METODOLOGI PENELITIAN

1.2 Populasi dan Sampel

Populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Populasi pada penelitian ini adalah negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Negara asal turis yang ada dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 region besar berdasarkan data jumlah kedatangan wisman ke Indonesia dari tahun 1991-2014 di Badan Pusat Statistik Indonesia. Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Sugiyono, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik sampel non acak yaitu dengan metode pengambilan sampel bertujuan ( purposive sampling ). Pengambilan sampel dalam hal ini terbatas pada negara-negara tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan peneliti.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas Studi kali ini akan menggambarkan secara komprehensif hubungan terorisme dan PDB negara asal turis dengan kedatangan wisatawan asing, yang didefinisikan sebagai Tourist Arrival (TA). Variabel dependen pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Michael Brakke (2004) dan Alexi Simos Thompson (2008), peneliti memodifikasi modelnya sesuai dengan pertimbangan akan perbedaan kasus dan data penelitian, sehingga tidak memakai persamaan regresi melainkan perhitungan non parametrik korelasi Spearman.

Variabel bebas pertama adalah fokus utama penelitian ini, yakni TER yaitu tingkat keparahan serangan terorisme yang terjadi di Indonesia. Terorisme seperti yang Braake sampaikan (2004) menjelaskan bahwa instabilitas politik, termasuk terorisme sangat berpengaruh terhadap permintaan pariwisata. Variabel data ini didapatkan dari Global Terorrism Database dari tahun 1991-2014. Dalam penelitian ini yang batasan kasus Variabel bebas pertama adalah fokus utama penelitian ini, yakni TER yaitu tingkat keparahan serangan terorisme yang terjadi di Indonesia. Terorisme seperti yang Braake sampaikan (2004) menjelaskan bahwa instabilitas politik, termasuk terorisme sangat berpengaruh terhadap permintaan pariwisata. Variabel data ini didapatkan dari Global Terorrism Database dari tahun 1991-2014. Dalam penelitian ini yang batasan kasus

Variabel bebas yang kedua, GDP s ( Gross Domestic Bruto ) adalah Produk Domestik Bruto di negara asal turis. PDB adalah indikator yang paling sering digunakan dalam mengukur akun sebuah negara ( Lequille dan Blades , 2006). Data yang dikumpulkan berasal dari database World Bank yang telah diolah, dihitung rata-ratanya untuk mencukupi kebutuhan penelitian ini dan membaginya dalam 3 kelompok besar negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Klasifikasi ini berdasarkan perolehan data dari Badan Pusat Statistik yang mengelompokkan wisatawan asing berdasarkan negaranya.

Untuk negara-negara yang tidak tercantum baik yang termasuk dalam region ataupun di luar region, hal ini dikarenakan data kelompok yang berasal dari Badan Pusat Statistik mendefinisikannya sebagai wisatawan yang besal dari negara lainnya, sehingga tidak dapat ditelusuri negara asalnya dan menyebabkan tak dapat dicari nilai PDB nya.

Dalam persamaannya, Thompson menambahkan variabel bebas INT yaitu terminologi untuk mengombinasikan GDP H dan TER, yang mana dalam penelitian ini tidak dimasukkan karena terminologi ini ingin mencari perbedaan dampak terorisme terhadap ekonomi antara negara-negara maju dan negara-negara yang berkembang. Hipotesis sederhanya adalah terorisme mampu meluluhlantahkan negara miskin daripada negara maju. ( Thompson , hal 20, 2008).

2. Variabel Terikat Penelitian kali ini akan mencari variabel terikat (tidak bebas) yakni jumlah

kedatangan wisatawan asing ke Indonesia yang disimbolkan sebaga TA ( tourist arrivals ) selama periode waktu dari tahun 1991-2014. Data kedatangan wisatawan asing yang datang ke Indonesia didapatkan dari olahan Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik.

Definisi dari variabel penelitian dapat dijelaskan secara singkat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 3.2 Definisi Variabel

Sumber Tingkat keparahan terorisme Serangan terorisme

Dihitung dalam skala jumlah Global

yang terjadi dihitung

korban jiwa

Terrorism

dalam skala jumlah

Index (2015)

korban jiwa.

Produk Domestik Bruto

Nilai output yang

Consumption + Investment + Lequiller &

didapatkan dalam

Government Spending + Net Blades

teritori negara yang

Exports

bersangkutan dikurangi konsumsi tingkat menengah.

Jumlah kedatangan wisman

Total kedatangan

Holiday tourist arrivals + Song & Li

wisatawan dari negara

Business tourist arrivals + (2010)

asal ke negara tujuan

Tourist arrivals for visiting

wisata.

friends & relatives + Tourist arrivals by air

1.3 Teknik Pengumpulan Data dan Keterbatasan

Data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumber datanya adalah data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah data laporan keuangan pendapatan Produk Domestik Bruto Indonesia dan negara-negara asal turis yang telah tercantum dalam 3 region besar dan mencakup 16 negara dalam region Asia Pasifik, 2 negara dalam region Amerika, serta 15 negara dalam region Eropa. Data pendapatan dari tahun 1991-2014 ini diperoleh dari World Bank database, www.data.worldbank.org.

Data nilai rasio jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia selama periode 1991-2014 diperoleh dari Indikator Ekonomi, Badan Pusat Statistik Indonesia cetakan 1995-2015. Sedangkan data frekuensi terorisme yang terjadi di Indonesia Global Terorrism Database dari tahun 1991-2014, www.start.umd.edu.

Dalam teknik pengumpulan data ada keterbatasan yaitu tidak semua negara tercatat sebagai negara asal turis yang datang ke Indonesia sehingga tidak bisa mewakili populasi lebih besar ( general population ), sehingga hanya merepresentasikan negara-negara yang ada.

1.4 Statistik Non Parametrik

Metode statistik nonparametrik merupakan metode statistik yang dapat digunakan dengan mengabaikan asumsi-asumsi yang melandasi penggunaan metode statistic parametrik, terutama yang berkaitan dengan distribusi normal. Istilah lain yang sering digunakan untuk statistik nonparametrik adalah statistik bebas distribusi

( distribution free statistics ) dan uji bebas asumsi ( assumption-free test ). Statistik nonparametrik banyak digunakan pada penelitian-penelitian sosial. Data yang diperoleh dalam penelitian sosial pada umunya berbentuk kategori atau berbentuk rangking. Uji statistik nonparametrik ialah suatu uji statistik yang tidak memerlukan adanya asumsi-asumsi mengenai sebaran data populasi. Uji statistik ini disebut juga sebagai statistik bebas sebaran ( distribution free ). Statistik nonparametrik tidak mensyaratkanbentuk sebaran parameter populasi berdistribusi normal. Statistik nonparametrik dapat digunakan untuk menganalisis data yang berskala nominal atau ordinal karena pada umumnya data berjenis nominal dan ordinal tidak menyebar normal. Dari segi jumla data, pada umumnya statistik nonparametrik digunakan untuk data berjumlah kecil (n <30).

1.5 Uji Korelasi Spearman

Metode korelasi jenjang ini dikemukakan oleh Carl Spearman pada tahun 1904. Metode ini diperlukan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel di mana dua variabel itu tidak mempunyai joint normal distribution dan conditional variance tidak diketahui sama.

Koefisien korelasi peringkat Spearman r s adalah ukuran erat tidaknya kaitan antara dua variabel ordinal, artinya r s merupakan ukuran atas kadar atau derajat hubungan antara data yang telah disusun menurut peringkat ( ranked data ). Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan nilai aktual dari X dan Y (Sugiyono, 2010). Adapun prosedur untuk menghitung dan menguji koefisien korelasi peringkat Spearman adalah:

1. Rumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif

2. Tentukan taraf nyata (α)

3. Kumpulkan data dan kemudian susun peringkat data tersebut

4. Hitung perbedaan antara pasangan peringkat

5. Hitung nilai r s dengan rumus: 6∑

di mana : D menunjukkan perbedaan setiap pasang peringkat n menunjukkan jumlah pasangan peringkat

6. Jika n > 10, hitunglah koefisien korelasinya dengan rumus: �= √�−

7. Bandingkan nilai CR yang dihitung dengan nilai dari tabel t dengan menggunakan derajat kebebasan n-2

8. Tarik kesmpulan statistik tentang H 0

Hipotesa nihil yang akan diuji menyatakan bahwa dua variabel yang diteliti dengan nilai jenjangnya itu independen, tidak ada hubungan antara jenjang variabel yang satu dengan jenjang dari variabel lainnya.

H0 : rs = 0 H1 : rs 0

Kriteria pengambilan keputusannya adalah H0 diterima apabila rs   s  dan H0 ditolak apabila rs >  s . Untuk n < 10 dapat dipergunakan tabel nilai t di mana kriteria pengambilan keputusannya adalah:

Ho diterima apabila – t �⁄ ; n-2 ≤t≤tt ; n-2

Ho ditolak apabila t �⁄ ; n-2 atau t < - t  / 2 ; n-2

1.6 Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi

Koefisien Korelasi (r) adalah nilai yang menunjukan ada tidaknya hubungan yang linier antara variabel bebas dan variabel tidak bebas. Koefisien korelasi merupakan dirumuskan sebagai berikut:

Nilai koefisien korelasi menunjuk pada kategori sebagai berikut:

1. Jika nilai r positif, berarti hubungan X dengan Y lurus, artinya semakin besar X, maka Y semakin besar.

2. Jika nilai r negatif, berarti hubungan X dengan Y terbalik, artinya jika X semakin besar, maka Y semakin kecil.

3. Jika nilai r antara 0.01-0.19: hubungan X dengan Y berada pada kategori sangat lemah

4. Jika nilai r antara 0.20-0.39: hubungan X dengan Y berada pada kategori lemah

5. Jika nilai r antara 0.40-0.59 : hubungan X dengan Y berada pada kategori sedang

6. Jika nilai r antara 0.60-0.79: hubungan X dengan Y berada pada kategori kuat

7. Jika nilai r antara 0.80-0.99: hubungan X dengan Y berada pada kategori sangat kuat

Untuk mengetahui apakah ada hubungan parsial antara variabel X dengan variabel Y dilakukan dengan menghitung koefisien korelasi parsial dengan rumus sebagai berikut:

Koefisien Determinasi merupakan nilai yang menunjukan kemampuan variabel x menjelaskan keragaman dari y, di mana nilai Koefisien Determinasi (KD) dirumuskan dengan:

=��

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

1.7 Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini menggunakan sampel negara-negara asal wisatawan asing yang datang ke Indonesia, yang terbagi menjadi 3 region besar, Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa yang tercatat dalam Statistik Indonesia, Biro Pusat Statistik dari tahun 1991- 2014. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap data yang ada, jumlah negara yang tercatat adalah 16 negara dalam region Asia Pasifik, 2 negara dalam region Amerika, serta 15 negara dalam region Eropa, kelengkapan selanjutnya digunakan sebagai sumber data pada penelitian ini ada sebanyak 33 negara. Adapun proses seleksi sampel disajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1 Kedatangan Wisatawan Asing Berdasarkan Kebangsaan

Lainnya (Timur Kebangsaan

Asia Pasifik

Amerika

Eropa

Tengah dan Afrika)

Brunei Darussalam

(Data tak tersedia) Malaysia

Amerika Serikat

Amerika Lainnya

Korea Selatan

Tiongkok / Cina

Rusia

Australia

Eropa Lainnya

Selandia Baru

Asia Pasifik Lainnya

Sumber: Diolah dari data dari Statistik Indonesia, Badan Pusat Statistik (1995-2015)

1.8 Deskripsi Data Variabel Tidak Bebas

Tabel 4.2 Jumlah Kedatangan Wisatawan Asing berdasarkan Kebangsaan

Total Tahun

Asia Pasifik

Amerika

Eropa

Jumlah Pertumbuhan

Jumlah Pertumbuhan

2,482,742 -11.57 mean

Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik Indonesia (1991-2015)

Menurut data, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan asing berdasarkan 33 negara ini mengalami volatilitas. Pada tahun 1998, terlihat jelas bahwa kedatangan wisman mencapai titik terendah yaitu turun 11,57% dari tahun sebelumnya. Pengerucutan jumlah wisman yang datang juga bukan hanya dari total kedatangan. Pada tahun ini, baik region Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa menjelaskan status keengganan untuk melakukan wisata ke Indonesia. Asia Pasifik berkurang 9,09% dari tahun sebelumnya, Amerika berkurang 20,93% dari tahun sebelumnya, dan Eropa berkurang 19,78% dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada tahun itu, Menurut data, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan asing berdasarkan 33 negara ini mengalami volatilitas. Pada tahun 1998, terlihat jelas bahwa kedatangan wisman mencapai titik terendah yaitu turun 11,57% dari tahun sebelumnya. Pengerucutan jumlah wisman yang datang juga bukan hanya dari total kedatangan. Pada tahun ini, baik region Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa menjelaskan status keengganan untuk melakukan wisata ke Indonesia. Asia Pasifik berkurang 9,09% dari tahun sebelumnya, Amerika berkurang 20,93% dari tahun sebelumnya, dan Eropa berkurang 19,78% dari tahun sebelumnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada tahun itu,

Penurunan pertumbuhan yang signifikan juga bisa dilihat pada tahun 2003, di mana menjelang akhir tahun, Oktober 2002, destinasi wisata Indonesia yang sangat digemari oleh pasar internasional, yaitu Bali terkena serangan bom. Serangan ini dilaksanakan tepat di area-area yang dipenuhi wisman dan menyebabkan banyak jatuhnya korban jiwa dari negara-negara asing. Peristiwa ini berakibat buruk bagi citra pariwisata Indonesia sehingga menyebabkan penurunan jumlah kedatangan wisman pada tahun 2002 sebesar 2,44% dan menurun lebih drastis lagi sebesar 11,16% di tahun 2003. Total penurunan tahun 2002-2003 adalah 13,6%.

Penurunan yang signifikan namun tak sebesar dengan yang terjadi di tahun 1998 dan 2003 terjadi di tahun 2005. Pada tahun ini, Bali kembali menjadi target serangan bom di area yang dipenuhi wisman pada 1 Oktober 2005. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah kedatangan wisatawan asing pada tahun 2005. Penurunan dicatat sebesar 7,16% dibandingkan tahun sebelumnya dan pada tahun 2006 juga masih mengalami penurunan sebesar 1,84% dari tahun 2005. Total penurunan tahun 2005- 2006 adalah 9%.

1.9 Analisa Data Variabel Bebas

Data Tingkat Keparahan Terorisme

Tabel 4.3.1. Data Terorisme di Indonesia

Jumlah

Tahun Jumlah Serangan Korban

Pelaku

Jiwa

1995 24 41 HKBP, E.Timorese Activists, GAM, OPM, FALINTIL E. Timorese Activists, Irianese Tribesmen, FRETLIN, Moslem 1996

E. Timorese Activists, OPM, FRETILIN

3 9 The Ninjas, Unknown

61 66 PP, Aitarak Militia, PDR, GAM, OPM, Mahidi

GAM, JI, Militia Members, Gunmen, KAK, FPI Gunmen, Unknown, Dayak gang, GAM, OPM, Mujahedin Kompak,

Laskar Jihad

GAM, Laskar Jihad, JI, Al-Qa'ida

18 26 Unknown, GAM, JI, OPM

17 39 GAM, JI, OPM, Unknown

15 38 GAM, Unknown, JI

Tahun Jumlah

Jumlah Korban

13 0 Unknown, OPM

19 15 Unknown, JI

21 20 JI, JAT, OPM

39 15 Unknown, OPM, JAT, MIT

32 21 Unknown, OPM, MIT

33 19 OPM, Unknown, MIT

Sumber: Global Terrorism Database Data yang jumlah serangan terorisme diambil dari Global Terrorism Database

yang diatur oleh National Consortium for The Study of Terrorism and Responses to Terrorism (START) dalam naungan Universitas Maryland, Amerika Serikat. Data ini merupakan basis tinjauan yang dipakai oleh Global Terrorism Index (GTI) dalam mengukur keparahan dampak aksi terorisme di dunia secara parsial. Kelemahan dalam data ini adalah data tahun 1993 tidak tertulis karena adanya permasalahan dengan pengumpulan data tahun itu sehingga revisi data tahun 1993 akan dirilis pada bulan Agustus 2016 (Wikipedia GTD). Negara Indonesia sendiri berada dalam ranking ke 33 negara yang terkena dampak terorisme (GTI, 2015). Hal ini menyebabkan status negara Indonesia masih rawan terhadap serangan terorisme.

Dari data di atas dapat dilihat bahwa aksi terorisme yang terjadi di Indonesia didominasi oleh gerakan-gerakan separatis seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), partai politik FRETILIN serta sayap militernya FALINTIL di Timor Leste dan organisasi radikal seperti Mujahidin Indonesia Timur, Jamaah Ansharut Tauhid, Jemaah Islamiyah, dan lain sebagainya.

Kasus serangan terorisme terbanyak yang pernah tercatat di Indonesia terjadi pada tahun 2001 dengan jumlah kasus mencapai 105 aksi serangan terorisme, di mana lebih dari 50% dari aksi tersebut dilakukan oleh Gerakan Aceh Merdeka (data GTD ). Pada tahun ini, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing ke Indonesia memang masig positif yakni sebesar 1,84% dari tahun sebelumnya. Namun perbandingan pertumbuhan pada tahun 2001 memang lebih sedikit dari pertumbuhan pada tahun 2000 yang mencapai 7%.

Serangan terorisme terendah yang pernah terjadi di Indonesia dari tahun 1995- 2014 terjadi pada tahun 2007 di mana pelakunya yakni Aliansi Gerakan Anti- Pemurtadan menyerang daerah Soreang, Sulawesi Selatan, namun tak tercatat ada korban jiwa. Sedangkan serangan lainnya terjadi di Poso, Sulawesi Tengah dan pelakunya belum teridentifikasi.

Untuk tingkat keparahan terorisme, tahun 2002 adalah yang terburuk dalam sejarah Indonesia dari tahun 1995-2014. Tercatat 257 korban jiwa jatuh akibat serangan terorisme. Bom Bali I yang terjadi di bulan Oktober pada tahun 2002 mengakibatkan 202 orang menjadi korban jiwa. Tingkat terparah kedua terjadi di tahun 2001, di mana 135 orang menjadi korban jiwa. Pada tahun ini, beberapa serangan terorisme terjadi di ibukota Jakarta dan kota Makassar. Tingkat terparah ketiga terjadi di tahun 2000 dengan jumlah korban jiwa 133 orang. Di tahun ini, ada dua serangan bom yang terjadi di kedutaan asing (Kedubes Filipina dan Malaysia), serangan bom di Bursa Efek Indonesia dan serangan bom pada malam natal di berbagai kota. Beberapa serangan lain juga terjadi di Aceh. Tingkat terparah keempat terjadi di tahun 1997 yang menyebabkan tewasnya 102 korban jiwa. Gerakan klandestin yang dilakukan oleh FRETLIN dari tahun 1980, mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang jatuh pada tahun perjuangan melawan NKRI karena ingin memisahkan diri.

Data Produk Domestik Bruto Negara Asal Turis

Tabel 4.3.2 Produk Domestik Bruto Region Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa

Total Tahun

Asia Pasifik

Amerika

Eropa

Jumlah Pertumbuhan (%) 1995

Jumlah Pertumbuhan

1,426 -3.38 mean

Sumber: World Bank Database

Dari data di atas dapat dilihat bahwa penurunan terendah dalam volatilitas pertumbuhan Produk Domestik Bruto secara global terjadi pada tahun 2009 di mana Dari data di atas dapat dilihat bahwa penurunan terendah dalam volatilitas pertumbuhan Produk Domestik Bruto secara global terjadi pada tahun 2009 di mana

Untuk region Asia Pasifik, pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2010, di mana pertumbuhan Produk Domestik Bruto mencapai 16,56% dari tahun sebelumnya. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada tahun 1998, di mana Produk Domestik Bruto turun 8,80% dari tahun 1997. Untuk region Amerika, pertumbuhan tertinggi terjadi di tahun 2005, di mana angka pertumbuhan naik 7,26% dari tahun sebelumnya. Penurunan terendah Produk Domestik Bruto region Amerika terjadi di tahun 2009 yang menurun 2,90% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini berefek pada Great Recession secara global dikarenakan salah satu penyebabnya adalah terjadinya krisis sub-prime mortgage di Amerika Serikat dan menjalar ke negara-negara lain. Ihwal jatuhnya keadaan ekonomi ini dikarenakan Amerika Serikat termasuk jajaran negara terkuat dalam G20. Sedangkan dalam region Eropa, pertumbuhan Produk Domestik Bruto tertinggi terjadi di tahun 2003 yang angka pertumbuhannya mencapai 21,54% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan terendah yang pernah dialami region ini terjadi pada tahun 2009 sebesar 11,41%. Krisis Great Recession yang berawal dari Amerika Serikat ternyata memberikan pengaruh yang lebih meluas di Eropa. Eurostat melaporkan bahwa perbandingan hutang terhadap rasio Produk Domestik Bruto di 17 area Eropa adalah sebesar 79,9% di tahun 2009.

BAB V HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

1.10 Hubungan Tingkat Keparahan Terorisme dan Produk Domestik Bruto dengan Tingkat Kedatangan Wisatawan Mancanegara Total ke Indonesia

Tabel 5.1a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman

Hubungan Terorisme dengan Total Jumlah Kedatangan Wisman di Indonesia

Total Arrival

Terorisme

Tabel 5.1b Grafik Hubungan PDB Total dengan Jumlah Kedatangan Wisman

Hubungan Pertumbuhan PDB Total dengan Total Jumlah Kedatangan Wisman

-5.00% 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -10.00% -15.00%

Arriv.Total

PDB Total

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 17.66%. Di tahun

1997, tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, menyebabkan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing berkurang 15.09% dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Namun, pada tahun 1998, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka 9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun menurun drastis hingga mencapai -11.57%, tahun ini walau angka terorisme mengecil, namun terjadi krisis ekonomi secara global dan ketidakstabilan politik di Indonesia seperti pengusiran warga Tiongkok dari Jakarta, serta kulminasi penurunan Presiden Soeharto yang mengakibatkan persebaran kerusuhan.

Tahun 1999 dan 2000 terjadi hubungan yang linier antar dua axis. Di tahun 1999, tingkat keparahan terorisme naik ke angka 66, diikuti oleh kenaikan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing 3.02%. Begitupun di tahun 2000, di saat terjadi kenaikan pada tingkat keparahan terorisme yang mencapai angka 133, kedatangan wisatawan asing justru tumbuh 7.00%.

Namun pada tahun 2001 dan 2002, kembali terelihat bahwa hubungan anar dua axis bertolak belakang secara signifikan. Saat tingkat keparahan terorisme naik ke angka 135, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan di tahun 2000 turun 5.16% dari pertumbuhan tahun sebelumnya. Ketika terjadi Bom Bali I pada bulan Oktober 2002 dan mengakibatkan tingkat keparahan terorisme naik ke angka tertinggi yakni 247, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan asing pun merosot -2.44%. Dampak Bom Bali I tak hanya dirasakan di tahun serangan terjadi, karena setelahnya di tahun 2003, saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 26, penurunan pertumbuhan wisatawan asing semakin merosot tajam sebesar -11.16%.

Hubungan yang tidak terlalu signifikan, juga tergambar di tahun 2004, di mana tingkat keparahan terorisme naik ke angka 39, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing malah tumbuh ke poin tertinggi, yakni 19.16%. Lalu di tahun 2005, saat terjadi serangan Bom Bali II, tingkat keparahan terorisme turun 1 angka ke angka 38, pertumbuhan kedatangan wisatawan turun -7.16%.

Dapat dikatakan dari tahun 2006-2014, hubungan yang terjadi antar dua axis selalu bertolak belakang secara stabil. Hanya satu hubungan linier antar dua axis yang tak signifikan terjadi di tahun 2013. Namun di tahun 2009 terjadi hubungan bertolak belakang yang tak signifikan, tingkat keparahan terorisme naik ke angka 15, diikuti oleh penurunan yang sangat merosot tajam dari pertumbuhan kedatangan wisatawan asing sebesar 12.3% dari pertumbuhan sebelumnya. Pada tahun ini diperkirakan karena adanya dampak yang terjadi akibat krisis global tahun 2008, diawali oleh subprime mortgage di Amerika yang menyebabkan pasar uang dan modal seluruh dunia jatuh. Lalu di tahun 2013, saat tingkat keparahan terorisme naik hanya 6 angka dari tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing juga naik 9.02%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto total 3 region terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa volatilitas antar dua axis terkadang linier namun juga terkadang berhubungan secara terbalik, namun didominasi oleh hubungan yang linier. Pada tahun 1996, saat PDB total turun 4.20%, total kenaikan wisatawan asing naik 17.66%, kejadian ini menggambarkan hubungan yang bertolak belakang. Namun pada tahun selanjutnya, 1997, saat pertumbuhan PDB turun ke poin 3.80%, pertumbuhan total kedatangan wisatawan asing pun turun 2.57%, begitupun saat krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, PDB total turun ke poin 3.47%, pertumbuhan total kedatangan wisatawan asing turun hingga –11.57%. Di tahun 1999, kembali terjadi hubungan linier antar dua axis. Pertumbuhan total PDB naik 5.89%, begitupun dengan pertumbuhan kedatangan wisatawan asing yang mengalami kenaikan 3.02%.

Kejadian yang bertolak belakang kedua, terjadi di tahun 2000, saat awal mula resesi, total PDB turun hingga 5.42%, namun kedatangan wisatawan asing mengalami pertumbuhan 5.42%. Kejadian selanjutnya terjadi pada tahun 2002, di mana saat itu Indonesia mengalami kejadian serangan Bom Bali I pada Oktober 2002, menyebabkan total kedatangan wisatawan turun 2.44% walaupun PDB total mengalami pertumbuhan 3.67%.

Titik pertumbuhan tertinggi pada total kedatangan asing terjadi tahun 2004 yang naik 19.16% dikarenakan pertumbuhan PDB juga menaik 8.51%. Pada tahun 2015, terjadi hubungan linier antar dua axis namun tak terlalu signifikan. Penurunan PDB total hanya 1.5% dari pertumbuhan tahun 2014, namun penurunan kedatangan wisatawan asing menurun tajam sebesar 7.16%. Hal ini mungkin disebabkan adanya serangan terorisme Bom Bali II pada bulan Oktober 2015.

Hubungan bertolak belakang signifikan selanjutnya terjadi di tahun 2008, di mana pada saat PDB turun 3.13% dari pertumbuhan tahun sebelumnya akibat kriris global yang diakibatkan subprime mortgage di Amerika Serikat, kedatangan wisatawan asing malah tumbuh sebesar 13.20%. Tahun 2009-2014, pertumbuhan kedua axis dapat disimpulkan stabil dan tidak bertolak belakang.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.1. Perhitungan Korelasi Spearman Model I

Variabel Koefisien

Kesimpulan Korelasi

Kategori

Koefisien

r tabel

Determinasi

Tidak Signifikan terhadap 5%, FATALITIES

signifikan terhadap 10% GDP Total

Lemah Negatif

Kuat Positif

Signifikan terhadap 5%

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan nilai koefisien korelasi tingkat keparahan terorisme adalah -0.388 dengan nilai signifikan terhadap 5% yakni 0.091, menggambarkan ada hubungan yang negatif yang lemah antara terorisme dengan jumlah kunjungan wisatawan dari ketiga region. Dalam hal ini kemampuan variabel terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan total adalah 15.05%, sedangkan sisanya sebesar 84.95% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB total adalah 0,806 dengan signifikansi yang amat teliti di 1%, hal ini menggambarkan ada hubungan yang sangat kuat secara positif antara PDB total dengan jumlah kunjungan wisatawan dari ketiga region. Dalam

hal ini kemampuan variabel PDB total untuk menjelaskan variasi dari jumlah

kunjungan ketiga region adalah 64.96%, sedangkan sisanya sebesar 35.04% dipengaruhi oleh faktor lain. Jika negara-negara dari ketiga region ini digabungkan, hasil analisa ini dapat dikatakan sebagai gambaran umum hubungan yang terjadi antara PDB dengan jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia.

Grafik 5.1c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Total

Sebaran Keparahan Terorisme Sebaran PDB Total

e 10.00% sm

0 -20.00% -10.00% -2.00% 0.00%

-20.00% K -10.00% 0.00%

Kedatangan Wisman Total

Kedatangan Wisman Total

Koefisien korelasi ( r ) : Tingkat keparahan terorisme (-0.388) dan PDB Total (0.806)

1.11 Hubungan Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Negara Asal Turis per Region dengan Tingkat Kedatangan Wisman per Region

Region Asia Pasifik Tabel 5.1a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman

Asia Pasifik

Hubungan Terorisme dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Asia Pasifik

Arriv.Asia Pasifik

Terorisme

Tabel 5.2.1b Grafik Hubungan Pertumbuhan PDB Asia Pasifik dengan Tingkat Kedatangan Wisman Asal Asia Pasifik

Hubungan Pertumbuhan PDB Asia Pasifik dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Asia Pasifik

-5.00% 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -10.00% -15.00% -20.00%

Arriv.Asia Pasifik

PDB Asia Pasifik

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Asia Pasifik dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Asia Pasifik dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke

Pada tahun 2002 kembali terjadi hubungan yang bertolak belakang. Saat tingkat keparahan terorisme terjadi paling tinggi, saat terjadinya Bom Bali I yang mencapai 247 korban jiwa, penurunan jumlah kedatangan wisatawan asal Asia Pasifik berada di angka -2.20%. Pada tahun 2003, efek serangan Bom Bali masih membekas dan menyebabkan permintaan pariwisata masih rendah. Hal ini terlihat dari kondisi terorisme yang menurun tajam hingga hanya berada di angka 26, namun jumlah kedatangan wisatawan tetap menurun hingga 4.37% dari tahun 2002.

Hubungan linier yang kurang signifikan terjadi di tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2004. Tingkat keparahan terorisme hanya naik 13 angka, namun pertumbuhan kedatangan wisatawan tumbuh drastis sebesar 19.88%. Lalu di tahun 2005, saat terjadi serangan Bom Bali II, tingkat keparahan terorisme turun 1 angka ke angka 38, diikuti pertumbuhan kedatangan wisatawan turun -14.16%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Asia Pasifik terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa volatilitas antar dua axis terkadang linier namun juga terkadang berhubungan secara terbalik. Pada tahun 1996 di penurunan PDB mencapai -3.78%, pertumbuhan jumlah kedatangan wisatawan mengalami pertumbuhan 21.22%. Namun penurunan kedatangan wisatawan terus terjadi di tahun selanjutnya, yakni dari tahun 1996 hingga mencapai titik terendah di tahun 1998 yang mencapai -9.09% di saat penurunan PDB Asia juga mencapai titik terendah, turun di poin -8.08% dari tahun sebelumnya. Seperti yang diketahui, pada tahun 1997-1998 memang terjadi krisis ekonomi yang terjadi di Asia, terutama di negara-negara ASEAN ( Association of South East Nation ) yang berdampak hampir kepada dunia ekonomi dunia. Setelah krisi ekonomi, pertumbuhan PDB Asia Pasifik pun mulai pulih dan membaik, sehingga pertumbuhan kedatangan wisatawan ke Indonesia juga mulai membaik.

Di tahun 2001, krisis keuangan yang terjadi akibat serangan terorisme September 2011, ternyata berpengaruh secara global sehingga menyebabkan pasar uang dan modal memburuk, inilah yang menyebabkan PDB Asia sempat anjlok ke poin -6.25% namun pertumbuhan kedatangan pariwisata masih relatif stabil walau mengalami sedikit penurunan pertumbuhan yang hanya 1.86%. Lalu di tahun 2002, era setelah terjadinya Bom Bali I pada bulan Oktober 2012, penurunan kedatangan wisatawan dari Asia Pasifik mengalami penurunan walau PDB telah tumbuh dan stabil. Penurunan kedatangan wisatawan Asia Pasifik pada tahun terjadinya serangan teroris di 2002 Di tahun 2001, krisis keuangan yang terjadi akibat serangan terorisme September 2011, ternyata berpengaruh secara global sehingga menyebabkan pasar uang dan modal memburuk, inilah yang menyebabkan PDB Asia sempat anjlok ke poin -6.25% namun pertumbuhan kedatangan pariwisata masih relatif stabil walau mengalami sedikit penurunan pertumbuhan yang hanya 1.86%. Lalu di tahun 2002, era setelah terjadinya Bom Bali I pada bulan Oktober 2012, penurunan kedatangan wisatawan dari Asia Pasifik mengalami penurunan walau PDB telah tumbuh dan stabil. Penurunan kedatangan wisatawan Asia Pasifik pada tahun terjadinya serangan teroris di 2002

Penurunan terendah kedatangan wisatawan Asia Pasifik tercatat pada tahun 2005 dengan poin -14.16%, hal ini terjadi di saat pertumbuhan PDB Asia Pasifik naik ke poin 7.02%. Pada tahun ini Bom Bali II terjadi pada bulan Oktober 2005, hal itu mungkin menjadi penyebab utama penurunan jumlah kedatangan wisatawan yang anjlok. Pada tahun-tahun selanjutnya, dari 2006-2014, pertumbuhan PDB Asia Pasifik terus mengalami pertumbuhan yanghampir tiap tahunnya linier dengan pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara asal Asia Pasifik. Ada momen di tahun 2013 di mana pertumbuhan PDB menurun 1.27%, pertumbuhan kedatangan naik 8.90%, namun kondisi ini tidak terlalu begitu signifikan.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.2.1. Perhitungan Korelasi Spearman Model II

Kesimpulan FATALITIES

Variabel Koefisien Korelasi

Kategori

Koefisien Determinasi

r tabel

Lemah Negatif

Tidak Signifikan terhadap 5%, signifikan terhadap 10%

GDP ASIA 0.782

Kuat Positif

Signifikan

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan bahwa nilai koefisien korelasi tingkat terorisme dengan tingkat kedatangan wisman dari region Asia Pasifik adalah -0.442 dengan signifikansi 10%, menggambarkan ada hubungan secara negatif dalam kategori sedang antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah kedatangan wisman dari region Asia Pasifik. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region ini adalah 19.54%, sedangkan sisanya sebesar 80.46% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB region Asia Pasifik adalah 0,782 dengan signifikansi yang amat teliti di 1%, menggambarkan ada hubungan yang kuat secara positif antara PDB Asia Pasifik dengan jumlah kunjungan wisatawan dari region Asia

Pasifik. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB Asia Pasifik untuk menjelaskan

variasi dari jumlah kunjungan region Asia Pasifik adalah 61.15%, sedangkan sisanya sebesar 38.85% dipengaruhi oleh faktor lain. Negara-negara Asia Pasifik adalah pasar pariwisata internasional yang paling mudah dijangkau karena posisinya masih dalam satu region dengan Indonesia.

Grafik 5.2.1c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Asia Pasifik

Sebaran Keparahan Terorisme Sebaran PDB Asia Pasifik

e 20.00% sm

-20.00% B A 0.00% 50 -10.00% 0.00%

ah

D 30.00% p ar

Kedatangan Wisman Asia Pasifik -15.00%

Kedatangan Wisman Asia Pasifik Koefisien korelasi ( r ) : Tingkat keparahan terorisme (-0.442) dan PDB Asia Pasifik

Region Amerika Tabel 5.2.2a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan

Wisman Amerika

Hubungan Terorisme dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Amerika

Arriv.Amerika

Terorisme

Grafik 5.2.2b. Hubungan Pertumbuhan PDB Amerika dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Amerika

Hubungan Pertumbuhan PDB Amerika dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Amerika

0.00% -10.00% 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -20.00% -30.00% -40.00%

Arriv.Amerika

PDB Amerika

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Amerika dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh volatilitas hubungan yang sangat tinggi dan tidak signifikan, menandakan hampir tidak ada hubungan antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 23.51%. Di tahun 1997, tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, menyebabkan penurunan kedatangan wisatawan asing berkurang -10.03%. Namun, terjadi hubungan linier pertama pada tahun 1998, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka 9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun ikut turun hingga mencapai -20.93 %.

Hubungan tidak signifikan terjadi di tahun 2000, di saat tingkat keparahan terorisme naik ke angka 133, kedatangan wisatawan asal Amerika tumbuh sebesar 29.70%. Di tahun 2003, saat tingkat keparahan terorisme menurun 221 angka dari tahun sebelumnya, kedatangan wisatawan ikut turun -21.65%. Diikuti pada tahun 2006, di saat tingkat keparahan terorisme turun 36 poin dari tahun sebelumnya, penurunan yang begitu besar terjadi di kedatangan wisman Amerika yang turun -30.75%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Amerika terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa fluktuasi antara dua axis menggambarkan volatitas dan gap yang besar. Sangat sedikit pertumbuhan dua axis ini linier dan didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang. Pada tahun 1996 di mana pertumbuhan kedatangan wisatawan naik 23.51%, pertumbuhan GDP stabil dengan naik 5.58%. Situasi yang bertolak belakang, tergambar pertama kali di tahun 1997, di mana PDB Amerika naik ke poin 6.10%, penurunan kedatangan wisatawan asal Amerika menurun drastis ke poin -10.03%. Di tahun selanjutnya, 1998, pertumbuhan PDB Amerika memang sedikit mengalami penurunan karena krisis global yang hanya Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Amerika terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa fluktuasi antara dua axis menggambarkan volatitas dan gap yang besar. Sangat sedikit pertumbuhan dua axis ini linier dan didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang. Pada tahun 1996 di mana pertumbuhan kedatangan wisatawan naik 23.51%, pertumbuhan GDP stabil dengan naik 5.58%. Situasi yang bertolak belakang, tergambar pertama kali di tahun 1997, di mana PDB Amerika naik ke poin 6.10%, penurunan kedatangan wisatawan asal Amerika menurun drastis ke poin -10.03%. Di tahun selanjutnya, 1998, pertumbuhan PDB Amerika memang sedikit mengalami penurunan karena krisis global yang hanya

Pertumbuhan PDB Amerika di tahun 2000 naik hingga 6.67% disusul dengan kenaikan kedatangan wisatawan asal Amerika sebesar 29.70%. Tahun 2002, penurunan PDB Amerika sebesar 3.67% yang diakibatkan oleh krisis keuangan disusul dengan penurunan kedatangan wisatawan yang meluncur tajam, berada di poin -4.96%. Dua tahun ini menggambarkan hubungan yang linier antara PDB Amerika dengan jumlah kedatangan wisatawan asal Amerika walau tak begitu terlalu signifikan. Perumbuhan dua axis yang menggambarkan kondisi linier walau tak signifikan terjadi lagi pada tahun 2004 dan 2005, di mana PDB Amerika pada 2 tahun itu secara berurutan naik 7.22% dan 7.26%, begitupun dengan kenaikan kedatangan wisatawan asal Amerika tumbuh 17.56% dan 25.89%.

Pada tahun 2006, setelah serangan Bom Bali II terjadi di Indonesia, kedatangan wisatawan asal Amerika menurun tajam dan berdada di poin terendah dengan turun sebesar -30.75%, hal ini berbanding terbalik dengan kenaikan PDB Amerika sebesar 6.37%. Saat Amerika Serikat dilanda krisis ekonomi akibat Sub-Prime Mortgages di tahun 2008, menyebabkan PDB Amerika turun 3.03% dari pertumbuhan sebelunya, namun hal ini menyebabkan kenaikan kedatangan wisatawan asal Amerika yang tumbuh sebesar 13.25%. Tahun 2009 adalah momentum hubungan yang terjadi antara PDB Amerika dan kedatangan wisatawan asal Amerika turun secara linier dan signifikan, di mana PDB Amerika turun 2.09% dan kenaikan wisatawan asal Amerika turun -4.92%.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.2.2 Perhitungan Korelasi Spearman antara hubungan PDB Amerika dengan

Jumlah Kedatagan Wisman Amerika

r tabel

Kesimpulan

FATALITIES

Tidak Signifikan GDP AMERIKA

Lemah Positif

Lemah Positif

Tidak Signifikan

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan bahwa nilai koefisien korelasi tingkat terorisme dengan tingkat kedatangan wisman dari region Amerika adalah 0.122 dengan nilai yang tidak signifikan, menggambarkan tidak ada hubungan antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah kedatangan wisman dari region Amerika. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region ini adalah 1.49%, sedangkan sisanya sebesar 98.51% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB region Amerika adalah 0,256 dengan nilai yang tidak signifikan yakni 27,7% dengan nilai yang tidak signifikan menggambarkan tidak ada hubungan antara PDB Amerika dengan jumlah kunjungan wisatawan dari region Amerika. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB Amerika untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Amerika adalah 6.55%, sedangkan sisanya sebesar 93.45% dipengaruhi oleh faktor lain. Keterbatasan dalam model kali ini adalah karena negara-negara yang ada dalam data kedatangan wisatawan mancanegara asal Amerika hanya berasal dari dua negara, yakni Amerika Serikat dan Kanada, sehingga kekuatan dari model ini sangat lemah karena kurang mereprenstasikan keadaan di lapangan.

Grafik 5.2.2c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Amerika

Sebaran Keparahan Terorisme

Sebaran PDB Amerika

e 8.00% sm

ah 50 B D 0.00%

ar

-40.00% p P 0 -20.00%

0.00% 20.00% 40.00% e

-40.00% K -20.00%

Kedatangan Wisman Amerika Kedatangan Wisman Amerika

Koefisien korelasi ( r ) : Tingkat keparahan terorisme (0.122) dan PDB Amerika

Region Eropa

Tabel 5.2.3a Grafik Hubungan Tingkat Terorisme dengan Tingkat Kedatangan Wisman Eropa

Hubungan Terorisme dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Eropa

Arriv.Eropa

Terorisme

Grafik 5.2.3b. Hubungan Pertumbuhan PDB Eropa dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Eropa

Hubungan Pertumbuhan PDB Eropa dengan Jumlah Kedatangan Wisman Asal Eropa

0.00% -10.00% 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 -20.00% -30.00%

Arriv.Eur

PDB Eur

Dari grafik mengenai tingkat keparahan terorisme terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan asal region Eropa dapat terlihat bahwa hubungan yang terjadi didominasi oleh hubungan yang bertolak belakang, menandakan hubungan yang negatif antar dua axis. Pada tahun 1996, di saat tingkat keparahan terorisme turun ke angka 25 dari angka 41 di tahun sebelumnya, pertumbuhan kedatangan wisatawan asing naik 12.14% dari tahun sebekumnya. Namun pada tahun 1997 dan 1998, terjadi hubungan linier. Di tahun 1977 tingkat keparahan terorisme menaik ke angka 102, namun pertumbuhan kedatangan wisatawan naik tidak signifikan sebesar 3.49%. Tahun 1998 terjadi hubungan linier, di mana saat tingkat terorisme menurun ke angka

9, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan pun ikut menurun drastis hingga mencapai -19.78 %.

Pada tahun 2002 kembali terjadi hubungan yang bertolak belakang. Saat tingkat keparahan terorisme terjadi paling tinggi, saat terjadinya Bom Bali I yang mencapai 247 korban jiwa, penurunan jumlah kedatangan wisatawan asal Eropaberada di angka -2.10%. Pada tahun 2003, efek serangan Bom Bali masih membekas dan menyebabkan permintaan pariwisata masih rendah. Hal ini terlihat dari kondisi terorisme yang menurun tajam hingga hanya berada di angka 26, namun pertumbuhan kedatangan wisatawan tetap menurun hingga -27.06%.

Hubungan linier yang kurang signifikan terjadi di tahun setelahnya, yaitu pada tahun 2004. Tingkat keparahan terorisme hanya naik 13 angka, namun pertumbuhan kedatangan wisatawan tumbuh drastis sebesar 15.91%. Lalu di tahun 2005, saat terjadi serangan Bom Bali II, tingkat keparahan terorisme turun 1 angka ke angka 38, diikuti pertumbuhan kedatangan wisatawan naik 21.03%. Pada tahun setelahnya, saat efek Bom Bali II masih dirasakan masih terjadi hubungan linier antar dua axis. Saat angka terorisme turun 36 angka ke angka 2, penurunan pertumbuhan kedatangan wisatawan Eropa turun hingga -18.19%.

Dari grafik mengenai pertumbuhan Produk Domestik Bruto Eropa terhadap pertumbuhan kedatangan wisatawan dapat terlihat bahwa fluktuasi antara dua axis menggambarkan volatilitas yang 50:50 antara linier dengan yang bertolak belakang. Pada tahun 1995-1996, tergambar hubungan yang bertolak belakang yang cukup signifikan. Pada tahun 1995, saat PDB Eropa mengalami pertumbuhan 13.89%, pertumbuhan kedatangan wisatawan asal Eropa menurun -9.93% dan disusul di tahun selanjutnya di mana PDB Eropa turun 12.22% dari pertumbuhan sebelumnya, kedatangan wisatawan asal Eropa malah tumbuh 1.67%. Namun di tahun 1998. Hubungan yang bertolak belakang sangat signifikan, di mana PDB Eropa tumbuh 1.49%, pertumbuhan kedatangan wisatawan asal Eropa turun drastic sebesar -19.78%. Hal ini mungkin disebabkan adanya krisis ekonomi Asia yang menyebabkan ketidakstablian politik di Indonesia pada tahun itu. Tahun 1999, PDB Eropa mengalami penurunan -0.85% namun berbanding terbalik dengan kedatangan wisatawan asal Eropa yang mulai pulih dengan tumbuh 8.61%.

Di tahun 2000, kembali terjadi hubungan pertumbuhan yang bertolak belakang antar dua axis. PDB Eropa yang mengalami dampak awal resesi turun -6.34%, namun kedatangan wisatawan asal Eropa menaik tajam, tumbuh 20.85%. Lalu di tahun 2002, saat Bom Bali I terjadi di Indonesia, kedatangan wisatawan turun -2.10% walau PDB Eropa saat itu kembali positif dengan tumbuh 8.88%. Efek Bom Bali mungkin tak hanya terjadi di tahun 2002, namun berlanjut di tahun selanjutnya karena pada tahun ini, walau PDB Eropa kembali memperkuat posisinya dengan tumbuh di poin tertinggi 21.54%, kedatangan wisatawan asal Eropa turun anjlok sebesar -27.06%, berada di Di tahun 2000, kembali terjadi hubungan pertumbuhan yang bertolak belakang antar dua axis. PDB Eropa yang mengalami dampak awal resesi turun -6.34%, namun kedatangan wisatawan asal Eropa menaik tajam, tumbuh 20.85%. Lalu di tahun 2002, saat Bom Bali I terjadi di Indonesia, kedatangan wisatawan turun -2.10% walau PDB Eropa saat itu kembali positif dengan tumbuh 8.88%. Efek Bom Bali mungkin tak hanya terjadi di tahun 2002, namun berlanjut di tahun selanjutnya karena pada tahun ini, walau PDB Eropa kembali memperkuat posisinya dengan tumbuh di poin tertinggi 21.54%, kedatangan wisatawan asal Eropa turun anjlok sebesar -27.06%, berada di

Hubungan pertumbuhan yang linier antar kedua axis, baru terlihat kembali dari tahun 2011-2014. Tahun 2011, di mana PDB Eropa naik 10.18%, pertumbuhan kenaikan wsatawan pun naik 5.94%. Dan di akhir 2014, di mana saat PDB Eropa turun pertumbuhannya, hanya sebesar 1.31% disbanding tahun sebelumnya yang tumbuh 4.05%, pertumbuhan kedatangan wisatawan asal Eropa pun mengalami kejadian penurunan sebesar 4.08%.

Adapun narasi grafik hubungan dapat diyakinkan dengan perhitungan Spearman di bawah ini:

Tabel 5.2.3 Perhitungan Korelasi Spearman Model IV

Variabel Koefisien

Kesimpulan Korelasi

Kategori

Koefisien

r tabel

Determinasi

Tidak Signifikan terhadap 5%, FATALITIES

Lemah Positif

signifikan terhadap 10%

GDP EUR 0.705

Kuat Positif

Signifikan

Dari perhitungan korelasi non parametrik Spearman ditemukan bahwa nilai koefisien korelasi tingkat terorisme dengan tingkat kedatangan wisman dari region Eropa adalah -0.388, menggambarkan ada hubungan yang negatif dalam kategori lemah antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah kedatangan wisman dari region Eropa. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region ini adalah 15.05%, sedangkan sisanya sebesar 84.95% dipengaruhi oleh faktor lain.

Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB region Eropa adalah 0,705 dengan signifikansi yang amat teliti di 1%, menggambarkan ada hubungan yang kuat secara positif antara PDB Eropa dengan jumlah kunjungan wisatawan dari region Eropa. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB Eropa untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Eropa adalah 49.70% sedangkan sisanya sebesar 50.03% dipengaruhi oleh faktor lain. Negara-negara Eropa adalah pasar pariwisata internasional bagi Indonesia yang sangat menguntungkan karena walau jarak yang Sedangkan nilai koefisien korelasi PDB region Eropa adalah 0,705 dengan signifikansi yang amat teliti di 1%, menggambarkan ada hubungan yang kuat secara positif antara PDB Eropa dengan jumlah kunjungan wisatawan dari region Eropa. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB Eropa untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Eropa adalah 49.70% sedangkan sisanya sebesar 50.03% dipengaruhi oleh faktor lain. Negara-negara Eropa adalah pasar pariwisata internasional bagi Indonesia yang sangat menguntungkan karena walau jarak yang

Grafik 5.2.3c Persebaran Tingkat Keparahan Terorisme dan PDB Eropa

Sebaran Keparahan Terorisme

Sebaran PDB Eropa

T 10.00% ro an

e 150

100

B D 0.00%

ah 50 -30.00% -20.00% -10.00% P 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% ar

e -10.00% p 0

-30.00% -20.00% -10.00% K 0.00% 10.00% 20.00% 30.00%

-20.00%

Kedatangan Wisman Eropa

Kedatangan Wisman Eropa

Koefisien korelasi ( r ) : Tingkat keparahan terorisme (-0.388) dan PDB Eropa (0.705)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

1.12 Kesimpulan

Penelitian ini mencoba untuk mempelajari hubungan terorisme dan Produk Domestik Bruto negara asal turis terhadap jumlah kedatangan wisatawan asing ke Indonesia berdasarkan region Asia Pasifik, Amerika, dan Eropa selama periode 1995- 2014 menggunakan Analisis Spearman dan grafik perbandingan. Dari hasil analisis yang diuraikan pada bab sebelumnya, ditemukan beberapa kesimpulan:

• Ada hubungan yang signifikan negatif pada kategori lemah antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah wisatawan total. Kemampuan variabel

terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan total adalah 15.05%, sedangkan sisanya sebesar 84.95% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Asia Pasifik, tingkat keparahan terorisme memiliki hubungan yang signifikansi negatif pada kategori sedang dengan jumlah kedatangan wisman dari region Asia Pasifik. Kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Asia Pasifik adalah 19.54%, sedangkan sisanya sebesar 80.46% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Amerika, tingkat keparahan terorisme memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan jumlah kedatangan wisman dari region Amerika. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Amerika adalah 1.49%, sedangkan sisanya sebesar 98.51% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Eropa, tingkat keparahan terorisme, menggambarkan ada hubungan yang negatif pada kategori lemah dengan jumlah kedatangan wisman dari region Eropa. Dalam hal ini kemampuan variabel keparahan terorisme untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Eropa adalah 15.05%, sedangkan sisanya sebesar 84.95% dipengaruhi oleh faktor lain.

• Ada hubungan yang signifikan positif pada kategori sangat kuat antara tingkat PDB total dengan jumlah wisatawan total. Kemampuan variabel PDB total untuk

menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan ketiga region adalah 64.96%, sedangkan sisanya sebesar 35.04% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Asia Pasifik, PDB Asia Pasifik memiliki hubungan yang signifikan positif pada kategori kuat dengan jumlah wisatawan dari region Asia Pasifik. Kemampuan

variabel PDB Asia Pasifik untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan

region Asia Pasifik adalah 61.15%, sedangkan sisanya sebesar 38.85% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Amerika, PDB Amerika memiliki hubungan yang tidak signifikan dengan jumlah wisatawan dari region Amerika. Dalam hal ini kemampuan variabel PDB Amerika untuk menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Amerika adalah 6.55%, sedangkan sisanya sebesar

93.45% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari region Eropa, PDB Eropa memiliki hubungan yang signifikan positif pada kategori kuat dengan jumlah kunjungan

wisatawan dari region Eropa. Kemampuan variabel PDB Eropa untuk

menjelaskan variasi dari jumlah kunjungan region Eropa adalah 49.70% sedangkan sisanya sebesar 50.03% dipengaruhi oleh faktor lain.

• Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedua hipotesis awal diterima. Variabel tingkat keparahan terorisme memang memiliki hubungan negatif dengan kedatangan wisatawan mancanegara di Indonesia namun kekuatannya lemah. Ternyata antara tingkat terorisme dan PDB asal negara turis, variabel yang lebih besar mempengaruhi tingkat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia adalah variabel Produk Domestik Bruto negara asal turis.

1.13 Saran

Dari hasil analisis yang dilakukan penulis pada penelitian ini penulis mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Peneliti berharap bahwa studi ini dapat menjadi pemicu untuk riset-riset akademik yang lebih jauh mengenai hubungan terorisme dengan kepariwisataan Indonesia yang lebih terukur. Riset-riset mengenai terorisme juga scoope nya bisa lebih luas, tak hanya melalui variabel tingkat terorisme berdasarkan jumlah korban jiwa seperti dalam penelitian ini, namun juga dari segi media exposure yang membawa dampak global di dunia pariwisata Internasional.

2. Dari penelitian ini tergambarkan bahwa terorisme tidak terlalu berpengaruh terhadap kedatangan wisatawaan asing jika tidak dilakukan di area-area turis, maka dari itu hendaknya pemerintahan tidak perlu terlalu over-reactive terhadap kasus terorisme untuk mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, namun tetap perlu mengimplementasikan tindakan preventif dan manajemen krisis yang baik sebelum dan sesudah serangan terjadi.

3. Dari penelitian ini tergambarkan bahwa region dengan nilai Produk Domestik Bruto besar adalah pasar yang sangat potensial untuk bisa membelanjakan disposal income mereka yang besar untuk mengonsumsi produk pariwisata Indonesia. Pemerintah sebaiknya mampu mengakomodasi kebutuhan mereka dalam segi keamanan dan kenyamanan agar memaksimalkan pendapatan negara.