Perancangan Film Pendek Pengalaman Mati Suri

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN FILM PENDEK PENGALAMAN MATI SURI

Dk 38315/Tugas Akhir Semester II 2013-2014

Oleh:

Saeful Hikmah Apandi 51909226

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Saeful Hikmah Apandi

Nim : 51909226

Jurusan : Desain Komunikasi

Visual

Jenjang : Strata 1

Fakultas : Desain

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 13 Oktober 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Perum. Permata Hijau Blok.D 42 RT 001/012

Desa jelegong

Kecamatan Rancaekek Bandung

Email : Saefulhikmah.apandi@yahoo.com

RiwayatPendidikan

TAHUN PENDIDIKAN

1996 – 1997 TK. At-Taqwa

1997– 2003 SDN Jelegong II Rancaekek 2003– 2006 SMPN Al-Masoem

2006 – 2009 SMA Pasundan 8 Bandung 2009 – 2014 UniversitasKomputer Indonesia


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ...ii

SURAT KETERANGAN HAK EKSKLUSIF ... iii

ABSTRAK………..... iv

ABSTRACT………..... v

KATA PENGANTAR………..... vi

DAFTAR ISI………........ ……… viii

DAFTAR GAMBAR…………... ……........ ……… x

BAB I PENDAHULUAN………. 1

I.1 Latar Belakang Masalah………... 1

I.2 Identifikasi Masalah………... 3

I.3 Rumusan Masalah...………... 3

I.4 Batasan Masalah………... 4

I.5 Tujuan Perancangan……….. 4

BAB II Pengalaman Mati Suri……….. 5

II.1 Kajian tentang Near Death Experience (NDE)…………... 5

II.2 Tinjauan Teoritis tentang Mati Suri…….…………... 6

II.2.1 Kriteria Mati Suri... 7

II.2.2 Bagian-Bagian Mati Suri... 8

II.2.3 Tipe Mati Suri... 15

II.2.4 Dampak Mati Suri... 15

II.3Fakta tentang Mati Suri...………... 17

II.3.1 Analisa Medis Mati Suri... 17

II.3.2 Analisa Psikolog Mati Suri... 19

II.3.3 Analisa Spiritual Mati Suri... 19

II.4Efek Perubahan Religius dan Spiritual dari Pengalaman Mati Suri …...….………. 21

II.5 Fenomena yang Terjadi…………..………... 23

II.6Solusi Masalah...…………..………... 24

II.7Target Audiens...…………..………... 25


(6)

II.8.1 Klasifikasi Media Komunikasi... 26

II.9Pengertian Visualisasi... …..…..………... 29

II.10Pengertian Film Pendek...………..………... 30

BAB III Strategi Perancangan dan Konsep Visual ……….... 31

III.1 Strategi Perancangan...…………... 31

III.1.1 Pendekatan Komunikasi... 31

III.1.2 Strategi Kreatif... 33

III.1.3 Strategi Media... 34

III.1.3.1 Media Utama... 34

III.1.3.2 Media Pendukung... 34

III.2 Konsep Visual...…….………... 35

III.2.1 Ide Cerita …... 35

III.2.2 Premis/Inti Cerita... 35

III.2.3 Sinopsis... 35

III.2.4Story Line... 36

III.2.5 Story Board... 39

III.2.6Format Desain... 41

III.2.7Karakter Tokoh... 42

III.2.8 Musik... 44

III.2.9 Warna... 44

III.2.10Typography... 45

BAB IV Teknis Produksi Media……….... 46

IV.1 Media Utama………...…………... 46

IV.1.2Film Pendek “Me and Near Death Experience”... 46

IV.2.1 Tahap Pra Produksi... 46

IV.2.2 Tahap Produksi... 53

IV.2.3 Pasca Produksi... 58

IV.2 Media Pendukung………...…………... 61

DAFTAR PUSTAKA……….. 66


(7)

Daftar Pustaka

Buku

Adiswarananda, S. (1991). Hinduism. In C. J. Johnson & M.G. McGee (Eds). How Different Religions View Death and Afterlife Philadelphia, PA: The Charles Press. Bailey, L. W. & Yates, J. (1996). The Near Death Experience. A Reader. New York London

Fakhrurrozi, M. (2010). The Secret of Kematian. Jakarta: PT Wahyu Media

El-Qudsi, Hasan. (2013). 10 Peristiwa Dahsyat di Alam kubur. Ngemplak, Boyolali: Hijra Publishing

Jurnal

Roby Taofik. 2013. Perancangan Film Pendek Hong 25. UNIKOM. Bandung.

Website

www.filmpelajar.com

Eka Machrudi, 2012 (13 Juni). Pengertian dan karakteristik film pendek

Tersedia di: http://koma.or.id/2012/06/pengertian-tentang-film-pendek.htm [uni 2012]


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya dipanjatkan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini yang berjudul “Perancangan Film Pendek Pengalaman Mati Suri”.

Pada Penyusunan Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat kelulusan jurusan Desain Komunikasi Visual S1 di Universitas Komputer Indonesia.

Penulis menyadari bahwa segala kerumitan dalam pemikiran, penyusunan dan pengerjaan teknisnya pada Laporan Tugas Akhir ini tentu saja masih terdapat banyak kekurangan dan jauh dalam kesempurnaan baik dari sisi pengetahuan maupun kemampuan lainnya yang dimiliki penulis. Namun, berkat bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak, Laporan Tugas Akhir ini akhirnya dapat terselesaikan.

Penulis berharap semoga Laporan Tugas Akhir ini menjadi awal kesuksesan bagi penulis dalam naungan keridhaan-Nya dan bermanfaat khusunya bagi penulis umumnya bagi seluruh pembaca.

Bandung, Agustus 2014


(9)

PENYAMPAIAN TERIMA KASIH

Penulis sangat menyadari bahwa terselesaikannya Laporan Tugas Akhir ini tidak lepas dari bantuan semua pihak yang telah mendukung dan membantu langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itu praktikan menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa, semangat dan juga dorongan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini

2. Dekan Fakultas Desain Prof. Dr. Biranul Anas Zaman

3. Deni Albar, M.Ds, selaku koordinator Tugas Akhir ini sehingga dapat telaksana dengan lancar

4. Rini Maulina, M.Sn selaku pembimbing Tugas Akhir yang telah membimbing tanpa rasa lelah, sehingga penulis dapat lebih mudah dalam mengerjakan Tugas Akhir dan dapat terselesaikan dengan baik

5. Wantoro, M.Ds selaku wali dosen, yang selalu membantu memberikan dorongan kepada penulis dan rekan-rekan agar dapat melaksanakan Tugas Akhir ini dengan baik dan lancar

6. Sahabat-sahabat penulis yang selalu mengerti, membantu saat penulis mendapatkan kesulitan.

Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu baik dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak dengan balasan yang berlipat ganda.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LatarBelakang Masalah

Kematian merupakan salah satu fenomena hukum alam yang akan dialami oleh semua orang. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang timbul, mengenai apa sesungguhnya yang menyebabkan kematian, apa sesungguhnya yang terjadi pada saat seseorang mengalami kematian serta apa yang terjadi pada manusia setelah terjadinya kematian (Leahy, 1998, h.201).

Fenomena kematian merupakan salah satu fenomena dahsyat yang sangat besar pengaruhnya pada kehidupan manusia dan termasuk tema yang banyak dikaji, tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga diberbagai bidang keilmuan. Secara universal, pengaruh kematian itu bisa dilihat pada bagaimana manusia dari berbagai kultur agama maupun budaya memperlakukan dan memberikan perhatian yang besar pada fenomena kematian (Hidayat, 2010, h.203),

Hidup kembali di dunia setelah mengalami kematian merupakan hal yang tidak banyak dialami, hanya sebagian orang yang mengalami hidup di dunia kembali setelah mengalami kematian. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah mati suri. Mati suri yaitu pengalaman subjektif seseorang yang mendekati kematian atau berada dalam situasi yang mengancam hidupnya.

Matisuri yang dialami seseorang adalah merasakan damai dan nyaman, tinjauan ulang kehidupan, serta berada didunia lain. Diantaranya pengalaman mengerikan, mengalami kekosongan atau tidak adanya eksistensi (gambaran) dan yang berhubungan dengan gambaran mengenai neraka. Namun sebagian orang yang mengalamimatisuri, merasadirinyaterancamkarenatelahmendekatikematian, dan beranggapan bahwa mati suri merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan.


(11)

Pengalaman mati suri tidak ada yang sama antara satu orang dengan yang lainnya, setiap sisi pengalaman tersebut muncul dalam cerita yang berbeda-beda.

Pengalaman mati suri yang dialami Nani wanita berusia 42 tahun, tidak merasa takut dan hanya merasakan ketenangan dan kesejukan yang lebih baik dibandingkan dengan perasaan saat dikehidupan sebelumnya. Nani menyebutkan bahwa ketenangan yang dialaminya tersebut sebagai suatu ketenangan yang hakiki, sehingga Nani enggan untuk kembali kekehidupannya kembali.

Suatu perasaan segan dan tertekan ketika harus kembali kejasad fisiknya. Perasaan tidak senang, bahkan marah atau menangis saat menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus kembali kebadannya.

Fenomena mati suri adalah salah satu misteri besar dalam kehidupan manusia. Kebanyakan masyarakat jika mendengar istilah matisuri, mereka akan membayangkan adanya seseorang yang telah meninggal lalu hidup kembali. Mati suri bukan lagi sebatas berkenaan dengan hal-hal medis yang sifatnya duniawi. Namun berbicara tentang dunia yang tidak kasat mata. Mati suri tidak cukup dipahami oleh pemikiran manusia yang serba rasional. Ini adalah hal irasional yang sangat tipis batasannya dengan hal rasional. Bagaimana mungkin seseorang yang divonis meninggal dapat hidup normal kembali seperti orang hidup kebanyakan. Pertanyaan mendasar seperti itu sering mengiringi hadirnya kisah-kisah tentang orang yang mati suri.

Orang barat terbiasa dengan berfikir rasional dan mengukur segala sesuatu secara empiris. Kehidupan setelah kematian adalah sesuatu yang tidak mudah diukur dan dibuktikan sampai ada orang yang memberikan kesaksian bahwa memang ia mengalami kehidupan setelah mati. Namun ajaran agama yang mengatakan bahwa ada siksa kubur dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dialam kubur, menjadi suatu yang benar adanya setelah cerita dari orang yang mati suri terungkap.


(12)

Tidak adanya satupun pengalaman yang sama dirasakan oleh semua orang yang selamat dari mati suri. Akibatnya sulit untuk melihat adanya nilai objektif dari laporan penderita mati suri, yang memunculkan banyak anggapan mati suri ini adalah peristiwa rohani dari orang yang mengalami mati suri. Namun, mati suri bersifat transformasional, artinya ia mampu mengubah seluruh pandangan hidup seseorang dan juga bahkan menghilangkan rasa takut mati pada diri sesorang.

I.2 IdentifikasiMasalah

Menurut latar belakang masalah, terdapa identifikasi masalah, yaitu sebagai berikut:

- Ketidak pahaman masyarakat mengenai fenomena mati suri karena Setiap sisi pengalaman muncul dalam cerita yang berbeda-beda

- Adanya pemikiran non rasional atau irasional terhadap mati suri - Adanya anggapan mati suri bukan fenomena spiritual

- Sulitnya melihat adanya nilai objektif dari sumber yang mengalami mati suri - Beberapa subjek tidak dapat mengingat dengan hal-hal yang berkaitan dengan

mati suri yang dialaminya

- Kurangnya media informasi visual tentang penggambaran mati suri I.3 RumusanMasalah

Dari identifikasi masalah diatas, dapat diperoleh rumusan masalah, yaitu bagaimana memberikan pemahaman mengenai pengalaman mati suri kepada masyarakat bahwa mati suri merupakan perjalanan spritual yang dapat membuat seseorang mengalami perubahan pada kehidupannya kearah yang lebih positif.

I.4 BatasanMasalah

Dari identifikasi dan rumusan masalah di atas dapat diperoleh batasan masalah yaitu,


(13)

Hidup kembali di dunia setelah mengalami kematian merupakan hal yang tidak banyak dialami, hanya sebagian orang yang mengalami hidup di dunia kembali setelah mengalami kematian.Tidak adanya satupun pengalaman yang sama dirasakan oleh semua orang yang selamat dari mati suri.

Sulitnya melihat nilai objektif dari laporan penderita mati suri, yang memunculkan banyak anggapan mati suri ini adalah peristiwa rohani dari orang yang mengalami mati suri.

I.5 TujuanPerancangan

Tujuan dari perancangan ini adalah

- Sebagai media informasi visual dari pernyataan-pernyataan pelaku matisuri - Sebagai media penyampaian pesan bahwa mati suri merupakan kejadian

spiritual yang memiliki dampak yang membuat seseoran mengalami perubahan kearah yang lebih positif

- Sebagai media pembelajaran, bahwa dengan pengalaman matisuri, seseorang dapat lebih memaknai dan menghargai hidupnya


(14)

BAB II

PENGALAMAN MATI SURI

II.1 Kajian Tentang Near Death Experience (NDE)

Kata mati suri merupakan istilah yang biasa dipakai di masyarakat untuk merujuk pada kejadian dimana terdapat orang yang telah meninggal dunia, kemudian beberapa saat atau mungkin beberapa dari kemudian hidup kembali. Artinya, bahwa sebenarnya orang tersebut tidak benar-benar meninggal dunia, tapi hanya mengalami kejadian seperti orang yang meninggal. Meskipun istilah itu masih mengundang pro kontra, namun istilah mati suri sudah terbiasa digunakan oleh masyarakat umum.

Dalam ilmu psikologi, pengalaman yang disebut mati suri itu dikenal dengan istilah Near Death Experience (NDE ). Istilah ini dikenalkan pertama kali oleh seorang dokter bernama Raymond Moody pada tahun 1975 lewat bukunya yang sangat fenomenal yaitu Life After Life. 16 tahun sebelum diterbitkannya buku itu, sebenarnya Ian Stevensen yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Departemen psikiatri di Universitas Virginia telah mempublikasinkan tulisannya yang menggambarkan fenomena tersebut meskipun belum memakai istilah NDE. Pada artikel itu, Stevensen menuliskan laporan dari seorang pendeta yang bisa menceritakan percakapan secara detail para tenaga medis yang melakukan operasi, padahal pada saat itu pendeta itu berada dalam keadaan bius penuh (general anesthesia). Stevensen juga memberikan catatan bahwa pada saat itu persepsi ekstransiri sang pendeta mengalami peningkatan (Greyson, 2008).

Bahkan, jauh dari era modern ini, sebenarnya fenomena tentang mati suri ini telah dibicarakan sejak zaman Plato, dimana diceritakan bahwa ada seorang prajurit yang bernama Er yang hidup kembali dari kematiannya (Baely Dan Yates, 1996). Hal ini menunjukan bahwa tema-tema tentang pengalaman dekat dengan kematian ini sebenarnya tema abadi sepanjang zaman dan bukan hanya tema yang dimonopoli oleh


(15)

para ilmuwan masa kini, meskipun sekali lagi mesti diakui bahwa sistematisasi pengetahuannya baru muncul di abad 20.

Para tokoh yang dianggap sebagai perintis dan berjasa mempublikasikan mati suri atau NDE ini selain Ian Stevenso dan Raymon Moody adalah diantaranya, Kubler Ross dan George Rittche. Kemudian beberapa tahun kemudian disusul dengan penelitian-penelitian dan publikasi yang dilakukan oleh Kenneth Ring, Michael Sabom, Bruce Greyson, Nancy Evan Bush, serta Rawlings. Bahkan ada beberapa ilmuwan yang mempublikasikan pengalaman pribadi lewat buku-buku mereka, diantaranya adalah Betty J. Eady, Dannion Brinkley, Fenimore dan Artwarter, dimana yang disebutkan terakhir ini merupakan penulis yang sangat produktif (Soeboer, 2005, h.203).

Karena semakin meluasnya minat terhadap tema seputar NDE serta demi memenuhi kebutuhan akademis para peneliti yang concern dengan tema ini, maka pada tahun 1981 didirikan sebuah Asosiasi mati suri pertama kali, yaitu IAINDS (The International Association for Near Death Studies). Asosiasi ini melakukan penelitian-penelitian di berbagai tempat dan negara, mempublikasikannya secara berkala, Saling berbagi pengalaman dan saling memberikan dukungan kepada mereka yang pernah mengalami mati suri. Sehingga pada saat ini keanggotaan IANDS bervariasi mewakili hampir setiap benua termasuk Antartika (www.iands.org).

II.2 Tinjauan Teoritis Tentang NDE

Near death experience (NDE) merupakan pengalaman seseorang yang diasosiasikan dengan kematian yang akan segera menghampirinya, mencakup sensasi-sensasi yang mungkin bisa berjumlah banyak seperti keluar dari tubuh, mengapung diudara, perasaan yang ekstrem, ketenangan, kedamaian dan kehangatan yang total, pengalaman keterputusan yang mutlak, dan kehadiran cahaya. Biasanya pengalaman-pengalaman ini terjadi pada kondisi setelah seseorang dinyatakan mati


(16)

secara klinis atau sangat dekat dengan kematian, akan tetapi kemudian dia sadar atau hidup kembali.

Secara lebih spesifik, Long (1998) mendefinisikan near death experience (NDE) sebagai sebuah pengalaman yang benar-benar hidup yang berasosiasi dengan kesadaran subyek bahwa dirinya keluar dari tubuh fisiknya pada saat dirinya terancam oleh kematian yang akan menghampirinya. Ancaman tersebut bisa berupa fisiologis maupun psikologis. Sedangkan Lommel et. all (2001) memberi pengertian bahwa NDE merupakan ingatan akan keseluruhan kesan selama keadaan kesadaran khusus yang mencakup elemen-elemen yang spesifik seperti; pengalaman keluar dari tubuh, perasaan yang menyenangkan, melihat sebuah terowongan, bertemu dengan anggota keluarga yang telah meninggal atau mengalami tinjauan ulang atas kehidupannya, baik sebagian maupun seluruhnya.

II.2.1 Kriteria Mati Suri

Salah seorang ilmuwan yang merumuskan kriteria mati suri adalah Atwater (Ilmuwan asal Idaho, Amerika). Dia juga termasuk orang yang pernah mengalami mati suri. Kriteria yang dirumuskan didasarkan atas penelitiannya terhadap lebih dari tiga ribu orang diseluruh dunia. Menurutnya, seseorang dapat dianggap mengalami mati suri apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Konteks. Subjek harus memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

1. Tanda-tanda yang menunjukan bahwa ia sedang sakit berat, terluka, mengalami bentuk-bentuk krisis fisiologi (seperti pembiusan total saat operasi) atau kecelakaan.

2. Harapan atau perasaan subjek atas kematian yang sebentar lagi dialaminya


(17)

b. Isi. Kesadaran yang intens (terus menerus), rasa, atau pengalaman

mengenal „dunia lain‟, apakah menyenangkan, mengerikan, aneh atau

estetik (indah). Episode ini dapat berlangsung singkat dan terdiri atas satu atau dua elemen. Namun, dapat juga berlangsung panjang dan terdiri atas banyak elemen.

c. Ciri khas. terdapat beberapa ciri mari suri, antara lain:

 Keadaan mati suri dapat terjadi pada siapa saja dan usia berapapun. ingatan tersebut tetap hidup dan saling bertautan sepanjang kehidupan  Episode pada anak biasanya berlangsung singkat dan meliputi

beberapa elemen.

 Pola efek psikologis (kejiwaan) dan fisiologis (bentuk fisik), tampaknya lebih tergantung pada banyaknya pengalaman dibandingkan dengan gambaran tertentu atau panjangnya paparan terhadap kegelapan atau cahaya.

 Sikap dan perasaan orang lain yang dianggap penting oleh subjek memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kesiapan subjek untuk menyatukan pengalaman mati suri dalam kehidupan subjek.

II.2.2 Bagian-bagian Mati Suri

Berbagai penelitian tentang mati suri yang dilakukan, biasanya menghasilkan serangkaian bentuk episodemati suri yang dialami subjek-subjeknya. Moody (peneliti asal Virginia, AS) menyimpulkan bahwa ada sembilan episode yang dialami orang yang mengalami mati suri, antara lain: 1. Mendengar berita, subjek mendengar orang lain yang menyampaikan

berita, membicarakan, atau mengumumkan „kematianya‟.

2. Merasakan kedamaian dan ketenangan, subjek biasanya mengalami suatu bentuk perasaan yang mengejutkan, berkaitan dengan rasa tenang, lega, terbebas, dan damai.


(18)

3. Suara bising, subjek biasanya mendengar suara-suara bising seperti mendengung, bunyi gemuruh atau raungan, suara letusan atau benturan, dan siulan atau musik yang indah.

4. Terowongan gelap, seringkali para subjek didorong untuk memasuki sebuah ruangan gelap seperti terowongan, sumur, cerobong, lembah, atau lingkaran

5. Pengalaman keluar tubuh (Out of Body Experience), banyak diantara subjek yang merasa naik ke atas badannya sendiri dan dapat melihat ke bawah atau kebadannya. lalu, dapat juga mendengar percakapan orang disekitarnya atau pergi ke tempat lain.

6. bertemu orang lain, subjek bertemu dengan orang-orang yang sudah mati terlebih dahulu dimana mereka akan membantu subjek untuk menjalani proses perpindahan dari alamhidup kealam mati atau mungkin mengirim subjek kembali kekehidupannya.

7. Makhluk cahaya, salah satu fenomena mati suri terpenting adalah bertemu dengan sosok cahaya yang dipahami oleh subjek sebagai sosok yang penuh cinta, menerima apa adanya, perhatian, tidak menghakimi, dan seringkali dianggap sebagai makhluk malaikat atau Tuhan.

8. Tinjauan ulang kehidupan. subjek merasa melihat kehidupan masa lalu, baik dirinya, orang lain, atau satu kejadian masa lampau.

9. Batas, subjek sampai pada suatu batas seperti pintu, pagar, sungai, atau palang pintu yang diyakini jika batas tersebut dilewati maka subjek tidak diijinkan untuk kembali kekehidupannya. dengan kata lain meninggal. Penelitian lain yang mencoba menyimpulkan episode-episode mati suri ini yaitu Kenneth Ring (ahli psikologi dari Universitas Connecticut). Ring membuat suatu indek yang disebut Weighted Core Experiences Index. Indeks tersebut disusun berdasarkan seratus dua kasus dan dimaksudkan untuk mengetahui elemen-elemen ini mati suri. Ring menyimpulkan terdapat lima episode yang dialami selama mati suri, antara lain:


(19)

1. Damai, episode ini paling sering dialami oleh subjek (60%). Perasaan yang muncul adalah damai, tenang dan menyenangkan

2. Pemisahan tubuh, sebuah sensasi mengambang, terkadang meliputi juga pengalaman keluar tubuh, melihat tubuhnya dari atas dan berkelana ke berbagai tempat. Episode ini dialami oleh 37% subjek.

3. Memasuki kegelapan, subjek masuk ke suatu ruang gelap, mengambang disuatu kenyataan yang tidak berdimensi, dan bergerak melewati suatu yang seperti terowongan tersebut. Hal ini dialami oleh 23% subjek. 4. Melihat cahaya, sebanyak 16% subjek mengaku melihat cahaya yang

terasa sangat nyaman, bersinar dengan sangat indah, atau mungkin juga subjek diliputi cahaya.

5. Memasuki cahaya, menurut Ring, hal ini merupakan pengalaman inti dari mati suri. Subjek melihat pemandangan surga, bertemu dengan kerabatnya, mendengar music, dan merasakan kehadiran sosok spiritual seperti malaikat. Episode ini dialami oleh 10% subjek.

Berbeda dengan peneliti sebelumnya, Artwater (terapis asal Idaho, Amerika Serikat) mencoba membuat suatu pola umum yang didapatnya dari wawancara dengan lebih dari 3000 kasus mati suri di berbagai Negara (China, Norwegia, Israel, Brasil dan Zaire).

1. Sensasi mengabang keluar tubuh, seringkali dialami oleh pengalaman keluar tubuh. Dimana, ada perasaan melayang, melihat ke bawah, dan dapat mendengar dengan detail dan akurat percakapan orang disekitarnya. 2. Melewati terowongan gelap, lubang hitam, atau memasuki suatu kegelapan; biasanya, diikuti dengan perasaan atau sensasi pergerakan atau percepatan. Dapat juga merasakan atau mendengar angina tau suara yang menderu.


(20)

3. Bergerak memasuki cahaya diujung kegelapan; yakni suatu cahaya cemerlang yang penuh cinta dan kehangatan. Dapat juga disertai dengan melihat orang, hewan, pepohonan yang subur, bahkan kota di dalam cahaya tersebut .

4. Disambut oleh suara, orang, atau sosok yang penuh kehangatan; dapat merupakan sesuatu yang asing, orangg-orang yang dicintai, atau sosok religious. Subjek juga dapat bercakap-cakap dengan mereka dan mendapatkan informasi atau pesan.

5. Melihat tinjauan ulang kehidupan yang dilewati; kehidupan sejak bayi sampai mati atau bergerak mundur dari mati sampai bayi. Subjek berkesempatan untuk mempelajari hal-hal yang selama hidupnya belum dilakukan atau yang tidak seharusnya dilakukan.

6. Merasakan perbedaan ruang dan waktu; merasa bahwa subjek berada disuatu tempat yang tidak memiliki ruang dan waktu.

7. Keengganan untuk kemvbali ke bumi; subjek biasanya akan diberitahu tentang pekerjaan di bumi yang belum selesai atau ada misi yang belum terselesaikan sehingga subjek harus kembali ke bumi.

8. Kecewa saat kembali kebadan; suatu perasaan segan dan tertekan ketika harus kembali kejasad fisiknya. Dapat juga persaan tidak senang, bahkan marah atau menangis saat menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus kembali ke badannya.

Menurut studi yang dilakukan oleh Noyes Dan Slymne pada tahun 1978-1979, NDE bisa diklasifikasikan ke dalam 3 konstelasi kesadaran jika dilihat dari tipe kejadiannya, yaitu;


(21)

1. Tipe mistik; perasaan harmoni, mengalami pengihatan serta merasakan pemahaman yang luar biasa

2. Tipe depersonalisasi; hilangnya emosi, terpisahnya dari badan fisik serta perubahan perasaan terhadap waktu

3. Tipe hiperalert; merujuk pada peningkatan atau loncatan pemikiran (jiwa) yang sangat tajam atau ekstrim (Filippo, 2007).

Selanjutnya, dilihat dari segi kelompok orang yang mengalami NDE, Sabom (1977) juga membagi NDE ke dalam 3 kelompok, yaitu;

1. Kelompok Autoscopic, yaitu orang-orang yang merasakan meninggalkan tubuh mereka

2. Kelompok transendental, yaitu orang-orang yang merasa masuk ke dalam alam spiritual

3. Kelompok gabungan, yaitu orang yang mengalami NDE tipe autoscopic dan Dan juga mengalami NDE tipe transendental (Filippo, 2007).

Dari studi yang dilakukan oleh Atwater tahun 1994, maka pengalaman mati suri atau NDE ini dapat diklasifikasikan ke dalam 4 tipe dimana pengelompokan pengalaman ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu yang bersangkutan (Soeboer, 2005). 4 tipe itu adalah;

1. Pengalaman Awal

Pengalaman mati suri yang digolongkan pada tipe awal ini adalah mereka yang merasakan dirinya keluar dari tubuh, adanya sesuatu yang menyenangkan, atau suara yang bersahabat. Meskipun pengalamannya tidak saling berhubungan dan seringkali episodenya tidak lengkap, akan tetapi apa yang dirasakannya mempunyai pengaruh besar kepada perubahan dirinya. Misalnya apa yang telah diceritakan oleh Ernest


(22)

Hemingway, seorang novelis yang terluka oleh pecahan peluru pada saat perang dunia I tahun 1918;

“Saya mati, Saya merasakan jiwa saya atau sesuatu yang berasal dari tubuh saya keluar, seperti Anda menarik saputangan sutra dari salah satu susdut kantong. Ia melayang-layang dan masuk kembali ke dalam tubuh, dan saya hidup kembali (Atwater, 1996 dalam Soeboer, 2005).

Pada rentang kehidupan selanjutnya, Hemingway sangat tersentuh dengan pengalamannya tersebut dan orang lain melihat perubahan yang besar pada karakternya.

2. Pengalaman yang menyenangkan

Pada tipe ini, orang yang mengalami NDE merasa bertemu dengan

keluarga yang dicintainya yang telah meninggal, atau „bertemu‟ dengan

figur-figur religius misalnya Tuhan, para nabi atau dewa atau para wali dan sebagainya, atau bertemu dengan makhluk-makhluk surgawi yang memberikan peneguhan bahwa hidup ini damai dan berharga, atau adanya dialog atau suara-suara yang memberikan semangat dan peneguhan tentang kehidupan.

Dalam perjumpaannya dengan dengan figure atau makhluk surgawi, atau bahkan Tuhan, subyek merasakan kasih sayang yang luar biasa dan tanpa syarat, sebagaimana yang diungkapkan oleh George Ritchie;

“Suatu kasih yang mengagumkan. Kasih di luar daya khayalku. KAsih ini tahu setiap hal yang tidak baik tentang diriku – pertengkaran-pertengkaran dengan ibu tiriku, darah panasku, pikiran-pikiran seksual yang tak pernah bias kukendalikan, semua tindkaan yang jelek, serta sifat


(23)

hanya mementingkan diriku sejak aku lahir. Namun Ia menerima dan mengasihiku”(Ritchie, 1999 dalam Soeboer, 2005).

Setelah merasakan sperti itu, bisa jadi seseorang akan merasakan tekanan atau dorongan yang luar biasa untuk menyampaikan kasih yang dirasakannya dan mempunyai misi yang kuat untuk menyebarkan kasih dalam rentang kehidupannya.

3. Pengalaman yang menakutkan

Pada tipe ini, pengalaman subyek didominasi oleh perasaan sedih, perasaan yang secara emosional menyakitkan seperti rasa takut, teror, horor, kesepian, terisolasi dan rasa bersalah (Holden dkk, 2003). Yang termasuk pengalaman tipe ini adalah pengalaman yang mengerikan(terrifying), seperti pengalaman keluar dari tubuh dengan gerakan yang sangat cepat menuju sebuah terowongan yang gelap sehingga seseorang merasakan kengerian yang luar biasa. Demikian pula termasuk tipe ini adalah pengalaman yang berhubungan dengan gambaran mengenai neraka, misalnya ; pemandangan yang jelek sekali, munculnya makhluk-makhluk jahat, suara-suara yang sangat keras dan mengganggu, suara jeritan Dan berbagai penyiksaan.

4. Pengalaman Transenden

VPengalaman mati suri yang termasuk pada ketegori ini subyek paparan dimensi lain atau melihat penampakan yang melampaui kerangka berpikirnya,

termasuk didalamnya juga pengalaman menerima ilham atau „wahyu‟

mengenai sebuah kebenaran. Pengalaman transenden jarang memuat kandungan personal. Dan biasanya, subyek yang mengalaminya adalah orang-orang yang secara kejiwaan siap menerima kebenaran tersebut. Dalam bahasa Ring dan Valerino (1998), pengalaman ini disebut sebagai perjalanan menuju Sang Sumber Utama. Pengalaman ini beragam bentuknya, misalnya;


(24)

seseorang merasa mulai dari menaiki sebuah cahaya sepanjang alam semesta, melihat proses penciptaan, atau menjadi saksi awal dan akhir sejarah.

II.2.3 Tipe - Tipe Mati Suri a. Tipe Kognitif

Tipe ini berkaitan dengan proses pikir, seperti perubahan waktu, tinjauan ulang kehidupan, dan pemahaman yang tiba-tiba

b. Tipe Afektif

Mati suri tipe ini meliputi perasaan damai, kesenangan, ketiadaan rasa sakit,penyatuan dengan alam, dan pertemuan dengan sosok cahaya.

c. Tipe Paranormal

Berkaitan dengan perjalanan pengalaman keluar tubuh, visi masa depan, persepsi ekstrasensori (diluar indera), dan peningkatan kepekaan indera fisik.

d. Tipe trasedental

Tipe ini meliputi pengalaman bertemu dengan sosok mistik religious, sepertinabi, Tuhan dan malaikat. Dapat juga berupa perjalanan ke tempat-tempat diluar bumi, mendapat visi dari tokoh agama yang sudah meninggal, dan penegasan untuk tidak kembali. II.2.4 Dampak Mati Suri

Pengalaman mati suri menimbulkan dampak yang berarti pada mereka yang mengalaminya, diantaranya:


(25)

a. Perubahan Psikologis

Perubahan psikologis yang terjadi pada seseorang yang mengalami mati suri meliputi penerimaan diri, peduli pada orang lain dan semua bentuk kehidupan, menjadi lebih spiritual, haus dan memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa akan ilmu pengetahuan, serta merasakan bahwa hidup ini bermakna. Selain itu, meliputi pula dengan menganggap kematian bukan sesuatu yang menakutkan, dan percaya pada Tuhan.

b. Perubahan fisiologis - Hiperestia

Kondisi ini ditandai dengan sangat sensitifnya tubuh terhadap cahaya, suara, kelembapan, dan berbagai stimulus (ransangan) atau kondisi lingkungan lainnya. Juga sensitif terhadap rasa dan bau, alergi terhadap obat-obatan dan alcohol, sensitif terhadap listrik (listrik dapat menjadi padam), atau dapat juga terjadi pada arloji digital (arloji yang dikenakan menjadi mati).

- Hipoarousal

Kondisi ini ditandai oleh penurunan suhu tubuh, tekanan darah, dan metabolism tubuh.

- Perubahan energi dan aktifnya kundalini (istilah dalam yoga yang

berarti „kekuatan melingkar‟)

Perubahan energi yang terjadi antara lain berhubungan dengan aktifnya kundalini. Yaitu aktifnya energi yang terletak dipangkal tulang belakang manusia energi tersebut naik ke atas sepanjang poros tengah tubuh manusia hingga mencapai mahkota kepala. Kemudian,


(26)

energi terseut menimbulkan pencerahan mendalam, sukacita yang kuat, dan kesadaran utuh yang tiada lagi mempersoalkan kualitas. Kebangkitan kundalini dapat menimbulkan sensasi panas atau dingin. - Perubahan otak dan saraf

Seseorang yang mengalami mati suri dapat juga mengalami perubahan fungsi saraf. Perubahan tersebut mempengaruhi proses berfikir. Yakni, dari pola berfikir runtut (selektif) menjadi berfikir clustered dan menerima hal-hal yang bersifat ambigu (rancu). Mereka memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa, mengalami peningkatan kecerdasan, serta lebih kreatif dan inventif (pandai mencipta).

II.3 Fakta tentang Mati Suri

Sampai saat ini pengalaman mati suri masih menjadi misteri bagi beberapa orang, karena terkadang sulit diterima oleh akal sehat. Mati suri kadang didefinisikan sebagai keadaan seperti mimpi dan pengalaman mengganggu yang berasosiasi dengan penggunaan obat-obatan. Perasaan sadar terpisah dari tubuh sering dirujuk sebagai pengalaman keluar tubuh.

II.3.1 Analisa Medis Mati Suri

Saat membicarakan mati suri, biasanya sulit untuk lepas dari nuansa mistis dan spiritual. Meski begitu, kondisi yang sering disebut dengan istilah Near Death Experience ini juga bisa dijelaskan secara ilmiah dengan ilmu kedokteran.

dr Manfaluthy Hakim, SpS dari departemen neurologi FKUI mengatakan, "Secara medis kita belum jelas betul seperti apa prosesnya dan


(27)

dr Manfaluthy menuturkan untuk menentukan kematian perlu menilai dari denyut jantung dan pembuluh darah serta fungsi otak. Secara fisik tidak adanya reaksi pupil terhadap sinar, karena kalau sudah mengalami mati otak maka reaksi pupilnya negatif, pupil akan melebar dan saat diberi sinar tidak bereaksi. "Pada orang mati suri kemungkinan belum mati otak, tapi henti jantung. Peredaran darah berhenti tapi otaknya masih berfungsi. Nah, kenapa masih berfungsi saya tidak tahu.".

dr Manfaluthy menjelaskan seharusnya jika otak kekurangan oksigen 3 menit saja maka bisa terjadi kerusakan permanen di otak. Namun nyatanya pada orang dengan mati suri kondisi ini bisa kembali lagi ke normal, denyut jantung ada lagi dan tidak mengalami kerusakan otak.

Sementara menurut Kepala Departemen Bedah Saraf RS Mayapada Tangerang, Dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mati suri dalam dunia kedokteran adalah istilah untuk kondisi seperti mati yang belum benar-benar mati. Aktivitas sel-sel tubuh dan bahkan organ sebenarnya masih ada, tetapi sangat minimal. "Jadi kalau kondisinya naik sedikit atau membaik lagi, ya hidup lagi. Itu sebenarnya seperti tidur yang sangat dalam sampai detak jantungnya pun hampir tidak terdeteksi,".

Dalam keadaan mati suri, seseorang menurut Dr Roslan masih memiliki aktivitas di tingkat sel meski sangat minimal dan tidak terdeteksi secara kasat mata. Paling tidak, bagian paling keramat dalam tubuh manusia yakni batang otak masih aktif dalam kondisi ini.

Aktivitas batang otak dalam kondisi mati suri bisa diamati dengan Electroencephalography (EEG). Meski denyut jantung tidak teraba dan nafasnya sudah berhenti, seseorang baru dikatakan benar-benar mati kalau grafik EEG sudah flat atau datar yang artinya tidak ada aktivitas lagi di batang otak.


(28)

II.3.2 Analisa Psikologi Mati Suri

Jika dilihat dari sisi psikologis, psikolog Efine Indrianie, MPsi menuturkan mati suri ini berhubungan dengan otak dan biasanya identik dengan titik balik seseorang "Saat mati suri, memori psikologis seseorang direset total jadi nol lagi sehingga mengalami rekonstruksi ulang dari kepribadian seseorang. Biasanya orang-orang yang mengalami mati suri mengalami tahap rekonstruksi ulang dari kepribadiannya ke arah yang lebih baik,".

Efnie menuturkan tak sedikit orang saat mati suri melewati tahap yang mana ia menghadapi situasi di alam lain, menerima punishment dari apa yang dia lakukan selama ini. Proses ini menjadi pembelajaran bagi diri seseorang yang memicu traumatis dan membuatnya tidak mau balik lagi ke masa lalu.

"Ketika mati suri seseorang masuk ke fase pembelajaran tahap baru karenanya ia mengalami perubahan dalam perilaku dan personality ke arah yang lebih baik dan juga mengalami perubahan spiritual,"

II.3.3 Analisa Spiritual Mati Suri

Dalam agama Islam, fenomena mati suri dapat dijelaskan secara rasional. Untuk memahami makna mati suri, terlebih dahulu perlu dipahami makna kematian dan kehidupan dalam konsep Islam.

Dalam Hadits Qudsi, kematian didefinisikan sebagai pintu yang menghubungkan antara dunia dan akhirat. Setiap orang pasti mati dan setiap orang pasti melewati pintu kematian tersebut. Sedangkan kehidupan adalah bergabungnya antara roh dan tubuh atau jasad.

DR. H. Asep Usman Ismail, MA, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta mengatakan, "Ketika ada orang yang mendekati


(29)

pintu kematian, maka pintu akan terbuka sehingga bisa kelihatan alam transisi, yang disebut alam barzakh atau alam kubur,"

Menurut Asep, orang yang mengalami mati suti tidaklah mati karena ia tidak melewati pintu tersebut, melainkan hanya mendekati pintu kematian yang terbuka sehingga bisa melihat aura dari alam kubur.

Prinsipnya, mati suri hampir sama dengan tidur, yaitu ketika satu ujung tali roh masih terikat di tubuh atau jasad.

Asep menjelaskan, dalam konsep Islam roh diibaratkan seperti tali yang memiliki dua ujung dan terikat pada tubuh. Dalam kondisi sadar, berarti kedua ujung tali roh sedang terikat pada tubuh.

Namun pada saat tidur, salah satu ujung tali roh terlepas dari tubuh sehingga memungkinkannya melayang-layang atau sering disebut dengan mimpi.

"Pada saat mati suri, di dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa salah satu ujung tali roh terlepas tapi dia masih hidup karena ujung yang lain masih terikat dan itu yang membuatnya bisa kembali hidup lagi. Hampir sama dengan orang tidur,"

Karena ikatan roh dan tubuh terlepas sebagian, maka orang yang mati suri bisa merasakan pengalaman seperti berada di dunia lain, terbang bebas, melihat terowongan, yang tidak lain adalah mendekati pintu kematian.

"Roh tidak terikat materi jadi bisa berpindah kemana saja. Roh bersifat fleksibel, metafisik. Kalau kedua ikatan roh terlepas dari tubuh, maka orang tersebut baru dinyatakan meninggal. Ini semua bisa dijelaskan secara ma'qul (rasional),".


(30)

II.4 Efek Perubahan Religius dan Spiritual dari Pengalaman Mati Suri

Mati suri masih menimbulkan banyak pertanyaan, sehingga tidak sedikit para ilmuwan yang berpendapat bahwa mati suri itu merupakan fenomena halusinatif pada diri seseorang (Susan, 1993); (Briton &Bootzin, 2004), akan tetapi mati suri ternyata memiliki efek perubahan yang sangat signifikan pada diri seseorang.

Selain perubahan fisiologi dan psikologis, pengalaman mati suri juga membawa perubahan pada dimensi religious dan spiritualitas. Istilah religiusitas merupakan dimensi-dimensi yang memiliki keterikatan formal dengan agama sevara keseimbangan dan emosionalitas, misalnya tentang keyakinan, praktik keibadatan pengalaman rohani atau batin yang sangat khas pada masing-masing agama. Sedangkan spiritualitas, dimaksud sebagai dimensi yang lebih universal yang sebenarnya sangat mungkin dialami oleh masing-masing pemeluk agama, misalnya perasaan kerinduan pada sumber kebenaran utama, kedamaian batin ketika terjadinya penyatuan dengan alam semesta dan sebagainya.

Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan, ternyata mati suri dapat membawa perubahan dan memunculkan nilai-nilai baru yang positif pada diri subyek yang mengalaminya. Nilai-nilai positif tersebut diantaranya adalah bahwa pada beberapa penelitian, ternyata mati suri dapat menyebabkan menurunya tingkat ketakutan seseorang pada kematian (Gyeson, 1993). Namun kebanyakan kematian merupakan salah satu fenomena yang ditakuti atau minimal dihindari oleh setiap orang. Maka dengan berbagai macam cara, manusia berusaha menutupi pintu yang akan mengarahkannya kepada kematian. Bagi orang-orang yang telah mengalami mati suri, kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang menghantui, namun mereka bisa lebih menerimanya sebagai sesuatu yang sudah pasti dialami oleh setiap individu.

Setelah mengalami mati suri, subjek menjadi yakin atau semakin yakin bahwa ada kehidupan setelah kematian terjadi (Gabbard, 1981). Oleh karena itu, mereka sangat mudah untuk mengurangi rasa duka akibat kematian saudara atau keluarga


(31)

atau sahabat yang mereka kasihi sebab mereka meyakini sebenarnya orang-orang yang meninggal itu tidak mati, tapi mereka masih hidup meski dialam yang berbeda.

Para subjek yang mengalami mati suri menunjukan peningkatan religious yang signifikan. Munculnya kesadaran serta pemahaman berkaitan dengan eksistensi Tuhan dalam agamanya sendiri atau pemahaman berkaitan dengan eksistensi Tuhan yang dipahami oleh penganut agama lain (Zalezki, 1987). Kemudian, mereka juga memprioritaskan nilai-nilai etis religious dalam kehidupan mereka dan untuk kehidupan setelah kehidupan sekarang ini.

Nilai-nilai dan pengalaman yang didapat ketika dan pasca pengalaman dekat dengan kematian ternyata mirip dengan pengalaman-pengalaman batin yang dialami seorang mistikus. Ciri-ciri pengalaman dan nilai-nilai pada mati suri.

Judith Cressy pernah membandingkan antara fenomenologi mati suri dengan efek setelah pengalaman mistik dari St. Teresa Of avila dan St. John of The Cross. Kesimpulan studi tersebut adalah bahwa keduanya memiliki persamaan, yaitu perjalanan diluar tubuh yang ekstatik, melihat Tuhan, adanya kewaskitaan (tembus pandang), hilangnya rasa khawatir akan kematian dan adanya transformasi kesehatan. Cressy juga menggaris bawahi bahwa mendekati kematian selalu menyebabkan berperannya jalan spiritual (Greyson, 2007).

Meskipun demikian ada perbedaan antara pengalaman mistik dan pengalaman mati suri dari segi kemunculan pada dimensi spiritual manusia. Bila pengalaman mistik biasanya didahului dengan persiapan-persiapan atau upaya-upaya tertentu agar pengalaman mistik itu hadir dalam dimensi spiritual seseorang. Akan tetapi tidak demikian dengan mati suri, ia hadir secara tiba-tiba pada saat seseorang terancam oleh kematian, baik secara fisik maupun psikis.


(32)

II.5 Fenomena yang Terjadi

Mati suri terjadi semakin sering karena meningkatnya kemampuan sains untuk menyelamatkan hidup manusia bahkan disaat kritis. Menurut Dr Chawla dari Universitas George Washington, bahwa pengalaman hampir mati bisa disebabkan oleh gelombang energi listrik saat otak kehabisan oksigen. Saat aliran darah melambat dan tingkat oksigen habis, sel-sel otak memicu satu impuls listrik terakhir. Ini dimulai disalah satu bagian dari otak dan menyebar dan ini dapat memberikan sensasi. Memantau aktivitas otak dari tujuh orang sakit untuk memastikan obat penghilang rasa sakit yang sedang diberikan, bekerja dengan baik. Dalam setiap kasus, aktivitas otak dalam satu jam atau lebih sebelum kematian terpotong oleh dorongan singkat, yang berlangsung dari 30 detik sampai 3 menit.

Tingkat yang sama seperti terlihat pada orang sadar, meskipun tekanan darah sangat rendah dapat menghasilkan perasaan dan cahaya terang. Riset yang dirilis bulan lalu pada jurnal Kedokteran Paliatif, menyebut pengalaman mati diakibatkan turunnya level karbon dioksida di dalam darah dan mengubah keseimbangan kimia otak dan membodohi seperti melihat sesuatu.

Rubiana Soeboer, seorang psikolog mengatakan, bahwa pengaruh terbesar dari mati suri terletak pada makna pengalaman tersebut bagi si subjek, bukan jenis pengalaman yang dijumpai, pengalaman diklasifikasikan sebagai pengalaman menyenangkan dapat diartikan positif oleh subjek atau bahkan sebaliknya oleh orang lain.

Menurut Rubiana, pengalaman yang menakutkan dapat menjadi pengalaman yang positif jika subjek terinspirasi untuk membuat perubahan-perubahan penting dalam hidupnya akibat pengalaman tersebut. Sebaliknya, pengalaman yang menyenangkan atau bersifat transenden bahkan dapat memiliki makna negative jika yang bersangkutan tidak siap menghadapinya karena merasa belum bisa berbuat baik seperti yang dilakukan orang-orang yang ditemui di dunia lain itu.


(33)

Secara umum, para ahli yang banyak meneliti mengenai mati suri menemukan bahwa selalu ada efek positif pada orang yang mengalami mati suri, baik dari pengalaman mati suri yang menyenangkan maupun yang tidak. Namun sebagian orang memang masih harus berjuang mengatasi berbagai masalah psikologis yang membuatnya takut akan kematian.

Sadjuga, pria berumur 30 tahun karyawan swasta mengatakan bahwa mati suri mungkin memang ada dalam fenomena kesehatan tubuh, akan tetapi cerita tentang pengembaraan roh sangat mudah untuk difiksikan. Ia sangat tidak peduli dengan cerita pengembaraan roh tersebut, terlalu banyak cerita yang akhirnya sangat merugikan aqidah agama yang ia anut. Hingga sekarang ia masih membenci acara televisi yang bercerita tentang misteri kematian dan perjalanan roh, karena menurutnya mati suri hanya merupakan fenomena kesehatan tubuh.

Hardi, mengatakan bahwa dari artikel surat kabar yang ia baca, ia merasa janggal dengan isi cerita yang menyebut banyak satuan dengan tepat yang semestinya hanya dapat diperkirakan saja. Seperti, orang yang disiksa menahan besi dengan berat 500 ton. Menurutnya, sebesar apa besinya dan bagaimana ia bisa memperkirakannya. Sehingga ia beranggapan bahwa mati suri bukan merupakan hal yang rasional.

II.6 Solusi Masalah

Solusi yang akan dilakukan dengan menggunakan perancangan desain komunikasi visual adalah membuat film pendek untuk mengenalkan fenomena pengalaman mati suri juga sebagai media penyampaian pesan bahwa mati suri merupakan kejadian spiritual yang rasional dan memiliki dampak yang membuat seseorang mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.


(34)

II.7 Target Audiens

Segmentasi dari target masyarakat yang dituju dalam perancangan media informasi film pendek ini meliputi beberapa factor diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Demografis

 Usia : 20 tahun – 30 tahun  Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan  Status Sosial : Menengah ke atas

b. Psikografis

Film pendek ini ditujukan untuk masyarakat dewasa awal yang merupakan masa dimana seseorang sudah mulai memikirkan dengan serius masa depannya. Masa saat seseorang biasanya sudah dapat memutuskan sendiri, mana yang baik baginya, mana yang membuatnya merasa nyaman dan mana yang dapat mengganggunya untuk mencapai tujuannya.

c. Geografis

Dari segi geografis target audiens yang dituju dalam film pendek ini meliputi seluruh masyarakat kota-kota besar di Indonesia.

II.8 Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang artinya tengah, perantara atau pengantar. Kata media, merupakan bentuk jamak dari

kata “medium”, yang secara etimologi berarti perantara atau pengantar. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (dalam Dagun, 2006: 634) media merupakan perantara/ penghubung yang terletak antara dua pihak, atau sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk.

Arsyad (2002: 4) media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan


(35)

atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Dalam konteks dunia pendidikan, Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002: 3) mengungkapkan bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.

Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis 7 untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media adalah alat untuk menyampaikan informasi kepada penerima dan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian agar terjadi komunikasi yang efektif dan efisien.

II.8.1 Klasifikasi Media Komunikasi

a. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:

• Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio, tape recorder, kaset, piringan hitam dan rekaman suara.

• Media visual, yaitu media yang dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Beberapa hal yang masuk kedalam media ini adalah film slide, foto, transparasi, lukisan, gambar dan beberapa bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya.

• Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran film, slide suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini


(36)

dilihat lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.

b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi dalam:

• Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak sperti radio dan televisi. Melalui media ini lah dapat mempelajari hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak tanpa harus menggunakan ruangan khusus.

• Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film, video dan lain sebagainya.

c. Dilihat dari cara atau dari teknik pemakaiannya, media dapat dibagi kedalam:

• Media yang diproyeksikan seperti film slide, film stripe, transparasi, komputer dan lain sebagainya. Jenis media yang demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film proyektor untuk memproyeksikan film slide,overhead projetor (OHP) untuk memproyeksikan transparasi, LCD untuk memproyeksikan komputer, tanpa dukungan alat proyeksi semacam ini akan kurang berfungsi.

• Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar foto, lukisan, radio, dan berbagai bentuk media grafis lainnya.

d. Dilihat berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya:

• Kelompok satu: Media grafis, bahan cetak dan gambar diam 1. Media grafis adalah media yang menyampaikan fakta,

ide, gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka, simbol, yang termasuk media grafis adalah grafik, diagram, bagan, sketsa, poster, papan flanel, dan bulletin board.

2. Media bahan cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui proses pencetakan, printing atau


(37)

offset. Beberapa hal yang termasuk media bahan cetak adalah buku tes, modul, bahan pengajaran terprogram. 3. Gambar diam adalah media visual yang berupa gambar

yang dihasilkan melalui proses fotografi, yang termasuk dalam media ini adalah foto

• Kelompok kedua: Kelompok media proyeksi diam, yakni media visual yang diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana hasil proyeksinya tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini diantaranya: OHP/OHT, opaque projector, slide dan filmstripe.

1. OHP/OHT adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat proyeksi yang disebut OHP (overhead projector) dan OHT biasanya terbuat dari plastik transparan.

2. Opaque projector adalah media yang digunakan untuk memproyeksikan benda-benda tak tembus pandang, seperti buku, foto. Opaque projector ini tidak memerlukan penggelapan ruangan.

3. Media slide atau film bingkai adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat yang dinamakan projector slide. Film bingkai ini terbuat dari film positif yang kemudian diberi bingkai yang terbuat dari karton atau plastik.

4. Media film stripe atau film rangkai atau film gelang adalah media visual proyeksi diam yang pada dasarnya hampir sama dengan media slide.

• Kelompok ketiga: Media audio adalah media yang penyampaian pesannya hanya melalui pendengaran. Jenis pesan yang disampaikan berupa kata-kata, sound effect.


(38)

Beberapa hal yang termasuk media ini adalah radio, media alat perekam pita magnetik/kaset tape recorder.

• Kelompok keempat : Media audio visual diam adalah media yang penyampaian pesannya diterima oleh pendengaran dan penglihatan namun gambar yang dihasilkannya adalah gambar diam atau memiliki sedikit gerakan. Diantaranya adalah media sound slide dan film stripe bersuara.

• Kelompok kelima: Film (motion picture), yaitu serangkaian gambar diam yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga memberi kesan hidup dan bergerak. Ada beberapa jenis film, ada film bisu, film bersuara dan film gelang yang ujungnya saling bersambungan dan tidak memerlukan penggelapan ruangan.

• Kelompok keenam: Media televisi adalah media yang menyampaikan pesan audiovisual dan gerak. Diantaranya adalah media televisi, televisi terbatas, dan video cassete recorder.

• Kelompok ketujuh adalah multimedia, merupakan suatu sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. Misalnya modul yang terdiri atas bahan cetak, bahan audio dan bahan audiovisual (Wina Sanjaya, 2012 : 118-121). II.9 Pengertian Visualisasi

Visualisasi Informasi adalah rekayasa dalam pembuatan gambar, diagram atau animasi untuk penampilan suatu informasi, Secara umum, visualisasi dalam bentuk gambar baik yang bersifat abstrak maupun nyata telah dikenal sejak awal dari peradaban manusia. Contoh visualisasi informasi struktur tree dan grafik


(39)

II.10 Pengertian Film Pendek

Film pendek ialah salah satu bentuk film paling simple dan paling kompleks. Di awal perkembangannya film pendek sempat dipopulerkan oleh komedian Charlie Chaplin. Derek Hill (seperti dikutip Gatot Prakosa, 1997) secara teknis film pendek merupakan film yang memiliki durasi dibawah 50 menit. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi. Film pendek dapat saja hanya berdurasi 60 detik, yang penting ide dan pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Yang menjadi menarik justru ketika variasi-variasi tersebut menciptakan cara pandang-cara pandang baru tentang bentuk film secara umum, dan kemudian berhasil memberikan banyak sekali kontribusi bagi perkembangan sinema.

Pada hakikatnya film pendek bukan merupakan reduksi dari film dengan cerita panjang, atau sebagai wahana pelatihan bagi pemula yang baru masuk kedunia perfilman. Film pendek memiliki ciri/karakteristik sendiri yang membuatnya berbeda dengan film cerita panjang, bukan karena sempit dalam pemaknaan atau pembuatannya lebih mudah serta anggaran yang minim. Tapi karena film pendek memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa untuk para pemainnya.

Sebagai sebuah media ekspresi, film pendek selalu terimajinasi dari sudut pandang pemirsa, karena tidak mendapatkan media distribusi dan eksibisi yang pantas seperti yang didapatkan cerpen didunia sastra.


(40)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL

III.1 Strategi Perancangan

Strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana yang berfokus pada tujuan jangka panjang, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Permasalahan yang ditemukan pada kejadian pengalaman mati suri yaitu banyaknya pemikiran irasional yang dapat membuat pelaku berfikir kearah yang negatif. Sehingga dibutuhkan perancangan media komunikasi dalam bentuk film pendek sebagai media informasi bersifat persuasif.

III.1.1 Pendekatan Komunikasi

Komunikasi menurut Everett M. Rogers, adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Pendekatan komunikasi yang digunakan dalam film pendek pengalaman mati suri ini adalah pendekatan komunikasi persuatif yang bertujuan untuk mengubah atau memengaruhi kepercayaan, sikap dan perilaku seseorang sehingga bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator.

Pendekatan komunikasi dengan mengajak secara tidak langsung kepada masyarakat. Mati suri merupakan kejadian spiritual yang kebanyakan orang menganggap bahwa itu merupakan hal yang irasional.

a. Pendekatan Visual

Informasi yang disampaikan dengan menggunakan media audio visual berupa film pendek. Film yang menceritakan tentang seseorang yang pernah mengalami mati suri. Dikemas dengan gaya


(41)

yang serius namun tidak membosankan. Sesuai dengan target audiens yaitu dewasa awal.

Film ini mengisahkan tentang seseorang yang mendapatkan sebuah hidayah atau teguran pengalaman mati suri dari Tuhan yang dapat membuat seseorang didalam film ini melangkah ke arah yang lebih positif.

Penkarakteran peran-peran yang ada di film ini dibuat lebih segar, tidak dibuat karakter negatif dari seorangpenjahat atau perampok atau pembunuh, menjadi seorang yang lebih baik.

Namun pada film ini dibuat karakter seorang waria yang sebenarnya mempunyai latar belakang yang sangat positif. Dia mempunyai anak dan istri yang sangat menyayanginya, namun dia memilih untuk menjadi seorang waria, karena dengan menjadi waria dia bisa memenuhi kebutuhannya untuk hidup.

Pengalaman mati suri akan diinformasikan melalui media berupa film pendek yang akan disaksikan olah sebagian orang, oleh karena itu pembuatan film harus memperhatikan daya tarik yang dapat menarik antusias penonton.

b. Pendekatan Verbal

Pendekatan komunikasi dalam film pendek ini lebih menitik beratkan pada narasi dengan menggunakan bahasa Indonesia, sehingga film ini akan mudah dan cepat dipahami oleh audiens. Pendekatan yang dilakukan menggunakan kata-kata yang dianalogikan atau perumpamaan, lalu dikemas dengan sebuah narasi yang menuntun penonton untuk mengikuti alur cerita yang disajikan.


(42)

Dengan pendekatan yang seperti ini penonton akan merasa sediit bermain teka-teki dengan plot cerita yang disajikan. Itu dilakukan karena sebuah pengalaman-pengalaman mati suri yang dialami pelaku bersifat ghaib.

III.1.2 Strategi Kreatif

Strategi kreatif yang dimunculkan pada film pendek ini adalah konsep High Angel atau sudut kamera tinggi dan Shocking Scoring atau musik ilustrasi yang menegangkan. Kedua konsep ini akan mewakili semua referensi pengalaman mati suri seseorang yang telah diceritakan. Seseorang yang sedang mati suri mengalami seperti terbang saat diambil nyawanya atau seorang pelaku mati suri mengalami seperti melihat semua amalan baik ataupun buruk saat berada di dunia, itu diwakili dengan transisi kedua alam dengan menggunakan teknik high angel moving to object atau musik ilustrasi yang menegangkan digunakan untuk mewakili seorang pelaku mati suri diperlihatkan semua amalan baik dan buruk pada saat disebuah lorong, itu diwakili dengan diperdengarkannya suara pintu terbuka dengan tanpa memperlihatkan objek pintu tersebut oleh sebuah sound effect pintu yang berada disebelah kanan. Lalu, settingan disaat penyuntingan, sound effect tersebut akan hanya terdengar di spiker sebelah kanan agar penonton seperti mendengar apa yang actor dengar di film tersebut.

Setting atau lokasi pada karakter ini adalah alam ghaib yang pengambilan gambarnya dilakukan disebuah gor di Jl. Pajajaran Bandung, aktifitas malam waria dilakukan di pinggir jalan kota Bandung, pertemuan Ridwan dan istrinya di warung makan, dan di dalam rumah saat Ridwan bangkit dari mati surinya.


(43)

III.1.3 Strategi Media

III.1.3.1 Media Utama

Media utama yang dipilih adalah film pendek yang menceritakan tentang pengalaman seseorang yang pernah mengalami mati suri, yang berdurasi kurang dari 10 menit. III.1.3.2 Media Pendukung

Movie Trailer

Trailer ditayangkan diyoutube sebagai media promosi sebelum film utama ditayangkan. Trailer berguna menarik simpatik masyarakat, agar tertarik untuk menonton film utama.

 Poster

Poster berguna sebagai iklan promosi film Near Death Experience yang efektif dan didistribusi diberbagai tempat yang strategis.

T shirt

T shirt bisa dijadikan sebagai media pendukung, yang dipakai untuk mempromosikan film secara tidak langsung

Sticker

Sticker dapat mempromosikan film dengan cara dibagikan sebagai gimmick. Dibagikan saat film utama perdana ditayangkan.

Flyer

Flyer merupakan bentuk iklan kertas ditujukan untuk distribusi yang luas dan didistribusikan ditempat umum.


(44)

 Pin

Pin dapat dibagikan sebagai media informasi tambahan atau gimmick.

III.2 Konsep Visual III.2.1 Ide Cerita

Ide cerita film pendek “Near Death Experience” ini terinspirasi dari film Insidious dan mengambil referensi dari beberapa pengalaman orang-orang yang pernah mengalami mati suri. Lalu, dibuat kisah fiksi mengenai pengalaman mati suri seseorang yang mengakibatkan dirinya jauh lebih baik dan positif saat ia kembali hidup di dunia.

III.2.2 Premis / Inti Cerita

Bagaimana jika seorang waria mengalami pengalaman berada di alam ghaib yang membuat dia pada saat kembali ke dunia memiliki kepribadian yang lebih positif atau kembali menjadi lelaki seutuhnya.

III.2.3 Sinopsis

Ridwan seorang waria yang sangat menginginkan akan kehidupan dahulunya bersama keluarga kecilnya. ia ditinggalkan istri dan anaknya ketika mereka tahu, Ridwan memilih bekerja sebagai waria daripada pekerjaan lain yang lebih dianggap halal. sang istri keras kepala tidak ingin Adit, anak mereka yang berumur 3 tahun tahu kalau dia mempunyai ayah seorang waria. Pengalaman mati suri lah yang akhirnya membuat Ridwan sadar dan kembali menjadi pria normal. Pengalaman tersebut didapatnya ketika sedang melakukan kegiatan malamnya di sebuah jalan di kota Bandung, ketika itu ia melihat anak dan istrinya sedang berjalan, tanpa disadari mobil menghantam


(45)

badan Ridwan saat akan menghampiri mereka. Disitulah pengalaman mati suri dimulai.

III.2.4 Story Line FADE IN

 Ridwan tiba – tiba berada di Sebuah tempat yang sangat gelap lalu muncul dari ujung lorong sebuah siluet 2 Malaikat

 inilah yang terjadi di alam kubur / ghaib jika seseorang meninggal dunia.

 kaki seperti ada yang mengendalikan,

 leher terasa berat seperti sedang mengalungkan beban yang sangat berat dia merasa sakit yang cukup menyiksa.

WARUNG MAKAN – MALAM

 Disebuah warung nasi, terlihat Ridwan sedang berbincang dengan seorang wanita yang sangat cantik.

 Wanita tersebut sedang membuka amplop coklat yang berisikan tukpukan uang.

 Sambil menghembuskan asap rokok dari bibirnya yang merah dan sedikit membenarkan rambut palsunya dan suara yang dibuat seperti wanita,

 Sambil memasukan amplop coklat pada tasnya yang disimpan dibawah meja, wanita tersebut menjawab dengan cuek.

 Reflek Ridwan membalas dengan nada agak marah.  Wanita tersebut membalas dengan nada yang keras.  Wanita tersebut langsung meninggalkan meja


(46)

RUANG GELAP

 Ridwan meringis, menangis sambil menahan beban yang lama-lama semakin berat.

(SOUND EFFECT)  Pintu terbuka

 Tidak lama Ridwan kembali mendengar suara pintu terbuka dari arah kiri, namun saat ini Ridwan tidak mau melihat kearah sumber suara karena takut melihat amalan buruknya lagi.

 Ridwan tak kuasa menahan lehernya yang terus memaksa dia untuk melihat kearah sumber suara.

DEPAN PERTOKOAN KOTA – MALAM

 Ridwan sedang melakukan aktifitas bancinya di depan sebuah toko yang sudah tutup.

 Tiba-tiba Ridwan melihat anaknya dan istrinya sedang berjalan di sebrang jalan.

 Ridwan merasa senang karena bisa melihat Adit, dan yang membuat Ridwan sangat senang adalah Adit sedang memakai pakaian Baseball dan mengenakan sarung tangan dan bola yang pernah diberikan oleh Ridwan.

 Namun Ridwan tidak berani menghampiri mereka karena dia tahu istrinya tidak akan pernah mau Adit bertemu dengan ayahnya.

 Tiba-tiba bola Basket yang dipegang oleh Adit jatuh ke arah jalan yang di penuhi kendaraan berlalu lalang.

 Dengan kepolosannya Adit melepaskan genggaman tangan ibunya dan berusaha mengejar bola basket yang terjatuh ke arah jalan.


(47)

 Ridwan tau jika Adit mengambil bola basketnya, dia akan tertabrak sebuah mobil yang melintas keras dipinggir adit.

 Tanpa pikir panjang Ridwan membuka sepatu selop dan berlari untuk menyelamatkan Adit.

 Ridwan mengambil bola basketnya dan tanpa disadari mobil melaju kencang sampai Ridwan pun tertabrak oleh mobil yang melintas begitu kencang.

 Semua orang yang berada di tempat tersebut langsung menghampiri Ridwan yang sedang terkapar penuh darah di tengah jalan,

RUANG GELAP

 Disebuah lorong Ridwan semakin menangis meyaksikan kejadian tersebut yang membuat Ridwan meninggal.

 Ridwan terus menangis, menyesal, namun beban yang dipikul dilehernya mengurang dan dia perlahan berdiri.

 Tidak lama Ridwan mendengar suara orang-orang yang sedang membacakan surat Yasin di ujung cahaya.

 Sambil menagis Ridwan merasa harus menghampiri sumber suara dengan berlari kencang.

RUANG TENGAH – SIANG

 Ridwan terbangun saat dia telah dibungkus dengan kain kafan yang membuat orang-orang disekelilingnya kaget karena melihat Ridwan kembali bernafas.


(48)

RUANG TAMU – SIANG

 Ridwan, istri, dan Adit sedang duduk di sebuah sofa sambil menjawab pertanyaan demi pertanyaan seorang Psikolog yang dilontarkan kepada Ridwan.

III.2.5 Story Board

Story board dibuat setelah story line selesai. story board berguna untuk memberi gambaran kepada DOP (Direct of Photography) atau camera man agar mempermudah proses syuting, dan penyuntingan gambar sesuai dengan apa yang telah dipikirkan sutradara, sehingga konsep dari sutradara bisa mudah dieksekusi oleh DOP. Jika sudah mempunyai gambaran dari sutradara, selanjutnya DOP dapat berimprovisasi.

Gambar III.1, Story Board 1 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(49)

Gambar III.2, Story Board 2 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar III.3, Story Board 3 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)


(50)

Gambar III.4, Story Board 4 (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

III.2.6 Format Desain

Format desain pada film pendek ini dengan menggunakan video high resolution 1920 x 1080 pixel dengan perbadingan aspek rasio 16 : 9. Aspek rasio merupakan perbandingan lebar dan tinggi dari sebuah pixel dalam sebuah gambar. Sedangkan format kemasan dari film pendek ini berupa DVD. Judul yang akan dipilih atau digunakan dalam film pendek ini yaitu “Near Death Experience”, judul tersebut dipilih karena mewakili kehidupan Ridwan (waria), sedangkan NDE mewakili pengalaman mati surinya. Kemudian untuk format hasil akhir film akan dipublish dengan format file *.mp4.


(51)

III.2.7 Karakter Tokoh

Adapun karakter tokoh tersebut disesuaikan dengan referensi tokoh pada film yang sudah ada. Tokoh Ridwan, mengambil referensi dari film Insidious yaitu Patrick Wilson sebagai Josh Lambert atau ayah yang mempunyai postur tubuh tinggi, tegap dan berparas tampan, istri Ridwan seperti Rose Byrne sebagai Renai Lambert sebagai istri dari Josh, yang bertubuh ideal dan berparas cantik. Adit atau anak dari Ridwan dan Istrinya seperti tokoh Dalton pada film Insidious.

Gambar III.5, Studi Karakteristik Tokoh (Sumber: google.com)

Gambar III.6, Karakteristik Tokoh (Sumber: dokumentasi pribadi)


(52)

Pemeran Ridwan sebagai waria diambil dari tokoh Dodi Damara sebagai waria di film Lovely Man yang memerankan sebagai ayah.. Karakteristik disesuaikan,, waria dengan badan tinggi dan tegap yang mencerminkan bahwa ia menjadi waria benar-benar hanya karena tuntutan ekonomi sehingga ia harus bekerja menjadi waria.

Gambar III.7, Studi Karakteristik Tokoh Waria (Sumber: google.com)

Gambar III.8, Karakteristik Tokoh Ridwan sebagai Waria (Sumber: dokumentasi pribadi)


(53)

III.2.8 Musik

Sebuah film tidak akan memiliki emosi terhadap penonton tanpa adanya elemen musik didalamnya. Elemen ini juga yang akan memperkuat mood, nuansa, dan suasana penonton dalam mengikuti alur cerita yang disajikan.

Film ini akan diberi sentuhan musik ilustrasi/scoring musik yang memiliki karakter menegangkan seperti jenis instrumen percussion dan power action/loops. Selain musik ilustrasi/scoring musik, film ini juga akan didukung dengan sound effect agar penonton lebih masuk kedalam cerita. III.2.9 Warna

Lighting, suhu, dan warna menjadi hal yang penting dalam sebuah film agar bisa digunakan untuk membantu penonton melihat kedalam point of interest atau sebuah fokus/titik utama dalam sebuah gambar dimana titik tersebut yang menjadi cerita dalam gambar tersebut.

Dalam sinematografi hanya mengenal 2 warna cahaya yaitu Daylight (cahaya yang bersumber dari matahari) dan Tungsten (cahaya yang bersumber dari sebuah lampu pijar).

Pada film ini mayoritas akan bersetting dalam ruangan/indoor, maka dari itu pada pengerjaanproduksi film ini akan memakai warna cahaya tungsten yang akan dikemas dalam berbagai tehnik seperti tehnik lowlight/cahaya rendah pada adegan pengalaman mati suri dengan suhu warna 9.000 s/d 10.000 derajat kelvin, dan teknik kontras atau cahaya yang hanya akan menerangi sebagian ruangan/objek pada sebuah adegan padaruangan tengah dan pada adegan disebuah rumah makan dengan suhu warna 2000 sampai engan 3500 derajat kelvin. Teknik ini diambil karena


(54)

berkesinambungan dengan cerita yang akan berbicara tentang ketegangan dan emosi dan juga demi kepentingan dramatik atau informatif dan estetiknya. III.2.10 Tipografi

Font yang digunakan dalam pembuatan media utama dan pendukung, yaitu font Gill Sans MT dengan bentuk tegas dan tingkat keterbacaan yang jelas, disesuaikan dengan visualisasi film NDE ini.

Gambar III.9 Font (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz


(55)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI MEDIA

4.1 Media Utama

4.1.2 Film Pendek “Near Death Experience

Dalam membuat film pendek ini, perlu adanya tahap pra produksi, produksi dan pasca produksi.

4.1.2.1 Tahap Pra Produksi

1. Triangle Sistem (Concept Development)

Triangle sistem merupakan sebuah teknik pengembangan konsep dalam memproduksi film yang digagas pertama kali oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Dalam triangle sistem melibatkan 3 kepala kreatif yaitu penulis skenario, produser, dan sutradara. Penulis skenario yang menangani konsep, ide, tema, gagasan, dan format dalam penentuan sudut pandang cerita dan bertanggung jawab pada riset. Produser merumuskan rancangan gagasan dalam aspek moral, sosial, budaya dari film.program. produser juga sekaligus merencanakan promosi dan distribusi film. Pihak ketiga yaitu Sutradara yang memikirkan konsep teknis/artistik untuk eksekusi audio visual.


(56)

2. Pemilihan Tim Produksi

Produser dan Sutradara biasanya akan menentukan tim produksi yang memiliki satu visi dengan mereka di antara lain seperti Penata Gambar (Director of Photography), Penata Suara (Sound Designer), Penata musik (Music Director), Penata Artistik (Art Designer), Penyunting Gambar (Editor), dan Pencari Pemain (Casting Director).

Gambar 4.1, Pemilihan tim produksi (Dokumentasi pribadi)

3. Casting

Sutradara menentukan dan melakukan casting terhadap para pemain utama dan pendukung yang dibantu oleh asisten sutradara dan casting director. Terpilihlah 3 pemain yang mewakili karakter-karakter yang dibutuhkan di film ini, seperti:


(57)

Islam Bilhaqi, sebagai Ridwan

Gambar 4.2 Casting 1 (Dokumentasi Pribadi)

Astri Nurmayulia sebagai, istri Ridwan Gambar 4.3 Casting 2

(Dokumentasi Pribadi)

Azam, sebagai Adit

Gambar 4.4 Casting 3 (Dokumentasi Pribadi)


(58)

4. Latihan

Sutradara menyampaikan visi dan misinya terhadap penokohan yang ada dalam scenario kepada pemain utama, lalu mendiskusikan dengan tujuan untuk membangun kesamaan persepsi karakter tokoh antara sutradara dan pemain utama. Sutradara melakukan pembacaan scenario (reading) bersama seluruh pemain untuk membaca bagian dari dialog dan action pemain masing-masing. Sutradara melakukan latihan pemeranan dengan pemain utama dan melakukan evaluasi terhadap hasil latihan pemeranan yang telah direkam sebelumnya.

Gambar 4.5, Latihan Penokohan (Dokumentasi pribadi)

5. Hunting Lokasi


(59)

Gambar 4.6, Lokasi 1 jalan raya (Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.7, Lokasi 2 warung makan (Dokumentasi pribadi)


(60)

Gambar 4.8, Lokasi 3 dalam rumah (Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.9, Lokasi 4, ruang gelap (Dokumentasi pribadi)


(61)

6. Perancangan Script Breakdown Sheet dan Storyboard Sutradara merumuskan dan menyusun Script Breakdown Sheet pada setiap scene yang ada di skenario, membuat ilustrasi staging pemain dan peletakan kamera ke dalam bentuk floorplan. Sutradara membuat storyboard dibantu oleh storyboard artist.

Gambar 4.10, Script Breakdownsheet (Dokumentasi pribadi)

7. Praproduksi final

Sutradara melakukan diskusi/evaluasi bersama-sama dengan crew dan pemain utama untuk persiapan shooting yang terkait dengan teknis penyutradaraan dan artistik.


(62)

Gambar 4.11, Brifing final (Dokumentasi pribadi)

4.1.2.2 Tahap Produksi

Proses produksi atau tahap pengambilan gambar di lalui selama 2 hari terhitung dari tanggal 4-5 juni 2014. Peralatan pendukung dalam proses pengambilan gambar memakai kamera DSLR dan di dukung dengan beberapa alat seperti Red Crane, Mic Zoom, Red Head, dan LED Light. Diawali dengan adegan ridwan bangun dari kematiannya.


(63)

Gambar 4.12, Scene 1 (Dokumentasi pribadi)

Setelah itu dilanjutkan dengan proses pengambilan adegan ridwan dan keluarga di wawancarai oleh seorang psikolog.

Gambar 4.13, Scene 2 (Dokumentasi pribadi)


(64)

Di malam harinya, pada pukul 23:00 WIB dilanjutkan dengan adegan ridwan melakukan aktifitas bersama pelanggannya, dan adegan ridwan tertabrak mobil karena akan mencoba mengambil bola yang terjatuh dari tangan adit yang pada saat itu sedang berjalan berdua bersama ibunya atau istri ridwan.

Gambar 4.14, Scene 4 (Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.15, Scene 5 (Dokumentasi pribadi)


(65)

Gambar 4.16, Scene 7 (Dokumentasi pribadi)

Keesokan harinya pada pukul 19:00 WIB tim beranjak menuju lokasi bermain di mall untuk mengambil gambar adegan flashback Ridwan dan adit.

Gambar 4.17, Scene 8 (Dokumentasi pribadi)


(66)

Kemudian tim produksi menuju lokasi warung tegal yang memang tidak jauh dari lokasi sebelumnya untuk mengambil gambar adegan Ridwan bertemu dengan istrinya untuk memberikan uang.

Gambar 4.18, Scene 9 (Dokumentasi pribadi)

Pada pukul 23:00 WIB, tim menuju ke lokasi terakhir dalam pembuatan film ini, yaitu di sebuah GOR di jalan padjajaran Bandung.


(67)

Gambar 4.19, Scene 10 (Dokumentasi pribadi)

4.1.2.3 Pasca Produksi

Tahap penyuntingan gambar adalah tahap dimana semua footage yang telah di ambil pada proses produksi akan di olah oleh seorang penyunting gambar atau Editor.

Penyunting gambar menggunakan komputer berjenis PC (Personal Computer) sebagai alat bantu utama pada proses tersebut dan menggunakan software Adobe Premiere Pro CS6 sebagai penunjang dalam proses pengkemasan footage-footage yang telah tersedia.


(68)

Gambar 4.20, Proses Editing Footage (Dokumentasi pribadi)

Setelah tahap penataan footage dan sudah dilengkapi dengan sound dialog, scoring music, dan transisi, dilakukan juga tahap pewarnaan gambar (Color Grading) di setiap footage.

Gambar 4.21, Proses Editing Tone (Dokumentasi pribadi)


(69)

Gambar 4.22, Proses Editing Tone (2) (Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.23, Proses Editing Tone (3) (Dokumentasi pribadi)

Proses color grading dilakukan langsung di software Adobe Premiere Pro CS6 menggunakan Plug-in Magic Bullet Looks. Pada plug-in tersebut gambar dihidupkan dengan beberapa sentuhan seperti Diffiusion, Neg Bleach Bypass, Crush, Contrast, Saturation, Curves,


(70)

dan Auto Shoulder. Hingga terciptalah suhu dan warna yang diinginkan.

4.2 Media Pendukung a. Poster

Gambar 4.24, Poster (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : A2,

Bahan Material : Art Paper 210 gr, laminasi doff


(71)

b. Flyer

Gambar 4.25, Flyer (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : A5,

Bahan Material : Art Paper 150 gr


(72)

c. T shirt

Gambar 4.26, Tshirt (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : M, L

Bahan Material : Cotton Combad 30s

Warna : Hitam

Teknik : Sablon Manual d. Pin

Gambar 4.27, Pin (Dokumentasi pribadi)


(73)

Spesifikasi:

Ukuran : Diameter 5cm

Bahan Material : Plastic, acrilic

Warna : Hitam

Teknik : Printing dan Press e. Gantungan Kunci

Gambar 4.28, Gantungan Kunci (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : Diameter 5cm

Bahan Material : Plastic, acrilic

Warna : Hitam


(74)

f. Mannequin

Gambar 4.29, Mannequin (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : 160cm x 70cm

Bahan Material : Sterofoam, Sticker chromo

Warna : Hitam


(1)

Gambar 4.22, Proses Editing Tone (2) (Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.23, Proses Editing Tone (3) (Dokumentasi pribadi)

Proses color grading dilakukan langsung di software Adobe Premiere Pro CS6 menggunakan Plug-in Magic Bullet Looks. Pada plug-in tersebut gambar dihidupkan dengan beberapa sentuhan seperti


(2)

61

dan Auto Shoulder. Hingga terciptalah suhu dan warna yang diinginkan.

4.2 Media Pendukung a. Poster

Gambar 4.24, Poster (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : A2,

Bahan Material : Art Paper 210 gr, laminasi doff


(3)

b. Flyer

Gambar 4.25, Flyer (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : A5,

Bahan Material : Art Paper 150 gr


(4)

63 c. T shirt

Gambar 4.26, Tshirt (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : M, L

Bahan Material : Cotton Combad 30s

Warna : Hitam

Teknik : Sablon Manual

d. Pin

Gambar 4.27, Pin (Dokumentasi pribadi)


(5)

Spesifikasi:

Ukuran : Diameter 5cm

Bahan Material : Plastic, acrilic

Warna : Hitam

Teknik : Printing dan Press

e. Gantungan Kunci

Gambar 4.28, Gantungan Kunci (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : Diameter 5cm

Bahan Material : Plastic, acrilic

Warna : Hitam


(6)

65 f. Mannequin

Gambar 4.29, Mannequin (Dokumentasi pribadi)

Spesifikasi:

Ukuran : 160cm x 70cm

Bahan Material : Sterofoam, Sticker chromo

Warna : Hitam