TINJAUAN PONDOK BUDAYA LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PONDOK BUDAYA JAWA DI YOGYAKARTA.

(1)

13

BAB II

TINJAUAN PONDOK BUDAYA

2.1. Pondok Budaya Jawa

2.2.1. Pengertian Pondok Budaya

Pondok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti sebagai bangunan untuk tempat sementara (seperti yang didirikan di ladang, hutan dsb). Sedangkan makna Budaya menurut KBBI adalah pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradap, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah.

Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan, dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1990, 195). Namun dalam Ilmu Budaya Dasar (IBD) antar budaya dan kebudayaan dibedakan maknanya yakni secara sederhana pengertian kebudayaan dan budaya mengacu pada pengertian sebagai berikut 5 :

1. Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjuk dan menekankan hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil dan karya fisik manusia ini sebenarnya tidak lepas dari pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku atau (tindakan) manusianya.

2. Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai- nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak.

5

Dr. Ir. P. Wiryono. SJ, 1996, Pemahaman Kontekstual Tentang Budaya Dasar, Yogyakarta, Penerbit Kanisius,


(2)

14 Seperti halnya dengan kebudayaan, budaya sebagai suatu sistem juga merupakan hasil kajian yang berulang- ulang tentang suatu permasalahan yang dihadapi manusia.

Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut: a. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok yaitu:

1. Alat- alat teknologi 2. Sistem ekonomi 3. Keluarga

4. Kekuasaan politik

b. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:

1. Sistem norma sosial yang memunggkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya.

2. Organisasi ekonomi

3. Alat- alat dan lembaga- lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama).

4. Organisasi kekuatan (politik).

c. Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: yakni gagasan, aktifitas, dan artefak.

1. Gagasan (wujud ideal)

Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide- ide, gagasan, nilai- nilai, norma- norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba dan disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala- kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan


(3)

15 mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu barada dalam karangan dan buku- buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.

2. Aktivitas (Tindakan)

Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. sistem sosial ini terdirii dari aktivitas- aktivitas manusia yang salingg berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola- pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam keidupan sehari- hari, dan dapat diamati dan disokumentasikan.

3. Artefak (karya)

Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda- benda atau hal- hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.

Budaya nasional Indonesia sulit untuk didefinisikan ke dalam satu jenis, karena pada dasarnya Negara Indonesia memiliki banyak keberagaman dalam suku, sehingga memiliki beragam jenis budaya khas daerah. Setiap daerah memiliki identitas budayanya masing- masing. Hal ini lebih mengarahkan kepada Budaya Tradisional Indonesia. Budaya tradisional Indonesia memiliki keunikan masing- masing yang dapat dilihat langsung wujud kebudayaan itu sendiri.

Berikut adalah elemen Budaya Tradisional Indonesia secara umum:


(4)

16 2. Ritual

3. Ornamen 4. Motif kain 5. Alat musik 6. Cerita Rakyat 7. Musik dan Lagu 8. Data Makanan 9. Seni Pertunjukan 10. Produk Arsitektur 11. Pakaian Tradisional 12. Permainan Tradisional 13. Senjata dan Alat Perang 14. Naskah Kuno dan Prasasti

15. Tata Cara Pengobatan dan Pemeliharaan Kesehatan

2.2.2 Perkembangan Pondok Budaya di Yogyakarta

Di Indonesia dapat ditemukan berbagai Pondok, terutama dalam bidang keagamaan yakni Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Sedangkan bangunan sejenis Pondok yang bergerak di bidang kebudayaan di Yogyakarta terdapat 2 yakni Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Bantul, dan Rumah Budaya Tembi. Keduanya memiliki kegiatan di bidang seni pertunjukan musik, tari, dan teater. Selain dari Yogyakarta adapula Padepokan Kalang Kemuning, Padepokan ini merupakan sanggar tari Jaipong di Lembang, Jawa Barat. Ada juga Padepokan Nasional Pencak Silat Indonesia (PnPSI) yang berskala nasional dan internasional yang berlokasi di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Selain beberapa contoh di atas, masih banyak Pondok maupun padepokan lain yyang tersebar di wilayah Indonesia, baik di bidang seni, bela diri, maupun keagamaan.


(5)

17 2.2. Yogyakarta

2.2.1. Tinjauan Umum Yogyakarta

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah.

Daerah Istimewa Yogyakarta menempati posisi 7°33′ -8°12′ Lintang Selatan dan 110°0′-110°50′ Bujur Timur dengan luas 3.185,81 km2 yang berarti 0,17% dari luas Indonesia. Wilayah tersebut dibagi menjadi satu kodya dan empat kabupaten.

Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang meliputi: • Batas bagian Timur Laut : Kabupaten Klaten

• Batas bagian Tenggara : Kabupaten Wonogiri • Batas bagian Barat : Kabupaten Purworejo • Batas bagian Barat Laut : Kabupaten Magelang

Gambar 2.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta

Sumber:http://www.badilag.net/data/petabadilag/Yogyakarta.html Tanggal: 12 Oktober 2014

Ketinggian rata-rata DIY berkisar 113 meter dari permukaan laut dengan permukaan tanah relatif datar, walaupun kondisi topografi kota memiliki kemiringan 1% ke arah selatan. Bagian utara kota paling tinggi pada posisi 129 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian selatan terletak 95 meter di atas permukaan laut.


(6)

18 Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65,65 persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28,84 persen, ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 5,04 persen dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47 persen.

Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2008 menunjukkan angka 26,11 ºC lebih rendah dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 27,35 ºC, dengan suhu minimum 16,6 ºC dan suhu maksimum 34,8 ºC. Curah hujan berkisar antara 0 mm – 346,2 mm dengan hari hujan per bulan antara 0,0 kali – 25,0 kali. Sedangkan kelembaban udara tercatat antara 28 persen – 97 persen, tekanan udara antara 1.005,3 mb - 1.014,2 mb, dengan arah angin antara 60 derajat - 240 derajat dan kecepatan angin antara 0,0 knot sampai dengan 5,4 knot.

Kepadatan penduduk DIY mencapai 3.468.502 jiwa. Dengan persentase jumlah penduduk laki-laki 50,19 persen dan penduduk perempuan 49,81 persen. Menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 64,37 persen dan penduduk desa mencapai 35,70 persen (Susenas Juli 2008).

Propinsi DIY terbagi menjadi lima Daerah Tingkat II, 78 kecamatan, 438 kelurahan/desa. Daerah Tingkat II DIY terdiri dari 1 Kotamadya dan 4 Kabupaten, antara lain:

• Kotamadya Yogyakarta, dengan luas 32,50 km² (1,03 %) • Kab. Gunungkidul, dengan luas 1.485,36 km² (46,62 %) • Kab. Sleman, dengan luas 574,82 km² (18,04 %)

• Kab. Kulonprogo, dengan luas 586,28 km² (18,40 %) • Kab. Bantul, dengan luas 506,85 km² (15,91 %)


(7)

19 Berdasarkan Simposium Perencanaan Kota Yogyakarta, tanggal 15-17 Maret 1979 hal.34, dinyatakan bahwa predikat kota Yogyakarta secara nyata adalah:

• Sebagai Kota Pendidikan.

Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar memiliki sarana

pendidikan yang berkualitas baik. Jumlah perguruan tinggi terus bertambah, dari data terakhir diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi ada 129 perguruan tinggi (Panduan Industri, Jasa, Pariwisata dan Perdagangan DIY, PSI-UGM, 1995), belum termasuk sarana pendidikan non formal lainnya.

• Sebagai Kota Budaya dan Pariwisata.

Yogyakarta juga dikenal memiliki potensi budaya dan seni yang besar. Potensi budaya dapat dilihat melalui peninggalan-peninggalan sejarah budaya yang masih terawat dengan baik dan adat istiadat serta tradisi kemasyarakatan masih terasa sekali dalam pola kehidupan sosial masyarakatnya. Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata, secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan kota, kehidupan sosial dan dinamikanya, sehingga mempunyai tingkat perkembangan yang pesat.

DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yyang bersifat tangible (fisik) maupun yang bersifat intangible (nonfisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya daan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, system nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam kawasan masyarakat.

DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset- aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan


(8)

20 Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama daam berseni budaya dan beraadat tradisi. DIY juga memiliki fasilitas museum diantaranya adalah Museum Ulen Sentalu dan Museum Sonobudoyo yang diproyeksikan menjadi museum internasional.

2.2.2. Tinjauan Kabupaten Bantul

Kabupaten bantul adalah kabuapaten di Provinsi DIY, Indonesia. Bagian selatan Kabupaten ini berupa pegunungan kapur, yakni ujung barat Pegunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir diantaranya Kali progo (batas dengan Kabupaten Kulon Progo, Kali Opak, Kali Tepus, dan anak- anak sungai lainnya.

Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bantul Sumber:kewilayahan.bantulkab.go.id

Tanggal: 12 Oktober 2014

Adapun batas- batas wilayah Kabupaten Bantul yakni sebagai berikut:


(9)

21 - Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

- Selatan : Samudra Hindia

- Timur : Kabupaten Gunung Kidul - Barat : Kabupaten Kulon Progo

2.2.2.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan daerah mengacu pada RTRW Kabupaten Bantul yang terbagi menjadi enam Satuan Wilayah Pengembangan (SWP). Sedangkan peta Satuan Wilayah Pengembangaan adalah sebagai berikut:

1. SWP 1 : Kecamatan Sedayu, Pajangan dan sebagian Kecamatan Kasihan (Desa Bangunjiwo).

- Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, agrobisnis, perdagangan, jasa serta pendidikan.

- Bagian Selatan : sebagai kawasan industri, non polutan, perdagangan jasa dan permukiman.

2. SWP II : Kecamatan Kasihan, Banguntapan dan sebagian Kec. Pleret (Desa Pleret)

- Kawasan aglomerasi

- Menjadi bagian pengembangan Kota Yogyakarta: permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.

3. SWP III : Kecamatan Piyungan dan Sebagian Kec. Pleret (Desa Bawuran, Wonolelo dan Segoroyoso).

- Bagian Utara : sebagai kawasan industri, perdagangan, jasa, pertanian dan permukiman.

- Bagian Selatan : sebagai kawasan pertanian dan wisata budaya.

4. SWP IV : Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek

- Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, lahan basah, agrobisnis dan permukiman.


(10)

22 - Bagian selatan : sebagai kawasan alam, budaya dan

perikanan.

5. SWP V : Kecamatan Bantul dan Sewon

- Bagian Utara : sebagai pusat pemerintahan, perumahan, perdagangan dan jasa.

- Bagian Selatan : Sebagai kawasan pertanian 6. SWP VI : Kecamatan Imogiri dan Dlingo

Pembangunan diarahkan untuk kawasan pertanian. untuk mendukung program kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, maka tiga kecamatan telah dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, yaitu kecamatan Piyungan, Pundong, dan Srandakan. Selain penataan wilayah seperti tersebut di atas, pembangunan di Kabupaten Bantul juga mengacu pada Perda No. 01 tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah Kabupaten Bantul yang menunjukkan pemanfaatan ruang wilayah.

Pembagian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bantul secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni:

1. Kawasan Lahan Basah Non Irigasi: a. Kawasan Lahan Basah Nonirigasi b. Kawasan Lahan Basah Irigasi c. Kawasan Pertanian Lahan Kering 2. Budidaya Non Pertanian, terdiri dari:

a. Kawasan Industri

b. Kawasan Perumahan baru c. Kawasan Perkotaan d. Kawasan Pariwisata


(11)

23 2.2.2.2. Sosial Budaya Kabupaten Bantul

Kepadatan pendudukan geografis menunjukkan jumlah penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Kepadatan penduduk geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Data ini diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang ada di Bantul. Ini digunakan untuk memperkirakan jumlah mayarakat yang dapat menggunakan fasilitas Pendidikan Anak dalam bidang Kebudayaan Jawa.

Tabel. 1.3. Kepadatan Penduduk Goegrafis Kabupaten Bantul

! "# $ %

&

' (

" +

# # #+ 3

0 *

3 +

0 *

)# $ /

* 3*# # 3 0 #

$ ( 3 !

# )6,-4:


(12)

24 Berikut adalah grafik piramida penduduk Kabupaten Bantul pada Tahun 2012.

Gambar 2.3. Piramida Penduduk Kabupaten Bantul Sumber:BPS Kabupaten Bantul,2012

2.3. Studi Preseden Sejenis Pondok Budaya 2.3.1. Padepokan Seni Bagong

Padepokan ini terletak di Dusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul. Luas bangunan ini kurang lebih 0,5 Hektar. Padepokan Seni Bagong Kussudiardja didirikan oleh seniman Bagong Kussudiardja pada 2 Oktober 1978 sebagai lembaga pendidikan kesenian non formal yang meliputi tari, karawitan, teater, ketoprak, musik dan lain sebagainya.

Gambar 2.4. Padepokan Seni Bagong Sumber:http://www.ybk.or.id/lokasi_in.php


(13)

25 Visi dari Padepokan Seni Bagong ini adalah menjadi rumah budaya terdepan dalam memberikan kontribusi yang memperkaya dunia seni di Indonesia, sebagai jembatan yang merekatkan seni dengan masyarakat. YBK memiliki ikhtiar untuk merangsang kegairahan perkembangan kebudayaan dan pengembangan kreativitas masyarakat Indonesia, melalui peran aktif terhadap seni, komunitas seni, dan kebersamaan masyarakat dengan seni.

Misi dari YBK (Yayasan Bagong Kussudiardja) adalah rumah budaya nirlaba di Yogyakarta yang mewujudkan seni pertunjukan sebagai media dialog dan pembelajaran untuk merangsang kegairahan kreativitas komunitas seni dan masyarakat. YBK mengolah proses-proses pembelajaran tentang seni dan menggunakan seni sebagai media, melalui presentasi karya seni pertunjukan, fasilitasi pengembangan daya kerja kreatif seniman (artisik dan non artistik), serta merencanakan dan membangun program yang meningkatkan penyertaan aktif masyarakat bersama dengan seni.

Fasilitas yang ditawarkan di Padepokan Seni Bagong ini diantaranya adalah sebagai berikut.

Tabel. 2.1. Tabel Ruang dan Dimensi Ruang pada Padepokan Seni Bagong

)

5 # ! +

5 ( $ (

*# * + $ $

*# #*

3# # #

5 $#+ # $

3# 5 + *

8$ # * 9


(14)

D Seni Ba pertunju penginap ini lebih Tari, M diperhat mengina

B rumah B untuk me adalah g Tembi:

G

Dari data diatas dapat dapat dilihat bahwa di P Bagong Kussudiardja memiliki fasilitas utama ya

jukan, galeri seni, pendopo pertunjukan, da napan. Namun ditinjau dari kapasitas ruangnya P bih bergerak di dibidang edukasi yakni berupa Musik, dan teater, sedangkan fasilitas penginap atikan hal ini dapat disebabkan karena kurangny inap yang berupa kamar peristirahatan.

Berbeda dengan Padepokan Seni Bagong Kus Budaya Tembi memiliki fasilitas yang lebih mewadahi kebutuhan fungsi rekreasi dan edukas

gambaran blokplan kompleks bangunan Ruma

Gambar 2.5. Pembagian Ruang Padepokan Seni Bago Digambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014

26 i Padepokan yakni ruang dan rumah a Padepokan pa pelatihan apan kurang nya fasilitas

ussudiardja, kompleks kasi. Berikut mah Budaya


(15)

27 2.3.2. Rumah Budaya Tembi

Rumah Budaya Tembi terletak di Jalan Parangtritis Km. 8,4 Desa Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Luas seluruh Site adalah sebesar 3500 m2 dengan luas bangunan 212 m2, dan luas bangunan keseluruhan 1.057 m2.

Gambar 2.6.Tembi Rumah Budaya Sumber: http://tembi.net/tentang-tembi-news

Desa Tembi dahulunya merupakan salah satu tempat dimana ini merupakan tempat bagi Abdi Dalem Katemben yang tugasnya menyusui anak- anak dan kerabat raja. Maka desa ini kemudian dinamai Dusun Tembi, dan masih ada pula yang menganggap jika berkunjung kedusun ini akan mendapatkan kemuliaan bak raja pada zaman yang lalu karena latar belakang desa tersebut.

Adapun ruang dan dimensi ruang yang terdapat pada Rumah Budaya Tembi adalah sebagai berikut:

Tabel. 2.2. Tabel Fasilitas Utama dan Pendukung pada Padepokan Bagong

) #

5 * ;

-#$

5 %

# $ + 5 * ( 5 + $ $


(16)

terdap pertu muse fasilit lebih Kussu

B Ruma

5 * ( #$

5 #

<% =

Sumber: Analisis Penulis, 2014

Dari data di atas dapat dilihat falilitas ut dapat di Rumah Budaya Tembi diantaranya ada rtunjukan, ruang latihan, ruang pameran, ruang ra

seum, dan penginapan yang berupa Cottage. Di ilitasnya Rumah Budaya Tembi menyediakan fas ih lengkap dibandingkan dengan Padepokan Sen ssudiardja.

Berikut adalah gambar blokplan kompleks mah Budaya Tembi:

Gambar 2.7. Pembagian Ruang Rumah Budaya Tem Digambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014

28 utama yang adalah ruang rapat, cafe, Ditinjau dari fasilitas yang Seni Bagong

s bangunan


(17)

29 Dari data Padepokan Seni Bagong dan Rumah Budaya Tembi dapat dikomparasikan sebagai berikut:

Tabel. 2.3. Tabel Komparasi Padepokan Seni Bagong dengan Rumah Budaya Tembi.

NO. KETERAN GAN

PADEPOKAN SENI BAGONG

RUMAH BUDAYA TEMBI 1. KONSEP Konsep bangunan

langgam

Arsitektur Neo- Vernakuler.

Dilihat dari komposisi

bangunan esensi

bangunan Padepokan ini lebih kepada kegiatan Education yang meliputi kegiatan seni Musik, Tari, dan teater

Konsep bangunan

langgam

Arsitektur Neo- Vernakuler.

Esensi dari bangunan Rumah Budaya Tembi lebih kepada kegiatan Recreation hal ini

ditunjukkan dengan

adanya komposisi

bangunan rekreasi lebih banyak seperti Cottage, kolam renang, Museum,

dan amphyteatre

dibandingkan dengan

bangunan fungsi

Education. 2. FASILITAS 1. Rg. Sekretariat &

arsip

2. Rg. Pertunjukan indoor (1)

3. Rg Pertunjukan Outdoor (3) 4. Rg. Galeri lukisan

5. Rg. Galeri

Gamelan 6. Rg. Serbaguna 7. Tempat

penyimpanan kostum (2)

8. Rg. Peristirahatan (2)

9. Rg. Kantor

Yayasan 10.Rg. Rapat

11.Parkir kendaraan umum

12.Toilet umum (3)

1. Ruang pertunjukan outdoor

2. Amphyteater 3. Rg. Ganti 4. Rg. Latihan 5. Museum Buku 6. Museum benda antik 7. Museum Lukisan 8. Rg. Kursus 9. Perpustakaan 10.Rg. Baca 11.Rg. Rapat 12.Cottage (9) 13.Restoran 14.Pantry 15.Mushola 16.Gudang 17.MEE

18.Kantor pengelola 19.Wc Umum (3) 20.Kolam renang 21.Pos satpam Sumber: Analisis Penulis, 2014


(18)

30 2.4. Tinjauan Umum Terkait Esensi Kegiatan Tari, Karawitan, dan

Wayang di Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta. 2.4.1. Tari Tradisional Jawa

Tarian daerah atau bisa juga disebut sebagai tarian adat jenisnya bermacam- macam, tergantung dari maksud dan tujuan ditampilkannya tarian daerah tersebut. Satu daerah bahkan mempunyai bermacam- macam tarian adat, misalnya tarian untuk menyambut tamu agung, tarian untuk menyambut keamanan dan tarian dengan mengusung tema perang- perangan.

Pada umumnya tarian daerah mempunyai tema tertentu, seperti misalnya tarian adat di Papua biasanya bertema perang, sedangkan tarian adat Jawa banyak yang bertema pernikahan atau menyambut hasil panen. Berikut ini adalah macam- macam tarian daerah Jawa.

Tarian yang berasal dari Jawa Timur diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tari Dongkrek

2. Tari Gandrung Banyuwangi 3. Tari Glepeng

4. Tari Jaran Kepang 5. Tari Jejer

6. Tari Kethek Oglek 7. Tari Oklik

8. Tari Ngremo

Tarian yang berasal dari Daerah Jawa Tengah adalah sebagai berikut:

1. Tari Bondan 2. Tari Gambir Anom 3. Tari Gambyong


(19)

31 Tarian yang berasal dari daerah Jawa Barat diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tari Banjet 2. Tari Debus 3. Tari Jaipong 4. Tari Ketuk Tilu 5. Tari Kuda Lumping 6. Tari Merak

7. Tari Patilaras 8. Tari Reog 9. Tari Sisingaan

10. Tari Topeng Kuncaran.

Tarian yang berasal dari daerah Yogyakarta diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Tari Bedaya

2. Tari Kumbang Yogyakarta 3. Tari Gambir

4. Tari Kelono Topeng Serimpi 5. Tari Serial Ramayana

6. Tari Golek Sulung Dayung Yogyakarta

2.4.2. Karawitan

Gbr. 2.8. Gamelan Jawa

Sumber: http://goblokku.wordpress.com/2011/09/14/gamelan-jawa-tengah-dan-yogyakarta/


(20)

32 Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit berarti rumit, berbelit- belit, tetapi rawit juga berarti halus, indah- indah. Sedangkan kata ngrawit berarti suatu karya seni yang memiliki sefat- sifat yang halus, rumit dan indah.

Kata Jawa Karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada nondiatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan- garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap yang tampak nyata dalam sajian gending, baik itu yang berbentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar, mengandung nilai- nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia, maupun asesoris lainnya.

Definisi seni kerawitan sendiri adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonic (dalam laras slendro dan pelog) yang garapan- garapannya sudah menggunakan sistim notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumentalia, vokalis dan campuran, enak di dengar untuk dirinya maupun orang lain (Suhastjarja, 1984).

Perangkat gamelan yang digunakan dalam seni karawitan memiliki 2 jenis yaitu Lara Slendro dan Pelog.

a. Laras Slendro

Sistem urutan nada- nada yang terdiri dari lima nada dalam satu gembyang dengan pola jarak yang hampir sama rata. Sedangkan laras ( nada- nada) yang digunakan dalam laras slendro adalah: 1. Penunggul, atau sering juga disebut barang, diberi symbol 1

(angka arab satu), dan dibaca siji atau ji.

2. Gulu, atau Jangga (kromo jw.), diberi simbol 2 (angka arab 2) dibaca ro.

3. Dhodho, atau jaja atau tengah, diberi simbol 3 (angka arab tiga), dan dibaca telu atau dibaca singkat lu.


(21)

33 Selain lima nada pokok tersebut juga terdapat beberapa nama laras atau nada, seperti:

1. Barang, yaitu nada gembyangan dari penunggul, diberi symbol 1 (angka arab satu dengan titik diatas angka), dibaca ji atau siji. 2. Manis, yaitu nada gembyangan gulu, diberi simbol angka 2

(angka arab dua dengan titik di atas) manis hanya digunakan untuk laras kenong dan kempul.

b. Lalas Pelog

Sistem urutan nada- nada yang terdiri dari lima nada (atau tujuh) nada dalam satu gembyang dengan menggunakan satu pola jarak nada yang tidak sama rata, yaitu tiga (atau lima) jarak dekat dan dua jauh.

Dalam penyajian, memang sering terdapat beberapa gendhing yang disajikan dalam laras pelog dengan hanya menggunakan lima nada saja, terutama daam kasus penyajian gendhing pelog sebagai hasil alih laras slendro, kemudian disajikan dalam laras pelog. Suatu hal yang biasa dalam karawitan Jawa bahwa suatu gendhing dapat dan boleh disajikan dalam dua laras yang berbeda.

Berikut adalah seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Yogyakarta dan Jawa Tengah:

1. Kendang

Kendang merupakan alat musik ritmis (tak bernada) yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya.


(22)

34 Gambar. 2.9. Kendang

Sumber: http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD1WK5-cXI/AAAAAAAAAA8/KlzSurkp73Y/s1600/Traditional_indonesian_

drums.jpg

2. Rebab

Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah senar/ dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis.

Gambar 2.10. Rebab

Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif 3. Balungan

Balungan adalah alat musik yang berbentuk wilahan (Jawa: Bilahan) dengan enam atau tujuh wilah (satu oktaf) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator yang ditabuh dengan menggunakan tabuh dari kayu. Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis Balungan yakni sebagai berikut:


(23)

35 Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah, Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas.

Gambar 2.11. Demong

Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif b. Saron

Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung, saron memainkan balingan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal- imbalan, dua saron memainkan lagu jalin- menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua Saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dari dua saron.

Gambar. 2.12. Saron

Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif c. Peking

Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron penerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.


(24)

36 Gambar 2.13. Peking

http://2.bp.blogspot.com/- AMJVKAXKvgA/TWR_sT4zntI/AAAAAAAAAGE/Y-546Oz20dc/s1600/9910SaronpanerusportraitLG.jpg

d. Slenthen

Menurut konstruksinya, Slenthen termasuk keluarga gender, tatapi Slenthen mempunyai bilah sebanyak bilah saron. Slenthen beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen Saron (Balungan). Seperti Demung dan Saron Barung, Slenthen memainkan lagu balungan dalam wilayahnya yang terbatas..

Gambar. 2.14. Slenthem

http://1.bp.blogspot.com/_c1JD3aSyVsU/TLWEwY9K49I/AAA

AAAAAAD0/1JW-gYhLcdA/s1600/9858gamelanslenthemportraitwithmalletLG.jpg 4. Bonang

Alat musik ini terdiri dari sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horizontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Bonang dibedakan menjadi 3 macam menurut ukuran, wilayah oktaf dan fungsinya dalam ansambel. Untuk gamelan Jawa, Bonang terdapat 2 jenis yakni Bonang Barug dan bonang Penerus/ penembung.


(25)

37 Gambar 2.15. Bonang

Sumber:

http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD8NiSkPYI/AAAAAAA AABE/mzQDT19LRoE/s1600/Bonang_barung_and_panerus._STSI_

Surakarta.jpg

5. Kenong

Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela antara kempul.

Gamelan ini merupakan instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau empat kalimat kalimat kenong, atau kenongan. Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing, ia bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan, dan boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing, atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk

mendukung rasa pathet.


(26)

38 dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhing-gendhing tersebut.

Gambar 2.16. Kenong

Sumber: http://www2.seasite.niu.edu/worldmusic/Images/Kenong.jpg 6. Kethuk

Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horizontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen- aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat- kalimat yang pendek.

Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak-ayakan kethuk ditabuh di antara ketukan- ketukan balungan, menghasilkan pola- pola jalin- menjalin yang cepat.

Gambar 2.17. Kethuk

Sumber: http://nonobudparpora.files.wordpress.com/2011/04/9-kethuk-kempyang-1.jpg

7. Gambang

Merupakan instrumen mirip keluarga balungan yang dibuat dari bilah- bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Gambang berbilah tujuh- belas sampai duapuluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih.


(27)

39 Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu/ batang fiber lentur. Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah gambang, yakni gambang slendro, gambang pelog bem, dan gambang pelog barang. Namun tidak sedikit yang terdiri hanya dua buah instrumen saja. Pada gambang pelog, nada 1 dan 7 dapat disesuaikan dengan gendhing yang akandimainkan.

Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya pola pola lagu dengan ketukan ajeg. Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme – ritme sinkopasi seperti pada gendhing Janturan/ Suluk.

Gambar 2.18. Gambang Sumber: http://3.bp.blogspot.com 8. Gender

Gender dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang sudah lama menyelami Budaya Jawa. Instrumen mirip Slenthem namun dengan wilahan lebih kecil, terdiri dari bilah-bilah metal (Perunggu, Kuningan atau Besi) ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator. Gender ini dimainkan dengan 2 tabuh berbentuk bulat (dilingkari lapisan kain) dengan tangkai pendek. Sama halnya dengan Gambang Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah Gender, yakni Gender


(28)

40 Slendro, Gender pelog bem, dan Gender pelog barang. Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender:

a. GenderBarung

Gender berukuran besar, beroktaf rendah sampai tengah. Salah satu dari instrumen pemuka, gender barung memainkan pola-pola lagu berketukan ajeg (cengkok) yang dapat menciptakan tekstur sonoritas yang tebal dan

menguatkan rasa pathet gendhing.

Beberapa gendhing mempunyai pembuka yang dimainkan gender barung; gendhing-gendhing ini dinamakan gendhing gender.

Dalam pertunjukan wayang, pemain gender mempunyai peran utama harus memainkan instrumennya hampir tidak pemah berhenti selama semalam suntuk dalam permainan gendhing, sulukan, dan grimingan.

Gambar 2.19. Barung Sumber:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/82/Traditional _indonesian_instruments03.jpg

b. Gender Panerus

Gender berukuran lebih kecil, beroktaf tengah sampai tinggi. Meskipun instrumen mi tidak harus ada dalam ansambel, kehadirannya menambah kekayaan tekstur gamelan lebih kepyek. Gender ini memainkan lagunya dalam pola lagu ketukan ajeg dan cepat.


(29)

41 Gambar. 2.20. Gender Panerus

Sumber: http://www.campaniapuppets.it/GenderPenerus01.jpg

9. Siter

Siter merupakan instrumen yang dimainkan dengan cara dipetik, terbuat dari kayu berbentuk kotak berongga yang berdawai. Pada umumnya site mempunyai dua belas nada, yaitu dari kiri ke kanan: 2, 3,5,6,1,2,3,5,6,1,2,3. (contoh untuk siter slendro).

Ciri khas sitter adalah satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan. Siter dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama (panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan balungan). Siter dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat).

Cara memainkannya dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar.

Siter dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.


(30)

42 Gambar 2.21. Siter

Sumber: http://1.bp.blogspot.com/

10. Kempul

Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi satu perangkat dengan Gong (mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi lagi.

Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; kadang kempul mendahului nada balungan berikutnya; kadang-kadang ia memainkan nada yang membentuk interval kempyung dengan nada balungan, untuk menegaskan rasa pathet.

Gambar 2.22. Kempul

Sumber: http://kamusjawa.com/wp-content/uploads/2011/08/gong-kempul.jpg


(31)

43 11. Suling

Suling bambu yang memainkan lagu dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris. Alat ini dimainkan secara bergantian, biasanya pada waktu lagunya mendekati akhiran kalimat atau kadang – kadang dimainkan pada lagu-lagu pendek di permulaan atau di tengah kalimat lagu.

Gambar 2.23. Suling Sumber:

http://orgs.usd.edu/nmm/Gamelan/9894/9894&9895gamelansulingsfr ontLG.jpg

12. Gong

Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk pada gong yang digantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain. Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang.

Gambar 2.24. Gong Sumber:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7e/Tradition al_indonesian_instruments04.jpg


(32)

44 13. Keprak

Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lubang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan

menimbulkan efek bunyi “prak-prak”.

Dalam gelaran wayang kulit gagrak Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah. Sedangkan untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi “ting-ting”. Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan keprak dengan baik. Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan solah (gerak) wayang. Dalang Wayang Kulit Gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek suara lebih nyaring.

Gambar 2.25. Keprak Sumber:


(33)

45 2.4.3. Wayang

Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang

terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan

wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat

berharga(Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of

Humanity).

Di Jawa Wayang berfungsi sebagai tontonan dan tuntunan, dan merupakan gabungan lima jenis seni, yakni:

1. Seni Widya (filsafat dan Pendidikan) 2. Seni Drama (Pentas dan Musik Karawitan) 3. Seni Gatra (Pahat dan Seni Lukis)

4. Seni Ripta (Sangit dan Sastra)

5. Seni Cipta (Konsepsi dan Cipta- Ciptaan Baru).

Ada 5 jenis wayang yang dapat dijumpai di Jawa yakni sebagai berikut:

1. Wayang Beber

Wayang Beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukkan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang Beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorejo, Jawa Timur. Selain dari kisah- kisah Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah- kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.


(34)

46 Gambar 2.26. Wayang Beber

Sumber:

http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/Wayang_Painting_of_Bharatayudha_Bat tle-300x169.jpg?abd973

2. Wayang Kulit

Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bali dan Jawa, pertunjukan wayang kulit sering kali menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.

Gambar 2.27. Wayang Kulit

Sumber: http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/Arjun-225x300.jpg?abd973

3. Wayang Klitik (Karucil)

Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari


(35)

47 suara kayu yang bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari kerajaan-kerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.

Gambar 2.28. Wayang Klitik (Karucil) Sumber:

http://belindomag.nl/wp- content/uploads/2014/02/ZP_05_Batara_Guru_02-300x293.jpg?abd973

4. Wayang Golek

Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek, yaitu Wayang Golek Papak Cepak dan Wayang Golek Purwa. Wayang Golek yang banyak dikenal orang adalah Wayang Golek Purwa. Kisah-kisah yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam, seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan, dan Amir Hamzah, pamannya Nabi Muhammad A.S.


(36)

48 Gambar 2.29. Wayang Golek

Sumber:

http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum -261x300.jpg?abd973

5. Wayang Wong

Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah Smaradahana. Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer.

Gambar 2.30. Wayang Wong

Sumber: http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/200px-Ramayana_Java.jpg?abd973


(37)

49 2.5. Persyaratan Ruang Terkait Esensi Fungsi Pondok Budaya Jawa

Pondok Budaya Jawa mempunyai kriteria dalam perancangan diantaranya adalah untuk mewadahi fungsi sebagai tempat rekreatif dan edukatif dalam bidang kebudayaan. Kegiatan- kegiatan utama yang dilakukan di Pondok Budaya adalah kegiatan memamerkan, mempromosikan, dan menjual sampel produk kebudayaan. Untuk memenuhi kegiatan tersebut maka diperlukan sarana- prasarana yakni ruang pertunjukan, Ruang pelatihan untuk membuat Batik, ruang koleksi Budaya Jawa yang berupa museum, dan ruang penginapan sebagai sarana penunjang untuk berlatih kebudayaan Jawa dengan tempo waktu lebih lama.

2.5.1. Ruang Pertunjukan

Panggung pertunjukan merupakan suatu tempat yang dipergunakan untuk mempegelarkan suatu pertunjukan, yakni seni tari, kerawitan maupun wayang. Terkait dengan itu maka persyaratan ruang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar pesan yang diungkapkan penyaji seni dapat tertangkap dengan baik sehingga tercapai kualitas pertunjukan yang optimal.

Teater terbuka6 digunakan untuk acara yang diucapkan (pagelaran panggung hidup), dan untuk pertunjukan musik, terimakasih pada daya akustik inheren yang lebih tinggi pada instrumen- instrumen, dapat mencapai penonton yang jauh lebih banyak daripada acara- acara yang diucapkan.

Bunyi langsung karena penguatan wajar dari permukaan reflektif yang dekat sangat terbatas, sedang reduksi sekitar 6 dB dalam intensitas bunyi dapat diharapkan tiap saat jarak dari sumber digandakan. Untuk mengimbangi pengurangan yang sangat banyak ini di udara yang sanga banyak ini di udara

6


(38)

50 terbuka, perhatian harus diberikan pada rekomendasi- rekomendasi berikut ini:

a. Lokasi/ tempat harus dipilih dengan hati- hati ditinjau dari pengaruh secara topografi dan kondisi atmosfir (angin, temperatur dan lain- lain) dan pengaruh sumber- sumber bising luar terhadap perambatan dan penerimaan bunyi. b. Secara fisik panggung dapat dibagi menjadi tiga macam,

yakni panggung tertutup, panggung terbuka dan panggung kereta. Panggung tertutup terdiri dari panggung prosenium, panggung portable dan juga dapat berupa arena. Sedangkan panggung terbuka atau lebih dikenal dengan sebutan open air stage. Berikut adalah penjelasannya:

1. Panggung Proscenium

Panggung procenium adalah panggung konvensional yang memiliki ruang prosenium atau suatu bingkai gambar melalui mana penonton menyaksikan pertunjukan. Hubungan antara panggung dan auditorium dipisahkan atau dibatasi oleh dinding atau lubang prosenium. Sedangkan sisi atau tepi lubang prosenium bisa berupa garis lengkung atau garis lurus yang dapat disebut dengan pelengkung procenium (Procenium Arch). Panggung Proscenium terdiri dari tiga bagian yaitu:

1. Stage Block adalah tempat/ arena pertunjukan 2. House Block adalah penonton

3. Front House Blok adalah tempat pekerja personalia pertunjukan atau public relation


(39)

51 2. Panggung Portable

Panggung portable yaitu panggung tanpa layar muka dan dapat dibuat di dalam maupun di luar gedung dengan mempergunakan panggung (podium, platform) yang dipasang dengan koko di atas kuda- kuda. Sebagai tempat penonton biasanya mempergunakan kursi lipat. Adegan- adegan dapat diakhiri dengan mematikan lampu (black out) sebagai pengganti layar lipat. Dengan kata lain bahwa penggung yang dibuat secara tidak permanen

3. Panggung Arena

Panggung arena merupakan bentuk panggung yang paling sederhana dibandingkan dengan bentuk- bentuk panggung lainnya. Panggung ini dapat dibuat di dalam maupun di liar gedung asal dapat dipergunakan secara memadai. Kursi- kursi penonton diatur sedemikian rupa sehingga tempat panggung berada di tengah antara deretan kursi ada lorong untuk masuk dan keluar pemain atau penari menurut kebutuhan pertunjukan tersebut. Papan penyangga (peninggi) ditempatkan di belakang masing- masing deret kursi, sehingga kursi deretan belakang dapat melihat dapat melihat dengan jelas.

4. Panggung Terbuka (open air stage)

Panggung terbuka adalah panggung yang terletak di alam terbuka. Berbagai variasi dapat dipergunakan untuk memproduksi pertunjukan di tempat terbuka. Pentas dapat dibuat di beranda rumah, teras sebuah gedung dengan penonton berada di halaman, atau dapat


(40)

52 diadakan di sebuah tempat yang landai dimana penonton berada di bagian bawah tempat tersebut.

5. Panggung Extended

Panggung Extended adalah pengembangan dari bentuk proscenium yang melebar ke arah samping, sehingga penonton dapat menyaksikan penyaji dari arah samping. Bentuk panggung ini cocok untuk acara yang memiliki beberapa bagian pertunjukan. Misalkan acara penghargaan dengan hiburan musik. Panggung seperti ini memungkinkan dekorasi bagian acara satu tidak mengganggu dekorasi bagian lainnya.

2.5.2. Studio Batik

Batik adalah salah satu Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi Indonesia (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009.

Batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.

Macam ragam batik tradisional terdiri dari7:

1. Ragam hias (motif ragam hias) geometri ialah ragam hias secara ilmu ukur yang terwujud : bidang garis lurus, garis miring, segi tiga, kelompok bunga (kelompok hiasan misalnya: ceplok, truntum, gerompol, tambal, parang dan yang sejenisnya).

7

Ismaun, Banis dan Drs Martono, 1989-1990, Petunjuk Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta


(41)

53 2. Ragam hias non geometrikal ialah ragam hias tertentu misalnya: semen (semi= tumbuh) yang hiasannya terdiri dari lukisan- gambar unsur tumbuh- tumbuhan, hewan (burung kupu), gunung, Meru, bunga, sulur- suluran, daun dan yang sejenis.

Contoh: batik beragam hias geometris: tamabl, parang rusak, parang klitik, grompol, sido asih, sido luhur, kawung, dan sebaginya. Batik beragam non geometrris: semen gurda, rama, semen, jolen dan sebaginya, sekar jagad.

Fungsi dan macam Batik:

o Fungsi pokok kain Batik antara lain sebagai: kelengkapan berbusana tradisional Jawa, dan upacara- upacara tertentu dan sebagainya.

o Batik dengan ragam hias tertentu untuk keluarga raja, upacara pengantin dan sebaginya (parang rusak, parang barong untuk keluarga raja, sido luhur, sido mukti, truntum, grompol untuk busana pengantin.

o Dodot- Kampuh

Dodot atau kampuh ialah sejenis kain Batik dengan ukuran lebih besar dari pada kain Batik, Dodot / Kampuh berukuran kurang lebih 4m. Fungsi: ialah kelengkapan busana dalam upacara kebesaran Keraton oleh pangeran, Bupati (Tumanggung) dan yang sederajat, serta abdi dalem (hamba raja) tertentu, misalnya: pada Upacara Gerebeg, panggih pengantin, pisowanan atau caos (menghadap/ tugas jaga di keraton).


(42)

54 Proses Pembuatan Batik:

Untuk menghasilkan kain Batik yang indah harus melalui proses yang cukup panjang yakni sebagai berikut:

1. Langkah yang pertama dilakukan adalah penggambaran motif pada kain mori, sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya menggunakan pensil.

2. Langkah kedua adalah melapisi kain mori yang telah digambari motif dengan menggunakan canting yang berisi lilin cair.

3. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus dengan air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Setelah proses pencelupan ke dalam air panas kemudian Batik di bilas dan kemudian di jemur untuk proses pengeringan.

Dari penjelasan cara pembuatan Batik diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membuat batik diperlukan ruang yang dapat mewadahi kegiatan penggambaran motif pada kain, penggambaran menggunakan canting, pencelupan warna, pencucian kain batik dan penjemuran.

2.5.3. Ruang Koleksi Budaya Jawa/ Museum

Ruangan- ruangan: Ruang Pameran untuk karya seni dan ilmu pengetahuan umum, dan ruang- ruang itu haruslah8: 1) Terlindung dari gangguan, pencurian, kelembaban, kering,

dan debu.

2) Mendapatkan cahaya yang terang, merupakan bagian dari pameran yang baik.

8


(43)

55 a. Di dalam kuliah lukisan (lembaga, gambar tangan dan lain-lain). Map disimpan dalam lemari yang dalamnya 80 cm tingginya 60 cm.

b. Sesuatu yang khusus untuk publik (lukisan- lukisan minyak, lukisan dinding pameran yang berubah- ubah.

Museum bukan hanya tempat untuk mengadakan suatu pameran, melainkan juga sebagai pusat kebudayaan. Penggunaan multifungsi itulah yang harus dijalankan. Ruang Pemeran: pameran yang tetap dan selalu berganti, ruang untuk menaruh karya- karya, ruang untuk belajar, dan ruang untuk rapat.

Terdapat beberapa teknik dalam tata letak lukisan dalam pameran. Penempatan lukisan yang berukuran sama akan berbeda dengan tata letak lukisan yang berukuran bervariasi. Berikut adalah bentuk tata letak lukisan yang berukuran sama.


(44)

Tabel 2.4. Tata Letak Lukisan Berukuran Sama

* ) +

3# * + $ $#% $#! ! +#

$ $#( # + $

# + * + $ $#% > + $ $ # $

3# * + $ $#% # $#* &

$#* + + $ (

3# # ( * +

+ # *# + *# ( # ? $

3# * + $ $#% # *

+ # # +#$ *# (

# ? $ # * + $ #

# $ +

# $ + + #

$ $ $#! ! # > + $ # + # +

Sumber: Susanto, 2004: hal.294

Tabel 2.5. Letak Lukisan yang Berukuran Bervariasi

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

* ) +

3# # $ + $

+ # (

$#( # +

#* ( > + $ * + $ # (

+# $

(

3# # # + $

+# $ $#(

# + # + $

# # * + $ $ +# (


(45)

Menurut sistematika penempatannya, lukisan dapat diletakkan menempel pada dinding, menempel pada panil, maupun digantung. Masing- masing cara peletakan ini memiliki kekurangan dan kelebihan seperti berikut:

Tabel 2.6. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

$# *

#* +

# ## + * !#+

8* + $ 9

>*#+$ #*

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

Tabel 2.7. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

@*#+$ #* *

# #

3 * # #

# *# ( +

# *

!#+ 8* + $ 9

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

Tabel 2.8. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

A !#+ # 8* + $ 9

* $#% (

- + # # +

# % + # (


(46)

58 2.5.4. Wisma Budaya

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “wis-ma” merupakan bangunan untuk tempat tinggal, kantor, dsb; gerha;. Wisma tamu rumah(gedung) khusus untuk tamu yang mungkin bermalam.


(1)

53 2. Ragam hias non geometrikal ialah ragam hias tertentu misalnya: semen (semi= tumbuh) yang hiasannya terdiri dari lukisan- gambar unsur tumbuh- tumbuhan, hewan (burung kupu), gunung, Meru, bunga, sulur- suluran, daun dan yang sejenis.

Contoh: batik beragam hias geometris: tamabl, parang rusak, parang klitik, grompol, sido asih, sido luhur, kawung, dan sebaginya. Batik beragam non geometrris: semen gurda, rama, semen, jolen dan sebaginya, sekar jagad.

Fungsi dan macam Batik:

o Fungsi pokok kain Batik antara lain sebagai: kelengkapan berbusana tradisional Jawa, dan upacara- upacara tertentu dan sebagainya.

o Batik dengan ragam hias tertentu untuk keluarga raja, upacara pengantin dan sebaginya (parang rusak, parang barong untuk keluarga raja, sido luhur, sido mukti, truntum, grompol untuk busana pengantin.

o Dodot- Kampuh

Dodot atau kampuh ialah sejenis kain Batik dengan ukuran lebih besar dari pada kain Batik, Dodot / Kampuh berukuran kurang lebih 4m. Fungsi: ialah kelengkapan busana dalam upacara kebesaran Keraton oleh pangeran, Bupati (Tumanggung) dan yang sederajat, serta abdi dalem (hamba raja) tertentu, misalnya: pada Upacara Gerebeg, panggih pengantin, pisowanan atau caos (menghadap/ tugas jaga di keraton).


(2)

54 Proses Pembuatan Batik:

Untuk menghasilkan kain Batik yang indah harus melalui proses yang cukup panjang yakni sebagai berikut:

1. Langkah yang pertama dilakukan adalah penggambaran motif pada kain mori, sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya menggunakan pensil.

2. Langkah kedua adalah melapisi kain mori yang telah digambari motif dengan menggunakan canting yang berisi lilin cair.

3. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus dengan air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Setelah proses pencelupan ke dalam air panas kemudian Batik di bilas dan kemudian di jemur untuk proses pengeringan.

Dari penjelasan cara pembuatan Batik diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membuat batik diperlukan ruang yang dapat mewadahi kegiatan penggambaran motif pada kain, penggambaran menggunakan canting, pencelupan warna, pencucian kain batik dan penjemuran.

2.5.3. Ruang Koleksi Budaya Jawa/ Museum

Ruangan- ruangan: Ruang Pameran untuk karya seni dan ilmu pengetahuan umum, dan ruang- ruang itu haruslah8: 1) Terlindung dari gangguan, pencurian, kelembaban, kering,

dan debu.

2) Mendapatkan cahaya yang terang, merupakan bagian dari pameran yang baik.

8


(3)

55 a. Di dalam kuliah lukisan (lembaga, gambar tangan dan lain-lain). Map disimpan dalam lemari yang dalamnya 80 cm tingginya 60 cm.

b. Sesuatu yang khusus untuk publik (lukisan- lukisan minyak, lukisan dinding pameran yang berubah- ubah. Museum bukan hanya tempat untuk mengadakan suatu pameran, melainkan juga sebagai pusat kebudayaan. Penggunaan multifungsi itulah yang harus dijalankan. Ruang Pemeran: pameran yang tetap dan selalu berganti, ruang untuk menaruh karya- karya, ruang untuk belajar, dan ruang untuk rapat.

Terdapat beberapa teknik dalam tata letak lukisan dalam pameran. Penempatan lukisan yang berukuran sama akan berbeda dengan tata letak lukisan yang berukuran bervariasi. Berikut adalah bentuk tata letak lukisan yang berukuran sama.


(4)

Tabel 2.4. Tata Letak Lukisan Berukuran Sama

* ) +

3# * + $ $#% $#! ! +#

$ $#( # + $

# + * + $ $#% > + $ $ # $

3# * + $ $#% # $#* &

$#* + + $ (

3# # ( * +

+ # *# + *# ( # ? $

3# * + $ $#% # *

+ # # +#$ *# (

# ? $ # * + $ #

# $ +

# $ + + #

$ $ $#! ! # > + $

# + # +

Sumber: Susanto, 2004: hal.294

Tabel 2.5. Letak Lukisan yang Berukuran Bervariasi

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

* ) +

3# # $ + $

+ # (

$#( # +

#* ( > + $ * + $ # (

+# $

(

3# # # + $

+# $ $#(

# + # + $

# # * + $ $ +# (


(5)

Menurut sistematika penempatannya, lukisan dapat diletakkan menempel pada dinding, menempel pada panil, maupun digantung. Masing- masing cara peletakan ini memiliki kekurangan dan kelebihan seperti berikut:

Tabel 2.6. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

$# *

#* +

# ## + * !#+

8* + $ 9

>*#+$ #*

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

Tabel 2.7. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

@*#+$ #* *

# #

3 * # #

# *# ( +

# *

!#+ 8* + $ 9

Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294

Tabel 2.8. Lukisan Menempel pada Dinding

+ , )

A !#+ # 8* + $ 9

* $#% (

- +

# # +

# % + # (


(6)

58 2.5.4. Wisma Budaya

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “wis-ma” merupakan bangunan untuk tempat tinggal, kantor, dsb; gerha;. Wisma tamu rumah(gedung) khusus untuk tamu yang mungkin bermalam.