Latar Belakang Masalah Studi Deskriptif Mengenai Jenis Motivasi Prososial pada Anggota Muda Wanadri SAR di Kota Bandung.

Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Seringkali mendapatkan panggilan zamrud khatulistiwa. Meskipun demikian, Indonesia juga pernah terkena bencana alam yang menghebohkan dunia. Seperti tsunami yang melanda Daerah Istimewa Aceh di tahun 2004. Korban jiwa yang tercatat terdapat sekitar 280 ribu jiwa Zakiya, 2012. Selain tsunami, Indonesia juga pernah mengalami letusan gunung berapi yang besar. Di tahun 2014, gunung Kelud meledak untuk kesekian kalinya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB memastikan korban tewas letusan gunung Kelud berjumlah 4 orang. Pernyataan itu disampaikan menyusul dengan adanya laporan yang menyebutkan bahwa korban dampak letusan Kelud mencapai 7 orang Hakim, 2014. Meskipun bila kedua bencana alam dibandingkan dari segi korban jiwa, letusan Gunung Kelud tidak memakan jumlah korban jiwa yang banyak. Letusan ini menyebabkan hujan abu di berbagai daerah Indonesia, terlebih pada pulau Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ketika terjadi bencana-bencana alam seperti itu, seringkali terjadi adanya orang yang hilang. Dalam situasi demikian, terdapat organisasi yang bergerak di bidang pencinta alam yang berkecimpung juga dalam pencarian orang hilang yang diakibatkan oleh bencana alam di pelosok nusantara. Lembaga ini bernama Wanadri SAR. Pada awal tahun 1964, Wanadri SAR sudah berdiri, namun saat tahun 1970 lembaga ini mulai dikenal banyak pihak. Pada 13 Mei 2012, terjadi bencana pesawat sukhoi di gunung salak bogor. Soma Suparsa yang menjabat sebagai Koordinasi Lapangan Wanadri di hubungi langsung oleh BNPB untuk Universitas Kristen Maranatha mengirim bebrapa anggota muda dan senior untuk melakukan pencarian korban pesawat Sukhoi. Individu yang ingin bergabung dengan Wanadri SAR harus menjalani beberapa tes sebelum resmi diterima oleh Wanadri SAR. Tes-tes tersebut adalah tes medis, fisik, pengetahuan umum, dan psikotes standar TNI. Setelah individu menjalani seluruh tes dan diterima, setiap anggota diseleksi kembali dalam pendidikan dasar selama 1 bulan yang mencakup dasar pendidikan SAR dan kemasyarakatan, pendidikan fisik, memelajari alam dan lingkungan, dan keahlian teknis lainnya. Hingga saat ini, anggota aktif Wanadri di seluruh Indonesia berdasarkan daftar keanggotaan resmi terdapat lebih dari 1000 orang. Wanadri SAR di sekretariat Bandung sendiri terdiri dari tenaga ahli, pelindung, pejabat, penasihat, dan anggota muda. Tenaga ahli, pelindung, pejabat dan penasihat adalah staff administrasi dan logistik yang bekerja di balik meja sekretariat Wanadri SAR. Staff administrasi Wanadri SAR umumnya sudah memiliki pekerjaan sebagai sumber nafkah utama. Anggota Wanadri SAR yang terjun ke lapangan untuk menangani serta membantu korban bencana alam adalah anggota muda Wanadri SAR. Anggota muda ini sebagian besar terdiri dari mahasiswa. Pada dasarnya, Wanadri adalah kumpulan sekelompok orang yang mencintai kehidupan di alam bebas. Organisasi Wanadri adalah organisasi yang memiliki aturan dan norma yang khas, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang senantiasa berlaku dan dihormati anggotanya. Secara umum, visi Wanadri adalah menjadi sebuah organisasi pendidikan untuk mendidik manusia, khususnya anggotanya, agar mempunyai nilai-nilai yang terkandung dalam janji dan hakikat Wanadri. Salah satu poin yang terdapat dalam janji dan hakikat Wanadri yaitu bertindak sopan dan hormat sesama manusia dan sanggup menolong sesama hidup setiap waktu. Universitas Kristen Maranatha Menurut Soma Suparsa sebagai koordinator SAR, tugas utama anggota Wanadri SAR yaitu menemukan para korban. Selama menjalani tugas, anggota Wanadri SAR tidak banyak mengalami hambatan dalam proses pencarian korban. Hambatan yang didapatkan oleh anggota adalah salah pengertian antara Wanadri dengan pihak lain yang bersangkutan dengan bencana alam, seperti BNPB, TNI dan warga sekitar. Selain itu juga terdapat masalah internal, seperti ego dari masing-masing anggota yang tidak mau di tempatkan dengan suatu tim karena memiliki masalah pribadi dengan rekan dalam tim. Lebih lanjut lagi, menurut Soma Suparna, anggota SAR Wanadri disaat terjadinya bencana alam, lebih banyak yang berinisiatif untuk mengajukan diri berpartisipasi dalam bencana alam dibandingkan dipilih oleh koordinasi lapangan. Anggota SAR Wanadri mendapatkan motivasi lebih dari keluarga korban yang meminta langsung kepada mereka agar dapat menolong atau menyelamatkan anggota keluarganya yang menjadi korban bencana. Proses dalam evakuasi korban dalam suatu bencana alam, diawali dengan pembentukan tim yang dikoordinasi oleh koordinator lapangan. Kemudian meninjau lokasi bencana alam, memungkinkan atau tidak untuk menjangkau dengan menggunakan fasilitas yang tersedia. Setelah memastikan lokasi, pihak Wanadri bekerjasama dengan BNPB atau institusi terkait lainya seperti TNI mengenai apa yag bisa dilakukan dan lokasi bencana mana saja yang diizinkan untuk anggota Wanadri telusuri, yang hingga akhirnya evakuasi korban tercapai sesuai tujuan awal melakukan evakuasi, dimana korban bencana dapat ditemukan dan dikembalika kepada keluarga korban. Disetiap bencana alam, akan ada harapan dari keluarga korban untuk dapat mendapatkan jenazahnya apabila korban bencana alam tersebut meninggal disaat bencana alam terjadi dan anggota Wanadri membantu evakuasi, bagi pihak institusi yang bersangkutan dengan bencana alam merasa tertolong dengan hadirnya anggota Wanadri yang Universitas Kristen Maranatha memang sudah berpengalaman dalam membantu evakuasi korban bencana alam. Anggota Wanadri sendiri mendapatkan pengalaman disaat terjun langsung mengevakuasi korban bencana alam. Dari hasil survey awal menunjukan bahwa anggota muda Wanadri SAR di sekretariat Bandung yang berjumlah sebanyak 131 orang. Sebanyak 105 80,15 anggota muda berstatus sebagai mahasiswa dan sisanya sudah memiliki pekerjaan. Berdasarkan wawancara dengan 15 anggota muda Wanadri SAR, sebanyak 15 dari 15 orang 100 adalah mahasiswa. Sebanyak 14 dari 15 orang 93,33 menyatakan bahwa mereka mulai terjun ke Wanadri SAR dengan tujuan untuk membantu korban bencana alam dikarenakan sejalan dengan minat mereka untuk berkegiatan sosial di universitas. Sebanyak 1 dari 15 orang 6,67 menyatakan bahwa dirinya bergabung dengan Wanadri SAR dikarenakan ajakan dari teman-temannya dan merasa bahwa kegiatan yang dilakukan bersama Wanadri SAR merupakan suatu kegiatan yang baik. Berdasarkan hasil survey awal juga ditemukan bahwa sebanyak 12 dari 15 anggota muda Wanadri SAR 80 menilai bahwa dengan bergabung di Wanadri SAR akan memberikan kesan yang baik pada bagian pengalaman berorganisasi. Sisanya sebanyak 3 dari 15 anggota muda Wanadri SAR 20 menilai bahwa bergabung dengan Wanadri SAR merupakan panggilan hidupnya dan salah satu sarana untuk menjalankan keinginannya dalam membantu individu lain yang mengalami masalah. Sebagai anggota muda Wanadri SAR yang turun ke lapangan, diwajibkan untuk memiliki rasa kemanusiaan dan itikad membantu sesamanya guna menunjang dirinya dalam menjalani tugasnya.Berdasarkan wawancara dengan 15 anggota muda Wanadri SAR, ditemukan sebanyak 3 dari 15 20 anggota muda Wanadri SAR sebagian besar bergabung dengan Wanadri SAR karena minatnya untuk berkegiatan sosial. Hasil wawancara menunjukkan 12 dari 15 80 bahwa alasan bergabung dengan Wanadri SAR karena minat Universitas Kristen Maranatha ternyata memiliki tujuan juga untuk mendapatkan kesan yang baik untuk pengalaman berorganisasi. Usia anggota muda wanadri SAR rata-rata usia mahasiswa 18-23 tahun. Santrock membagi tahap perkembangan pada masa dewasa menjadi tiga, yaitu dewasa awal, madya dan akhir. Masa dewasa awal dimulai pada umur awal 20 tahun hingga akhir 30 tahun. Masa dewasa madya dimulai dari umur 40 tahun hingga 60 tahun sedangkan pembimbing dengan usia 60 tahun ke atas dikatakan telah berada pada tahap perkembangan dewasa akhir Santrock, 2004. Tugas perkembangan pada masa dewasa awal menurut Santrock antara lain; mencapai kemandirian pribadi dan ekonomi, memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan perkambangan karir, memilih pasangan, membentuk hubungan yang lebih intim dengan seseorangmemilih teman hidup, belajar hidup dengan seseorang secara akrab, bersiap utnuk pernikahan dan kehidupan keluarga, serta mengasuh dan membesarkan anak. Dalam menjalani tugas-tugas sosial yang berhubungan erat dengan kemanusiaan, diharapkan dapat tulus dalam melaksanakannya tanpa mengharapkan imbalan seperti pujian atau gaji. Ketulusan ini dapat disebut dengan istilah motivasi prososial. Eisenberg 1982 menyatakan bahwa motivasi prososial adalah tingkah laku yang secara nyata dimaksudkan untuk menguntungkan orang lain tanpa memperhatikan motif pribadi. Motivasi prososial merupakan suatu proses yang dimulai dengan kondisi yang mendahului, kondisi yang memfasilitasi, kondisi yang menghalangi, perkiraan hasil yang diharapkan, dan berakhir pada kualitas tindakan yang dilakukan. Kelima proses ini dipengaruhi oleh dua jenis sistem kognitif yang terdapat pada individu yaitu standards of well-being dan standards of social behavior. Kedua jenis sistem kognitif ini menghasilkan tiga macam motivasi prososial. Ketiga macam motivasi prososial yang ada menurut Eisenberg 1982 adalah ipsocentric motivation, Universitas Kristen Maranatha endocentric motivation, dan intrinsic prosocial motivation. Ipsocentric motivation adalah kondisi yang memunculkan motivasi prososial disebabkan adanya harapan akan reward dari lingkungan berupa pujian, keuntungan materi, atau sebagainya, atau untuk menghindari kerugian. Endocentric motivation mengarah pada kondisi penyebab motivasi prososial yang merupakan aktualisasi dari norma yang berkaitan dengan self-esteem dirinya Eisenberg, 1982. Intrinsic prosocial motivation adalah kondisi penyebab motivasi prososial yang muncul karena persepsi terhadap kebutuhan akan pertolongan dari orang lain. Pada anggota muda Wanadri SAR, diharapkan yang muncul adalah tipe motivasi prososial yang bertipe intrinsic prosocial motivation. Hal ini dikarenakan janji dan hakikatWanadri yang mencoba untuk menolong korban bencana alam. Dengan demikian, bila motivasi prososial yang ada pada anggota muda Wanadri SAR merupakan tipe ipsocentric motivation, maka kinerjanya dapat menurun bila tidak terdapat kompensasi yang dinilai setimpal dengan usaha yang dikerahkan oleh para anggota Wanadri SAR. Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, peneliti memutuskan untuk membuat penelitian mengenai tipe motivasi prososial pada anggota muda Wanadri SAR Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah