Hubungan Intensitas Latihan, Status Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada Mahasiswi UKM Beladiri.

HUBUNGAN INTENSITAS LATIHAN, STATUS GIZI DAN
TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI DENGAN TINGKAT
KEBUGARAN PADA MAHASISWI UKM BELADIRI

ANISYAH CITRA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Intensitas
Latihan, Status Gizi, dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran
pada Mahasiswi UKM Beladiri adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Anisyah Citra
NIM I14124022

ABSTRAK
ANISYAH CITRA. Hubungan Intensitas Latihan, Status Gizi, dan Tingkat
Kecukupan Zat Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada Mahasiswi UKM Beladiri.
Dibimbing oleh HADI RIYADI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara intensitas
latihan, status gizi, dan tingkat kecukupan zat gizi dengan tingkat kebugaran pada
mahasiswi yang mengikuti UKM beladiri. Penelitian ini menggunakan desain
crosssectional study yang melibatkan 32 orang mahasiswi, terdiri dari 16 orang
mahasiswi UKM Karate dan 16 orang mahasiswi UKM Merpati Putih. Data yang
dikumpulkan meliputi data karakteristik individu, gambaran umum UKM,
konsumsi pangan, status gizi, aktivitas fisik, intensitas latihan, frekuensi latihan,
durasi latihan, dan tingkat kebugaran. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas
subjek memiliki intensitas latihan rendah (59.38%), status gizi subjek normal

(84.38%), tingkat kecukupan energi normal (31.25%), tingkat kecukupan protein
defisit berat (78.13%), persen kontribusi lemak cukup (46.88%), persen kontribusi
karbohidrat lebih (50.00%) dan tingkat kebugaran baik (40.63%). Hasil uji
korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan negatif antara status gizi
dengan tingkat kebugaran (p156 cm. Tinggi badan dikategorikan berdasarkan nilai kuartil sebaran data.
Rata-rata tinggi badan subjek UKM Karate dan Merpati Putih yaitu 152.6±5.1 cm
dan 155.3±6.8 cm. Hasil uji beda Independent T-test menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata tinggi badan antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan tinggi badan
Tinggi Badan
≤152 cm
152-156 cm
≥156 cm
Total

Karate
n
6
7
3

16

Merpati Putih
%
37.50
43.75
18.75
100

n
3
6
7
16

%
18.75
37.50
43.75
100


Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah uang saku yang
dimiliki setiap bulannya. Secara umum baik responden UKM Karate (56.25%)
maupun UKM Merpati Putih (43.75%) memiliki pendapatan sebesar Rp 725 000
– Rp 1 337 500. Pendapatan dikategorikan berdasarkan nilai kuartil sebaran data.
Rata-rata pendapatan pada UKM Karate Rp 1 221 875±565 970.8 dan UKM
Merpati Putih Rp 1 043 750±565 943.2 Pendapatan yang dimiliki contoh
bersumber dari orang tua, beasiswa dan gaji pekerjaan. Hasil uji beda Mann
Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pendapatan antara
UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Menurut UNICEF (1998) ekonomi adalah
salah satu masalah dasar yang dapat mempengaruhi status gizi. Seseorang yang
mempunyai pendapatan rendah akan mengalami keterbatasan untuk memperoleh
pangan sehingga asupan energi dan zat gizi menurun dan status gizi tidak normal.
Sebaran pendapatan subjek dapat dilihat pada Tabel 9.

15
Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan pendapatan perbulan
Pendapatan
≤ 725 000

725 000-1 337 500
≥1 337 500
Total

Karate
n
2
9
5
16

Merpati Putih
%
12.50
56.25
31.25
100

n
6

7
3
16

%
37.50
43.75
18.75
100

Pengeluaran total
Pengeluaran yang disajikan adalah biaya yang dikeluarkan subjek dalam
satu bulan yang terdiri dari biaya pangan dan non pangan. Tabel 10 menyajikan
sebaran subjek berdasarkan pengeluaran total. Sebanyak 50.00% subjek pada
UKM Karate dan 43.75% subjek pada UKM Merpati Putih mempunyai
pengeluaran total Rp 635 000–1 000 000. Pengeluaran total dikategorikan
berdasarkan nilai kuartil sebaran data. Secara umum subjek mengalokasikan
80.00% dananya untuk pangan dengan rata-rata Rp 648 125±196 705.7 dan
20.00% untuk non pangan dengan rata-rata Rp 187 968±131 332.3. Hasil uji beda
Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pengeluaran

total antara UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan pengeluaran total
Pengeluaran
≤635 000
635 000-1 000 000
≥1 000 000
Total

Karate
n
3
8
5
16

Merpati Putih
%
18.75
50.00
31.25

100

n
5
7
4
16

%
31.25
43.75
25.00
100

Konsumsi Suplemen
Suplemen adalah produk kesehatan yang mengandung satu atau lebih zat
yang bersifat zat gizi atau obat. Vitamin, mineral, dan asam-asam amino
merupakan zat gizi yang terkandung dalam suplemen. Suplemen hanya bersifat
menambahkan atau melengkapi zat gizi dari makanan (DIRJENPOM 1996).
Mayoritas subjek di kedua UKM tidak mengkonsumsi suplemen, namun 12 dari

32 subjek mengkonsumsi suplemen. Suplemen yang mereka konsumsi adalah
vitamin C dan vitamin E. Tujuan subjek mengkonsumsi vitamin C untuk menjaga
daya tahan tubuh, sedangkan subjek mengkonsumsi vitamin E untuk menjaga
kesehatan kulit.
Vitamin C berfungsi untuk sintesis kolagen, sintesis L-carnitine, penyerapan
zat besi, konversi dopamine menjadi norepineprine dan sebagai antioksidan
Selama latihan radikal bebas yang dihasilkan meningkat. Adanya vitamin C ini
dapat menetralisir radikal bebas yang terbentuk selama latihan (Driskell 2008).
Hasil penelitian Nurwidyastuti (2012) menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara konsumsi vitamin C dengan kebugaran, namun ada
kecenderungan bahwa orang yang tidak bugar memiliki konsumsi vitamin C yang
kurang (90.4%). Penelitian lain yang dilakukan Halimah et al. (2014) pada atlet
sepakbola di pusat pendidikan dan latihan olahraga pelajar Jawa Tengah juga

16
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi vitamin C
dengan tingkat kebugaran.
Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan konsumsi suplemen
Konsumsi
Suplemen

Ya
Tidak
Total

Karate
n
7
9
16

Merpati Putih
%
43.75
56.25
100

n
5
11
16


%
31.25
68.75
100

Konsumsi vitamin C tidak meningkatkan kebugaran secara langsung.
Vitamin C akan membantu penyerapan zat besi, dimana zat besi dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen.
Rendahnya kadar hemoglobin, membuat oksigen yang dibawa sel darah merah ke
seluruh tubuh juga sedikit. Oksigen dibutuhkan dalam metabolisme energi.
Kurangnya suplai oksigen akan menimbulkan kelelahan (Anwar dan Sugiarto
2013).
Lama Mengikuti UKM
Sebagian besar subjek UKM Karate dan UKM Merpati Putih mengikuti
UKM lebih dari 12 bulan. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara lama mengikuti UKM pada UKM Karate
dan UKM Merpati Putih. Dilihat dari distribusi data yang ada, subjek yang
mengikuti UKM lebih dari 12 bulan memiliki kebugaran yang lebih baik
dibandingkan subjek yang mengikuti UKM kurang dari 12 bulan. Menurut Putra
dan Amalia (2014) semakin rutin seseorang melakukan olahraga maka daya tahan
kardiorespirasinya akan semakin baik.
Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan lama mengikuti UKM
Lama mengikuti
UKM
≤ 12 bulan
≥ 12 bulan
Total

Karate
n
4
12
16

Merpati Putih
%
25.00
75.00
100

n
7
9
16

%
43.75
56.25
100

Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas ekternal merupakan suatu
rangkaian gerak tubuh yang mengunakan tenaga atau energi. Jenis aktivitas fisik
yang dilakukan sehari-hari antara lain berjalan, berlari, berolahraga, mengayuh
sepeda, dan lain-lain (Mahardikawati dan Roosita 2008). Berdasarkan Tabel 13
nilai PAL subjek di kedua kelompok tergolong ringan yaitu, 56.25% pada UKM
Karate dan 68.8% pada UKM Merpati Putih. Rata-rata nilai PAL UKM Karate
dan UKM Merpati Putih yaitu 1.67±0.16 dan 1.67±0.13. Menurut Fani (2013)
sebagian besar mahasiswa menghabiskan waktunya untuk kuliah dan tidur,
sehingga aktivitasnya menjadi ringan. Secara umum aktivitas fisik yang dilakukan
subjek yaitu tidur 6.4±0.08 jam, kuliah 2.8±1.39, mengerjakan tugas 2.9±1.02,

17
berjalan 1.64±0.31, ngobrol/diskusi/rapat 1.37±0.44, dan makan 1.03±0.08. Hasil
uji beda Independent T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara aktivitas
fisik pada UKM Karate dan Merpati Putih.
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan aktivitas fisik
Kategori
Ringan
Sedang
Berat
Total

Karate
n
9
7
0
16

Merpati Putih
%
56.25
43.75
0
100

n
11
5
0
16

%
68.75
31.25
0
100

Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan (p>0.05) antara aktivitas fisik dengan tingkat kebugaran. Hal ini diduga
karena aktivitas fisik yang dilakukan subjek belum mewakili aktivitas yang
sebenarnya. Pengambilan data dilakuan mendekati UAS sehingga aktivitas yang
dilakukan mayoritas adalah belajar sehingga kurang beraktivitas fisik. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian Trieyani (2014) pada mahasiswi IPB yaitu tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kebugaran
(p=0.210, r=0.224).
Penelitian diana et al (2013) menunjukkan bahwa Perempuan usia 19-55
tahun yang mempunyai aktivitas fisik yang rendah beresiko 1.2 kali mengalami
kegemukan. Hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas fisik berkorelasi negatif
dengan persen lemak tubuh (p=0.005, r= -0.357). Hal ini berarti semakin tinggi
aktivitas fisik maka semakin rendah persen lemak tubuh, begitu pula sebaliknya
semakin rendah aktifitas fisik maka semakin tinggi persen lemak tubuh (Amelia
dan Syauqy 2014). Aktivitas fisik dapat meningkatkan oksidasi lemak tubuh
sehingga menurunkan lemak tubuh di jaringan adiposa (Thompson et al. 2012).
Hasil penelitian Amelia dan Syauqy (2014) pada wanita usia 20-40 tahun yang
mengikuti latihan aerobik ≥ tiga bulan menunjukkan bahwa setiap pengeluaran
satu kkal energi dari aktivitas fisik maka akan mengurangi persen lemak tubuh
sebesar 0.011.

Intensitas Latihan
Latihan adalah aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur dan dilakukan
berulang-ulang untuk menyempurnakan atau mempertahanakan satu komponen
kebugaran atau lebih (Wiarto 2013). Latihan dapat meningkatkan kebugaran
jasmani apabila frekuensi, durasi/lama latihan, dan intensitas latihan berada pada
masuk zona latihan (Depkes 1990 dalam Susilowati 2007). Intensitas latihan
untuk meningkatkan kesegaran jasmani sebaiknya 72%-87% dari denyut nadi
maksimal. Intensitas latihan dilihat dari proporsi denyut nadi latihan dalam satu
menit terhadap denyut nadi maksimalnya. Meningkatnya usia akan menurunkan
denyut nadi maksimal seseorang (Moeloek 1984).
Berdasarkan Tabel 14 sebanyak 81.25% subjek UKM Karate mempunyai
intensitas latihan rendah dan sebanyak 37.50% subjek pada UKM Merpati Putih
mempunyai kategori intensitas rendah hingga sedang. Rata-rata intensitas latihan

18
pada UKM Karate dan UKM Merpati Putih secara berturut-turut yaitu
54.29±10.99 persen dan 70.00±15.56 persen. Hasil uji beda Independent T-test
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata intensitas latihan antara UKM
Karate dan Merpati Putih. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak ada hubungan
antara intensitas latihan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Menurut Guntin et al
(2005) peningkatan intensitas aktivitas fisik dapat mengarahkan daya tahan
kardiorespiratori menjadi lebih baik dan lemak tubuh menjadi lebih sedikit.
Meningkatnya aktivitas fisik membuat aliran darah yang melalui paru-paru
meningkat hingga tujuh kali lipat. Orang yang terlatih memiliki denyut jantung
yang lebih sedikit, namun volume darah yang dipompa keluar kantung lebih
banyak, sehingga kerja jantung lebih efektif (Sandi 2013).
Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan intensitas latihan
Intensitas Latihan
Rendah
Sedang
Sub Maksimal
Total

Karate
n
13
2
1
16

Merpati Putih
%
81.25
12.50
6.25
100

n
6
6
4
16

%
37.50
37.50
25.00
100

Durasi latihan
Latihan dengan intensitas di bawah zona latihan akan memberikan hasil
yang kurang efektif jika tidak diimbangi dengan durasi latihan yang tepat. Durasi
mengukur berapa lama seseorang melakukan latihan dalam satu waktu (Wiarto
2013). Lebih dari 50.00% subjek pada kedua UKM melakukan latihan selama 120
menit. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
nyata durasi latihan antara UKM Karate dan UKM Merpati Putih. Hal ini diduga
karena waktu latihan pada kedua UKM sama yaitu 120 menit.
Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan durasi latihan
Durasi Latihan
120 menit
150 menit
Total

Karate
n
14
2
16

Merpati Putih
%
87.50
12.50
100

n
12
4
16

%
75.00
25.00
100

Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara durasi latihan dengan tingkat kebugaran (p>0.05). Zona latihan
yang dianjurkan agar mendapat efek yang baik tanpa terjadi cidera adalah 15-25
menit dengan mempertahankan intensitas 72-87% (Wiarto 2013). Durasi latihan
memiliki hubungan terbalik dengan intensitas latihan. Semakin lama durasi
latihan, semakin rendah intensitas yang dilakukan (Bafirman 2013). Intensitas
Kedua UKM rendah sehingga sesuai jika dilakukan dengan durasi yang lama.

19
Frekuensi Latihan
Frekuensi latihan juga perlu dipertimbangkan agar mendapatkan hasil yang
efisien. Frekuensi latihan adalah jumlah ulangan latihan yang dilakukan dalam
jangka waktu satu minggu. Seb