Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus Albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat Dan Respons Biometrik Pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat.

KERAGAMAN GENETIK TIGA POPULASI BELUT SAWAH
Monopterus albus (Zuiew, 1793) ASAL JAWA BARAT DAN RESPONS
BIOMETRIK PADA MEDIA AIR BERSALINITAS TANPA SUBSTRAT

AHMAD FAHRUL SYARIF

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Keragaman Genetik Tiga
Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan
Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015
Ahmad Fahrul Syarif
NIM C151130401

RINGKASAN
AHMAD FAHRUL SYARIF. Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah
Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada
Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat. Dibimbing oleh DINAR TRI
SOELISTYOWATI dan RIDWAN AFFANDI.
Belut sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) merupakan salah satu
komoditas perikanan yang memiliki prospek pasar dan nilai ekspor tinggi.
Permintaan belut sawah di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat
belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan
hasil tangkapan dari alam, sementara populasinya semakin menurun karena
berkurangnya areal persawahan dan pencemaran lingkungan. Upaya yang dapat
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi belut sawah yang terus meningkat
adalah dengan menggali potensi pengembangannya secara berkelanjutan melalui

budidaya. Keberhasilan dalam kegiatan budidaya ditentukan oleh mutu sumber
genetik dan respons organisme terhadap proses pengadaptasian dari kondisi alami
menuju kondisi budidaya yang terkontrol yaitu pemeliharaan dalam wadah terbatas
dan lingkungan buatan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi sumber genetik belut
sawah asal Jawa Barat serta respons biometriknya dalam pemeliharaan pada media
air bersalinitas untuk pengembangan budidaya. Sampel belut sawah merupakan
hasil tangkapan dari 3 lokasi di Cianjur, Sukabumi dan Karawang yang berukuran
19-26,5 cm dan bobot 4,95-11,4 gram. Sebanyak 30 ekor setiap populasi digunakan
untuk pengukuran truss morfometrik dan sampel sirip dianalisis secara molekuler
menggunakan metode Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD), serta 200
ekor untuk pengujian respons biometrik pada media air bersalinitas. Percobaan
dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan
perbedaan salinitas media pemeliharaan yaitu 0, 6, 12 ppt diulang tiga kali dengan
padat penebaran 1 kg/m2. Pemeliharaan belut sawah dilakukan selama 30 hari pada
media air tanpa substat dengan pemberian shelter (pelindung) berupa potongan pipa
paralon berdiameter ¾ inchi dan panjang 20 cm serta pergantian air 100% setiap
hari. Wadah pemeliharaan berupa bak plastik berwarna biru dengan dimensi
50x30x30 cm. Pemberian pakan sebanyak satu kali per hari secara at satiation
berupa cacing sutera Tubificidae. Pengukuran parameter respons biometrik

dilakukan setiap 10 hari sekali meliputi tingkat kelangsungan hidup, pertambahan
panjang dan bobot, biomassa panen (yield) dan kadar glukosa darah, serta
pengukuran gradien osmotik yang dilakukan pada akhir pemeliharaan.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat keragaman genetik belut sawah
populasi asal Karawang (23,72%) dan Cianjur (22,91%) lebih tinggi dibandingkan
populasi asal Sukabumi (19,47%), serta terdapat kemiripan genotipe dan fenotipe
truss morfometrik antara populasi belut sawah asal Karawang dengan Cianjur
(I=0,0474) dibandingkan dengan populasi Sukabumi (I=0,0652). Respons
biometrik belut sawah menunjukkan optimal pada salinitas 6 ppt yang ditandai
dengan pola penurunan nilai glukosa darah dan gradien osmotik. Secara umum
populasi asal Karawang lebih unggul dibandingkan populasi Cianjur dan Sukabumi
berdasarkan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik, pertambahan
bobot dan panjang harian serta biomassa panen.
Kata kunci : Monopterus albus, truss morfometrik, RAPD, biometrik

SUMMARY
AHMAD FAHRUL SYARIF. Genetic Diversity of Three Populations of Asian
Swamp Eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) from West Java and Biometric
Responses on Water Salinity Without Substrate. Supervised by DINAR TRI
SOELISTYOWATI and RIDWAN AFFANDI.

Asian swamp eel Monopterus albus (Zuiew, 1793) is the one of fisheries
products which is prospective of market and have high value of export. The increase
of demand asian swamp eel in domestic market and abroad can’t be fullfilled due
to the limitedness of production catches from nature and in the meantime the seed
population decline caused by reduction of rice field available for cultivation and
water pollution. For fulfillment needs of asian swamp eel production so that the
potency of wild population needs to be developed for sustainable the harvesting
through culture techniques. The Success of aquaculture activities are determined by
the quality of genetic source and biometric response to the adaptation process from
wild toward aquaculture condition that is limited by artifical environment.
The research aimed to evaluate the genotypes and phenotypes of asian
swamp eel from West Java and the biometric responses culture conditions with
media water salinity. Samples of asian swamp eel catches sized of 19-26.5 cm and
a weight of 4.95-11.4 grams were collected from three location (Cianjur, Sukabumi,
Karawang). The 30 samples of each population were conducted to truss
morphometric measurement and RAPD analysis for genetic characterization, and
200 individuals for biometric response on media water salinity. The culture
experiments was performed in different water without substrate by giving a shelter
from PVC pipe sized of ¾-inch and 20 cm lenght. Scheme of cultivation experiment
was designed using a completely randomized design (CRD) three level of salinity

treatments 0, 6, 12 ppt repeated three times with stocking density 1 kg / m2. The
rearing was performed using blue plastic tub sized 50 x 30 x 30 cm. Cultivation
experiment was carried out for 30 days with 100% water changed per day and
feeding from kind of silk worms Tubificidae was taken once a day with at satiation
manner. The Parameter measurements were sampled every 10 days consisted of
survival rate, length and weight, biomass of harvest (yield), blood glucose levels,
and osmotic gradient pressure measured at the end of treatments.
The results showed genetic diversity of asian swamp eel population from
Karawang (23.72%) and Cianjur (22.91%) were higher than population from
Sukabumi (19.47%), and there were similarity relationship between the asian
swamp eel from Karawang and Cianjur (I = 0.0474) compared of population from
Sukabumi (I = 0.0652) based on RAPD profile as well as the value ratio of truss
morphometric phenotypes. The biometric responses of asian swamp eel to the water
salinity 6 ppt showed the optimal response characterized by decrease in blood
glucose values and osmotic gradient. The populations from Karawang showed the
superior performance than the population of Cianjur and Sukabumi based on
survival rate, specific growth rate, daily weight gain and length and yield
Keywords : Monopterus albus, truss morphometric, RAPD, biometrics

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN GENETIK TIGA POPULASI BELUT SAWAH
Monopterus albus (Zuiew, 1793) ASAL JAWA BARAT DAN RESPONS
BIOMETRIK PADA MEDIA AIR BERSALINITAS TANPA SUBSTRAT

AHMAD FAHRUL SYARIF
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tatag Budiardi, MSi

Judul Tesis : Keragaman Genetik Tiga Populasi Belut Sawah Monopterus albus
(Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan Respons Biometrik pada Media
Air Bersalinitas Tanpa Substrat
Nama
: Ahmad Fahrul Syarif
NIM
: C151130401

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA
Ketua


Prof Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 21 Agustus 201519
Mei 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Keragaman Genetik Tiga
Populasi Belut Sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) Asal Jawa Barat dan
Respons Biometrik pada Media Air Bersalinitas Tanpa Substrat”
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Prof Dr Ir Ridwan
Affandi, DEA selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan
arahan dan bimbingan selama pengerjaan penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini.
2. Bapak Dr Ir Tatag Budiardi, MSi selaku dosen penguji luar komisi dan Ibu
Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku komisi program studi ilmu akuakultur atas
masukan, saran dan perbaikan dalam penelitian serta penulisan karya ilmiah
ini.
3. Ibu Ir Yani Hadiroseyani, MM, Ibu Dr Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi,
Bapak Ir Harton Arfah, MSi dan Bang Robin, SPi, MSi atas dukungan,
masukan, semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
4. Rekan-rekan penelitian belut sawah (Yodi Husein, Fenti Nurul dan Risma
Suryani)
5. Rekan-rekan sepenelitian di kolam percobaan Babakan (Bang Herjayanto
SPi, Kak Hasrah, SSi, Anna Nurkhasanah, Rahmadhani, Wulan Nurindah,

Winy Yusrina, Hamzah Muhammad Ikhsan dan Dhani Prasetyo)
6. Rekan-rekan satu laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme
Akuakultur Pascasarjana 2013 (Kak Tuti Puji Lestari, SPi, Bang Radhi
Fadhillah, SPi, Kak Dwi Mulyasih, SPi dan rekan semuanya se-Lab RGOA
BDP IPB)
7. Keluargaku tercinta terutama ayah, ibu dan kedua adik tersayang (Astuti
Dwi Cahya dan Intan Furaida Shafira), om Wayan dan bule Wulan serta
keluarga besar atas segala doa dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
8. Teman-teman Ilmu Akuakultur 2013.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan karya imiah ini. Penulis berharap penelitian yang dituangkan
dalam sebuah karya ilmiah berupa tesis ini dapat memberikan banyak manfaat
sesuai dengan yang diharapkan. Sebagian hasil penelitian ini akan di publikasikan
pada Jurnal Iktiologi Indonesia.
Akhir kata, penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015


Ahmad Fahrul Syarif

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat

xii
xii
xiii
1
1
3
3
4

2 METODE
Waktu dan Tempat
Koleksi Materi Uji
Pengukuran Truss Morfometrik
Analisis Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD)
Pemeliharaan pada Media Air Bersalinitas
Prosedur Pemeliharaan
Parameter Uji
Analisis Data

4
4
4
5
6
7
7
8
10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA)
Polimorfisme dan Heterosigositas
Uji Perbandingan Berpasangan Fst
Jarak Genetik
Truss Morfometrik
Respons Biomterik Belut Sawah pada Media Air Bersalinitas

10
10
11
12
12
13
15

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

21
21
21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

40

DAFTAR TABEL
1 Sumber genetik, asal populasi dan letak geografis pengambilan sampel belut
sawah (M. albus)
4
2 Pengukuran parameter kualitas air lokasi sampling belut sawah (M. albus) di
Cianjur, Sukabumi dan Karawang
5
3 Kualitas air pada media pemeliharaan belut sawah (M. albus) populasi Cianjur,
Sukabumi dan Karawang
8
4 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi
12
5 Derajat polimorfisme dan heterosigositas
12
6 Uji perbandingan berpasangan Fst pada 3 primer
12
7 Jarak genetik belut sawah (M. albus) asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi,Karawang)
12
8 Koefisien keragaman (KK) rasio morfometrik belut sawah M. albus populasi
asal Cianjur, Sukabumi, Karawang
13
9 Tingkat kelangsungan hidup belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
15
10 Laju pertumbuhan harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
15
11 Pertambahan bobot harian belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
16
12 Pertumbuhan panjang mutlak belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
16
13 Biomassa panen (yield) belut sawah M. albus asal Jawa Barat (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
17

DAFTAR GAMBAR
1 Karakter morfometrik belut sawah M. albus (Wijana, 1999)
5
2 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR
1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPA-09
10
3 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR
1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPC-02
11
4 Amplifikasi DNA : SK 1-5 populasi Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR
1-5 populasi Karawang menggunakan primer OPC-05
11
5 Dendrogram hubungan genetik 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa
Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang)
13
6 Dendogram rasio fenotipe truss morfometrik belut sawah M. albus asal Jawa
Barat (Cianjur, Sukabumi, Karawang)
14
7 Fungsi diskriminan kanonikal 3 populasi belut sawah M. albus asal Jawa Barat
(Cianjur, Sukabumi, Karawang) berdasarkan karakter morfometrik
14
8 Profil glukosa darah belut sawah M. albus populasi (A) Cianjur (B) Sukabumi
(C) Karawang pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt
17
9 Gradien osmotik belut sawah M. albus populasi Cianjur, Sukabumi, Karawang
pada perlakuan salinitas 0, 6 dan 12 ppt akhir pemeliharaan
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus)
populasi Cianjur
24
2 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus)
populasi Sukabumi
25
3 Data pengukuran 8 karakter truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus)
populasi Karawang
26
4 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Cianjur
27
5 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Sukabumi 28
6 Data rasio truss morfometrik belut sawah (Monopterus albus) populasi Karawang 29
7 Uji Manova 7 perbandingaan truss karakter morfometrik belut sawah populasi Cianjur,
Sukabumi dan Karawang (Levene’s test)
30
8 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter tingkat kelangsungan
hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
30
9 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter tingkat kelangsungan
hidup belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
31
10 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter laju pertumbuhan
harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
31
11 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter laju pertumbuhan
harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
32
12 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter pertambahan bobot
harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
33
13 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertambahan bobot
harian belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
34
14 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter pertumbuhan panjang
mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
35
15 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter pertumbuhan panjang
mutlak belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
36
16 Uji Anova dan uji lanjut Duncan intrapopulasi pada parameter biomassa panen (yield)
belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
37
17 Uji Anova dan uji lanjut Duncan interpopulasi pada parameter biomassa panen (yield)
belut sawah populasi Cianjur, Sukabumi dan Karawang
38
18 Skoring penentuan populasi terbaik berdasarkan peringkat (Karawang)
39
19 Penentuan populasi terbaik berdasarkan rata-rata tertinggi (Karawang)
39

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belut sawah Monopterus albus (Zuiew, 1793) merupakan salah satu
komoditas perikanan yang memiliki prospek pasar dan nilai ekspor tinggi. Ekspor
belut dari Jakarta ke Hongkong telah berlangsung sejak tahun 1979. Potensi pasar
lokal belut saat ini juga tergolong besar, contohnya di Jakarta membutuhkan 20 ton
per hari sedangkan di Yogyakarta membutuhkan sebanyak 30 ton per hari untuk
memenuhi 150 industri rumah tangga, sementara untuk daerah lain permintaan
mencapai ratusan kilo per hari. Data produksi tahun 2010 menunjukkan bahwa,
ekspor belut Indonesia diarahkan ke beberapa negara besar konsumen belut di
dunia seperti China, Hongkong, Jepang, Singapura, Taiwan, Korea dan Thailand.
Volume ekspor belut sebanyak 2.189 ton pada tahun 2007 dan meningkat di tahun
2008 yaitu 2.676 ton, hingga sampai akhir tahun 2009 sebanyak 4.744 ton dengan
peningkatan sebesar 77,2 % dibandingkan tahun 2008 (WPI 2010)
Permintaan belut di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat
belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan
hasil tangkapan dari alam dan menurunnya populasi benih yang tersedia untuk
budidaya. Penurunan populasi di alam berkaitan erat dengan musim dan
penangkapan yang intensif terutama terhadap calon-calon induk. Selain itu, habitat
hidup belut di alam semakin sempit akibat konversi lahan serta pencemaran
insektisida dan pestisida di areal persawahan. Upaya yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi yang terus meningkat adalah dengan menggali
potensi pengembangan belut yang berkelanjutan dengan penguasaan teknik-teknik
budidaya. Keberhasilan dalam kegiatan budidaya ditentukan oleh mutu sumber
genetik dan respons genetik terhadap proses pengadaptasian populasi dari kondisi
alami menuju kondisi budidaya yang terkontrol yatu wadah terbatas dan lingkungan
buatan. Manipulasi yang dilakukan pada lingkungan budidaya dimaksudkan supaya
ikan dapat beradaptasi pada kondisi-kondisi tertentu. Apabila tingkat keberhasilan
hidup dalam lingkungan budidaya dapat terlampaui maka aplikasi dan transfer
teknologi budidaya dapat berkembang menuju produksi skala besar yang
menguntungkan dan berkelanjutan (Maskur 2002).
Belut sawah merupakan spesies dengan ciri morfologis beragam yang
dilaporkan paling sedikit terdapat 3 jenis yang berbeda jarak genetiknya
berdasarkan analisis mt-DNA (Collins et al. 2002). Sebaran populasi belut sawah
sangat luas dan mencakup India, China, Jepang, Malaysia, Indonesia, Bangladesh,
Thailand dan Vietnam (Khanh & Ngan 2010). Belut digolongkan sebagai ikan
fakultatif air breather yang memiliki alat pernafasan tambahan berupa kulit tipis
berlendir di rongga mulutnya dan mengambil oksigen langsung dari udara bebas
(Iversen et al. 2013). Habitat hidup belut sawah adalah media air berlumpur dengan
kondisi suhu lebih dari 26oC dan ketinggian tempat habitat hidupnya adalah 40-400
dpl (Affandi et al. 2003), dan bersifat nokturnal. Belut sawah merupakan organisme
osmoregulator (melakukan osmoregulasi) yang memiliki kemampuan dalam
menjaga tekanan osmolaritas di dalam tubuhnya terhadap kondisi lingkungan dalam

2

hal ini media air dengan cara menyeimbangkan keluar masuknya ion-ion kimia Na+
dan Cl- melalui transpor aktif dari ginjal atau epitel insang (Evans 1993).
Sebagai hewan osmoregulator belut sawah melakukan aktivitas
osmoregulasi, habitat belut adalah media air berlumpur dengan substrat berperan
sebagai penahan masuknya air kedalam tubuh dan keluarnya garam-garam dari
dalam tubuhnya sehingga kondisi homeostasis terjaga. Menurut Khanh dan Ngan
(2010) belut sawah dilaporkan dapat dipelihara pada wadah budidaya dengan media
air tanpa lumpur. Pemeliharaan belut sawah dalam media air tanpa substrat dapat
memudahkan pemantauan, selain itu kepadatan juga dapat ditingkatkan dan
kanibalisme dapat ditekan (Khanh & Ngan 2010). Perubahan habitat belut sawah
pada pemeliharaan di media air tanpa substrat akan mempengaruhi kondisi
fisologisnya terutama berkaitan dengan osmoregulasi yang mempengaruhi
kemampuan digesti dan absorbsi nutrien, laju metabolisme (katabolisme dan
anabolisme) di dalam tubuh. Salinitas berpengaruh langsung apabila gradien
osmotik antara cairan tubuh dengan cairan media mendekati isoosmotik, pada
kondisi ini proses fisiologis akan berjalan dengan optimal (homeostasis).
Respons adaptasi organisme terhadap perubahan lingkungan yang berbeda
dengan kondisi habitat di alamnya menentukan keberlanjutan hidupnya secara
individual atau pada skala populasi. Sumber genetik sebagai pelaku hereditas secara
individual memiliki karakteristik genotipe dan fenotipe yang spesifik serta beragam
berdasarkan sebaran geografisnya. Keragaman genetik yang tinggi memiliki tingkat
adaptasi yang lebih baik terhadap kondisi lingkungan hidupnya sehingga lebih
lestari dalam jangka lama. Proses penyesuaian diri organisme dari alam yang
kemudian dipelihara secara terkontrol dalam wadah budidaya akan mempengaruhi
respons fisiologi dan tingkah laku yang akan berdampak pada perubahan fenotipe
biometriknya. Dalam hal ini, terdapat hubungan antara keragaman genetik dengan
ragam fenotipe dan kinerja produksinya (Gjederm 2005; Wei et al. 2006).
Keragaman genetik populasi di alam maupun dalam proses budidaya
dimungkinkan mengalami reduksi apabila ukuran populasi terbatas karena
gangguan lingkungan atau habitat yang tidak memadai. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan tingkah laku karena respons fisiologi dan reproduksi sebagai
upaya menyesuaikan terhadap lingkungannya. Penurunan ragam genetik dapat
mengurangi kebugaran populasi, respons adaptasi dan kinerja produksinya.
Kelestarian populasi dapat berlangsung apabila kondisi lingkungan optimal dan
sumber keragaman genetik memadai untuk merespons lingkungannya sehingga
mendukung kelangsungan hidup dan bereproduksi secara acak (random mated).
Ekspresi genotipe dimungkinkan tidak maksimal apabila berada pada lingkungan
yang tertekan atau sub-optimal. Status genotipe heterozigot menunjukkan fenotipe
yang lebih unggul dibandingkan dengan homozigot terkait dengan potential fitness
dan efek heterosis (hybrid vigour) yang menunjukkan respons adaptasi lebih tinggi
yang berasal dari kontribusi gen aditif, diantaranya berkaitan dengan pertumbuhan
(Tave 1994).
Dalam kegiatan budidaya, optimalisasi lingkungan yang mendukung proses
adaptasi dan kinerja produksi dilakukan dengan rekayasa lingkungan dalam upaya
memberikan suatu kondisi yang nyaman sehingga memungkinkan kinerja
produksinya maksimal. Pada umumnya rekayasa yang pernah dilakukan
diantaranya dengan peningkatan salinitas (Holiday 1969; Boyd 1982), mengurangi
pencahayaan misalnya dengan pemberian shelter pada lobster air tawar (Austin &
Verhoef 1998), ikan sidat (Yudiarto et al. 2012) dan ikan kerapu (Langkosono
2007). Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi potensi keragaman genetik

3

belut sawah asal Jawa Barat yang dikoleksi dari persawahan di tiga lokasi (Cianjur,
Sukabumi, Karawang) dengan ketinggian lokasi yang berbeda serta respons
adaptasinya terhadap proses domestikasi pada kondisi budidaya dalam media air
tanpa substrat dan pemberian salinitas. Analisis keragaman genetik intra dan
interpopulasi digunakan untuk menentukan potensi sumber genetik populasi yang
memiliki respons adaptasi paling baik serta kinerja produksi yang optimal pada
pemeliharaan dalam wadah budidaya.
Rumusan Masalah
Permintaan belut di pasar dalam negeri dan luar negeri yang terus meningkat
belum dapat terpenuhi karena keterbatasan produksi yang masih mengandalkan
hasil tangkapan dari alam dan menurunnya populasi akibat konversi areal
persawahan dan pencemaran air yang berasal dari penggunaan pestisida dan
detergent. Upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan produksi yang
terus meningkat adalah pengembangan budidaya belut yang berkelanjutan.
Keberhasilan budidaya antara lain ditentukan oleh ketersediaan sumber genetik
yang bermutu dan lingkungan budidaya yang memadai untuk menjamin kesuksesan
adaptasi populasi dari kondisi alami menuju kondisi budidaya dalam wadah terbatas
dan lingkungan buatan. Rekayasa wadah budidaya dimaksudkan agar
menyesuaikan dengan kondisi habitatnya sehingga kualitas air dapat ditolerir oleh
ikan dengan tingkat adaptasi yang tinggi. Proses penyesuaian diri organisme dari
habitat alaminya terhadap lingkungan terkontrol dalam wadah budidaya diduga
mempengaruhi tingkah laku, respons fisiologis dan berdampak pada perubahan
fenotipe biometrik. Dalam hal ini, terdapat interaksi antara faktor genetik dan
lingkungan terhadap keragaman fenotipe produksi. Keragaman genetik yang tinggi
memiliki tingkat adaptasi yang lebih baik terhadap perubahan lingkungan sehingga
lebih mampu bertahan hidup dan berproduksi secara optimal. Analisis sumber
genetik dilakukan dengan pendekatan molekuler dan karakterisasi truss
morfometrik pada tiga populasi belut sawah asal Jawa Barat yaitu Cianjur,
Sukabumi dan Karawang. Selanjutnya pengadaptasian dalam budidaya dilakukan
dengan pendekatan manipulasi lingkungan berupa perlakuan salinitas dalam wadah
budidaya dengan media air tanpa substrat agar menyesuaikan kondisi alaminya
sebagai hewan osmoregulator yang memerlukan keseimbangan beban osmotik dan
bersifat nocturnal. Hubungan interaksi antara keragaman genetik dan respons
biometrik belut sawah terhadap kondisi lingkungan budidaya akan dievaluasi untuk
menentukan populasi yang potensial memiliki respons adaptasi paling baik
berdasarkan parameter biometrik dan kinerja produksinya.
Tujuan
1.

2.

Penelitian ini bertujuan untuk :
Mengevaluasi keragaman genetik populasi belut sawah M. albus (Zuiew,
1793) asal Cianjur, Sukabumi dan Karawang melalui analisis molekuler
dengan metode RAPD (Randomly Amplified Polymoprhyc DNA) dan
karakteristik fenotipe truss morfometrik
Menganalisis respons biometrik belut sawah M. albus (Zuiew, 1793) asal
Cianjur, Sukabumi dan Karawang terhadap kondisi lingkungan budidaya
dalam media air tanpa substrat dengan manipulasi salinitas untuk menentukan
kondisi lingkungan yang optimal dan populasi yang memiliki tingkat adaptasi
dan kinerja produksi yang terbaik.

4

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sumber genetik
belut sawah asal Jawa Barat yang potensial untuk dikembangkan dalam kegiatan
budidaya dengan teknik pemeliharaan dalam media air tanpa substrat.

2 METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Mei
2015. Koleksi sampel belut sawah dilakukan di tiga lokasi persawahan yang
terdapat di Jawa Barat yaitu Cianjur, Sukabumi dan Karawang (Tabel 1).
Tabel 1 Sumber genetik, asal populasi, letak geografis dan ketinggian lokasi
pengambilan sampel belut sawah M. albus
Nama
Populasi

Kode
Sampel

Sumber Asal
Ketinggian
Lintang
Bujur
Populasi
Lokasi
Kec. Cibeber,
Cianjur
CJ
6°56'8.31"S 107° 8'11.89"T429 dpl
Kab. Cianjur
Kec. Sukaraja
Sukabumi
SK
6°36'40.12"S 106°50'50.42"T673 dpl
Kab. Sukabumi
Kec. Purwasari,
Karawang
KR
6°21'57.76"S 107°24'52.03"T 51 dpl
Kab. Karawang
*Sumber : Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (2015)

Suhu
Lokasi*
20-31°C
17-30°C
22-34°C

Analisis molekuler dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, analisis kualitas air di
Laboratorium Lingkungan (Departemen Budidaya Perairan IPB), analisis
osmolaritas darah dilakukan di Laboratorium Embriologi (Fakultas Kedokteran
Hewan IPB), dan pengujian budidaya dengan pemeliharaan pada media air tanpa
substrat dan bersalinitas dilakukan pada Laboratorium Kolam Percobaan Babakan
(Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB).
Koleksi Materi Uji
Belut sawah dikoleksi dari sumber populasi yang hidup di lahan persawahan
setempat. Belut sawah hasil tangkapan berukuran 10-50 cm dari setiap populasi
diambil 30 sampel untuk karakterisasi genotipe dan fenotipe morfometrik, serta 200
ekor untuk percobaan pemeliharaan pada wadah budidaya. Pada setiap lokasi
pengambilan sampel, dilakukan pengukuran kualitas air sebanyak 5 titik pada areal
persawahan dan sumber air sekitar lokasi pengambilan sampel yang meliputi; suhu,
pH, konduktivitas, kekeruhan, total dissolved solid (TDS), dissolved oxygen (DO),
dan salinitas menggunakan alat multichecker HORIBA U-50® (Tabel 2).

5

Tabel 2 Pengukuran parameter fisika-kimia air lokasi pengambilan sampel belut
sawah M. albus di Cianjur, Sukabumi dan Karawang
Parameter Kualitas Air
o

Suhu ( C)
Konduktivitas (mS/cm)
Kekeruhan (NTU)
TDS (g/L)
DO (mg/L)
pH
Salinitas (g/L)

Cianjur

Populasi
Sukabumi

Karawang

24,22-30,94
0,19-0,32
15,40-104,00
0,12-0,21
5,91-13,67
6,64-7,48
0,10-0,20

23,49-24,93
0,12-0,19
0,00-275,00
0,08-0,12
1,41-7,68
7,44-9,36
0,0-0,10

31,59-34,70
0,00-0,40
0,00-1000,00
0,00-0,26
4,5-13,55
7,23-7,79
0,0-0,20

Parameter biologi yang diukur adalah bobot dan panjang tubuh serta
dilakukan identifikasi status kelaminnya berdasarkan pengamatan gonad. Untuk
preparasi analisis genotipe diambil sampel sirip atau bagian tubuh belut sawah
sebanyak 5-10 mg kemudian diawetkan di dalam alkohol 96% dalam tabung
eppendorf 1,5 ml.
Pengukuran Truss Morfometrik
Sebelum melakukan pengukuran parameter morfometrik, belut sawah
terlebih dahulu dipingsankan dengan menggunakan obat bius komersial Stabilizer
Arowana® dengan dosis 4 ml larutan per satu liter air. Karakterisasi morfometrik
yang diukur meliputi delapan karakter fenotipe (Gambar 1) yang diukur
menggunakan mistar untuk karakter nomor 1-4 dan dengan jangka sorong pada
pengukuran karakter nomor 5-8 (Lampiran 1-3).

Gambar 1 Karakterisasi truss morfometrik belut sawah M. albus (Wijana 1999)
Keterangan: 1) Panjang Kepala (PK), yaitu jarak dari ujung anterior mulut sampai pinggir kaudal
tutup insang; 2) Panjang Badan (PB), yaitu jarak dari pinggir kaudal tutup insang
sampai anus; 3)Panjang Ekor (PE), yaitu jarak dari anus sampai ujung posterior; 4)
Panjang Total (PT), yaitu jarak dari ujung anterior samapai ujung posterior; 5)
Panjang Hidung (PH), yaitu jarak dari ujung anterior samapi sisi kaudal mata; 6)
Lebar Badan-I (LB-I), yaitu jarak antara sisi kiri dan kanan badan tepat di kaudal
tutup insang (posisi specimen dorsoventral); 7) Lebar Badan-II (LB-II), yaitu jarak
antara sisi kiri dan kanan badan ditengah-tengah LB-I dan LB-III (posisi specimen
dorsoventral); 8) Lebar Badan-III (LB-III), yaitu jarak antara sisi kiri dan kanan
badan tepat di depan anus (posisi specimen dorsoventral).

6

Delapan karakter fenotipe yang telah diukur kemudian dibuat tujuh rasio ukuran
yang relevan (Lampiran 4-6). Rasio karakter fenotipe belut sawah tersebut, yaitu :
1. Panjang Kepala : Panjang Total
2. Panjang Badan : Panjang Total
3. Panjang Ekor : Panjang Total
4. Panjang Hidung : Panjang Kepala
5. Lebar Badan-I : Panjang Kepala
6. Lebar Badan-II : Panjang Badan
7. Lebar Badan-III : Panjang Ekor
Analisis Random Amplified Polymorphyc DNA (RAPD)
Ekstraksi DNA
Sampel bagian tubuh belut sawah (5-10 mg) dari masing-masing lokasi
sampling dikeluarkan dari larutan preservasi (alkohol 96%) kemudian dibilas 2 kali
menggunakan akuades dan dikeringkan dengan tissue. Selanjutnya DNA sampel
diekstraksi melalui beberapa tahapan yaitu meliputi pelisisan sel dengan
menambahkan TNES urea sebanyak 500 µl dan protein kinase 10 µl, kemudian
dihomogenkan menggunakan vortex dan diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam
dan ditambahkan phenolchloroform isoamilalkohol dengan perbandingan 25:24:1
sebanyak 1000 µl serta disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10
menit. Kemudian, supernatan dipindahkan ke tabung baru dan ditambahkan etanol
sebanyak 1000 µl dan 10 µl serta disentrifugasi kembali dengan kecepatan 10.000
rpm selama 10 menit. Selanjutnya, supernatan dibuang dan pelet dikering anginkan
sampai etanol menguap. Pelet DNA dilarutkan dengan 100 μl bufer Tris-EDTA
kemudian disimpan pada suhu 4oC sebelum digunakan pada proses analisis genetik
selanjutnya.
Amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Primer yang digunakan pada amplifikasi DNA dengan PCR yaitu OPA-09
(5’-GGGTAACGCC-3’), OPC-02 (5’-GATAGGCGTC-3’) dan OPC-05 (5’GATGACCGCC-3’). Proses amplifikasi DNA dengan metode Polymerase Chain
Reaction (PCR) menggunakan komposisi bahan yang terdiri atas 1 μl DNA genom
hasil ekstraksi, 1 μl primer, 12.5 μl Taq polymerase dan 10.5 μl akuades sehingga
total volume sebanyak 25 μl. Campuran tersebut dihomogenkan dengan vortex
kemudian dimasukkan ke dalam spin down agar sampel turun ke dasar tabung.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin PCR dengan denaturasi awal pada suhu
97ºC selama 10 menit, dan 40 siklus selanjutnya terdiri atas denaturasi pada suhu
94 ºC selama 1 menit, annealing pada suhu 36ºC selama 1 menit, elongasi pada
suhu 72 ºC selama 1,5 menit, elongasi akhir pada suhu 72 ºC selama 5 menit, dan
proses penstabilan pada suhu 4 ºC selama 3 menit (Wei et al. 2006).
Elektroforesis
Hasil PCR dielektroforesis menggunakan gel agarose 2%. Gel agarose
dibuat terlebih dahulu dengan mencampurkan bubuk agarose sebanyak 0.6 gram
dengan larutan bufer Tris Borate EDTA (TBE) sebanyak 40 ml. Campuran tersebut
dipanaskan dan diaduk di atas hot plate pada suhu 150°C sampai menjadi bening,
lalu ditambahkan etidium bromida sebanyak 10 μl (10 mg/ml). Agarose dituang
dalam cetakan dan dibentuk sumur menggunakan sisir gel. Gel agarose yang telah
terbentuk dimasukkan ke dalam bak elektroforesis yang telah diisi larutan TBE.

7

Selanjutnya campuran DNA 10 μl dan Loading Dye 3 μl dimasukkan ke dalam
sumur-sumur elektroforesis. Gene Ruler 100bp DNA Loader digunakan sebagai
standar untuk menentukan ukuran fragmen hasil amplifikasi. Listrik dialirkan
dengan tegangan 100 volt selama 30 menit. Setelah proses elektroforesis selesai,
gel diangkat dari bak elektroforesis untuk selanjutnya diamati menggunakan lampu
ultraviolet dan didokumentasikan menggunakan kamera pollaroid.
Pemeliharaan Belut Sawah pada Media Air Bersalinitas
Pemeliharaan belut sawah pada percobaan ini dilakukan pada media air
bersalinitas tanpa menggunakan substrat tanah. Wadah yang digunakan berupa bak
plastik berwarna biru dengan dimensi 50x30x30 cm dengan pemberian pelindung
(shelter) berupa potongan pipa paralon berdiameter ¾ inci dan panjang 20 cm.
Skema penelitian ini dirancang menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan perlakuan salinitas yang berbeda pada media air tanpa substrat sebagai
berikut:
Perlakuan 1 (P1)
: media air bersalinitas 0 ppt
Perlakuan 2 (P2)
: media air bersalinitas 6 ppt
Perlakuan 3 (P3)
: media air bersalinitas 12 ppt
Setiap perlakuan diulang 3 kali dengan padat penebaran mengacu pada
modifikasi Khanh & Ngan (2010) yaitu 1 kg/m2 belut sawah dengan panjang tubuh
rata-rata 19,0-26,5 cm dan bobot rata-rata 4,95-11,4 gram.
Prosedur Pemeliharaan
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan berupa bak plastik berwarna biru (gelap) dengan
dimensi 50x30x30 cm sebanyak 27 buah untuk 3 populasi (Cianjur, Sukabumi,
Karawang) masing-masing dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Persiapan wadah
pemeliharaan meliputi pencucian wadah dan pengisian air dengan volume 5 liter.
Wadah dan air yang akan digunakan terlebih dahulu di disinfeksi menggunakan
disinfektan.
Aklimatisasi
Belut sawah hasil koleksi yang diperoleh dari masing-masing populasi
dilakukan pemberokan (pemuasaan) pasca transportasi dari lokasi asal untuk tahap
aklimatisasi. Kegiatan ini dilakukan pada wadah tertutup tanpa pemberian pakan di
media air bersalinitas 6 ppt dengan frekuensi pergantian air sebanyak 100% per hari.
Masa pemuasaan dan aklimatisasi dilakukan selama 7 hari, yaitu ketika kematian
belut sawah pasca transportasi kurang dari 20%.
Pemeliharaan pada media air bersalinitas
Pemeliharaan belut pada percobaan budidaya dalam media air tanpa substrat
dengan perlakuan salinitas dilakukan selama 30 hari dengan frekuensi pergantian
air 80% per hari yang dilakukan pada pagi hari. Saat pergantian air, wadah disifon
untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang menumpuk di dasar. Selama
pemeliharaan dilakukan pemberian pakan berupa cacing sutera Tubificidae dengan
frekuensi pemberian pakan sebanyak 1 kali sehari secara at satiation. Pengukuran
parameter respons biometrik dilakukan setiap 10 hari sekali meliputi kelangsungan
hidup ikan, panjang dan bobot ikan, biomassa panen (yield), dan kadar glukosa

8

darah. Pengukuran gradien osmotik dilakukan pada akhir pemeliharaan dan
pengukuran kualitas air dilakukan setiap 10 hari sekali (Tabel 3).
Tabel 3 Kualitas air pada media pemeliharaan belut sawah M. albus
Parameter Kualitas Air
Suhu (oC)

pH

DO (ppm)

Salinitas (ppt)

Perlakuan(ppt)

Cianjur

Populasi
Sukabumi

Karawang

0
6
12
0
6
12
0
6
12
0
6
12

26,00-28,00
26,00-28,00
26,00-28,00
7,00-8,00
7,00-8,00
7,00-8,00
6,10-6,50
6,10-6,50
6,10-6,50
0,00-0,00
5,50-7,50
12,90-11,30

26,00-28,00
26,00-28,00
26,00-28,00
7,00-8,00
7,00-8,00
7,00-8,00
6,10-6,50
6,10-6,50
6,10-6,50
0,00-0,00
6,80-8,30
10,20-12,90

26,00-28,00
26,00-28,00
26,00-28,00
7,00-8,00
7,00-8,00
7,00-8,00
6,10-6,50
6,10-6,50
6,10-6,50
0,00-0,00
6,50-6,980
12,10-13,20

Parameter Uji
Tingkat Polimorfisme (Heterozigositas)
Heterozigot merupakan perpaduan dari alel-alel yang berbeda pada lokus
yang sama dan dihitung menggunakan rumus persamaan sebagai berikut (Soewardi
2007) :
h=

− ∑ Xi2 .............................................................................................(1)

Keterangan :

h
n
Xi

= Heterosigot
= Jumlah sampel
= Frekuensi alel sample ke-i

Jarak Genetik
Jarak genetik menggambarkan hubungan kekerabatan genetik interpopulasi
yang dihitung menggunakan program UPGMA berdasarkan tingkat keragaman
amplifikasi DNA pada 3 primer yang digunakan melalui persamaan berikut
(Soewardi 2007) :
J
D = −ln −
0.5....................................................................................(2)
J

Keterangan :

J

D
= Jarak genetik
Jab
= frekuensi haplotipe pada lokus populasi sama
Ja & Jb= frekuensi haplotipe pada populasi A dan B

Koefisien Keragaman (KK)
Koefisien keragaman (KK) digunakan untuk membandingkan tingkat
keragaman fenotipe morfometrik intrapopulasi (Steel & Torrie 1980) :

KK =

SD
̅

...............................................................................................(3)

Keterangan :

KK
SD
x

= Koefisien keragaman
= Standar deviasi
= Rerata populasi

9

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)
Tingkat kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus Effendie
(1997), yaitu :
Nt
x
................................................(4)
Tingkat Kelangsungan Hidup =
No
Keterangan :
Nt
= Jumlah ikan akhir (ekor)
No
= Jumlah ikan awal (ekor)
Laju Pertumbuhan Harian (LPH)
Laju pertumbuhan bobot harian dihitung dengan menggunakan rumus
Huisman (1987), yaitu :
̅t

α = [�√ ̅ − ] X
0

Keterangan :

α
wt
wo
t

.................................................................................(5)
= Laju pertumbuhan harian (%)
= Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)
= Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)
= Lama percobaan (hari)

Pertumbuhan Bobot Mutlak
Pertumbuhan bobot mutlak dihitung dengan menggunakan rumus Effendie
(1997), yaitu :
Pertumbuhan Bobot Harian =
Keterangan :

wt
w0
t

̅̅̅t−̅̅̅0
t

......................................................(6)

= Bobot rata-rata ikan pada waktu t (g)
= Bobot rata-rata ikan pada awal percobaan (g)
= Lama percobaan (hari)

Pertumbuhan Panjang Mutlak
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan menggunakan rumus
Effendie (1997), yaitu :
Pertumbuhan Panjang Mutlak = L̅t − L̅ ..............................................(7)
Keterangan :

Lt
L0

= Panjang rata-rata ikan pada waktu t (cm)
= Panjang rata-rata ikan pada awal percobaan (cm)

Gradien Osmotik
Gradien osmotik menggambarkan perbedaan tekanan osmotik di dalam
tubuh ikan dan media pemeliharaan yang diukur menggunakan osmometer untuk
melihat beban osmotik belut sawah terhadap media. Rumus yang digunakan
menurut Karim (2007) adalah:
GO = [Posm darah – Posm media] .................................................................(8)
Keterangan : GO
Posm darah
Posm media
[ ]

= Gradien Osmotik, Osm/l H20
= Tekanan osmotik/osmolaritas
darah (Osm/l H20)
= Tekanan osmotik/osmolaritas
media (Osm/l H20)
= Nilai mutlak

10

Pengukuran Glukosa Darah
Analisis glukosa darah dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh perlakuan
budidaya terhadap tingkat stres belut sawah dalam merespons perubahan
lingkungan. Kadar glukosa darah diukur dengan kit GLUCODR® yang digunakan
untuk pengukuran kadar glukosa darah pada manusia.
Analisis Data
Data keragaman genetik intrapopulasi yang meliputi tingkat polimorfisme
dan heterosigositas dianalisis dengan metode descriptive statistics, exact test for
population differentiation (Raymond & Rousset 1995 dalam Miller 1997)
menggunakan program TFPGA (Tools for Population Genetic Analysis). Struktur
dan hubungan kekerabatan genetik interpopulasi dianalisis berdasarkan jarak
genetik dan dendrogram menggunakan UPGMA (Unweighted Pair Group Method
with Arithmetic Mean) Wright (1978) modifikasi Rogers (1972) dalam Miller
(1997) dari software TFGPA. Data keragaman fenotipe dan respons biometrik
dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2013, Minitab 14.0 dan SPSS 17.0
(ANOVA) pada selang kepercayaan 95%.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Profil RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA)
Hasil amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-09 (Gambar 2), OPC-02
(Gambar 3) dan OPC-05 (Gambar 4) menunjukkan keragaman genotipe antar
populasi belut sawah asal Cianjur (CJ), Sukabumi (SK) dan Karawang (KR) dengan
marker leader (M) yang memiliki ukuran panjang DNA 100-3000 basepair.

Gambar 2 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPA-09: SK 1-5 populasi
Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan
marker leader (M).

11

Gambar 3 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-02: SK 1-5 populasi
Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan
marker leader (M)

Gambar 4 Amplifikasi DNA menggunakan primer OPC-05: SK 1-5 populasi
Sukabumi, CJ 1-5 populasi Cianjur, KR 1-5 populasi Karawang, dan
marker leader (M)
Rekapitulasi analisis keragaman profil DNA teramplifikasi dengan penanda
RAPD (Random Amplified Polymorphyc DNA) yaitu berupa jumlah pita DNA yang
teramplifikasi dan ukuran fragmen DNA teramplifikasi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah fragmen dan ukuran fragmen DNA terampifikasi
Populasi Belut Sawah
Cianjur
Sukabumi
Karawang

Jumlah Fragmen
9-14
6-12
9-13

Kisaran Ukuran Fragmen (bp)
300-3000
300-3000
300-3000

Polimorfisme dan Heterozigositas
Tingkat polimorfisme dan nilai heterosigositas 3 populasi belut sawah
(Tabel 5) yang tertinggi adalah belut sawah populasi Karawang yaitu sebesar
83,33% dan 0,2372. Populasi belut sawah asal Sukabumi memiliki derajat
polimorfisme dan niai heterosigositas yang terendah yaitu 76,19% dan 0,1947.

12

Tabel 5 Derajat polimorfisme dan heterosigositas
Populasi Belut Sawah
Cianjur
Sukabumi
Karawang

Polimorfisme (%)
83,33
76,19
83,33

Heterosigositas
0,2291
0,1947
0,2372

Uji Perbandingan Berpasangan Fst
Uji perbandingan berpasangan Fst (Tabel 6) menganalisis sebaran variasi
genetik interpopulasi (Cianjur, Sukabumi, Karawang) berdasarkan analisis
keragaman genetik menggunakan RAPD dengan 3 primer (OPA-09, OPC-02, OPC05) menunjukkan perbedaan secara nyata antara populasi (P