Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN
PEMUDA PEDESAAN PADA KEGIATAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN

FITRI NINGSIH

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor
yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan pada Kegiatan Pertanian
Berkelanjutan adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari hasil karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

Januari 2014

Fitri Ningsih
NIM I34100061

iii

ABSTRAK
FITRI NINGSIH. Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda Pedesaan
pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF
Pertanian berkelanjutan merupakan cita-cita nasional demi terwujudnya
swasembada pangan di Indonesia. Pertanian berkelanjutan tidak akan terwujud
tanpa adanya keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian, yang meliputi:

persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Kegiatan pertanian harus
mampu memenuhi kebutuhan ekonomi, tetap menjaga kesuburan lahan, dan
diakui oleh masyarakat sebagai pekerjaan yang layak. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis faktor-faktor yang menentukan keterlibatan pemuda pedesaan pada
kegiatan pertanian berkelanjutan. Agar tujuan penelitian tercapai, maka
metodologi penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dan kualitatif. Untuk
metodologi kuantitatif digunakan pendekatan survei. Data kuantitatif diolah
dengan menggunakan uji regresi, uji rank spearman, dan tabulasi silang.
Sementara itu, metode kualitatif menggunakan pendekatan wawancara mendalam.
Data yang diperoleh dari metode ini direduksi, disajikan, dan ditarik kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian
semakin menurun. Faktor yang membuat rendahnya keterlibatan pemuda pada
kegiatan pertanian berkelanjutan adalah sosialisasi orangtua dan kohesivitas
teman sebaya yang rendah. Pertanian dianggap sebagai pekerjaan yang tidak
menjanjikan secara ekonomi. Oleh karena itu, perlu perhatian berbagai pihak
untuk meningkatkan sosialisasi mengenai pertanian, serta suatu wadah yang
mampu menfasilitasi pemuda untuk saling berbagi informasi mengenai pertanian.
Kata kunci: pemuda pedesaan, kegiatan pertanian, pertanian berkelanjutan.

ABTRACT

FITRI NINGSIH. The Factors that Determine the Involvement of Rural Youth in
Sustainable Agriculture. Supervised by SOFYAN SJAF
Sustainable agriculture is one of national ideals in the realization of food
self-suffiency in Indonesia. Sustainable agriculture will not be realized without
the involvement of youth in agricultural activities, which includes the activities of
land and seed preparation, maintenance, and harvesting. Agricultural activities
must be able to meet the economic needs, maintaining land fertility, and
recognized by society as decent job. The purpose of this research was to analyze
the factors that determine the involvement of rural youth in sustainable
agricultural activities. To achieve that, the research methodology that being used
are qualitative and quantitative. Methodology used for quantitative is survey
approach. Quantitative data were processed using regression test, rank spearman
test, and cross tabulation. Meanwhile, methodology used for qualitative is indepth interview approach. Data obtained from this method are being reduced,
presented, and drawn for conclusion. Result of the research showed involvement
of youth in agricultural activities decrease. This happens due to parental
socialization and low cohesiveness peers. Agricultures is considered as a job that
is not economically viable. Therefore, it needs the attention of various side to
improve the socialization of agriculture, and coordinating institution to facilitate
youth to share information about agriculture.
Key word: rural youth, agricultural activities, sustainable agriculture


iv

FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN
PEMUDA PEDESAAN PADA KEGIATAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN

FITRI NINGSIH

Skripsi
sebagai syarat memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014


v

Judul
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok

: Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan
: Fitri Ningsih
: I34100061

.

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf
Pembimbing

Diketahui oleh


Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
Pedesaan pada Kegiatan Pertanian Berkelanjutan” ini dengan baik. Skripsi ini
ditujukan untuk mendapat gelar strata 1 pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Sofyan Sjaf
selaku pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses
penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan
terimakasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda Agur Fahmi, Ibunda Nurhayati,
serta kakak-kakak Candra dan Leni Marlina, yang selalu memberikan semangat,
doa, dukungan dan kasih sayangnya kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman SKPM angkatan 47 yang
selalu memberi semangat dan masukan untuk penulis dalam penulisan skripsi ini.
Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor,

Januari 2014

Fitri Ningsih

vii

DAFTAR ISI
halaman
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Pemuda, Pertanian, dan Pertanian Berkelanjutan
Posisi Pemuda Saat Ini dan Pertanian
Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Pemuda
Hubungan antara Faktor Berpengaruh dengan Bentuk Keterlibatan
Pemuda di Pertanian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Pemilihan Subjek Penelitian
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Gambaran Umum Desa Purwabakti

Letak geografis dan keadaan lingkungan
Potensi sumber daya alam dan sosial masyarakat
Proses kegiatan pertanian
Karakteristik Responden
BENTUK-BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PADA
PERTANIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN KETERLIBATAN
PEMUDA PADA KEGIATAN PERTANIAN
Pengukuran Faktor-faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
pada Kegiatan Persiapan lahan dan benih
Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
pada Kegiatan Pemeliharaan
Pengujian Faktor-Faktor yang Menentukan Keterlibatan Pemuda
pada Kegiatan Panen
Ikhtisar

vii
ix
ix

1
1
3
4
4
5
5
5
8
9
11
12
13
13
19
19
19
19
20
21

21
21
22
22
23
27
31
31
34
40
44
48

viii

KORELASI BENTUK KETERLIBATAN PEMUDA PADA
KEGIATAN PERTANIAN DENGAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN
Gambaran Terwujudnya Pertanian Berkelanjutan di Desa
Purwabakti
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan
Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan
Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Ekologi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Persiapan
Lahan dan Benih dengan Tingkat Kelayakan Sosial
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan
Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan
Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Ekologi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan
Pemeliharaan dengan Tingkat Kelayakan Sosial
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen
dengan Tingkat Kelayakan Ekonomi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen
dengan Tingkat Kelayakan Ekologi
Hubungan Tingkat Keterlibatan Pemuda pada Kegiatan Panen
dengan Tingkat Kelayakan Sosial
Ikhtisar
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

49
49
49
53
54
55
56
57
57
58
59
61
63
63
63
65

ix

DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1
Tabel 2

Tabel 3

Tabel 4

Tabel 5

Tabel 6

Tabel 7

Tabel 8

Tabel 9

Tabel 10

Tabel 11

Tabel 12

Tabel 13

Luas dan presentase pemanfaatan lahan di Desa
Purwabakti tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan 60 orang
pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti tahun
2013
Jumlah dan presentase tingkat sosialisasi orangtua,
kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan
tingkat penguasaan lahan keluarga dari 60 responden di
Desa Purwabakti tahun 2013
Hasil uji statistik hubungan antara faktor yang
mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan
pertanian dengan bentuk keterlibatan pemuda pada
pertanian
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat
sosialisasi orangtua pemuda di Desa Purwabakti Tahun
2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat
kohesivitas teman sebaya dari 60 orang pemuda di Desa
Purwabakti Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan tingkat
kesulitan pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan persiapan lahan dan benih berdasarkan luas
penguasaan lahan keluarga pemuda di Desa Purwabakti
Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat sosialisasi
orangtua di Desa Purwabakti tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kohesivitas
teman sebaya di Desa Purwabakti Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat kesulitan
pelepasan lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan pemeliharaan berdasarkan tingkat luas penguasaan
lahan di Desa Purwabakti tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan panen berdasarkan tingkat sosialisasi orangtua di
Desa Purwabakti Tahun 2013

21

27

31

35

36

37

39

40

41

42

43

44

45

x

Tabel 14

Tabel 15

Tabel 16

Tabel 17

Tabel 18

Tabel 19

Tabel 20

Tabel 21

Tabel 22

Tabel 23

Tabel 24

Tabel 25

Tabel 26

Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan panen berdasarkan tingkat kohesivitas teman
sebaya di Desa Purwabakti tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan panen berdasarkan tingkat kesulitan pelepasan
lahan di Desa Purwabakti Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat keterlibatan pemuda pada
kegiatan panen berdasarkan luas penguasaan lahan
keluarga di Desa Purwabakti Tahun 2013
Pengaruh faktor-faktor yang diuji terdahap keterlibatan
pemuda pada kegiatan pertanian di Desa Purwabakti
Tahun 2013
Jumlah dan presentase tingkat sosialisasi orangtua,
kohesivitas teman sebaya, kesulitan pelepasan lahan, dan
tingkat penguasaan lahan keluarga dari 60 responden di
Desa Purwabakti tahun 2013
Hasil uji rank spearman hubungan antara keterlibatan
pemuda pada kegiatan pertanian dengan pertanian
berkelanjutan di Desa Purwabakti tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan
tingkat kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti
pada tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan
tingkat kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti
pada tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan persiapan lahan dan benih dengan
tingkat kelayakan pertanian secara sosial di Desa
Purwabakti pada tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat
kelayakan ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada
tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat
kelayakan ekologi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun
2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan pemeliharaan dengan tingkat
kelayakan pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada
tahun 2013
Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan
ekonomi pemuda di Desa Purwabakti pada tahun 2013

45

46

47

48

49

51

52

53

54

55

56

55

58

xi

Tabel 27 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan
ekologi di Desa Purwabakti pada tahun 2013
Tabel 28 Hubungan jumlah dan presentase tingkat keterlibatan
pemuda pada kegiatan panen dengan tingkat kelayakan
pertanian secara sosial di Desa Purwabakti pada tahun
2013
Tabel 29 Hubungan keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian
dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti
tahun 2013

59

60

61

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase
tingkat pendidikan responden di Desa Purwabakti tahun
2013
Gambar 3 Karakteristik 60 orang responden berdasarkan presentase
jenis pekerjaan responden di Desa Purwabakti tahun 2013

halaman
13

24
25

DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1 Peta lokasi
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian
Lampiran 3 Subjek penelitian
Lampiran 4 Hasil uji regresi
Lampiran 5 Hasil uji Rank Spearman
Lampiran 6 Dokumentasi
Lampiran 7 Riwayat hidup penulis

67
68
69
77
79
86
87

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini dalam setiap usaha pembangunan yang melibatkan lingkungan
dan sumberdaya alam, selalu disinggung konsep berkelanjutan, termasuk
pertanian. Ashari dan Saptana mendefinisikan pertanian berkelanjutan
berdasarkan UUD 1945, pasal 33 yaitu "perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan
menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional" (Ashari dan
Saptana 2007). Senada dengan Ashari dan Saptana (2007), Notohaprawiro (2006)
mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai sistem pengelolaan pertanian
terpadu yang secara berangsur-angsur meningkatkan penghasilan tiap satuan lahan
sambil mempertahankan keutuhan dan keanekaragaman ekologi dan hayati
sumberdaya alam dalam jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi bagi
setiap orang, menyumbang terhadap peningkatan mutu kehidupan, dan
memperkuat pembangunan ekonomi negara.
Sehubungan dengan pertanian berkelanjutan, White (2011) menyatakan
bahwa peran pemuda pada pertanian harus dipertimbangkan. Populasi penduduk
dunia semakin bertambah dari tahun-ketahun. Keadaan ini berimbas kepada
meningkatnya kebutuhan pangan dunia. Penduduk yang berusia muda semakin
meningkat, namun peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan
lapangan pekerjaan sehingga pengangguran semakin meningkat. Lebih dari
setengah populasi negara-negara berkembang adalah penduduk yang tergolong
pemuda dan 70 persen diantaranya hidup dalam kemiskinan ekstrim, tinggal di
daerah pedesaan. Keadaan ini semakin buruk karena ketertarikan pemuda
terhadap pertanian semakin berkurang. Padahal menurut pengamatan White
(2011), pertanian merupakan salah satu pekerjaan yang sangat dibutuhkan karena
sektor ini mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa ketika pertanian bisa dikembangkan dengan baik,
maka sektor ini memiliki potensi yang besar untuk menyediakan pekerjaan bagi
bagi banyak orang dan ini akan berdampak pada menurunnya pengangguran di
pedesaan (White 2011).
Sejalan dengan pernyataan White (2011), Vellema (2011) dalam bukunya
yang berjudul “the sustainability of agricultural”, menyatakan bahwa telah
muncul indikasi terjadinya fenomena lost generation 1 pada pertanian di pedesaan.
Indikasi ini diperkuat oleh White yang menyatakan bahwa di Ethiopia,
pemudanya tidak mau bertani karena mereka telah memiliki pendidikan yang
tinggi, sehingga mereka lebih memilih untuk menunggu pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikan yang diperolehnya. Mereka menghabiskan waktunya untuk
1

Vellema S. 2011. Transformation and sustainability in agriculture: Connecting practice
with social theory. Wageningen [NL]: Wageningen Academic Publishers. Lost
generation adalah suatu keadaan di pedesaan dengan pemuda yang sudah tidak tertarik
pada pertanian dan memilih untuk mengerjakan pekerjaan di sektor lain atau bermigrasi
ke daerah lain (Vellema 2011).

2

mengobrol dengan pemuda lainnya atau menghabiskan dengan menonton televisi.
Di India juga terjadi hal yang hampir sama, kebanyakan dari generasi mudanya
tidak mau bertani dan lebih memilih bekerja di sektor industri dengan harapan
jaminan ekonomi karena pendapatannya rutin tiap bulan. Kasus seperti ini,
ternyata juga terjadi di Indonesia. Pemudanya beranggapan bahwa mereka belum
pantas untuk berwirausaha karena tidak memiliki kemampuan teknis dalam
pertanian dan lebih tergiur dengan gaji bulanan pada pekerjaan formal (White
2011).
Indikasi terjadinya fenomena lost generation, ternyata mulai muncul di
beberapa wilayah pedesaan Indonesia. Data BPS (2010) menunjukan bahwa
pertanian bukan lagi menjadi mata pencaharian primadona bagi pemuda. Mata
pencaharian yang paling banyak dilaksanakan adalah perdagangan dengan
presentase 16,8 persen, disusul dengan industri pengolahan dengan 15,93 persen,
sedangkan pertanian padi dan palawija berada diurutan ketiga dengan presentase
15,75 persen (BPS 2010). Data tersebut merupakan data yang pada aras makro,
sehingga sangat penting untuk menganalisis pembuktian kasus tersebut pada tahap
mikro. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan di sebuah desa di Kecamatan
Pamijahan yaitu Desa Purwabakti.
Menurut White (2011), ketika ingin memahami pemuda sebagai generasi
penerus, maka juga harus dipahami
pentingnya pendekatan relasional.
Maksudnya, pemuda harus dilihat sebagai bagian dari dinamika hubungan
pemuda dengan orang lain (orang dewasa) dalam struktur yang lebih besar dari
reproduksi sosial. Konsep ini menunjukkan bahwa orang lain yang ada di sekitar
pemuda akan berpengaruh terhadap tindakan dan keputusan pemuda termasuk
keputusan untuk terlibat di pertanian atau mencari pekerjaan di sektor lainnya.
Pihak-pihak yang berpengaruh tersebut adalah orangtua, teman sebaya, serta
masyarakat sebagai lingkungan sosial pemuda. Orangtua merupakan orang yang
paling dekat pemuda. Semua tindakan dan perilaku anak biasanya sangat
dipengaruhi oleh pengajaran orangtua, termasuk salah satunya pengajaran
orangtua terkait bekerja di sektor pertanian. Begitu juga dengan teman sebaya,
sebagai pihak yang sering bergaul dan berbagi pikiran dengan pemuda.
Saat ini seringkali ditemukan orangtua yang tidak mau mengajak anakanaknya untuk bertani karena berbagai alasan. Bahkan ada orangtua yang secara
terang-terangan melarang anak-anaknya untuk bekerja di sektor pertanian.
Pertanian dianggap sebagai sektor yang tidak menjanjikan untuk kehidupan yang
lebih layak. Pertanian merupakan jenis pekerjaan yang membutuh kerja keras,
menguras waktu, dan tenaga, tetapi penghasilan yang diperoleh tidak menentu.
Selain pengaruh dari pihak-pihak tersebut, pemuda juga dipengaruhi oleh sistem
sosial yang ada di lingkungan tempat tinggalnya, termasuk kearifan lokal yang
hanya berlaku di wilayah itu saja. Kearifan lokal yang dimaksudkan pada tulisan
ini adalah sulitnya proses pelepasan lahan atau usaha keluarga dalam
mempertahankan lahan yang dimiliki keluarga. Nugraha (2012), menambahkan
faktor lain yang bisa mempengaruhi keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian
adalah tingkat penguasaan lahan keluarga.
Besarnya peran pemuda terhadap pertanian berkelanjutan, membuat
bentuk keterlibatannya pada kegiatan pertanian juga harus dipertimbangkan.
Kegiatan pertanian padi sawah didefinisikan Hidayat (2010) sebagai semua

3

rangkaian kegiatan pertanian mulai dari mempersiapkan lahan, menanam,
memelihara, sampai masa panen. Kegiatan tersebut bisa digolongkan menjadi tiga
yaitu kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka sangat penting untuk menganalisis hubungan bentuk
keterlibatan pemuda di sektor pertanian dengan kontribusinya untuk terwujudnya
pertanian berkelanjutan di pedesaan.

Rumusan Masalah
Kegiatan pertanian secara garis besar dikelompokan menjadi tiga yaitu
kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Menurunnya minat
pemuda terhadap pertanian bisa saja mengakibatkan keterlibatannya pada kegiatan
pertanian juga sedikit sehingga profesi sebagai petani hanyalah pekerjaan
sampingan, atau bahkan mereka meninggalkan pertanian seutuhnya dan memilih
untuk bekerja pada sektor lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan pertanian.
Penghasilan yang diperoleh pada setiap keterlibatan pemuda pada kegiatan
pertanian juga berbeda-beda. Hal ini mengakibatkan bentuk keterlibatan pemuda
pada kegiatan pertanian juga akan berbeda-beda, sehingga menjadi penting bagi
peneliti untuk menganalisis apa saja bentuk-bentuk keterlibatan pemuda pada
kegiatan pertanian di Desa Purwabakti?
Sebagaimana telah disinggung pada latar belakang, keterlibatan pemuda
pada pertanian semakin berkurang karena semakin sedikitnya ketertarikan pemuda
pada sektor pertanian dan lebih memilih untuk bekerja di sektor lain. Semakin
menurunnya keterlibatan pemuda pada sektor pertanian tidak terjadi tanpa alasan.
Penelitian Nugraha (2012) menemukan bahwa orangtua dan teman sebaya
memberikan pengaruh terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Peran
orangtua dalam menginternalisasi pemahaman pemuda sangatlah kuat. Nilai-nilai
yang ditanamkan orangtua mengenai pertanian akan membentuk pandangan
pemuda terhadap pertanian itu sendiri. Begitu juga dengan teman sebaya yang
merupakan pihak yang memegang peranan penting dalam membentuk atau pun
merubah cara pandang pemuda terhadap pertanian. Hidayat (2002), menambahkan
faktor lainnya yang mempengaruhi keterlibatan pemuda pada pertanian yaitu
kearifan lokal terkait dengan sulitnya proses pelepasan lahan oleh keluarga.
Berbeda dengan penelitian Nugraha dan Hidayat, Yennetri (1998) menyatakan
bahwa keterlibatan pemuda di pertanian dipengaruhi oleh jumlah penguasaan
lahan. Semakin maraknya konversi lahan membuat pemuda kehilangan lahan
pertanian. Padahal lahan merupakan media tanam utama yang dibutuhkan untuk
pertanian padi sawah. Hal ini mengakibatkan mereka tidak memiliki pilihan selain
meninggalkan pertanian dan beralih pada sektor lain atau pun bermigrasi ke kota.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sangat penting untuk meneliti faktor
manakah diantara keempat faktor tersebut yang paling menentukan bentuk
keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah?
Vellema (2011) menyatakan bahwa semakin sedikitnya pemuda yang
ingin terlibat pada kegiatan pertanian mengakibatkan terjadinya fenomena lost
generation atau krisis penerus pada sektor pertanian. Namun, keadaan ini tidak
menutup kemungkinan masih adanya pemuda yang terlibat pada kegiatan
pertanian. Masih ada beberapa pedesaan di Indonesia yang masih melibatkan

4

generasi muda pada kegiatan pertanian, salah satunya adalah lokasi penelitian
yaitu Desa Purwabakti, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Hal ini
berkorelasi dengan usaha pelaksanaan pertanian berkelanjutan yang dilaksanakan
pemerintah. Keterlibatan pemuda pada sektor pertanian diharapkan akan
memberikan sumbangsih terhadap pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu,
sangat penting untuk mengkaji bagaimana korelasi antara bentuk keterlibatan
pemuda pada kegiatan pertanian padi sawah dengan pertanian berkelanjutan di
pedesaan?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan umum
dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang paling menentukan
keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian berkelanjutan, sedangkan tujuan
secara terperinci disebutkan sebagai berikut:
1. Mengukur bentuk-bentuk keterlibatan pemuda Desa Purwabakti pada
kegiatan pertanian padi sawah
2. Menganalisis pengaruh sosialisasi orangtua, kohesivitas teman sebaya,
tingkat kesulitan pelepasan lahan, dan tingkat penguasaan lahan terhadap
keterlibatan pemuda di Desa Purwabakti.
3. Menganalisis korelasi antara keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian
padi sawah dengan pertanian berkelanjutan di Desa Purwabakti.
Kegunaan Penulisan
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat untuk masyarakat, akademisi,
dan pemerintah. Adapun manfaat yang dapat diperoleh yaitu:
1. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat membantu masyarakat khususnya
masyarakat Desa Purwabakti untuk mengetahui potensi desa terutama terkait
pertanian.
2. Bagi akademik, penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan
kepada mahasiswa mengenai hubungan antara keterlibatan pemuda pada
kegiatan pertanian dengan pertanian berkelanjutan.
3. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan dan masukan demi terwujudnya pertanian berkelanjutan di
Indonesia.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan beberapa referensi penelitian sebelumnya, ditetapkanlah
empat konsep utama, yaitu: 1) konsep pemuda, pertanian, dan pertanian
berkelanjutan, 2) posisi pemuda pedesaan dalam pertanian saat ini, 3) faktorfaktor yang mempengaruhi keterlibatan pemuda di pertanian, meliputi: sosialisasi
orangtua mengenai pertanian, kohesivitas teman sebaya, dan kearifan lokal terkait
dengan sulitnya proses pelepasan lahan keluarga yang ada di wilayah tersebut, dan
tingkat penguasaan lahan keluarga, 4) hubungan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi dengan bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian.
Penjelasan konsep-konsep tersebut dijelaskan sebagai berikut:
Konsep Pemuda, Pertanian, dan Pertanian Berkelanjutan
Pemuda menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1,
“Pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting
pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga
puluh) tahun”. Definisi yang berbeda dinyatakan oleh White (2011), yaitu
dibeberapa negara, pemuda adalah penduduk dengan usia mulai dari 18 sampai 40
tahun. Berdasarkan penelitian Untari et al. (2007) karakteristik individu pemuda
tidak berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda di pertanian karena hal yang
paling berpengaruh adalah akses terhadap informasi. Semakin tinggi akses
pemuda terhadap informasi pertanian, maka semakin besar pengaruhnya terhadap
perilaku pemuda dalam pelaksanaan pertanian di pedesaan. Berdasarkan
pendefinisian tersebut, penulis menyatakan bahwa pemuda yang akan menjadi
unit analisis untuk penelitian ini adalah pemuda yang berjenis kelamin laki-laki
dengan umur 16 sampai 30 tahun. Pemuda yang termasuk pada kriteria inilah
yang akan dijadikan sebagai subjek penelitian, yang akan diidentifikasi bentuk
kerterlibatannya pada kegiatan pertanian padi sawah.
Hidayat (2010) menjelaskan bahwa kegiatan pertanian mencakup
persiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, pemupukan, penyiangan gulma,
pembasmian hama, pengairan, dan panen. Namun, penelitian yang dilakukan oleh
Nugraha (2012), lebih berfokus pada keterlibatan pemuda pada saat panen. Ini
disebabkan karena pemuda masih sekolah sehingga orangtua tidak mau
membebani anak-anaknya dengan kegiatan-kegiatan pertanian lainnya. Penulis
berpandangan bahwa penelitian yang hanya berfokus pada masa panen kurang
mampu mereplikakan kenyataan yang sebenarnya. Ketika melihat keterlibatan
pemuda di sektor pertanian, maka sebaiknya dilihat bagaimana keterlibatan
pemuda pada semua kegiatan pertanian. Oleh karena itu, keterlibatan pemuda
pada kegiatan pertanian ditinjau dari semua kegiatan tersebut. Rangkaian kegiatan
pertanian yang cukup banyak, akan mempersulit pengukuran keterlibatan pemuda
pada setiap tahapan kegiatan pertanian. Oleh karena itu, kegiatan pertanian
dikelompokkan menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1) persiapan lahan dan
penyemaian benih, meliputi: membajak sawah, membenamkan gulma, memilah

6

padi untuk benih, dan meredam benih, 2) pemeliharaan, meliputi: penanaman,
pemupukan, penyiangan gulma, pembasmian hama, dan pengairan, 3) panen,
meliputi: membabat tanaman padi, memisahkan bulir padi dengan batangnya, dan
menjemur bulir padi. Pemerintah menyatakan bahwa kegitan pertanian yang
diterapkan oleh petani, dianjurkan mengandung unsur-unsur pertanian
berkelanjutan, mengingat ketersediaan lahan yang semakin sedikit sedangkan
kebutuhan pangan terus meningkat akibat jumlah penduduk yang terus bertambah
dari tahun ketahun.
Pertumbuhan penduduk dunia juga tergolong tinggi bahkan jumlah
penduduk dunia telah melebihi angka 7 miliar jiwa pada tahun 2010. Peningkatan
jumlah penduduk ini tentu saja akan meningkatkan jumlah kebutuhan pangan
dunia. Oleh karena itu, semua kegiatan pertanian harus menggunakan konsep
pertanian berkelanjutan. FAO mendefinisikan pertanian berkelanjutan sebagai
berikut: "the management and conservation of the natural resource base, and the
orientation of technological and institutional change in such a manner as to
ensure the attainment and continued satisfaction of human needs for present and
future generations. Such development such as conserves land, water, plant and
animal genetic resources, is environmentally non-degrading, technically
appropriate, economically viable and socially acceptable”. Hampir sama dengan
pendefinisian FAO, Notohaprawiro (2006) mendefinisikan pertanian
berkelanjutan sebagai sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara
berangsur-angsur mampu meningkatkan penghasilan setiap satuan lahan dengan
mempertahankan keutuhan dan keanekaragaman ekologi dan hayati sumberdaya
alam untuk jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi kepada petani,
menyumbang kepada mutu kehidupan dan memperkuat pembangunan ekonomi
negara.
Ketika proses pemeliharaan, penelitian Ashari dan Saptana (2007)
menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia seperti urea, TSP, dan SP-36
menimbulan residu zat kimia di dalam tanah dan air. Begitu pula dengan
penggunaan pestisida, jumlah dan kadar pestisida yang berlebihan akan
menimbulkan resistensi dan resurjensi berbagai hama dan penyakit. Akibatnya
serangan hama dan penyakit semakin banyak dan sulit untuk dikendalikan.
Keadaan ini diperparah oleh globalisasi ekonomi yang mengakibatkan
terintegrasinya berbagai berbagai aspek perekonomian suatu negara dengan
perekonomian dunia, serta meningkatnya persaingan baik antarpelaku agribisnis
maupun antarnegara. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk melindungi petani
Indonesia dari persaingan dunia luar, dan usaha untuk meningkatkan hasil
pertanian tetapi tidak merusak sumberdaya.
Ashari dan Saptana (2007) berusaha membuat permodelan terkait dengan
pertanian berkelanjutan melalui strategi kemitraan usaha. Permodelan ini
dilakukan sebagai usaha untuk melakukan revitalisasi kelompok tani mandiri
menuju kelembangaan formal berbadan hukum (koperasi petani atau koperasi
agribisnis, atau asosiasi petani komoditas tertentu). Langkah-langkah
implementasi pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha
agribisnis dimulai dengan melaksanakan konsolidasi oleh para petani dalam
wadah kelompok tani. Selanjutnya, kelompok tani mandiri ditransformasikan
dalam kelembagaan formal berbadan hukum (koperasi pertanian, koperasi
agribisnis, atau kelembagaan lainnya sesuai kebutuhan). Kelompok tani mandiri

7

atau kelembagaan berbadan hukum mengkonsolidasikan diri dalam gabungan
kelompok tani (gapoktan), asosiasi petani atau asosiasi agribisnis, lalu melakukan
konsolidasi manajemen usaha pada hamparan lahan yang memenuhi kelayakan
usaha (skala usaha bergantung jenis komoditas, 25-100 ha), serta kesinambungan
usaha.
Ashari dan Saptana (2007) menjelaskan bahwa pembangunan pertanian
berkelanjutan melalui kemitraan usaha agribisnis mampu memberikan manfaat,
antara lain: 1) meningkatkan produksi pertanian secara moderat, stabil, dan
berkesinambungan, 2) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, 3)
mengentaskan kemiskinan dan mengurangi pengangguran dipedesaan, 4)
meningkatkan pemerataan dan keadilan sosial, 5) menciptakan kerja dan lapangan
berusaha, 6) meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan
lingkungan, 7) meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan petani dan pelaku
agribisnis, serta 8) melestarikan kualitas lingkungan untuk mendukung kegiatan
pembangunan berkelanjutan.
Zamora (1995) dalam Untari et al. (2007) menjelaskan pertanian
berkelanjutan secara lebih mendetail berupa adanya 5 prinsip pertanian
berkelanjutan, yaitu:
a. Kelayakan ekonomi
Kelayakan ekonomi berarti petani memiliki pendapatan yang positif sebagai upah
dari tenaga kerja yang telah dicurahkannya, yang akan dimanfaatkan sebagai
biaya untuk menjamin kesejahteraan keluarga petani. Sistem pertanian paling
tidak menyediakan makanan dan kebutuhan dasar lain bagi keluarga petani.
b. Pertanian ekologis dan ramah lingkungan
Sistem pertanian yang ramah lingkungan diintegrasikan untuk sistem ekologi
yang lebih luas dan terfokus pada pemeliharaan sumberdaya alam dan
keanekaragaman hayati serta menghindari kegiatan yang menyebabkan dampak
lingkungan negatif. Salah satu upaya pengelolaan lingkungan hidup khususnya
bagi masyarakat petani adalah melalui penerapan kembali sistem pertanian
ekologis. Ketergantungan petani akan keberadaan benih, pupuk kimia serta
pestisida kimia menyebabkan kehidupan petani sebagai produsen utama bahan
makanan pokok tidak pernah bertambah baik.
c. Diterima secara sosial
Sistem pertanian yang diterima secara sosial bisa ditinjau dari sikap menghormati
harga diri dan hak individu dan kelompok serta memperlakukannya secara adil,
membuka akses informasi, pasar dan sumberdaya pertanian terkait lainnya
terutama lahan. Akses yang sama juga disediakan untuk semua jenis kelamin,
lembaga sosial, agama, suku serta keadilan bagi generasi saat ini dan generasi
mendatang. Distribusi tenaga kerja pada lahan pertanian berkelanjutan, bisa
terdistribusi dari tahun ketahun. Keadilan distribusi tenaga kerja diantara anggota
keluarga adalah indikator produktivitas manusia dalam lahan pertanian. Sangat
baik jika seluruh anggota keluarga produktif.
d. Kesesuaian budaya
Sistem pertanian yang menganut kesesuaian budaya mempertimbangkan nilai
budaya termasuk kepercayaan agama dan tradisi dalam pembangunan sistem,
rencana, dan program pertanian. Kearifan lokal merupakan unsur kebudayaan

8

tidak dapat dikatakan mendukung pertanian berkelanjutan jika tidak mengakar
dan dipraktekan dalam kehidupan masyarakat.
e. Pendekatan sistem dan holistik
Sistem pertanian berdasarkan pandangan holistik melihat pertanian sebagai sistem
pertanian dan pendekatan sistem serta hubungannya dalam hal biofisik, sosial
ekonomi, kebudayaan dan faktor politik. Sistem ini juga mempertimbangkan
interaksi dinamis antara kegiatan on-farm, off-farm dan non-farm serta mengakui
kegiatan-kegiatan ini merupakan komplemen satu sama lain.
Berbeda dengan pendefinisian sebelumnya, Vellema (2011) dalam
bukunya yang berjudul sustainability agriculture menjelaskan bahwa pertanian
berkelanjutan membutuhkan perubahan pada aspek manajemen kelembagaan.
Perubahan manajemen yang dikupas mencakup perubahan sistem manajemen
keuangan, manajemen politik pemerintahan, perubahan sistem sosial, perubahan
teknologi pertanian. Semua perubahan tersebut harus mengintegrasikan antara tiga
stakeholders yaitu masyarakat (petani), pemerintah, dan swasta. Semua peraturan
yang akan menghambat kemajuan pertanian harus segera dirubah. Proses
peminjaman modal bagi petani harus dipermudah dengan bunga yang tidak
memberatkan petani.
Berdasarkan beberapa kensep mengenai pertanian berkelanjutan tersebut,
penulis menyimpulkan bahwa pertanian berkelanjutan memiliki indikator utama
yang harus dipenuhi yaitu kelayakan ekonomi, ekologi, dan sosial. Kelayakan
ekonomi menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan bisa memberikan
penghidupan yang layak bagi para pekerja di sektor pertanian terutama bagi
petaninya. Mereka mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari, mampu membayar
pendidikan anak-anaknya dan memiliki akses terhadap fasilitas kesehatan.
Kelayakan ekologi menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan bisa memelihara
kesuburan lahan sehingga lahan pertanian bisa dimanfaatkan dalam jangka waktu
panjang untuk generasi yang akan datang. Hasil pertanian yang diperoleh dari
waktu kewaktu tidak berkurang karena keseimbangan kesuburan lahan serta
berbagai macam tanaman bisa ditanam pada lahan tersebut, tidak satu jenis
tanaman tertentu saja. Lain halnya dengan kelayakan ekonomi dan ekologi,
kelayakan sosial menunjukan bahwa pertanian berkelanjutan diterima secara
sosial oleh masyarakat sebagai pekerjaan yang layak dan menjanjikan sehingga
fenomena “waithood” yaitu kecemasan menunggu pekerjaan, perumahan, dan
pernikahan yang biasanya tergantung pekerjaan, bisa diatasi.

Posisi Pemuda Saat Ini dan Pertanian
Pranadji (1999) dalam Herlina (2002), menjelaskan bahwa pertanian di
Yogyakarta dikelola oleh generasi tua yang memang dari semula sudah berprofesi
sebagai petani atau yang harus bertani karena tidak memiliki peluang kerja pada
sektor lain. Dia menjelaskan bahwa terdapat tendensi pemuda pedesaan mulai
menghindari bekerja atau berusaha pada sektor pertanian karena memandangnya
sebagai pekerjaan yang kotor, kolot, dan melelahkan. Ketidaktertarikan itu juga
disebabkan hasil produksi pertanian yang diperoleh sangat lama dan sering kali
tidak memuaskan. Akibat dari persepsi ini, tingkat pengangguran di pedesaan

9

semakin membesar. Ben White menjelaskan jumlah petani di negara berkembang
semakin berkurang karena pemuda pedesaan yang tumbuh disekitar pertanian dan
melihat kotornya proses pertanian, tenaga dan waktu yang harus dikeluarkan
sangat besar, tetapi hasil yang tidak menentu, membuat pertanian menjadi profesi
yang tidak menarik lagi bagi mereka (White 2011).
White (2011) juga memberikan beberapa kasus negara dengan pemuda
yang sudah tidak tertarik dengan pertanian. Pemuda Ethiopia tidak mau bertani
karena mereka telah memperoleh pendidikan yang tinggi sehingga mereka lebih
memilih untuk menunggu pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan yang
diperolehnya. Mereka menghabiskan waktu dengan mengobrol dengan pemuda
lainnya atau menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Di India juga terjadi
hal yang sama. Para generasi muda tidak mau bertani dan lebih memilih bekerja di
sektor industri dengan pendapatan rutin tiap bulannya. Kasus seperti ini juga bisa
temukan di Indonesia. Pemudanya beranggapan bahwa mereka belum pantas
untuk bekerja secara mandiri karena tidak memiliki kemampuan teknis dalam
pertanian dan lebih tergiur dengan gaji bulanan pada pekerjaan formal.
Berdasarkan tulisan tersebut, penulis melihat bahwa fenomena lost generation
telah mencapai pedesaan-pedesaan di Indonesia sehingga diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengkaji bentuk-bentuk keterlibatan pemuda pada kegiatan
pertanian.

Konsep Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Pemuda
Berdasarkan konsep pertanian yang telah dijelaskan, untuk menilai
keberlanjutan pertanian di suatu daerah, maka pemuda sebagai suatu bagian dari
lingkungan sosialnya, tidak boleh luput dari penelitian tersebut. Hubungan antara
pemuda dengan lingkungan sosialnya yang meliputi orangtua, teman sebaya, serta
kearifan lokal terkait sulitnya pelepasan lahan, dan faktor yang berkaitan langsung
dengan pemuda yaitu tingkat penguasaan lahan keluarga. Pengaruh faktor-faktor
tersebut bisa dilihat pada penjelasan berikut ini:
Sosialisasi Pertanian oleh Orangtua
Sosialisasi dalam konteks ini adalah salah satu cara untuk menarik minat
pemuda untuk tertarik menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama. Orangtua
sebagai orang yang paling dekat hubungannya dengan pemuda memiliki peran
penting terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Menurut penelitian
Nugraha (2012) peran orangtua terhadap keterlibatan pemuda tidak terlalu besar.
Hal ini dikarenakan sebagian besar pemuda di lokasi penelitian merupakan
pemuda yang masih berada pada usia sekolah, sehingga orangtua lebih
menganjurkannya untuk bersekolah dibandingkan bercerita atau mengajak anakanaknya untuk bertani. Lebih lanjut Nugraha menjelaskan bahwa pengaruh
orangtua seharusnya sangatlah besar karena orangtua merupakan pihak pertama
yang paling banyak berinteraksi dengan pemuda. Terlepas dari pengaruh negatif
atau pun positif, orangtua memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemuda.
Ketika orangtua berpikir bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang mulia,
merupakan warisan dari nenek moyang, maka dia akan mengajak anak-anaknya

10

untuk bertahan di pertanian. Namun, jika orangtua menganggap bahwa pertanian
merupakan pekerjaan yang menyita banyak waktu tetapi penghasilannya sedikit
atau tidak menentu, maka mereka akan lebih cenderung untuk melarang atau
menganjurkan anak-anaknya untuk bekerja di sektor lain. Maka sangatlah penting
untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh sosialisasi orangtua
terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Nugraha memperoleh data
mengenai sosialisasi orangtua terhadap pemuda dengan mendata proses bercerita
dari orangtua kepada pemuda untuk mengajak anak-anaknya untuk bertani,
dengan frekuensi tiga kali dalam sebulan.
Kohesivitas Teman Sebaya
Penelitian Nugraha (2012) menyatakan bahwa teman sebaya sangat
berpengaruh terhadap sikap pemuda di pertanian. Teman sebagai orang yang
dekat dan sering bertukar pikiran, akan memberikan pengaruh terhadap pemuda.
Kedekatan pemuda dengan teman-temannya akan membuat mereka tertarik untuk
bertani atau malah meninggalkan pertanian. Ketika teman-temannya banyak yang
bertani dan memperoleh kehidupan yang layak dengan mata pecaharian tersebut,
maka pemuda cenderung untuk ikut bertani, begitu juga sebaliknya. Jika dia
melihat teman-temannya yang bertani berada pada standar kemiskinan,
melelahkan, tidak memiliki waktu banyak untuk berkumpul dengan keluarga,
maka pemuda pun akan mencari pekerjaan lain di luar sektor pertanian, walaupun
harus menjadi buruh industri. Setidaknya buruh industri memiliki pendapatan
yang tetap tiap bulannya.
Kearifan Lokal Terkait Sulitnya Proses Pelepasan Lahan oleh Keluarga
Menurut Forsyth (2004) dalam Hidayat (2010), pengetahuan lokal adalah
pengetahuan yang dibatasi oleh ruang dalam suatu wilayah tertentu, atau mungkin
juga didasarkan pada aspek budaya dan etnis tertentu. Kearifan lokal sebagai
bentuk pengetahuan bagian dari kehidupan masyarakat, tentu saja terkait dengan
mata pencaharian masyarakat termasuk pertanian. Hidayat (2010) menjelaskan
bagaimana masyarakat menerapkan pengetahuan lokal dalam melaksanakan
kegiatan pertanian. Semua kearifan lokal yang dilaksanakan oleh masyarakat pada
daerah tersebut, jika diuji secara ilmiah atau ilmu pengetahuan, ternyata mereka
telah memanfaatkan ilmu sains dalam kegiatan pertaniannya. Walaupun mereka
tidak menyadari bahwa hal tersebut merupakan bagian dari ilmu pengetahuan.
Contohnya saja setelah panen musim panen usai dan musim tanam akan dimulai,
mereka tidak membakar atau membuang sisa jerami padi tetapi mereka
mendiamkannya disawah. Jerami akan membusuk dengan sendirinya dan akan
menjadi bubuk organik yang sangat bagus untuk kesuburan tanah. Mereka
percaya bahwa menggunakan pupuk organik mampu menjaga keseimbangan
tanah. Uniknya, petani tidak hanya menunggu sampai jerami membusuk dengan
sendirinya, mereka membalikkan jerami tersebut setelah beberapa hari. Mereka
melakukan ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya, yaitu kegiatan
membalikkan akan mempercepat proses pembusukan. Berdasarkan cerita tersebut,
dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mereka melakukan hal tersebut
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Namun, ilmu pengetahuan

11

membuktikan bahwa kegiatan membalikan jerami akan menciptakan bakteri yang
akan mempercepat proses pembusukan.
Kearifan lokal tidak hanya terkait dengan pelaksanaan pertanian, tetapi
juga terkait dengan security land yaitu bentuk kearifan lokal yang melindungi
lahan pertanian agar tetap ada dan bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya
dengan adanya kesulitan pada proses pelepasan lahannya. Daerah yang memiliki
kearifan lokal yang sangat khas ini, terdapat pada penelitian Hariadi. Hariadi
(2008) menyatakan bahwa di daerah pedesaan Jepang, terdapat suatu adat yang
khas yang disebut patrilineal primogenitur, yaitu adat yang menyatakan bahwa
harta warisan baik berupa rumah, berbagai perabot, serta lahan, diperuntukan bagi
anak laki-laki tertua. Kearifan lokal ini secara jelas menyatakan bahwa anak lakilaki tertua tidak bisa pergi meninggalkan pedesaan sehingga pertanian yang ada
di desa tetap berlanjut dengan luas lahan yang sama karena warisan hanya
diterima oleh anak laki-laki. Anak-anak yang lainnya akan pergi meninggalkan
desa dan berpindah ke kota guna bekerja di sektor lainnya terutama industri.
Kearifan lokal tersebut masih dipertahankan sampai saat ini. Inilah salah satu
kunci keberhasilan Jepang. Industrinya maju, dan pertaniannya juga tidak
tertinggal. Adat seperti ini tidak hanya ditemukan di Jepang, di Zimbabwe dan
Bolivia, anak yang telah berumur 12 tahun bisa bernegosiasi dengan orangtuanya
untuk memiliki lahan dan memelihara beberapa ekor ternak kambing. Ini
merupakan salah satu cara agar pemuda terlibat dalam pertanian dan menjadikan
pertanian sebagai mata pencaharian utama (White 2011)
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, kearifan lokal hanya berlaku di suatu
wilayah tertentu. Indonesia merupakan salah satu negara dengan berbagai suku
bangsa yang memiliki kearifan lokal. Penulis ingin menganalis apa bentuk dan
pelaksanaan kearifan lokal di daerah Indonesia terkait dengan sektor pertanian
terutama bentuk security land.
Hubungan antara Faktor Berpengaruh
dengan Bentuk Keterlibatan Pemuda di Pertanian
Penelitian yang dilakukan oleh Nugraha (2012), Sosialisasi yang
dilakukan oleh orangtua terkait pekerjaan di sektor pertanian tidak memberikan
pengaruh yang besar terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Hasil
penelitiannya menemukan fakta bahwa pemuda masih banyak yang terlibat di
sektor pertanian. Namun, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keterlibatan
pemuda disektor pertanian tidak dipengaruhi oleh pengajaran atau sosialisasi
pertanian oleh orangtua. Pekerjaan pertanian dikenal sebagai pekerjaan yang
membutuhkan waktu dan tenaga yang besar. Pada sisi yang berbeda, pemuda yang
menjadi responden penelitian Nugraha adalah pemuda yang masih bersekololah.
Hal inilah kemudian yang menyebabkan orangtua tidak terlalu memaksa anakanaknya untuk bertani dan lebih menekuni pendidikannya.
Senada dengan pengaruh orangtua, ternyata media massa juga tidak
berpengaruh terhadap keterlibatan pemuda di sektor pertanian. Pemuda tetap mau
bertani walaupun mereka jarang sekali mendengarkan program pertanian di radio.
Pemuda juga tidak begitu tertarik untuk merantau dan tinggal di kota. Mereka
biasanya pergi ke kota secara terpaksa karena disuruh oleh orangtuanya untuk

12

membeli bahan-bahan pertanian. Sedikit sekali pemuda yang pergi ke kota untuk
bermain. Mereka lebih nyaman bertempat tinggal di desa dan membantu orangtua
di sektor pertanian.
Menanggapi hasil penelitian ini, terlihat bahwa sikap pemuda yang bisa
bertahan di sektor pertanian dan memiliki persepsi yang positif terhadap
pertanian, lebih banyak dipengaruhi oleh persepsi individu pemuda terhadap
pertanian. Persepsi dipengaruhi oleh karakteristik individu pemuda. Penulis
berpandangan bahwa kasus seperti ini cenderung hanya terjadi dibeberapa desa
saja (Sukatani dan Cipandawa), karena secara umum pemuda pedesaan bermigrasi
ke kota untuk bekerja di sektor non pertanian (White 2011). Apalagi kalau melihat
begitu besarnya modernisasi di pedesaan, berbagai macam media massa,
mobilisasi yang lebih cepat dengan adanya kendaraan dan akses jalan raya yang
telah mencapai desa bahkan daerah terpencil, akan sangat berpengaruh pada laju
migrasi pemuda untuk keluar dari desa. Oleh karena itu, hasil penelitian bisa
berbeda jika penelitian dilakukan pada lokasi yang berbeda.
Penelitian yang dilakukan Nugraha (2012), hubungan antara keterlibatan
pemuda di pertanian dipengaruhi oleh teman sesama petani. Ketika teman-teman
pemuda juga bermata pencaharian sebagai petani, maka pemuda yang lain juga
akan ikut tertarik untuk bertani. Semakin sering mereka bertemu dengan sesama
petani, maka biasanya topik pembicaraannya juga tidak jauh-jauh dari pertanian.
Terkait dengan harga pupuk, pestisida, bibit, serta inovasi-inovasi pertanian
lainnya terutama teknologi. Bahkan kemungkinan terjadinya persaingan antar
pemuda dalam mendapatkan hasil yang maksimal juga bisa terjadi.
Penelitian White (2011) terkait pentingnya kepemilikan lahan, sangat erat
kaitannya dengan security land. Kearifan lokal terkait security land atau tingkat
kesulitan pelepasan lahan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap keterlibatan
pemuda pada kegiatan pertanian. Semakin tinggi usaha orangtua untuk
mempertahankan lahannya, maka mobilisasi pemuda pun akan terhambat. Mereka
akan tetap bertahan di desa untuk bertani karena harus mematuhi kearifan lokal
tersebut.
Kerangka Pemikiran
Keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian dapat berupa keterlibatan
pada saat kegiatan persiapan lahan dan benih, pemeliharaan, dan panen. Konsep
tersebut dirubah dalam belum variabel sehingga bisa diukur. Variabel bentuk
keterlibatan pemuda pada kegiatan pertanian merupakan variabel dependen atau
variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen.
Keputusan pemuda untuk menggeluti berbeda-beda. Ada pem