II.2 Konstruksi Generator Sinkron
Rotor generator sinkron merupakan sebuah magnet besar, dimana konstruksinya dapat berupa salient atau non salient. Bentuk salient yaitu bentuk yang menonjol atau
menempel di bagian luar, dimana kutub – kutubnya menonjol dari permukaan rotor dan bentuknya seperti tapak sepatu sehingga sering disebut dengan rotor kutub sepatu.
Bentuk rotor non salient konstruksi kutub – kutubnya rata dengan permukaan rotor yang berbentuk silinder, sehingga sering disebut rotor silinder.
Gambar 2.2 Rotor non salient dua kutub
Gambar 2.3 Rotor salient enam kutub
Universitas Sumatera Utara
II.3 Tegangan Induksi Pada Belitan tiga Fasa
Belitan pada stator adalah tempat memperoleh energi listrik dan disebut dengan belitan jangkar, sedangkan belitan pada rotor dialiri arus medan untuk menimbulkan
medan magnet. Gambar 2.4 adalah mesin sinkron 4 kutub magnet. Satu siklus kutub S-U pada rotor memiliki kisar sudut sudut magnetis atau sudut elektrik 360°.
Gambar 2.4 Mesin sinkron 4 kutub Pada mesin empat kutub dua pasang kutub, satu periode siklus mekanik
perputaran rotor sama dengan dua periode siklus magnetik. Jadi hubungan antara sudut kisaran mekanik dengan sudut kisaran magnetik adalah
θ
magnetik derajat
= 2 x θ
mekanis derajat
2.1 atau secara umum
θ
magnetik derajat
= x θ
mekanis derajat
2.2
dengan p adalah jumlah kutub
Universitas Sumatera Utara
kecepatan sudut mekanik adalah : ω
mekanik
= = 2 π f
mekanis
2.3
Frekuensi mekanik f
mekanik
adalah jumlah siklus mekanik per detik yang tidak lain adalah kecepatan perputaran rotor per detik. Biasanya kecepatan rotor dinyatakan dengan
jumlah rotasi per menit rpm. Jadi, jika kecepatan rotor adalah n rpm, maka jumlah siklus per detik adalah
atau f
mekanis
= siklus per detik.
Kecepatan sudut magnetis adalah ω
magnetik
= = 2 π f
magnetik
2.4
dari persamaan 2.2 dan persamaan 2.4 didapat persamaan ω
magnetik
= ω
mekanik
= 2πf
mekanis
= 2π
= 2π 2.5
sehingga
f
magnetik
= siklus per detik
2.6
Perubahan fluksi magnetik akan membangkitkan tegangan induksi di setiap belitan. Karena fluksi magnet mempunyai frekuensi f
magnetik
= Hz. Maka tegangan pada
belitan akan mempunyai frekuensi
f
tegangan
= Hz
2.7
Dari persamaan 2.7 ini jelas bahwa untuk memperoleh frekuensi tertentu, kecepatan perputaran rotor harus sesuai dengan jumlah kutub. Jika diinginkan f = 50 Hz
Universitas Sumatera Utara
misalnya, untuk p = 2 maka n = 3000 rpm; jika p = 4 maka n = 1500 rpm; jika p = 6 maka n = 100 rpm, dan seterusnya.
Konstruksi mesin kutub menonjol seperti Gambar 2.4 sesuai dengan putaran rendah tetapi tidak sesuai untuk mesin putaran tinggi karena kendala – kendala mekanis.
Untuk mesin putaran tinggi digunakan konstruksi silindris. Tegangan yang terbangkit di belitan pada umumnya diinginkan berbentuk
gelombang gelombang sinus V = A cos ωt, dengan pergeseran 120° untuk belitan fasa –
fasa yang lain. Tegangan sebagai fungsi waktu ini pada transformator dapat langsung diperoleh di belitan sekunder karena fluksinya merupakan fungsi waktu.
Pada mesin sinkron, fluksi dibangkitkan oleh belitan eksitasi di rotor yang dialiri arus searah sehingga fluksi tidak merupakan fungsi waktu. Akan tetapi, fluksi yang
ditangkap oleh belitan stator harus merupakan fungsi waktu agar hukum Faraday dapat diterapkan untuk memperoleh tegangan. Fluksi sebagai fungsi waktu diperoleh melalui
putaran rotor. Jika ϕ adalah fluksi yang dibangkitkan di rotor dan memasuki celah udara
antara rotor dan stator dengan nilai konstan maka, pertambahan fluksi yang ditangkap oleh belitan stator adalah
= ϕ
2.8
Karena ω
magnetik
= 2πf
magnetik
= 2π , maka
2.9
Dari persamaan 2.9 kita peroleh tegangan pada belitan adalah
V = 2.10
Universitas Sumatera Utara
Jika ϕ bernilai konstan, tidak berarti bahwa tegangan yang dihasilkan adalah
konstan, karena ϕ bernilai konstan positif untuk setengah periode dan bernilai konstan
negatif untuk setengah periode berikutnya. Maka persamaan 2.10 memberikan tegangan bolak – balik yang tidak sinus. Untuk memperoleh tegangan berbentuk sinus,
ϕ harus berbentuk sinus juga. Akan tetapi ia tidak dibuat sebagai fungsi sinus terhadap
waktu, akan tetapi fungsi sinus posisi, yaitu terhadap θ
magnetik
. Jadi jika ϕ = ϕ
m
cos θ
magnetik
2.11 maka laju pertambahan fluks yang dilingkupi belitan adalah
= =
ϕ
m
cos θ
magnetik
= - ϕ
m
sin θ
magnetik
= - ϕ
m
ω
magnetik
sin θ
magnetik
= - ϕ
m
sin θ
magnetik
2.12
Sehingga tegangan belitan
e = = Nπ
ϕ
m
sin θ
magnetik
= 2π f N ϕ
m
sin θ
magnetik
= ω N ϕ
m
sin ωt 2.13
Persamaan 2.13 memberikan nilai tegangan sesaat yang dibangkitkan pada belitan stator, nilai tegangan maksimumnya adalah
E
m
= ω N ϕ
m
Volt 2.14
Dan nilai efektif tegangannya adalah
E
rms
= N
ϕ
m
= 4,44 f N ϕ
m
Volt 2.15
Universitas Sumatera Utara
Tegangan efektif pada terminal mesin tergantung pada hubungan stator generator apakah Y atau Δ. Bila stator mesin terhubung Y, maka tegangan terminalnya akan
√3 kali E
rms
, sedangkan bila stator terhubung Δ, maka tegangan terminalnya sama dengan
tegangan E
rms
.
II.4 Masalah Harmonisa pada Belitan Tiga Fasa