memperlihatkan nilai CN yang lebih rendah.
Tingginya nilai CN dari TKKS dan jerami padi disebabkan karena bahan
organik tersebut banyak mengandung selulosa dan lignin, sehingga sulit
didekomposisi oleh mikroorganisme, oleh karena itu diperlukan dekomposer yang
memiliki enzim selulase. Cacing tanah dan T. harzianum memiliki keunggulan,
karena mampu menghasilkan enzim selulase sehingga dapat menguraikan
bahan organik tersebut dengan baik.
3. Kandungan hara makro dan CN pupuk hayati
Hasil analisis kandungan hara makro dan CN dari pupuk hayati yang
dihasilkan memperlihatkan bahwa adanya perbedaan di antara perlakuan
beberapa limbah organik dengan dekomposer yang berbeda. Perbedaan
kandungan hara makro pupuk hayati hasil dekomposisi limbah organik dengan
dekomposernya tersaji pada Tabel 1 berikut ini.
Pada Tabel 1 di atas terlhat bahwa kandungan C organik tertinggi diperoleh
pada perlakuan TKKS dengan dekomposer T. harzianum dan cacing
tanah. Hal ini disebabkan karena TKKS sebagai bahan organik banyak
mengandung selulosa dan lignin yang merupakan ikatan karbon rantai panjang.
Dengan adanya dekomposer yang cocok seperti T. harzianum dan cacing tanah
yang menghasilkan enzim selulase, TKKS dapat diuraikan menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana. Hal ini juga dapat dilihat dari nilai CN pupuk
hayati di akhir masa pengomposan menunjukkan nilai yang relatif rendah,
yaitu 16.59 dan 17.52. Kandungan C organik terendah didapat pada perlakuan
ampas tahu dengan dekomposer T. harzianum. Hal ini menunjukkan bahwa
ampas tahu memiliki kandungan selulosa yang rendah. Nilai CN di bawah 20
menunjukkan bahwa kompos atau pupuk organik telah matang dan siap untuk
digunakan sebagai sumber hara bagi tanaman.
Kandungan N tertinggi diperoleh pada perlakuan ampas tahu dengan
dekomposernya cacing tanah, kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan TKKS
dengan T. harzianum dan sampah kota dengan cacing tanah sebagai
dekomposer, sedangkan perlakuan jerami padi dengan T. harzianum memiliki
kandungan N terendah. Untuk limbah organik TKKS dengan
dekomposer T. harzianum mempunyai kandungan N yang lebih rendah
dibandingkan dengan cacing tanah sebagai dekomposernya.
Kandungan P yang tertinggi diperoleh pada perlakuan sampah kota dan ampas
tahu dengan dekomposer T.harzianum masing-masing yaitu: 1.20 dan 1.00.
Sedangkan perlakuan jerami padi dan TKKS dengan dekomposer T. harzianum
memiliki kandungan P terendah. Kandungan hara K dari pupuk organik
hasil dekomposisi beberapa limbah organik secara umum memperlihatkan
nilai yang K yang sangat tinggi. Kandungan K tertinggi terlihat pada
perlakuan TKKS dan jerami padi dengan dekomposer cacing tanah
Tabel 1. Rata-rata Kandungan Hara Makro dari Pupuk Hayati Hasil Dekomposisi Limbah Organik dengan Dekomposernya.
No. Perlakuan
Kandungan Hara Makro C
N P
K Ca
Mg CN
1. A1B1 TKKS + CT
35.92 2.05
0.78 7.03
0.61 0.43 17.52
2. A2B1 JP + CT
31.27 2.03
0.79 7.49
0.42 0.39 15.41
3. A3B1 SK + CT
32.37 2.22
0.95 4.10
0.35 0.41 14.58
4. A4B1 AT + CT
32.64 2.43
0.96 3.15
0.54 0.35 13.43
5. A1B2 TKKS + TH
37.81 2.26
0.65 4.61
0.44 0.43 16.59
6. A2B2 JP + TH
31.64 1.56
0.66 3.76
0.74 0.35 18.18
7. A3B2 SK + TH
31.61 1.66
1.20 3.17
0.12 0.38 19.04
8. A4B2 AT + TH
26.46 1.82
1.00 3.76
0.57 0.41 14.54
Keterangan : TKKS + CT = Tandan kosong kelapa sawit + cacing tanah JP + CT = Jerami padi + cacing tanah
SK + CT = Sampah kota + cacing tanah AT + CT = Ampas tahu + cacing tanah
TKKS + CT= Tandan kosong kelapa sawit + T. harzianum
JP + TH = Jerami padi + T. harzianum SK + TH = Sampah kota + T. harzianum
AT + TH = Ampas tahu + T. harzianum
4. Kandungan hara mikro pupuk hayati