Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)

II. Keputusan Tata Usaha Negara (Beschikking)

Di Indonesia istilah beschikking diperkenalkan pertama kali oleh WF. Prins. Istilah beschikking ini ada yang menerjemahkannya dengan ketetapan, seperti E. Utrecht, Bagir Manan, Sjahran Basah, dan lain-lain, dan dengan keputusan seperti WF. Prins, Philipus M. Hadjon, SF. Marbun, dan lain-lain.

Berdasarkan beberapa definisi dari para sarjana tersebut, tampak ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking, yaitu: a). Pernyataan kehendak sepihak; b). Dikeluarkan oleh organ pemerintah; c). Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik; d). Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual; e). Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi.

Unsur-unsur keputusan tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka

3 UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

a. Penetapan tertulis;

b. Dikeluarkan oleh Badan/Pejabat TUN;

c. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Bersifat konkret, individual, dan final;

e. Menimbulkan akibat hukum;

f. Seseorang atau badan hukum perdata; Dalam membuat keputusan tata usaha negara harus memerhatikan beberapa persyaratan agar keputusan tersebut menjadi sah menurut hukum

35 Ibid., hlm. 185.

(rechtsgelding) dan memiliki kekuatan hukum (rechtskracht) untuk dilaksanakan. Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam pembuatan keputusan ini mencakup syarat materiil dan syarat formal.

a. Syarat-syarat materiil terdiri atas:

1. Organ pemerintahan yang membuat keputusan harus berwenang;

2. Karena keputusan suatu pernyataan kehendak (wilsverklaring), maka keputusan tidak boleh mengandung kekurangan- kekurangan yuridis (geen juridische gebreken in de wilsvorming), seperti penipuan (bedrog), paksaan (dwang) atau suap (omkoping), kesesatan (dwaling);

3. Keputusan harus berdasarkan suatu keadaan (situasi) tertentu;

4. Keputusan harus dapat dilaksanakan dan tanpa melanggar peratura-peraturan lain, serta isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.

b. Syarat-syarat Formal, terdiri atas;

1. Syarat-syarat yang ditentukan dalam berhubungan dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubungan dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;

2. Keputusan harus diberi bentuk yang telah ditentukan dalam peraturan

menjadi dasar dikeluarkannya keputusan itu;

perundang-undangan

yang

3. Syarat-syarat berhubung dengan pelaksanaan keputusan itu harus dipenuhi;

4. Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu harus diperhatikan.

Keputusan yang sah dan sudah dinyatakan berlaku, di samping mempunyai kekuatan hukum formal dan materiil, juga akan melahirkan prinsip praduga rechmatig (het vermoeden van rechtmatigheid atau presumptio justea

causa . Pri sip i i e ga du g arti ah a setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pe eri tah atau ad i istrasi egara itu dia ggap sah e urut huku . Asas praduga rechtmatig ini membawa konsekuensi bahwa setiap keputusan

yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, kecuali setelah ada pembatalan (vernietiging) dari pengadilan. Prinsip tersebut membawa konsekuensi bahwa setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya meskipun terdapat keberatan (bezwaar), banding (beroep), perlawanan (betreden) atau gugatan terhadap suatu keputusan oleh pihak yang dikenai keputusan tersebut.

Asas praduga rechmatig ini dianut pula oleh UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN jo UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, sebagaimana dalam Pasal 67 ayat (1); gugata tidak e u da atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ya g digugat . Dalam penjelasannya antara lain disebutkan, Akan tetapi Asas praduga rechmatig ini dianut pula oleh UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN jo UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan UU No. 5 Tahun 1986 Tentang PTUN, sebagaimana dalam Pasal 67 ayat (1); gugata tidak e u da atau menghalangi dilaksanakannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara ya g digugat . Dalam penjelasannya antara lain disebutkan, Akan tetapi

Asas praduga rechtmatig ini erat kaitannya dengan asas kepastian hukum yang terdapat dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Asas kepastian hukum dalam AAUPB ini menghendaki agar di dalam mengeluarkan keputusan atau membuat suatu penetapan apabila telah memenuhi syarat baik formiil maupun materiil tidak berlaku surut dan tidak dapat dicabut kembali, karena hal itu dapat mengakibatkan ketidakpercayaan warga masyarakat terhadap alat administrasi negara. Oleh karena itu, suatu keputusan/ketetapan yang dikeluarkan oleh alat administrasi negara, harus mengandung kepastian dan dikeluarkan tidak untuk dicabut kembali, bahkan sekalipun keputusan itu mengandung kekurangan. Oleh karena itu, pada asasnya setiap KTUN harus dianggap benar menurut hukum dan karenanya dapat dilaksanakan demi kepastian hukum selama belum dibuktikan sebaliknya sehingga akhirnya

dinyatakan bersifat melawan hukum oleh PTUN. 36 Meskipun asas praduga rechtmatig ini demikian penting dalam melandasi

setiap keputusan dengan beberapa konsekuensi yang lahir darinya, namun asas ini tidak berarti meniadakan sama sekali kemungkinan perubahan, pencabutan,

atau penundaan keputusan tata usaha negara. 37