Optimasi Dosis Pupuk Organik yang Diaplikasikan dengan Pupuk Hayati pada Budidaya Padi Organik

OPTIMASI DOSIS PUPUK ORGANIK YANG
DIAPLIKASIKAN DENGAN PUPUK HAYATI PADA
BUDIDAYA PADI ORGANIK

BAMBANG SUTRISNO

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Dosis Pupuk
Organik yang diaplikasikan dengan Pupuk Hayati pada Budidaya Padi Organik
adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Bambang Sutrisno
NIM A24090137

ABSTRAK
BAMBANG SUTRISNO. Optimasi Dosis Pupuk Organik yang
diaplikasikan dengan Pupuk Hayati pada Budidaya Padi Organik. Dibimbing oleh
SUGIYANTA.
Percobaan dilaksanakan di Desa Cibungur, Kelurahan Karawang Wetan,
Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten Karawang. Analisis tanah dilakukan di
Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas
Pertanian IPB. Percobaan dilaksanakan mulai Desember 2012 sampai dengan
Maret 2013. Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak
Kelompok Petak Terbagi (Split Plot Randomized Block design). Percobaan ini
mengunakan rancangan faktorial dengan dua faktor yaitu pupuk hayati dan pupuk
organik. Analisis data menggunakan analisis ragam (Uji F), apabila nyata
kemudian dilakukan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test ) pada taraf 5%.
Perlakuan pupuk hayati terdiri dari dua taraf yaitu 2 l ha-1 aplikasi-1 dan 0 l ha1
aplikasi-1. Perlakuan pupuk organik padat (POP) terdiri dari enam taraf, yaitu: 0

ton ha-1 , 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, 8 ton ha-1, dan 10 ton ha-1. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kombinasi pupuk organik
dengan pupuk hayati pada pertanian padi sawah organik. Hasil percobaan
menunjukkan tidak terdapat pengaruh pupuk hayati baik tunggal maupun
dikombinasikan dengan pupuk organik padat. Aplikasi POP 10 ton ha-1
menghasilkan tinggi tanaman, biomassa tanaman, bobot 1000 butir, GKP dan
GKG tanaman tertinggi dibandingkan dengan semua perlakuan. Aplikasi POP 8
dan 10 ton ha-1 dikombinasikan dengan pupuk hayati dapat meningkatkan hasil 6
dan 10 % hasil gabah sedangkan perlakuan 2 – 6 ton ha-1 tidak meningkatkan hasil
dibandingkan dengan kontrol. Aplikasi POP saja dosis 8 – 10 ton ha-1
meningkatkan hasil gabah sekitar 10 %.
Kata kunci : Padi organik, pupuk hayati, pupuk organik

ABSTRACT
BAMBANG SUTRISNO. Organic Fertilizer Dose Optimization with bio fertilizer
application on Organic Rice Farming. Supervised by SUGIYANTA
The research was conducted at Cibungur, Karawang Wetan, Karawang.
Soil analysis carried out at the soil Laboratory, Department of Soil Science and
Land Resources, agriculture faculty of IPB. The research was conducted from
December 2012 to March 2013. The research design used was Randomized Plots

Divided (Split Plot Randomized Block design). This research using a factorial
design with two factors, namely bio-fertilizers and organic fertilizers. Data
analysis using analysis of variance (F test), if real then by DMRT (Duncan
Multiple Range Test) at the level of 5%. Treatment consisted of two biological
fertilizer levels that is 2 l ha-1 application-1 and 0 l aplikasi-1 ha-1. Treatment of
solid organic fertilizer consist of six levels, namely: 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton
ha-1, 6 ton ha-1, 8 ton ha-1, and 10 ton ha-1 . The purpose of this study was to
determine the effect of a combination of organic fertilizer with bio-fertilizers on
organic rice farming. Applications POP 10 ton ha-1 resulted height plant, biomass
plant, 1000 grain weight, GKP and GKG highest to all treatments. Application
POP 8 and 10 ton ha-1 combined with bio-fertilizers can increase the yield of 6
and 10% grain yield, while treatment 2-6 ton ha-1 dont improve outcomes
compared with control. POP dose 8-10 ton ha-1 increase grain yield around 10%.
Keyword : bio-fertilizers, , organic fertilizers, organic rice

OPTIMASI DOSIS PUPUK ORGANIK YANG
DIAPLIKASIKAN DENGAN PUPUK HAYATI PADA
BUDIDAYA PADI ORGANIK

BAMBANG SUTRISNO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014

Judul Skripsi : Optimasi Dosis Pupuk Organik yang Diaplikasikan dengan Pupuk
Hayati pada Budidaya Padi Organik
Nama
: Bambang Sutrisno
NIM
: A24090137

Disetujui oleh


Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si

Diketahui oleh

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.,Agr.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
Optimasi Dosis Pupuk Organik yang diaplikasikan dengan Pupuk Hayati pada
Budidaya Padi Organik.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penulisan skripsi ini terutama kepada :
1. Seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang dan dukungan
yang tiada henti kepada penulis.

2. Dr Ir Sugiyanta, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan masukan dalam pelaksanaan
penelitian ini.
3. Dr Ir Abdul Qodir,MSi dan Dr Ir Maya Melati,MS Msc selaku dosen
penguji yang telah memberi masukan dan koreksi dalam skripsi saya.
4. Prof. Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam kegiatan
perkuliahan.
5. Tri Setyawan, Agus Nurachman, Tri Herdiyanti serta Mia Budiman
sebagai rekan penelitian yang selalu memberikan masukan dan arahan
dalam penelitian padi ini.
6. Bapak dan Ibu entis serta keluarga di Karawang yang telah membantu dan
memfasilitasi dalam pelaksanaan penelitian ini.
7. Rekan-rekan pada kepanitiaan Festival Bunga dan Buah Nusantara 2013
yang memberikan semangat dan membantu terselesaikan skripsi ini.
8. Rekan-rekan BPH Himagron 2011-2012 yang selalu terkenang di hati.
9. Rekan-rekan Warkop, Ciwandhi, dan seluruh karyawan dan direksi PT
BLST yang selalu memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.
10. Teman-teman Socrates yang selalu memberikan kekompakan dan
kebersamaan dalam keluarga AGH 46.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian.

masyarakat

dan

Bogor, Desember 2014
Bambang Sutrisno

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii


DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

Hipotesis

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Pertanian Organik

2

Pupuk Organik

3

Pupuk Hayati

3

Padi Organik

4


METODE PENELITIAN

4

Tempat dan Waktu

4

Bahan dan Alat

5

Metode Percobaan

5

Pelaksanaan

5


Pengamatan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
PEMBAHASAN

6
6
14

KESIMPULAN

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan aplikasi pupuk hayati dan
pupuk organik padat terhadap peubah pengamatan
2 Hasil analisis tanah sebelum dan setelah percobaan
3 Pengaruh dosis pupuk organik dan pupuk hayati terhadap luas daun
tiga teratas dan tinggi tanaman
4 Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap warna daun
5 Pengaruh dosis pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bobot
akar, tajuk dan rasio akar tajuk
6 Pengaruh dosis POP dan pupuk hayati terhadap hasil pertanaman dan
produktivitas tanaman
7 Peningkatan hasil GKG pada dosis POP dan pupuk hayati
8 Peningkatan hasil GKG pada dosis POP
9 Analisis usaha tani padi sawah pupuk hayati dan pupuk organik

7
8
9
10
11
12
13
13
14

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh POP terhadap jumlah anakan pada 8 MST
2 Pengaruh dosis pupuk organik terhadap jumlah anakan produktif
3 Pengaruh dosis pupuk organik terhadap Bobot 1 000 butir

9
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Layout percobaan Padi organik, Desa Cibungur Karawang
Kandungan dan komposisi pupuk hayati
Hasil analisis pupuk organik padat
Deskripsi karakteristik varietas Mentik Wangi

20
20
21
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan tanaman pangan yang membutuhkan hara makro maupun
hara mikro dalam siklus hidupnya. Produksi yang optimum sangat memerlukan
unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Tanaman padi memerlukan unsur
hara makro, seperti unsur N, P, dan K. Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000),
tanaman padi sawah membutuhkan unsur hara sekitar 14.7 kg N, 2.6 kg P, dan
14.5 kg K untuk menghasilkan 1 ton gabah. Pemenuhan kebutuhan unsur hara
tersebut dipengaruhi kondisi kesuburan tanah dan perlu aplikasi pupuk dengan
dosis yang diperlukan oleh tanaman.
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian intensif dengan pengunaan pupuk kimia terus menerus akan
mengakibatkan penurunan produktivitas dan mengalami degradasi lahan.
Degradasi lahan terkait dengan sangat rendahnya kandungan C-organik dalam
tanah. Banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya C- organik kurang dari
1%. Pertanian akan memperoleh produktivitas optimal aplikasi C-organik tanah
lebih dari 2,5%. Indonesia adalah Negara tropika basah yang memiliki sumber
bahan organik sangat melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal
(Suriadikarta dan Simanungkalit 2006).
Peningkatan produktivitas padi sangat dipengaruhi oleh penggunaan
pupuk. Pupuk anorganik adalah pupuk yang sering digunakan oleh petani untuk
diaplikasikan pada area pertanaman. Pupuk anorganik digunakan karena pupuk
yang dibutuhkan sedikit untuk memperoleh hasil yang tinggi dibandingkan
dengan pupuk organik. Sedangkan, pengunaan pupuk anorganik secara terus
menerus akan mengakibatkan penurunan kesuburan tanah karena akan
menyebabkan kerusakan tanah baik secara fisik, biologi, maupun kimia.
Penyebabnya adalah penurunan bahan organik tanah yang tidak bisa digantikan
perannya oleh pupuk anorganik.
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian
baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik
dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat
mencegah degradasi lahan. Sumber bahan pupuk organik sangat beranekaragam
dari karakteristik fisik dan kandungan kimia sehingga penggunaan pupuk organik
terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi (Suriadikarta dan Simanungkalit
2006).
Pupuk hayati merupakan produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang
dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah
(Permentan 2011). Menurut Tombe (2008) pupuk hayati bertujuan untuk
meningkatkan jumlah mikroorganisme dan mempercepat proses mikrobiologis
untuk meningkatkan ketersediaan hara, sehingga dapat dimanfaatkan oleh
tanaman. Pupuk hayati bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh
tanaman, menekan soil borne disease, mempercepat proses pengomposan,
memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman.

2

Pertanian padi organik membutuhkan jumlah pupuk organik yang banyak.
Menurut Hartatik dan Setyorini (2008) penggunaan pupuk organik sebanyak 10–
15 ton/ha yang dikombinasikan dengan jerami dan arang sekam mencukupi
kebutuhan hara tanaman padi dalam sistem pertanian organik. Jumlah yang tinggi
dari pengunaan pupuk organik akan menyulitkan implementasi pada lahan
pertanian sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dosis pupuk
organik yang optimal. Pupuk hayati yang diaplikasikan dapat berfungsi untuk
meningkatkan ketersediaan unsur hara tanah dengan mekanisme sinergi antara
fungsi pupuk organik dan pupuk hayati. Pupuk hayati dapat membantu secara
mekanistik menyediakan hara tanah karena populasi mikroba akan meningkat
dengan adanya pupuk organik sehingga penyediaan hara baik N, P, maupun K
akan memenuhi kebutuhan tanaman. Pupuk organik yang diaplikasikan pada
lahan dapat dikurangi dan seberapa besar pengaruh pupuk hayati terhadap
pertumbuhan maupun hasil padi organik masih perlu di teliti.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pupuk hayati
dengan dosis pupuk organik pada pertanian padi organik.

Hipotesis
Hipotesis yang akan diuji adalah dengan aplikasi pupuk hayati, dosis
pupuk organik akan lebih rendah untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Pertanian organik adalah manajemen produksi pertanian yang holistik
untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk
keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan
pengunaan input dari limbah kegiatan budidaya dilahan dengan
mempertimbangkan daya adaptasi terhadap keadaan atau kondisi setempat. Hal
tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budidaya, metoda biologi dan mekanik,
yang tidak mengunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam
sistem (Permentan 2013).
Sistem pertanian organik tidak mengunakan aplikasi pupuk dan pestisida
kimia serta bergantung pada input organik pada daur ulang untuk pasokan hara
serta menekankan sistem dan proses biologis untuk pengelolaan hama dan
penyakit (Rigby and Cáceres 2001). Pertanian organik dapat meningkatkan

3
kegiatan biologi tanah yang lebih tinggi dan kandungan bahan organik tanah
(Oehl et al 2004).
Pertanian organik menjadi salah satu sektor yang paling dinamis dan
berkembang pesat dalam industri pangan global (Ellis et al 2006). Pertanian
organik merupakan salah satu dari beberapa pendekatan untuk pertanian
berkelanjutan (FAO 1999). Menurut Badgley et al (2006) Metode produksi
pertanian organik dapat memberi kontribusi nyata untuk menyediakan pangan
pada lahan pertanian yang ada yaitu dengan tetap menjaga kesuburan tanah .
Pupuk Organik
Pupuk organik adalah bahan yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri
dari bahan organik yang berasal dari sisa tanaman, hijauan tanaman, kotoran
hewan (padat dan cair) kecuali yang berasal dari factory farming, berbentuk padat
atau cair yang telah mengalami proses dekomposisi dan digunakan untuk
memasok hara tanaman dan memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman
(Permentan 2013). Penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang dapat
meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan karena
kekurangan C-organik. Pupuk organik/bahan organik memiliki fungsi kimia yang
penting seperti: (1) penyediaan hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan mikro
seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe, meskipun jumlahnya relatif sedikit.
Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah
marginal atau tanah yang telah diusahakan secara intensif dengan pemupukan
yang kurang seimbang; (2) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah; dan
(3) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang meracuni
tanaman seperti Al, Fe, dan Mn (Suriadikarta dan simanungkalit 2006).
Pupuk organik merupakan agen yang efektif untuk meningkatkan kualitas
tanah dalam jangka panjang. Pupuk organik dari produk limbah dapat mengurangi
biaya produksi pertanian (Havlin et al 2005). Pupuk organik dapat menjadi
sumber penting nutrisi bagi tanaman serta untuk peningkatan produktivitas tanah
(Mamarial 2004). Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan
perbaikan lingkungan tumbuh tanaman dengan meningkatkan efisiensi
pemupukan. Hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman
yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik cair menunjukan
bahwa pupuk organik dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi
pemupukan ( Novianto 2009).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati merupakan produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang
dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah
(Permentan 2011). Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006) pupuk hayati
merupakan inokulan berbahan aktif organisme hidup yang berfungsi untuk
menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam tanah bagi
tanaman. Peningkatan tersedianya hara ini dapat berlangsung melalui peningkatan
akses tanaman terhadap hara misalnya oleh cendawan mikoriza arbuskuler,
pelarutan mikoriza pelarut fosfat, maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset
atau cacing tanah.

4

Pupuk hayati dikenal sebagai inokulan mikroba memiliki organisme tanah
tertentu yang dapat meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman.
Organisme dalam pupuk hayati dapat juga menghasilkan zat tertentu yang baik
untuk pertumbuhan tanaman dan antibodi yang menekan banyak patogen akar.
pupuk hayati mengunakan mikroorganisme tanah untuk meningkatkan
ketersediaan dan serapan nutrisi mineral untuk tanaman. Status nutrisi tanaman
yang telah ditingkatkan oleh mikroorganisme dari zat yang diaplikasikan pada
tanaman atau tanah dapat diidentifikasikan sebagai pupuk hayati (Muraleedharan
et al 2010).
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan pupuk hayati.
Aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah,
melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, menstimulir sistem perakaran
agar berkembang sempurna dan memperpanjang usia akar, memacu jaringan
meristem pada titik tumbuh, metabolit pengatur tumbuh tanaman, dan
bioaktivator. Pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi pemupukan melalui
perannya dalam menambat N2, melarutkan hara P dan K, dekomposisi sisa
tanaman dan transformasi hara, sehingga hara yang ada di dalam tanah menjadi
lebih tersedia bagi tanaman (Saraswati 2007).
Padi Organik
Padi Organik adalah padi yang berasal dari suatu lahan pertanian organik
yang menerapkan praktek pengelolaan yang bertujuan untuk memelihara
ekosistem dalam mencapai produktivitas yang berkelanjutan, melakukan
pengendalian gulma, hama, dan penyakit, melalui beberapa cara seperti daur ulang
sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air,
pengolahan lahan, dan penanaman serta penggunaan bahan hayati (Permentan
2013).
Padi organik relatif aman untuk dikonsumsi, karena ditanam secara
organik atau tanpa pengaplikasian pupuk kimia dan pestisida kimia. Keunggulan
beras organik dibandingkan dengan beras non organik di antaranya beras organik
relatif aman untuk dikonsumsi karena tidak mengandung residu bahan kimia,
tekstur nasi dari beras organik lebih pulen, warna dan masa simpannya lebih baik
(Suriadikarta dan simanungkalit, 2006). Padi yang dihasilkan mengunakan sistem
organik secara signifikan memiliki proses penggilingan dan kualitas masak yang
lebih baik dengan kadar protein dan kandungan amilosa yang rendah. Kandungan
protein yang lebih tinggi dihasilkan dari pemulihan padi kepala dan kandungan
amilosa lebih rendah yang dihasilkan padi organik (Prakhas et al 2002).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Karawang Wetan, Kecamatan
Karawang Timur, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Analisis Tanah dilaksanakan

5
di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 – Maret 2013.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi
varietas Mentik Wangi, pupuk organik padat (POP) dan pupuk hayati cair.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagan warna daun (BDW),
Leaf area meter, dan timbangan analitik.
Metode Percobaan
Percobaan ini mengunakan rancangan factorial split plot dengan dua faktor
yaitu pupuk hayati dan pupuk organik. Perlakuan pupuk hayati terdiri dari dua
taraf, yaitu: mengunakan pupuk hayati (2 l ha-1aplikasi-1) dan tanpa mengunakan
pupuk hayati (0 l ha-1aplikasi-1) . Perlakuan pupuk organik padat terdiri dari enam
taraf dosis, yaitu: : 0 ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1, 6 ton ha-1, 8 ton ha-1, dan 10
ton ha-1.
Model linear aditif yang digunakan untuk menganalisis data adalah :
Yijk = µ + αi + ik + j + (α )ij + k + ijk
Yijk
µ
αi
ik
j

( )ij
k
ijk

Nilai pengamatan pada pupuk hayati taraf ke-i, pupuk organik
taraf ke-j, dan ulangan ke-k
Rataan umum
Pengaruh faktor pupuk hayati ke-i (i: 1,2)
Pengaruh galat petak utama (pupuk hayati)
Pengaruh faktor pupuk organik ke-j (j: 1,2, ..., 6)
Pengaruh interaksi perlakuan pupuk hayati ke-i dengan pupuk
organik ke-j
Pengaruh ulangan ke-k (k: 1,2,3)
Pengaruh galat dari anak petak (pupuk organik)

Data hasil pengamatan ini diolah dengan software SAS system dan
dilakukan dengan perbandingan ganda DUNCAN (DMRT) apabila hasil analisis
ragam lebih besar dari 5% (Gomez and Gomez 1995).
Pelaksanaan
Penelitian diawali dengan melakukan analisis tanah untuk mengukur pH,
kandungan N total, C-Organik, P tersedia dan K tersedia. Analisis tanah dilakukan
sebelum dan sesudah penelitian dilaksanakan. Pengolahan tanah dilakukan dengan
sistem olah tanah sempurna yaitu 2 kali pembajakan ditambah dengan penggaruan
Persemaian dilakukan 10 hari sebelum tanam. Aplikasi pupuk organik
padat (POP) dilakukan pada saat pengolahan lahan. Aplikasi pupuk hayati
diberikan sebanyak tiga kali yaitu pada tiga hari sebelum tanam (pratanam), 2
MST dan 4 MST. Pemanenan dilakukan mengunakan sabit. Perontokan gabah
dilakukan pada hari panen mengunakan thresher.

6

Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pengamatan
pertumbuhan tanaman, pengamatan biomassa tanaman dan pengamatan panen.
Peubah tanaman meliputi:
 Pengukuran tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bagan warna daun (BWD)
pada saat tanaman berumur 3 MST hingga 8 MST pada 10 tanaman
contoh.
 Volume akar, panjang akar, dan nisbah tajuk akar diamati pada 8 MST.
Tanaman diambil sebanyak 2 tanaman yang memiliki morfologi mirip
tanaman contoh.
 Komponen hasil yaitu jumlah anakan produktif, panjang malai (cm),
jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir (g), Persentase gabah hampa
dari 100 g contoh gabah dilakukan pada saat panen.
 Hasil ubinan (2.5 m x 2.5 m) untuk menghitung hasil dugaan Gabah
Kering per hektar dilakuakan pada saat panen.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL
Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman secara umum menunjukkan pertumbuhan yang
baik, tetapi pada 7 MST tanaman terserang hawar daun yang disebabkan oleh
Xanthomonas oryza pv. oryzae. Pengendalian penyakit hawar daun mengunakan
bakterisida nabati dengan agen hayati bakteri Corrynebacterium. Hama yang
menyerang tanaman didominasi oleh keong, belalang, dan burung. Gulma yang
dominan menyerang tanaman padi adalah gulma berdaun lebar, seperti:
Eichhornia crassipes, Ludwigia octovalvis, dan Ludwegia abisinica. Pengendalian
gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma dan membenamkan
kedalam tanah. Tanaman padi mengalami rebah pada saat 11 MST. Kerusakan
rebah padi tidak terlalu parah sehingga padi yang mengalami rebah dapat dipanen.
Rekapitulasi Sidik Ragam
Rekapitulasi hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi POP dan
pupuk hayati secara umum tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap semua
peubah pengamatan. Perlakuan POP memiliki pengaruh yang nyata terhadap
tinggi tanaman pada 5, 7, dan 8 MST, bobot kering tajuk dan akar, jumlah anakan
produktif, bobot 1000 butir, dan persentase gabah hampa. Perlakuan pupuk hayati
memiliki pengaruh yang nyata terhadap warna daun pada 3 dan 8 MST. Hasil
sidik ragam aplikasi pupuk hayati dan organik disajikan pada Table 1.

7
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam perlakuan aplikasi pupuk hayati dan pupuk
organik padat terhadap peubah pengamatan
umur
(MST)
Tinggi tanaman

Pupuk Hayati (A)

Pupuk organik (B)

A*B

KK

3
4
5
6

tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

4.26
4.81
4.59
4.57

7
8

tn
tn

tn
tn

tn
tn

4.79
4.24

3
4
5
6
7

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
*
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn

12.28
7.45
8.29
24.91
8.06

8
3
4
5

tn
*
tn
tn

*
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

10.21
0.37
0
0

Volume akar
BK Akar

6
7
8
8
8

tn
*
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
**

tn
tn
tn
tn
tn

0
2.79
0.83
22.61
23.96

BK Tajuk

8

tn

*

tn

13.58

3 daun teratas
Jumlah anakan produktif

8

tn
tn

tn
*

tn
tn

4.27
13.88

tn

tn

tn

5.21

tn
tn
tn

tn
**
tn

tn
tn
tn

11.26
1.43
0.66

tn
tn

*
tn

tn
tn

14.61
17.17

tn

tn

tn

13.18

tn

tn

tn

13.76

tn

tn

tn

13.18

Jumlah Anakan

Warna Daun

Panjang malai (cm)
Jumlah gabah per malai
Bobot 1000 butir (g)
Gabah isi (%)
Gabah hampa (%)
Bobot kering gabah (g)

Bobot kering ubinan (kg)
Produktivitas GKP (ton)
Produktivitas GKG (ton)

Keterangan: (tn) Tidak berbeda nyata; (*) Berbeda nyata pada taraf kesalahan 5%;
(**)Berbeda nyata pada taraf kesalahan 1%; x)hasil transformasi √(x+0.5)

8

Analisis Kandungan Hara Tanah
Hasil analisis tanah terlihat bahwa pH tanah awal yaitu sebesar 7.4
kemudian pH tanah setelah percobaan mengalami penurunan pada semua
perlakuan. Kandungan C organik pada awal perlakuan memiliki nilai yang lebih
tinggi dibandingkan dengan setelah percobaan kecuali pada perlakuan 2 ton ha-1
POP. Kandungan N-total tanah pada percobaan awal memiliki hasil yang hampir
sama dibandingkan semua perlakuan setelah percobaan. Kandungan P tanah awal
percobaan memiliki nilai sebesar 6.15 ppm sedangkan setelah percobaan
kandungan P dalam tanah mengalami peningkatan pada perlakuan pupuk hayati, 0
ton ha-1, 2 ton ha-1, 4 ton ha-1 POP masing-masing menjadi 7.90 ppm, 7.40 ppm,
7.60 ppm, dan 6.30 ppm. Terdapat kecenderungan penurunan kandungan P tanah
dengan meningkatnya dosis pupuk organik padat. Kandungan kalium pada tanah
seluruh perlakuan mengalami peningkatan dari kandungan kalium awal. Hasil
analisis kandungan hara tanah pada awal dan akhir penelitian secara rinci dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis tanah sebelum dan setelah percobaan
Parameter
Perlakuan
pH H2O
Awal
Pupuk hayati
Tanpa pupuk hayati
0 ton ha-1 POP
2 ton ha-1 POP
4 ton ha-1 POP
6 ton ha-1 POP
8 ton ha-1 POP
10 ton ha-1 POP

7.40
6.10
6.00
5.90
6.00
5.70
6.40
6.10
5.90

C-org (%)
1.84
1.67
1.74
1.67
2.00
1.51
1.75
1.67
1.83

N-total (%)
0.17
0.16
0.17
0.16
0.19
0.15
0.17
0.16
0.17

P
(ppm)
6.15
7.90
5.85
7.40
7.60
6.30
4.60
5.10
4.10

K
(ppm)
31.00
70.00
49.58
50.00
55.00
45.00
50.00
50.00
47.50

a

Hasil analisis tanah, Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu tanah, Fakultas
Pertanian IPB
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi Tanaman dan Luas Daun Tiga Teratas
Dosis pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman tetapi
perlakuan POP terlihat berpengaruh terhadap tinggi tanaman. Semakin tinggi
dosis pupuk POP yang diaplikasikan menghasilkan tinggi tanaman yang semakin
tinggi. Dosis 10 ton ha-1POP pada 8 MST menghasilkan nilai tertinggi yaitu
107.69 cm sedangkan tanpa pemupukan menghasilkan tinggi tanaman terendah
yaitu 101.46 cm.

Perlakuan dosis pupuk hayati maupun POP tidak berpengaruh terhadap
luas daun tiga teratas. Dosis pemupukan 10 ton ha-1 menghasilkan luas tiga daun
teratas sebesar 158.54 cm2 tetapi tidak berbeda dengan perlakuan 0 ton ha-1 POP.

9
Pengaruh dosis pupuk organik dan pupuk hayati terhadap luas daun tiga teratas
dan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengaruh dosis pupuk organik dan pupuk hayati terhadap luas daun
tiga teratas dan tinggi tanaman
Perlakuan
Pupuk Hayati
Mengunakan Pupuk Hayati
tanpa Pupuk Hayati
Pupuk Organik Padat
P1= 0 ton ha-1 POP
P2 = 2 ton ha-1 POP
P3 = 4 ton ha-1 POP
P4 = 6 ton ha-1 POP
P5 = 8 ton ha-1 POP
P6 = 10 ton ha-1 POP

Luas daun tiga teratas (cm2)

Tinggi Tanaman
(cm)

152.42 a
155.47 a

103.77 a
103.95 a

151.22 a
152.15 a
154.78 a
154.76 a
152.22 a
158.54 a

101.46 b
103.99 ab
106.06 a
101.16 b
102.79 ab

a

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada jenis pupuk
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT
Jumlah Anakan

Perlakuan dosis pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap jumlah anakan
padi. Perlakuan dosis POP pada 8 MST menunjukkan bahwa semakin banyak
dosis POP sampai dengan 6 ton ha-1 berpengaruh meningkatkan jumlah anakan,
sedangkan pemupukan dosis 8 – 10 ton ha-1 POP tidak berpengaruh meningkatkan
jumlah anakan. Perlakuan tanpa mengunakan POP menghasilkan jumlah anakan
paling sedikit. Pengaruh dosis pupuk Organik terhadap jumlah anakan dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Pengaruh POP terhadap jumlah anakan pada 8 MST

10

Warna Daun
Warna daun diukur dengan mengunakan bagan warna daun (BWD). Bagan
warna daun merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kehijauan
warna daun padi yang merepresentasikan status unsur nitrogen pada tanaman padi.
Batas kritis untuk kecukupan hara N pada tanaman padi apabila BWD memiliki
skala 4 (PPPTP 2011). Bagan warna daun Perlakuan mengunakan pupuk hayati
dan tanpa perlakuan pupuk hayati secara umum tidak memiliki pengaruh yang
nyata, kecuali pada 3 MST. Pengunaan pupuk hayati pada 3 MST memiliki nilai
bagan warna daun nyata lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk hayati. Pengaruh
pupuk organik dan pupuk hayati terhadap warna daun disajikan pada Table 4.
Tabel 4 Pengaruh pupuk organik dan pupuk hayati terhadap warna daun
Perlakuan

3

Umur tanaman (MST)
4
5
6
7

8

Pupuk Hayati
Mengunakan Pupuk Hayati
tanpa Pupuk Hayati
Pupuk Organik Padat
Tanpa Pemupukan
P2 = 2 ton ha-1 POP
P3 = 4 ton ha-1 POP
P4 = 6 ton ha-1 POP
P5 = 8 ton ha-1 POP
P6 = 10 ton ha-1 POP

3,0 a
2.99 b

3,00 a
3,00 a

3.5 a
3.5 a

3.5 a
3.5 a

2.58 a 2.99 a
2.53 a 2.99 a

3.0 a
3.0 a
2.99 ab
2.98 b
3.0 a
3.0 a

3.0 a
3.0 a
3.0 a
3.0 a
3.0 a
3.0 a

3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a

3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a
3.5 a

2.55 a
2.57 a
2.59 a
2.54 a
2.55 a
2.54 a

2.99 a
2.98 a
2.98 a
3.0 a
3.0 a
2.98 a

a

Angka yang diikuti guruf yang sama pada kolom yang sama pada jenis pupuk
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT
Biomassa Tanaman

Dosis pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk dan akar
tetapi perlakuan dosis POP berpengaruh terhadap bobot kering tajuk dan akar.
Dosis POP 10 ton ha-1 menghasilkan bobot kering tajuk dan akar nyata lebih besar
dibandingkan perlakuan yang lain. Pupuk organik padat yang diaplikasikan
dengan dosis 8 dan 10 ton ha-1 berpengaruh meningkatkan bobot kering tajuk dan
akar. Dosis POP 10 ton ha-1 meningkatkan 100 % bobot kering akar dan tajuk
tetapi rasio tajuk akar menjadi lebih kecil dibandingkan perlakuan 0 ton ha-1 POP.
Hal ini karena pemupukan POP 10 ton ha-1 menyebabkan perakaran lebih
berkembang intensif dibandingkan tanpa mengunakan POP. Rasio tajuk akar pada
dosis pemupukan 2 ton ha-1 POP paling rendah dibandingkan semua perlakuan
karena tajuk maupun akar yang dihasilkan juga paling rendah. Pengaruh dosis
POP dan pupuk hayati terhadap bobot kering akar, tajuk dan rasio akar tajuk
dapat dilihat pada Tabel 5.

11
Tabel 5 Pengaruh dosis pupuk organik dan pupuk hayati terhadap bobot
akar, tajuk dan rasio akar tajuk
Perlakuan
Pupuk Hayati
Mengunakan Pupuk Hayati
tanpa Pupuk Hayati
Pupuk Organik Padat
P1 = 0 ton ha-1 POP
P2 = 2 ton ha-1 POP
P3 = 4 ton ha-1 POP
P4 = 6 ton ha-1 POP
P5 = 8 ton ha-1 POP

Bobot kering (g)
Akar
Tajuk

Rasio tajuk akar

4.63 a
4.46 a

122.87 a
138.52 a

26.54a
31.06a

3.01 c
3.73 bc
5.29 ab
3.46 b
5.55 a

107.18 b
76.02 c
124.82 b
113.79 b
154.98 a

35.61a
20.38c
23.59bc
32.89ab
27.92b

a

Angka yang diikuti guruf yang sama pada kolom yang sama pada jenis pupuk
yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji
DMRT
Komponen Hasil dan Hasil
Komponen Hasil
Perlakuan dosis POP berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan
produktif. Jumlah anakan produktif meningkat sampai dengan dosis 6 ton ha-1
kemudian menurun dengan semakin bertambahnya dosis POP yang diberikan.
Anakan produktif paling tinggi dihasilkan pada dosis 6 ton ha-1 POP sedangkan
dosis 0 ton ha-1 POP menghasilkan jumlah anakan produktif paling sedikit.
Pengaruh dosis POP terhadap jumlah anakan produktif disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengaruh dosis pupuk organik terhadap jumlah anakan produktif

12

Dosis POP berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir gabah. Semakin
tinggi dosis POP menghasilkan bobot 1000 butir gabah yang semakin tinggi.
Dosis 10 ton ha-1 POP menghasilkan bobot 1000 butir gabah sebesar 26.22 gram,
lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Pengaruh dosis POP terhadap
Bobot 1000 butir dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengaruh dosis pupuk organik terhadap Bobot 1 000 butir
Hasil
Dosis POP berpengaruh terhadap hasil gabah basah dan gabah kering per
tanaman. Dosis 8 ton ha-1 POP menghasilkan bobot pertanaman tertinggi tidak
berbeda nyata dengan dosis 10 ton ha-1 . Dosis POP tidak berpengaruh terhadap
hasil gabah kering panen (GKP), tetapi berpengaruh terhadap hasil gabah kering
giling (GKG) per hektar. Hasil GKG tertinggi diperoleh pada dosis 10 ton ha-1
POP. Pengaruh dosis POP dan pupuk hayati terhadap hasil pertanaman dan
produktivitas tanaman dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh dosis POP dan pupuk hayati terhadap hasil pertanaman dan
produktivitas tanaman
Perlakuan
Pupuk Hayati
Mengunakan
Pupuk
Hayati
tanpa Pupuk Hayati
Pupuk Organik Padat
P1 = 0 ton ha -1 POP
P2 = 2 ton ha-1 POP
P3 = 4 ton ha-1 POP
P4 = 6 ton ha-1 POP
P5 = 8 ton ha-1 POP
P6 = 10 ton ha-1 POP

Gabah basah/
tanaman

Gabah kering/
tanaman
Gram

GKP / ha

GKG / ha
Ton

520.72 a
515.39 a

440.06 a
440.23 a

6.52 a
6.79 a

5.56 a
5.80 a

443.67 b
528.83 ab
541.83 ab
516.83 ab
583.33 a
493.83 ab

379.20 b
450.80 ab
462.63 ab
441.77 ab
498.65 a
407.83 ab

6.52 a
6.51 a
5.96 a
6.71 a
7.07 a
7.15 a

5.52 ab
5.58 ab
5.08 b
5.74 ab
6.05 ab
6.11 a

13
Peningkatan Hasil
Peningkatan hasil dalam percobaan ini dihitung terhadap interaksi antara
dosis POP dengan pupuk hayati dan dosis POP saja. Interaksi pupuk hayati pada
pemupukan POP dosis 10 ton ha-1 menyebabkan peningkatan hasil sebesar 10.3
%, pada aplikasi 8 ton ha-1 POP meningkatkan 6.6 %, sedangkan pada dosis 2-6
ton ha-1 POP tidak menyebabkan peningkatan hasil yang berarti. Aplikasi pupuk
hayati tanpa POP dapat meningkatkan hasil gabah kering giling sebesar 3.6 %.
Peningkatan hasil GKG pada dosis POP dan pupuk hayati disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Peningkatan hasil GKG dengan aplikasi pupuk hayati
Perlakuan
0 ton ha-1 POPa
2 ton ha-1 POP
4 ton ha-1 POP
6 ton ha-1 POP
8 ton ha-1 POP
10 ton ha-1 POP

Produktivitas
POP+PHb
(ton ha-1)
5.72
5.42
5.26
5.27
6.45
6.74

Produktivitas
POP (ton ha-1)

Peningkatan hasil
(%)
3.6
-2.9
3.5
-8.2
6.6
10.3

5.52
5.58
5.08
5.74
6.05
6.11

POPa= Pupuk organik Padat; PHb= Pupuk hayati
Pemupukan dosis 8 dan 10 ton ha-1 POP menghasilkan peningkatan hasil
sekitar 10 % dibandingkan perlakuan tanpa pemupukan POP. Pemupukan POP
sebanyak 2 – 6 ton ha-1 tidak memberikan peningkatan hasil yang berarti.
Peningkatan hasil GKG pada dosis POP disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Peningkatan hasil GKG pada dosis POP
Perlakuan
0 ton ha-1 POPa
2 ton ha-1 POP
4 ton ha-1 POP
6 ton ha-1 POP
8 ton ha-1 POP
10 ton ha-1 POP

Produktivitas
POP (ton ha-1)
5.52
5.58
5.08
5.74
6.05
6.11

Peningkatan hasil (%)
0
1.08
- 7.9
3.9
9.6
10.7

Analisis usaha tani
Analisis usaha tani dilakukan untuk mengetahui keuntungan yang
diperoleh petani dengan menerapkan teknologi seperti yang diteliti. Hasil analisis
usaha tani menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diaplikasikan
menyebabkan keuntungan dan net B/C semakin kecil. Perlakuan pupuk hayati
tanpa aplikasi POP menghasilkan keuntungan dan net B/C tertinggi yaitu sebesar
Rp 12,510,000.00 dan 2.03. Aplikasi POP dosis tinggi ( 10 ton ha-1) menghasilkan
net B/C terendah yaitu sebesar 1.38.
Hasil analisis usaha tani dosis POP dan pupuk hayati disajikan pada Tabel 9 .

14

Tabel 9 analisis usaha tani padi sawah pupuk hayati dan pupuk organik
Perlakuan
0 ton ha-1 POPa +
PHb
2 ton ha-1 POP + PH
4 ton ha-1 POP +
PH
6 ton ha-1 POP + PH

Pendapatan per ha
(Rp.)

Biaya usaha tani
(Rp.)

Keuntungan
(Rp.)

Net B/Cc

24,310,000

11,950,000

12,510,000

2.03

23,035,000

13,350,000

9,685,000

1.72

22,355,000

14,750,000

7,605,000

1.52

22,397,500

16,150,000

6,247,500

1.39

27,412,500

17,550,000

9,862,500

1.56

28,645,000

18,950,000

9,695,000

1.51

23,460,000

11,800,000

11,660,000

1.99

23,715,000

13,200,000

10,515,000

1.79

21,590,000

14,600,000

6,990,000

1.48

24,395,000

16,000,000

8,395,000

1.52

25,712,500

17,400,000

8,312,500

1.48

25,967,500

18,800,000

7,167,500

1.38

8 ton ha -1 POP + PH
10 ton ha-1 POP + PH
-1

0 ton ha POP
2 ton ha-1 POP
4 ton ha-1 POP
6 ton ha-1 POP
8 ton ha -1 POP
10 ton ha-1 POP

POPa = Pupuk organik padat, PHb = pupuk hayati, B/C c= benefit/cost
PEMBAHASAN

Hasil analisis tanah yang dilakukan setelah panen secara umum
menunjukkan terjadinya penurunan C-organik dibandingkan kondisi tanah awal.
Penurunan C-organik disebabkan oleh aktivitas organisme tanah yang
menggunakan senyawa karbon untuk pembentukan sel-sel tubuhnya dan sebagian
lagi dibebaskan dalam bentuk CO2 selama proses dekomposisi sehingga kadar Corganik menjadi berkurang (Jacob 1992). Nilai pH akhir penelitian lebih rendah
dibandingkan pada kondisi awal. Menurut Rigby and Cáceres (2001) penurunan
pH tanah dapat terjadi karena dekomposisi bahan organik yang diberikan pada
tanah dapat menghasilkan asam-asam organik. Kadar P total secara umum
mengalami peningkatan dibandingkan kondisi awal. Menurut Hanifah (2007)
bahan organik mampu mengikat koloid dan kation-kation yang dapat memfiksasi
P tanah menjadi tersedia bagi tanaman, serta adanya asam-asam organik hasil
dekomposisi bahan organik yang mampu melarutkan unsur P dari pengikatnya.
Kadar K setelah perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan kondisi tanah
awal. Menurut Soepartini (1991) pupuk organik dapat meningkatkan kandungan
K dalam tanah. Yoshida (1981) mengemukakan bahwa pengaruh padi sawah
terhadap pemupukan K umumnya rendah karena kebutuhan K dapat dicukupi dari
cadangan mineral K yang berada dalam larutan tanah dan dekomposisi bahan
organik.
Pemupukan dosis 10 ton ha-1 POP menghasilkan tinggi tanaman lebih
tinggi dibandingkan dengan seluruh perlakuan dosis POP. Hal tersebut

15
menunjukkan bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh banyaknya pupuk organik
yang diberikan. Pupuk organik yang diberikan memiliki kandungan P2O5 14.2 kg
ton-1 ha-1 POP, K2O 20.8 kg ton-1 ha-1 POP, dan N-total 15.6 kg ton-1 ha-1 POP.
Peran bahan organik terhadap ketersediaan hara dalam tanah tidak terlepas dengan
proses mineralisasi yang merupakan tahap akhir dari proses perombakan bahan
organik. Proses mineralisasi akan dilepas mineral - mineral hara tanaman dengan
lengkap (N, P, K, Ca, Mg dan S, serta hara mikro) dalam jumlah tidak tentu dan
relatif kecil. Hara N, P dan S merupakan hara yang relatif lebih banyak untuk
dilepas dan dapat digunakan (Tisden dan Nelson 1974). Doberman dan Fairhurst
(2000) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat ditentukan oleh
kecukupan hara N dan P. Unsur N memiliki fungsi sebagai komponen penyusun
asam amino, asam nukleat, nukleotida dan klorofil sehingga dapat mendorong
pertumbuhan dengan cepat, yaitu meningkatkan jumlah anakan dan tinggi
tanaman. Semakin besar kecukupan unsur N dan P mengakibatkan tinggi tanaman
yang semakin tinggi. Dosis 10 ton ha-1 yang dapat memberikan unsur N dan P
paling tinggi diantara dosis yang lain dapat meningkatkan tinggi tanaman paling
besar.
Dosis pupuk organik padat (POP) yang diberikan tidak berpengaruh
terhadap luas daun 3 teratas dan warna daun. Hal ini diduga karena aplikasi POP
tidak berpengaruh terhadap unsur N pada hasil analisis tanah sebelum dan setelah
aplikasi POP. Peningkatan kandungan N tidak tersedia terhadap seluruh perlakuan
N pada semua peubah. Menurut Yosida (1981) secara agronomi pertumbuhan
daun dipengaruhi oleh pemberian pupuk N dibawah semua kondisi. Menurut
Dobermann dan Fairhust (2000) ketidaktersediaan unsur N dapat disebabkan
karena kemampuan tanah dalam menyediakan unsur N rendah, tidak efisien dalam
mengaplikasikan pupuk mineral N, efisiensi yang rendah bagi tanaman dalam
menyerap pupuk N, kondisi penanaman yang dapat mengurangi suplai pupuk N,
kehilangan N karena hujan, dan tanah kering selama penelitian.
Bobot kering tajuk dan akar perlakuan 10 ton ha-1 POP menghasilkan nilai
yang paling tinggi dibandingkan seluruh perlakuan. Hal ini diduga unsur dalam
pupuk organik dalam tanah yang diberikan mempengaruhi bobot akar dan tajuk.
Menurut Suhartatik dan Sismiyati (1999) bahan organik dapat menyediakan
beberapa unsur hara seperti N, K, serta hara mikro dan meningkatkan efisiensi
pemupukan P. Menurut Ginting (2006) keberadaan mikroorganisme pelarut fosfat
dalam pupuk hayati sangat penting dalam meningkatkan ketersediaan hara P,
karena ketersediaan hara P di dalam tanah jarang yang melebihi 0.01% dari total
P. Menurut Yosida (1981) unsur N dan K turut memberikan pengaruh terhadap
perkembangan akar dan tajuk. Rasio tajuk akar tertinggi diperoleh pada
pemupukan dosis 0 ton ha-1. Rasio tajuk-akar yang tinggi diperoleh bila
perkembangan tajuk tanaman lebih aktif dibandingkan dengan perkembangan
akarnya. Hal ini diduga karena dengan perlakuan POP akar tanaman lebih
berkembang. Akar berkembang intensif karena kandungan unsur hara dalam tanah
meningkat. Menurut Yoshida dan Hasegawa (1982) Rasio akar tajuk dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan tanaman menyerap hara dari lapisan
tanah yang lebih dalam. Perlakuan POP 10 ton ha-1 membuktikan bahwa unsur
hara tersedia untuk akar dan ditraslokasikan ke tajuk dengan nilai bobot kering
akar dan tajuk tertinggi.

16

Bobot 1000 butir dan GKG tanaman dosis pemupukan 10 ton ha-1
memiliki nilai tertinggi dibandingkan seluruh perlakuan. Hal ini diduga
disebabkan oleh kandungan unsur K dalam bahan organik yang diaplikasikan
lebih banyak diserap tanaman sehingga kandungan K dalam tanaman tinggi.
Unsur K setelah aplikasi POP dan pupuk hayati mengalami peningkatan
dibandingkan sebelum aplikasi. Menurut Dobermann dan Fairhust (2000) kalium
memiliki fungsi meningkatkan jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan
bobot 1000 butir. Menurut Rauf et al (2000) Kalium merupakan satu-satunya
kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam
tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Kalium yang tersedia dalam
tanah dapat memperbaiki kualitas bulir dan dapat mengurangi pengaruh
kematangan yang dipercepat oleh fosfor.
Kandungan pupuk hayati adalah mikroorganisme yang memiliki peranan
positif bagi tanaman. Mikroba yang terkandung dalam bahan aktif adalah mikroba
yang menambat N dari udara, melarutkan P dan K, serta merangsang pertumbuhan
tanaman. Namun demikian, pada percobaan ini perlakuan pupuk hayati tidak
berpengaruh terhadap N tetapi K dan P meningkat. Peningkatan K dan P pada
perlakuan pupuk hayati tidak menghasilkan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan tanaman tetapi meningkatkan hasil GKG. Aplikasi pupuk hayati
meningkatkan hasil GKG pada dosis POP 8 dan 10 ton ha-1 sebesar 6 dan 10 %
sedangkan pada perlakuan 2 – 6 ton ha-1 terlihat tidak meningkatkan hasil GKG
secara signifikan. Hal ini karena POP 8 dan 10 ton ha-1 menghasilkan unsur P dan
K yang tinggi dan diduga berinteraksi dengan mikroba pada pupuk hayati.
Kandungan P2O5 dan K2O pada dosis 8 ton ha-1 POP sekitar 113.6 kg ha-1 dan
166.4 kg ha-1 sedangkan dosis 10 ton ha-1 POP mengandung P2O5 dan K2O sekitar
142 kg ha-1 dan 208 kg ha-1. Menurut Suriadikarta dan Simanungkalit (2006)
Mikroba pada pupuk hayati menghasilkaan enzim yang dapat membantu proses
mineralisasi bahan organik sehingga dapat tersedia dan diserap oleh tanaman.
Perlakuan mengunakan pupuk hayati tanpa POP menghasilkan keuntungan
paling tinggi, sedangkan perlakuan 10 ton ha-1 POP menghasilkan keuntungan
paling rendah dibandingkan semua perlakuan. Perlakuan mengunakan POP
dengan dosis yang semakin tinggi menghasilkan keuntungan yang semakin kecil.
Hal ini dikarenakan kenaikan biaya produksi lebih tinggi dibandingkan dengan
kenaikan hasil GKG pada penambahan POP yang diaplikasikan. Semakin tinggi
dosis POP yang diberikan menimbulkan biaya produksi semakin tinggi sedangkan
untuk hasil panen tidak berbeda nyata. Hasil panen yang tidak berbeda nyata
diduga karena perlakuan dosis pupuk pertama dan sisa-sisa hara sebelumnya
masih tersedia dari pembenaman jerami yang telah dilakukan. Pembenaman
jerami menimbulkan kandungan C-organik didalam tanah masih tersedia dan
dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman sehingga pemupukan tetap harus
diaplikasikan untuk memberikan kandungan C-organik dan kecukupan hara
tanaman.

17

KESIMPULAN

Aplikasi POP 10 ton ha-1 menghasilkan tinggi tanaman, biomassa
tanaman, bobot 1000 butir, GKP dan GKG tanaman tertinggi tetapi tingkat
keuntungannya paling rendah. Aplikasi POP 8 dan 10 ton ha-1 dikombinasikan
dengan pupuk hayati dapat meningkatkan hasil 6 dan 10 % hasil gabah sedangkan
perlakuan 2 – 6 ton ha-1 tidak meningkatkan hasil dibandingkan dengan kontrol.
Aplikasi POP saja dosis 8 – 10 ton ha-1 meningkatkan hasil gabah sekitar 10 %,
sedangkan aplikasi di bawah 6 ton ha-1 tidak mengakibatkan peningkatan hasil
yang berarti.

DAFTAR PUSTAKA

[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Iklim
Dramaga Bogor. Stasiun Klimatologi Situ Gede Bogor (ID).
Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice : Nutrient Disorderrs & Nutrient
Management. Photash & Phosphate Institute/ Potash & Phosphate Institute
of Canada and International Rice Research Institute (IRRI). Laguna.
Oxford Graphics Printers Ltd
Ellis W, Panyakul W, Vildozo D, Kasterine A. 2006. Strengthening the Export
Capacity of Thailand’s Organic Agriculture: Final Report, August 2006.
An EU-International Trade Centre Asia Trust Fund Technical Assistance
Project.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1999. Organic Farming Demand For
Organic Product has Create new Export opportunities for the developing
world. Magazine Food and Agriculture organization of united nations. 36
(1) : 12- 16
Ginting. R.C.B.. R. Saraswati. dan E. Husen. 2006. Mikroorganisme Pelarut
Fosfat. hal.141-158. Dalam R.D.M. Simanungkalit. D.A. Suriadikarta. R.
Saraswati. D. Setyorini. dan W. Hartatik (Eds.). Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor (ID).
Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. E.
Sjamsudin dan J.S. Baharsjah, penerjemah. Jakarta (ID) : UI pr.
Terjemahan dari : Statistical Prosedur for Agricultural Research
Hartatik W, Setyorini D. 2008. Buku II: Teknologi Pengelolaan Sumberdaya
Lahan.di dalam : Hartatik W, Setyorini D. Editor. Seminar Nasional dan
Dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan

18

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian [internet].[ 18-20
November 2008]. Bogor (ID)[diunduh 2013 September 11]. Tersedia pada
: http://balittanah.litbang.deptan.go.id:pengaruh-pupuk-organik-terhadapsifat-kimia-tanah&catid=61:artikel
Havlin J L, Beaton J D, Tisdale S L and Nelson W L. (2005). Soil fertility and
fertilizers: an introduction to nutrient management. Pearson Prentice Hall.
New Jersey. (USA)
Jacob, A. 1992. Pengaruh Aktivator Terhadap Laju Dekomposisi dan Kualitas
Kompos dari Limbah Organik Taman Safari Indonesia. Program Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID)
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2011. Permentan : Pupuk Organik, Pupuk
Hayati dan Pembenahan Tanah. Jakarta (ID): KEMENTAN
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Permentan : Sistem Pertanian
Organik. Jakarta (ID): KEMENTAN
Mamaril C P. 2004. Organic Fertilizer In Rice: Myths And Facts. A Public
education series of the Asia Rice Foundation. 1 (1) : 13-17
Muraleedharan H, Seshardi S, Perumal K. 2010. Biofertilizer (Phosphobacteria).
Chennai (THA). Shri AMM Murugappa Chettiar Research Centre.
Oehl F, Sieverding E, Mäder P, Dubois D, Ineichen K, Boller T, Wiemken A
(2004). Impact of long-term conventional and organic farming on the
diversity of arbuscular mycorrhizal fungi. Oecologia. 138 (2): 574-583.
Prakhas YS, Bhadoria PBS, Rakshit A (2002). Relative efficacy of organic
manure in improving milling and cooking quality of rice. IRRN.
27 (1): 43 - 44
Rauf A, Shepard BM, Johnson MW. 2000. Leafminers in vegetables, ornamental
plants and weed in Indonesia : survey of host crops species composition
and parasitoid. International journal of pest management. 46 (4) : 257-266
Rigby D, Cáceres D. (2001). Organic farming and the sustainability of
agricultural systems. Agricultural Systems. 68 (1) : 21-40.
Suriadikarta DA, Simanungkalit RDM. 2006. Pendahuluan. Simanungkalit RDM,
Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, dan Hartatik W, editor. Bogor
(ID) : Balai besar penelitaan dan pengembangan sumberdaya lahan
pertanian.
Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemamfaatan mikroba penyubur tanah. Iptek
Tanaman Pangan. 3 (1) : 41-58.
Suhartatik E, Sismiyati R. 2000. Pemamfaatan pupuk organik dan agen hayati
pada padi sawah. Dalam suwarno et al (Eds). Tongak Kemajuan Teknologi
Produksi Tanaman Pangan. Paket dan Komponen Teknologi Produksi
Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor (ID).
Soepartini M. 1991. Status Kalium Tanah Sawah dan Tanggap Padi Sawah
Terhadap Pemupukan Kalium. Bogor (ID). Pusat Penelitian Tanah.

19
Tisdale S L and Nelson W L. (1975) Soil Fertility and Fertilizers.Third Edition.
mac Millan Pub. Co. Inc. New York (USA).
Yoshida S.1981. Fundamentals of rice crop science.The International Rice
Research Institut. lRRl. Los banos, Laguna Philippines.
Yoshida S, Hasegawa S. 1982. The rice root system : its development and
function, p. 97-114. In lRRl. Drought Resistance in Crops with
Emphasison Rice. lRRl. Los banos, Philippines

20

LAMPIRAN

Lampiran 1. Layout percobaan Padi organik, Desa Cibungur Karawang
Perumahan warga

I

P1H2

P2H2

P3H2

P4H2

P6H2

P5H2

P5H1

P1H1

P5H1

P2H1

P3H1

P4H1

P4H2

P3H2

P1H2

P2H2

P6H2

P5H2

P6H1

P1H1

P2H1

P3H1

P5H1

P4H1

P2H1

P1H1

P6H1

P3H1

P5H1

P4H1

P3H2

P6H2

P4H2

P1H2

P5H2

P2H2

Pematang sawah

Keterangan :
I: Saluran Irigasi.
T: Timur .
P:Perlakuan
H1 : Mengunakan pupuk hayati
H2 : Tanpa mengunakan pupuk hayati

Lampiran 2 Kandungan dan komposisi pupuk hayati
Jenis Mikroba
Satuan
Cfu/mL
Az