Tingkat Terorisme dan PDB Negara Asal Tu

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Terorisme jelas merusak industri pariwisata di sebuah negara. Aksi teror secara langsung mempengaruhi keputusan wisatawan untuk jadi atau tidaknya melakukan perjalanan. ( DePuma , 2015). Wisatawan sangat mungkin untuk mengalihkan destinasi wisatanya ke negara lain jika merasa terancam atau merasa tidak aman di negara tujuan wisata itu. Jumlah wisatawan yang datang semakin sedikit adalah hasil dari aksi serangan terorisme dan mengakibatkan kerugian dari segi pendapatan sektor pariwisata. Kerugian pendapatan ini akan mengakibatkan dampak yang jauh lebih besar, dikarenakan pariwisata adalah sektor ekonomi yang menunjang presentase pendapatan negara yang besar.

Berdasarkan data Global Terrorism Database (GTD), jumlah terorisme di Indonesia dari tahun 1977-2013 adalah 686 aksi. Tercatat bahwa aksi bom Bali pada tahun 2002 adalah aksi yang menyebabkan korban jiwa terbanyak sepanjang sejarah Indonesia dan mendapatkan perhatian dari dunia Internasional karena potensi wisata Bali yang mendunia. Korban jiwa pada Bom Bali 2002 diperkirakan mencapai hingga 202 orang meninggal dunia dan 300 orang mengalami luka-luka. Salah satu alasan mengapa kasus ini mendapat perhatian lebih dari dunia Internasional karena ada keterlibatan organisasi terorisme Al- Qa’ida. Pada tahun 2005, juga terjadi aksi terorisme kedua di Kuta dan Jimbaran, Bali yang menewaskan sekitar 25 orang dan

50 orang luka-luka. Namun dampak terorisme selain membuat banyak jatuh korban, juga memberikan beban biaya ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, kerugian akibat serangan terorisme bisa ditinjau dari jumlah korban nyawa dan kerugian material. Secara tidak langsung, aksi teror dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, investasi, dan pertumbuhan ( Saxton , 2002).

Sedangkan pariwisata adalah pion pertama yang akan menerima dampak secara langsung dari serangan terorisme yang terjadi (Saxton, 2002). Sudah banyak penelitian yang menganalisa dampak dari terorisme terhadap konsekuensi ekonomi, seperti Produk Domestik Bruto dan Foreign Direct Investment (FDI) serta dampaknya terhadap pariwisata baik secara kualitatif ataupun kuantitatif. Perbandingan kekuatan hubungan antara terorisme dan pariwisata Indonesia memang sudah dibahas dari dalam negeri sendiri, namun didominasi dari perspektif keamanan-ketahanan negara, dan bagaimana seharusnya pemerintah bersikap menangani dampak terorisme yang telah terjadi dengan kuratif ataupun pengelolaan keamanan dari awal sebagai tindakan preventif.

Namun terorisme bukanlah satu-satunya alasan utama penyebab naik turunnya jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke sebuah negara. Braake (2004) menemukan bahwa pendapatan negara asal turis yang direpresentasikan oleh Produk Domestik Bruto ternyata berpengaruh cukup besar terhadap permintaan pariwisata. Apabila pendapatan sebuah negara makin besar, maka makin besar pula disposal income yang dimiliki oleh warga negaranya dan pariwisata adalah salah satu pasar terbesar untuk menjadi konsumen pendapatan jenis ini.

Oleh karena itu, penelitian kali ini bertujuan untuk menganalisa kekuatan hubungan antara tingkat keparahan terorisme dilihat dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ( fatalities ) dan Produk Domestik Bruto negara asal wisatawan asing dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis akan memaparkan tiga model utama statistik kuantitatif untuk mendapatkan besaran kekuatan hubungan antara Produk Domestk Bruto region Asia Pasifik, Amerika, Eropa, dan total ketiganya dengan tingkat kedatangan wisatawan dari ketiga region itu secara parsial dan keseluruhan.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto

total negara asal turis dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia? 2. Bagaimanakah hubungan tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto negara

asal berdasarkan region dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara regional ke Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto

total negara asal turis dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara ke Indonesia? 2. Mengetahui hubungan antara tingkat keparahan terorisme dan Produk Domestik Bruto

negara asal berdasarkan region dengan tingkat kedatangan wisatawan mancanegara regional ke Indonesia secara parsial.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-pihak berkepentingan, yaitu: 1. Bagi Akademisi

Penelitian ini mampu menjadi awal untuk riset-riset mengenai dampak terorisme dan implikasinya terhadap negara Indonesia juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pembejaran akademik. 2. Bagi Praktisi Kepariwisataan

Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai dampak terorisme terhadap pariwisata Indonesia secara umum, sehingga daoat memberikan pandangan kepada para praktisi pembuat kebijakan untuk membuat rencana-rencana preventif dalam menangani terorisme di Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika skripsi disusun dengan tujuan agar pokok-pokok masalah dapat dibahas secara menyeluruh dan terarah. Adapun sistematika skripsi ini adalah:

Bab I : Pendahuluan, membahas tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Landasan Teori, membahas tentang landasan teori mengenai tinjauan Tinjauan Pariwisata, Peran Pariwisata, Hubungan Tingkat Kedatangan

Wisman dengan Devisa, Hubungan antara Pendapatan Negara Asal Turis dengan Permintaan Pariwisata, Tinjauan Terorisme, serta penelitian-

penelitian terdahulu. Bab III : Metodologi Penelitian, berisi tentang Jenis Penelitian, Variabel Penelitian,

Populasi dan Sampel Penelitian, Definisi Variabel, Teknik Pengumpulan Data dan Keterbatasan, Statistik Non Parametrik, Uji Korelasi Spearman,

serta Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi.

Bab IV : Tinjauan mengenai gambaran umum objek penelitian, yakni penjabaran masing-masing data yang akan dicari hubungannya

Bab V : Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang hasil pengolahan dan analisa data yang dikumpulkan dari variabel-variabel beserta interpretasi

hasil penelitian.

Bab VI Penutup, memuat tentang Kesimpulan dan Saran yang disampaikan : berdasarkan hasil penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

1.6 Tinjauan Pariwisata

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka (Marpaung, 2002)

Secara etimologis, pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta; yaitu Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berulang kali, berputar-putar, atau lengkap dan Wisata

yang berarti perjalanan, dalam hal ini dapat disamakan artinya dengan kata travel dalam bahasa Inggris. Berdasarkan itu, kata pariwisata seharusnya didefinisikan sebagai perjalan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari

suatu tempat ke tempat lain. (A. Yoeti, hal 46, 2010).

Prof. W. Hunzieker dan K. Kraft mengartikan pariwisata sebagai keseluruhan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal untuk sementara waktu, asalkan pendiaman itu tidak menetap dan tidak untuk tujuan mencari nafkah dari akifitas yang bersifat sementara itu. Batasan ini menekankan bahwa orang yang melakukan perjalanan wisata itu tidak dibenarkan menetap di kota atau negara yang dikunjunginya. (A Yoeti, 2010)

Middleton dalam Yoeti (2010) membagi daya tarik wisata menjadi 4 bagian besar, yaitu:

a) Natural Attractions Adalah daya tarik wisata yang bersifat alamiah dan terdapat secara bebas yang dapat dilihat dan disaksikan setiap waktu. Ada beberapa yang sudah

dipelihara atau dikembangkan seperti Taman Nasional. Contoh – contoh atraksi alam yang dikunjungi adalah:

• Grand Canyon, Yellowstone Park (Amerika Serikat) • Ujung Kulon dan Pulau Pucang (Banten, Indonesia) • Pulau Komodo (Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia)

b) Build Attractions Adalah daya tarik wisata yang dibuat oleh manusia secara fisik seperti

bangunan-bangunan dengan arsitektur kuno, jembatan, rumah ibadah, dan lainnya. Contoh-contoh atraksi buatan manusia yang dikunjungi adalah:

• Menara Eiffel (Paris, Perancis) • Opera Building(Sydney, Australia) • Monumen Nasional (Jakarta, Indonesia)

c) Cultural Attractions Dalam kelompok atraksi ini, adalah hasil peninggalan sejarah yang berbentuk fisik seperti:

• Candi Borobudur (Yogyakarta, Indonesia) • The Forbidden City (Beijing, Cina) • Piramida (Mesir)

d) Traditional Attractions Yaitu tatacara hidup suatu etnis masyarakat, adat istiadat, festival kesenian,

atau folklore sebuah bangsa, contoh-contohnya adalah: • Festival Dia De Muertos (Mexico)

• Ngaben (Bali, Indonesia) • Reog Ponorogo (Jawa Timur, Indonesia)

e) Sport Events Yaitu aktifitas yang berkaitan dengan dunia olahraga, baik yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan olah raga tersebut, maupun hanya datang menyaksikan pertandingan yang berlangsung, contohnya:

• Tour de France (Sepeda: Perancis) • Wimbledon (Tenis) • Balap Motor Grand Prix

f) Attractive Spontanee Apa yang dapat dilihat, dinikmati, dan disaksikan di daerah tujuan wisata (DTW) disebut dengan Attractive Spontanee (Prof Maroti dalam A. Yoeti 2010), yaitu segala sesuatu yang terdapat di DTW yang merupakan daya tarik wisata sebagai alasan mengapa wisatawan tertarik datang berkunjung ke DTW tersebut. Menurutnya, hal ini disebut Natural Amenities, antara lain yang termasuk kelompok ini adalah:

• Natural Amenities Segala sesuatu yang tersedia di alam bebas seperti iklim, konfigurasi lahan-lanskap, dan fauna serta flora yang berada di wilayah itu.

• Man-Made Supply Yang dijadikan daya tarik wisata di sini adalah hasil ciptaan manusia, baik

yang sudah lama (kuno) atau yang modern. Beberapa contoh yang masuk dalam kelompok ini adalah bagunan bersejarah dan adat istiadat yang ada di wilayah itu.

Adapun dalam ruang lingkup pariwisata, batasan pariwisata dianjurkan untuk diterapkan agar kegiatan-kegiatan lain di luar itu tidak rancu dan lantas diklasifikasikan sebagai kegiatan pariwisata. Perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari lingkungan keseharian tempat tinggalnya, dalam terminologi asing disebut dengan travel , Adapun dalam ruang lingkup pariwisata, batasan pariwisata dianjurkan untuk diterapkan agar kegiatan-kegiatan lain di luar itu tidak rancu dan lantas diklasifikasikan sebagai kegiatan pariwisata. Perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari lingkungan keseharian tempat tinggalnya, dalam terminologi asing disebut dengan travel ,

Dalam perkembangan selanjutnya, proses perjalanan seseorang yang keluar dari lingkungan kesehariannya dalam jangka waktu tertentu dan kemudian kembali ke lingkungan semula, dijadikan World Trade Organization sebagai konsep kepariwisataan yang dirumuskan sebagai berikut:

Kepariwisataan berkenaan dengan kegiatan orang yang melakukan perjalanan (keluar dari lingkungan keseharian tempat tinggalnya), menuju dan berada di tempat tujuan, di luar lingkungan biasanya, selama periode waktu tertentu (tidak lebih dari satu tahun) untuk menggunakan waktu luang (leisure time), bisnis, dan bersenang-senang.

Sejalan dengan konsep yang diberikan oleh WTO, Leiper (A.Yoeti, hal.58, 2010) memberikan batasan pariwisata sebagai berikut:

a) Wisatawan ( Tourist ) Adalah orang yang melakukan perjalanan pariwisata, tidak lain adalah manusia.

b) Negara asal wisatawan ( Generating Region )

Adalah negara di mana wisatawan berdomisili (warga negara tetap atau sementara).

c) Negara Transit ( Transit Region )

Adalah negara atau wilayah yang dijadikan sebagai tempat transit sebelum sampai atau kembali ke negara tujuan seperti yang sudah direncanakan.

d) Daerah Tujuan ( Tourist Destination Area )

Yaitu daerah tujuan wisata yang merupakan negara aratu kota tujuan yang semula direncanakan.

e) Industri Pariwisata Yaitu perusahaan yang menyediakan kebutuhan ( needs ), keinginan ( wants ), dan pelayanan ( services ) kepada wisatawan yang datang berkunjung.

Adapun alur hubungan dalam pariwisata dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.1.1 Hubungan antara Waktu Luang dengan Pariwisata

LEISURE TIME

WORK TIME

The time available to an individual,

when work, sleep, and other basic needs

The time used for every

have been met

day working in a week

RECREATION

Activities undertaken during the Leisure Time

Home Based

TOURISM Recreation

Daily Leisure

Day Trips

- Reading

Visiting:

Temporary movement

to tourist destination - TV Watching

Activities undertaken

- Restaurants

outside home, but

(more than 24 hrs). The - Hobbies

- Theatres

less than 24 hours:

activities undertaken & - Gardening

picnic, visiting

- Sports

facilities needed during

the stay (main purpose - Specializing

attractions, one day

- Socializing

excursion

is for pleasure)

Geographical Range

NATIONAL & HOME

Sumber: Oka A. Yoeti, Dasar-Dasar Pengertian Hospitaliti dan Pariwisata, 2010

1.7 Peran Pariwisata

Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) pada tahun 2011, pariwisata sebagai sektor utama dalam perekonomian dunia, telah menjadi arus utama ekonomi bagi negara-negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia. Pada masa lalu, peran pariwisata di Indonesia terutama hanya diukur melalui devisa yang didapatkan dari pembelajaan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Belakangan ini, Indonesia memberikan perhatian lebih besar pada pariwisata domestik, yang terbukti menjadi sumber utama pendapatan dari pembelajaan wisatawan. Meskipun belanja rata-rata per wisatawan nusantara cukup Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh International Labour Organization (ILO) pada tahun 2011, pariwisata sebagai sektor utama dalam perekonomian dunia, telah menjadi arus utama ekonomi bagi negara-negara maju maupun berkembang, termasuk Indonesia. Pada masa lalu, peran pariwisata di Indonesia terutama hanya diukur melalui devisa yang didapatkan dari pembelajaan oleh wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Belakangan ini, Indonesia memberikan perhatian lebih besar pada pariwisata domestik, yang terbukti menjadi sumber utama pendapatan dari pembelajaan wisatawan. Meskipun belanja rata-rata per wisatawan nusantara cukup

Mengacu pada angka kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) dan perjalanan wisatawawan nusantara (wisnus), tingkat pertumbuhan pariwisata Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan secara nasional. Pada tahun 2009, jumlah kedatangan wisatawan mancanegara mencapai 6,45 juta orang dan perjalanan wisatawan nusantara mencapai 229.950 perjalanan. Pertumbuhan ini memberi dampak ekonomi yang dapat diukur. Dari pihak Indonesia sendiri, pengukuran ini berdasarkan metode Tourism Satelite Account (TSA) yang dipublikasikan dalam Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas). Sedangkan, dari organisasi pariwisata internasional World Travel and Tourism Council (WTTC) menerbitkan laporan tahunannya mengukur dampak ekonomi yang dihasilkan oleh perjalanan dan pariwisata Indonesia pada tahun 2016 dengan metode yang sama namun cakupan data dan analisisnya disetujui oleh Divisi Statistik Persatuan Bangsa-Bangsa ( UN Statistics Division ).

Dalam laporan Nesparnas tahun 2014, nilai transaksi ekonomi yang diciptakan oleh kegiatan pariwisata ( direct economic transaction ) pada tahun 2013 mencapai Rp 441,88 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 11,38 persen dibanding tahun 2012 yang sebesar Rp 396,65 triliun. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah belanja wisatawan mancanegara yang mencapai 27,77 persen dibanding tahun sebelumnya. Kemajuan pariwisata Indonesia selama ini hanya menggunakan data jumlah kedatangan wisatawan mancanegara yang datang berkunjung. Analisa dari rujukan data tersebut belum dapat dapat menjabarkan keutuhan kegiatan pariwisata. Kebijakan pengembangan pariwisata yang lebih dititikberatkan kepada fluktuasi jumlah wisatawan mancanegara kurang tepat sebab secara ekonomi, peranan wisatawan nusantara jauh lebih besar. Untuk mengukur peranan ekonomi pariwisata, perhitungan menggunakan multiplier input-output. Dalam laporan itu ditunjukkan kontribusi pertumbuhan sebesar sebesar 4,32% terhadap output atau produksi nasional, 4,02% terhadap Produk Domestik Bruto, 3,93% terhadap pajak tak langsung, dan 8,52% terhadap lapangan kerja nasional.

Tabel 2.2. Dampak Ekonomi Makro Berdasarkan NESPARNAS 2011-2014

TERHADAP OUTPUT

TERHADAP PDB

TERHADAP TENAGA KERJA

TERHADAP PAJAK TAK LANGSUNG

TAHUN PARIWISATA

PARIWISATA NASIONAL SHARE (%)

Sumber: Nesparnas 2011-2014 Sedangkan dalam laporan yang dipaparkan World Travel and Tourism Council ,

kegiatan pariwisata Indonesia berkontribusi langsung terhadap PDB sebesar 3,3% (Rp 379.452 milyar) pada tahun 2015 dan diramalkan akan naik 5,3% (Rp 400.258 milyar) pada tahun 2016. Kontribusi terhadap tenaga kerja di tahun 2015 adalah 2,6% dan diramalkan akan naik 2,6% pada tahun 2016. Dan kontribusi pertumbuhan pariwisata terhadap investasi adalah sebesar 5,0% di tahun 2015, diramalkan akan naik 7,0% pada tahun 2016.

1.8 Hubungan Tingkat Kedatangan Wisman dengan Devisa

Devisa menurut Wikipedia adalah semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional yang dapat diterima dan diakui. Devisa terdiri atas valuta asing dan dapat diterima oleh hampir semua negara di dunia. Permintaan terhadap valuta asing sangat dipengaruhi oleh kebutuhan para pelaku ekonomi terhadap valuta asing guna menunjang transaksi ekonomi internasional. Logikanya, dengan makin banyaknya wisatawan asing yang datang ke Indonesia, mereka akan menambah devisa Indonesia secara otomatis karena adanya penukaran nilai mata uang negaranya dengan mata uang rupiah. Menurut Spilane dalam Huda (2008), kunjungan wisatawan secara lansung dapat mendatagnkan sekaligus meningkatkan jumlah pendapatan.

Dalam studi yang dilakukan oleh Nazir (2014), Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas ( freely floating system ). Nazir menemukan bahwa perkembangan devisa pariwisata dan pergerakan nilai tukar rupiah tidak selalu meningkat bersamaan, namun bukan itu fokus utama dalam penelitian kali ini. Yang menarik dari paparan data yang dikumpulkan oleh Nazir adalah pada tahun pertama Dalam studi yang dilakukan oleh Nazir (2014), Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang bebas ( freely floating system ). Nazir menemukan bahwa perkembangan devisa pariwisata dan pergerakan nilai tukar rupiah tidak selalu meningkat bersamaan, namun bukan itu fokus utama dalam penelitian kali ini. Yang menarik dari paparan data yang dikumpulkan oleh Nazir adalah pada tahun pertama

Grafik 2.3. Perkembangan Devisa Pariwisata dan Rata-Rata Nilai Tukar Rupiah

terhadap US Dolar Periode 1998-2010

Sumber: Nazir, Perpustakaan Kemenkeu, 2014 Total pembelanjaan wisatawan internasional mencapai Rp 80,46 triliun (kurang

lebih USD 8,59 milyar) dan menduduki tempat keempatdalam pendapatan devisa sesudah migas, minyak kelapa dan karet olahan. Sebagai perbandingan, pembelanjaan wisatawan nusantara mencapai Rp 119,17 triliun (USD 12,72 milyar). Meskipun demikian, pariwisata bukanlah suatu tujuan, melainkan lebih sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan nasional serta untuk masyarakat secara luas. Pendapatan dari belanja wisatawan nusantara dan pemasukan devisa bukanlah satu- satunya indikator yang digunakan untuk mengukur arti penting pariwisata di Indonesia. Di samping dimensi ekonomi, pariwisata di Indonesia juga diharapkan untuk memainkan peran sosial budaya dan politik. Seiring waktu, mulai dari masa awal setelah kemerdekaan hingga saat ini, makna penting pariwisata telah bergeser secara dinamis. Pariwisata, yang mulanya memainkan peran politik, semakin menjadi penting bagi perekonomian dan belakangan ini, memainkan peran sosial budaya yang makin meningkat, menempatkan masyarakat, sebagai subyek pembangunan. Di masa mendatang, peran ekonomi pariwisata akan menjadi lebih strategis ketika cadangan sektor primer menurun; pariwisata diharapkan akan memainkan peran lebih besar lebih USD 8,59 milyar) dan menduduki tempat keempatdalam pendapatan devisa sesudah migas, minyak kelapa dan karet olahan. Sebagai perbandingan, pembelanjaan wisatawan nusantara mencapai Rp 119,17 triliun (USD 12,72 milyar). Meskipun demikian, pariwisata bukanlah suatu tujuan, melainkan lebih sebagai sarana untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan nasional serta untuk masyarakat secara luas. Pendapatan dari belanja wisatawan nusantara dan pemasukan devisa bukanlah satu- satunya indikator yang digunakan untuk mengukur arti penting pariwisata di Indonesia. Di samping dimensi ekonomi, pariwisata di Indonesia juga diharapkan untuk memainkan peran sosial budaya dan politik. Seiring waktu, mulai dari masa awal setelah kemerdekaan hingga saat ini, makna penting pariwisata telah bergeser secara dinamis. Pariwisata, yang mulanya memainkan peran politik, semakin menjadi penting bagi perekonomian dan belakangan ini, memainkan peran sosial budaya yang makin meningkat, menempatkan masyarakat, sebagai subyek pembangunan. Di masa mendatang, peran ekonomi pariwisata akan menjadi lebih strategis ketika cadangan sektor primer menurun; pariwisata diharapkan akan memainkan peran lebih besar

1.9 Hubungan antara Pendapatan Negara Asal Turis dengan Permintaan Pariwisata

Braake (2004) meneliti permintaan pariwisata Amerika Serikat terhadap 85 negara selama 6 tahun periode dari tahun 1984-1999 menggunakan model fixed effects dalam set pool data. Model fixed effects ini menggunakan variabel-variabel dari data set panel untuk mengukur faktor yang tetap (konstan) selama periode tersebut. Tingkat kedatangan turis adalah variable terikat dalam model itu, sedangkan variabel bebasnya adalah Price Competitive Index , pendapatan per kapita negara asal turis, dan variabel instabilitas politik. Variabel harga kompetitif merujuk pada harga relatif yang ditemukan antara negara tujuan wisata dan negara asal turis. Dalam modelnya, negara asal turis adalah Amerika Serikat dan harga relatif yang ada di sana. Rumus sederhana untuk paritas daya beli adalah P=eP*, di mana P adalah harga yang ada di negara tujuan wisata, P* adalah harga yang berlaku di Amerika Serikat, dan e adalah exchange rate (nilai pertukaran) antar kedua negara. Dengan menggunakan rumus ini dan dikalikan dengan 100, Braake menemukan bahwa harga yang kompetitif sangat menentukan keputusan untuk melakukan perjalanan bagi turis asal Amerika Serikat. Mazhab PPP berasal dari Amerika Serikat dan digunakan sebagai standarisasi relativitas harga di dunia. Nilai PPP Amerika Serikat adalah 1. Negara dengan tingkat PPP lebih kecil daripada 1, harga yang berlaku di negara tersebut relatif lebih mahal dengan harga berlaku yang ada di Amerika Serikat. Sedangkan negara dengan nilai PPP lebih 1, harga yang berlaku di negara tersebut relatif lebih murah dibandingkan yang berlaku di Amerika Serikat.

Secara singkat, ia menjelaskan bahwa wisatawan tertarik untuk pergi ke negara tujuan wisata yang harganya relatif murah. Permintaan terhadap periwisata akan meningkat seirama dengan tingkat pendapatan negara asal turis. Sebagaimana pendapatan bertambah, perjalanan wisata akan relatif lebih murah karena harga berlaku di negara tujuan bernilai sama. Wisatawan yang potensial pasti memiliki disposable income (pendapatan yang siap dibelanjakan untuk konsumsi) yang lebih besar. Produk Domestik Bruto sangat berhubungan dengan pangsa biaya perjalanan yang lebih murah terhadap pendapatan yang lebih tinggi, sehingga memungkinkan peluang bagi warga negara asal turis untuk melakukan perjalanan lebih lama dan lebih sering. Dengan asumsi keadaan pariwisata yang normal, koefisien positif pada PDB mencerminkan peningkatan permintaan untuk pariwisata di negara asal turis.

1.10 Tinjauan Terorisme

Definisi Terorisme Alex Schmid menuliskan pengertian terorisme adalah metode atau cara yang

dilakukan untuk menciptakan ketakutan/rasa tidak aman oleh satu orang atau kelompok secara diam-diam dengan melakukan aksi kekerasan berkali-kali, baik untuk tujuan idiosinkratik, kriminal, ataupun politik, sedangkan —berbeda dengan pembunuhan yang dilakukannya, orang-orang yang menjadi korban secara langsung bukanlah target utamanya.

A. Pedahzur et al ., 2007)) menyatakan bahwa terorisme adalah tindakan melanggar hukum dengan menggunakan kekerasan untuk melawan sekelompok orang atau kepemilikan orang lain dalam tujuannya untuk mengintimidasi atau melakukan koersi kepada pemerintahan, masyarakat sipil, atau lainnya, sebagai kelanjutan target mereka dalam bidang politik dan sosial.

U.S Federal Bureau of Investigation (dalam

Memorial Institute for The Prevention of Terrorism (dalam Thompson, 2008) menggolongkan kelompok teroris sebagai kelompok swatantra atau revolusioner atau gerakan anti pemerintahan yang menggunakan kekerasan atau mengancam untuk mendapatkan tujuan politik.

Enders dalam Thompson (2008) mengemukakan pendapatnya mengenai terorisme. Menurutnya terorisme adalah tindakan mengancam yang sudah direncanakan sebelumnya dengan menggunakan kekerasan, baik dilakukan oleh individu ataupun kelompok subnasional untuk mendapatkan tujuan politik atau sosial melalui intimidasi kepada kelompok audiens yang lebih besar daripada orang-orang yang menjadi korban secara langsung.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat kita lihat bahwa ada beberapa istilah substanstif seperti kekerasan, intimidasi, dan tujuan politik-sosial. Ketakutan yang diciptakan oleh tindakan terorisme memang ditujukkan untuk memberikan ketakutan di masyarakat untuk menguatkan kepentingan utama mereka. Kelompok teroris dikatakan berhasil apabila pihak yang ditujunya, baik pemerintahan ataupun kelompok tertentu mengabulkan permintaan mereka, yang biasanya bersifat politik.

Dampak Terorisme terhadap Pariwisata Pariwisata dan terorisme sangat berlawanan ketika berhadapan dalam konteks

penggambaran kualitas hidup. Pariwisata membangkitkan arti hidup, relaksasi, dan penggambaran kualitas hidup. Pariwisata membangkitkan arti hidup, relaksasi, dan

Ketika teroris menyerang, tujuan dari serangan adalah untuk menanamkan rasa takut dengan mengancam kebutuhan dasar manusia, yakni keselamatan dan keamanan. Hal ini memiliki dampak negatif terhadap pariwisata di daerah serangan. Ketika memutuskan apakah akan mengambil liburan dan di mana untuk mengunjungi, orang mengambil risiko seperti pembohongan hingga pertimbangan; orang-orang selalu lebih memilih destinasi wisata yang lebih aman. Dalam pariwisata internasional, potensi wisatawan datang berlibur ke sebuah negara dapat diurungkan ketika kemungkinan menjadi korban adalah tinggi. Keselamatan adalah salah satu kebutuhan mendasar yang Maslow usulkan dalam teorinya tentang "Hirarki Kebutuhan", yang menggambarkan urutan jenis kebutuhan orang harus mencapai pemenuhan diri, yang dapat ditemukan pada gambar di bawah ini (Boeree dalam DePuma, 2015).

Gambar 2.5.2 Hirarki Kebutuhan Abraham Maslow

Sumber: M. DePuma, 2015

Dalam jurnal European Economic Review yang ditulis A. Abadie dan J. Gardeazabal (2007), mereka mengkonklusikan bahwa terorisme mempengaruhi pilihan keseimbangan yang akan dilakukan oleh investor internasional sebagai bagian dari dunia ekonomi yang terintegrasi. Model yang mereka gunakan menghasilkan analisa antara hubungan semakin tingginya tingkat risiko terorisme disebuah negara dengan tingkat investasi asing yang semakin menurun ( Foreign Direct Investment ). Hasil dari studi itu juga menunujukkan bagaimana efek domino terjadi, ketika investor internasional mulai kurang berminat melakukan investasi di negara-negara yang risiko terorismenya meningkat, aksi terorisme mampu menginduksi gerakan massif kapital melintasi negara-negara. Berdasarkan regresi lintas negara, mereka menemukan bahwa risiko terorisme bukan hanya menekan posisi investasi asing, namun juga mengakibatkan masalah demografik, indikator pemerintahan dan isu makro-ekonomi Dalam jurnal European Economic Review yang ditulis A. Abadie dan J. Gardeazabal (2007), mereka mengkonklusikan bahwa terorisme mempengaruhi pilihan keseimbangan yang akan dilakukan oleh investor internasional sebagai bagian dari dunia ekonomi yang terintegrasi. Model yang mereka gunakan menghasilkan analisa antara hubungan semakin tingginya tingkat risiko terorisme disebuah negara dengan tingkat investasi asing yang semakin menurun ( Foreign Direct Investment ). Hasil dari studi itu juga menunujukkan bagaimana efek domino terjadi, ketika investor internasional mulai kurang berminat melakukan investasi di negara-negara yang risiko terorismenya meningkat, aksi terorisme mampu menginduksi gerakan massif kapital melintasi negara-negara. Berdasarkan regresi lintas negara, mereka menemukan bahwa risiko terorisme bukan hanya menekan posisi investasi asing, namun juga mengakibatkan masalah demografik, indikator pemerintahan dan isu makro-ekonomi

Negara adidaya seperti Amerika Serikat pun merasakan dampak ekonomi yang luar biasa ketika aksi terorisme 9/11 terjadi. Jim Saxton, ketua Joint Economic Committee memberikan laporannya dalam United States Congress pada Mei 2002 mengenai The Economic Cost of Terrorism . Saxton memaparkan konsekuensi ekonomi yang dialami setelah serangan terorisme sebagai berikut:

1. Biaya Jangka Pendek

a. Kerugian Langsung atas Manusia dan Kapital bukan Manusia Maksud dari biaya manusia adalah hilangnya nyawa. Kehilangan banyak nyawa dalam satu tindakan aksi terorisme menyebabkan konsekuensi ekonomi secara langsung karena dampak dari hilangnyna nyawa berarti hilangnya kapasitas manusia produktif. Sebagai tambahan, aksi terorisme juga menghancurkan modal; penghancuran bangungan, lingkungan, infrastruktur, pesawata, dan property pemerintah maupun swasta.

b. Dampak Ketidakpastian terhadap Konsumen dan Perilaku Investor Efek langsung dari serangan teroris, adalah peningkatan dramatis dalam ketidakpastian dan ketakutan yang menjadi jelas di pasar keuangan. Akibatnya, risiko terjadinya revisi pembentukan harga ( repricing ) meningkat tajam. Meningkatnya ketidakpastian biasanya meningkatkan volatilitas pasar, sehingga akan meningkatkan premi risiko. Hal ini biasanya mempengaruhi perilaku; menginduksi investor, misalnya, untuk keluar dari aset berisiko (seperti saham dan obligasi kelas spekulatif) ke investasi yang menurut mereka lebih aman, lebih likuid, dan aset jangka pendek (seperti sekuritas jangka pendek Treasury , emas, atau uang kas). Hal ini cenderung untuk berdampak negatif terhadap pasar saham serta komitmen untuk investasi jangka panjang dan pembelian serta untuk meningkatkan permintaan likuiditas jangka pendek. Ketidakpastian yang meningkat ini memiliki dampak negatif pada konsumsi dan investasi sebagai kepercayaan konsumen dan dampaknya adalah bisnis memburuk. Pembelian oleh konsumen akan mengalami degradasi seperti konsumsi barang-barang tahan lama (misalnya, mobil, peralatan utama, dll) atau liburan dan perjalanan serta komitmen bisnis jangka panjang sering ditunda atau dibatalkan. Selain itu, terkait penurunan pasar saham, hal itu akan mengurangi konsumsi (melalui efek kekayaan negatif) dan investasi (melalui biaya yang lebih tinggi dari modal).

c. Dampak Penghematan dalam Industri-Industri yang Spesifik Terorisme berdampak pada industri tertentu. Kategori lain dari konsekuensi biaya jangka pendek berkaitan dengan kerugian yang abnormal diderita secara langsung berdampak pada industri, sektor, daerah atau wilayah.

Serangan terorisme memang memiliki dampak langsung dan terkonsentrasi pada sejumlah industri: terutama, penerbangan, pariwisata, asuransi, penginapan, restoran, rekreasi, dan kegiatan yang terkait. Industri-industri ini menderita kerugian ekonomi.

2. Biaya Jangka Panjang

a. Menambah biaya keamanan Bagian dari biaya-biaya keamanan jangka panjang tambahan akan menyebabkan penambahan anggara, inefisiensi, dan efek yang mirip dengan pajak transaksi ditambahkan pada perekonomian. Akibatnya, biaya ini akan menjadi analog dengan "keamanan" atau "pajak teroris" terhadap perekonomian, dan memaksakan dampak sisi penawaran negatif pada perekonomian. Biaya tersebut akan mengambil banyak bentuk dan memerlukan beberapa dimensi. Daftar sepintas terhadap biaya-biaya itu adalah penundaan perjalanan, pemeriksaan keamanan tambahan dan inspeksi, biaya asuransi yang lebih tinggi, kebutuhan informasi tambahan, biaya konstruksi yang lebih tinggi, upgrade badan intelijen, biaya pengiriman yang lebih tinggi, lebih banyak regulasi, biaya pemeliharaan yang lebih tinggi, pembatasan imigrasi, pengiriman surat lebih lambat, dan segudang biaya lainnya. Berbagai biaya, sementara penting, melakukan apa-apa untuk meningkatkan kuantitas atau kualitas penyediaan barang atau jasa. Bahkan, langkah-langkah ini akan meningkatkan biaya tambahan untuk melakukan bisnis, menahan keuntungan dari pertukaran bebas, menambah inefisiensi, dan karenanya merupakan efek negatif dari guncangan sisi penawaran ekonomi. Akibatnya, pengembalian riil untuk modal akan menurun dan dari waktu ke waktu, biaya ini dapat berdampak negatif baik untuk pertumbuhan produktivitas ekonomi maupun potensi pertumbuhan jangka panjang.

b. Pengeluaran Gerakan Anti-Teroris Bentuk lain dari biaya jangka panjang keamanan melibatkan biaya kesempatan menghabiskan uang tambahan untuk memerangi terorisme. Setelah serangan 11 September, berbagai pengeluaran baru pada keamanan terjadi. Karena ini terjadi, sumber daya ekonomi akan diarahkan untuk menopang keamanan dan dialihkan dari aktivitas sektor swasta yang seharusnya lebih produktif. Pengeluaran ini melibatkan pengeluaran keamanan yang diperlukan untuk menopan pembangunan, kecerdasan, dan pertahanan. Lebih khusus, melibatkan pengeluaran untuk penjaga keamanan, penjaga anjing, benteng bangunan, detektor bom, dan segudang perangkat keamanan lainnya. Gerakan ini akan melibatkan biaya cadangan dan pemeliharaan fasilitas, kontingensi dan perencanaan bencana, serta pelatihan yang lebih baik.

Singkatnya, uang untuk keamanan memerlukan investasi swasta yang lebih produktif. Akibatnya, biaya jangka panjang memerangi terorisme sampai batas tertentu melibatkan efek samping ke saham swasta modal dan pasokan modal agregat, produktivitas, dan tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

c. Biaya Jangka Panjang Lainnya Semua kategori biaya jangka panjang dari terorisme adalah termasuk sulitnya untuk mengukur jangka panjang biaya kecemasan, stres, dan gangguan mental yang berhubungan dengan peningkatan "biaya jangka panjang lainnya." ketidakpastian, dan ancaman permanen, terorisme serta biaya bentuk-bentuk alternatif terorisme (misalnya, bio, nuclear -, atau cyber - terorisme ).

1.11 Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang dampak terorisme terhadap dunia internasional telah berkembang dari tahun 1991 karena hubungan dan dampaknya terhadap kondisi ekonomi menarik banyak minat para peneliti di bidang keuangan. Namun penelitian tentang konsekuensi terorisme terhadap pariwisata secara kuantitatif pertama sekali dilakukan oleh Enders dan Sandler pada tahun 1991, mereka mempelajari dampak yang ditimbulkan dari kelompok teroris ETA terhadap pariwisata di Spanyol. Spanyol dianggap sebagai salah satu negara dari 5 negara yang paling banyak dikunjungi secara global. Antara tahun 1985 hingga 1987, ETA secara khusus menargetkan industri pariwisata untuk diserang. Enders dan Sandler menggunakan model vector autoregressive yang dikelompokkan secara bulanan. Data yang dikumpulkan adalah dari tahun 1970 hingga 1991. Enders dan Sandler menemukan bahwa terorisme transnasional dapat menghalangi 140.000 turis untuk mengunjungi Spanyol dan menyebabkan pendapatan berkurang ketika dikalikan dengan rata-rata pengeluaran turis.

Dan pada tahun 1992, kembali mereka dan Parise melakukan penelitian untuk mengukur dampak terorisme terhadap pariwista negara Austria, Yunani, dan Italia. Dengan mengumpulkan data penerimaan pariwisata dari tahun 1974 hingga 1988 dan menggunakan model ARIMA dengan fungsi transfer, para peneliti mendapatkan nilai signifikan negatif yang menandakan terorisme berpengaruh secara negatif terhadap industri pariwista. Mereka menemukan bahwa kerugian pendapatan pariwisata untuk continental Eropa mencapai 16 triliun SDR.

Pada tahun-tahun 1998-2004, studi empiris mengenai hubungan antara terorisme dan pariwisata terus dipelajari baik secara kualitatif untuk menganalisa dampaknya dalam sosial, maupun yang bersifat kuantitatif untuk menganalisa dampaknya secara Pada tahun-tahun 1998-2004, studi empiris mengenai hubungan antara terorisme dan pariwisata terus dipelajari baik secara kualitatif untuk menganalisa dampaknya dalam sosial, maupun yang bersifat kuantitatif untuk menganalisa dampaknya secara

Untuk penelitian kuantitatif selanjutnya dilakukan oleh Brakke pada tahun 2004 yang meneliti hubungan pariwisata internasional, permintaannnya, dan implikasi yang diakibatkan oleh Produk Domestik Bruto. Data yang dikumpulkan Brakke adalah data tahunan selama 15 tahun dari tahun 1984 hingga 1999 menggunakan time series. Variabel terikatnya adalah permintaan pariwisata atau tourism demand (TD) yang dipengaruhi oleh pendapatan per kapita negara asal wisatawan, yang dalam penelitian ini adalah Amerika Serikat, Price Competitiveness Index yang berlaku di negara tujuan, dan POLI sebagai ukuran proksi terhadap kebebasan dan kestabilan politik-ekonomi di negara tujuan. Hasil yang didapat dari variabel pendapatan per kapita, signifikansi adalah 0.01 yang menggambarkan ekstrimnya pengaruh variabel ini terhadap permintaan pariwisata. Dengan model log-log, didapati bahwa kenaikan 1% Produk Domestik Bruto A.S akan menaikkan permintaan pariwisata sebesar 1.46%. Hasil ini konsisten dengan prinsip yang mengklasifikasikan pariwisata sebagai barang mewah ( luxury goods ), di mana permintaan selalu meningkat lebih cepat dibandingkan dengan pendapatan. Sedangkan bagi variabel harga, pengaruhnya tidak terlalu signifikan (uji t). Konsumer akan merespon negatif terhadap harga berlaku begitupun sebaliknya. Namun harga relatif mungkin bukan faktor definitif yang menentukan dalam mempengaruhi permintaan pariwisata. Turis biasanya bersedia untuk melakukan wisata walau di negara tujuan, harga berlaku yang lebih tinggi dari negaranya karena karakteristik dari negara tujuan wisata tersebut. Variabel

� memiliki pengaruh yang besar. Turis akan memilih negara tujuan wisata yang lebih stabil daripada negara

yang kurang stabil. Uji t dalam statistic di model ini menghasilkan signifikansi negatif sebesar -1,788. Variabel ini digunakan secara spesifik sebagai proksi terhadap kondisi yang kurang stabil. Uji t dalam statistic di model ini menghasilkan signifikansi negatif sebesar -1,788. Variabel ini digunakan secara spesifik sebagai proksi terhadap kondisi

Alexi Simos Thompson dalam tesisnya di Auburn University (2008) melanjutkan penelitian yang dilakukan Brakke secara lebih spesifik. Jika Brakke menggunakan variabel ketidakstablian politik sebagai indikator tinggi atau rendahnya permintaan periwisata, Thompson mematok ukurannya dengan terorisme, produk domestik bruto negara asal turis dan negara tujuan wisata sebagai substitusi Price Competitiveness Index , bahkan menambahkan variabel paritas daya beli sebagai penguat indikator itu. Implikasi yang dipengaruhi pun dimodifikasi menjadi terhadap tingkat kedatangan wisatawan per kapita atau Tourist Arrival per Capita dari 60 negara secara cross- sectional selama tahun 2003, bukan lagi permintaan pariwsata. Hasil dari penelitian Thompson dengan model regresi liner dan Chow secara parsial adalah bahwa tingkat pertukaran ( exchange rate ) yaitu paritas daya beli tidak terlalu signifikan terhadap harga relatif. Hasil ini berlawanan dengan intuisi ekonomi yang mengatakan bahwa harga yang lebih mahal menghalangi pertumbuhan pariwisata. Variabel terorisme berpengaruh terhadap kedatangan wisatawan per kapita dengan menyumbang signifikansi uji t sebesar -1,67 yang berarti 1% peningkatan jumlah terorisme akan mengurangi variabel dependen. Produk Domestik Bruto negara asal turis tidak terlalu merepresentasikan pendapatan rata-rata wisatawan rill yang datang ke negara tujuan. Signifikansi uji t variabel ini hanya bernilai 0,25. Yang unik dari penelitian Thompson adalah ia menambahkan variabel Produk Domestik Bruto negara tujuan wisata yang ternyata dari hasil perhitungan regresinya memberikan nilai signifikan 2,45 terhadap 1% nilai kritis ( critical value ). Produk domestik bruto negara tujuan wisata memang mempengaruhi permintaan pariwisata terhadap negara itu sendiri. Negara-negara yang lebih makmur mampu menyediakan kemanan dan kenyamanan yang lebih dengan investasi yang dilakukan untuk industry pariwisata. Sedangkan untuk variabel interaktif INT yang mengombinasikan terorisme dan produk domestik bruto negara tujuan wisata meghasilkan koefisien 0,16 terhadap nilai signifikan 5%.

Dalam International Journal of Religious Tourism and Pilgrimage (Article 5, 2014), Cohen meneliti hubungan pariwisata dan terorisme di Israel. Israel adalah kasus studi pariwisata internasional yang menarik. Sejarah panjang dengan konflik dan perang sejak tahun 1948 dengan negara Arab dan Palestina, tak juga membuat wisatawan, terutama yang sifatnya untuk tujuan keagamaan ( pilgrim ) enggan untuk melakukan perjalanan ke sana. Selama 64 tahun, pariwisata internasional Israel naik beratus-ratus kali lipat, dari 25 juta di tahun 1950 hingga 1 triliun di tahun 2012. Tingkat terorisme yang terjadi, dikumpulkan berdasarkan jumlah korban jiwa. Tahun 2001 dan 2003 adalah tahun-tahun terparah dalam kondisi keamanan Israel. Dari hasil pengamatan, reaksi terhadap konflik dan terorisme ternyata tidak homogen terhadap beberapa kelompok wisatawan. Dari jumlah wisatawan yang menurun, ternyata wisatawan Yahudi malah naik. Ini menguatkan teori bahwa diaspora membuat para pemeluk Yahudi tetap ingin datang ke Israel. Fluktuasi yang terjadi dalam konflik Dalam International Journal of Religious Tourism and Pilgrimage (Article 5, 2014), Cohen meneliti hubungan pariwisata dan terorisme di Israel. Israel adalah kasus studi pariwisata internasional yang menarik. Sejarah panjang dengan konflik dan perang sejak tahun 1948 dengan negara Arab dan Palestina, tak juga membuat wisatawan, terutama yang sifatnya untuk tujuan keagamaan ( pilgrim ) enggan untuk melakukan perjalanan ke sana. Selama 64 tahun, pariwisata internasional Israel naik beratus-ratus kali lipat, dari 25 juta di tahun 1950 hingga 1 triliun di tahun 2012. Tingkat terorisme yang terjadi, dikumpulkan berdasarkan jumlah korban jiwa. Tahun 2001 dan 2003 adalah tahun-tahun terparah dalam kondisi keamanan Israel. Dari hasil pengamatan, reaksi terhadap konflik dan terorisme ternyata tidak homogen terhadap beberapa kelompok wisatawan. Dari jumlah wisatawan yang menurun, ternyata wisatawan Yahudi malah naik. Ini menguatkan teori bahwa diaspora membuat para pemeluk Yahudi tetap ingin datang ke Israel. Fluktuasi yang terjadi dalam konflik

Caroline M. DePuma dalam tesisnya mengenai efek terorisme terhadap pariwisata (2015). Dengan menggunakan data tingkat risiko terorisme, GDP, FDI, dan statistik perjalanan warga Amerika Serikat, data disusun ke dalam data table cross- sectional selama 5 tahun, dari tahun 2009-2013 dengan negara tujuan wisata Mesir, Rusia, Inggris, India, dan Brazil. Dengan metode statistik deskriptif dan memperbandingkan data antara wisatawan yang datang, DePuma menemukan bahwa tingkat risiko terorisme di negara tujuan dan jumlah wisatawan yang datang ke negara tersebut berhubungan secara terbalik. Produk Domestik Bruto dan investasi asing pun mendapat mendapat dampak dari serangan terorisme secara langsung.

Secara ringkas, penelitian terdahulu dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu

No Peneliti

Hasil Penelitian 1 Enders

Tahun

Objek Penelitian

Metodologi

Terorisme transnasional Sandler

Tourist expenditure dari tahun Vektor

1970-1991

Autoregressive

menghalangi kedatangan turis dan mengurangi

pendapatan pariwisata. 2 Enders,

Terorisme berpengaruh secara Sandler,

di ARIMA

negatif terhadap industri Praise

Austria, Yunani, dan Italia dari

tahun 1974-1988

pariwista dan kerugian pendapatan pariwisata untuk continental Eropa mencapai 16 triliun SDR.

3 Fischoff et al. 2004

Meneliti

tingkat

risiko Koefisien

Menggambarkan persetujuan

terorisme

terhadap Konkordasi

yang

baik antar responden

hubungannya dengan pilihan Kendall

terlepas dari risiko destinasi

wisata yang diberikan (W = 0.52;

perjalanan dengan survei 710

(TD) Multiple Regresi Turis akan memilih negara tujuan Brakke

Tourism

Demanad

Amerika Serikat dari tahun Linier

wisata yang kondisi politiknya

1984-1999

lebih stabil daripada negara yang kurang stabil. PDB negara asal turis yang semakin besar juga berkotribusi

terhadap tingkat permintaan pariwisata.

No Peneliti

Hasil Penelitian 5 Alexi

Tahun

Objek Penelitian

Metodologi

risiko Multiple Regresi Variabel terorisme berpengaruh S.Thompson

terhadap Linier

terhadap TPC (sig. uji t -1,67)

kedatangan wisatawan per

yang berarti 1% peningkatan

kapita antara negara maju dan

jumlah

terorisme akan

berkembang. Data diambil dari

mengurangi variabel dependen.

PDB negara tujuan wisata juga

sectional selama tahun 2003

memberikan nilai signifikan 2,45 terhadap 1% nilai kritis (critical value ).

6 Erik H. Cohen 2014 Meneliti hubungan pariwisata Deskrpsi kualitatif Fluktuasi yang terjadi dalam dan terorisme di Israel dengan dengan membagi konflik politik dan terorisme data kedatangan turis dan turis ke dalam ternyata

berpengaruh secara banyaknya korban jiwa akibat Jewish tourists & singkat dan pariwisata pulih terorisme dari 1948-2012

International

begitu cepat di tahun-tahun ke

Tourists.

depan

yang damai karena diaspora yang terjadi di Israel.

7 Caroline M. 2015

Tingkat risiko terorisme di negara DePuma

Meneliti hubungan dampak Deskripsi

terorisme terhadap pariwisata Kualitatif

tujuan dan jumlah wisatawan

dengan statistik perjalanan

yang datang ke negara tersebut

wisata yang dilakukan oleh

berhubungan secara terbalik..

warga A.S dari 2009-2013

1.12 Kerangka Berpikir

Keparahan Terorisme

Kedatangan Wisman di

PDB Negara

Indonesia

Asal Turis :

1. Total 3 Region

2. Asia Pasifik

3. Amerika

4. Eropa

1.13 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, ada dua hipotesis yang diasumsikan terjadi dalam studi, yakni:

1. Ada hubungan yang bersifat negatif antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah wisatawan mancanegara total tiga region dan hubungan yang bersifat positif antara Produk Domestik Bruto total tiga region dengan jumlah wisatawan mancanegara total tiga region di Indonesia.

2. Ada hubungan yang bersifat negatif antara tingkat keparahan terorisme dengan jumlah wisatawan mancanegara dari region Asia Pasifik, Amerika dan Eropa secara parsial dan hubungan yang bersifat positif antara Produk Domestik Bruto region Asia Pasifik, Amerika dan Eropa secara parsial.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1.1 Jenis Penelitian