Studi Proteksi Gangguan Hubung Tanah Pada Stator Generator Menggunakan Metode Tegangan Harmonisa Ketiga

(1)

STUDI PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA

STATOR GENERATOR MENGGUNAKAN METODE

TEGANGAN HARMONISA KETIGA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh :

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DEDI MAHENDRA 050402091


(2)

ABSTRAK

Gangguan hubung singkat pada stator generator sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan yang serius. Metode proteksi biasa tidak dapat melindungi keseluruhan belitan stator. Bagian yang tidak terlindungi adalah bagian dekat dengan titik netral generator. Sehingga harus digunakan metode proteksi yang dapat melindungi keseluruhan belitan.

Tugas akhir ini akan membahas tentang proteksi stator generator menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga. Metode ini dapat melindungi keseluruhan belitan stator. Penulis menggunakan software Matlab – Simulink untuk melihat kinerja proteksi ini pada suatu generator.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kemampuan dan ketabahan dalam menghadapi segala cobaan, halangan dan rintangan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini, serta shalawat beriring salam penulis hadiahkan ke junjungan Nabi Muhammad S.A.W.

Tugas akhir ini penulis persembahkan kepada yang teristimewa yaitu ayahanda dan ibunda, serta abanganda dan kedua adik tercinta yang merupakan bagian hidup penulis yang senantiasa mendukung dan mendoakan dari sejak penulis lahir hingga sekarang.

Tugas akhir ini merupakan bagian dari kurikulum yang harus diselesaikan untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah :

STUDI PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN

HARMONISA KETIGA

Selama penulis menjalani pendidikan di kampus hingga diselesaikannya Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih kepada :


(4)

1. Bapak Ir. Zulkarnaen Pane selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar dan tulus meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Kasmir Tandjung selaku dosen wali penulis yang senantiasa memberikan bimbingan selama perkuliahan.

3. Bapak Ir. Nasrul Abdi, MT dan Bapak Rachmad Fauzi, ST, MT selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. DR. Ir. Usman Baafai selaku Kepala Laboratorium Sistem Tenaga FT USU.

5. Seluruh Staf Pengajar yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis dan seluruh Pegawai Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara atas bantuan administrasinya.

6. Keluarga Besar Laboratorium Sistem Tenaga FT USU : B’Fahmi, B’Emil, Irpan, Budi, B’ Immanuel.

7. Sahabat-sahabat terbaikku, Megi, Andry, Ricky, Su’ib, Luthfi, Reza, Gifari, Herman, Harpen, Prindi, Rifky, Rudi, Ardhi, Arie, Kira, Putra, Dedi.A, Andica, Riza, Khairil, Umar, Iqri, Taci, Yona, Muti, Diana, Ami, Dewi, Apri, Once, Cici, semua teman-teman `05 yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

8. Serta semua abang senior dan adik junior yang telah mau berbagi pengalaman dan motivasi kepada penulis.


(5)

Akhir kata penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya. Kritik dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan dan mengembangkan kajian dalam bidang ini sangat penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat khususnya bagi penulis pribadi maupun bagi semua pihak yang membutuhkannya. Dan hanya kepada Allah SWT-lah penulis menyerahkan diri.

Medan, Mei 2009 Penulis

Dedi Mahendra NIM : 050402091


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar isi ... v

Daftar Gambar ... ix

Daftar Tabel ... xi

Daftar Grafik ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Metode Penulisan ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II. HARMONISA PADA GENERATOR ... 5

II.1 Umum ... 5

II.2 Konstruksi Generator Sinkron ... 6

II.3 Tegangan Induksi Pada Belitan tiga Fasa ... 7

II.4 Masalah Harmonisa pada Belitan Tiga Fasa ... 11

BAB III. PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR 17 III.1 Umum ... 17


(7)

III.2. Metode Pembumian Generator ... 17

III.2.1 Sistem yang tidak dibumikan... 17

III.2.2 Pembumian langsung ... 19

III.2.3 Pembumian melalui tahanan tinggi ... 20

III.2.4 Pembumian melalui transformator distribusi ... 20

III.2.5 Pembumian melalui kumparan peterson ... 22

III.2.6 Pembumian melalui tahanan rendah ... 22

III.3 Gangguan Tanah Pada Stator... 23

III.3.1 Gangguan Satu Fasa ke Tanah ... 26

III.3.2 Gangguan fasa ke fasa ... 28

III.4 Proteksi Gangguan Hubung Singkat ke Tanah ... 29

III.4.1 Metode Proteksi Tegangan Lebih Netral ... 30

III.4.2 Skema Proteksi Tegangan Lebih Delta Terbuka ... 31

III.4.3 Proteksi Tegangan Lebih Rangkaian Urutan Nol ... 32

III.4.4 Skema Proteksi Arus Lebih ... 32

III.4.5 Proteksi Sistem Pembumian Melalui Tahanan rendah ... 34

BAB IV. PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA ... 35

IV.1 Prinsip Kerja ... 35


(8)

IV.1.2 Proteksi Menggunakan tegangan Harmonisa Ketiga ... 38

IV.1.2.1 Metode Tegangan Kurang ... 39

IV.1.2.2 Metode Tegangan Lebih ... 40

IV.1.2.3 Metode Rasio Tegangan ... 40

IV.2 Tegangan Harmonisa Ketiga Generator ... 41

IV.2.1 Nilai konstanta Generator ... 43

IV.2.2 Tegangan Harmonisa Ketiga ... 44

IV.3 Rangkaian Ekuivalen ... 45

IV.3.1 Rangkaian Ekivalen Kondisi Normal ... 45

IV.3.2 Rangkaian Ekivalen Kondisi Gangguan ... 47

IV.3.3 Persamaan Matematis... 48

IV.4 Simulasi Menggunakan Matlab – Simulink ... 53

IV.4.1 Simulasi Pada Keadaan Normal ... 54

IV.4.2 Simulasi Pada Keadaan Gangguan ... 55

V.4.2.1 Metode Tegangan Kurang ... 56

IV.4.2.2 Metode Tegangan Lebih ... 59


(9)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68 V.1 Kesimpulan ... 68 V.2 Saran ... 68


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sebuah generator sinkron ... 5

Gambar 2.2 Rotor non salient dua kutub ... 6

Gambar 2.3 Rotor salient enam kutub ... 6

Gambar 2.4 Mesin Sinkron 4 kutub ... 7

Gambar 2.5 Bentuk gelombang harmonisa ...11

Gambar 2.6 Rotor ferromagnetik menyapu bagian konduktor stator ...12

Gambar 2.7 Kerapatan distribusi fluks medan ...12

Gambar 2.8 Arus harmonisa mengalir melalui belitan Y ...14

Gambar 2.9 Arus harmonisa tidak mengalir melalui belitan Y tidak bernetral ....15

Gambar 2.10 Arus harmonisa berputar pada belitan hubungan delta ...15

Gambar 3.1 Generator yang tidak dibumikan ...18

Gambar 3.2 Arus pengisian kapasitansi ke tanah ...18

Gambar 3.3 Tegangan kapasitansi tiap fasa ke tanah ...18

Gambar 3.4 Pembumian dengan transformator distribusi...21

Gambar 3.5 Tegangan pada saat terjadi gangguan ...25

Gambar 3.6 Metode proteksi tegangan lebih netral generator ...31

Gambar 3.7 Metode Proteksi tegangan lebih delta terbuka ...31

Gambar 3.8 Proteksi tegangan lebih rangkaian urutan nol ...32


(11)

Gambar 4.1 Karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada keadaan normal ...36

Gambar 4.2 Tegangan harmonisa ketiga saat gangguan di titik netral ...37

Gambar 4.3 Tegangan harmonisa ketiga saat gangguan di titik terminal ...37

Gambar 4.4 Proteksi stator dengan rele tegangan lebih ...38

Gambar 4.5 Metode proteksi tegangan kurang...39

Gambar 4.6 Metode Proteksi tegangan lebih ...40

Gambar 4.7 Metode proteksi rasio tegangan ...41

Gambar 4.8 Rangkaian ekivalen untuk tegangan harmonisa generator ...42

Gambar 4.9 Rangkaian ekivalen kondisi normal...46

Gambar 4.10 Rangkaian ekivalen kondisi gangguan...48

Gambar 4.11 Rangkaian urutan nol ...49

Gambar 4.12 Rangkaian ekivalen fasa yang terganggu ...52

Gambar 4.13 Rangkaian simulasi pada keadaan normal ...54

Gambar 4.14 Rangkaian simulasi metode tegangan kurang ...56

Gambar 4.15 Rangkaian simulasi metode tegangan lebih ...60


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data name plate generator unit 7 PLTU suralaya ...43

Tabel 4.2 Tegangan harmonisa ketiga pada berbagai kondisi pembebanan ...45

Tabel 4.3 Distribusi tegangan harmonisa ketiga ...51


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Tegangan harmonisa ketiga di netral saat beban ringan ...57

Grafik 4.2 Tegangan harmonisa ketiga di netral saat tidak berbeban ...58

Grafik 4.3 Tegangan harmonisa ketiga di netral saat beban penuh ...58

Grafik 4.4 Tegangan harmonisa ketiga di terminal saat beban penuh ...61

Grafik 4.5 Tegangan harmonisa ketiga di terminal saat beban ringan ...62

Grafik 4.6 Tegangan harmonisa ketiga di terminal saat tidak berbeban ...62

Grafik 4.7 Rasio tegangan saat beban ringan ...65

Grafik 4.8 Rasio tegangan saat tidak berbeban ...65


(14)

ABSTRAK

Gangguan hubung singkat pada stator generator sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kerusakan yang serius. Metode proteksi biasa tidak dapat melindungi keseluruhan belitan stator. Bagian yang tidak terlindungi adalah bagian dekat dengan titik netral generator. Sehingga harus digunakan metode proteksi yang dapat melindungi keseluruhan belitan.

Tugas akhir ini akan membahas tentang proteksi stator generator menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga. Metode ini dapat melindungi keseluruhan belitan stator. Penulis menggunakan software Matlab – Simulink untuk melihat kinerja proteksi ini pada suatu generator.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1latar Belakang

Generator sinkron merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem tenaga listrik karena berperan dalam penyediaan energi listrik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga kinerja dan keandalannya adalah suatu hal yang sangat penting. Generator mempunyai konstruksi yang kompleks dan besar sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk pemeliharaan dan perbaikan jika mengalami kerusakan sangat besar.

Pentingnya peran generator dan besarnya biaya perbaikan generator menuntut adanya sistem proteksi yang sangat andal. Sistem proteksi harus dapat melindungi generator dari gangguan yang terjadi. Gangguan ini dapat berupa gangguan luar generator (jaringan kelistrikan) maupun dari dalam generator itu sendiri.

Sistem proteksi generator harus memenuhi dua kriteria, yaitu mesti cukup sensitif untuk mendeteksi semua jenis gangguan pada generator, sedangkan di sisi lain tidak mengganggu jalannya sistem saat terjadi gangguan yang tidak parah.

Salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada generator adalah gangguan hubung singkat stator. Penyebabnya adalah penurunan isolasi pada lilitan akibat pengaruh lingkungan seperti kelembapan atau minyak bercampur kotoran yang menempel pada permukaan kumparan di stator. Penurunan kualitas isolasi sering menyebabkan lucutan elektris pada ujung lilitan. Gangguan stator merupakan gangguan fasa tunggal ke tanah.

Generator harus diproteksi dari gangguan stator karena merupakan kondisi yang tidak normal dalam kinerja mesin yang menyebabkan hal – hal yang tidak diinginkan seperti adanya besaran arus, tegangan, osilasi, dan kerusakan. Selain itu, bila gangguan


(16)

ini berlangsung lama dapat berkembang menjadi gangguan fasa ke fasa atau menjadi gangguan antar lilitan. Hal ini terjadi jika gangguan fasa tunggal ke tanah lainnya muncul.

Metode proteksi konvensional hanya dapat mendeteksi sekitar 95 % dari belitan stator. Belitan yang tidak terlindungi adalah 5 % bagian terdekat ke netral. Hal ini terjadi karena tidak cukupnya tegangan untuk mengendalikan arus saat terjadi gangguan di dekat titik netral. Sehingga rele tidak bekerja. Hal ini harus dihindari terutama pada generator besar dimana keseluruhan belitan statornya harus diproteksi.

Untuk dapat melindungi seluruh bagian stator dapat digunakan metode tegangan harmonisa ketiga. Prinsip utama metode proteksi ini adalah didasarkan pada karakteristik tegangan harmonisa ketiga yang terdapat pada netral dan pada terminal saat terjadi gangguan pada stator.

Pada keadaan normal, tegangan yang dikeluarkan oleh generator tidak merupakan tegangan yang sinusoidal murni. Namun tegangan ini terdistorsi oleh tegangan harmonisa. Harmonisa yang muncul merupakan harmonisa kelipatan tiga (triplen) yaitu tegangan ke 3, 9, 21, dan seterusnya. Tegangan harmonisa ini muncul pada tiap fasa serta mempunyai sudut yang sama pada tiap fasanya sehingga tidak saling menghilangkan jika dijumlahkan. Harmonisa akan muncul pada netral sebagai besaran urutan nol ( Zero

Sequence Quantity).

Saat gangguan terjadi di dekat netral generator, tegangan harmonisa ketiga di netral akan turun sedangkan tegangan harmonisa ketiga pada terminal akan naik. Begitu sebaliknya ketika gangguan terjadi di dekat terminal, tegangan harmonisa ketiga pada terminal akan turun sedangkan tegangan harmonisa ketiga di netral akan naik.

1.2Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah :


(17)

2. Untuk menjelaskan salah satu metode perlindungan hubung tanah stator 100% dengan metode tegangan harmonisa ketiga.

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk melengkapi metode proteksi stator konvensional agar didapatkan perlindungan terhadap keseluruhan belitan stator generator.

1.3Batasan Masalah

Untuk membatasi materi yang akan dibicarakan pada tugas akhir ini, maka penulis perlu membuat batasan masalah yang akan dibahas. Hal ini diperbuat agar isi dan pembahasan tugas akhir ini menjadi terarah dan dapat mencapai hasil yang diharapkan. Adapun batasan masalah pada penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Tidak membahas prinsip kerja dan performansi generator secara mendalam.

2. Menggunakan software Matlab (Simulink) untuk melihat performansi proteksi stator dengan metode tegangan harmonisa ketiga pada suatu generator.

3. Tidak membahas jenis proteksi generator yang lain. 1.4Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Studi literatur

Yaitu dengan mempelajari buku referensi, artikel dari media cetak dan internet, dan bahan kuliah yang mendukung dan berkaitan dengan topik tugas akhir ini.

2. Studi bimbingan

Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak departemen Teknik Elektro USU mengenai masalah – masalah yang timbul selama penulisan tugas akhir berlangsung.


(18)

1.5Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas secara umum tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan sistematika tugas akhir.

BAB II HARMONISA PADA GENERATOR

Bab ini membahas uraian tentang generator sinkron secara umum, dan tegangan harmonisa pada generator.

BAB III PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR Bab ini membahas tentang hubung singkat pada stator generator, metode pembumian, dan proteksi hubung singkat fasa ke tanah pada generator.

BAB IV PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA

Bab ini menjelaskan tentang proteksi gangguan hubung tanah stator 100% dengan metode tegangan harmonisa ketiga, dan menganalisa kinerja metode ini pada suatu generator dengan simulasi Matlab / Simulink.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran.


(19)

BAB II

HARMONISA PADA GENERATOR

II.1 Umum

Generator sinkron disebut juga alternator dan merupakan mesin sinkron yang digunakan untuk menkonversikan daya mekanis menjadi daya listrik arus bolak – balik. Arus DC yang disuplai ke rotor, akan menghasilkan medan magnet pada rotor. Kemudian rotor diputar dengan kecepatan tertentu oleh sebuah penggerak mula (prime mover), sehingga medan magnet akan berputar di dalam mesin tersebut, dan menginduksikan tegangan pada belitan stator. Dalam hal ini belitan medan berada di rotornya, sedangkan belitan jangkar berada pada statornya.

Gambar potongan diagram komplit dari sebuah generator sinkron diperlihatkan dalam Gambar (2.1) di bawah ini :


(20)

II.2 Konstruksi Generator Sinkron

Rotor generator sinkron merupakan sebuah magnet besar, dimana konstruksinya dapat berupa salient atau non salient. Bentuk salient yaitu bentuk yang menonjol atau menempel di bagian luar, dimana kutub – kutubnya menonjol dari permukaan rotor dan bentuknya seperti tapak sepatu sehingga sering disebut dengan rotor kutub sepatu. Bentuk rotor non salient konstruksi kutub – kutubnya rata dengan permukaan rotor yang berbentuk silinder, sehingga sering disebut rotor silinder.

Gambar 2.2 Rotor non salient dua kutub


(21)

II.3 Tegangan Induksi Pada Belitan tiga Fasa

Belitan pada stator adalah tempat memperoleh energi listrik dan disebut dengan belitan jangkar, sedangkan belitan pada rotor dialiri arus medan untuk menimbulkan medan magnet. Gambar 2.4 adalah mesin sinkron 4 kutub magnet. Satu siklus kutub S-U pada rotor memiliki kisar sudut (sudut magnetis atau sudut elektrik) 360°.

Gambar 2.4 Mesin sinkron 4 kutub

Pada mesin empat kutub (dua pasang kutub), satu periode siklus mekanik (perputaran rotor) sama dengan dua periode siklus magnetik. Jadi hubungan antara sudut kisaran mekanik dengan sudut kisaran magnetik adalah

θmagnetik(derajat)= 2 x θmekanis (derajat) (2.1)

atau secara umum

θmagnetik(derajat) = x θmekanis (derajat) (2.2)


(22)

kecepatan sudut mekanik adalah :

ωmekanik = = 2 π f mekanis (2.3)

Frekuensi mekanik ( fmekanik ) adalah jumlah siklus mekanik per detik yang tidak lain adalah kecepatan perputaran rotor per detik. Biasanya kecepatan rotor dinyatakan dengan jumlah rotasi per menit (rpm). Jadi, jika kecepatan rotor adalah n rpm, maka jumlah siklus per detik adalah

atau f

mekanis =

siklus per detik.

Kecepatan sudut magnetis adalah

ωmagnetik = = 2 π f magnetik (2.4)

dari persamaan (2.2) dan persamaan (2.4) didapat persamaan

ωmagnetik = ωmekanik = 2πfmekanis = = 2π (2.5)

sehingga

fmagnetik = siklus per detik (2.6)

Perubahan fluksi magnetik akan membangkitkan tegangan induksi di setiap belitan. Karena fluksi magnet mempunyai frekuensi fmagnetik = Hz. Maka tegangan pada belitan akan mempunyai frekuensi

ftegangan = Hz (2.7)

Dari persamaan (2.7) ini jelas bahwa untuk memperoleh frekuensi tertentu, kecepatan perputaran rotor harus sesuai dengan jumlah kutub. Jika diinginkan f = 50 Hz


(23)

misalnya, untuk p = 2 maka n = 3000 rpm; jika p = 4 maka n = 1500 rpm; jika p = 6 maka n = 100 rpm, dan seterusnya.

Konstruksi mesin kutub menonjol seperti Gambar (2.4) sesuai dengan putaran rendah tetapi tidak sesuai untuk mesin putaran tinggi karena kendala – kendala mekanis. Untuk mesin putaran tinggi digunakan konstruksi silindris.

Tegangan yang terbangkit di belitan pada umumnya diinginkan berbentuk gelombang gelombang sinus V = A cos ωt, dengan pergeseran 120° untuk belitan fasa –

fasa yang lain. Tegangan sebagai fungsi waktu ini pada transformator dapat langsung diperoleh di belitan sekunder karena fluksinya merupakan fungsi waktu.

Pada mesin sinkron, fluksi dibangkitkan oleh belitan eksitasi di rotor yang dialiri arus searah sehingga fluksi tidak merupakan fungsi waktu. Akan tetapi, fluksi yang ditangkap oleh belitan stator harus merupakan fungsi waktu agar hukum Faraday dapat diterapkan untuk memperoleh tegangan. Fluksi sebagai fungsi waktu diperoleh melalui putaran rotor. Jika ϕ adalah fluksi yang dibangkitkan di rotor dan memasuki celah udara antara rotor dan stator dengan nilai konstan maka, pertambahan fluksi yang ditangkap oleh belitan stator adalah

= ϕ (2.8)

Karena ωmagnetik= 2πfmagnetik = 2π , maka

(2.9)

Dari persamaan (2.9) kita peroleh tegangan pada belitan adalah


(24)

Jika ϕ bernilai konstan, tidak berarti bahwa tegangan yang dihasilkan adalah konstan, karena ϕ bernilai konstan positif untuk setengah periode dan bernilai konstan negatif untuk setengah periode berikutnya. Maka persamaan (2.10) memberikan tegangan bolak – balik yang tidak sinus. Untuk memperoleh tegangan berbentuk sinus, ϕ harus berbentuk sinus juga. Akan tetapi ia tidak dibuat sebagai fungsi sinus terhadap waktu, akan tetapi fungsi sinus posisi, yaitu terhadap θmagnetik. Jadi jika

ϕ = ϕmcos θmagnetik (2.11)

maka laju pertambahan fluks yang dilingkupi belitan adalah

= = ( ϕm cos θmagnetik ) = - ϕm sin θmagnetik

= - ϕm ωmagnetik sin θmagnetik = - ϕm sin θmagnetik (2.12)

Sehingga tegangan belitan

e = = Nπ ϕm sin θmagnetik

= 2π f N ϕmsin θmagnetik= ω N ϕm sin ωt (2.13)

Persamaan (2.13) memberikan nilai tegangan sesaat yang dibangkitkan pada belitan stator, nilai tegangan maksimumnya adalah

Em= ω N ϕm (Volt) (2.14)

Dan nilai efektif tegangannya adalah

Erms = N ϕm


(25)

Tegangan efektif pada terminal mesin tergantung pada hubungan stator generator apakah Y atau Δ. Bila stator mesin terhubung Y, maka tegangan terminalnya akan √3 kali Erms, sedangkan bila stator terhubung Δ, maka tegangan terminalnya sama dengan tegangan Erms.

II.4 Masalah Harmonisa pada Belitan Tiga Fasa

Harmonisa adalah gelombang yang muncul dengan frekuensi kelipatan dari frekuensi dasar gelombang. Harmonisa mengakibatkan efek yang tidak diinginkan pada generator dan motor. Harmonisa yang mempunyai nilai magnitude yang besar adalah yang mempunyai orde yang kecil yaitu harmonisa ketiga, kelima, dan ketujuh.

Generator adalah mesin yang simetris dan mempunyai jumlah kutub utara dan selatan yang genap, sehingga menghilangkan semua harmonisa kelipatan genap. Sehingga hanya harmonisa ganjil yang muncul. Pada frekuensi dasar 50 Hz, gelombang harmonisa yang muncul mempunyai frekuensi 150 Hz, 250 Hz, 350 Hz dan seterusnya.

Gambar 2.5 Bentuk gelombang harmonisa

Harmonisa pada generator disebabkan oleh distribusi fluks yang tidak merata. Pada Gambar (2.6) kita dapat lihat sebuah rotor yang menyapu permukaan stator. Reluktansi


(26)

medan magnet pada bagian tengah rotor lebih kecil daripada bagian sisi rotor. Hal ini terjadi karena celah udara pada bagian tengah rotor lebih kecil daripada pada bagian sisi rotor. Akibatnya distribusi fluks tidak merata dan pada bagian tengah rotor mempunyai kerapatan fluks yang lebih besar.

BR N

V

Gambar 2.6 Rotor ferromagnetik menyapu bagian konduktor stator

B

t

(a)

V(t)

t

(b)

Gambar 2.7(a) Kerapatan distribusi fluks medan magnet sebagai fungsi waktu dan (b) Tegangan induksi pada konduktor stator


(27)

Kerapatan fluks sebagai fungsi waktu ditunjukkan oleh Gambar 2.7(a). Hal ini menyebabkan tegangan induksi yang dihasilkan tidak sinusoidal karena tegangan induksi dipengaruhi langsung oleh fluks. Tegangan induksi resultan mempunyai bentuk yang sama seperti fluks sebagai fungsi waktu. Tegangan output yang terjadi tidak sinudoidal murni dan mengandung beberapa komponen tegangan harmonisa.

Bentuk gelombang tegangan induksinya adalah simetris di sekitar pusat fluksi rotor, sehingga tidak terdapat harmonisa genap pada tegangan fasa. Harmonisa yang muncul hanya harmonisa ganjil . Sebagai contoh, sebuah generator berfrekuensi 60 Hz akan mempunyai bentuk gelombang dasar 60 Hz, harmonisa ketiga dengan frekuensi 180 Hz, harmonisa kelima dengan frekuensi 300 Hz, harmonisa ketujuh dengan frekuensi 420 Hz, dan seterusnya.

Pada umumnya, semakin besar urutan harmonisanya maka tegangan harmonisa tersebut makin kecil. sehingga untuk tegangan harmonisa di atas deretan kesembilan pengaruhnya dapat diabaikan.

Beberapa komponen harmonisa akan hilang karena hubungan fasa baik Y atau Δ, dan harmonisa yang paling besar nilainya yang tersisa adalah komponen harmonisa ketiga. Bila tegangan pada masing – masing fasa adalah :

e

a = Em sin ωt (Volt) (2.19)

e

b = Em sin ( ωt - 120 ) (Volt) (2.20)


(28)

dan komponen tegangan harmonisa ketiga pada tegangan fasa adalah :

e

a3 = Em3sin 3ωt (Volt) (2.22)

e

b3 = Em3sin ( 3ωt - 360 ) (Volt) (2.23)

e

c3 = Em3sin ( 3ωt - 720 ) (Volt) (2.24)

Komponen harmonisa ketiga pada semua fasa adalah identik. Bila mesin sinkron terhubung Y maka harmonisa ketiga antara dua terminal akan bernilai nol sehingga arus harmonisa tidak akan mengalir kecuali netralnya tersambung. Jika netral generator tersambung, arus harmonisa yang mengalir pada netral adalah penjumlahan dari arus harmonisa pada ketiga fasanya. Bila mesin ini terhubung Δ maka tegangan harmonisa ketiga ini akan mengalir pada belitan.

Komponen yang muncul tidak hanya komponen harmonisa ketiga, namun juga merupakan kelipatan dari harmonisa ketiga tersebut (seperti 9, 27, dan sebagainya). Komponen ini disebut triplen harmonic dan selalu ada pada mesin sinkron.

Gambar 2.8 Arus harmonisa ketiga mengalir pada belitan hubungan Y yang netralnya tersambung


(29)

Gambar 2.9 Arus harmonisa ketiga tidak mengalir pada belitan hubungan Y yang tidak mempunyai netral

Gambar 2.10 Arus harmonisa ketiga berputar pada belitan hubungan Δ

Faktor – faktor yang mempengaruhi besarnya tegangan harmonisa pada sebuah generator adalah :

a. Konstruksi generator.

Pitch pada belitan stator merupakan faktor utama yang menentukan besarnya tegangan harmonisa yang dihasilkan oleh generator. Pada generator yang memiliki tegangan harmonisa ketiga yang sedikit pada saat beroperasi normal, tidak dapat digunakan proteksi dengan menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga.

b. Daya output ( MW dan MVAR ) generator.

Tegangan harmonisa ketiga bertambah seiring dengan bertambahnya daya aktif (MW) dari generator. Pada keadaan tidak berbeban atau beban ringan, tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan berada pada nilai terendah, dan pada beberapa kasus,


(30)

tegangan yang dihasilkan tidak cukup untuk pengaturan setting rele. Daya reaktif juga mempengaruhi besarnya tegangan harmonisa yang dihasilkan dan daya ini lebih sulit diprediksi. Pada beberapa kasus, besar tegangan harmonisa ketiga berbanding lurus dengan MVAR output generator. Namun pada nilai MVAR tertentu, terjadi penurunan tegangan harmonisa secara signifikan sehingga menyebabkan sulitnya penerapan metode proteksi tegangan harmonisa ketiga.

c. Kapasitansi pada terminal generator.

Kapasitansi belitan fasa – netral generator dan kapasitansi dari bus juga mempengaruhi besarnya tegangan harmonisa yang dihasilkan, walaupun tidak sebesar dua faktor sebelumnya. Semakin besar kapasitansi terminal generator, maka makin besar pula tegangan harmonisa yang dihasilkan.

Arus harmonisa yang dihasilkan oleh generator menimbulkan pemanasan pada belitan, inti dan pada stator dan apabila pemanasan yang terjadi melebihi temperatur yang diperbolehkan maka dapat merusak generator. Selain itu permasalahan utama yang timbul akibat adanya harmonisa ini adalah bentuk gelombang yang tidak sinusoidal sehingga dapat menimbulkan kesalahan pembacaan pada alat – alat ukur.


(31)

BAB III

PROTEKSI GANGGUAN TANAH PADA STATOR GENERATOR

III.1 Umum

Arus gangguan tanah adalah arus yang mengalir melalui pembumian. Sedangkan arus yang tidak melalui pembumian disebut arus gangguan fasa. Arus gangguan semacam ini berbahaya bagi peralatan karena nilainya sangat besar dan dapat merusak isolasi peralatan tersebut. Arus gangguan hubung singkat ke tanah harus dapat dideteksi dan kemudian diisolir agar tidak mengalir ke peralatan sistem tenaga listrik.

III.2. Metode Pembumian Generator

Metode pembumian suatu generator menentukan jenis proteksi gangguan tanah yang akan diterapkan. Faktor kuncinya adalah arus gangguan tanah yang muncul pada sistem tersebut. arus ini dapat bervariasi dari beberapa ampere sampai sebesar arus gangguan tiga fasa.

III.2.1 Sistem yang tidak dibumikan

Suatu sistem dikatakan tidak dibumikan apabila tidak terdapat hubungan fisik antara netral dan tanah. Hanya terdapat kapasitansi dari sistem tersebut ke tanah. Kapasitansi terbesar adalah kapasitansi yang berasal dari belitan stator generator.


(32)

Gambar 3.1 Generator yang tidak dibumikan

Jika kapasitansi pada tiap fasa ke tanah sama besarnya, maka tegangan fasa ke netral pada keadaan normal akan muncul pada tiap fasa dan tanah seperti Gambar 3.5(a). Arus hubung singkat fasa ke tanah pada sistem yang tidak dibumikan adalah fungsi dari kapasitansi shunt ke tanah dan biasanya bernilai kurang dari 10 A.

Gambar 3.2 Arus pengisian kapasitansi ke tanah pada sistem yang tidak dibumikan


(33)

Pada keadaan normal, arus pengisian pada tiap fasa adalah:

Ia = (3.1)

Ib =

(3.2)

Ic = (3.3)

Jika terjadi hubung singkat satu fasa ke tanah, tegangan sistem akan berubah dan tegangan antara fasa yang sehat dengan tanah akan meningkat menjadi tegangan fasa – fasa. Hal ini menyebabkan naiknya arus pengisian pada masing - masing fasa yang sehat sebesar . arus gangguan tanah (Icf) merupakan penjumlahan dari arus pengisian pada fasa yang sehat (Ib dan Ic). Arus pada fasa yang sehat menjadi:

Ib = = (3.4)

Ic = = (3.5)

Arus gangguan tanah menjadi tiga kali arus pengisian kapasitansi, seperti persamaan berikut:

Icf =Ib + Ic =

= (3.6)

III.2.2 Pembumian langsung

Pada sistem pembumian langsung, tidak ada impedansi yang dihubungkan secara sengaja antara titik netral generator dengan tanah. Setiap terjadi gangguan hubung


(34)

singkat selalu mengakibatkan terputusnya saluran. Arus gangguan sangat besar sehingga berbahaya bagi peralatan. Pada metode ini, arus gangguan tanah dapat mencapai nilai arus gangguan tiga fasanya.

Pembumian langsung pada generator hanya dapat dilakukan jika reaktansi urutan nol (X0) generator cukup besar. Reaktansi ini berguna untuk membatasi arus gangguan tanah agar lebih kecil dari arus gangguan tiga fasa. Metode ini hanya dapat diterapkan pada generator yang didesain khusus agar tahan terhadap arus gangguan yang tinggi.

III.2.3 Pembumian melalui tahanan tinggi

Tahanan tinggi dihubungkan antara titik netral generator dengan tanah. Terkadang, tahanan rendah dihubungkan pada belitan sekunder transformator satu fasa (transformator distribusi) atau pada pembumian netral transformator. Metode ini membatasi arus gangguan tanah sebesar 5-10 A.

Karakteristik pembumian tahanan tinggi adalah :

a. Tidak terjadi pemutusan pada gangguan tanah yang pertama (kontinuitas pelayanan baik),

b. Tidak berbahaya bagi manusia yang berada dekat titik gangguan, c. Memperkecil resiko kerusakan pada peralatan,

d. Memperkecil tegangan lebih transient akibat gangguan busur tanah. III.2.4 Pembumian melalui transformator distribusi

Pembumian melalui transformator distribusi adalah cara yang paling sering digunakan untuk pembumian impedansi tinggi. Pada Gambar (3.4) ditunjukkan skema pembumian menggunakan transformator distribusi. Tahanan yang dilihat pada netral generator sama dengan nilai ohmic dari resistor sekunder dikali dengan akar dari turn


(35)

rasio transformator. Rangkaian yang ekivalen juga dapat diperoleh dengan memasang

sebuah resistor langsung antara netral dan tanah. Kelebihan penggunaan transformator distribusi ini adalah menghindari pemakaian resistor tegangan tinggi yang relatif mahal.

Gambar 3.4 Pembumian dengan transformator distribusi

Belitan primer transformator harus mempunyai rating tegangan yang sama atau lebih besar dari tegangan fasa-netral generator. Belitan sekunder transformator pembumian biasanya mempunyai tegangan sekunder 120 V atau 240 V. Transformator pembumian harus mempunyai ketahanan terhadap tegangan lebih untuk menghindari saturasi jika generator bekerja pada tegangan yang lebih tinggi dari rating tegangannya.

Resistor yang dihubungkan pada belitan sekunder harus dipilih sedemikian rupa agar arus gangguan tanah (If) yang datang dari transformator distribusi sama atau lebih besar dari arus gangguan tanah yang datang dari kapasitansi shunt sistem (Icf). Biasanya arus dari transformator distribusi di atur agar sama dengan arus kapasitansi shunt sistem.

Arus gangguan yang mengalir melalui kapasitansi shunt (Icf) adalah :


(36)

Arus gangguan yang melalui resistor transformator distribusi adalah :

Ir = (3.8)

Dengan :

N =

(3.9)

Nilai ohmic dari resistor agar memenuhi syarat Icf = Ir adalah :

Rsec = (3.10)

Jika resitor yang dipilih memenuhi spesifikasi ini, maka arus gangguan yang muncul biasanya akan bernilai 5 – 15 A.

III.2.5 Pembumian melalui kumparan peterson

Metode ini mempunyai skema yang sama dengan pembumian dengan tahanan tinggi, kecuali reaktor yang dapat diatur nilainya yang dipasang pada sekunder trafo. III.2.6 Pembumian melalui tahanan rendah

Titik netral generator dihubungkan ke tanah melalui sebuah tahanan yang berfungsi untuk membatasi arus gangguan tanah sampai beberapa ratus ampere (200-600 A). Arus gangguan ini sangat besar dan dapat merusak stator, namun pada saat yang sama, arus ini cukup besar sehingga dapat dirasakan oleh rele sehingga didapat sistem proteksi yang handal dan selektif.

Sistem pembumian melalui tahanan rendah jarang digunakan sekarang karena besarnya resiko kebakaran stator generator akibat besarnya arus yang mengalir saat


(37)

gangguan. Namun, sistem pembumian ini paling sering digunakan untuk industri yang menggunakan tegangan menengah.

Karakteristik pembumian melalui tahanan rendah adalah : a. Pemutusan akibat gangguan dapat dilakukan,

b. Memperkecil tegangan lebih transient akibat gangguan busur tanah, c. Memperkecil kerusakan pada titik gangguan.

III.3 Gangguan Tanah Pada Stator

Gangguan hubung singkat ke tanah merupakan gangguan yang umum terjadi pada suatu generator. Gangguan ini dapat disebabkan oleh penuaan isolasi pada belitan karena pengaruh lingkungan seperti kelembapan, minyak yang bercampur dengan debu yang terdapat pada permukaan luar slot stator. Hal ini dapat menyebabkan peluahan pada bagian ujung belitan sehingga terhubung ke tanah.

Jenis gangguan yang mungkin terjadi adalah : a. Hubung singkat fasa ke tanah

b. Hubung singkat fasa ke fasa c. Hubung singkat inter turn

Arus gangguan hubung singkat fasa ke tanah diminimalisasi oleh tahanan pembumian generator tersebut. Di antara ketiga jenis gangguan di atas, gangguan yang mempunyai kemungkinan muncul terbesar adalah gangguan fasa ke tanah. Isolasi diantara dua fasa minimal dua kali lebih tebal daripada isolasi antara belitan ke inti besi, sehingga kemungkinan terjadinya hubung singkat antar fasa sangat kecil. Gangguan inter


(38)

turn muncul karena adanya arus surja. Namun gelombang surja ini telah dipotong di lightning arrester sebelum mencapai generator.

Generator harus diproteksi dari gangguan hubung tanah stator karena dua hal yaitu : 1. Sebagai sebuah gangguan tentunya fenomena tersebut merupakan kondisi tidak

normal dalam kinerja mesin yang menyebabkan hal – hal yang tidak diinginkan dalam besaran tegangan, arus, osilasi, dan kerusakan.

2. Gangguan tanah yang tidak terdeteksi dan tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi gangguan fasa ke fasa atau menjadi gangguan antar lilitan. Gangguan fasa ke fasa terjadi jika gangguan fasa ke tanah yang lain terjadi. Dan gangguan ini akan menimbulkan arus hubung singkat yang besar dapat merusak generator.

Terdapat dua kemungkinan pada generator apabila terjadi gangguan pada stator, yaitu :

1. Terjadi gangguan satu fasa ke tanah pada stator

2. Setelah hubung singkat ke tanah yang pertama terjadi, kemudian muncul hubung singkat kedua pada fasa yang sama atau berbeda dan akhirnya menimbulkan hubung singkat antara dua titik pada belitan stator.

Tegangan lebih akibat ganguan

Pada sistem yang tidak dibumikan, arus gangguan tanah sangat kecil. Arus ini hanya mengalir melalui kapasitansi sistem ke tanah sehingga tidak akan menyebabkan kerusakan. Namun, sistem yang tidak dibumikan tidak dapat diterapkan karena kapasitansi tersebut dapat menimbulkan kerusakan akibat adanya tegangan lebih.


(39)

Syarat utama dari suatu sistem pembumian adalah untuk membatasi tegangan lebih yang muncul pada saat gangguan agar tidak merusak peralatan. Tegangan lebih yang terjadi dapat berupa keadaan steady state dan transient. Tegangan lebih steady state disebabkan oleh gangguan hubung singkat ke tanah. Sedangkan tegangan lebih transient disebabkan oleh arcing ground. Besar tegangan lebih yang terjadi tergantung dari impedansi ke tanah. Jika netral generator dibumikan secara langsung, impedansi yang rendah akan mengakibatkan arus gangguan yang sangat besar. Namun sistem ini dapat mencegah terjadinya tegangan lebih yang terlalu besar. Impedansi tambahan pada sistem pembumian akan membatasi arus gangguan, namun juga harus mempertimbangkan tegangan lebih yang mungkin muncul sehingga tidak membahayakan peralatan.

Tegangan lebih steady state akan muncul pada fasa yang tidak terganggu saat terjadi gangguan tanah. Tegangan pada fasa yang sehat merupakan gabungan dari tegangan fasa dan pergeseran titik netral.

Gambar 3.5 Tegangan pada saat terjadi gangguan

Gambar 3.5(a) menunjukkan tegangan fasa ke tanah pada saat kondisi normal. Pada sistem yang tidak dibumikan dan dibumikan melalui impedansi tinggi, pergeseran titik netral akibat gangguan hampir sama dengan tegangan fasa yang terganggu seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5(b). Dan Gambar 3.5(c) menunjukkan tegangan lebih yang


(40)

rendah dan hanya sedikit pergeseran pada titik netral. Hal ini terjadi pada sistem yang dibumikan melalui impedansi rendah.

Kerusakan inti akibat hubung singkat ke tanah

Hubung singkat ke tanah pada belitan stator merupakan salah satu perhatian utama pada proteksi generator. Gangguan tanah pada stator mengakibatkan perlunya pergantian kumparan yang rusak, dan hal ini membutuhkan biaya yang besar. Jika terjadi busur api pada titik gangguan maka akan mengakibatkan kebakaran yang serius pada laminasi inti stator.

Rusaknya isolasi akan mengakibatkan hubung singkat antar laminasi dan arus yang terjadi akan mengakibatkan pemanasan lokal pada titik gangguan selama operasi normal. Dan akan diikuti oleh kerusakan lainnya, sehingga akan berakhir dengan kegagalan seluruh isolasi stator. Biaya perbaikan akan semakin mahal dan membutuhkan waktu yang semakin lama. Gangguan ini terjadi akibat kegagalan isolasi akibat penuaan dan gangguan mekanis seperti getaran.

Gangguan tanah yang terjadi terdiri dari dua jenis yaitu :

1. Arus gangguan mengalir dari kumparan yang terganggu ke inti melalui kontak langsung atau melalui isolasi yang mengalami kerusakan.

2. Arus gangguan mengalir melalui busur gangguan. III.3.1 Gangguan Satu Fasa ke Tanah

Untuk menjelaskan besar kerusakan yang timbul pada generator saat terjadi sebuah hubung singkat ke tanah pada stator, kita memisalkan sebuah generator yang netralnya dibumikan melalui sebuah resitor dan generator ini terhubung ke sebuah bus saluran


(41)

melalui sebuah Pemutus Tenaga (PMT). Jika hubung singkat ke tanah muncul pada terminal generator, maka akan terdapat dua jenis arus gangguan yaitu arus yang mengalir dari luar menuju kedalam generator dan arus yang berasal dari generator itu sendiri. Arus gangguan total merupakan penjumlahan dari kedua arus ini, dan besarnya kerusakan yang timbul di dalam generator sebanding dengan energi yang timbul pada titik busur gangguan, yaitu sebesar :

Damage = α . Joule (3.11)

dimana :

Tf : waktu selama arus gangguan muncul

Kerusakan akibat arus yang mengalir dari luar generator

Gangguan pada stator dirasakan oleh sistem proteksi stator tanpa adanya tundaan waktu, atau dalam satu siklus tundaaan. Misalkan PMT pada generator mempunyai waktu kerja selama 5 siklus. Sehingga arus muncul pada stator selama 6 siklus ( pada sistem 60 Hz adalah kurang lebih selama 0,1 detik). Jadi kita dapat menentukan kerusakan yang timbul pada generator akibat arus yang berasal dari luar dengan menggunakan persamaan (3.11).

Kerusakan akibat arus yang mengalir dari dalam generator

Ketika PMT pada generator membuka / trip, arus gangguan yang mengalir pada generator tidak dapat dihilangkan karena masih terdapatnya medan penguat. Dan arus penguatan (eksitasi) ini akan berkurang setelah τdetik. τadalah konstanta waktu hubung singkat satu fasa ketanah dan berbeda besarnya pada tiap generator, namun mempunyai nilai antara 0,8 – 1,1 s.


(42)

Sehingga, lamanya waktu yang diperlukan untuk menghilangkan arus eksitasi di dalam generator dapat dituliskan sebagai persamaan berikut :

Damage = α . ∫ [ I. ]k dt Joule (3.12)

Pada keadaan ini, waktu integrasinya akan jauh lebih lama, sehingga kerusakan (energi) yang timbul pada generator akan jauh lebih besar. Hal ini disebabkan arus gangguan akan terus mengalir sampai medan penguat generator hilang.

Dari kedua persamaan di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar kerusakan pada generator disebabkan oleh arus yang berasal dari dalam generator itu sendiri dan satu – satunya cara untuk menghindari kerusakan yang serius adalah dengan mengurangi besarnya arus gangguan tanah yang timbul. Salah satu cara yang sering digunakan untuk mengurangi arus gangguan adalah dengan melakukan pembumian pada titik netral generator.

III.3.2 Gangguan fasa ke fasa

Apabila generator dengan sistem pembumian tahanan tinggi (melalui resistor atau transformator distribusi) mengalami gangguan satu fasa ke tanah. Arus gangguan yang mengalir tidak cukup besar untuk merusak inti besi, karena arus gangguan yang mengalir akan dibatasi oleh resistor pembumian. Namun, terdapat kemungkinan munculnya gangguan fasa ke fasa,hal ini terjadi jika gangguan fasa ke tanah lainnya muncul, dan ini menimbulkan arus gangguan yang sangat besar. Gangguan fasa – fasa juga akan terjadi jika gangguan fasa ke tanah yang mula – mula muncul dekat dengan netral generator dan diikuti oleh gangguan fasa ke tanah lainnya yang muncul pada salah satu fasa generator tersebut.


(43)

Arus akibat gangguan ini cukup besar untuk menimbulkan kerusakan serius pada generator. Arus ini tidak dapat dihilangkan meskipun generator telah diputus dari sistem, hal ini terjadi karena masih adanya sisa arus medan (eksitasi). Generator harus dilindungi dari kemungkinan seperti ini karena akibatnya sangat berbahaya bagi generator. Cara terbaik untuk mencegah hal ini adalah ketika hubung singkat fasa ke tanah yang pertama muncul, maka proteksi stator harus mampu mendeteksi dan mengirimkan sinyal ke PMT agar generator segera dimatikan atau diisolir dari sistem, sebelum hubung singkat lainnya muncul.

III.4 Proteksi Gangguan Hubung Singkat ke Tanah

Ketika gangguan tanah muncul pada sebuah generator, sistem proteksi harus dapat mendeteksi gangguan tersebut dan generator harus segera dimatikan. Namun, sistem proteksi internal ini harus dikoordinasikan dengan sistem proteksi di dekatnya. Jika gangguan tanah muncul di luar generator, sistem proteksi internal tidak boleh bekerja.

Sistem proteksi gangguan hubung tanah generator berkaitan langsung dengan sistem pembumian yang dipakai generator tersebut. Jadi metode yang digunakan juga bermacam – macam tergantung dari jenis pembumiannya. Pada metode pembumian dengan tahanan tinggi, rele yang dipakai adalah yang mempunyai sensitivitas tinggi dan waktu operasi yang lambat, karena arus gangguan cukup kecil sehingga tidak membahayakan bagi generator.

Pada pembumian dengan tahanan rendah, rele yang digunakan harus mempunyai waktu operasi yang cepat dan tidak perlu terlalu sensitif, karena arus gangguan sangat besar dan membahayakan bagi generator.


(44)

III.4.1 Metode Proteksi Tegangan Lebih Netral

Metode ini biasanya dipakai pada sistem pembumian tahanan tinggi. Proteksi dapat diperoleh dengan menghubungkan rele tegangan lebih waktu terbalik yang sensitif pada resistor atau reaktor pembumian di sekunder transformator distribusi. Rele ini merasakan tegangan Vo. Ketika hubung singkat ke tanah muncul, tegangan fasa – netral generator akan terasa pada primer trafo distribusi. Tegangan pada rele adalah fungsi dari turn ratio transformator dan tegangan maksimum akan dirasakan rele jika gangguan terjadi di terminal generator.

Untuk gangguan di belitan stator, tegangan pada rele akan semakin kecil jika gangguan makin dekat ke netral. Pada pembumian tahanan tinggi, setting tegangan untuk rele 59GN adalah 6 V untuk tegangan sekunder trafo sebesar 120 V (dan 12 V untuk tegangan sekunder trafo sebesar 240 V). Misal belitan primer transformator distribusi mempunyi rating yang sama dengan tegangan fasa – netral generator dan tegangan belitan sekundernya 120 V. Rele akan mendeteksi tegangan sebesar 120 V jika gangguan terjadi pada terminal generator. Distribusi tegangan sepanjang belitan stator adalah linear, sehingga rele yang diset pada tegangan 6 V tidak dapat merasakan 6V/120V atau 5% bagian ujung netral generator.


(45)

Gambar 3.6 Metode proteksi tegangan lebih netral generator III.4.2 Skema Proteksi Tegangan Lebih Delta Terbuka

Skema proteksi ini dibuat dengan menghubungkan rele 59GN pada resistor pembumian di dalam rangkaian delta terbuka. Tegangan pada rele adalah 3V0. Prinsip kerjanya hampir sama dengan menggunakan trafo distribusi. Sistem ini dapat digunakan sebagai proteksi alternatif atau cadangan dari proteksi utama di atas.

Gambar 3.7 Skema proteksi tegangan lebih delta terbuka

Rangkaian delta terbuka menyebabkan adanya penjumlahan vektor tegangan fasa pada rele 59GN dan nilainya ekuivalen dengan 3V0.


(46)

III.4.3 Proteksi Tegangan Lebih Rangkaian Urutan Nol

Proteksi stator yang paling konvensional dan umum digunakan adalah dengan menggunakan metode tegangan lebih rangkaian urutan nol. Metode ini cocok digunakan pada generator yang mempunyai sistem pentanahan dengan tahanan tinggi. Metode ini menggunakan rele arus lebih yang mempunyai tundaan waktu dan bekerja pada frekuensi nominal. Rele ini tidak sensitif terhadap tegangan harmonisa ketiga yang ada pada netral generator.

Metode ini mampu mendeteksi gangguan sampai 2-5% bagian stator yang paling dekat ke netral. Sebuah rele arus lebih waktu dapat digunakan sebagai proteksi cadangan.

Gambar 3.8. Proteksi tegangan lebih rangkaian urutan nol III.4.4 Skema Proteksi Arus Lebih

Skema ini dapat diterapkan pada sistem yang dibumikan melalui tahanan tinggi. Rasio fasa CT dipilih berdasarkan arus beban penuh generator, arus ini cukup besar jika


(47)

dibandingkan dengan arus gangguan tanah. Arus gangguan tanah pada sistem pembumian tahanan tinggi hanya berkisar antara 5-10 A. Arus yang mengalir pada sekunder CT hanya bernilai beberapa milli ampere. Rele harus disetting agar dapat bekerja pada arus sekecil ini.

Agar didapat sensitivitas untuk arus yang kecil, digunakan tiga jenis rangkaian proteksi seperti pada Gambar (3.9) . Gambar 3.9(a) menunjukkan pemakaian window CT untuk menyuplai rele. Pada aplikasi ini, keseluruhan konduktor tiga fasa dilewatkan melalui sebuah CT, sehingga fluks yang dihasilkan oleh arus pada tiap penghantar terakumulasi pada inti CT. Arus pada sekunder CT menjadi sebesar 3I0. Karena window

CT tidak melewatkan arus yang seimbang, pemilihan rasio CT tidak tergantung kepada

beban. Biasanya rasio yang dipakai adalah 50/5.

Skema pada Gambar 3.9(b) dapt digunakan sebagai cadangan untuk rele 59GN. Rasio CT dipilih agar arus yang mengalir pada rele sesuai. Pada sistem yang dibumikan melalui tahanan tinggi, arus rele dapat dipilih kira – kira sebesar arus gangguan.


(48)

Gambar 3.9 Metode arus lebih tanah III.4.5 Proteksi Sistem Pembumian Melalui Tahanan rendah

Pada sistem pembumian tahanan rendah, arus gangguan tanah dapat berkisar dari 100 A sampai sebesar arus hubung singkat tiga fasanya. Arus sebesar ini dapat digunakan untuk metode proteksi arus lebih. Konfigurasi dari proteksi ini ditentukan oleh besarnya setting arus gangguan yang dipilih.

Pada range arus yang rendah, rangkaian pada Gambar 3.9 (a) dan (b) dapat dipakai. Namun untuk penggunaan window CT dibatasi oleh adanya saturasi akibat arus gangguan yang besar. Skema 3.9 (c) dapat dipakai pada semua range arus. Rasio CT dipilih agar mampu menyediakan arus sekunder antara 10 – 20 A pada keadaan arus gangguan maksimum. CT harus mampu menyediakan tegangan sekunder yang cukup untuk rele tanpa mengalami saturasi yang berlebihan.


(49)

BAB IV

PROTEKSI GANGGUAN HUBUNG TANAH PADA STATOR GENERATOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE TEGANGAN HARMONISA KETIGA

IV.1 Prinsip Kerja

Proteksi menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga memanfaatkan tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan secara natural oleh semua generator. Tegangan output generator tidak merupakan gelombang sinus murni, namun terdistorsi oleh tegangan harmonisa. Dari semua harmonisa yang ada, terdapat harmonisa kelipatan tiga (triplen) yaitu harmonisa ke 3, 9,15 dan seterusnya. Komponen triplen muncul dengan besar dan urutan fasa yang sama pada tiap fasanya. Sehingga harmonisa ini tidak saling meniadakan jika dijumlahkan disebabkan kesamaan urutan fasanya. Komponen ini muncul pada terminal netral generator sebagai besaran urutan nol (zero sequence

quantity). Tegangan harmonisa ketiga merupakan komponen terbesar dibandingkan

tegangan harmonisa lainnya.

Prinsip kerja dari metode ini adalah berdasarkan pengukuran tegangan harmonisa ketiga yang terdapat pada netral, terminal atau pada keduanya. Tegangan yang diukur adalah tegangan harmonisa ketiga antara kedua titik di atas dan tanah.

Tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan oleh generator muncul pada kedua ujung belitan stator dan berbeda – beda besarnya tergantung dari desain dan pembebanan generator tersebut.

Dalam kondisi normal, karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada belitan stator adalah seperti Gambar (4.1) berikut:


(50)

Gambar (4.1) Karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada kondisi normal

Tegangan harmonisa terdistribusi sepanjang belitan stator. Besar tegangan pada netral dan terminal generator dipengaruhi oleh besarnya kapasitansi ke tanah pada belitan stator dan kapasitansi sistem luar yang dekat dengan generator. Selain itu, besar tegangan harmonisa generator juga dipengaruhi oleh pembebanan. Pada Gambar (4.1) dapat kita lihat bahwa tegangan harmonisa pada kondisi beban penuh lebih besar daripada tegangan harmonisa beban nol.

Ketika gangguan hubung singkat ke tanah muncul di dekat titik netral generator sinkron, tegangan harmonisa ketiga akan naik dan bernilai sama dengan total harmonisa ketiga yang dihasilkan generator. Sedangkan tegangan harmonisa ketiga di titik netral akan turun menjadi nol. Tegangan harmonisa ini akan semakin besar jika semakin dekat dengan terminal generator seperti Gambar (4.2) berikut :


(51)

Gambar 4.2 Tegangan harmonisa ketiga saat gangguan berada di titik netral

Saat gangguan terjadi di titik terminal generator maka tegangan harmonisa ketiga di terminal turun menjadi nol dan tegangan harmonisa ketiga di titik netral meningkat hingga sebesar total semua tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan generator. Karakteristiknya adalah sebagai berikut :

Gambar 4.3 Karakteristik tegangan harmonisa ketiga saat gangguan di titik terminal

Berdasarkan karakteristik di atas dapat didesain tiga skema utama sistem proteksi stator generator menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga, yaitu skema tegangan-lebih, skema tegangan-kurang dan skema rasio tegangan. Pembagian skema ini didasarkan pada tempat dimana tegangan akan diukur yaitu apakah di terminal, di netral atau pada keduanya (netral dan terminal). Ketiga skema tersebut menggunakan rele yang


(52)

disetel pada frekuensi harmonisa ketiga dan juga menggunakan rele standar tegangan lebih yang distel pada frekuensi dasar.

IV.1.1 Metode Proteksi Umum

Generator biasanya dibumikan melalui transformator pembumian dengan sebuah resistor. Biasanya netral dari transformator tegangan dibumikan secara langsung. Pada Gambar (4.4) kita lihat terdapat sebuah rele yang diparalelkan dengan resistor. Rele ini adalah rele tegangan lebih standar dengan frekuensi dasar (fundamental). Rele ini disetel agar dapat memproteksi belitan stator mulai dari titik terminal sampai maksimal 5% dekat titik netral generator. Sisa 5% belitan generator yang terdekat ke netral harus diproteksi dengan rele tegangan harmonisa ketiga.

Gambar 4.4 Proteksi gangguan tanah stator dengan rele tegangan lebih IV.1.2 Proteksi Menggunakan tegangan Harmonisa Ketiga

Metode Proteksi Menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga dapat dilakukan dengan tiga cara yang berbeda. Perubahan besar tegangan harmonisa ketiga pada generator akibat adanya gangguan hubung tanah stator dapat diukur di netral generator, Terminal Generator, maupun di kedua tempat tersebut dan kemudian dibandingkan.


(53)

IV.1.2.1 Metode Tegangan Kurang

Pada metode ini, kita akan mengukur tegangan harmonisa ketiga yang terdapaat pada netral. Rangkaian proteksi metode tegangan kurang ini adalah seperti Gambar (4.5) berikut

Gambar (4.5) Metode Proteksi Tegangan Kurang

Dapat kita lihat bahwa rele 27H digunakan untuk mendeteksi tegangan harmonisa ketiga (150Hz) dan rele 59GN digunakan untuk mendeteksi tegangan yang mempunyai frekuensi dasar yaitu 50 Hz. Kedua rele ini sama – sama mengukur tegangan di netral generator pada saat gangguan terjadi. Rele 59GN melindungi bagian 0-95% dari belitan stator sedangkan rele 27H melindungi 5% belitan yang terdekat ke netral. Sehingga apabila kedua rele ini bekerja bersama - sama, akan dapat melindungi keseluruhan belitan stator.

Rele 27H harus diatur agar tegangan pick – up nya cukup rendah untuk menghindari bekerjanya rele pada saat keadaan normal dimana tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan realtif rendah. Namun, tegangan pick – up ini harus cukup tinggi agar dapat


(54)

mendeteksi gangguan yang tidak dapat dirasakan oleh rele 59GN pada saat keadaan tegangan harmonisa ketiga maksimum.

IV.1.2.2 Metode Tegangan Lebih

Pada metode tegangan lebih ini, kita akan mengukur tegangan harmonisa ketiga pada terminal generator. Rele 59T akan mendeteksi kenaikan tegangan harmonisa ketiga di terminal saat terjadi gangguan di dekat netral generator.

Tegangan pick – up rele 59T ini harus diatur agar lebih besar dari tegangan harmonisa ketiga saat kondisi normal. Namun disaat yang sama harus lebih kecil dari tegangan minimum yang dihasilkan saat terjadi gangguan dekat dengan titik netral.

Gambar (4.6) Metode proteksi tegangan lebih IV.1.2.3 Metode Rasio Tegangan

Tegangan harmonisa ketiga akan diukur pada kedua ujung belitan, yaitu pada netral dan terminal generator. Kedua tegangan ini akan dibandingkan dan didapatkan rasio perbandingannya.


(55)

Metode proteksi rasio tegangan ini lebih baik dibandingkan kedua metode di atas, karena seringkali sulit dalam menentukan setting pick – up baik pada metode tegangan kurang maupun metode tegangan lebih. Hal ini terjadi karena adanya variasi tegangan harmonisa ketiga saat kondisi beban yang berbeda – beda. Pada kondisi beban nol dan beban ringan, tegangan harmonisa ketiga relatif kecil jika dibandingkan dengan saat generator bekerja dengan beban penuh. Variasi tegangan ini dapat diatasi dengan rasio tegangan, karena rasio tegangan harmonisa ketiga di netral dan terminal relatif sama untuk semua kondisi pembebanan generator.

Gambar (4.7) Metode Proteksi Rasio Tegangan

IV.2 Tegangan Harmonisa Ketiga Generator

Untuk dapat melakukan simulasi metode tegangan harmonisa ketiga, kita harus mengetahui terlebih rangkaian ekivalen generator berdasarkan tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkannya. Sehingga perlu dibuat beberapa asumsi untuk memperoleh model rangkaian yang sesuai.


(56)

Generator akan dimodelkan sebagai berikut

• Masing – masing fasa terdiri dari satu reaktansi sinkron (Xd), transient (Xd’), dan reaktansi subtransient (X d’’).

• Kapasitansi antara belitan stator ke tanah dimodelkan sebagai sebuah kapasitor pada tiap fasa dan terletak setelah reaktansi.

• Tegangan harmonisa ketiga per fasa dimodelkan sebagai E3, yaitu keseluruhan tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan oleh belitan stator. Tegangan ini sama besar dan sudut fasanya pada ketiga fasa generator.

• Bus yang menghubungkan generator dengan transformator step – up, kapasitor surja, dan transformator step – up masing – masing dimodelkan sebagai sebuah kapasitor karena yang berpengaruh hanya kapasitansi ke tanahnya.

• Transformator pembumian dimodelkan sebagai sebuah resistor RN di netral generator.

Dari asumsi di atas, kita dapat membuat rangkaian ekivalen generator seperti Gambar (4.8) berikut.


(57)

IV.2.1 Nilai konstanta Generator

Untuk pemodelan dan simulasi, kita menggunakan data generator Mitsubishi unit 7 pada PLTU Suralaya dengan data sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data name plate generator unit 7 PLTU Suralaya

Serial Number 93AS1601

Daya 767.000 Kva

Tegangan Nominal 23.000 V

Arus 19.293 A

Faktor Daya 0,85

Frekuensi 50 Hz

Phasa 3

Putaran Nominal 3000 rpm

Reaktansi Subtransient* 23,6 % Reaktansi Urutan negatif* 23,5 % Reaktansi Urutan nol* 13,3 %

Tahanan Pembumian 1586 Ω

Kapasitansi Stator ke Tanah 0,727 µF Kapasitansi Bus (per fasa) ke Tanah 0,0406 µF Kapasitansi Kapasitor Surja ke Tanah 0,25 µF Kapasitansi Transformator ke Tanah 0,286 µF

Tegangan harmonisa ketiga saat kondisi beban nol ± 1,3% tegangan fasa - netral *Persentase reaktansi didasarkan pada rating generator 767 MVA


(58)

IV.2.2 Tegangan Harmonisa Ketiga

Tegangan harmonisa ketiga pada sebuah generator tergantung dari desain generator tersebut dan tegangan ini dapat bervariasi, tergantung dari kondisi pembebanan generator. Untuk menganalisa besarnya tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan oleh generator, maka kita harus menganalisa tiga kemungkinan pembebanan yang terjadi. Yaitu beban nol, beban ringan, dan beban penuh.

Tegangan harmonisa ketiga pada saat beban ringan merupakan tegangan minimum yang dihasilkan sedangkan tegangan harmonisa ketiga pada kondisi beban penuh merupakan tegangan maksimum. Pada paper R. L. Schalke (1981), disebutkan bahwa tegangan harmonisa ketiga pada saat berbeban ringan adalah kira – kira sebesar 57% dari tegangan harmonisa beban nol, dan tegangan harmonisa ketiga pada beban penuh adalah 200% dari tegangan harmonisa beban nol.

Kita dapat menghitung nilai tegangan harmonisa saat beban nol yaitu sebesar :

= 172,6 Volt

Dan tegangan harmonisa ketiga saat beban ringan dan beban penuh adalah :

= = 99 Volt


(59)

Tabel 4.2 Tegangan harmonisa ketiga pada berbagai kondisi pembebanan

Kondisi Pembebanan Tegangan Harmonisa Ketiga

Beban nol 172,6 V

Beban ringan 99 V

Beban penuh 346 V

Nilai pada Tabel (4.2) akan kita pakai sebagai acuan besar tegangan harmonisa ketiga pada berbagai pembebanan generator.

IV.3 Rangkaian Ekuivalen

Rangkaian ekivalen untuk simulasi karakteristik tegangan harmonisa ketiga dapat kita bagi menjadi dua. Pertama, kondisi normal (tidak ada gangguan) dan yang kedua adalah saat kondisi gangguan.

IV.3.1 Rangkaian Ekivalen Kondisi Normal

Rangkaian ekivalen tegangan harmonisa ketiga dan kapasitansi ke tanah pada generator adalah seperti pada Gambar 4.9. rangkaian ini dibuat berdasarkan beberapa penyederhanaan agar lebih mudah menganalisanya. Penyederhanaan tersebut adalah sebagai berikut :

• Tegangan harmonisa ketiga terdistribusi secara merata sepanjang permukaan stator dan besarnya tergantung kepada pembebanan generator, tegangan ini dimisalkan dengan sebuah sumber tegangan AC yang mempunyai frekuensi 150 Hz.


(60)

• Kapasitansi generator terdistribusi secara merata sepanjang stator dan dimisalkan dengan dua buah kapasitor yang dibumikan, satu terletak sebelum sumber AC dan satu lagi terletak sesudahnya.

• Induktansi seri dari belitan diabaikan.

Rangkaian ekivalen untuk kondisi tanpa gangguan berdasarkan asumsi diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar (4.9) Rangkaian ekivalen kondisi normal Keterangan :

E3 = Tegangan harmonisa ketiga yang dibangkitkan Cg = Kapasitansi belitan stator ke tanah

Cp = Kapasitansi dari Sistem luar dilihat dari sisi generator Rn = Tahanan Pembumian


(61)

IV.3.2 Rangkaian Ekivalen Kondisi Gangguan

Rangkaian ekivalen generator pada saat gangguan adalah seperti pada Gambar (4.10). Untuk fasa yang sehat, rangkaian ekivalennya sama dengan Gambar (4.9). Kita melakukan beberapa penyederhanaan untuk fasa yang mengalami gangguan dengan asumsi sebagai berikut :

• Tegangan harmonisa ketiga pada fasa yang terganggu dimisalkan sebagai dua sumber tegangan AC, yang pertama terletak antara titik netral dan titik gangguan (E3n) dan yang kedua terletak antara titik gangguan dan terminal generator (E3t).

• Kapasitansi generator ke tanah dimisalkan dengan dua buah kapasitor untuk masing – masing satu sumber tegangan AC.

• Sumber tegangan AC dan kapasitansi ke tanah merupakan fungsi jarak titik gangguan dari netral.

Keterangan :

E3n dan E3t : Tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan belitan stator antara netral generator dan titik gangguan K, dan antara titik gangguan dengan terminal generator

Cg : Kapasitansi belitan stator ke tanah

CP : Kapasitansi dari sistem luar dilihat dari sisi generator

Cn dan Ct : Kapasitansi belitan stator ke tanah antara titik netral dengan titik gangguan K, dan antara titik gangguan dengan terminal generator Rn : Tahanan Pembumian


(62)

Gambar (4.10) Rangkaian ekivalen kondisi gangguan Parameter E3n dan E3t adalah sebagai berikut :

E3n = K x E3 (4.1)

E3t = (1 – K ) x E3 (4.2)

Cn dan Ct juga merupakan fungsi dari jarak gangguan yaitu :

Cn = K x Cstator (4.3)

Ct = (1 – K ) x Cstator (4.4)

Dimana K adalah jarak lokasi gangguan dari titik netral generator K = 0, 0,1 ...,1.

IV.3.3 Persamaan Matematis

Tegangan harmonisa ketiga muncul sebagai besaran urutan nol, sehingga untuk menganalisa distribusi tegangan harmonisa ketiga kita perlu menganalisa rangkaian


(63)

urutan nol generator. Tegangan ini akan tersebar pada terminal dan impedansi shunt dari netral generator berdasarkan rangkaian ekivalen urutan nol generator.

Gambar (4.11) Rangkaian urutan nol

Pada Gambar (4.11) diketahui nilai Zg ekivalen dengan tahanan pembumian generator yaitu sebesar 1586 Ω. Kapasitansi sisi netral (Con) adalah setengah dari kapasitansi total belitan stator (Xcs/2), dan kapasitansi sisi terminal (Cot) sebesar setengah kapasitansi belitan stator ditambah kapasitansi eksternal (Xcs/2 + Ct).

Nilai Con dan Cot dapat dihitung dari konstanta generator :

Con = Cgenerator = 0,5 x 0,727.10-6 = 0,3635. 10-6 F

Cot = Cgenerator + Cbus + Ctrafo + CCB = 0,3635. 10-6 + 0,5766. 10-6

= 0,9401. 10-6 F Reaktansi kapasitifnya sebesar :

Xon = -j =-j = -j 2918,9 Ω

Xot = -j = -j = -j 1128,6 Ω


(64)

Impedansi sisi netral adalah gabungan paralel dari Xon dan 3Rn yaitu sebesar :

Zon = =

= 1300,8 – j2121

Distribusi tegangan harmonisa saat kondisi tidak berbeban dapat dihitung sebagai berikut.

Tegangan pada sisi netral generator :

Von = Vo x 173 x

– – 122,98 ∠ - 170,3° V

Tegangan pada sisi terminal generator :

Vot = Vo x = 173 x

– – 55,78 ∠ 21,81° V

V0 : tegangan harmonisa ketiga saat tidak berbeban (173 Volt).

Distribusi tegangan harmonisa ketiga saat generator berbeban ringan adalah : Tegangan pada sisi netral generator :

Von = Vo x 99 x

– – 69,25 ∠ - 170,3° V

Tegangan pada sisi terminal generator :

Vot = Vo x = 99 x

– – 31,92 ∠ 21,81° V


(65)

Distribusi tegangan harmonisa ketiga saat generator berbeban penuh adalah : Tegangan pada sisi netral generator :

Von = Vo x 346 x

– – 245,99 ∠ - 170,3° V

Tegangan pada sisi terminal generator :

Vot = Vo x = 346 x

– – 111,65 ∠ 21,81° V

V0 : tegangan harmonisa ketiga saat beban penuh (346 Volt). Tabel (4.3) Distribusi tegangan harmonisa ketiga

Vo (Volt) Von (Volt) Vot (Volt)

Tidak berbeban 173 122,98 ∠ - 170,3° 55,78 ∠ 21,81° Beban ringan 99 69,25 ∠ - 170,3° 31,92 ∠ 21,81° Beban Penuh 346 245,99 ∠ - 170,3° 111,65 ∠ 21,81°

Dari tabel distribusi tegangan harmonisa di atas, kita dapat membandingkan nilai tegangan harmonisa di netral dan terminal pada kondisi pembebanan tertentu. Nilai perbandingan ini kita sebut rasio. Rasio tegangan ini yang akan dipakai pada salah satu metode yang akan kita bahas. Persamaan (4.5) dan (4.6) menunjukkan cara menghitung rasio tegangan.

Rasio = (4.5)


(66)

Rasio = (4.6)

Rasio tegangan yang kita dapat dengan menggunakan persamaan (4.5) adalah konstan sebesar 0,68 dan dengan menggunakan persamaan (4.6) didapat sebesar 0,46. Rasio ini konstan untuk semua jenis pembebanan generator. Sehingga kita dapat mengambil kesimpulan bahwa rasio tegangan tidak dipengaruhi oleh pembebanan generator.

Setelah mendapatkan besarnya tegangan harmonisa pada netral dan terminal, kita akan menganalisa fasa yang mengalami hubung singkat ke tanah. Rangkaian ekivalennya dapat dilihat pada Gambar (4.12).

Gambar (4.12) Rangkaian ekivalen fasa yang terganggu

Pada rangkaian ekivalen di atas, kita bagi kapasitansi belitan menjadi dua yaitu bagian ujung netral (Cn) dan ujung terminal (Ct). Hubung singkat ke tanah kita anggap melalui tahanan gangguan (Rf). Hal ini dilakukan agar mempermudah perhitungan. Dari rangkaian ekivalen tersebut kita mendapatkan persamaan sebagai berikut :

Vn + E3n = (I1 – I2) x RF (4.7)

(I2 – I1) x RF + E3t = Vt (4.8)


(67)

I1 = (4.9)

Dengan menggabungkan persamaan (4.1) sampai (4.9) kita mendapatkan persamaan tegangan harmonisa ketiga pada sisi netral dan generator sebesar :

Vn = K x E3 x = K x E3 x (4.10)

Vt = ((1 – K ) x E3) - (4.11)

E3 adalah tegangan harmonisa ketiga pada generator dan f3 adalah frekuensi harmonisa ketiga yaitu sebesar 150 Hz. Tegangan harmonisa pada saat gangguan dipengaruhi oleh jarak gangguan (K) dan tahanan gangguan (RF).

IV.4 Simulasi Menggunakan Matlab – Simulink

Simulasi kita lakukan pada dua keadaan, yaitu keadaan normal dan keadaan gangguan. Pada simulasi keadaaan gangguan, kita akan menggunakan jarak gangguan dan tahanan gangguan sebagai parameter utama simulasi. Letak titik gangguan mempengaruhi distribusi kapasitansi sepanjang belitan stator sehingga mempengaruhi distribusi tegangan harmonisa ketiga (Gambar 4.2 dan 4.3). Letak titik gangguan kita simulasikan sebagai fungsi jarak dari titik netral. Jarak ini adalah 0%, 10%, 20%, 30%, ..., 100% dari netral generator.

Tahanan gangguan dipakai sebagai parameter simulasi karena gangguan yang terjadi pada stator dapat berupa kontak langsung atau melalui busur api. Gangguan melalui kontak langsung mempunyai tahanan gangguan yang sangat kecil, sedangkan gangguan


(68)

melalui busur api mempunyai tahanan gangguan yang besar. Tahanan gangguan akan kita variasikan sebesar 1Ω, 10Ω,100Ω,1 kΩ,10 kΩ,100 kΩ.

IV.4.1 Simulasi Pada Keadaan Normal

Simulasi pada keadaan normal dilakukan untuk mendapatkan distribusi tegangan harmonisa ketiga pada terminal dan titik netral generator. Model rangkaian untuk simulasi adalah sama persis dengan rangkaian urutan nol pada Gambar (4.11). Dari rangkaian urutan nol pada Gambar (4.11) kita dapat membuat rangkaian simulasi menggunakan Matlab – Simulink seperti berikut :

Gambar (4.13) Rangkaian simulasi pada keadaan normal

Simulasi akan dilakukan pada tiga keadaan pembebanan yaitu beban nol, beban ringan dan beban penuh. Nilai tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan generator berasal dari perhitungan sebelumnya, yaitu beban nol (173 V), beban ringan (99 V), dan beban penuh (346 V). Hasil simulasi adalah :


(69)

Tabel (4.4) Hasil simulasi

Vo (Volt) Von (Volt) Vot (Volt)

Tidak berbeban 173 123 ∠ - 170,30° 55,79 ∠ - 21,79° Beban ringan 99 70,36 ∠ - 170,30° 31,92 ∠ - 21,79° Beban penuh 346 245,92 ∠ - 170,30° 111,57 ∠ - 21,79°

Tegangan di netral dan terminal generator yang didapat dari hasil simulasi hampir sama dengan hasil perhitungan secara manual. Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian ekivalen simulasi telah benar. Rangkaian ini telah mewakili rangkaian urutan nol generator.

Nilai tegangan pada Tabel 4.2 kita gunakan sebagai acuan dalam simulasi tegangan harmonisa di netral dan terminal generator saat keadaan gangguan.

IV.4.2 Simulasi Pada Keadaan Gangguan

Simulasi untuk keadaan gangguan menggunakan rangkaian ekivalen seperti Gambar (4.12). Simulasi dilakukan dengan tiga buah metode yaitu metode tegangan kurang, metode tegangan lebih, dan metode rasio tegangan. Perbedaan ketiga metode ini adalah tempat dimana tegangan harmonisa ketiga akan diukur saat gangguan terjadi. Tegangan harmonisa dapat diukur pada terminal, netral, maupun pada keduanya.

Hasil simulasi ini akan menunjukkan besar tegangan harmonisa ketiga sebagai fungsi dari jarak gangguan dan nilai resistansi gangguan.


(70)

V.4.2.1 Metode Tegangan Kurang

Pada metode tegangan kurang, tegangan harmonisa ketiga diukur pada titik netral generator. Simulasi dilakukan pada tiga keadaan pembebanan generator yaitu beban nol, beban ringan, dan beban penuh.

Dari hasil simulasi keadaan normal (Tabel 4.2), kita ketahui tegangan harmonisa ketiga pada saat beban ringan adalah sebesar 99 V. Tegangan ini merupakan tegangan yang terendah yang dihasilkan. Saat terjadi gangguan di netral, tegangan harmonisa ketiga pada netral akan turun. Jadi, kondisi terburuk untuk metode proteksi tegangan kurang adalah saat berbeban ringan.

Rangkaian simulasi adalah sebagai berikut :

Gambar (4.14) Rangkaian simulasi metode tegangan kurang.

Simulasi dilakukan dengan mengubah – ubah jarak gangguan (0% - 100%) dari netral dan tahanan gangguan (Rf). Tahanan gangguan yang dipakai adalah 1Ω, 10Ω, 100Ω, 1kΩ, 10kΩ, dan 100kΩ.


(71)

Grafik (4.1) Tegangan harmonisa ketiga di netral saat beban ringan

Grafik (4.1) menunjukkan tegangan harmonisa di netral generator (Vn) sebagai fungsi dari jarak gangguan dan tahanan gangguan. Untuk resistansi gangguan yang rendah, hubung singkat di netral akan menyebabkan tegangan harmonisa ketiga di netral turun hingga mendekati nol. Sebaliknya bila hubung singkat di terminal, tegangan harmonisa di netral akan bernilai 99 V. Tegangan sebesar ini adalah keseluruhan tegangan harmonisa yang dihasilkan generator. Tegangan harmonisa ketiga pada netral hampir linear dengan jarak gangguan.

Gangguan dengan resitansi tinggi pada netral tidak menyebabkan tegangan harmonisa ketiga di netral turun hingga mendekati nol. Hal ini terjadi karena resistansi yang tinggi menyebabkan fasa yang terganggu seolah – olah terisolasi dari tanah.

0 25 50 75 100 125 150 175

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vn

Belitan stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(72)

Grafik (4.2) Tegangan harmonisa ketiga di netral saat tidak berbeban

Grafik (4.3) Tegangan harmonisa ketiga di netral saat beban penuh

Grafik (4.2) dan (4.3) merupakan hasil simulasi pada keadaan tidak berbeban dan berbeban penuh. Kurva yang diperoleh hampir sama dengan simulasi yang pertama. Hal

0 25 50 75 100 125 150 175

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vn (Volt) Belitan Stator Rf=1 ohm Rf=10 ohm Rf=100 ohm Rf=1 kohm Rf=10 kohm Rf=100 kohm 0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vn (Volt)

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(73)

yang membedakan hanyalah besaran tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan. Pada beban nol, tegangan harmonisa yang dihasilkan sebesar 173 V, sedangkan pada beban penuh sebesar 346 V.

Dari hasil simulasi kita dapat menyimpulkan bahwa metode tegangan kurang dapat bekerja dengan baik jika gangguan hubung tanah stator mempunyai resistansi rendah. Resistansi gangguan maksimal dalam simulasi ini adalah sebesar 100 Ω. Apabila terjadi gangguan dengan resistansi lebih dari 100 Ω, maka rele tegangan kurang tidak akan dapat mendeteksinya.

Besaran setting rele tegangan kurang

Rele tegangan harmonisa ketiga harus diatur agar mempunyai tegangan pick – up lebih besar dari tegangan harmonisa ketiga saat terjadi gangguan di netral. Namun, tegangan pick – up ini juga harus lebih kecil dari tegangan harmonisa minimum yang dihasilkan oleh generator. Hal ini dilakukan agar rele tidak salah bekerja saat generator bekerja pada beban ringan.

Disebutkan dalam paper Engelhart (1973) , rele tegangan harmonisa ketiga dapat diatur dengan range 5 -10 V. Generator menghasilkan tegangan harmonisa saat beban ringan sebesar 70,36 V dan tegangan harmonisa ketika gangguan terjadi adalah 0 Volt. Sehingga setting yang kita pilih adalah 60 – 65 V.

IV.4.2.2 Metode Tegangan Lebih

Pada metode tegangan lebih, tegangan harmonisa ketiga diukur pada terminal generator. Simulasi dilakukan pada tiga keadaan pembebanan generator yaitu beban nol, beban ringan, dan beban penuh.


(74)

Tegangan harmonisa ketiga saat beban penuh adalah sebesar 346 V. Tegangan ini adalah tegangan tertinggi jika dibandingkan dengan saat beban nol dan beban ringan. Saat gangguan terjadi di netral, tegangan harmonisa ketiga pada terminal akan naik. Jadi kondisi terburuk untuk metode proteksi ini adalah saat generator berbeban penuh.

Rangkaian simulasi metode tegangan lebih adalah sebagai berikut :

Gambar (4.15) Rangkaian simulasi metode tegangan lebih

Simulasi yang dilakukan sama dengan cara metode tegangan kurang. Parameter yang diubah dalam simulasi ini adalah jarak gangguan dan tahanan gangguan.

Hasil simulasi pada keadaan generator berbeban penuh adalah seperti grafik (4.4) berikut :


(75)

Grafik (4.4) Tegangan harmonisa ketiga di terminal saat beban penuh

Grafik (4.4) menunjukkan tegangan harmonisa di terminal generator (Vt) sebagai fungsi dari jarak gangguan dan tahanan gangguan. Untuk resistansi gangguan yang rendah, hubung singkat di netral akan menyebabkan tegangan harmonisa ketiga pada terminal naik hingga mendekati nilai 346 V. Nilai ini merupakan tegangan harmonisa ketiga total yang dihasilkan oleh generator. Tegangan ini juga relatif linear terhadap jarak gangguan. Apabila gangguan terjadi di titik terminal, tegangan harmonisa ketiga pada terminal hampir mendekati 0 Volt.

Untuk gangguan dengan resistansi tinggi pada netral generator juga tidak meyebabkan tegangan harmonisa ketiga pada terminal naik. Grafik yang diperoleh pada beban ringan dan beban nol juga hampir sama. Perbedaan ketiga grafik ini hanya pada besarnya tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan.

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vt (Volt)

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(76)

Grafik (4.5) Tegangan hamonisa ketiga di terminal saat beban ringan

Grafik (4.6) Tegangan harmonisa ketiga di terminal saat beban nol

0 20 40 60 80 100 120

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vt (Volt)

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

Vt(Volt)

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(77)

Besaran setting rele tegangan lebih

Rele tegangan lebih harus diatur agar mempunyai tegangan pick – up yang lebih kecil daripada tegangan harmonisa di terminal saat terjadi gangguan stator. Tegangan

pick – up ini juga harus lebih besar dari tegangan harmonisa saat generator berbeban

penuh. Pada saat generator berbeban penuh, tegangan harmonisa yang dihasilkan bernilai maksimum yaitu sebesar 346 V.

Tegangan harmonisa maksimum di terminal adalah 111,65 V. Dari syarat di atas, kita harus memilih tegangan pick – up yang lebih besar. Tegangan yang kita pilih adalah 115 – 120 V. Jika stator generator mengalami hubung singkat saat berbeban ringan, tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan sebesar 99 V. Tegangan ini lebih kecil dari tegangan pick – up generator sehingga rele tidak dapat mendeteksi gangguan tersebut.

Dari hasil simulasi diperoleh kesimpulan bahwa metode tegangan lebih tidak dapat diterapkan. Metode ini tidak dapat mendeteksi gangguan di dekat netral generator saat generator berbeban ringan karena tegangan pick – up lebih besar daripada tegangan saat gangguan.

IV.4.2.3 Metode Rasio Tegangan

Pada metode ini, tegangan harmonisa ketiga di netral dan terminal generator diukur. Kedua tegangan ini kemudian dibandingkan untuk mendapatkan rasio tegangan. Rasio tegangan yang kita pakai dalam simulasi adalah :

Rasio =

Simulasi juga dilakukan pada tiga jenis pembebanan yaitu beban nol, beban ringan, dan beban penuh. Dari hasil perhitungan terdahulu, kita mendapatkan nilai rasio


(78)

tegangan sebesar 0,46. Rasio ini konstan pada ketiga pembebanan generator. Hal ini menunjukkan bahwa rasio tegangan tidak dipengaruhi oleh beban generator. Rasio tegangan hanya dipengaruhi oleh kapasitansi belitan stator ke tanah.

Rangkaian simulasinya adalah sebagai berikut :

Gambar (4.16) Rangkaian simulasi metode rasio tegangan

Nilai rasio tegangan sebesar 0,46 kita pakai sebagai acuan. Dalam simulasi ini, kita akan melihat rasio tegangan sebagai fungsi dari jarak gangguan dan tahanan gangguan.


(79)

Grafik (4.7) Rasio tegangan saat beban ringan

Grafik (4.8) Rasio tegangan saat tidak berbeban

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

R

a

si

o

Belitan Stator

Rf = 1 0hm Rf = 10 0hm Rf = 100 0hm Rf = 1 k0hm Rf = 10 k0hm Rf = 100 k0hm

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

R

a

si

o

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(1)

tegangan sebesar 0,46. Rasio ini konstan pada ketiga pembebanan generator. Hal ini menunjukkan bahwa rasio tegangan tidak dipengaruhi oleh beban generator. Rasio tegangan hanya dipengaruhi oleh kapasitansi belitan stator ke tanah.

Rangkaian simulasinya adalah sebagai berikut :

Gambar (4.16) Rangkaian simulasi metode rasio tegangan

Nilai rasio tegangan sebesar 0,46 kita pakai sebagai acuan. Dalam simulasi ini, kita akan melihat rasio tegangan sebagai fungsi dari jarak gangguan dan tahanan gangguan.


(2)

Grafik (4.7) Rasio tegangan saat beban ringan

Grafik (4.8) Rasio tegangan saat tidak berbeban

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

R

a

si

o

Belitan Stator

Rf = 1 0hm Rf = 10 0hm Rf = 100 0hm Rf = 1 k0hm Rf = 10 k0hm Rf = 100 k0hm

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

R

a

si

o

Belitan Stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(3)

Grafik (4.9) Rasio tegangan saat beban penuh

Ketiga grafik rasio tegangan di atas adalah identik. Di sini terbukti bahwa rasio tegangan tidak dipengaruhi oleh pembebanan generator. Saat gangguan dengan resistansi rendah terjadi, rasio tegangan berbeda dengan rasio acuan kita. Hal ini terjadi hampir pada seluruh belitan stator, kecuali daerah belitan di atas 70% dari netral generator. Daerah ini disebut daerah buta (blind zone).

Untuk gangguan dengan resistansi tinggi (100 kΩ), rasio tegangan bernilai 0,46 jika

gangguan tersebut terjadi di titik netral generator. Rasio tegangan ini akan semakin besar jika gangguan semakin jauh dari titik netral generator.

Besaran setting metode rasio tegangan

Untuk melindungi belitan stator dekat netral generator, setting rasio tegangan yang kita gunakan adalah > 0,46. Artinya rele akan bekerja jika rasio tegangan yang dirasakan

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

R

a

si

o

Belitan stator

Rf = 1 ohm Rf = 10 ohm Rf = 100 ohm Rf = 1 kohm Rf = 10 kohm Rf = 100 kohm


(4)

lebih besar dari 0,46. Daerah yang tidak terlindungi adalah di atas 70 % dari netral generator. Hal ini terjadi karena rasio tegangan untuk daerah ini berada di bawah 0,46. Namun, hal ini tidak menjadi masalah karena tujuan utama metode proteksi dengan menggunakan tegangan harmonisa ketiga adalah untuk melindungi bagian stator yang dekat ke netral.

Metode rasio tegangan lebih baik daripada metode tegangan kurang karena metode ini tidak dipengaruhi oleh pembebanan generator. Tahanan gangguan maksimal yang


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN V.1 Kesimpulan

1. Proteksi dengan menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga dapat mendeteksi gangguan pada bagian terdekat dengan titik netral.

2. Metode proteksi yang dapat digunakan adalah metode tegangan kurang dan metode rasio tegangan.

3. Metode yang terbaik digunakan adalah metode rasio tegangan, karena tidak tergantung dari tingkat pembebanan generator.

4. Setting tegangan pick – up untuk metode tegangan kurang adalah 60 – 65 V, sedangkan untuk metode rasio tegangan adalah > 0,46.

5. Tahanan Gangguan maksimum yang dapat dideteksi pada metode tegangan kurang adalah sebesar 100 Ohm sedangkan pada metode rasio tegangan sebesar 10 kOhm. V.2 Saran

1. Untuk selanjutnya, perlu dicari tahanan kritis gangguan agar dapat ditentukan setting rele yang lebih baik.

2. Kita dapat menggunakan metode lain dalam penentuan rasio tegangan. Rasio tegangan yang lebih stabil dan lebih sensitif terhadap gangguan dengan resistansi tinggi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arrillaga, J. And Watson N.R., “Power System Harmonics”, Second Edition, John Wiley and Sons Ltd, 2003.

2. “Carterpillar engine data sheet - Generator winding pitch and harmonics”, Carterpillar Inc, 1993.

3. Chapman, Stephen J., “Electric Machinery Fundamental”, McGraw Hill, 1985. 4. Elmore, Water A., “Protecting Relaying Theory and Apllication”, Second Edition,

Marcel Dekker, New York.

5. Ferran, Garcia G and Alcantara R.J., “ 100 % Stator Ground Protection – A Comparison of two protection methods”, A Thesis for The Master Degree of Department of Industrial electrical Engineering, Lund Institute of Technology, 2006. 6. Hutauruk, T. S., “ Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan

Peralatan”, Erlangga, Jakarta, 1986.

7. Karris, Steven T., “ Circuits Aplication II with Matlab aplications”, Orchard publications, 2003

8. Martilla R.J., “Design Principles of A New Generator Stator Ground relay For 100% Coverage of Stator Windings”, IEEE Transaction on Power Delivery, Vol. PWRD-1, No. 4, Oktober 1986.

9. Pope, J.W., “A Comparison Of Stator Ground Fault Protection Schemes for Generator Stator Windings”, IEEE Trans on Power Apparatus Systems, Vol. PAS – 103, No. 4, April 1984.

10.Reimert, Donald, “Protective Relaying For Power Generation systems”, CRC Press, 2006.

11.Schalake, R.L., Buckley G.W., McPherson G., “Performance Of Third harmonic Ground Fault Protection Schemes For Generator Stator Winding”, IEEE Transaction on Power Apparatus and System, Vol. PAS-IOO, No.7 July 1981.

12.Yin, X.G., Malik G.S., Chen, D.S., “ Adaptive Ground Fault Schemes For Turbo-Generator Based On Third Harmonic Voltage”, IEEE Transaction on Power Delivery, Vol. 5, No. 2, April 1990.