Eksistensi Diri Fotografer di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung

(1)

PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh REZA REFHANI

NIM. 41809224

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

(3)

(4)

xi DAFTAR ISI

Hal

LEMBAR PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.2.1 Rumusan Makro ... 7

1.2.2 Rumusan Mikro ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8


(5)

xii

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat ... 9

1.4.2.4 Kegunaan Bagi Fotografer/Komunitas ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 10

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 10

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 17

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi... 17

2.1.2.2 Komponen-Komponen Komunikasi ... 20

2.1.2.3 Konteks Komunikasi ... 20

2.1.2.4 Proses Komunikasi ... 22

2.1.2.5 Karakteristik Komunikasi ... 23

2.1.2.6 Fungsi Komunikasi ... 24

2.1.2.7 Tujuan Komunikasi ... 25

2.1.2.8 Bentuk Komunikasi ... 27

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok ... 27

2.1.3.1 Klasifikasi Kelompok & Karakteristik Komunikasinya ... 29

2.1.3.2 Pengaruh Kelompok pada perilaku Komunikasi ... 32

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok 33 2.1.4 Tinjauan Tentang Eksistensi Diri ... 38


(6)

xiii

2.1.6 Tinjauan Tentang Komunitas ... 43

2.1.6.1 Pengertian Komunitas... 43

2.1.6.2 Konsep Komunitas ... 45

2.1.6.3 Ciri-ciri Komunitas ... 45

2.1.6.4 Manfaat Komunitas ... 45

2.1.6.5 Hubungan Sosial Komunitas ... 46

2.2 Kerangka Pemikiran ... 46

2.2.1 Kerangka Teoritis ... 46

2.2.2 Kerangka Konseptual ... 50

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 56

3.1.1 Sejarah Fotografi Di Indonesia ... 56

3.1.1.1 Pengertian Fotografer ... 59

3.1.1.2 Komunitas PAF ... 59

3.2 Metode Penelitian ... 64

3.2.1 Desain Penelitian ... 64

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 65

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 66

3.2.2.2 Studi Lapangan... 68

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 71

3.2.3.1 Informan Penelitian ... 71

3.2.3.2 Informan Kunci & Informan Pendukung ... 73


(7)

xiv

4.1 Deskripsi Identitas Informan, Key Informan dan Informan Pendukung .. 88

4.1.1 Informan Penelitian ... 89

4.1.2 Informan Kunci (Key Informan) ... 93

4.1.3 Informan Pendukung ... 95

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 96

4.2.1 Kemampuan Fotografer di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung ... 97

4.2.2 Perkembangan Diri Fotografer di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung... 106

4.2.3 Aktualisasi Diri Fotografer di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung... 114

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 118

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 131

5.2 Saran ... 133

5.2.1 Saran untuk Fotografer ... 133

5.2.2 Saran untuk Masyarakat ... 133

5.2.3 Saran untuk Peneliti Selanjutnya ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135


(8)

xv


(9)

xvi

Tabel 2.2 Tujuan Komunikasi ... 26

Tabel 3.1 Daftar Informan Penelitian ... 72

Tabel 3.2 Daftar Informan Kunci dan Informan Pendukung ... 73

Tabel 3.3 Waktu Penelitian ... 78

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Observasi ... 82

Tabel 4.2 Jadwal Wawancara Informan ... 87

Tabel 4.3 Jadwal Wawancara Informan Kunci ... 88


(10)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Alur Pemikiran ... 54

Gambar 3.1 Logo Komunitas PAF ... 61

Gambar 3.2 Komponen-Komponen Analisa Data Model Kualitatif ... 74

Gambar 4.1 Ergan Raedi (Anggota Komunitas PAF selama 3 tahun)... 89

Gambar 4.2 Yana Rochmat (Anggota Komunitas PAF selama 4 tahun)... 90

Gambar 4.3 Denny Sapta (Anggota Komunitas PAF selama 6 tahun) ... 91

Gambar 4.4 Arya Marta (Anggota Komunitas PAF selama 11 tahun) ... 93

Gambar 4.5 Tjanto Siswotjo (Anggota Komunitas PAF selama 38 tahun) ... 94

Gambar 4.6 Dewi Julia L (Salahsatu model PAF) ... 95

Gambar 4.7 Kegiatan Hunting Tematik PAF... 103

Gambar 4.8 Fanpage facebook Komunitas PAF ... 111

Gambar 4.9 Website PAF ... 113

Gambar 4.10 Persiapan Pemotretan Model PAF ... 124

Gambar 4.11 Kegiatan Sarasehan Sabtu Komunitas PAF ... 125

Gambar 4.12 Komentar di salahsatu foto fanpage PAF ... 127

Gambar L.1 Informan Penelitian Bernama Ergan Raedi... 179

Gambar L.2 Informan Penelitian Bernama Yana Rochmat... 179

Gambar L.3 Informan Penelitian Bernama Denny Sapta ... 180

Gambar L.4 Informan Kunci Bernama Arya Marta ... 180

Gambar L.5 Informan Kunci Bernama Tjanto Siswotjo ... 181


(11)

(12)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Surat Persetujuan Menjadi Pembimbing Skripsi ... 140

Lampiran 2 Surat Rekomendasi Pembimbing ... 141

Lampiran 3 Surat Ijin Melakukan Penelitian ... 142

Lampiran 4 Berita Acara Bimbingan ... 143

Lampiran 5 Surat Pengantar Wawancara ... 144

Lampiran 6 Lembar Revisian Usulan Penelitian ... 145

Lampiran 7 Pedoman Observasi ... 146

Lampiran 8 Transkrip Observasi ... 147

Lampiran 9 Surat Rekomendasi Sidang ... 149

Lampiran 10 Surat Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 150

Lampiran 11 Lembar Identitas Informan ... 151

Lampiran 12 Lembar Identitas Informan Kunci ... 154

Lampiran 13 Lembar Identitas Informan Pendukung ... 156

Lampiran 14 Hasil Wawancara Informan... 157

Lampiran 15 Hasil Wawancara Informan Kunci ... 169

Lampiran 16 Hasil Wawancara Informan Pendukung... 177


(13)

vi

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya. Tak lupa shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar kita Rasulullah, Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan seluruh pengikutnya semoga Rahmat dan Hidayah selalu dilimpahkan padaNya.

Ada pun tujuan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai bukti bahwa penulis telah melaksanakan penelitian sebagai syarat menempuh ujian sarjana pada program studi ilmu komunikasi konsentrasi kehumasan.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis berharap semoga penelitian yang akan dilakukan ini bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi banyak penulis khususnya dan terutama bagi para pembaca. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang sudah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, saya sebagai penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Yang Terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia, atas segala perizinannya sehingga membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(14)

vii

2. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP UNIKOM sekaligus sebagai Dosen Wali IK-6 2009 dan selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak membantu penulis saat melakukan kegiatan perkuliahan maupun saat mengurus berbagai perizinan yang membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta banyak memberikan bimbingan, arahan dan nasehatnya agar penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dari mulai bimbingan hingga penyusunan. 3. Ibu Melly Maulin P, S.Sos., M.Si selaku Sekretaris Program Studi

Ilmu Komunikasi juga sebagai dosen yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama peneliti melakukan perkuliahan.

4. Bapak Sangra Juliano P, S.I.Kom., M.Ikom., selaku Dosen Pembina Kemahasiswaan yang telah banyak memberikan pengetahuan dan berbagi ilmu serta wawasan selama penulis melakukan perkuliahan.

5. Bapak/Ibu Dosen IK, Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Inggar Prayoga, S.I.Kom., Bapak Adiyana Slamet., S.IP., M.Si., Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.Ikom., Bapak Dr.Drs.H.M. Ali Syamsuddin Amin,S.Ag.,M.Si, Ibu Tine Agustin Wulandari, S.I.Kom., seluruh dosen Ilmu Komunikasi yang telah mengajarkan penulis selama ini yang tidak dapat penulissebutkan satu persatu. Yang


(15)

viii

Sosial dan Ilmu Politik dan Yth. Ibu Astri Ikawati, A.Md, selaku Sekretariat Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah banyak membantu dalam mengurus surat perizinan yang berkaitan dengan skripsi penulis .

7. Para informan penelitian yang telah meluangkan waktu serta memberikan apa yang telah dialami, dirasakan, dilihat serta pemikiran-pemikiran lainnya sebagai data yang dibutuhkan oleh peneliti.

8. Fierly Syahierah dan M.Ilyas kakak dan adiku tercinta yang selalu memberikan dukungan, semangat, serta arahan dan senyum canda tawa dalam kebersamaan yang senantiasa memberikan warna pada hidupku.

9. Seluruh keluargaku, yang telah memberikan dukungan do’a dan semangat.

10. Felizar Akbar K, Rekan Dekat Terbaik yang selalu memberikan motivasi, dukungan, semangat, doa, serta suka dukanya selama ini, Terimakasih Dear

11. Marcelyna, Dwi Suci Amalia, Uvit Afirnayanti, Windu Puji Indriyani, Milla Hanifah, Indah dan Annisa Saputri sahabat terbaikku yang dibanggakan dan yang selalu memberikan motivasi semangat, arahan, keceriaan dan kebersamaan untuk selalu berbagi


(16)

ix

dalam suka maupun duka. Semangat sahabatku tahun ini kita wisuda.

Amin.

12. Vera Anjani, Rekan Terbaik yang selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, cerita, canda-tawa selama melaksanakan penelitian skripsi.

13. Teman-Teman Seperjuangan Angkatan 2009 IK Humas 1, IK Humas 2, IK Jurnal 1, & IK Jurnal 2 Ayo semangat…teruskan langkah kita meraih harapan dan cita-cita kita. Terima kasih semuanya.

14.HIMA Ilmu Komunikasi dan Public Relations angkatan 2009-2010

yang mengajarkan penulis bekerjasama dalam berorganisasi.

15. Dan semua pihak, yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu, terima kasih atas do’a dan dukungannya.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis pada pelaksanaan penelitian, sampai penulisan dan penyusunan skripsi. Semoga dibalas setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang berarti. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dimasa yang akan datang. Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, 18 Juli 2013 Penulis

Reza Refhani NIM.41809224


(17)

135 A. BUKU

Abidin, Zaenal. 2002. Filsafat Manusia. Bandung: PT.Remaja Rosada Karya Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Curtis, Dan B., Floyd, James J., Winsor, Jerry L., 2005. Komunikasi Bisnis dan Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Darmawan, Ferry. 2009. Dunia Dalam Bingkai (Dari Fotografi Film Hingga Fotografi Digital. Bandung : Graha Ilmu

Effendy, Onong Uchjana. 1984. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Rosdakarya

---. 1986. Dimensi-Dimensi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya

---. 2000. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

---. 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

---. 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya


(18)

136

Hamidi. 2010. Metode Penelitian dan Teori Komunikasi. Malang : UMM Press. Kasali, Rhenald. 2005. Change. Jakarta : PT Gramedia Pustaka.

Kertajaya, Hermawan. 2008. Arti Komunitas. Bandung : Gramedia Pustaka Indonesia

Kuswarno, Engkus. 2009. Metodelogi Penelitian Komunikasi Fenomenologi. Bandung : Widia Padjajaran

Littlejhon, Stephen W. Karen A. Foss. 2009. Theories of Human Communication. Jakarta : Salemba Humanika

Moeleong, J. Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Jurnal Komunikasi dan Informasi. Bandung : Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosadakarya.

Rismawaty. 2008. Kepribadian & Etik Profesi. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Satori, Djam’an dan Aan Komariah . 2012. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sendjaja, Sasa Djuarsa. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.


(19)

---. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta

B. INTERNET SEARCHING

http://id.prmob.net/fotografi/batu-umur/kamera-2450034.html (10 Maret 2013, 13:50)

http://ns1.jambiekspres.co.id/berita-788-komunitas-fotografi--menjamur.html (Senin, 18 Maret 2013 Pukul 11:07)

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/441554/ (Rabu, 20 Maret 2013 Pukul 18:47)

http://www.fotomedia.com.my/forum/showthread.php?t=11287 (Kamis, 21 Maret 2013 Pukul 21:16)

http://prezi.com/yefc1afw5nwq/perkembangan-teknologi-fotografi-terhadap-gaya-hidup-manusia/ (Rabu, 20 Maret 2013 Pukul 19:00)

http://afs-onni/definisi_kemampuan.blogspot.com (Rabu, 20 Maret 2013 Pukul 18:47)

http://definisimu.blogspot.com/2013/02/definisi-perkembangan.html (Rabu, 20 Maret 2013 Pukul 19:45)

http://daniarwikan.blogspot.com/2013/03/sejarah-fotografi indonesia (Kamis, 21 Maret 2013 Pukul 19:43)

http://www.paf-bandung.com diakses pada tanggal (Minggu, 14 April 2013 Pukul 14:09)


(20)

138

C. KARYA ILMIAH

Zakhrifa, Nijam. 2013. Eksistensi Komunitas Cosplay Shinsen-Gumi di Kota Bandung. Bandung : Universitas Komputer Indonesia

Pradana, Hadish Syah. 2012. Eksistensi Diri Kaum Waria Di Kota Bandung. Bandung : Universitas Komputer Indonesia

Septina, Reni. 2010. Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung. Bandung : Universitas Komputer Indonesia

D. Sumber Lain


(21)

1 1.1Latar Belakang Masalah

Profesi atau pekerjaan apapun memerlukan pendalaman secara utuh, sehingga memancing pemikiran untuk men-set back, apakah profesi yang ditekuni baik itu mahasiswa seperti layaknya peneliti ini, pegawai negeri, swasta, polisi, TNI, pedagang, supir, loper koran, guru, dosen, pemulung dan lain-lain, sudahkah diresapi layaknya pakaian yang melekat dalam tubuh mereka? Tentu saja jawabannya ada yang “ya, belum tentu, atau bahkan tidak sama sekali”.

Kadang sering terdengar istilah “take it…or leave it”, sehingga tidak pantas lagi bagi siapapun memiliki rasa bimbang, setengah hati atau bahkan, enggan dalam melakukan sesuatu yang sudah menjadi pekerjaan atau profesinya. Karena tentu saja semua merupakan individu atau manusia yang bekerja sebagai mahluk sosial, sehingga segala hal yang dikerjakan akan memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap manusia atau lingkungan sekitar, baik ditinjau secara hukum, moral, budaya, dan keilmuan.

Sebagai salah satu profesi yang peneliti ambil yaitu, fotografer. Dikenal sebagai profesi yang bekerja di balik foto untuk mengabadikan setiap momen yang terjadi di lingkungan. Walaupun setiap orang bisa menghasilkan foto menggunakan kameranya. Akan tetapi kebanyakan orang akan lebih percaya


(22)

2

memberikan tanggung jawab mengabadikan momen hidupnya kepada seorang fotografer.

”Fotografi berasal dari kata photos (sinar/cahaya) dan graphos

(mencatat/melukis). Secara harfiah fotografi berarti mencatat atau melukis dengan sinar atau cahaya. Pada awalnya fotografi dikenal dengan lukisan matahari karena sinar matahari yang digunakan

untuk menghasilkan image.” (Darmawan, 2009:20)

Fotografi sering disebut sebagai aktivitas ekspresi diri seniman foto. Telah hadir lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan telah menjadi sebuah inovasi tiada henti sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang mendukungnya. Fotografi merupakan aktivitas dimulai terbentuknya konsep atau ide foto, kemudian aktifitas memotret itu sendiri hingga hasil karya fotonya, dewasa ini hadir di mana-mana (omnipresence) bahkan di setiap elemen kehidupan masyarakat yang memasuki era informasi.1 Aktivitas fotografi maupun karya foto seorang fotografer banyak tampil di berbagai tempat dan sudut kota.

”Ada dua macam fotografer yaitu fotografer amatir dan fotografer

profesional. Fotografer amatir menjadikan fotografi sebagai hobi, kesenangan pribadi, masalah biaya tidak menjadi soal, yang penting hatinya senang, terhibur dan gembira. Sedangkan fotografer profesional menjadikan fotografi sebagai profesi, pekerjaan untuk mencari uang, biasanya fotografer profesional membekali diri dengan keahlian fotografi yang memadai.” (Darmawan, 2009:21)

Sebagai sebuah profesi, fotografer sebenarnya memiliki kelompok perkumpulan yang menjadi „pengawal‟ karya-karya mereka. Dengan berkumpul, para fotografer merupakan insan sosial yang membutuhkan

1

http://id.prmob.net/fotografi/batu-umur/kamera-2450034.html / diakses pada tanggal 10/3/2013 pukul 13:50


(23)

komunikasi dan sosialiasi antar fotografer. Berbagai komunitas pencinta fotografi bermunculan bak jamur di musim hujan. Mereka sering mengadakan berbagai kegiatan, seperti pameran dan lomba foto. Situs jejaring sosial seperti

facebook maupun website yang mereka miliki pun penuh dengan karya para anggotanya. Saling puji, saling sindir, dan saling berbagi pengalaman dan ilmu terbangun dalam komunitas yang dibentuk atas dasar kesamaan hobi.2

“Komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values “(Kertajaya

Hermawan, 2008).

Salah satu komunitas fotografi yang menarik peneliti untuk dijadikan sebagai objek penelitian adalah fotografer yang berada di salah satu komunitas fotografi yang berada di kota Bandung yaitu, Perhimpunan Amatir Foto (PAF). Perhimpunan Amatir Foto (PAF) merupakan salah satu komunitas pencinta fotografi yang berdiri sejak tahun 1924. Komunitas fotografi yang cukup tua di Kota Bandung ini dimotori oleh beberapa guru besar dari Technische Hogeschool Bandung (Sekarang ITB). Para pendiri PAF ini diantaranya Prof.Schermamhorn dan Prof Wolf Schoemaker. Beliau adalah seorang arsitek di kota Bandung (juga adalah guru dari Ir.Soekarno Mantan Presiden R.I. pertama) dan hasil karyanya yang menjadi warisan Budaya sampai sekarang adalah : Gedung Merdeka, Vila Isola (UPI sekarang) Teropong Bintang Boscha, Hotel Preanger, Gedung GEBEO sekarang PLN,

2

http://ns1.jambiekspres.co.id/berita-788-komunitas-fotografi--menjamur.html/diakses pada tanggal 18/3/13 pukul 11:07


(24)

4

Gereja Katedral dan Gereja Bethel GPIB. PAF merupakan komunitas foto pertama di Bandung yang menjalin kerjasama dengan FIAP (Federation Internationale de L'Art Photographique) ditahun 1970, serta mendorong berdirinya Federasi Perkumpulan Seni Foto Indonesia (FPSI) sekitar tahun 1973.3 Para fotografer di komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) ini

sering memamerkan hasil karya foto mereka dengan mengadakan pameran foto anggota PAF dan pameran bulanan PAF. Mereka juga mengadakan sarasehan untuk anggota setiap hari Sabtu, workshop studio/lighting setiap tanggal 28, lomba bulanan foto internal, mengadakan sesi pemotretan model atau budaya setiap tanggal 7, hunting tematik dan PAF goes to school/campus.4 Dengan banyaknya kegiatan di komunitas PAF disini, sebagai komunitas yang mewadahi para fotografer dan mempunyai satu tujuan yang sama, para fotografer ini ingin menunjukan eksistensi mereka, mereka merasa dengan menunjukan hasil karya mereka kepada masyarakat dan tampil didepan orang banyak, eksistensi mereka akan diakui dan mereka puas dengan hal itu, seperti yang dipaparkan:

Menurut Zaenal Abidin (2002:16) :

“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu „menjadi‟ atau „mengada‟. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, „melampaui‟

atau „mengatasi‟. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti,

melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan

dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

3

http://www.paf-bandung.com diakses pada tanggal 14/04/13 Pukul 14:09 4


(25)

Melalui kegiatan-kegiatannya para fotografer berusaha menunjukan eksistensi mereka kepada masyarakat. Mereka melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa mereka ada karena dengan cara itulah mereka dapat memahami eksistensi mereka dan dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat rutin atau kontinyu inilah para fotografer ini akan menemukan jati dirinya dan mencapai eksistensi yang sebenarnya, seperti yang dikatakan Heidegger pada buku Harun Hadiwijono yang berjudul Sari Sejarah Filsafat Barat yaitu :

“Dengan ketekunan mengikuti kata hatinya itulah cara bereksistensi yang sebenarnya guna mencapai eksistensi yang sebenarnya. Di dalam ketekunan ini seluruh eksistensi akan menjadi jelas. Disini orang akan mendapatkan pengertian atau pemikiran yang benar tentang manusia dan dunia. Dari dalam kata

hati itu akan muncul kegembiraan”

Fotografer di komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) juga selalu merasa tertarik untuk dapat tampil di depan umum dengan berkomunikasi di dalam kegiatan yang mereka lakukan sepeti menjadi pembicara di sekolah-sekolah atau universitas dan pameran bulanan PAF yang biasanya mengambil lokasi seperti di mall, galeri seni dan lokasi diluar galeri internal PAF, yang bertujuan menunjukan keberadaannya kepada masyarakat, hal ini disebabkan oleh keinginannya untuk merasa diakui oleh orang-orang yang melihatnya.

Salah satu hal yang melatar belakang banyaknya peminat di bidang fotografi adalah karena seiring semakin mudahnya mendapatkan dan mengoperasikan kamera foto. Semua bidang sepertinya tidak biasa melepaskan diri dari proses dokumentasi foto. Keberadaan dunia fotografi berkembang pesat, sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin memudahkan seseorang melakukan proses pemotretan. Perkembangan ini


(26)

6

mengakibatkan semakin menjamurnya komunitas dan fotografer dalam kehidupan saat ini.

Dari wacana di atas peneliti menarik permasalahan tentang eksistensi diri fotografer di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung. Di mana dalam menghasilkan karyanya dan komunikasi mereka dengan masyarakat dalam kegiatan-kegiatannya, fotografer memiki keinginan untuk mengeksiskan dirinya. Pembahasan tentang eksistensi diri fotografer peneliti anggap menarik untuk diteliti, karya foto juga merupakan bagian dari media komunikasi di mana selama ini masyarakat selalu melihat aktifitas fotografi hanya cenderung pada hasil fotonya. Akan tetapi, di balik hasil foto tersebut terdapat diri fotografer yang mempunyai tujuan menunjukan eksistensi dirinya masing-masing melalui proses komunikasi yang mereka lakukan. Peneliti kemudian merasa tertarik untuk meneliti tentang fotografer dari komunitas yang cukup tua di Kota Bandung, dengan mengangkat judul penelitian: “Eksistensi Diri Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir

Foto Kota Bandung.”

1.2 Rumusan Masalah

A. Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti memutuskan untuk menarik fokus penelitian, yakni:

“Bagaimana Eksistensi Diri Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung?”


(27)

B. Rumusan Masalah Mikro

Berangkat dari fokus penelitian di atas, peneliti merinci secara jelas dan tegas masalah yang masih bersifat umum dengan subfokus-subfokus terpilih dan dijadikannya sebagai identifikasi masalah, yakni:

1. Bagaimana Kemampuan dari Fotografer Komunitas Di PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung?

2. Bagaimana Perkembangan dari Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung?

3. Bagaimana Aktualisasi Diri dari Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Pada penelitian ini pun memiliki maksud dan tujuan yang menjadi bagian dari penelitian sebagai ranah kedepannya, adapun maksud dan tujuannya sebagai berikut:

1.3.1Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara lebih jelas tentang “Eksistensi Diri Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung”.

1.3.2Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Kemampuan dari Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung.


(28)

8

2. Untuk mengetahui Perkembangan dari Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung.

3. Untuk Aktualisasi Diri dari Fotografer Di Komunitas PAF (Perhimpunan Amatir Foto) Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini dapat dilihat dari segi teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1.4.1Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu komunikasi dalam konteks komunikasi kelompok secara umum dan eksistensi diri fotografer yang berada di suatu komunitas secara khusus.

1.4.2Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan penelitian ini secara praktis, diharapkan bisa memberikan suatu masukan atau referensi tambahan yang dapat diaplikasikan dan menjadi pertimbangan. Kegunaan secara praktis pada penelitian ini, sebagai berikut:

1.4.2.1Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi Peneliti adalah memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang eksistensi diri fotografer. Tentu saja penelitian ini memberikan wawasan dan pengetahuan baru terhadap Peneliti mengenai eksistensi diri fotografer di suatu komunitas. Memberikan kesempatan baik bagi Peneliti untuk menerapkan secara langsung bidang


(29)

keilmuannya, yaitu Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas di kehidupan nyata dan mempelajari hingga membandingkannya di lapangan penelitian.

1.4.2.2Bagi Akademik

Secara praktis penelitian ini dapat berguna bagi mahasiswa UNIKOM secara umum, dan mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi secara khusus yang dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi tambahan terutama bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian pada kajian yang sama juga referensi dalam kegiatan fotografi mahasiswa.

1.4.2.3Bagi Masyarakat

Diharapkan dapat berguna sebagai informasi tentang kajian eksistensi diri yang secara khusus dilakukan oleh fotografer sebagai subjek pada penelitian ini dan menambah pengetahuan bagi masyarakat mengenai komunitas fotografi di kota Bandung.

1.4.2.4 Bagi Fotografer (Komunitas Fotografi)

Diharapkan bisa menjadi bahan evaluasi diri fotografer terutama yang berada disuatu komunitas fotografi juga bahan introspeksi diri untuk mengenal diri lebih jauh bagaimana cara dalam membentuk eksistensi karena eksistensi merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap manusia dan setiap manusia membutuhkan eksistensi untuk dapat hidup di dunia.


(30)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Studi penelitian terdahulu sangat penting bagi bahan acuan yang membantu penulis dalam merumuskan asumsi dasar untuk pengembangan kajian. Tentunya studi terdahulu tersebut harus yang relevan baik dari konteks penelitian maupun metode penelitian yang digunakan. Penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diteliti penulis yaitu:

1. Skripsi Nijam Zakhrifa (Universitas Komputer Indonesia)

Penelitian Nijam Zakhrifa dengan Nim 41808869 yang berjudul “Eksistensi Komunitas Cosplay Shinsen-Gumi di Kota Bandung”,

dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, pada tahun 2013. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui eksistensi Komunitas Cosplay Shinsen-Gumi di Kota Bandung. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kemampuan komunitas cosplay Shinsen-gumi sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan masyarakat kota Bandung, untuk mengetahui perkembangan komunitas cosplay Shinsen-gumi sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan masyarakat kota Bandung dan untuk mengetahui pencitraan komunitas cosplay Shinsen-gumi


(31)

sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan masyarakat kota Bandung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif, informan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 3 (tiga) orang. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi, studi kepustakaan, internet searching, dokumentasi. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi.dan uji keabsahannya data melalui perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, member check, analisis kasus negatif.

Hasil penelitian menunjukan kemampuan para anggota komunitas cosplay Shinsen-Gumi untuk tampil dan beraksi diatas panggung menjadi modal utama. Perkembangan yang dialami oleh komunitas cosplay Shinsen-Gumi merupakan gambaran dari keseriusan mereka dalam membentuk eksistensi mereka di masyarakat. perubahan-perubahan pada acara yang mereka ikuti, kostum yang mereka kenakan, dan teknologi yang mereka gunakan dalam guna membentuk eksistensi mereka di masyarakat. Pencitraan merupakan bagian terakhir dan penentu dalam pembentukan sebuah eksistensi. Pencitraan adalah tahap yang terbentuk dari kegiatan-kegiatan komunitas cosplay Shinsen-Gumi dan juga perkembangannya. Setelah melakukan show pencitraan ini akan


(32)

12

otomatis dilakukan oleh komunitas cosplay Shinsen-Gumi dan masyarakat akan memberikan feedback yang akan berujung pada pembentukan eksistensi komunitas cosplay Shinsen-Gumi di masyarakat.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa eksistensi komunitas

cosplay Shinsen-Gumi dipengaruhi oleh kemampuan, perkembangan dan pencitraan yang mereka lakukan. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan untuk dapat tampil di depan umum, kemampuan untuk membuat kostum dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan sesama anggota komunitas dan juga orang-orang diluar komunitas. Perkembangan dalam kemampuan tiap anggota komunitas cosplay Shinsen-gumi dalam berkomunikasi dapat membantu mereka untuk dapat meraih feedback positif dari masyarakat. Perkembangan teknologi yang terjadi juga secara tidak langsung membantu komunitas cosplay Shinsen-gumi untuk membentuk eksistensi mereka dan pencitraan harus dilakukan dengan baik dan matang agar dapat terbentuk eksistensi yang baik di mata masyarakat.

Saran yang peneliti berikan dalam penelitiannya adalah untuk komunitas cosplay Shinsen-gumi bahwa pembentukan sebuah eksistensi tidak boleh terburu-buru, diperlukan rencana yang matang agar ketika eksistensi tersebut sudah terbentuk tidak akan mudah hancur, dan hendaknya menambah kegiatan yang bervariasi dan menarik yang mampu menciptakan citra positif sehingga dapat


(33)

membantu proses eksistensi yang diharapkan.

2. Skripsi Reni Septina (Universitas Komputer Indonesia)

Penelitian lainnya yaitu mengungkap “Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung”, oleh Reni Septina dengan Nim 41806006, mahasiswa ilmu komunikasi UNIKOM pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah eksistensi komunitas lesbian di kota Bandung sebagai suatu fenomenologi tentang eksistensi komunitas lesbian di kota Bandung. Sehingga untuk dapat melihat seberapa besar eksistensinya komunitas lesbian dengan meliputi keyakinan diri, kepercayaan diri, penerimaan diri dan eksistensi dari komunitas lesbian di kota Bandung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif untuk menggambarkan dan menganalisis eksistensi komunitas lesbian di kota Bandung. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, studi literatur dan internet searching. Obyek dari penelitian ini sebanyak tiga orang dari komunitas lesbian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keyakinan yang diberikan masyarakat kepada komunitas ini sudah membuat mereka merasa masyarakat sudah mulai menerima keberadaannya dengan ditunjang penampilan yang menarik membuat komunitas ini semakin merasa percaya diri. Penerimaan diri yang mereka lakukan adalah dengan mencoba bersabar dengan keadaan yang sudah Tuhan YME berikan


(34)

14

kepada mereka. Oleh karena itu semakin lama eksistensi dari komunitas ini semakin kuat dan muncul ke permukaan.

Dari empat identifikasi masalah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa komunitas ini mencoba untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat dengan memperlihatkan penampilan dan sikap yang baik sebagai wujud kepercayaan dirinya dihadapan masyarakat sehingga penerimaan diri secara utuh untuk menerima keadaan tersebut semakin kuat dengan keikhlasan dan sabar yang mereka jalani dengan demikian eksistensi dari komunitas ini sudah semakin jelas dan muncul khususnya di kota Bandung. Saran yang dari peneliti adalah dengan mulai jelasnya keberadaan komunitas ini membuat kita membuka mata bahwa ada dunia pecinta sejenis yang berada disekitar kita.


(35)

Tabel 2.1

Tabel Penelitian Relevan

Aspek

Nama Peneliti

Nijam Zakhrifa Reni Septina

Universitas Universitas Komputer Indonesia Bandung

Universitas Komputer Indonesia Bandung

Judul Penelitian

Eksistensi Komunitas CosplayShinsen-Gumi di Kota Bandung ( Studi Deskriptif Tentang Eksistensi Komunitas CosplayShinsen-Gumi di Kota Bandung )

Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota Bandung ( Studi

Fenomenologi Mengenai Eksistensi Komunitas Lesbian Di Kota

Bandung )

Jenis Penelitian

Kualitatif Studi

Deskriptif Kualitatif Studi Fenomenologi

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui

kemampuan komunitas

cosplay Shinsen-gumi sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan masyarakat kota Bandung, untuk mengetahui perkembangan

komunitas cosplay

Shinsen-gumi sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan

masyarakat kota Bandung dan untuk mengetahui pencitraan

komunitas cosplay

Shinsen-gumi sebagai bentuk eksistensi diri dilingkungan

masyarakat kota Bandung.

Untuk mengetahui keyakinan diri

komunitas lesbian di kota Bandung, untuk mengetahui kepercayaan diri komunitas lesbian di kota Bandung, untuk mengetahui

penerimaan diri komunitas lesbian di kota Bandung, dan untuk

mengetahui eksistensi diri


(36)

16

Hasil Penelitian

Eksistensi komunitas

cosplay Shinsen-Gumi di pengaruhi oleh kemampuan, perkembangan dan pencitraan yang mereka lakukan. Kemampuan tersebut meliputi

kemampuan untuk dapat tampil di depan umum, kemampuan untuk membuat kostum dan kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan sesama anggota komunitas dan juga orang-orang diluar komunitas. Perkembangan dalam kemampuan tiap anggota komunitas cosplay Shinsen-gumi dalam berkomunikasi dapat membantu mereka untuk dapat meraih

feedback positif dari masyarakat.

Perkembangan teknologi yang terjadi juga secara tidak langsung

membantu komunitas cosplay Shinsen-gumi untuk membentuk eksistensi mereka dan pencitraan harus dilakukan dengan baik dan matang agar dapat terbentuk eksistensi yang baik di mata masyarakat.

Komunitas ini mencoba untuk memberikan keyakinan kepada masyarakat dengan memperlihatkan penampilan dan sikap yang baik sebagai wujud kepercayaan dirinya dihadapan masyarakat sehingga penerimaan diri secara utuh untuk menerima keadaan tersebut semakin kuat dengan keikhlasan dan sabar yang mereka jalani dengan demikian eksistensi dari komunitas ini sudah semakin jelas dan muncul khususnya di kota Bandung.


(37)

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi

Sebagai makhluk sosial setiap manusia secara alamiah memiliki potensi dalam berkomunikasi.Ketika manusia diam, manusia itu sendiripun sedang melakukan komunikasi dengan mengkomunikasikan perasaannya. Baik secara sadar maupun tidak manusia pasti selalu berkomunikasi. Manusia membutuhkan komunikasi untuk berinteraksi terhadap sesama manusia maupun lingkungan sekitar. Ilmu komunikasi merupakan ilmu sosial terapan dan bukan termasuk ilmu sosial murni karena ilmu sosial tidak bersifat absolut melainkan dapat berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman. Hal tersebut dikarenakan ilmu komunikasi sangat erat kaitannya dengan tindak dan perilaku manusia, sedangkan perilaku dan tingkah laku manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan maupun perkembangan jaman.

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi

Manusia sebagai makhluk yang bermasyarakat artinya makhluk yang tidak hidup tanpa ada bantuan orang lain di sekelilingnya. Oleh karena itu ia akan selalu membutuhkan orang lain di dalam kehidupannya, sampai akhir hayatnya, dan untuk memenuhi semua kebutuhannya itu manusia harus selalu berinteraksi dengan yang lainnya dan dalam interaksinya itu akan terjadi saling mempengaruhi. Semakin lama manusia itu hidup dan tumbuh, maka semakin banyak ia akan berinteraksi dan semakin luas ruang lingkup interaksinya, baik itu interaksi dalam kehidupan kelompok ataupun dengan masyarakat di lingkungannya. Untuk memperlancar jalannya


(38)

18

interaksi tersebut, maka ini tidak luput dari alat yang digunakan untuk

berinteraksi yaitu “komunikasi” karena tanpa komunikasi interaksi

tidak akan bisa terjadi.

“Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication

menurut asal katanya berasal dari bahasa latin Communicate, dalam perkataan ini bersumber dari kata Communis yang berarti sama, sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dikomunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu”. (Effendy, 2002:9)

Carl I Hovland yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy mendefinisikan komunikasi sebagai berikut:

The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals (communicates).”(Proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (lambang bahasa) untuk mengubah perilaku orang lain. (Effendy, 2002:49)

Sedangkan menurut Gerald Amiler yang dikutip oleh Onong Uchjana Effendy menjelaskan bahwa:

In the main communication has as its central interest those behavioral situations in which source transmit in message to a

receiver (s) with conscious inten to a fact the latte’s

behavior”.(Pada pokoknya, komunikasi mengandung situasi

keperilakuan sebagai minat sentral, dimana sesseorang sebagai sumber menyampaikan sesuatu kesan kepada seseorang atau sejumlah penerima yang secara sadar bertujuan mempengaruhi perilakunya). (Effendy, 2002:49)

Berdasarkan dari definisi di atas, dapat dijabarkan bahwa komunikasi adalah proses dimana seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang (biasanya lambang bahasa) kepada orang


(39)

lain (komunikan) bukan hanya sekedar memberi tahu tetapi juga mempengaruhi seseorang atau sejumlah orang tersebut untuk melakukan tindakan tertentu (merubah perilaku orang lain).

“Mengenai tujuan komunikasi R. Wayne Pace, Brent. D. Peterson dan M. Dallas Burnett mengatakan “ Bahwa tujuan sentral dari komunikasi meliputi tiga hal utama, yakni : To Secure Understanding (memastikan pemahaman), To Establish Ecceptance (membina penerimaan), To Motified Action

(motivasi kegiatan).” (Effendy, 1986:63)

Jadi pertama-tama haruslah diperhatikan bahwa komunikan itu memahami pesan-pesan komunkasi, apabila komunikan memahami berarti ada kesamaan makna antara komunikator dengan komunikan, karena tidak mungkin memahami sesuatu tanpa terlebih dahulu adanya kesamaan makna (Communis). Jika komunikan memahami dapat diartikan menerima, maka penerimannya itu perlu dibina selanjutnya komunikan dimotivasi untuk melakuakn suatu kegitan. Uraian tersebut jelas, bahwa pda hakikatnya komunikasi dalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku orang lain, baik secara langsung melalui lisan maupun tidak langsung melalui media proses komunikasi.

Proses komunikasi pada dasarmya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan seseorang komunikator kepada komunkan pasan itu bisa berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain.


(40)

20

2.1.2.2 Komponen-komponen Komunikasi

Komunikasi itu sendiri memiliki komponen-komponen yang terdapat pada komunikasi. Dari pengertian komunikasi sebagaimana diutarakan diatas tampak adanya sejumlah komponen atau unsur yang dicakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi.

Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Dinamika Komunikasi, lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari:

1. Komunikator (Communicator): Orang yang menyampaikan pesan.

2. Pesan (Message): Pernyataan yang didukung oleh lambang. 3. Komunikan (Communican): Orang yang menerima pesan. 4. Media (Media): Sarana atau saluran yang mendukung pesan

bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. 5. Efek (Effect): Dampak sebagai pengaruh dari pesan.

(Effendy, 2000:6)

Maka, komunikasi merupakan proses dimana tak luput dari siapa yang menyampaikan, pesan apa, kepada siapa, menggunakan media apa, dan efek yang diperoleh. Komponen tersebut menjalankan prosesnya dengan berbagai cara untuk menyampaikan suatu gagasannya.

2.1.2.3 Konteks Komunikasi

Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruangan hampa sosial, melainkan dalam suatu konteks atau situasi tertentu. Menurut Deddy Mulyana secara luas konteks disini berarti semua faktor di luar orang-orang yang berkomunikasi yang terdiri dari:


(41)

1. Aspek bersifat fisik: seperti iklim, suhu, cuaca, bentuk ruangan, warna dinding, tempat duduk, jumlah peserta komunikasi dan alat untuk menyampaikan pesan.

2. Aspek psikologis: seperti sikap, kecenderungan, prasangka dan emosi para peserta komunikasi.

3. Aspek sosial: seperti norma kelompok, nilai social dan karakteristik budaya.

4. Aspek waktu: yakni kapan berkomunikasi (hari apa, jam berapa, pagi, siang, sore, malam). (Mulyana, 2007:77) Indikator paling umum untuk mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteks atau tingkatannya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenalah komunikasi intrapribadi, komunikasi diadik, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi dan komunikasi massa.

Unsur-unsur dari proses komunikasi di atas, merupakan factor penting dalam komunikasi, bahwa setiap unsur tersebut oleh para ahli komuikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus. Menurut Deddy Mulyana proses komunikasi diklasifikasikan menjadi 2 bagian, yaitu:

1. Komunikasi Verbal

Simbol atau pesan adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Hampir semua rangsangan bicara yang kita sadari termasuk ke dalam kategori pesan verbal disengaja, yaitu usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk berhubungan dengan orang lain secara lisan. Bahasa juga dianggap sebagai suatu sistem kode verbal.

2. Komunikasi Non Verbal

Secara sederhana pesan non verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata. Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi non verbal mencakup semua rangsangan (kecuali rangsang verbal) dalam suatu setting

komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan


(42)

22

potensial bagi pengirim atau penerima. (Mulyana, 2000:237)

2.1.2.4 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).

Menurut Onong Uchjana Effendy, Proses komunikasi dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni :

1. Proses komunikasi secara primer, Proses ini adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar, warna, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

2. Proses komunikasi secara sekunder, adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Seseorang menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. (Effendy, 2004:11&16)

Proses yang dijalani memiliki suatu karakteristik dari komunikasi tersebut, seperti halnya karakteristik komunikasi dibawah ini.


(43)

2.1.2.5 Karakteristik Komunikasi

Proses penyampaian pesan atau komunikasi memiliki karateristik tersendiri, menurut Sasa Djuarsa Sendjaja dalam bukunya diperoleh gambaran bahwa pengertian komunikasi memiliki karakterisitik komunikasi, yaitu:

1. Komunikasi adalah suatu proses, Artinya bahwa komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan sama lainnya dalam kurun waktu tertentu.

2. Komunikasi dalam upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan, Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya.

3. Komunikasi menurut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat, Kegiatan komunikasi akan berlangsung baik, apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. 4. Komunikasi bersifat simbolis, Dimana komunikasi pada

dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang.

5. Komunikasi bersifat transaksional, Pada dasarnya menuntut dua tindakan: memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya pula dilakukan secara seimbang atau proporsional oleh masing-masing, pelaku yang terlibat dalam komunikasi.

6. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu, Komunikasi menembus faktor waktu dan ruang maksudnya bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. (Sendjaja, 2004:1.13-1.16)

Dari karakteristik tersebut, komunikasi memiliki fungsi-fungsi dalam penyampaiannya agar pesan tersebut tersampaikan dengan baik.


(44)

24

2.1.2.6 Fungsi-fungsi Komunikasi

Begitu pentingnya komunikasi dalam hidup manusia, sehingga komunikasi itu sendiri memiliki fungsi-fungsi dalam kehidupan manusia. Maka menurut Harold D. Lasswell dalam bukunya Cangara, mengemukakan bahwa fungsi komunikasi antara lain :

1. Manusia dapat mengontrol lingkungannya

2. Beradaptasi dengan lingkungan tempat mereka berada 3. Melakukan transformasi warisan sosial kepada generasi

berikutnya. (Cangara, 1998:59)

Berbeda dengan Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, fungsi komunikasi terdiri sebagai berikut:

1. Menyampaikan Informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain)

4. Mempengaruhi (to influence). (Effendy, 2004:8)

Adapun dalam buku Ilmu Komunikasi oleh Widjaja, komunikasi dipandang dalam arti luas sebagai pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok mengenai tukar menukar data, fakta dan ide maka fungsinya dalam setiap sistem sosial adalah sebagai berikut :

1. Informasi, pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar dapat dimengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi lingkungan dan orang lain agar dapat mengambil keputusan yang tepat. 2. Sosialisasi (pemasyarakatan), penyediaan sumber ilmu

pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang efektif sehingga ia sadar akan fungsi sosialnya dan dapat aktif di dalam masyarakat.

3. Motivasi, menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka panjang, mendorong orang


(45)

menentukan pilihan dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi, menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum agar masyarakat lebih melibatkan diri dengan masalah yang menyangkut kepentingan bersama.

5. Pendidikan, pengalihan ilmu pengetahuan dapat mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, serta membentuk keterampilan dan kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kehidupan, menyebarkan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, mengembangkan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, serta membangun imajinasi dan mendorong kreativitas dan kebutuhan estetiknya. 7. Hiburan, penyebarluasan sinyal, simbol, suara dan imaji

dari drama, tari, kesenian, kesusatraan, musik, olahraga, kesenangan kelompok, dan individu.

8. Integrasi, menyediakan bagi bangsa, kelompok, dan individu kesempatan untuk memperoleh berbagai pesan yang mereka perlukan agar mereka dapat saling kenal dan mengerti serta menghargai kondisi pandangan dan keinginan orang lain. (Widjaja, 2000: 65-66)

Dari fungsi-fungsi komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka komunikasi pun memiliki tujuan penting dalam kehidupan manusia.

2.1.2.7 Tujuan Komunikasi

Kegiatan atau upaya komunikasi yang dilakukan tentunya mempunyai tujuan tertentu.Tujuan yang dimaksud disini menunjuk pada suatu hasil atau akibat yang diinginkan oleh pelaku komunikasi.

Secara umum, menurut Wilbur Schramm (1974) dalam buku Sendjaja, tujuan komunikasi dapat dilihat dari dua perspektif kepentingan


(46)

26

yakni: kepentingan sumber atau pengirim atau komunikator dan kepentingan penerima atau komunikan. Dengan demikian maka tujuan komunikasi yang ingin dicapai dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.2 Tujuan Komunikasi Tujuan Komunikasi dari Sudut

Kepentingan Sumber

Tujuan Komunikasi dari Sudut Kepentingan Penerima

1. Memberikan informasi 1 Memahami informasi

2. Mendidik 2. Mempelajari

3. Menyenangkan atau menghibur 3. Menikmati 4. Menganjurkan suatu tindakan

atau persuasi

4. Menerima atau menolak anjuran

Sumber: Sendjaja, 2004:2.19

Adapun menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, tujuan komunikasi adalah :

1. Perubahan Sikap (Attitude Change) 2. Perubahan Pendapat (Opinion Change) 3. Perubahan Perilaku (Behavior Change)

4. Perubahan Sosial (Social Change). (Effendy, 2004: 8) Tujuan-tujuan diatas merupakan bagian dari maksud penyampaian pesan dari pihak komunikator kepada komunikan dimana berupaya untuk mengendalikan apa yang terjadi dilingkungan masyarakat.

Proses komunikasi ini dilakukan dalam berbagai konteks dan diantaranya dengan komunikasi antar pribadi sebagai konteks komunikasi dalam penelitian ini khususnya.


(47)

2.1.2.8 Bentuk Komunikasi

Seperti halnya definisi komunikasi, klasifikasi tipe atau bentuk komunikasi di kalangan para pakar juga berbeda satu sama lainnya. Klasifikasi itu didasarkan atas sudut pandang masing-masing pakar menurut pengalaman dan bidang studinya. Menurut Hafied Cangara, ia membagi bentuk komunikasi menjadi 4 bentuk, yaitu :

a) Komunikasi Dengan Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)

Komunikasi dengan diri sendiri adalah proses komunikasi yang terjadi di dalam diri individu, atau dengan kata lain proses komunikasi dengan diri sendiri.

b) Komunikasi Antar Pribadi (Interpersonal Communication)

Ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.

c) Komunikasi Publik (Public Communication)

Komunikasi public biasa disebut komunikasi pidato, komunikasi kolektif, komunikasi retorika, public speaking dan komunikasi khalayak (audience communication). Apapun sebutannya, yang dimaksud dengan komunikasi publik menunjukkan suatu proses komunikasi di mana pesan-pesan disampaikan oleh pembicara dalam situasi tatap muka di depan khalayak yang lebih besar.

d) Komunikasi Massa (Mass Communication)

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya missal melalui alat-alat yang bersifat mekanis, seperti radio, televisi, surat kabar, dan film. (Cangara, 2005 : 37)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenalsatu sama lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok tersebut (Deddy Mulyana, 2005).


(48)

28

Kelompok ini misalnya adalah keluarga, kelompok diskusi, kelompok pemecahan masalah, atau suatu komite yang tengah berapat untuk mengambil suatu keputusan. Dalam komunikasi kelompok, juga melibatkan komunikasi antarpribadi. Karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi berlaku juga bagi komunikasi kelompok. Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok kecil seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya

Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, peserta komunikasi lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok. Dan B. Curtis, James J.Floyd dan Jerril L.Winsor (Curtis:2005:149) menyatakan komunikasi kelompok terjadi ketika tiga orang atau lebih bertatap muka, biasanya di bawah pengarahan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan atau sasaran bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Lebih mendalam ketiga ilmuwantersebut menjabarkan sifat-sifat komunikasi kelompok sebagai berikut:

1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;


(49)

3. Kelompok bekerja di bawah arahan seseorang pemimpin; 4. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. (Curtis, 2005:149)

2.1.3.1 Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini kita sampaikan hanya tiga klasifikasi kelompok.

A. Kelompok Primer dan Sekunder.

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Jalaluddin Rakhmat, 1994) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal, dan tidak menyentuh hati kita. Jalaludin Rakhmat membedakan kelompok ini berdasarkan karakteristik komunikasinya, sebagai berikut:

a) Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam, artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rentangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.


(50)

30

b) Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan kelompok sekunder nonpersonal.

c) Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder adalah sebaliknya.

d) Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok sekunder instrumental.e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan kelompok sekunder formal. (Rakhmat, 1994)

B. Kelompok Keanggotaan dan Kelompok Rujukan.

Theodore Newcomb (1930) melahirkan istilah kelompok keanggotaan (membership group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggotanya secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif, dan fungsi perspektif. Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif. Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap yang harus saya miliki-kerangka rujukan untuk membimbing perilaku saya, sekaligus menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga


(51)

memberikan kepada saya cara memandang dunia ini-cara mendefinisikan situasi, mengorganisasikan pengalaman, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, di samping menjadi kelompok keanggotaan saya. Apapunkelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi.

C. Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan peskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran, dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga:

a. Kelompok Tugas;

b. Kelompok Pertemuan; dan c. Kelompok Penyadar.

Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung, atau merancang kampanye politik. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama


(52)

32

menciptakan identitas sosial politik yang baru. Kelompok revolusioner radikal; (di AS) pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup banyak. Kelompok preskriptif, mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright mengkategorikan enam format kelompok preskriptif, yaitu: diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

2.1.3.2 Pengaruh Kelompok pada Perilaku Komunikasi A. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok-yang real atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, kalau anda merencanakan untuk menjadi ketua kelompok,aturlah rekan-rekan anda untuk menyebar dalam kelompok. Ketika anda meminta persetujuan anggota, usahakan rekanrekan anda secara persetujuan mereka. Tumbuhkan seakan-akan seluruh anggota kelompok sudah setuju. Besar kemungkinan anggota-anggota berikutnya untuk setuju juga.

B. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi (dari kata Prancis facile, artinya mudah) menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert


(53)

Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain-dianggapmenimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertingi kemungkinan dikeluarkannyarespon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi. Bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi. Untuk pekerjaan yang mudah, respon yang dominan adalah respon yang banar; karena itu, penelitipeneliti melihat melihat kelompok mempertinggi kualitas kerja individu.

C. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagimendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

2.1.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan yakni, melaksanakan tugas kelompok, dan memelihara moral anggotaanggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok-disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan (satisfacation). Jadi, bila kelompok dimaksudkan untuk saling berbagi


(54)

34

informasi (misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok. Jalaluddin Rakhmat (2005) meyakini bahwa faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu:

A. Faktor Situasional Karakteristik Kelompok: a. Ukuran Kelompok.

Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi krja kelompok bergantung pada jenis tugas yang harus diselesaikan oleh kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan dua macam, yaitu tugas koaktif dan interaktif. Pada tugas koaktif, masing-masing anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak berinteraksi. Pada tugas interaktif, anggota-anggota kelompok berinteraksi secara teroganisasi untuk menghasilkan suatu produk, keputusan, atau penilaian tunggal. Pada kelompok tugas koatif, jumlah anggota berkorelasi positif dengan pelaksanaan tugas. Yakni, makin banyak anggota makin besar jumlah pekerjaan yang diselesaikan. Misal satu orang dapat memindahkan tong minyak ke satu bak truk dalam 10 jam, maka sepuluh orang dapat memindahkan pekerjaan tersebut dalam satu jam. Tetapi, bila mereka sudah mulai berinteraksi, keluaran secara keseluruhan akan berkurang. Faktor lain yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan ukuran kelompok adalah tujuan kelompok. Bila tujuan kelompok memelukan kegiatan konvergen (mencapai suatu pemecahan yang benar), hanya diperlukan kelompok kecil supaya produktif, terutama bila tugas yang


(55)

dilakukan hanya membutuhkan sumber, keterampilan, dan kemampuan yang terbatas. Bila tugas memerlukan kegiatan yang divergen (seperti memhasilkan gagasan berbagai gagasan kreatif), diperlukan jumlah anggota kelompok yang lebih besar. Dalam hubungan dengan kepuasan, Hare dan Slater (dalam Rakmat, 2005) menunjukkan bahwa makin besar ukuran kelompok makin berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Slater menyarankan lima orang sebagai batas optimal untuk mengatasi masalah hubungan manusia. Kelompok yang lebih dari lima orang cenderung dianggap kacau, dan kegiatannya dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

b. Jaringan Komunikasi.

Terdapat beberapa tipe jaringan komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang. Dalam hubungan dengan prestasi kelompok, tipe roda menghasilkan produk kelompok tercepat dan terorganisir.

c. Kohesi Kelompok.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok, dan mencegahnya meninggalkan kelompok. McDavid dan Harari (dalam Jalaluddin Rakmat, 2005) menyarankam bahwa kohesi diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok; sejauh mana


(56)

36

anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan personal.

Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, makin kohesif kelompok makin besar tingkat kepuasan anggota kelompok. Dalam kelompok yang kohesif, anggota merasa aman dan terlindungi, sehingga komunikasi menjadi bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Pada kelompok yang kohesifitasnya tinggi, para anggota terikat kuat dengan kelompoknya, maka mereka makin mudah melakukan konformitas. Makin kohesif kelompok, makin mudah anggota-anggotanya tunduk pada norma kelompok, dan makin tidak toleran pada anggota yang devian.

d. Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif mempengaruhi kelompok untuk bergerak ke arah tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah faktor yang paling menentukan kefektifan komunikasi kelompok. Klasifikasi gaya kepemimpinan yang klasik dilakukan oleh White dan Lippit (1960). Mereka mengklasifikasikan tiga gaya kepemimpinan: otoriter; demokratis; dan laissez faire. Kepemimpinan otoriter ditandai dengan keputusan dan kebijakan yang seluruhnya ditentukan oleh pemimpin. Kepemimpinan demokratis menampilkan pemimpin yang mendorong dan membantu anggota kelompok untuk membicarakan dan memutuskan semua kebijakan. Kepemimpinan laissez faire memberikan kebebasan penuh bagi kelompok


(57)

untuk mengambil keputusan individual dengan partisipasi dengan partisipasi pemimpin yang minimal. (Rakhmat, 2004)

B. Faktor Personal Karakteristik Kelompok: a. Kebutuhan Interpersonal

William C. Schultz (1966) merumuskan Teori FIRO (Fundamental Interpersonal Relations Orientatation), menurutnya orang menjadi anggota kelompok karena didorong oleh tiga kebutuhan intepersonal sebagai berikut:

a) Ingin masuk menjadi bagian kelompok (inclusion).

b) Ingin mengendalikan orang lain dalam tatanan hierakis (control).

c) Ingin memperoleh keakraban emosional dari anggota kelompok yang lain.

b. Tindak Komunikasi

Mana kala kelompok bertemu, terjadilah pertukaran informasi. Setiap anggota berusaha menyampaiakan atau menerima informasi (secara verbal maupun nonverbal). Robert Bales (1950) mengembangkan sistem kategori untuk menganalisis tindak komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai Interaction ProcessAnalysis (IPA).

c. Peranan

Seperti tindak komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok, memelihara suasana emosional yang lebih baik, atau hanya menampilkan kepentingan individu saja (yang tidak jarang menghambat kemajuan kelompok). Beal,


(58)

38

Bohlen, dan Audabaugh meyakini peranan-peranan anggota-anggota kelompok terkategorikan sebagai berikut:

a) Peranan Tugas Kelompok. Tugas kelompok adalah memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peranan tugas berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasi kegiatan yang menunjang tercapainya tujuan kelompok.

b) Peranan Pemiliharaan Kelompok. Pemeliharaan kelompok berkenaan dengan usaha-usaha untuk memelihara emosional anggota-anggota kelompok.

c) Peranan individual, berkenaan dengan usahan anggota kelompokuntuk memuaskan kebutuhan individual yang tidak relevan dengantugas kelompok. (Rakhmat, 2005: 171)

2.1.4 Tinjauan Tentang Eksistensi Diri

Perlu dikatakan bahwa eksistensi manusia mempunyai proses yang rumit. Dengan begitu, eksistensi manusia merupakan suatu proses yang di dalamnya terdapat pergulatan, konflik, dan ketegangan tanpa henti-hentinya untuk mencari bentuk demi mewujudkan dirinya secara optimal. Eksistensi tak pernah ada dalam ruang kosong. Dalam prosesnya, ia selalu berhadapan dan bahkan bertabrakan dengan eksistensi lain, sering kali terjadi dalam ruang dan waktu bersamaan.

Eksistensi manusia mengalami konflik baik secara vertikal kepada Tuhan maupun secara horizontal dengan sesama manusia dan alam. Dalam konflik dengan eksistensi Tuhan, seperti meragukan ada-Nya dan Ketetapan-Nya, manusia seharusnya menyelesaikan diri dengan eksistensi Tuhan. Sebab, pada hakikatnya manusia tidak akan mempu untuk menggugat-Nya, sebab manusia sendiri merupakan salah satu bagian dari eksistensi Tuhan.


(59)

Dalam realitas kehidupan, manusia bukanlah sebuah cetakan yang sudah selesai dan permanen. Tetapi, manusia akan menjalankan proses meraih eksistensinya dalam beberapa tahap. Kita sering kali melihat saudara-saudara kita bahkan diri kita sendiri jatuh bangun, turun naik, tawa tangis, pahit manis, sulit mudah bergantian singgah di kehidupan kita. Menurut Zaenal Abidin (2002:16) dalam bukunya “Filsafat

Manusia”:

“Eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu „menjadi‟ atau „mengada‟. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yajni exsistere, yanga artinya keluar dari, „melampaui‟ atau mengatasi‟. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami

perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada

kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya”.

Eksistensi menurut penulis ada akan keberadaan seseorang yang bergaul dalam lingkungan masyarakat, bisa dikatakan ingin diakui keberadaanya khusunya dalam segi sosial. Karena pada dasarnya manusia akan mengalami perubahan dari masa sekarang sampai masa yang akan datang baik dari segi bahasa, perilaku, tindakan.

Eksistensi ini memberikan gambaran akan berbagai pembentukan diri individu dalam mempelajari lingkungan sekitarnya dan berusaha untuk dapat memberikan sumbangsihnya bagi social sebagai bentuk pengharapan pengakuan dari sosialitas. Eksistensi ini terbentuk dengan adanya dorongan dari dalam diri individu dan tuntutan manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini menyebabkan manusia memiliki kepentingan bagi dirinya selaku individu dan sebagai makhluk sosial, sebagaimana yang


(60)

40

diungkapkan oleh Setiawan yang dikutip oleh Rismawaty bahwa:

“Manusia hidup antara dua kutub eksistensi, yaitu kutub eksistensi individual dan kutub eksistensi sosial, di mana keduanya amat terjalin dan tampaknya menjadi suatu hal yang tak terpisahkan dalam diri manusia (indivisualisasi dan sosialisasi). Pada suatu pihak ia berhak mengemukakan dirinya (kutub eksistensi individual), ingin dihargai dan diakui tetapi pada pihak lain ia harus mampu menyesuaikan diri pada ketentuan-ketentuan yang berlaku didalam masyarakat didalam lingkungan sosialnya (kutub eksistensi sosial).” (Rismawaty, 2008: 29).

Orang berkomunikasi untuk menunjukkan bahwa dirinya eksis, ini disebut sebagai aktualisasi diri atau lebih tepatnya lagi lebih kepada pernyataan eksistensi diri. Deddy Mulyana memodifikasi pernyataan filsuf

Prancis, Rene Descartes yang terkenal “Cogito ergo sum” (saya berfikir,

maka saya ada) yang kemudian diganti menjadi “Saya berbicara, maka saya ada”.

2.1.5 Tinjauan Tentang Fotografer

A. Definisi Fotografer dan Fotografi

Istilah fotografi pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Sir John Herschell pada tahun 1839. Fotografi berasal dari kata

photos (sinar/cahaya) dan graphos (mencatat/melukis). Secara harfiah fotografi berarti mencatat atau melukis dengan sinar atau cahaya. Pada awalnya fotografi dikenal dengan lukisan matahari karena sinarmatahari yang digunakan untuk menghasilkan image. Saat ini fotografi telah melekat erat dengan fungi komunikasinya dan model ekspresi visual yang menyentuh kehidupan manusia diberbagai bidang. (Darmawan, 2009:20)


(61)

Banyak fotografer yang menggunakan kamera dan alatnya sebagai pekerjaan untuk mencari penghasilan, dan gambarnya akan dijual untuk cover majalah, cover calender, artikel, dll.

Fotografi, percaya atau tidak percaya, seni fotografi merupakan salah satu seni yang sejak ditemukannya hingga saat ini belum merasakan kematiannya, bahkan dari tahun ke tahun selalu dan selalu saja tumbuh. Bukan hanya mengenai perkembangan tekhnologi saja yang menjadi penunjuk eksistensi seni fotografi, namun sampai mengenai harga dari sebuah assesoris atau peralatan fotografi itu sendiri yang juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk turun ke dalam tingkatan “murah”. Memang fotografi tidak selalu mengenai kata “mahal”, tapi silahkan untuk dilakukan pengecekan statistik tahun ke tahun penurunan harga assesoris atau peralatan fotografi tersebut.1

Seni fotografi menjadi suatu hal yang menjanjikan, jika melihat dari sudut ekonomi mikro, maka dapat dilihat keberadaan fotografi disana. Kita ambil contoh beberapa fotografer yang menjajakan foto langsung jadi di tempat-tempat pariwisata, seperti salah satunya di Monas (Monumen Nasional) DKI Jakarta.2 Kemudian jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi makro, maka akan melihat keberadaan seni fotografi yang menjual jasanya dengan harga-harga yang lumayan tinggi, serta dengan fasilitas dan hasil yang memukau pula, ambil contoh keberadaan sekolah-sekolah fotografi maupun toko-toko yang melayani jasa potret-memotret. Bukan hanya bidang seni dan ekonomi, eksistensi fotografi juga mengenai

1

http://www.fotomedia.com.my/forum/showthread.php?t=11287/ diakses pada tanggal 21/3/13 pukul 23:13

2

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/441554/ diakses pada tanggal 20/3/13 pukul 18:47


(62)

42

bidang-bidang kehidupan lainnya, dari mulai bidang hukum sampai sosiologi, cakupan eksistensi fotografi menjelma menjadi suatu konstitusi yang luas.

B. Perkembangan Fotografi

Perkembangan seni fotografi (photography) yang semakin pesat dari tahun ke tahun, juga memaksa pelaku seni tersebut untuk terus mengembangkan lingkup kerjanya. Kita sama-sama mengenal bentuk karya seni fotografi yang berupa gambar, dari awal terciptanya yang masih disajikan dengan 2 warna pasif yaitu hitam dan putih, kemudian berkembang dan berkembang hingga berwarna-warni seperti saat ini, atau mungkin dari yang awalnya diolah dengan melalui tahapan-tahapan pada kamar gelap, hingga keberadaan digital editing atau pula digital printing. Berkembang, berkembang dan terus berkembang, itulah seni fotografi yang selalu dinamis. Pada masa kini, seni fotografi pun tak lagi sebatas menyajikan suatu gambar saja, namun juga berupa karya tulis, walau tetap menunjukkan substantsi dari gambar itu sendiri. Dari tulisan singkat yang berupa caption-caption atau judul dari sebuah foto, ulasan singkat foto tersebut, sampai sebuah cerita yang semakin menghidupkan foto itu sendiri, walau kembali lagi unsur yang menjadi kriteria penilaian baik atau tidak baiknya foto tersebut berupa hidup atau tidak hidupnya, bercerita atau tidak berceritanya foto itu sendiri, namun tetap, saat ini fotografi tidak


(1)

(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS DIRI

Nama Lengkap : Reza Refhani

Nama Panggilan : Echa dan Fhani

Tempat / Tanggal Lahir : Sukabumi, 15 Juni 1991

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Denny Firmansyah

Nama Ibu : Maria Shofa

Alamat : Mangkalaya, Cisaat RT 01 RW 12

Kab.Sukabumi, Jawa Barat

Telepon : 0896 6615 3693


(3)

II. PENDIDIKAN FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2009-2013 Program Studi Ilmu Komunikasi

Konsentrasi Humas. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia Bandung

Berijazah

2. 2006-2009 SMA 4 Kota Sukabumi Berijazah

3. 2003-2006 MTs.Yasti 1 Cisaat Kab.Sukabumi Berijazah

4. 1997-2003 SDN Brawijaya Kota Sukabumi Berijazah

III. PENDIDIKAN NON FORMAL

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2006 Kursus Bahasa Inggris -

2. 2006 Pesantren Kilat Ramadhan 1428 H,

MTs. Yasti 1 Cisaat

Bersertifikat

3. 2007-2008 Kursus Tari Tradisional (Jaipong) -

4. 2008 Kursus Alat Musik -

IV. PENGALAMAN ORGANISASI

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2003 Anggota Paskibra SDN Brawijaya -

2. 2004-2006 Anggota Palang Merah Remaja (PMR)

MTs.Yasti 1 Cisaat

-

7. 2011-2012 Anggota Divisi Pengabdian

Masyarakat Himpunan Mahasiswa (HIMA) Ilmu Komunikasi & Public

Relations UNIKOM


(4)

V.PENGALAMAN KEGIATAN

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2012 Peserta Pelatihan Kepemimpinan

Leadership HIMA Ilmu Komunikasi &

Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

2. 2012 Panitia Communication Cup 4 HIMA

Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM

Bersertifikat

3. 2012 Panitia Open House & Kampung

Budaya HIMA Ilmu Komunikasi &

Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

4. 2012 Panitia Workshop Sinematografi

Communiaction HIMA Ilmu

Komunikasi & Public Relations

UNIKOM

Bersertifikat

VI. PELATIHAN DAN SEMINAR

No Tahun Uraian Keterangan

1. 2010 Peserta Table Manner Course Banana

– Inn Hotel & Spa Bandung

Bersertifikat

2. 2010 Peserta Mentoring Agama Islam Prodi

Ilmu Komunikasi & Public Relations

UNIKOM kerjasama dengan LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

3. 2010 Peserta Seminar Fotografi, Lomba

Foto Essay dan Apresiasi Seni

“Teknik dan Bahasa Foto” HIMA IK

& PR UNIKOM Periode 2010-2011

Bersertifikat

4. 2010 Peserta Seminar Budaya Preneurship

“Mengangkat Budaya Bangsa Melalui

Jiwa Entrepreneurship” Pusat


(5)

Inkubator Bisnis (PIB) Mahasiswa UNIKOM

5. 2011 Peserta Orientasi Pelatihan Jurnalistik

(OPJ)“Menumbuhkan Profesionalisme Insan Pers” HIMA Jurnalistik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Bersertifikat

6. 2011 Peserta Muslimah Exhibition 2011

Saatnya Mahasiswi Bicara Politik

“Islam, Women, and Politic :

Membangun Tren Baru Kontribusi Politik Perempuan” LDK UMMI UNIKOM

Bersertifikat

7. 2011 Peserta Study Tour Media Massa 2011

oleh Prodi Ilmu Komunikasi & Public

Relations UNIKOM

Bersertifikat

8. 2011 Peserta Public Speaking Seminar

Building Confidence in Delivering

Public Speech” HIMA Sastra Inggris

UNIKOM

Bersertifikat

9. 2012 Peserta Dalam Kegiatan One Day

Workshop Great Managing Event

“Event Management” Prodi Ilmu

Komunikasi dan Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

10. 2012 Peserta Dalam Kegiatan One Day

Workshop Great Managing Event “Master Of Ceremony” Prodi Ilmu Komunikasi dan Public Relations UNIKOM

Bersertifikat

11. 2013 Peserta “Extra Large Workshop”

Dalam Rangka Pemecahan Rekor MURI dengan Peserta Terbanyak dan Waktu Terlama Merakit dan Instalasi PC


(6)

VII.PENGALAMAN KERJA

No. Tahun Uraian Keterangan

1. 2012 Praktek Kerja Lapangan di Pemerintah

Provinsi Jawa Barat sebagai HUMAS -

Bandung, Agustus 2013 Hormat Saya