangan ... 21

Rumus 2.3 Rumus Berat Jenis m % ... 24

Rumus 2.4 Rumus Berat Jenis Dasar ... 24

Rumus 2.5 Rumus Berat Jenis Pada Kadar Air 15% ... 24

Rumus 2.6 Rumus Elastisitas Lentur ... 24

Rumus 2.7 Rumus Modulus Elastisitas Beton ... 30

Rumus 2.8 Rumus Modulus Elastisitas Beton ... 30

Rumus 2.9 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.10 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.11 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.12 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.13 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.14 Rumus Teori Euler ... 44

Rumus 2.15 Rumus Teori Euler ... 45

Rumus 2.16 Rumus Teori Euler ... 45

Rumus 2.17 Rumus Batas Berlakunya Persamaan Euler ... 46

Rumus 3.1 Rumus Kadar Air ... 55

Rumus 3.2 Rumus Berat Jenis ... 56

Rumus 3.3 Rumus Kerapatan Kayu ... 56

Rumus 3.4 Rumus Kuat Tekan Kayu... 57

Rumus 3.5 Rumus Kuat Tarik Kayu ... 58


(14)

Rumus 3.7 Rumus Tegangan Lentur Kayu ... 59

Rumus 3.8 Rumus Penurunan ... 60

Rumus 3.9 Rumus Penurunan ... 60

Rumus 3.10 Rumus Kuat Geser Kayu ... 61

Rumus 3.11 Rumus Standar Deviasi ... 64


(15)

DAFTAR NOTASI

f’c : kekuatan tekan (kg/cm2)

P : beban tekan (kg) Pcr : beban kritis (kg) E : elastisitas (kg/cm2) I : Inersia tampang (cm4) Lk : panjang efektif (cm)

π : phi = 3,14

A : luas permukaan benda uji (cm2) SD : deviasi standar (kg/cm2)

N : jumlah total benda uji hasil pemeriksaan / jumlah data

σcr : Tegangan kritis (kg/cm2)

λ : angka kelangsingan

Ec : modulus elastic beton (MPa)

Wc : berat isi beton (kg/m³), dimana nilai � berkisar 1500 kg/m³ - 2500 kg/m³

f : penurunan (cm)

ε : Regangan yang terjadi (cm)

σ’b : kekuatan masing-masing benda uji (kg/cm2)

σ’bm : kekuatan beton rata-rata (kg/cm2)

δ, ∆ : lendutan (mm)

σgs : tegangan geser yang terjadi (kg/cm2)

σds : tegangan desak yang terjadi (kg/cm2) M : momen (kgcm)


(16)

N : gaya normal (kg)

ρ : kerapatan kayu (kg/m3)

ω : faktor tekuk

σb : tegangan lentur yang terjadi (kg/cm2)

σtk// : tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2) Fb : kuat lentur

Ft// : kuat tarik sejajar serat Fc// : kuat tekan sejajar serat Fv : kuat geser

Icomp : inersia composite (cm4) Ecomp : Elastisitas composite (kg/cm2) rcomp : jari – jari girasi composite (cm)


(17)

ABSTRAK

Kolom sebagai komponen struktur yang memegang peranan penting dalam menerima beban tekan aksial dan meneruskannya ke pondasi. Umumnya kolom sangat rentan terhadap bahaya tekuk (buckling). Tekuk (buckling) adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban (beban tekuk). Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabkan suatu kolom menekuk, beban ini disebut juga dengan beban kritis. Penelitian mengenai perilaku tekuk ini dilakukan terhadap kolom komposit yaitu kolom komposit kayu panggoh – beton. Kayu panggoh dipilih karena kayu ini termasuk pada kayu kelas kuat I dengan kuat tekan dan elastisitas serta kuat lentur yang tinggi juga sifatnya yang keras. Sebagai satu kesatuan struktur komposit kayu panggoh akan diletakkan tepat di tengah kolom dengan mutu beton yang digunakan adalah K-225. Dimensi kolom 10 cm x 13 cm dan kayu panggoh dengan ukuran 4 cm x 6 cm. Kolom komposit kayu panggoh – beton dirancang dan dianalisis berdasarkan teori tekuk euler. Dari pengujian tekuk yang dilakukan di laboratorium diperoleh beban elastis (Pelastis) sebesar 11500 kg dengan deformasi yang terjadi adalah 5,825 mm, beban kritis (Pcr) sebesar 16500 kg dengan deformasi yang terjadi adalah 13,5 mm, dan beban runtuh (Pultimate) sebesar 18000 kg dengan deformasi yang terjadi 15,35 mm. Sedangkan berdasarkan perhitungan secara analitis diperoleh beban elastic (Pelastis) sebesar 7568,623 kg dan tegangan elastis (σelastis) = 58,217 kg/cm2; beban kritis (Pcr) sebesar 13694,799 kg dan tegangan kritis (σcr) = 105,344 kg/cm2 dan beban ultimate (Pultimate) sebesar 14778,607 kg dengan tegangan ultimate (σultimate) = 113,682 kg/cm2.

Kata kunci: Kolom, Tekuk Euler, Kayu Panggoh, Komposit Kayu Panggoh – Beton, Beban Kritis, Tegangan Kritis.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kolom merupakan komponen struktur yang berfungsi untuk menahan ataupun menyangga beban tekan aksial yang diberi pada ujungnya. Kolom memegang peranan utama dalam sistem struktur bangunan dimana kegagalan kolom akan berakibat langsung pada keruntuhan struktur tersebut. Hal ini dapat dipengaruhi oleh material, panjang, lebar dan tinggi kolom. Kolom beton murni hanya dapat mendukung beban sangat kecil sehingga perlu ditambahkan tulangan longitudinal berupa tulangan baja untuk meningkatkan kapasitas daya dukungnya. Kekuatan ini akan semakin besar pula dengan memberikan kekangan lateral pada tulangan longitudinal yang dikenal sebagai sengkang. Kolom ini dinamakan sebagai kolom beton bertulang.

Selain kolom beton bertulang, kolom komposit juga sudah banyak digunakan dalam bidang konstruksi seperti gedung-gedung bertingkat sangat tinggi. Sejauh ini, kolom komposit yang umumnya digunakan adalah kolom komposit dengan profil baja struktur sehingga kolom ini memiliki kekuatan yang sangat tinggi. Akan tetapi, kolom ini membutuhkan biaya yang sangat mahal akibat pemakaian profil baja yang ketersediaan bahan dasarnya (bijih besi) semakin terbatas dan termasuk kepada sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, perludiupayakan sumber daya alam lain yang jauh lebih ekonomis, mudah diperoleh dan memiliki kekuatan yang cukup tinggi untuk dijadikan sebagai material komposit.


(19)

sehingga menghasilkan sifat gabungan yang lebih baik. Salah satu kelebihan komposit adalah sifatnya yang dapat diatur. Dengan memanfaatkan sifat fisik dan mekanik dari masing-masing bahan sehingga diperoleh komponen yang lebih baik dan mempunyai kelebihan-kelebihan tertentu bila dibandingkan dengan bahan yang membentuknya.Di samping itu, diharapkan juga kolom komposit yang didesain akan lebih ekonomis dan memenuhi kekuatan struktur yang diinginkan.

Kayu merupakan material yang dapat dipertimbangkan sebagai salah satu material komposit.Sebagai bahan konstruksi, material kayu juga cukup kuat dalam menahan beban dan memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh material lainnya yakni dapat dibudidayakan (renewable). Selain itu, kayu merupakan material yang mudah diperoleh dan proses pengerjaannya dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana dan ringan. Material kayu juga memiliki berat jenis yang ringan.Disamping itu, konstruksi kayu mampu menghasilkan bangunan-bangunan yang indah dan bernilai tinggi seperti di berbagai negara Eropa dan Amerika. Oleh karena itu, sangat perlu dilakukan penelitian mengenai material kayu untuk perencanaan struktur yang lebih baik dan cukup ekonomis.

Negara Indonesia sangat terkenal dengan daerah hutannya dan berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh dikarenakan iklim tropisnya. Salah satu jenis tanaman yang banyak tersedia di alam adalah tanaman aren ( Arenga pinnata ).Tanaman aren (Arenga pinnata) tersebar di seluruh kepulauan nusantara, dari dataran rendah hingga ketinggian 1400 meter di atas permukaan laut. Tanaman yang berasal dari Assam (India) dan Burma ini, tumbuh subur di lembah lereng pegunungan, di sepanjang aliran sungai hingga di ketinggian pegunungan, di hampir semua jenis tanah, cenderung tumbuh liar, tidak menuntut pemeliharaan dan perawatan, bahkan nyaris tidak dipelihara dan dirawat sebab masih belum dibudidayakan.


(20)

Tanaman aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman yang serba guna dan cukup penting setelah kelapa.Hampir semua bagian dari tanaman ini dapat dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi.Dimulai dari akar untuk obat tradisional dan menghasilkan serat untuk bahan anyaman dan tali pancing.Batangnya yang mengayu di sebelah luar dan agak lunak berserabut di bagian dalam (empulurnya). Kayunya yang keras ini dipergunakansebaga lainnya kualitasnya masih kalah oleh sagu rumbia. Sedangkan batang yang dibelah memanjang dan dibuang empulurnya dapat digunakan sebagai talang atau saluran air.Daun muda atau janur untuk pembungkus atau pengganti kertas rokok yang disebut dengan kawung.Buah aren muda untuk pembuatan kolang-kaling sebagai bahan pelengkap bahan minuman dan makanan.Dengan menyadap tandan bunga jantannya diperoleh cairan yang dinamakan dengan air nira.Air nira inilah yang digunakan untuk bahan pembuatan gula merah atau cuka, dan minuman.

Kayu dari pohon aren (bagian batangnya yang mengeras di sebelah luar) dapat dijadikan salah satu alternatif yang dapat menggantikan peranan kayu solid sebagai bahan baku untuk keperluan industri perkayuan, terutama kayu sebagai bahan konstruksi. Pada kalangan masyarakat, kayu dari pohon aren telah dikenal sebagai kayu yang kuat.Dengan demikiandiharapkan kayu ini dapat memenuhi persyaratan kekuatan yangdiinginkan untuk dijadikan bahan konstruksi.Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk pengembangannya.

Di wilayah Sumatera Utara, khususnya di Kabupaten Karo, kayu dari pohon aren ini dikenal dengan nama kayu panggoh. Kayu ini digunakan oleh masyarakat karo untuk kandang hewan peliharaan mereka. Kayu panggoh digunakan karena


(21)

kemampuannya yang sangat kuat menahan gigitan hewan tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, kayu panggoh termasuk pada kayu kelas 1.

Karakteristik kekuatan kayu panggoh ini tentunya dapat dimanfaatkan sebagai material komposit untuk menggantikan profil baja yang cukup mahal pada kolom komposit.Struktur komposit akan terbentuk akibat interaksi antara komponen-komponen pembentuknya dimana karakteristik dasar masing-masing bahan dimanfaatkan secara optimal. Karakteristik penting yang harus dimiliki oleh struktur beton adalah ketahanan yang tinggi terhadap api, mudah dibentuk dan murah. Sedangkan karakteristik penting yang diharapkan dimiliki oleh kayu panggoh adalah kekuatan tinggi, modulus elastisitas cukup, daktilitas tinggi, dan kuat tekan/lentur cukup baik. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kekuatan yang akan dihasilkan kolom komposit kayu panggoh – beton.

Kolom dapat dikategorikan berdasarkan panjangnya yaitu kolom pendek dan kolom panjang. Kolom pendek adalah jenis kolom yang kegagalannya berupa kegagalan material (ditentukan oleh kekuatan material). Kolom panjang adalah kolom yang kegagalannya ditentukan oleh tekuk (buckling) yang dikarenakan oleh ketidakstabilan. Tekuk (buckling) adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban (beban tekuk). Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk, beban ini disebut Pcr( Pcr = π2EI/L2 ). Kondisi ujung elemen struktur juga dapat mempengaruhi besarnya beban tekuk yang juga berkaitan dengan panjang kolomnya. Fenomena ini tentu saja juga dialami kolom komposit.


(22)

Gambar 1.1. Berbagai kondisi ujung kolom

Struktur kolom komposit kayu panggoh – beton dibentuk dengan meletakkan kayu panggoh pada bagian tengah kolom beton bertulang sama halnya dengan profil baja. Akan tetapi bentuk kayu panggoh yang digunakan adalah persegi. Pengecoran beton pada kolom ini akan menyatukan dua material ini begitu betonnya mengeras. Diharapkan kolom komposit ini akan kuat dalam menahan gaya tekan aksial (beban tekuk) yang diberi pada ujungnya sehingga dapat aman dari tekuk (buckling) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dengan demikian, sistem komposit kayu panggoh – beton ini dapat menjadi solusi konstruksi dengan biaya rendah apabila tekniknya dapat diterima dan dikembangkan.


(23)

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu :

a. Apakah kayu dan beton dapat dipadukan menjadi struktur komposit kayu-beton yang layak dan aman dipakai dalam struktur bangunan?

b. Bagaimana perilaku tekuk kolom komposit kayu panggoh-beton terhadap beban aksial ( gaya tekan ) yang terjadi?

c. Sampai seberapa besar kapasitas momen struktur kolom komposit kayu panggoh-beton dalam menahan beban?

d. Bagaimana grafik hubungan beban dan deformasi dari benda uji ?

1.3. Tujuan Penelitian

a. Memperoleh gambaran tentang perilaku dan kuat tekuk kolom komposit kayu panggoh – beton.

b. Melakukan analisis perhitungan komposit kayu panggoh – beton berdasarkan teori euler.

c. Mendapatkan hubungan antara beban kritis hasil eksperimental dan beban kritis secara analisis.

d. Membandingkan hasil analitis tekuk euler dengan hasil eksperimental.

1.4. Metode Penelitian

Adapun metodologi dan tahapan pelaksanaan yang digunakan dalam eksperimen tugas akhir ini adalah :

1. Pengujian physical dan mechanical properties kayu untuk mendapatkan: a. Kadar air,


(24)

c. Kuat tekan sejajar serat d. Kuat tarik sejajar serat

e. Elastisitas dan kuat lentur kayu f. Kuat geser sejajar serat kayu 2. Pengujian kuat tekan beton

3. Pendesainan 1 buah benda uji kolom komposit kayu – beton di Laboratorium Bahan Rekayasa Program Strata Satu ( S-1 ) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

4. Pemberian beban akan dilakukan di Laboratorium Struktur Program Magister (S-2) Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

1.5. Batasan Masalah

Dalam penelitian yang dilakukan, ada beberapa lingkup masalah yang dibatasi, yaitu karakteristik bahan yang digunakan sebagai benda uji adalah sebagai berikut :

a. Kayu dianggap bersifat homogen dan isotropis

b. Kayu yang digunakan kayu panggoh dengan dimensi 4 cm x 6 cm. c. Mechanical Properties konstan dari setiap jenis kayu pada satu kolom

kayu,

d. Mutu beton K-225

e. Benda uji berupa kolom persegi dimana kayu akan diletakkan pada tengah kolom beton bertulang :

• Dimensi kolom 10 cm x 13 cm

• Tulangan besi polos yang digunakan 4 D 8


(25)

g. Bentang benda uji kolom komposit yang diuji adalah 2.5 meter.

h. Beban pengujian merupakan beban statis dengan perletakan sendi – sendi.

1.6. Mekanisme Pengujian

Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan kolom komposit di atas 2 tumpuan, sendi dan sendi. Kemudian diberi beban statik dengan menggunakan Hydraulic Jack dengan kondisi dimana beton sudah mencapai umur 28 hari sampai benda uji runtuh. Beban P diberikan secara bertahap dan pada tiap tahap pembebanan dicatat deformasi yang terjadi pada titik – titik dimana dial gauge terpasang. Retak yang terjadi diberi tanda dan dicatat.

Gambar 1.2. Alat Uji Tekuk Modifikasi

Beton mutu K-225 Ø 6 - 125

Kayu panggoh 4 cm x 6 cm Kolom dimensi 10 cm x 13cm

4 D 8 Gambar 1.3. Potongan I-I 1.7. Sistematika Penulisan

Sampel yang

diuji Jack

Alat uji tekuk modifikasi

Dial gauge


(26)

Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang dibahas pada Tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, pembatasan masalah, mekanisme pengujian, dan sistematika penulisan dari tugas akhir ini.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang kriteria kayu dan beton bertulang yang akan digunakan sebagai suatu struktur kolom komposit dan teori tekuk (buckling) yang terjadi pada kolom. Dalam hal ini teori tekuk yang digunkan adalah teori tekuk euler. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang persiapan penelitian mencakup penyediaan bahan, pengujian bahan, persiapan bahan, pembuatan benda uji dan pekerjaan pertukangan hingga pelaksanaan pengujian.

BAB IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian benda uji dalam penelitian, meliputi: hasil pengujian mechanical properties kayu, hasil pengujian tekuk kolom komposit kayu panggoh – beton dan pembahasannya ataupun analisisnya dengan menggunakan teori tekuk euler.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini dengan menitikberatkan pada perilaku struktur kolom komposit kayu panggoh – beton dan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Komposit kayu panggoh – beton direncanakan untuk menambah kekuatan tekan kayu sebagai kolom pada struktur bangunan yang akan menahan beban aksial. Dimana material kayu mempunyai kuat tarik dan tekan/lentur yang cukup baik serta berat yangringan dengan material beton yang kuat terhadap tekan dijadikan satu kesatuan komposit. Sebagaimana diketahui, kayu juga merupakan material yang mudah terbakar sedangkan beton tidak sehingga dengan dijadikan sebagai satu kesatuan komposit, kayu menjadi terlindungi dan tidak mudah terbakar. Dengan demikian terbentuk suatu kolom komposit kayu panggoh – beton yang kuat dengan dimensi yang relatif kecil dan biaya yang ekonomis.

2.2. Kayu

Kayu merupakan suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dalam alam. Kayu adalah bagian keras tanaman yang digolongkan kepada pohon. Penggunaan kayu sebagai konstruksi bangunan sudah di kenal dan banyak di pakai sebelum orang mengenal beton dan baja. Kayu mempunyai kuat tarik dan kuat tekan relatif tinggi, berat yang relatif rendah, mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dapat dengan mudah untuk dikerjakan, relatif murah, dapat mudah diganti dan bisa didapat dalam waktu singkat (Felix, 1965).

Pemakaian kayu sebagai konstruksi dukung banyak menjadi alternative pengganti besi dan beton bertulang. Rata – rata konstruksi kayu dengan daya dukung


(28)

yang sama, harganya ± 25 % sampai 40 % lebih murah dari pada konstruksi kayu dan beton bertulang. Dengan demikian akan lebih ekonomis jika menggunakan kayu pada stuktur bangunan dan juga dapat memperindah desain bangunan tersebut. Akan tetapi, untuk menggunakan kayu sebagai bahan konstruksi perlu diketahui sifat – sifat kayu terlebih dahulu guna mengetahui jenis dan mutu ataupun kualitas kayu yang akan dipakai. Adapun sifat – sifat kayu akan dijelaskan berikut ini.

2.2.1. Sifat Utama Kayu

Kayu sampai saat ini masih banyak dicari dan dibutuhkan orang. Dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat – sifat utama, yaitu sifat – sifat yang menyebabkan kayu tetap selalu dibutuhkan manusia (Heinz, 1982). Sifat – sifat utama tersebut antara lain:

1. Kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tidak akan habis – habisnya, apabila di kelola dengan cara yang baik. Kayu dikatakan juga sebagai

renewable resources (sumber kekayaan alam yang dapat diperbaharui lagi). 2. Kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan

barang-barang seperti kertas, bahan sintetik dan tekstil.

3. Kayu mempunyai sifat – sifat spesifik yang tidak bisa ditiru oleh bahan – bahan lain yang dibuat oleh manusia seperti baja dan beton. Misalnya kayu mempunyai sifat elastis dan mempunyai ketahanan terhadap pembebanan yang tegak lurus dengan seratnya atau sejajar seratnya.

Selain itu, kayu juga memiliki sifat – sifat bahan tersendiri tergantung pada jenis pohonnya. Beberapa sifat yang umum terdapat pada semua jenis kayu adalah sebagai berikut :


(29)

1. Kayu tersusun dari sel – sel yang memiliki tipe bermacam – macam dan susunan dinding selnya terdiri dari senyawa kimia berupaselulosa dan hemi selulosa (karbohidrat) serta lignin (nonkarbohidrat).

2. Semua kayu bersifat anisotropik, yaitu memperlihatkan sifat – sifat yang berlainan jika diuji menurut tiga arah utamanya (longitudinal, radial dan tangensial).

3. Kayu merupakan bahan yang bersifat higroskopis, yaitu dapat menyerap atau melepaskan kadar air (kelembaban) sebagai akibat perubahan kelembaban dan suhu udara disekelilingnya.

4. Durabilitas kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor – faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai durabilitas tersendiri, dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Durabilitas kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut.

2.2.2. Sifat Fisis dan Mekanis Kayu

Sifat dan kekuatan tiap jenis kayu berbeda – beda secara alami antar jenis, antar pohon dalam satu jenis bahkan antar bagian dalam satu pohon, maka harus disesuaikan penggunaan kelas kayu dengan konstruksi yang akan dibuat. Oleh karena itu, penting sekali untuk mengetahui sifat fisis dan sifat mekanis kayu yang juga mempengaruhi kekuatan kayu.

2.2.2.1. Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu adalah sifat yang dapat diketahui secara jelas melalui panca indera tanpa menggunakan alat bantu.


(30)

A. Berat Jenis Kayu

Berat jenis didefinisikan sebagai angka berat dari satuan volume suatu material.Berat jenis diperoleh dengan membagikan berat kepada volume benda tersebut. Berat diperoleh dengan cara menimbang suatu benda pada timbangan dengan tingkat keakuratan yang diperlukan atau biasanya digunakan timbangan dengan ketelitian 20%, yaitu sebesar 20 gr/kg. Sedangkan untuk menentukan volume biasanya dilakukan dengan mengukur panjang, lebar dan tebal suatu benda dan mengalikannya.

Kayu terbentuk dari sel – sel yang memiliki bermacam – macam tipe yang memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Oleh karena itu, perhitungan berat jenis kayu seharusnya berpangkal pada keadaan kering udara yang berarti sekering – keringnya tanpa pengeringan buatan. Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan daripada kayu atau sifat – sifat mekanisnya. Maka makin tinggi berat jenis suatu kayu semakin tinggi pula kekuatannya.

B. Kadar Air

Kadar air didefinisikan sebagai banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu sebagai bahan konstruksi dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya disebabkan oleh sifat higroskopis yang dimiliki kayu. Keadaan ini tergantung pada kelembaban suhu udara disekeliling kayu itu berada. Kayu sangat peka terhadap kelembaban karena pengaruh kadar air yang


(31)

menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisis dan mekanis kayu.

Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu, terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar arah serat dan juga tegak lurus arah serat kayu.Sel-sel kayu mengandung air yang sebagian bebas mengisi dinding sel. Kayu mengering pada saat air bebas keluar dan apabila air bebas itu habis keadaannya disebut titik jenuh serat (FibreSaturation Point).Kadar air pada saat itu kira-kira 25% - 30%. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat.

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air antara 12% - 18%, atau rata-ratanya adalah 15%. Tetapi apabila berat dari benda uji tersebut menunjukkan angka yang terus-menerus menurun, maka kayu belum dapat dianggap kering udara.

Selain berat jenis dan kadar lain, sifat fisis kayu lainnya adalah warna, tekstur, arah serat, kesan raba, bau dan rasa, serta nilai dekoratif.

2.2.2.2. Sifat Mekanis Kayu

Sifat mekanis kayu merupakan keteguhan kayu, yaitu perlawanan yang diberikan oleh suatu jenis kayu terhadap perubahan – perubahan bentuk yang disebabkan oleh gaya – gaya luar. Perlawanan kayu terhadap gaya – gaya luar dibedakan menjadi:


(32)

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik (Gambar II.1). Gaya tarik ini berusaha melepas ikatan antara serat – serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah didalam kayu tegangan – tegangan tarik yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan.

Tegangan tarik masih diizinkan bila tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu, disebut dengan tegangan tarik yang diizinkan dengan notasi Ft (MPa). Misalnya, untuk kayu dengan kode mutu E26 tegangan tarik yang diizinkan dalam arah sejajar serat adalah 60 MPa.

P P

Serat Kayu Gambar. 2.1. Batang kayu menerima gaya tarik P

B. Keteguhan Tekan (Compression Strength)

Keteguhan tekan adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut (Gambar 2.2). Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus arah serat akan menimbulkan retak pada kayu (Gambar 2.3). Batang – batang yang panjang dan tipis seperti


(33)

sejajar serat jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan terjadi tegangan tekan pada kayu. Tegangan tekan terbesar yang tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi Fc (MPa).

Bahaya Tekuk

P P

Gambar. 2.2. Batang kayu menerima gaya tekan sejajar serat P

P

Gambar 2.3. Batang kayu menereima gaya tekan tegak lurus serat

C. Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini maka akan timbul tegangan geser pada kayu (lihat Gambar 2.4). Dalam hal ini, keteguhan geser dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan


(34)

bahaya pada pergeseran serat kayu disebut tegangan geser yang diizinkan, dengan notasi Fv (MPa).

Gaya Geser

P P

Gambar 2.4 Batang kayu yang menerima gaya geser tegak lurus arah serat

D. Keteguhan Lentur Statis (Static Bending Strength)

Keteguhan lentur adalah kekuatan kayu untuk menahan gaya – gaya yang berusaha melengkungkan kayu. Pada balok sederhana yang dikenai beban maka bagian bawah akan mengalami bagian tarik dan bagian atas mengalami tegangan tekan maksimal (Gambar 2.5). Dari pengujian keteguhan lentur diperoleh nilai keteguhan kayu pada batas proporsi dan keteguhan kayu maksimum. Dibawah batas proporsi terdapat hubungan garis lurus antara besarnya tegangan dan regangan, dimana nilai perbandingan antara tegangan dan regangan ini disebut modulus elastisitas (MOE). Akibat tegangan tarik yang melampaui batas kemampuan kayu maka akan terjadi regangan yang cukup berbahaya.

P Garis netral Tertekan

Tertarik


(35)

Keteguhan belah adalah kemampuan kekuatan kayu dalam menahan gaya – gaya yang berusaha membelah kayu. Kayu lebih mudah membelah menurut arah sejajar serat kayu. Keadaan kayu juga mempengaruhi sifat pembelahan, misalnya kayu yang basah lebih mudah dibelah daripada kayu yang telah kering.

2.2.3. Tegangan Bahan Kayu

Istilah kekuatan atau tegangan pada bahan seperti kayu adalah kemampuan bahan untuk mendukung beban luar atau beban yang berusaha merubah bentuk dan ukuran bahan tersebut. Akibat beban luar yang bekerja ini menyebabkan timbulnya gaya – gaya dalam pada bahan yang berusaha menahan perubahan ukuran dan bentuk bahan. Gaya dalam ini disebut dengan tegangan yang dinyatakan dalam Pound/ft2. Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem Internasional (SI) yaitu N/mm2. Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal sebagai deformasi atau regangan.

Jika tegangan yang bekerja kecil maka regangan atau deformasi yang terjadi juga kecil dan jika tegangan yang bekerja besar maka deformasi yang terjadi juga besar. Jika kemudian tegangan dihilangkan maka bahan akan kembali kebentuk semula. Kemampuan bahan untuk kembali kebentuk semula tergantung pada besar sifat elastisitasnya. Jika tegangan yang diberikan melebihi daya dukung serat maka serat-serat akan putus dan terjadi kegagalan atau keruntuhan.

Deformasi sebanding dengan besarnya beban yang bekerja sampai pada satu titik. Titik ini adalah Limit Proporsional. Setelah melewati titik ini besarnya deformasi akan bertambah lebih cepat dari besarnya beban yang diberikan. Hubungan antara beban dan deformasi ditunjukkan pada grafik 2.1.


(36)

Tarikan

Limit Proporsional Tekanan

Limit Proporsional

Deformasi Grafik 2.1. Hubungan beban tekan dengan deformasi untuk tarikan dan tekanan

Kayu memiliki beberapa tegangan, pada satu jenis tegangan nilainyabesar dan untuk jenis tegangan yang lain nilainya kecil. Sebagai contoh tegangan tekan cenderung memperpendek kayu sedangkan tegangan tarik akan memperpanjang kayu. Biasanya kayu akan menderita kombinasi dari beberapa tegangan yang terjadi secara bersamaan meski salah satu jenis tegangan lebih mendominasi. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya perubahan bentuk disebut dengan kekakuan. Modulus elastisitas adalah ukuran hubungan antara tegangan dan regangan dalam limit proporsional yang memberikan angka umum untuk menyatakan kekakuan atau elastis suatu bahan. Semakin besar modulus elastisitas kayu, maka kayu tersebut semakin kaku.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan penelitian. Karena pelaksanaan pengujian di lapangan memerlukan biaya yang besar maka pengujian dengan penelitian merupakan alternatif pemilihan. Pada penelitian ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan


(37)

Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi bahwa sifat – sifat kekuatan setiap jenis – jenis kayu berbeda. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, sehingga hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor yang harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah-pecah.

Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil telah memiliki standar pengujian. Karena sifat kekuatan kayu sangat dipengaruhi oleh kandungan air, pengujian dapat dilakukan dalam kondisi terpisah. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan material kayu yang memiliki kandungan standar.

Pengujian dilakukan pada bahan kering udara dengan kadar air yang diketahui dan angka – angka kekuatan tersebut dikoreksi terhadap kandungan air standar. Ketelitian dibutuhkan untuk mengeliminasi faktor – faktor yang dapat membuat variasi sifat kekuatan. Pengujian dengan sampel kecil dari jenis – jenis kayu yang berbeda – beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka – angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda – beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandarkan. Angka – angka ini sendiri dapat dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.


(38)

Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm², atau:

Tegangan (σ) = ������������������ = �

� (2.1)

Dan regangan didefinisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu:

Regangan (ε) = ��������ℎ���������

�����������−���� = ∆�

�� (2.2)

Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya, demikian juga sebaliknya. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu – kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak terlalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

2.2.4. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Mekanis

Pemilihan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastis lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti tabel 2.1. Kuat acuan yang berbeda dengan tabel 2.1 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar – standar eksperimen yang baku.


(39)

Kode

Mutu Ew Fb Ft// Fc// Fv Fc

E26 25000 66 60 46 6,6 24

E25 24000 62 58 45 6,5 23

E24 23000 59 56 45 6,4 22

E23 22000 56 53 43 6,2 21

E22 21000 54 50 41 6,1 20

E21 20000 56 47 40 5,9 19

E20 19000 47 44 39 5,8 18

E19 18000 44 42 37 5,6 17

E18 17000 42 39 35 5,4 16

E17 16000 38 36 34 5,4 15

E16 15000 35 33 33 5,2 14

E15 14000 32 31 31 5,1 13

E14 13000 30 28 30 4,9 12

E13 14000 27 25 28 4,8 11

E12 13000 23 22 27 4,6 11

E11 12000 20 19 25 4,5 10

E10 11000 18 17 24 4,3 9

Dimana : Ew = Modulus elastis lentur Fb = Kuat lentur

Ft// = Kuat tarik sejajar serat Fc// = Kuat tekan sejajar serat Fv = Kuat Geser

Fc┴ = Kuat tekan tegak lurus

Faktor – faktor koreksi digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Nilai faktor koreksi yang digunakan dalam menghitung nilai tahanan terkoreksi adalah sebagai berikut:


(40)

f

b

f

t

f

v

f

c

f

c//

E

Balok kayu 0,85 1,00 0,97 0,67 0,80 0,90 Balok kayu besar (125x125 mm

atau lebih besar) 1,00 1,00 1,00 0,67 0,93 1,00

Lantai papan kayu 0,85 - - 0,67 - 0,90

Glulam (kayu laminasi

struktural) 0,80 0,80 0,67 0,53 0,73 0,83

Tabel 2.3. Faktor koreksi temperature, Ct Kondisi

Acuan

Kadar air pada masa layan

Ct

T≤ 38oC 38oC < T ≤ 52oC 52oC < T ≤ 65oC

f

t

, E

Basah atau kering 1,0 0,9 0,9

f

b,

f

c,

f

v

Kering 1,0 0,8 0,7

Basah 1,0 0,7 0,5

2.2.5. Kuat Acuan Berdasarkan Pemilahan Secara Visual

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Kerapatan ρ pada kondisi basah (berat dan volume diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya lebih kecil dari 30 %) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m³ untuk ρ.

b. Kadar air, m % (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c. Hitung berat jenis pada m % ( Gm ) dengan rumus :


(41)

e. Hitung berat jenis pada kadar air 15 % ( G15 ) dengan rumus :

G15 = Gb / (1 – 0,133 G b ) (2.5)

f. Hitung estimasi kuat acuan, dengan modulus elastisitas lentur

(Ew) = 16500G0.7 (2.6)

dimana G : Berat jenis kayu pada kadar air 15 % = G 15.

Untuk kayu dengan serat tidak lurus atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastis lentur acuan pada point d harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-3527-1994 UDC (Universal Decimal Classification) 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan“ yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastis lentur acuan dari Tabel 2.1. tersebut dengan nilai rasio tahanan pada Tabel 2.4. yang bergantung pada kelas mutu kayu. Kelas mutu kayu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.5.

Tabel 2.4. Nilai rasio tahanan Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

A 0,80

B 0,63

C 0,50

Tabel 2.5. Cacat maksimum untuk semua kelas mutu kayu

Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C Mata Kayu:

Pada arah lebar Pada arah sempit

1/6 lebar kayu 1/8 lebar kayu

¼ lebar kayu 1/6 lebar kayu

½ lebar kayu ¼ lebat kayu


(42)

Retak 1/5 tebal kayu 1/6 tebal kayu ¼ tebal Pinggul 1/10 tebal atau lebar

kayu

1/6 tebal atau lebar kayu

¼ tebal atau lebar kayu

Arah serat 1 : 13 1 : 9 1 : 6

Saluran Damar 1/5 tebal kayu eksudasi tidak diperkenan

2/5 tebal kayu ½ tebal kayu

Gubal Diperkenankan Diperkenankan Diperkenankan Lubang serangga Diperkenankan asal

terpencar dan ukuran dibatasai dan

tidak ada tanda-tanda serangga

hidup

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup

Diperkenankan asal terpencar dan

ukuran dibatasai dan tidak ada

tanda-tanda serangga hidup Cacat lain (lapuk,

hati rapuh, retak melintang) Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan Tidak diperkenankan

2.2.6. Kayu Panggoh

Pada eksperimen ini kayu yang akan digunakan sebagai bahan komposit kolom kayu – beton adalah kayu panggoh yang berasal dari tanaman aren (Arenga Pinnata). Kayu panggoh yang digunakan dalam eksperimen ini diambil dari tanaman aren yang sudah mati dan berumur tua ± 20 tahun. Tanaman aren yang berumur tua, ditandai dengan tumbuhnya bunga yang dekat dengan permukaan tanah tempat tanaman aren tumbuh. Kayu panggoh terdapat dibagian luar batang tanaman aren yang merupakan kayu keras, kuat dan mengkilat. Dari sekitar 50 cm diameter batang aren, bagian pinggir yang keras hanya setebal 5 – 7 cm. Makin keatas, ketebalan kayu panggoh makin berkurang. Kayu panggoh berwarna hitam dan memiliki sifat tahan air, sehingga umumnya produk dengan bahan kayu panggoh lebih tahan lama. Kayu


(43)

Gambar 2.6. Kayu Panggoh

2.3. Beton

Beton merupakan suatu material batu yang diperoleh dengan membuat suatu campuran yang mempunyai proporsi tertentu dari semen, pasir dan koral atau agregat lainnya, dan air untuk membuat campuran tersebut menjadi keras dalam cetakan sesuai dengan bentuk dan dimensi struktur yang diinginkan. Kumpulan material tersebut terdiri dari agregat yang halus dan kasar. Semen dan air berinteraksi secara kimiawi untuk mengikat partikel – partikel agregat tersebut menjadi suatu massa yang padat. Tambahan air yang melampaui jumlah yang dibutuhkan untuk reaksi kimia ini diperlukan untuk memberikan campuran tersebut sifat mudah diolah yang memungkinkannya mengisi cetakan – cetakan dan membungkus baja penguat sebelum mengeras.

Beton dalam berbagai variasi sifat kekuatan dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari perbandingan jumlah material pembentuknya. Semen – semen khusus (seperti semen berkekuatan tinggi) dan agregat – agregat khusus (seperti bermacam – macam agregat ringan dan agregat berat) memungkinkan untuk mendapatkan variasi sifat – sifat beton yang lebih luas lagi. Sifat – sifat ini dalam banyak hal tergantung pada proporsi dari campurannya, pada kesempurnaan dari


(44)

adukan bahan – bahan pembentuk campuran tersebut dan pada kondisi kelembaban dan temperatur pada tempat diletakkannya campuran tersebut sejak saat ditempatkannya campuran tersebut dalam cetakan hingga mengeras sepenuhnya. Kekuatan beton ditaksir dengan mengukur kekuatan hancur dari kubus atau silinder uji yang dibuat dari adukan. Benda uji ini biasanya dirawatdan diuji setelah dua puluh delapan hari menurut prosedur standar.

2.3.1. Sifat – sifat Beton

Beton pada dasarnya merupakan campuran antara semen, kerikil, pasir, dan air dengan perbandingan campuran yang tertentu. Kadang – kadang beberapa bahan tambahan juga ikut digunakan dalam campuran beton ini untuk membuat beton yang memiliki sifat – sifat yang diinginkan, misalnya fly ash (abu terbang) atau material kimia lainnya. Air dan semen akan bereaksi menjadi pasta semen yang bertugas untuk mengikat kerikil dan pasir sehingga terbentuk struktur yang kaku dan memiliki kekuatan tertentu. Beton didapat dari pencampuran bahan – bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses dan perawatan beton berlangsung.

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding kuat tariknya, dan beton merupakan bahan berifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9% - 15% saja dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, dimana tulangan bajabertugas


(45)

memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan menahan gaya tekan.

2.3.1.1. Kuat Tekan Beton

Beton mempunyai sifat yang kuat terhadap tekan dan mempunyai sifat yang relatif rendah terhadap tarik. Maka pada umumnya beton hanya diperhitungkan mempunyai kerja yang baik di daerah tekan pada penampangnya. Hubungan regangan – regangan yang timbul karena pengaruh pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai dasar pertimbangan. Nilai dari kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimum fc’ dengan satuan N/mm2 atau MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton umur 28 hariberkisar antara nilai ± 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17 – 30 MPa (Dipohusodo, 1999).

Nilai dari kuat tekan beton ditentukan dari tegangan tekan tertinggi (fc’) yang dicapai benda uji umur 28 hari akibat beban tekan selama percobaan. Dengan demikian, seperti tampak pada gambar, harap dicatat bahwa tegangan fc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda uji hancur melainkan tegangan maksimum

pada saat regangan beton (εb) mencapai nilai ± 0,002. Kurva – kurva pada gambar 2.7 memperlihatkan hasil percobaan kuat tekan benda uji beton berumur 28 hari untuk berbagai macam adukan rencana.


(46)

Grafik 2.2. Diagram Tegangan - Regangan Batang Tulangan Baja Terhadap Kuat Tekan Beton

Kuat tekan pada umur 28 hari dapat dihitung dari data kuat tekan pada umur lainnya dengan menggunakan angka konversi yang diturunkan dilaboratorium terhadap benda uji yang dirawat di laboratorium maupun di lapangan. Bila percobaan ini tidak dilakukan, alternatif lain untuk mendapatkan kuat tekan beton 28 hari adalah dengan menggunakan tabel berikut ini, asalkan beton tersebut tidak menggunakan campuran tambahan atau agregat ringan.

Tabel 2.6. Perbandingan kuat tekan beton pada berbagai umur untuk benda uji silinder yang dirawat di laboratorium

Umur Beton ( Hari ) Portland Type I

3 0,46

7 0,70

14 0,88

21 0,99

28 1,00


(47)

Tolak ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan panjang, sebagai akibat tekanan yang diberikan. SK SNI 03 – 2847 – 2002 memberikan nilai modulus elastisitas beton yaitu:

• Untuk nilai wc di antara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus elastisitas beton (Ec):

Ec =(Wc)1.5 0.043 ��′� (dalam MPa) (2.7)

• Untuk beton normal Ec dapat diambil sebesar:

Ec = 4700 ��′� (2.8)

Dimana: Wc = Berat Satuan Beton (kg/m3)

f’c= Kuat Tekan Beton yang disyaratkan (MPa)

Nilai regangan tidak berbanding lurus dengan nilai tegangannya berarti bahan beton tidak sepenuhnya bersifat elastis, sedangkan nilai modulus elastisitas berubah – ubah sesuai dengan kekuatannya. Modulus elastisitas beton juga berubah – ubah tergantung kepada umur beton, sifat-sifat dari agregat dan semen, kecepatan pembebanan, jenis dan ukuran dari benda uji. Pada umumnya nilai kuat maksimum untuk mutu beton tertentu akan berkurang pada tingkat pembebanan yang lebih lamban atau slower rates ofstrain. Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Umumnya pada umur 7 hari kuat beton mencapai 70 % dan pada umur 14 hari mencapai 85% - 90% dari kuat beton umur 28 hari.


(48)

Nilai kuat tarik beton relatif jauh lebih rendah daripada nilai kuat tekan beton. Nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik beton yang tepat sulit untuk diukur. Kekuatan tarik beton seringkali diukur berdasarkan modulus tarik (modulus of rupture), yaitu tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan). Nilai ini sedikit lebih besar dari nilai tarik sesungguhnya. SNI 03-2847-2002 membatasi untuk beton normal, kekuatan beton dalam menahan tarik akibat lentur adalah: Fr 0,70f 'c = Fr ini biasa dikenal dengan tegangan retak

Dengan Ec dan f’c dalam Mpa. Harga ini harus dikalikan faktor 0,75 untuk beton ringan total dan 0,85 untuk beton ringan berpasir. Dari berbagai hasil percobaan terlihat bahwa kekuatan tarik beton sangat kecil dibandingkan kekuatan tekannya, sehingga dalam analisis atau desain kekuatan tarik beton diabaikan, dan beton dianggap hanya dapat menahan gaya tekan.

2.3.2. Bahan Penyusun Beton 2.3.2.1. Semen

Semen adalah bagian yang sangat penting dalam pembuatan beton. Fungsi semen adalah sebagai pengikat yang bersifat kohesif dan adhesif yang memungkinkan melekatnya fragment mineral menjadi suatu massa yang padat. Kegunaan semen ini semata – mata untuk bahan pengikat yang akan mengikat agregat halus dan agregat kasar dengan bantuan air dimana prosesnya disebut hidrasi sehingga bahan – bahan tersebut membentuk suatu kesatuan yang disebut beton. Pengikatan dan pengerasan dari semen hanya dapat terjadi karena adanya air, dan air inilah dapat yang melangsungkan reaksi – reaksi kimia guna melarutkan bagian – bagian dari semen


(49)

digunakan dalam pelaksanaan konstruksi beton harus mempunyai kualitas yang baik, sebab semen sangat menentukan kualitas beton itu sendiri.

1) Ordinary Portland Cement (OPC)

Merupakan jenis semen yang paling sering digunakan dalam pembangunan. Semen portland diklasifikasikan dalam lima tipe yaitu :

a.Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus seperti yang dipersyaratkan pada tipe – tipe lain. Tipe semen ini paling banyak diproduksi dan banyak dipasaran.

b. Tipe II (Moderate Sulfat Resistance)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahananterhadap sulfat atau panas hidrasi sedang. Tipe II ini mempunyai panas hidrasi yang lebih rendah dibanding semen Portland Tipe I. Pada daerah – daerah tertentu dimana suhu agak tinggi, maka untuk mengurangi penggunaan air selama pengeringan agar tidak terjadi Srinkage (penyusutan) yang besar perlu ditambahkan sifat moderat “Heatof hydration”. Semen Portland tipe II ini disarankan untuk dipakai pada bangunan seperti bendungan, dermaga dan landasan berat yang ditandai adanya kolom – kolom dan dimana proses hidrasi rendah juga merupakan pertimbangan utama.

c. Tipe III (High Early Strength)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan yang tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi. Semen tipe III ini dibuat dengan kehalusan yang tinggi blaine biasa mencapai 5000 cm2/gr dengan nilai C3S nya juga tinggi. Beton yang dibuat dengan menggunakan semen Portland tipe III ini dalam waktu 24 jam dapat mencapai kekuatan yang


(50)

sama dengan kekuatan yang dicapai semen Portland tipe I pada umur 3 hari, dan dalam umur 7 hari semen Portland tipe III ini kekuatannya menyamai beton dengan menggunakan semen portlan tipe I pada umur 28 hari.

d. Tipe IV (Low Heat Of Hydration)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi rendah. Penggunaan semen ini banyak ditujukan untuk struktur concrete

(beton) yang massive dan dengan volume yang besar, seperti bendungan, dam, dan lapangan udara. Dimana kenaikan temperatur dari panas yang dihasilkan selama periode pengerasan diusahakan seminimal mungkin sehingga tidak terjadi pengembangan volume beton yang bisa menimbulkan cracking (retak). Pengembangan kuat tekan (strength) dari semen jenis ini juga sangat lambat jika dibanding semen portland tipe I.

e. Tipe V (Sulfat Resistance Cement)

Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat. Semen jenis ini cocok digunakan untuk pembuatan beton pada daerah yang tanah dan airnya mempunyai kandungan garam sulfat tinggi seperti: air laut, daerah tambang, air payau dan sebagainya.

2). Sulphate Resisting Portland Cement ( SRPC ) Merupakan semen yang tahan terhadap sulfat. 3). Rapid Hardming Portland Cement ( RHPC )

Merupakan jenis semen yang cepat mengeras dan biasanya digunakan untuk bangunan air.

4). White Cement


(51)

Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi, yaitu berkisar 60% - 70% dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi, tetapi karena komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat – sifat beton. Dalam SNI 03-2847-2002 agregat didefinisikan sebagai material granuler, misalnya pasir, kerikil, batu pecah dan kerak tungku besi yang dipakai bersama – sama dengan media pengikat untuk membentuk semen hidrolik atau adukan. Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan (pecahan).

Secara umum agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus.

1. Agregat Halus

Agregat halus (pasir) adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton yang memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu (stone crusher).

2. Agregat Kasar

Agregat kasar (kerikil/batu pecah) berasal dari disintegrasi alami dari batuan alam atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh alat pemecah batu (stone crusher), dengan ukuran butiran lebih dari 5 mm atau tertahan pada saringan no.4. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm. Agregat yang ukurannya lebih besar dari 40 mm digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-tanggul penahan tanah, bronjong atau bendungan dan lainnya. Agregat


(52)

halus biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, kricak, batu pecah atau split.

2.3.2.3. Air

Air berguna untuk melarutkan semen sehingga akan menghasilkan senyawa hidrat arang yang dapat mengeras. Dalam konstruksi beton, air adalah bahan campuran yang turut menentukan mutu dari suatu beton. Oleh sebab itu pemakaian air dalam campuran beton harus diteliti terlebih dahulu agar jangan mengurangi mutu beton yang dihasilkan. Jumlah air yang dipakai untuk membuat adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran isi atau ukuran berat dan harusdilakukan dengan tepat. Air yang dipergunakan untuk pembuatan beton adalah air yang tidak mengandung minyak, asam, garam – garam alkali, bahan – bahan organik atau bahan – bahan yang dapat merusak mutu beton atau baja dan juga mempunyai pH yang tidak boleh > 6.

Apabila terdapat keragu – raguan mengenai air maka dianjurkan untuk mengirim contoh air yang akan dipakai ke lembaga pemeriksaan bahan – bahan yang diakui untuk diselidiki sampai berapa jauh air tersebut mengandung zat-zat yang dapat merusak beton atau tulangan baja. Penelitian ini dilakukan di laboratorium kimia. Apabila pemeriksaan tersebut tidak dapat dilakukan maka diadakan percobaan perbandingan antara kekuatan tekan mortar semen ditambah semen ditambah pasir ditambah air, dengan memakai air suling sebagai standard. Air tersebut dapat dianggap memenuhi syarat dan dapat dipakai apabila kekuatan tekan mortar pada umur 7 dan 28 hari paling sedikit adalah 90% dari kekuatan tekan mortar dengan menggunakan air suling pada umur yang sama.


(53)

• Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter,

• Tidak mengandung garam – garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gram/liter,

• Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter,

• Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

2.4. Kolom

Kolom adalah suatu elemen struktur yang mendapat beban aksial tekan

(compress) pada ujung – ujungnya dan tidak ada beban transversal. Sehingga kolom tidak mengalami lentur secara langsung (tidak ada beban tegak lurus terhadap sumbunya). Pada kolom, beban aksial yang diterima sangat dominan sehingga keruntuhan yang terjadi berupa keruntuhan tekan. Kolom yang ideal memiliki sifat elastis, lurus dan sempurna jika diberi pembebanan secara konsentris. Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya, posisi beban pada penampangnya, dan panjang kolom.

1) Berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya kolom dibagi menjadi :

 Kolom segiempat atau bujursangkar dengan tulangan memanjang dan sengkang.

 Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa sengkang atau spiral.

 Kolom komposit yaitu kolom yang bahan – bahannya terdiri dari dua jenis material yang berbeda sifatnya, yang disatukan sedemikian rupa untuk mendapatkan kekuatan yang lebih baik. Umumnya beton dengan profil baja struktural didalamnya.


(54)

Gambar 2.7. Jenis kolom berdasarkan bentuk dan susunan tulangan 2) Berdasarkan posisi beban pada penampangnya kolom dibagi menjadi :

 Kolom yang mengalami beban sentris (gambar 2.8.a) berarti tidak mengalami lentur.

 Kolom dengan beban eksentrisitas (gambar 2.8.b) mengalami momen lentur selain gaya aksial. Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentrisitas e.

P P

e


(55)

3) Berdasarkan panjang kolom dalam hubungannya dengan dimensi lateralnya kolom diklasifikasikan menjadi :

 Blok tekan pendek atau pedestal yakni jika ketinggian dari kolom tekan tegak kurang dari tiga kali dimensi lateral terkecil (panjang atau lebar).

 Kolom pendek adalah kolom yang nilai perbandingan antara panjangnya dengan dimensi penampang melintang relatif kecil. Jenis kolom ini tidak tergantung pada panjangnya dan apabila mengalami beban berlebihanakan mengalami kegagalan karena hancurnya material. Hal ini berarti, kolom pendek tidak mengalami bahaya tekuk. Oleh karena itu, kapasitas pikul – beban batas kolom ini tergantung pada kekuatan material yang digunakan.

 Kolom panjang yaitu jika ketinggian dari kolom lebih besar dari tiga kali dimensi lateralnya (panjang/lebar). Jenis kolom ini akan mengalami kegagalan akibat tekuk dan ketinggiannya atau panjangnya turut mempengaruhi kapasitas pikul-beban. Perilaku kolom panjang terhadap beban tekan diilustrasikan pada gambar 2.10.a.b.c. Apabila bebannya kecil, kolom masih dapat mempertahankan bentuk linearnya, begitu pula jika bebannya bertambah. Hingga pada saat beban yang diterima terus bertambah mencapai taraf tertentu, kolom tersebut tiba-tiba berubah bentuk seperti pada gambar 2.10.c. Inilah yang disebut dengan fenomena tekuk (buckling). Apabila suatu kolom telah menekuk, maka kolom tersebut tidak akan mampu lagi menerima beban tambahan sehingga sedikit saja penambahan beban akan dapat menyebabkan kolom tersebut runtuh/hancur. Dengan demikian,


(56)

kapasitas pikul bebannya adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal.

Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangannya leleh karena tarik atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu, kolom juga dapat mengalami keruntuhan apabila terjadi ketidakstabilan lateral, yakni terjadi tekuk

(buckling). Tekuk adalah suatu ragam kegagalan yang diakibatkan oleh ketidakstabilan suatu elemen struktur yang dipengaruhi oleh aksi beban yaitu beban tekuk. Beban tekuk adalah beban yang dapat menyebabakan suatu kolom menekuk, beban ini disebut juga beban kritis (Pcr).

Banyak faktor yang mempengaruhi beban tekuk (beban kritis) suatu kolom panjang dimana panjang kolom merupakan salah satu faktor penting. Pada umumnya kapasitas pikul – beban kolom berbanding terbalik dengan kuadrat panjang elemen. Faktor lain yang juga mempengaruhi besar beban tekuk adalah karakteristik kekakuan elemen struktur (jenis material dan bentuk serta ukuran penampang). Suatu elemen yang mempunyai kekakuan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan elemen berkekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur maka kekakuannya semakin kecil.

Kekakuan elemen struktur juga berkaitan dengan banyaknya dan distribusi material yang ada dan sifat material. Ukuran distribusi ini pada umumnya dapat dinyatakan dengan momen inersia I yang menggabungkan banyak material yang ada dengan distribusinya. Sedangkan ukuran untuk sifat material adalah modulus elastisitas E. Semakin tinggi nilai E, semakin tinggi pula kekakuannya. Hal ini berarti semakin besar pula tahanan kolom yang terbuat dari material itu untuk mencegah tekuk.


(57)

Faktor lain yang turut mempengaruhi besarnya beban tekuk adalah kondisi ujung elemen struktur. Suatu kolom dengan ujung-ujung bebas berotasi mempunyai kemampuan pikul-beban lebih kecil dibandingkan dengan kolom sama yang ujung – ujungnya dijepit. Adanya tahanan ujung menambah kekakuan sehingga juga meningkatkan kestabilannya dalam mencegah tekuk. Berikut ini adalah keterkaitan besarnya beban tekuk dengan berbagai kondisi ujung elemen struktur.

Gambar 2.9. Berbagai kondisi ujung kolom

Fenomena tekuk yang terjadi pada kolom panjang telah diamati oleh beberapa ilmuwan salah satunya adalah Leonheardt Euler yang dikenal dengan teori tekuk euler. Teori ini akan dibahas lebih lanjut pada subbab berikut.


(58)

2.5. Stabilitas Struktur Kolom

Masalah kesetimbangan erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Pemahaman terhadap masalah kesetimbangan merupakan hal yang penting. Konsep dari stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal dalam beberapa posisi yaitu :

a. Kesetimbangan stabil

Gambar 2.10.a. kesetimbangan stabil

Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih kecil daripada beban kritis (Pcr) maka kolom akan mengalami deformasi kecil. Apaila beban (P) dihilangkan deformasi juga hilang dan kolom kembali lurus (keadaan semula). Maka keadaan kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium).


(59)

Pada kolom panjang yang diberi beban (P) lebih besar daripada P pada kesetimbangan stabil sampai kolom mencapai beban tekuk kritis (Pcr) dengan kata lain P=Pcr sehingga kolom mengalami deformasi yang cukup besar. Dimana beban tekuk adalah beban maksimum yang dapat dipikul oleh kolom. Apabila deformasi tidak hilang dan kolom tidak kembali pada konfigurasi linear (lurus) maka akan ada konfigurasi baru meskipun beban (P) yang diberikan telah dihilangkan. Keadaan kesetimbangan ini disebut keadaan kesetimbangan netral (precarious equilibrium).

c. Kesetimbangan tidak stabil

Gambar 2.10.c. Kesetimbangan tidak stabil

Kolom diberi beban (P) yang lebih besar daripada beban tekuk kritis (Pcr) sehingga kolom akan mengalami lendutan yang sangat besar. Apabila beban terus bertambah secara konstan maka kolom akan terus berdeformasi sampai akhirnya runtuh/patah. Keadaan kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (Unstable equilibrium).


(60)

2.6. Teori Tekuk

Ada beberapa ilmuwan yang telah meneliti perilaku tekuk yang terjadi pada kolom. Dari penelitian tersebut, para ilmuwan ini mengungkapkan berbagai teori tekuk pada kolom. Beberapa teori mengenai tekuk kolom adalah sebagai berikut:

1. Leondhart Euler (1759) : batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil. Batasan kelangsingan kolom untuk rumus euler ini

adalah 100<λ<150.

2. Considere dan Esengger (1889) : kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastic dan bukan akibat tekuk elastic

3. Shanley (1946) : kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk

2.7. Teori Euler

Teori tekuk kolom yang pertama kali dikemukakan oleh Leonheardt Euler pada tahun 1759 adalah kolom dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis sehingga tekuk akan mengalami lengkungan yang kecil seperti gambar 2.7. Euler hanya menyelideki batang yang dijepit di salah satu ujung dengan tumpuan sederhana (simply supported) di ujung lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom berujung sendi, yang tidak memiliki pengekang rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil.


(61)

P P z z L

Y Posisi yang sedikit melengkung

Gambar 2.11. Kolom Euler

Pada titik sejauh x, momen lentur Mx (terhadap sumbu x) pada kolom yang sedikit melentur adalah :

Mx = P x y (2.9)

Dan karena, �2� ��2

=

��

��

(2.10)

Persamaan di atas menjadi : �2�

��2

+

���

�� = 0 (2.11)

Bila k2 = P/EI akan diperoleh �2�

��2

+

k

2

y = 0

(2.12)

Penyelesaian persamaan diferensial ber-ordo 2 ini dapat dinyatakan sebagai :

y = A sin kx + B cos kx (2.13)

Dengan menerapkan syarat batas

a. y = 0 pada x = 0; diperoleh 0 = A sin 0 + B cos 0 didapat harga B = 0 b. y = 0 pada x = L; karena harga A tidak mungkin nol, maka diperoleh harga

A sin kL = 0 (2.14)

Harga kL yang memenuhi ialah kL = 0, π, 2π, 3π, … nπ

Dengan kata lain, persamaan 2.14 dapat dipenuhi oleh tiga keadaan : 1. Konstanta A = 0, tidak ada lendutan.


(62)

2. kL = 0, tidak ada beban luar.

3. kL = π, syarat terjadinya tekuk, dan karena k2 = �

�� maka π = L

�� . Apabila

kedua ruas dikuadratkan π2

= L2 �

��maka diperoleh : Pkritis = Peuler = Pcr =

����

�� (2.15)

Ragam tekuk dasar pertama, yaitu lendutan dengan lengkung tunggal ( y = A sin x

dari pers.2.5 ), akan terjadi bila kL = π ; dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom yang bersendi pada kedua ujungnya dimana L adalah panjang tekuk yang dinotasikan Lk adalah :

Pcr=

��

���

(2.16)

Kelakuan kolom euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar :


(63)

2.8. Batas Berlakunya Persamaan Euler

Untuk mengetahui batas berlakunya persamaan Euler, harus dilihat hubungan antara tegangan kritis dengan kelangsingan kolom yang dinotasikan dengan ( λ ).

Dari persamaan 2.7 apabila kedua ruas dibagi dengan luas penampang, maka diperoleh :

� � =

�2��

��2�

(2.17)

Karena i2 = �

�maka diperoleh : �

=

�2��

��� �2; dimana ��

adalah kelangsingan (λ) maka diperoleh :

σ = �22� (2.18)

Batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis, dan batang tekan yang pendek dapat dibebani sampai bahan meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh. Keadaan ini disebut tekuk in elastis (tidak elastis).

Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi bila anggapan – anggapan di bawah ini berlaku :

1) Sifat tegangan – tegangan tekan sama di seluruh titik pada penampang. 2) Kolom lurus sempurna dan prismatic.

3) Resultante beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur.

4) Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi – sendi ekivalen dapat ditentukan.


(1)

σ = ฀฀฀ ฀฀฀

Pelastis =

฀฀฀฀฀

Pelastis

=

353,221 ฀฀

฀฀2฀ (10฀13)฀฀ 2

6,991

= 7568,263 kg.

σelastis = ฀฀฀฀฀฀฀฀ =

7568,263฀฀

130฀฀2

= 58,217 kg/cm

2

Sedangkan perhitungan Pultimate adalah sebagai berikut:

σ = �tk// (SNI 2002) = 794,748 kg/cm2

Pultimate =

฀฀฀฀฀

Pultimate

=

794,748 ฀฀

฀฀2฀ (10฀13)฀฀ 2

6,991

= 14778,607 kg.

σultimate = ฀฀฀฀฀฀฀฀฀ =

14778,607฀฀

130฀฀2

= 113,682 kg/cm

2

Tabel 4. 10. Perbandingan Hasil Penelitian dengan Hasil Analisis

Hasil Perhitungan Analitis

Pelastis = 7568,263 kg Pcr = 13694,799 kg Pultimate = 14778,607 kg

σelastis= 58,217 kg/cm2 σcr = 105,344 kg/cm2 σultimate= 113,682 kg/cm2

Hasil Percobaan di Laboratorium

Pelastis = 11500 kg Pcr = 16500 kg Pultimate = 18000 kg


(2)

Grafik 4.6 Hasil Penelitian Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton

4.5. Diskusi Perilaku Tekuk Kolom Komposit Kayu Panggoh – Beton

Dari pengujian tekuk yang dilakukan di laboratorium menunjukkan adanya pengaruh pembebanan yang diberikan terhadap kolom komposit yang mengakibatkan kolom mengalami ketidakstabilan lateral yang dikenal dengan fenomena tekuk (buckling). Pada saat kolom komposit diberikan beban hingga mencapai beban elastic (Pelastis = 11,5 Ton), kolom mulai tertekuk yang ditandai dengan adanya deformasi

yang terjadi (δ = 5,825 mm). Akan tetapi ketika beban dihilangkan kolom komposit masih kembali lurus seperti semula, inilah yang disebut dengan kesetimbangan stabil. Beban kembali diberikan pada kolom komposit dan terus ditambah secara konstan hingga kolom menekuk dan deformasi yang terjadi semakin besar (δ = 13,5 mm). Ketika beban dihilangkan kolom tetap tertekuk, tidak dapat kembali lurus seperti semula dengan kata lain telah terjadi suatu konfigurasi baru. Kondisi inilah yang dinamakan dengan kesetimbangan netral. Beban yang menyebabkan kolom komposit

y = 1447,6x R² = 0,8437

0 5000 10000 15000 20000 25000

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Be

ba

n

(

K

g

)

Deformasi ( mm )

Pelastis analitis=7568,263kg

Pcr analitis=13694,799kg

Pult analitis=14778,607kg

Pult eksperimen=18000kg

Pcr eksperimen=16500kg

Pelastiseksperimen=11500kg


(3)

ini menekuk dinamakan beban kritis (Pcr = 16,5 Ton). Pembebanan masih tetap

diberikan dan semakin bertambah (beban yang diberi lebih besar dari pada beban kritis), terlihat kolom semakin tidak stabil dan bergoyang deformasi yang terjadi semakin besar (δ = 15,35 mm) dan tidak linear hingga akhirnya kolom pun mengalami kegagalan.Keadaan ini dinamakan dengan kesetimbangan tidak stabil dan beban yang menyebabkan kegagalan ini disebut dengan beban ultimate (Pultimate = 18

Ton).

Pada saat kolom mencapai beban ultimate, kolom komposit kayu panggoh – beton mengalami kegagalan berupa retak/hancur pada ujung kolom yang mendapat pembebanan dari jack hydraulic. Akan tetapi, yang lebih dulu hancur adalah betonnya sementara kayu panggoh tidak mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh kurang rapatnya tulangan sengkang pada bagian ujung kolom.

Di samping itu, dari pengujian tekuk ini dapat terlihat pengaruh factor tekuk secara nyata terhadap kolom komposit sehingga mengakibatkan perbedaan yang cukup besar antara tegangan yang terjadi pada saat pengujian tekuk dengan tegan ijin kayu. Dimana factor tekuk juga berkaitan dengan angka kelangsingan dan berpengaruh terhadap panjang efektif kolom.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Dari hasil perhitungan secara analisis beban elastic (Pelastis) = 7568,263 kg;

beban kritis (Pcr) kolom komposit kayu panggoh – beton adalah 13694,799 kg dengan

σcr = 105, 344 kg/cm2 dan beban ultimate ( Pultimate ) = 14778,607 kg.

2. Dari hasil pengujian di Laboratorium sampel yang diperoleh :

 Pelastis = 11500 kg dengan deformasi (δ) = 5,825 mm dan σ = 88,4615 kg/cm2

 Pcr = 16500 kg dengan deformasi (δ) = 13,5 mm dan σcr = 126,923 kg/cm2

 Pultimate = 18000 kg dengan deformasi (δ) = 15,35 mm dan σ = 138,4615

kg/cm2

3. Perbandingan antara hasil perhitungan analitis dengan hasil percobaan yang dilakukan di laboratorium adalah sebagai berikut:

 Perbandingan Pelatis = 7568,263 kg:11500 kg = 1,51

 Perbandingan Pcr = 13694,799 kg:16500 kg = 1,205

 Perbandingan Pultimate = 14778,607 kg: 18000kg = 1,218

4. Perbedaan antara beban kritis (Pcr) yang diperoleh dari perhitungan

berdasarkan teori dengan beban kritis (Pcr) yang diperoleh dari pengujian tekuk yang

dilakukan di laboratorium adalah sebesar 2,8 Ton.

5. Perbedaan antara tegangan kritis (σcr) yang diperoleh dari perhitungan

berdasarkan teori dengan tegangan kritis (σcr) yang diperoleh dari pengujian tekuk

yang dilakukan di laboratorium adalah sebesar 21,579 kg/cm2.


(5)

5.2. Saran

1. Struktur komposit kayu panggoh – beton hancur di beton sedangkan kayu masih dalam keadaan utuh jadi mutu beton harus ditingkatkan lagi supaya kekuatan beton dan kayu seimbang.

2. Perlu diadakan penelitian kembali pada kolom komposit kayu panggoh – beton untuk mendapatkan hasil yang memiliki nilai akurasi yang tinggi.

3. Perlu dilakukan penelitian perilaku tekuk kolom komposit kayu panggoh – beton dengan berbagai kondisi perletakan seperti perletakan jepit – jepit, jepit – sendi. 4. Untuk mencegah terjadinya retak pada ujung kolom, maka jarak tulangan sengkang pada bagian ini perlu dirapatkan.

5. Untuk penelitian kolom komposit kayu panggoh – beton selanjutnya harap memperhatikan agregat yang digunakan agar dapat melaksanakan pengecoran dengan baik.

6. Perlunya alat – alat laboratorium yang memadai dan terbaru untuk mendapatkan hasil percobaan yang lebih akurat.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1994. SK SNI 03-3400-1994: Metode Pengujian Kuat Geser Kayu diLaboratorium. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan.

Anonim. 2002. SK SNI 03-2847-2002: Tata Cara Perhitungan Struktur Betonuntuk Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional.

Anonim.2002. Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PPKI NI-5).Jakarta: Badan Standar Nasional.

Awaludin, Ali. 2005. Konstruksi Kayu Edisi Kedua. Yogyakarta: Biro Penerbit KMTS UGM.

Apriana, Indri. 2011. Perhitungan Beban dan Tegangan Kritis Pada Kolom Komposit Baja – Beton (Studi Literature). Medan: Fakultas Teknik USU.

Anggraini, Vivi. 2013. Perilaku Balok Komposit Kayu Panggoh – Beton Dengan Diisi Kayu Panggoh di Dalam Balok Beton (Eksperimen). Medan: Fakultas Teknik USU.

Dipohusodo, Istimawan. 1994. Struktur Beton Bertulang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Depari, Yelena Hartanti. 2013. Eksperimen Tekuk P Kritis Pada Circular Hollow Sections. Medan: Fakultas Teknik USU.

Frick, Heinz. 1982. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Yogyakarta: Kanisius.

Iswanto, Apri Heri. 2009. Jurnal: Aren (Arenga Pinnata). Medan: Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU.

Keliat, Siska Monika. 2009. Analisis Tekuk Kolom Konstruksi Kayu Dengan Menggunakan Pelat Kopel. Medan: Fakultas Teknik USU.