Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam menghasilkan Foto Glamour Di Kota Bandung

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas

Oleh:

MAULANA GISAF NIM. 41807093

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

iv

FOTO “GLAMOUR” DI KOTA BANDUNG

Penyusun:

Maulana Gisaf NIM. 41807093

Skripsi ini di bawah bimbingan:

Rismawaty, S.Sos., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep diri fotografer dalam menghasilkan foto glamour di kota Bandung. Konsep diri ini diteliti melalui

pengetahuan, harapan, dan penilaian fotografer dalam menghasilkan karya foto

glamour.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan informan berjumlah tiga orang, Data diperoleh dengan menggunakan wawancara mendalam, observasi partisipan, dokumentasi, studi literature, internet searching. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, pengumpulan data, penyajian data, penarikan kesimpulan, dan evaluasi.

Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa, pengetahuan fotografer yang dimiliki selain pengetahuan teknis fotografi dalam menghasilkan karya foto glamour, adalah

fashion, make-up artist, lighting serta spirit zaman. Harapan fotografer dalam menghasilkan karya foto glamour yang paling utama adalah kepuasan diri dan pencapaian selanjutnya mendapatkan apresiasi atau penghargaan. Fotografer memiliki penilaian dalam menjaga nilai-nilai hak cipta foto dan keaslian karyanya masing-masing.

Kesimpulan, konsep diri fotografer dalam menghasilkan foto glamour yaitu fotografer jujur dalam berkarya, bermental kuat, berusaha kooperatif dalam bekerja, berekspektasi tinggi pada karyanya, motivasi belajar yang tinggi, komunikatif, menyukai pola sistematis dalam bekerja dan sedikit perfeksionis.

Saran dari peneliti adalah fotografer tetap bisa berpikiran dan bersikap terbuka sehingga karya-karyanya tetap bisa diterima dan diapresiasi lebih oleh masyarakat, fotografer dan siapapun mampu memberi pengarahan kepada masyarakat melalui

workshop atau seminar fotografi. Saling menjaga hak cipta serta keaslian foto agar mampu menghindari plagiat dalam berkarya. Menghindari penipuan dalam berkarya dengan bertanya kepada fotografer seputar karyanya tersebut melalui portofolio atau kepada orang yang lebih tahu.


(3)

v Editors: Maulana Gisaf NIM. 41807093

This Research is under guidance of: Rismawaty, S.Sos., M.Si

This study aims to determine the concept ourselves in providing photos glamour photographer in the city of Bandung. Self-concept is examined through knowledge, expectations, and assessment of photographers to produce works of glamorous photo.

This study used a qualitative approach to the informants of three people, data obtained using in-depth interviews, participant observation, documentation, study literature, searching the internet. The data analysis techniques used are data reduction, data collection, data presentation, drawing conclusions, and evaluation.

The results describe that, in addition to knowledge of photographers who have technical knowledge of photography to produce works in a glamorous photo, is a fashion, make-up artist, lighting and the spirit of the times. Hope photographers to produce works in the most glamorous main photo is self satisfaction and achievement gain further appreciation. Photographers have a valuation in keeping the values of copyright and authenticity of his photographs of each.

Conclusion, the concept of self-glamour photographer to produce images in the work of photographer honest, strong minded, trying to cooperate in the work, expect high on his work, a high learning motivation, communicative, like the systematic pattern of work and a bit of a perfectionist.

Advice from researchers is the photographer can still be open minded and so his works can still be accepted and appreciated more by the people, photographers and anyone able to give direction to the community through workshops or seminars photography. Look after each other as well as the authenticity of photographs copyright to be able to avoid plagiarism in the work. Avoiding fraud in the work by asking the photographer about his work through the portfolio or to people who know better.


(4)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Keseragaman manusia yang menjadi salah satu mahluk Tuhan telah menjadi bahan pembicaraan tiada habisnya. Memiliki akal dan budi pekerti luhur serta kepribadian yang berbeda-beda menjadi keistimewaan manusia daripada mahluk lainnya.

Melihat keseragaman ini banyak hal yang bisa kita semua pelajari. Kita bisa mengetahui segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pemikiran, persepsi, pola pikir, bahasa, ras, warna kulit, ajaran, pendidikan, ekonomi, tingkat sosial, pengalaman, pengetahuan dan seterusnya. Salah satu perbedaan yang biasa kita temui adalah perbedaan pengalaman. Pengalaman membentuk individu menjadi lebih baik sesuai dengan harapan individu tersebut.

Tumbuh dan berkembangnya manusia sebagai individu sudah menjadi ciri khasnya, mereka belajar dari kehidupan serta lingkungan sekitarnya. Sejarah mahluk hidup dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).

Cara pandang individu terhadap dirinya akan membentuk suatu konsep tentang diri sendiri. Konsep tentang diri merupakan hal yang penting bagi kehidupan individu, karena konsep diri menentukan bagaimana individu bertindak dalam berbagai situasi (Calhoun & Acocella, 1990). Konsep diri juga dianggap sebagai pemegang peranan kunci dalam pengintegrasian


(5)

kepribadian individu, di dalam memotivasi tingkah laku serta di dalam pencapaian kesehatan mental (Burns, 1993)

Dalam bertindak individu memiliki pengharapan mengenai dirinya sendiri. Apabila ia berpikir bisa meraih sesuatu dan akhirnya sukses, maka dapatlah ia, maka sukseslah ia. Begitu pula sebaliknya, apabila individu tersebut berpikir gagal dan tidak bisa mendapatkan sesuatu hal, maka ia tidak mungkin mendapatkan apa yang ia mau dan iapun gagal, yang sebenarnya dirinya telah menyiapkan diri untuk gagal. Bisa dikatakan bahwa konsep diri merupakan bagian diri yang mempengaruhi setiap aspek pengalaman baik itu pikiran, perasaan, persepsi, dan tingkah laku individu (Calhoum & Acocella, 1990).

Berkembangnya manusia merupakan proses yang alami, hingga terbentuknya konsep diri yang tidak secara instan, melainkan dengan proses belajar sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat dari hubungan individu dengan individu lainnya (Centi, 1993). Ketika individu lahir, individu jelas tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya sama sekali, tidak memiliki harapan-harapan yang ingin dicapainya serta tidak memiliki penilaian terhadap diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1990). Namun seiring dengan berjalannya waktu individu mulai bisa membedakan antara dirinya, orang lain dan benda-benda di sekitarnya dan pada akhirnya individu mulai mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri (Calhoun & Acocella, 1990).


(6)

Segala hal, atau apapaun yang dikerjakan individu tersebut akan membentuk konsep dirinya. Karena konsep diri akan menentukan bagaimana ia bertingkah laku sesuai dengan apa yang diharapkan individu tersebut, tak terlepas dari apapun di manapun individu tersebut bekerja atau berprofesi. Konsep diri akan sangat penting karena mengintegrasikan kepribadian, memotivasi tingkah laku sehingga pada akhirnya akan tercapainya kesehatan mental. Konsep diri akan terlihat ketika individu melakukan suatu pekerjaan atau profesi tertentu. Dalam bekerja individu akan memperlihatkan bagaimana pengalaman, kemauan keras hingga ketahanan mental akan tekanan terhadap pekerjaan yang ia lakukan.

Profesi atau pekerjaan apapun memerlukan pendalaman secara utuh, sehingga memancing dan merangsang pemikiran untuk men-set back, apakah profesi yang kita tekuni baik itu mahasiswa seperti layaknya peneliti ini, pegawai negeri, swasta, polisi, TNI, pedagang, supir, loper koran, guru, dosen, pemulung dan lain-lain, sudahkah kita resapi layaknya pakaian yang

melekat dalam tubuh kita? Tentu saja jawabannya ada yang “ya, belum tentu,

atau bahkan tidak sama sekali”.

Kita sering mendengar istilah “take it…or leave it”, sehingga tidak pantas lagi bagi kita memiliki rasa bimbang, setengah hati atau bahkan, enggan dalam melakukan sesuatu yang sudah menjadi pekerjaan atau profesi kita. Karena tentu saja kita semua merupakan individu atau manusia yang bekerja sebagai mahluk sosial, sehingga segala hal yang kita kerjakan akan memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap manusia atau


(7)

lingkungan sekitar kita, baik ditinjau secara hukum, moral, budaya, dan keilmuan.

Sebagai salah satu profesi yang peneliti ambil yaitu, fotografer. Dikenal sebagai profesi yang bekerja di balik foto untuk mengabadiakan setiap momen yang terjadi di lingkungan kita. Walaupun setiap orang bisa menghasilkan foto menggunakan kameranya. Akan tetapi kebanyakan orang akan lebih percaya memberikan tanggung jawab mengabadikan momen hidupnya kepada seorang fotografer.

Baik tidaknya sebuah foto bisa kita lihat dari salah satu sudut pandang, yaitu tersampainya pesan yang dimaksud oleh fotografer. Seorang fotografer menghasilkan sebuah karyanya melalui sebuah foto, kemudian dinilai baik dari segi pesan yang disampaikan. Sebagai contoh, ketika fotografer mengabadikan momen sedih melalui kamera dan menghasilkan sebuah foto, selanjutnya kita bisa merasakan kesedihan dari gambar tersebut maka foto itu dinilai baik. Kita bisa menangkap maksud dan pesan dari fotografer tentang suasana sedih objek foto melalui foto yang dihasilkannya.

Foto yang baikpun tidak lepas dari konsep, ide dan sikap baik dari seorang fotografer. Terlepas dari persiapan fotografi penunjang dan peralaan fotografi, sikap baik seorang fotografer sangatlah penting. Setiap foto yang baik itu harus ada suatu proses sikap berfotografi yang baik dan tepat pada si fotografernya. Mungkin terdengar sederhana sekali. Tapi makin direnungi, fakta ini makin terasa kuat. Seseorang tidak mungkin menghasilkan foto yang baik, yang berkesan, apalagi yang berwatak bila tidak dilandasi sikap mental


(8)

yang tepat. Paul I. Zacharia1 mengatakan bahwa, “Di balik setiap foto yang baik itu harus ada suatu sikap berfotografi yang baik dan tepat pada si fotografernya.”2

Menghasilkan sebuah mahakarya yang disebut foto, fotografer perlu melakukan eksplorasi terhadap karya seperti apa yang akan dia buat, melalui ide dan konsep sang fotografer, sikap bagaimana yang akan ia berikan terhadap karyanya tadi, sehingga pesan yang dimaksudkan bisa tersampaikan kepada orang lain yang melihat fotonya. Foto tadi dihasilkan melalui proses aktifitas fotografi, dimulai lahirnya sebuah konsep atau ide, buah hasil dari pemikiran, pengalaman, serta teknik yang dimiliki fotografer tersebut. Menggunakan kamera serta peralatan lainnya yang menunjang, aktifitas memotret dalam hal ini fotografi bisa dilakukan.

Dengan melihat berbagai hasil karya fotografer di sekitar kita, ada yang menyampaikan pesan dengan gambar hasil karyanya secara langsung, persuasif, sugertif, bahkan ada yang menyampaikan tanda tanya bagi publiknya. Tentu saja ini dipengaruhi oleh konsep dasar, art director, strata sosial publik bahkan fotografernya sendiri. Hingga akhirnya konsep diri yang di dalamnya terdapat pengetahuan, pengharapan, serta nilai3 yang menjadi aspeknya terbentuknya mental berfotografi bagi seorang fotografer.

1

Paul I. Zacharia, adalah fotografer terkenal berasal dari Malang, kontributor photo essay di LionMag, inflight magazine LionAir.

2

Rony Simanjuntak, Pentingnya Sikap Seorang Fotografer,.

http://www.mail-archive.com/lensa@yahoogroups.com/msg00339.html

3

Aspek-aspek Konsep Diri, Calhoun & Acocella, 1990. Dalam Makalah Hubungan Konsep Diri Dengan Motovasi Berprestasi Pada Remaja, karya Fasti Rola, S.Psi 2006, hal 14.


(9)

Hans-Carl Koch4 (1911) berkata, “Today only creative and technically perfect images will survive”. Kutipannya ini memaparkan bahwa,

fotografer-fotografer yang memiliki kreatifitas dan teknik yang baik yang akan bertahan. Kreatifitas terbentuk dari pemikiran, ide-ide, cara pandang, keinginan, permintaan, minat yang ditata dengan nilai-nilai, pemahaman, serta moralitas sang fotografer yang terbentuk dari konsep diri sang fotografer itu sendiri.

Fotografer atau juru foto (Bahasa Inggris: photographer) adalah:

“Orang-orang yang membuat gambar dengan cara menangkap cahaya dari subyek gambar dengan kamera maupun peralatan fotografi lainnya, dan umumnya memikirkan seni dan teknik untuk menghasilkan foto yang lebih bagus serta berusaha mengembangkan ilmunya. Banyak fotografer yang menggunakan kamera dan alatnya sebagai pekerjaan untuk mencari

penghasilan.” (Wikipedia5

: fotografer)

Fotografi sering disebut sebagai aktivitas ekspresi diri seniman foto. Telah hadir lebih dari 1,5 abad yang lalu, dan telah menjadi sebuah inovasi tiada henti sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang mendukungnya.

Fotografi berasal dari bahasa yunani, terdiri dari dua kata: photos

berarti cahaya, dan graphos artinya melukis, menggambar. Secara harfiah Fotografi (photography) mengandung arti melukis atau menggambar dengan cahaya. Seni atau proses penghasilan gambar dengan cahaya pada film atau permukaan yang dipekakan.6

4

Fotografer potret ternama, Sinar AG. Bekerja di industry fotografi sejak tahun 1911. Dikutip dari buku, Association of Professional Photographers Indonesia Volume 1, GCA 1994, Jakarta, hal 10.

5

Wikipedia, Ensiklopedia Bebas, Pengertian Fotografer,id.wikipedia.org/wiki/Fotografer 6Andang Iskandar, Glossary Photography, Humanika Creative Publishing, 2007, hal:106.


(10)

Fotografi merupakan aktivitas dimulai terbentuknya konsep atau ide foto, kemudian aktifitas memotret itu sendiri hingga hasil karya fotonya, menjadi fenomena yang dewasa ini hadir di mana-mana (omnipresence) bahkan di setiap elemen kehidupan masyarakat yang memasuki era informasi. Aktivitas fotografi maupun karya foto seorang fotografer banyak tampil di berbagai tempat dan sudut kota. Kota Bandung yang menjadi tempat yang bisa diekploitasi melalui karya foto menjadi tempat favorit tersendiri. Karena selain mode, tren, fashion, Bandung terkenal dengan wisata kuliner maupun alamnya. Tentu saja ini menjadi objek atau tempat pemotretan sangat menarik untuk dimuat dalam foto-foto karya fotografer.

Gambar 1.1

Fotografer Memotret Model Dalam Acara Launching Mobil


(11)

Tema Glamour selalu semarak diangkat, apalagi di kota Bandung, yang kaya dan maju industri kreatifnya7, Foto dengan objek manusia selalu tidak lepas dari tema ke-glamour-an. Foto model perempuan, wajah dan tubuh wanita sering diidentikan dengan ke glamour-an yang mewakili keindahan dan kemewahan. Mengindah-kan kembali sesuatu yang sudah indah, oleh karena itu fotografer yang sering memakai tema glamour sering disebut fotografer glamour.

Glamour Photography adalah aliran fotografi yang berkaitan dengan unsur keindahan bentuk tubuh manusia (umumnya wanita). Beberapa aliran menggunakan teknik soft look atau gambar yang dibuat lunak, kurang kontras, atau remang-remang sehingga menimbulkan keindahan, kelembutan, dan daya tarik.(istilah-fotografi.co.cc)8

Gambar 1.2 Foto Glamour

*Sumber: photoforum.ru dan google.com/foto glamour, Juni 2011

7

http://bandungcreativecityblog.files.wordpress.com/2008/03/perkembangan_ind_kreatif. pdf

8


(12)

Walaupun pada umumnya foto glamour sering menggunakan model wanita, tapi bukan berarti laki-laki tidak bisa dijadikan objek foto glamour. Foto-foto yang bertemakan glamour biasanya mengandung unsur-unsur tidak biasa, menggunakan teknik lighting (pencahayaan) yang tidak biasa, keindahan, kelembutan. Sehingga tema glamour sering di kombinasikan dengan fesyen, make up, alam atau lingkungan, dan lainnya tergantung dari ide serta konsep yang dibuat oleh fotografernya.

Dari wacana di atas peneliti menarik permasalahan tentang konsep diri fotografer glamour di kota bandung Bandung. Di mana dalam menghasilkan fotonya fotografer memiki konsep diri yang mempengaruhi sikap fotografinya. Pembahasan tentang konsep diri fotografer Peneliti anggap menarik untuk diteliti, karya foto merupakan bagian dari media komunikasi di mana selama ini masyarakat selalu melihat aktifitas fotografi hanya cenderung pada hasil fotonya. Akan tetapi, di balik hasil foto tersebut terdapat diri fotografer yang dengan konsep dirinya masing-masing. Peneliti kemudian mengambil rumusan masalah yaitu : Bagaimana Konsep Diri Seorang

Fotografer Dalam Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung?

1.2

Identifikasi Masalah

1.

Bagaimana Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour”Di Kota Bandung?

2.

Bagaimana Harapan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto


(13)

3.

Bagaimana Penilaian Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour”Di Kota Bandung?

4.

Bagaimana Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour”Di Kota Bandung?

1.3

Maksud Dan Tujuan Penelitian

1.

Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendeskripsikan Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung.

2.

Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung.

2. Untuk Mengetahui Harapan Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung.

3. Untuk Mengetahui Penilaian Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung.

4. Untuk Mengetahui Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam

Menghasilkan Foto “Glamour”Di Kota Bandung.

1.4

Kegunaan Penelitian

Secara teoritis peneliti mengharapkan penelitian ini dapat memberikan hasil yang bermanfaat sesuai dengan tujuan penelitian di atas. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis. 1. Kegunaan Teoritis


(14)

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk pengembangan ilmu komunikasi secara umum dan konsep diri fotografer dalam menghasilkan fotonya secara khusus.

2. Kegunaan Praktis 1. Untuk Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi Peneliti adalah memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang konsep diri fotografer. Tentu saja penelitian ini memberikan wawasan dan pengetahuan baru terhadap Peneliti mengenai konsep diri setiap fotografer dalam menghasilkan fotonya. Memberikan kesempatan baik bagi Peneliti untuk menerapkan secara langsung bidang keilmuannya, yaitu Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas di kehidupan nyata dan mempelajari hingga membandingkannya di lapangan penelitian.

2. Untuk Akademis

Penelitian yang dilakukan berguna bagi mahasiswa atau pelajar Universitas Komputer Indonesia (Unikom) secara umum, mahasiswa Ilmu Komunikasi, Konsentrasi Humas secara khusus. Sebagai literatur terutama untuk Peneliti yang melakukan penelitian pada kajian yang sama. Yaitu Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan

Foto “Glamour”Di Kota Bandung. 3. Untuk Masyarakat


(15)

Kegunaan bagi masyarakat secara umum penelitian ini memberikan pengetahuan tentang dunia fotografi yang ada di sekitar lingkungannya, khususnya konsep diri fotografer di kota Bandung.

1.5

Kerangka Pemikiran

1.

Kerangka Teoritis

Dalam kerangka pemikiran teoritis Peneliti mencoba menghadirkan segala hal yang berhubungan dengan permasalahan di atas, khususnya menyangkut pemahaman serta definisi beberapa istilah atau kata-kata.

Calhoun dan Acocella (1990), mengartikan konsep diri sebagai gambaran mental individu yang terdiri dari pengetahuan diri sendiri, pengharapan bagi diri sendiri dan penilaian terhadap diri sendiri. Pendapat ahli lain yang sependapat dengan Calhoun dan Acocella adalah Centi (1993).

Centi (1993) mengatakan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa tentang dirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang diharapkan. Penglihatan individu atas diri sendiri disebut gambaran diri (self image), harapan individu atas dirinya (self idea), dan Perasaan individu atas dirinya sendiri merupakan penilaian individu atas dirinya sendiri (self evaluation).


(16)

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1990).

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan lain-lain yang merupakan sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang, dan bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok pembanding.

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang


(17)

kemungkinan menjadi apa di masa mendatang (Rogers, dalam Calhoun & Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

2.

Kerangka Praktis

Pengetahuan fotografer memproyeksikan bagaimana pemahaman dirinya sendiri sehingga ia mampu mengeksplorasi objek fotonya. Bagaimana ia melakukan aktivitas fotografi dimulai sejak konsep ide yang dilahirkan, bertemu dan melanyani kliennya, melakukan persiapan memotret hingga proses memotretnya sendiri. Dalam proses memotret pengetahuan membawa tidak hanya teknik memotret, melainkan estetika fotografi juga.

Harapan fotografer terkadang sulit untuk kita atau masyarakat yang di sekitarnya pahami. Bagaimana pengharapan dirinya sendiri terhadap foto yang ia hasilkan. Setiap orang selalu memiliki pemahaman dan pendapat masing-masing. Oleh karena itu, melalui aspek harapan dari konsep diri ini, kita mampu memahami dan


(18)

mengetahui maksud dari karya yang dihasilkan fotografer baik itu pesan yang ingin disampaikan, ataupun maksud dari foto sendiri.

Pengukuran tentang diri fotografer sendiri dengan keadaan sebenarnya yang dialami fotografer, memberikan Penilaian terhadap dirinya sendiri. Fotografer memiliki nilai-nilai yang dianutnya, penilaian diri sendiri ini membantunya dalam memnggambarkan bagaimana konsep dirinya memalui artefak atau fotonya.

1.6

Pertanyaan Penelitian

1.

Bagaimana Pengetahuan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour”Di Kota Bandung?

1. Siapakah tokoh atau fotografer yang menjadi sumber inspirasi anda? 2. Apakah anda memahami diri anda sendiri sebagai seorang fotografer? 3. Menurut anda, apa yang anda ketahui tentang foto glamour?

4. Pengetahuan apa saja yang dibutuhkan untuk memotret glamour itu sendiri?

5. Konsep atau teknik lighting apa yang paling anda sukai dalam foto

glamour?

6. Hal apa yang paling penting ketika menjadi seorang fotografer?

2. Bagaimana Harapan Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apa yang anda harapkan ketika melakukan aktifitas fotografi atau memotret?


(19)

2. Apakah anda sering mengungkapkan secara jelas harapan anda melalui foto?

3. Apa harapan anda sebagai seorang fotografer ketika membuat karya foto glamour?

4. Apa yang menjadi harapan anda, tentang diri anda di masa yang akan datang?

3. Bagaimana Penilaian Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apakah anda sebagai seorang fotografer memiliki penilaian sendiri terhadap apa yang anda lakukan?

2. Nilai apa saja yang menurut anda, yang relevan dengan apa yang anda lakukan sebagai fotografer?

4. Bagaimana Konsep Diri Seorang Fotografer Dalam Menghasilkan Foto

Glamour” Di Kota Bandung?

1. Apa yang anda lakukan terlebih dahulu ketika akan memulai aktifitas memotret?

2. Bagaimana cara anda melahirkan ide atau konsep sebuah foto

glamour?

3. Setiap fotografer memiliki ciri khas masing-masing, apa yang menjadi ciri khas anda yang tidak sama dengan fotografer lain?

4. Bisakah anda menceritakan secara singkat bagaimana cara anda memperlakukan seorang klien anda?


(20)

5. Pengalaman apa saja yang tidak bisa anda lupakan sebagai seorang fotografer hingga saat ini?

6. Pengalaman apa yang mempengaruhi anda sebagai seorang fotografer khususnya ketika menghasikan foto glamour?

1.7

Metode Penelitian

Dasar penelitian mengunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif sendiri merupakan penelitian yang mengedepankan subjektifitas Peneliti. Dimana peneliti diberikan kebebasan dalam menentukan permasalahan yang akan diangkat. Teknik pemecahan masalah dengan terjun langsung atau telibat di dalamnnya, seolah peneliti merupakan bagian dari permasalahan tersebut. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang dilakukan untuk meneliti objek yang alami, dimana Peneliti adalah instrument kunci.

Penelitian dengan pendekatan kualitatif memiliki karakteristik: (Danim, 2002: 34)

a) ilmu-ilmu lunak,

b) fokus penelitian; komplek: kompleks dan luas, c) holistik dan menyeluruh,

d) subjektif dan persfektif emik, e) penalaran: dialiktik-induktif,

f) basis pengetahuan: makna dan temuan, g) mengembangkan atau membangun teori, h) sumbangsih tafsiran,

i) komunikasi dan observasi, j) elemen dasar analisis: kata-kata, k) interpretasi individu,

l) keunikan.

Penelitian kualitatif berangkat dari ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu sosial. Esensinya adalah sebagai sebuah metode pemahaman atas keunikan,


(21)

dinamika, dan hakikat holistik dari kehadiran manusia dan interaksinya dengan lingkungan. Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran (truth)

adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang dalam interaksinya dan situasi sosial kesejarahan.9

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, Metode Deskriptif.

Metode mendeskripsikan secara lengkap data-data serta gejala yang timbul di lapangan, kemudian memiliki ciri menitikberatkan kepada observasi dan suasana ilmiah (natural setting).

Adapun ciri dari metode deskriptif, yaitu: 1. Mencari teori bukan menguji teori.

2. Titik berat pada observasi.

3. Peneliti bertindak sebagai pengamat dalam suasana, alamiah. 4. Mungkin lahir karna kebutuhan.

5. Timbul karna, peristiwa, yang menarik perhatian tetapi belum ada kerangka teorinya. (Rakhmat 2004:25).

1.8

Subjek dan Informan Penelitian

1.9

Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (atributt -nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian10.

9

Dr. ElvinaroArdianto, M. Si. Metodelogi Penelitian Untuk Public Relations. 2010. Hal : 59

10

http://tatangmanguny.wordpress.com/2009/04/32/subjek-responden-dan-informan-penelitian


(22)

Peneliti menentukan kriteria dari orang-orang yang dijadikan koresponden, yaitu fotografer-fotografer yang ada di kota Bandung, tentusaja Fotografer profesional.

1.10

Informan Penelitian

Kemudian informan dipilih Peneliti merupakan perwakilan dari fotografer-fotografer yang ada di kota Bandung, fotografer glamour

profesional. Dengan kriteria sudah berpengalaman lebih dari 5 tahun, berdomisili di Bandung khususnya, Aktif sebagai fotografer yang memotret foto glamour, dan sudah melakukan pameran fotonya. Teknik dalam penelitian kualitatif ini adalah purposive sample (teknik sampel bertujuan) dimana sample diambil dengan melalui pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian.

Untuk lebih jelasnya Informan bisa dilihat pad tabel beritkut : Tabel 1.1

Daftar Informan

*Sumber : Peneliti, bulan April 2011

1.9

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif teknik atau metode pengumpulan data diuraikan sebagai berikut:

1. Wawancara Mendalam. (Intensive/Depth Interview)

No Nama Keterangan Pengalaman

1 Aditya Zen Zen Art Production 7 tahun 2 Indra Sapta Wasabi Studio, Team Photo Creatoriom 12 tahun 3 Budhi Ipoeng Tjap Budhi Ipoenk, School of photography 15 tahun


(23)

Wawancara mendalam adalah suatu teknik (metode pen.) dalam penelitian kualitiatif, di mana seorang responden atau kelompok responden mengkomunikasikan bahan-bahan dan mendorong untuk didiskusikan secara bebas. Wawancara mendalam dapat dilakukan melalui telepon. Seringkali pewawancara dilatih secara psikologis agar ia dapat menggali perasaan dan sikap yang tersembunyi dari responden. (Dun, 1986: 219)

Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi (berulang-ulang) secara intensif. Selanjutnya, dibedakan antara responden (orang yang ingin peneliti ketahui atau pahami dan yang akan diwawncarai beberapa kali). Karena itu, wawancara mendalam disebut juga wawancara intensif (intensive-interview). Wawancara mendalam menjadi alat utama pada penelitian kualitatif yang dikombinasikan dengan observasi partisipan.

Mengumpulan data dari informan yang berhubungan dengan objek penelitian. Dalam pelaksanaan penelitian, Peneliti menggunakan dua macam wawancara, yang pertama wawancara data primer. Kemudian dilanjutkan dengan wawancara lebih mendalam, merupakan langkah yang diambil Peneliti untuk mendapatkan data serta fakta yang dibutuhkan secara lebih akurat dan mendalam.

2. Observasi Partisipan.

Pengumpulan data yang dilakuakan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Mengikuti kegiatan


(24)

yang dilakukan oleh informan secara langusng. Dimana observasi partisipan berarti peneliti terlibat langsung dalam kegiatan informan dalam hal ini fotografer.

3. Studi Pustaka.

Peneliti biasa menyebutnya dengan studi literatur, Tujuan studi

literatur adalah untuk mendapatkan “peta” tentang domain penelitian

yang akan dilaksanakan. Peta domain ini sebenarnya berwujud pengetahuan tentang riset-riset yang dilakukan oleh Peneliti lain dalam area penelitian kita. Pengetahuan ini tidak hanya berupa pemahaman terhadap riset-riset tersebut, tetapi juga saling-kait yang terbentuk antar riset-riset tadi. Seperti diketahui, sebuah penelitian tidak muncul begitu saja, tetapi ia selalu mencoba menyelesaikan atau menjawab persoalan yang ditinggalkan penelitian sebelumnya. Keterkaitan inilah, yang jika

dirangkai secara menyeluruh, menyusun graf yang membentuk “peta”

domain penelitian kita.

Adapun studi pustaka atau literatur dilakukan peneliti dengan tahapan sebagai berikut. Pertama, peneliti melakukan brain storing atau semacam sharing dengan pembimbingnya, ataupun dengan orang-orng yang lebih pengalaman dalam penelitian tersebut. Kedua, peneliti mencari atau memperoleh data serta fakta-fakta dengan membaca, baik itu dari tulisan, berita ataupun dari fenomena yang terjadi disekitarnya.


(25)

Peneliti dalam melengkapi penelitiannya juga melakukan aktivitas pencarian data-data lewat internet. Baik itu menggunakan situs atau blog yang berhubungan dengan penelitian, atau melalui engine search

seperti google, yahoo, msn dan lainnya. 5. Dokumentasi.

Dalam memperkuat penelitian yang diadakannya, peneliti juga melampirkan dokumentasi terkait penelitian ini. Baik itu berbentuk foto-foto, video, rekaman, tulisan dan lainnya.

1.10

Teknis Analisis Data

Analisis adalah proses menyususn data agar dapat ditafsirkan. Menyusun berarti mengelompokkannya dalam pola, tema atau kategori. Tanpa kategori atau klasifikasi data, akan terjadi chaos (kekacauan). Tafsiran atau interpretasi artinya memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan antara berbagai konsep. Interpretasi menggambarkan persfektif atau pandangan peneliti, bukan kebenaran. Sedangkan kebenaran hasil penelitian masih harus dinilai orang lain dan diuji dalam berbagai situasi lain. (Nasution, 2003: 126)

Dalam penelitian ini, Peneliti memerlukan teknik dan tahapan-tahapan penelitian agar tetap pada jalur yang diinginkan kemudian sesuai dengan tatacara ada. Melakukan analisis dan pengelolaan data dengan menyusun daftar pertanyaan hasil wawancara. Hal ini dilakukan agar memudahkan penulis untuk menganalisa hasil wawancara dengan narasumber sebagai pemberi informasi yang berkaitan dengan penelitian.


(26)

Menurut Afifuddin dan Saebani (2009), prinsip pokok analisis kualitatif ialah mengolah dan menganalisis data terkumpul menjadi data sistematis, teratur, terstruktur, dan mempunyai makna. Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah, yaitu :

1. Mengorganisasi data.

2. Membuat kategori, menentukan tema, dan pola.

3. Menguji hipotesis yang muncul dengan mengunakan data yang ada.

4. Mencari eksplanasi alternatif data. 5. Menulis laporan.

(Afifuddin dan Saebani, 2009: 159-160)

1.11

Lokasi dan Waktu Penelitian

1.11.1

Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan dan bertempat di Kota Bandung, dilakukan di berbagai tempat sesuai dengan tempat beraktivitas para fotografer sebagai informan penelitian. Adapun penelitian bisa dilakukan dibeberapa tempat seperti tempat wawancara dan tempat pemotretan, sesuai kebutuhan peneliti dan fotografer-fotografer sebagai informan penelitian.

Tempat seperti café, studio foto, rumah, taman, mall dan lainnya di kota Bandung yang menjadi tempat mediasi Peneliti dengan informan. Adapun jika terjadi perubahan tempat dikarenakan suatu hal yang bersipat mendesak, peneliti akan trus melanjutkannya selama itu mendukung dan memperkuat penelitian ini.

Tabel 1.2 Tempat Penelitian


(27)

Nama Tempat Lokasi Keterangan

Studio/rumah menyesuaikan pribadi/umum Ballroom/hotel menyesuaikan umum Café/Restoran menyesuaikan umum Taman/jalanan menyesuaikan umum

Mall menyesuaikan umum

Pegunungan hutan dago, dago pakar umum *Sumber: Peneliti, bulan Maret 2011

1.11.2

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara bertahap sejak Bulan Maret 2011 sampai dengan tanggal 10 Juli 2011. Tahapan penelitian yang dimaksud peneliti adalah meliputi: persiapan, bimbingan, seminar usulan penelitian, pelaksanaan, studi lapangan, hingga sidang penelitian.

Adapun jadwal penelitian dalam tabel sebagai berikut : Tabel 1.3

Jadwal Penelitian Kegiatan April,

Minggu

Mei, Minggu

Juni, Minggu

Juli, Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Penyerahan

Judul Bimbingan Seminar Uji Penelitian Studi Pustaka


(28)

searching

Wawancara Penelitian Sidang Penelitian

*

Sumber: Peneliti, dokumen bulan April 2011

1.12

Sistematika Penulisan

Gambaran tentang penulisan dari skripsi secara ringkas dan sistematis dijelaskan tiap bab, sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang penelitian, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian (kegunaan teoritis dan kegunaan praktis), kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian, metode penelitian dan teknik pengumpulan data, subjek dan informan, teknik analisis data, lokasi dan waktu penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini Peneliti meninjau kembali aspek-aspek toritis tentang komunikasi, meliputi definisi komunikasi, unsur, fungsi dan tujuan komunikasi, sifat komunikasi. Tinjauan tentang konsep diri, serta tinjauan tentang fotografi.


(29)

Memaparkan sejarah fotografi dan fotografer. Dunia fotografi, ilmu pengetahuan yang berkaitan, kemudian tinjauan tentang fotografi glamour.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Uraian peneliti secara deskriptif tentang penelitian yang dilakukan. Identitas informan, hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Di Bab terakhir ini, Peneliti menuliskan kesimpulan dan sarannya tentang penelitian yang sudah dilakukan.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Tentang Komunikasi

Dalam kehidupan manusia, komunikasi memiliki peran penting bagi keberlangsungan, keberdayaan, dan eksistensi manusia. Melalui komunikasi manusia dapat mengekspresikan dan mengapresiasikan dirinya dalam lingkup interaksi sosial dengan sesamanya. Tanpa komunikasi, manusia tidak dapat menginterpretasikan kehendak dirinya dan kebutuhan hidupnya dengan orang lain. Jadi, komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia.

2.1.1 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa inggris communication

berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu (Effendy, 2002: 9)

Menurut Willbur Schramm, ”Istilah komunikasi berasal dari perkataan latin communis yang artinya common atau sama. Jadi apabila manusia mengadakan komunikasi dengan orang lain, maka ia mengoperkan (gagasan) untuk memperoleh commones atau


(31)

kesamaan dengan pihak lain itu mengenai sesuatu objek tertentu”

(Palapah & Syamsudin, 1983:2). Atas dasar upaya untuk pemerolehan kesamaan itulah yang mengindikasikan terjadinya komunikasi antara satu pihak dengan pihak lainnya.

Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antarsesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Cangara, 1998:18).

Everett M. Rogers seorang pakar Sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat

definisi bahwa: “Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka” (Cangara, 1998:18). Definisi ini kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama D. Lawrence Kincaid (1981) sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan bahwa “Komunikasi adalah suatu proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada

gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam”


(32)

hubungan dengan adanya suatu pertukaran informasi (pesan), di mana ia menginginkan adanya perubahan sikap dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Dari beberapa definisi yang disampaikan para ahli dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator) menyatakan pesan yang dapat berupa gagasan untuk memperoleh “commones” dengan orang lain (komunikate) mengenai objek tertentu di mana komunikate merubah tingkah lakunya sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Kalau di antara dua orang yang berkomunikasi itu terdapat persamaan pengertian, artinya tidak ada perbedaan terhadap pengertian tentang sesuatu, maka terjadilah situasi yang disebut kesepemahaman.

2.1.2 Unsur Komunikasi

Dalam melakukan komunikasi setiap individu berharap tujuan dari komunikasi itu sendiri dapat tercapai dan untuk mencapainya ada unsur-unsur yang harus di pahami, menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Dinamika Komunikasi bahwa dari berbagai pengertian komunikasi yang telah ada tampak adanya sejumlah kommponen atau unsur yang di cakup, yang merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Komponen atau unsur-unsur tersebut menurut Onong Uchana Effendy adalah sebagai berikut:


(33)

a) Komunikator, orang yang menyampaikan pesan b) Pesan, pernyataan yang didukung oleh lambang. c) Komunikan, orang yang menerima pesan.

d) Media, sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.

e) Efek, dampak sebagai pengaruh dari pesan. (Effendy: 2002, 6)

2.1.3 Sifat Komunikasi

Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek menjelaskan bahwa komunikasi memiliki sifat-sifat. Adapun beberaapa sifat komunikasi tersebut yakni:

1. Tatap Muka (face to face) 2. Bermedia (mediated) 3. Verbal (Verbal)

a. Lisan b. Tulisan

4. Non Verbal (Non-Verbal)

a. Gerakan Isyarat/badaniah (gestural) b. Bergambar (picture)

(Effendy, 2002: 7)

2.1.4 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan tujuan dari komunikasi itu sendiri, secara umum tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang diberikan oleh lawan bicara kita serta semua pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Onong Uchjana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengemukakan beberapa tujuan berkomunikasi, yaitu:

a) Supaya gagasan kita dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang persuasif bukan memaksakan kehendak.


(34)

b) Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka inginkan arah kebarat tapi kita memberikan jakur ke timur.

c) Menggerakan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus di ingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

d) Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti. Sebagai pejabat atau komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaikbaiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.

(Effendy. 1993: 18)

2.2

Tinjauan Tentang Konsep Diri

2.2.1 Pengertian Konsep Diri

Konsep diri merupakan gambaran yang bersifat individu dan sangat pribadi, dan evaluatif yang masing-masing orang mengeembangkannya di dalam transaksi-transaksinya dengan lingkungan kejiwaannya dan yang dia bawa-bawa didalam perjalanan hidupnya. Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan, pendapat orang mengenai diri kita dan seperti apa diri kita inginkan. 1

Secara umum disepakati konsep diri belum ada sejak lahir, konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Pandangan individu tentang dirinya dipengaruhi oleh bagaimana individu mengartikan pandangan orang

1


(35)

lain terhadap dirinya. Konsep diri merupakan konsep dasar dan aspek kritikal dari individu.

Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaa lingkungan. Konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang maladaptive2.

William D. Brooks di dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang berjudul Psikologi Komunikasi mendefinisikan konsep diri sebagai

those physical, social, and psychologicalperceptions of ourselve that we have derived from experiences and our interaction with other

(Rakhmat, 2009: 99). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dam fisis.

Konsep diri merupakan gambaran mental yang dimiliki oleh seorang individu. Gambaran mental yang dimiliki oleh individu memiliki tiga aspek yaitu pengetahuan yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang dimiliki individu untuk dirinya sendiri serta penilaian mengenai diri sendiri (Calhoun & Acocella, 1990).

1. Pengetahuan

Dimensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki individu merupakan apa yang individu

2


(36)

ketahui tentang dirinya sendiri. Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti usia, jenis kelamin, kebangsaan, pekerjaan, dan lain-lain yang merupakan sesuatu yang merujuk pada istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang, dan bertempramen tinggi. Pengetahuan bisa diperoleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok pembandingnya. Pengetahuan yang dimiliki individu tidaklah menetap sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku individu tersebut atau dengan cara mengubah kelompok pembanding.

2. Harapan

Dimensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Selain individu mempunyai satu set pandangan tentang siapa dirinya, individu juga memiliki satu set pandangan lain, yaitu tentang kemungkinan menjadi apa di masa mendatang (Rogers, dalam Calhoun & Acocella, 1990). Singkatnya setiap individu mempunyai pengharapan bagi dirinya sendiri dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.

3. Penilaian

Dimensi terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu berkedudukan sebagai penilai terhadap dirinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap diri sendiri adalah


(37)

pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya.

2.2.2 Komponen Konsep Isi

Konsep diri memiliki, Lima elemen yaitu : Gambaran diri, Ideal Diri, Harga diri, Peran dan Identitas Diri.3

2.2.2.1 Gambaran Diri

Gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu. Gambaran diri berhubungan erat dengan kepribadian. Cara individu memandang diri mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan diri yang realistik terhadap diri, menerima dan menyukai bagian tubuh akan memberi rasa aman sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Individu yang yang stabil, realistik dan konsisten terhadap gambaran dirinyaakan memperlihatkan kemampuan mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses didalam kehidupannya.

2.2.2.2

Ideal Diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi (Stuart &

3


(38)

Sundeen, 1991: 375). Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai.

Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi tapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai. Masing masing individu perlu ditetapkan, apa yang ingin di capai/cita-citakan baik ditinjau dari pribadi maupun masyarakat.

2.2.2.3 Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku mengetahui ideal diri (Stuard & Sundeen, 1991: 376). Frekuaensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri jika individu selalu sukses maka cenderung harga diri akan tinggi, jika individu sering gagal maka cenderung harga diri akan rendah.

Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain. Sebagai mahluk sosial sikap negatif harus dikontrol sehingga setiap orang yang bertemu dengan diri kita dengan sikap yang positif merasa dirinya berharga. Harga diri akan rendah apabila kehilangan rasa kasih sayang dan penghargaan dari orang lain.


(39)

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat4. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideeal diri. Posisi atau status di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran. Stres peran terdiri dari konflik peran, peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang dilakukan yaitu kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban, keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran dan pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran.

2.2.2.5 Identitas Diri

Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep dirisebagai suatu kesatuan utuh (Stuard & Sundeen, 378 : 1991)5.

Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri

4http://www.scribd.com/mobile/documents/26777441 5


(40)

yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun.

2.2.3 Konsep Diri Berdasarkan Kebutuhan

Menurut Abraham Masllow masing-masing individu memiliki lima kebutuhan dasar manusia, yang disususn sesuai dengan hirarkinya dari yang potensial samapai yang paling tidak potensial:

1. Kebutuhan-kebutuhan psiologis seperti lapar dan haus, 2. Kebutuhan-kebutuhan terhadap rasa aman

3. Kebutuhan-kebutuhan akan kasih sayang 4. Kebutuhan penghargaan terhadap diri 5. Kebutuhan aktualisasi diri6

Kebutuhan aktualisasi diri mengakibatkan suatu usaha untuk mengembangkan kapasitas-kapasitas seseorang, pemahaman diri dan penerimaan diri yang terus diilakukan dan ditanamka pada sifat dalam diri seseorang.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

a) Orang Lain

Gabriel Marcell, filsuf eksistensialis dari dalam buku Drs. Jalaludin Rakhmat yang Berjudul psikologi komunikasi menulis tentang peranan orang lain dalam memahami diri kita, The fact is that the we

6


(41)

can understand ourselve by starting from the other, or from others, and only by starting from them. Kita mengenal diri kita dengan mengenal diri orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda menilai saya akan membentuk konsep diri saya. (Rakhmat, 2009: 101) b) Kelompok Rujukan

Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. kelompok yang secara emosional mengikat kita dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang, ini disebut dengan kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya.

Orang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan lima hal yaitu:

a. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah b. Ia merasa setara dengan orang lain.

c. Ia menerima pujian tanpa rasa malu.

d. Ia menyadari, bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.

e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha sebaliknya.

(Rakhmat, 2009: 105)

Dan ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif yaitu: a. Ia peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak terima dengan

kritikan yang diterimanya.

b. Responsitif sekali terhadap pujian. Berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan atusiasmenya pada waktu menerima pujian.


(42)

d. Bersikap pesimis terhadap kompetisi seperti terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.

(Rakhmat, 2009: 105)

Konsep diri merupakan dasar dari perilaku seseorang, oleh karena itu konsep diri memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan dari individu. Dengan adanya konsep diri yang positif maka individu akan dapat melihat kelebihan dan kelemahan dirinya, mempunyai harga diri yang sesuai serta memiliki identitas diri yang jelas sehingga individu akan peka terhadap dirinya dan lingkungan sekitarnya. Tingkah laku tidak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman masa lalu dan saat ini, tetapi makna-makna pribadi pada masingmasing individu ikut mempengaruhi.

2.3

Tinjauan Tentang Fotografi

2.3.1 Pengertian Fotografi

Fotografi dianggap sebagai aktifitas paling semarak, bagaimana tidak siapapun saat ini siapapun dapat memiliki gear (perlengkapan) layaknya seorang fotografer. Kamera DSLR atau SLR siapaun kini bisa memilikinya, karena perkembangan teknologi yang diserap semua orang dan saat ini sudah menjadi tren tersendiri.

Dalam buku Ferry Darmawan, Dunia Dalam Bingkai, “istilah

fotografi pertama kali dikemukakan oleh ilmuan Inggris, Sir John Herschell pada tahun 1839. Fotografi berasal dari kata photos


(43)

fotografi berarti mencatat atau melukis dengan sinar atau dengan cahaya.” (Darmawan, 2009: 19)

Dalam kamus komunikasi, foto (photograph) berarti gambar orang atau benda sebagai hasil pemotretan dengan kamera foto (Effendy, 1989:272). Ilmunya sendiri disebut fotografi (photography), yaitu proses atau seni menciptakan dari suatu obyek dengan merekayasa sinar-sinar (Effendy, 1989: 272).

Dalam kaitannya dengan ilmu komunikasi, foto adalah sebagai pesan (message) yang disampaikan dalam bentuk gambar yang dicetak di atas kertas foto. Dalam komunikasi massa pesan terdiri dari dua aspek yakni pesan (the content of message) dan lambang (symbol) untuk mengekspresikannya. Lambang yang disampaikan pun beraneka ragam macamnya. Lambang utama pada radio adalah bahasa lisan, pada surat kabar adalah tulisan, gambar (karikatur, foto), media advertising adalah gambar, video. Sedangkan pada film dan TV adalah gambar hidup.

Fotografi secara keseluruhan bukan hanya mengandalkan kehadiran cahaya saja, melainkan gabungan beberapa ilmu alam, ilmu kimia, mekanika, elektrinika dan seni. Sangat erat hubungannya dengan informasi dan dokumentasi. Karena itu tidak berlebihan bila fotografi menjadi salah satu studi komunikasi. (Sunarjo, 1995: 236)


(44)

Orang yang melakukan kegiatan fotografi dikenal dengan sebutan juru potret, atau dalam bahasa Inggris biasa disebut

photographer, yakni orang yang mempunyai keahlian dalam merekam

gambar suatu obyek dengan kamera foto. (Effendy, 1989:272)

2.3.3 Pengertian Glamour Photography

Glamour Photography adalah aliran fotografi yang berkaitan

dengan unsur keindahan bentuk tubuh manusia (umumnya wanita).

Beberapa aliran menggunakan teknik soft look atau gambar yang

dibuat lunak, kurang kontras, atau remang-remang sehingga

menimbulkan keindahan, kelembutan, dan daya tarik.

(Glamour Photography, www.istilah-fotografi.co.cc)

“Glamour photography is the photographing of a model with

the emphasis on the model and the model's sexuality and allure; with any clothing, fashion, products or environment contained in the image being of minor consideration. Photographers use a combination of cosmetics, lighting and airbrushing techniques to produce the most

physically appealing image of the model possible.” Fotografi Glamour

adalah memotret model dengan penekanan pada model dan seksualitas seorang model yang menjadi daya tariknya; dengan pakaian apapun,

fashion, produk atau Fotografer menggunakan kombinasi kosmetik,

pencahayaan dan airbrushing teknik untuk menghasilkan gambar yang paling menarik dari model fisik yang mungkin. (Wikipedia. en.wikipedia.org/wiki/Glamour_photography)


(45)

BAB III

OBYEK PENELITIAN

3.1

Tinjauan Tentang Fotografi

3.1.1 Sejarah Fotografi di Indonesia

Sejarah fotografi di Indonesia dimulai sejak abad 18, tepatnya pada tahun 1857, pada saat 2 orang juru foto Woodbury dan Page membuka sebuah studio foto di Harmonie, Batavia. Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal perkembangan fotografi komersil. Studio fotopun semakin ramai di Batavia. Dan kemudian banyak fotografer professional maupun amatir mendokumentasikan hiruk pikuk dan keragaman etnis di Batavia.

Masuknya fotografi di Indonesia adalah tahun awal dari lahirnya teknologi fotografi, maka kamera yang adapun masih berat dan menggunakan teknologi yang sederhana. Teknologi kamera pada masa itu hanya mampun merekam gambar yang statis. Karena itu kebanyakan foto kota hasil karya Woodbury dan Page terlihat sepi karena belum memungkinkan untuk merekam gambar yang bergerak.

Terkadang fotografer harus menggiring pedagang dan pembelinya ke dalam studio untuk dapat merekam suasana hirup pikuk pusat perbelanjaan. Oleh sebab itu telihat bahwa pedagang dan pembelinya beraktifitas membelakangi sebuah layar. Ini karena


(46)

teknologi kamera masih sederhana dan masih riskan jika terlalu sering dibawa kemana-mana.

Pada tahun 1900an, muncul penemuan kamera yang lebih sederhana dan mudah untuk dibawa kemana-mana sehingga memungkinkan para fotografer untuk melakukan pemotretan outdoor. Bisa dibilang ini adalah awal munculnya kamera modern. Karena bentuknya yang lebih sederhana, kamera kemudian tidak dimiliki oleh fotografer saja tetapi juga dimiliki oleh masyarakat awam.

Banyak karya-karya fotografer maupun masyarakat awam yang dibuat pada masa awal perkembangan fotografi di Indonesia tersimpan di Museum Sejarah Jakarta. Seperti namanya, museum ini hanya menghadirkan foto-foto kota Jakarta pada jaman penjajahan Belanda saja. Karena memang perkembangan teknologi fotografi belum masuk ke daerah. Salah satu foto yang dipamerkan adalah suasana Pasar Pagi, Glodok, Jakarta pada tahun 1930an. Pada awal dibangun, pasar ini hanya diisi oleh beberapa lapak pedagang saja. Ini berbeda dengan kondisi sekarang dimana Glodok merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta.

1. Kassian Cephas (1844-1912): Yang Pertama, yang Terlupakan

Cephas lahir pada 15 Januari 1845 dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik


(47)

Bernard Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina Petronella Steven (siapa). Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah sekitar 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama Simon Willem Camerik.

Gambar 3.1 Kassian Cephas

Sumber : daniarwikan.blogspot.com/2009/03/sejarah-fotografi indonesia

Kassian Cephas memang bukan tokoh nasional yang dulunya menenteng senjata atau berdiplomasi menentang penjajahan bersama politikus pada zaman sebelum dan sesudah kemerdekaan. Ia hanyalah seorang fotografer asal Yogyakarta yang eksis di ujung abad ke-19, di mana dunia fotografi masih


(48)

sangat asing dan tak tersentuh oleh penduduk pribumi kala itu. Nama Kassian Cephas mungkin baru disebut bila foto-foto tentang Sultan Hamengku Buwono VII diangkat sebagai bahan perbincangan. Dulu, Cephas pernah menjadi fotografer khusus Keraton pada masa kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak Keraton, maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di Keraton pada waktu itu. Hasil karya foto-fotonya itu ada yang dimuat di dalam buku karya Isaac Groneman (seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang kebudayaan Jawa) dan buku karangan Gerrit Knaap (sejarawan Belanda yang berjudul "Cephas, Yogyakarta: Photography in the Service of the Sultan".

Gambar 3.2


(49)

Sumber : daniarwikan.blogspot.com/2009/03/sejarah-fotografi indonesia

Dari foto-fotonya tersebut, bisa dibilang bahwa Cephas telah memotret banyak hal tentang kehidupan di dalam Keraton, mulai dari foto Sultan Hamengku Buwono VII dan keluarganya, bangunan-bangunan sekitar Keraton, upacara Garebeg di alun-alun, iring-iringan benda untuk keperluan upacara, tari-tarian, hingga pemandangan Kota Yogyakarta dan sekitarnya.

Tidak itu saja, bahkan Cephas juga diketahui banyak memotret candi dan bangunan bersejarah lainnya, terutama yang ada di sekitar Yogyakarta. Berkaitan dengan kegiatan Cephas memotret kalangan bangsawan Keraton, ada cerita yang cukup menarik. Zaman dulu, dari sekian banyak penduduk Jawa waktu itu, hanya segelintir saja rakyat yang bisa atau pernah melihat wajah rajanya. Tapi, dengan foto-foto yang dibuat Cephas, maka wajah-wajah raja dan bangsawan bisa dikenali rakyatnya.

2. Masa-Masa Keemasan Cephas

Cephas pernah terlibat dalam proyek pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan zaman Hindu-Jawa, yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan, yang dilakukan oleh Archeological Union di Yogyakarta pada tahun 1889-1890. Saat bekerja, Cephas banyak dibantu oleh Sem, anak laki-lakinya yang juga tertarik pada dunia fotografi. Cephas juga


(50)

membantu memotret untuk lembaga yang sama ketika dasar tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto yang dibuat Cephas dalam proyek penggalian itu. Pemerintah Belanda mengalokasikan dana 9.000 gulden untuk penelitian tersebut. Cephas dibayar 10 gulden per lembar fotonya. Ia mengantongi 3.000 gulden (sepertiga dari seluruh uang penelitian), jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu itu.

Beberapa foto seputar candi tersebut dijual Cephas. Alhasil, foto-foto buah karyanya itu menyebar dan terkenal. Ada yang digunakan sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para elit Belanda yang akan pergi ke luar kota atau ke Eropa. Album-album yang berisi foto-foto Sultan dan keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti presiden. Hal itu tentunya membuat Cephas dikenal luas oleh masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka. Karena kedekatan dengan lingkungan elit itulah sejak tahun 1888 Cephas memulai prosedur untuk mendapatkan status "equivalent to Europeans" (sama dengan orang Eropa) untuk dirinya sendiri dan anak laki-lakinya: Sem dan Fares.

Cephas adalah salah satu dari segelintir pribumi yang waktu itu bisa menikmati keistimewaan-keistimewaan dan


(51)

penghargaan dari masyarakat elit Eropa di Yogyakarta. Mungkin itu sebabnya karya-karya foto Cephas sarat dengan suasana menyenangkan dan indah. Model-model cantik, tari-tarian, upacara-upacara, arsitektur rumah tempo dulu, dan semua hal yang enak dilihat selalu menjadi sasaran bidik kameranya. Bahkan, rumah dan toko milik orang-orang Belanda, lengkap dengan tuan-tuan dan noni-noni Belanda yang duduk-duduk di teras rumah, juga sering menjadi obyek fotonya.

Sekitar tahun 1863-1875, Cephas sempat magang di sebuah kantor milik Isidore van Kinsbergen, fotografer yang bekerja di Jawa Tengah. Status sebagai fotografer resmi baru ia sandang saat bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Sejak menjadi fotografer khusus Kesultanan itulah namanya mulai dikenal hingga ke Eropa.

3. Terlindas Semangat Revolusi

Meski demikian, dalam khazanah fotografi Indonesia, nama Kassian Cephas tidak seharum nama Mendur bersaudara, yakni Frans Mendur dan Alex Mendur. Mereka berdua adalah fotografer yang dianggap sangat berjasa bagi perjalanan bangsa ini. Merekalah yang mengabadikan momen-momen penting saat Soekarno membacakan proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Karya-karya mereka lebih disorot masyarakat Indonesia karena


(52)

dianggap kental dengan suasana heroik yang memang pada masa itu sangat dibutuhkan.

Foto-foto monumental karya Mendur Bersaudara, mulai dari foto Bung Tomo yang sedang berpidato dengan semangat berapi-api di bawah payung, foto Jenderal Sudirman yang tak lepas dari tandunya, foto sengitnya pertempuran di Surabaya, hingga foto penyobekan bendera Belanda di Hotel Savoy, menjadi alat perjuangan bangsa dan menjadi bukti sejarah terbentuknya negara ini. Di awal-awal kemerdekaan dan revolusi, tentu saja foto-foto Mendur Bersaudara tadi terus diproduksi oleh penguasa dan pelaku sejarah untuk mengawal semangat bangsa ini. Foto-foto karya mereka dicetak dalam buku-buku sejarah dan menjadi bacaan wajib siswa sekolah, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat doktoral.

Sementara foto-foto Cephas yang penyebarannya sangat terbatas lebih cocok masuk ke museum atau dikoleksi oleh orang-orang yang menjadi kliennya atau para kolektor. Kandungan foto karya Cephas dinilai tidak mendukung suasana pergolakan yang tengah berlangsung saat itu. Bahkan foto-fotonya yang menonjolkan tentang keindahan Indonesia, potret raja-raja dan “londo-londo”, serta para bangsawan dipandang


(53)

Perbedaan zamanlah yang membuat foto-foto karya Cephas dan Mendur Bersaudara saling bertolak belakang. Kalau foto karya Mendur Bersaudara memperlihatkan sosok Bung Karno yang hangat, flamboyan, dan penuh semangat kerakyatan, justru foto buatan Cephas menampilkan sosok raja yang dingin, sombong, dan sangat feodal. Bila foto-foto para pejuang wanita yang juga anggota palang merah di kancah pertempuran disuguhkan Mendur Bersaudara, justru foto-foto gadis cantik, manja, dan ayulah yang ditawarkan Cephas. Maka wajar bila foto-foto Mendur Bersaudara dicari dan dilirik orang, sedangkan foto-foto Cephas tenggelam dalam pelukan para kolektor.

Kini Kassian Cephas hanya tinggal kenangan. Foto-foto tentang dirinya pun tersembunyi entah di mana. Hanya ada satu buah foto yang menjadi bukti bahwa ia pernah ada, yakni foto

dirinya setelah menerima bintang jasa “Orange-Nassau” dari Ratu Wilhelmina pada tahun 1901.1

3.1.2 Sejarah Perhimpunan Amatir Foto (PAF) di Bandung

Sudah sejak lama anggota-anggota perkumpulan foto yang ada di Indonesia merasa perlu membentuk suatu wadah gabungan perkumpulan-perkumpulan foto setanah air. Pada tahun 1965 terbentuklah GAPERFI (GABUNGAN PERHIMPUNAN FOTO INDONESIA). Sayangnya usia GAPERFI amat pendek, hanya 1

1


(54)

tahun saja. Setelah masa itu, aktifitas GAPERFI ataupun gabungan perkumpulan-perkumpulan foto lain yang serupa , tak pernah muncul lagi.

Tahun 1970 Yayasan Foto Indonesia mencetuskan suatu ide untuk memprakarsai suatu bentuk gabungan baru dengan nama INDONESIAN PHOTOGRAPHIC SOCIETY yang selain menggabungkan perkumpulan perkumpulan foto di Indonesia, juga menjadi ajang bagi para fotografer untuk menyalurkan hobinya yaitu melalui majalah Foto Indonesia. Termasuk juga untuk mengorbitkan nama Indonesia ke manca negara melalui beberapa tokoh internasional yang mempunyai hubungan baik dengan Foto Indonesia, antara lain K. H. Tang dan K.F. Wong Hon. E. FIAP (beliaulah yang mensponsori Prof. DR. R.M. Soelarko untuk memperoleh gelar Hon. E. FIAP). Namun Yayasan Foto Indonesia bukanlah suatu perkumpulan foto, sehingga kurang tepat menjadi suatu organisasi yang mengurusi perkumpulan perkumpulan foto.

Dengan adanya kendala tersebut, para pengasuh majalah Foto Indonesia yang sebagian besar adalah anggota PERHIMPUNAN AMATIR FOTO (PAF) - Bandung, “membawa” gagasan tersebut ke PAF. Sehingga pada tanggal 20 Desember 1970 disepakati untuk membentuk Sekretariat Bersama Perkumpulan-perkumpulan Foto di Indonesia sebagai langkah awal untuk mengisi kedudukan sekretariat tetap yang baru akan dilaksanakan pembentukannya dalam sebuah


(55)

Musyawarah Nasional. Sekretariat bersama ini segera mendapat dukungan dari LEMBAGA FOTOGRAFI TJANDRA NAYA (Jakarta) , FADJAR (Jakarta) serta HISFA (Yogyakarta) dan lain-lainnya.

Gambar 3.3 Logo PAF

*Sumber: dokumentasi penulis, Juni 2011

Sebelum diadakan Munas dengan acara utama Pembentukan Federasi dan pelaksanaan Salonfoto Indonesia I, maka perlu terlebih dahulu diadakan pembicaraan internal antara Perhimpunan Amatir Foto (PAF)-Bandung dengan Lembaga Fotografi Tjandra Naya (LFTN)-Jakarta, dengan tugas untuk menyiapkan tempat rapat serta penginapan, yang akan diadakan di Jakarta.

Maka ditentukan suatu hari Minggu yang cerah, bertemu di suatu tempat yang indah di Jawa Barat. Cibodas adalah sebuah pilihan yang dianggap tepat karena berada di tengah-tengah diantara Bandung dan Jakarta. Pada pertemuan puncak di Cibodas ini tercapai kata sepakat untuk bersama mendirikan Federasi, dengan dua perkumpulan bertindak sebagai Panitia Persiapan.


(56)

3.2

Tinjauan Tentang Fotografi Glamor (

Glamour Photography

)

3.2.1 Asal Mula Foto Glamour

Kata glamour, jika diartikan dan menelaah menurut salah seorang ahli, “Glamour is a subject that’s always sells, but ask ten

people what glamour is and you’ll receive ten different answers.”

(Glamor adalah sesuatu yang menjual, akan tetapi bila bertanya kepada 10 orang maka anda akan mendapatkan 10 jawaban yang berbeda-beda.” (Gowland, 1957 : 5)

Jika melihat contoh foto-foto glamour (glamour photo), tidak semua orang bisa membuatnya dengan mudah. Karena ada beberapa pengetahuan di samping pengetahuan dan teknik pencahayaan, pengetahuan tentang fashion, dan pengetahuan tentang fotografi secara menyeluruh, ia juga harus mampu mengetahui dan memahami budaya yang berkembang di lingkungannya. Nilai-nilai yang harus dijaga dan ditaati, itupun mempengaruhi karya foto glamour. Karena membuat karya baik itu untuk pribadi maupun untuk orang lain, pastinya menggunakan konsep diri dan mempertaruhkan eksistensi profesinya.

Foto glamour awal dikenal dengan sebutan foto erotis (erotic photography). Foto glamour mulai dikenal sejak tahun 1950-an, di mana foto ini pada dasarnya masih digambarkan dengan perempuan dengan pakaian minim. Salah satu majalah Inggris yang dikenal dengan nama Pinup, serta modelnya Betty Grable terkenal denan


(57)

foto glamour-nya. Sehingga ketika bersamaan terbitnya majalah

Pinup kata “glamour” mulai digunakan, tahung 1957.2

3.2.2 Pengertian Foto Glamour

Foto glamor (Glamour photo) itu sendiri merupakan hasil karya dari Fotografi Glamor (Glamour Photograph), dimana:

Fotografi Glamor, adalah aliran dalam fotografi yang berkaitan dengan unsur keindahan bentuk tubuh seseorang atau beberapa model (umumnya kaum wanita). Beberapa aliran menggunakan teknik yang disebut soft look, yaitu gambar dibuat lunak, kurang kontras (soft) dan remang-remang, sehingga dapat menimbulkan keindahan, kelembutan serta daya tarik tersendiri. (Nugroho, 2006 : 158)

Dalam aktualisasi dan penggunaannya, foto glamour sering dikombinasikan. Foto glamour sering dipadukan dengan fahion, sehingga sering kita dengar Fashion Glamour, foto dengan tema inipun menjadi semarak. Karena Fashion dianggap bisa menimbulkan mood (suasana hati). Sesuai dengan perkataan Peter Gowland dalam bukunya, How To Take Glamour Photos, “With fashion photography, you are creating a mood on paper”. (Dengan

fotografi fashion, kamu membuat suasana di atas kertas/media) (Gowland, 1957: 94)

2


(58)

Kemudian latar belakang sosial, budaya dan tempat dimana ia bekerjapun menjadikan pengetian tentang Foto glamour sendiri berbeda-beda. Di Negara Timur seperti di Indonesia, kita sangat jarang menemukan foto-foto glamour, karena memang di negara kita foto dengan kualitas glamour tidak dipublikasikan secara terang-terangan. Foto glamour menjadi dokumentasi pribadi, baik itu model maupun fotografernya sendiri. Dalam artian tidak seperti di Erofa atau Amerika, foto glamour sering menjadi foto-foto yang menghiasi kalender dirumah atau iklan-iklan disekitar kehidupan kita, baik itu di TV, poster, dan lain-lain. Disamping nilai budaya yang dianut mempengaruhi, kepercayaan serta nilai yang dianut Negara Timur dan Barat sangat berbeda.

“If you ask a photographer of news papers or glossy calendar

pinups, then it means fresh, youthful, brightly lit young ladies, all with cheerful, winning smiles. But if you ask the producer of Vogue or Cosmopolitan, or glossy Sunday newspaper colour supplements, then it means stylish, sexy, modern, and positive imagery of fashion conscious people. Not necessarily without any clothing. Once more, ask the publicist for a West End theatre

show like Chicago what glamour means to them and you’ll

discover that it means dark, sexy, edgy character with plunging necklines and provocative clothes or sharp suits and sharper wits.

And for the lad’s magazine market of leaded and FHM, glamour

means girls in bikinis or underwear, looking pouty and sexy, but photographed skillfully and lit with style.” (Jika anda bertanya

kepada fotografer surat kabar atau majalah Pinup, foto glamour

berarti segar, muda, semua dengan ceria, tersenyum menang. Tetapi jika Anda bertanya produser Vogue atau kepada Cosmopolitan, atau Surat Kabar Sunday, maka itu berarti citra bergaya, seksi, modern, dan positif dari orang sadar mode. Belum tentu tanpa pakaian apapun. Sekali lagi, bertanya kepada teater


(59)

End Barat seperti Chicago apa itu glamour artinya mereka dan Anda akan menemukan bahwa glamour berarti gelap, seksi, karakter gelisah dengan leher terjun dan pakaian provokatif atau pakaian yang tajam dan kecerdasan tajam. Dan untuk majalah FHM, glamour berarti gadis memakai bikini atau pakaian dalam, terlihat sensual dan seksi, tapi difoto denan penuh teknik atau kemampuan dan memperliahtkan gaya.) (Evans, 2004: 6)

3.2.3 Contoh-Contoh Foto Glamour

Berikut beberapa contoh foto glamour: Gambar 3.4

Foto Glamour Semi Nude, Michele Merkin


(60)

Gambar 3.5

Butterfly

*sumber: www.glamour-photos.org, fotografer: shurr

Gambar 3.6

Becoming Sky-Borne


(1)

id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan

tatangmanguny.wordpress.com /2009/ 04/ 32/ subjek-responden-dan informan-penelitian

www.glamour-photos.org

www.istilah-fotografi.co.cc/search/label/ALIRAN%20FOTOGRAFI

www.mail-archive.com/lensa@yahoogroups.com/msg00339.html


(2)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama Lengkap : Maulana Gisaf

Panggilan : Alan

Jenis kelamin : Laki-Laki

Tempat, tanggal lahir : Sukabumi, 24 Desember 1989

Alamat lengkap : Tubagus Ismail Dalam, Gang 1 No 29/153a Coblong, Bandung Kewarganegaraan : WNI

Status perkawinan : Belum menikah Tinggi, berat badan : 170cm /53Kg

Kesehatan : Baik

Agama : Islam

Hobbi : Fotografi, Perfilman, dan Game

Telepon, HP : 08722255577

E-mail : maulana24gisaf@gmail.com maulanagisaf@yahoo.com

Pendidikan

2007 – 2011 : Humas, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Lulus 2004 – 2007 : Al-Zaytun International School, Indramayu Lulus 2001 – 2004 : Al-Zaytun International School, Indramayu Lulus

1995 – 2001 : SDN Gandasoli 1, Sukabumi Lulus

1994 – 1995 : TK Gandasoli, Sukabumi Lulus

Pelatihan/ Seminar/ Workshop

2011 : English Proficiency Test at UNIKOM Bersertifikat

2010 : Workshop Foto “Essay Photo”, Bidik Photography Bersertifikat 2010 : Mengangkat Budaya Bangsa Melalui Jiwa Entrepreneurship Bersertifikat 2010 : Move Attack Photography Blitz, Media Indonesia Bersertifikat

2009 : Ilustrasi Tentang Perfilman Bersertifikat

2009 : Konseptual Fotografi dan Lighting Indoor Bersertifikat 2007 : International Computer Development License Bersertifikat

Pengalaman Organisasi

2010-sekarang : Pemred Needs Magazine

2009 : Kameramen dan Fotografer

2007 : Wartawan Pelajar


(3)

Pengalaman Kerja

2010-sekarang : Photographer at Global Automotive Magazine

2010-sekarang : Photographer and Direct of Photography, Roof Production 2009 : Kameramen dan Fotografer KPU Kota Bandung (Panwaslu)

Bandung, 12 Agustus 2011


(4)

KATA PENGANTAR

Saya bersyukur kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya Saya dapat merampungkan skripsi itu. Saya menyadari, skripsi yang Saya tulis itu bukan merupakan suatu yang instant. Itu buah dari suatu proses yang relatif panjang, menyita segenap tenaga dan pikiran.

Kemudian rasa terima kasih sebesar-besar kepada Orang tua, Ayah Ibu yang terus berkenan mendoakan, membiayayi, kemudian mendukung Saya dalam pembuatan skripsi ini. Penulisan skripsi itu Saya lakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Komputer Indonesia. FISIP - Unikom, Konsentrasi Humas. Yang pasti, tanpa segenap motivasi, kesabaran, kerja keras, dan doa, mustahil Saya sanggup untuk menjalani tahap demi tahap dalam kehidupan akademik peneliti di FISIP-Unikom, Konsentrasi Humas.

Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih yang tak terhingga, wajib Saya berikan kepada Yang Terhormat:

1. Bapak Dr. Ir Eddy Suryanto Soegoto. selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

2. Bapak Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo,Drs., M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Berkat doa dari beliau semua mahasiswa bisa terus belajar di bawah bimbingannya walaupun tidak secara langsung.

3. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. Nasehat serta bimbingan tiada hentinya selalu ia berikan kepada


(5)

Saya, tanpa mengeluh dan bosan mengingatkan Saya bila sedang berada pada jalur yang kurang lurus.

4. Ibu Melly Maulin P., S.Sos., M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi, berkat nasihat dan kritik membangunnya selalu membuat Saya berada dalam arah pembelajaran yang benar.

5. Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi sekaligus Dosen Wali, yang selalu memberikan arahan dan semangatnya kepada Saya, serta menyempatkan waktunya untuk bimbingan kepada peneliti. Mendidik kami selaku mahasiswanya, beliau seperti Ibu di kampus bagi kami.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Komunikasi yang telah memberikan Ilmu, Pengetahuan serta Wawasan kepada kami tanpa mengenal keluh kesah. 7. Terima kasih untuk teman-teman kosan tubagus 29/153 A. Adikku Fitria Afrian

Dhita, Ardhian Darussalam, Reza Fahdi, Amelia Fitrin, Faridzatul Azna, Faisal Syururi, Fikha Lutfi, Mayang dan lainnya, yang selalu mengarahkan dan menyemangati Saya.

8. Bapak Aditya Zen, selaku informan yang selalu mengarahkan, memberi dukungan serta pengetahuannya. Beliau selalu meluangkan waktu untuk terus mendidik Saya, bahkan menginspirasi kehidupan Saya, sukses Kang Adit!

9. Bapak Andang Iskandar, selalu mendidik dan memberi arahan tiada hentinya. Dengan nasihat dan kritiknya yang selalu diberikan kepada Saya.

10.Bapak Indra Sapta, selaku informan yang selalu membimbing dan mengarahkan kepada keilmuan serta pengalaman tiada taranya. Kerjasama dan pembelajaran dari beliau selalu memompa semangat Saya.


(6)

11.Bapak Budhi Ipoeng, selaku informan yang selalu menjelaskan dan memngajarkan semua hal tentang fotografi. Refrensi serta pengalamannya selalu menambah pengetahuan Saya hingga kini.

12.Seluruh teman-teman kampus khususnya angkatan 2007 yang sama-sama bekerja keras untuk mengerjakan skripsi ini

Semoga semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungannya, baik itu yang tertulis di atas maupun yang belum tertulis diberkahi dan dibalas oleh Allah SWT, amin. Kemudian Skripsi ini bisa memberikan manfaat bagi semua civitas akademika khususnya di Universitas tercinta Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Bandung Indonesia, serta bagi orang atau masyarakat yang membaca Skripsi ini.

Bandung, Agustus 2011

Penulis