42
umumnya diberikan secara parenteral pada serangan asma berat dengan dosis awal aminofilin 6-8 mgkg BB diberikan selama 20-30 menit dan dosis
rumatan 5mgkg6jam World Health Organization, 2013; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008.
Pemberian aminofilin dengan dosis kurang ditemui pada kasus 2, 5, 7, 9, 11, 13, 14, dan 21 yang dapat dilihat pada lampiran. Pemberian aminofilin
dengan dosis kurang dapat menyebabkan onset obat ini akan semakin lama sehingga efek bronkodilatasi akan lebih lama terjadi. Aminofilin merupakan
obat dengan indeks terapi sempit sehingga perlu hati-hati dalam pemberian dosis yang tepat.
Kortikosteroid efektif digunakan dalam manajemen asma karena dapat mengurangi inflamasi jalan napas. Pemberian kortikosteroid secara oral sama
efektif dengan pemberian secara intravena. Kortikosteroid intravena dapat diberikan pada pasien dengan serangan berat atau tak mampu menelan
dengan dosis pemberian 0,5-1 mgkgBBhari Global Initiative for Asthma, 2014; BMJ Group, 2011; Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009; Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pemberian dosis kortikosteroid intravena yang kurang dari dosis terapi ditemui pada kasus 4, 5, 6, 7, 12, 13,
14, 15, 18, dan 19 yang dapat dilihat pada lampiran.
43
Tabel XII. Kejadian DRPs dosis kurang pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap RS RK Charitas Palembang
periode Juli-Desember 2013
No. Kasus Assessment
Jenis DRPs Recommendation
2, 5, 7, 9, 11, 13, 14, 21
Pemberian aminofilin dengan dosis kurang.
Aktual -
Perlu dilakukan
penyesuaian dosis pemberian
aminofilin -
Perlu dilakukan
pemantauan kadar teofilin darah
4, 5, 6, 7, 12, 13, 14, 15,
18, 19 Pemberian dosis kortikosteroid
intravena yang kurang dari dosis terapi.
Aktual Perlu
dilakukan penyesuaian
dosis pemberian
kortikosteroid
3. Obat Tidak Dibutuhkan
Obat tidak dibutuhkan dapat disebabkan oleh tidak adanya indikasi medis yang sesuai dengan obat yang diberikan, menggunakan terapi
polifarmasi yang seharusnya bisa menggunakan terapi tunggal, kondisi yang lebih cocok mendapat terapi non farmakologi, terapi efek samping yang dapat
diganti dengan obat lain, dan penyalahgunaan obat. Kategori DRPs obat tidak dibutuhkan ditemui pada 64 kasus pada penelitian ini.
Pada kasus nomor 5, 10, dan 15 ditemui penggunaan antibiotik yang kurang tepat. Antibiotik sebaiknya tidak diberikan secara rutin pada pasien
asma tanpa demam. Antibiotik dapat diberikan pada pasien asma dengan demam atau adanya tanda pneumonia Global Initiative for Asthma, 2014;
World Health Organization, 2013. Demam merupakan tanda terjadinya infeksi mikroorganisme, sehingga pemberian antibiotik diindikasikan jika
44
pasien asma mengalami demam danatau pneumonia. Penggunaan antibotika yang kurang tepat ini dikhawatirkan dapat menimbulkan resistensi antibiotik.
Pada kasus-kasus tersebut di atas, penggunaan antibiotik umumnya diberikan sejak hari pertama rawat inap dengan data tanda vital pasien menunjukkan
suhu tubuh normal. Data tanda vital pasien pada hari perawatan selanjutnya umumnya kurang lengkap dapat dilihat pada Lampiran, sehingga ada
kemungkinan bahwa pasien mengalami demam namun tidak tercatat pada rekam medis. Kemungkinan lain yang juga dapat terjadi yaitu pasien
mengalami demam dan menggunakan obat penurun panas tanpa dilakukan pencatatan penggunaan obat di rekam medis. Pemeriksaan tanda vital dan
kultur bakteri dapat dilakukan untuk menegaskan perlunya penggunan antibiotik. Oleh karena itu, pemberian antibiotik yang termasuk kategori obat
tidak dibutuhkan ini merupakan DRP yang bersifat potensial. Parasetamol merupakan analgesik dan antipiretik penurun panas.
Indikasi utama pemberian antipiretik pada anak adalah jika suhu tubuh lebih dari 38,3
o
C Sullivan, et al., 2011. Pemberian Parasetamol yang kurang sesuai dengan indikasi ditemui pada kasus nomor 16, 17, 24, dan 25. Pasien
yang mengalami kenaikan suhu tubuh sebaiknya diberikan terapi non farmakologi terlebih dahulu, seperti kompres dan minum air putih, sebelum
diberikan terapi farmakologi. Peningkatan suhu tubuh pada pasien mungkin terjadi akibat mekanisme fisiologis tubuh untuk melawan zat asing baik dari
dalam maupun dari luar tubuh. Pemberian Parasetamol mugkin dilakukan karena pasien merasa kurang nyaman dengan peningkatan suhu tubuh yang
45
terjadi. Pemberian Parasetamol ini dapat dikategorikan sebagai DRP potensial.
Tabel XIII. Kejadian DRPs obat tidak dibutuhkan pada pasien anak dengan asma pada pasien asma anak di instalasi rawat inap
RS RK Charitas Palembang periode Juli-Desember 2013
No. Kasus Assessment
Jenis DRPs Recommendation
5, 10, 15 Penggunaan
antibiotik yang
kurang tepat. Potensial
- Pertimbangkan
penghentian penggunaan antibiotik
- Perlu dilakukan pemantauan suhu
tubuh 16, 17, 24, 25
Penggunaan Parasetamol kurang
sesuai. Potensial
- Pertimbangkan
penghentian penggunaan Parasetamol
- Pertimbangkan pemberian terapi non
farmakologi -
Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh
4. Dosis Berlebih
Pada penelitian ini terdapat 4 kasus DRPs yang masuk dalam kategori dosis berlebih. Dosis berlebih yang ditemui dalam penelitian ini disebabkan
karena dosis pemberian obat yang terlalu tinggi. Pada kasus 6 ditemui pemberian deksametason dengan dosis yang
berlebih. Dosis deksametason intravena yang tercatat diberikan pada pasien adalah 2 g, padahal dosis harian steroid intravena adalah 0,5-1 mgkg
BBhari. Hal ini mungkin terjadi akibat kesalahan penulisan dalam catatan penggunaan obat.
Pada kasus 5, 16 dan 18 ditemui DRP kategori dosis berlebih akibat pemberian teofilin dengan dosis melebihi dosis maksimal harian 10
mgkgBBhari. Pemberian teofilin dengan dosis berlebih dapat menyebabkan