Pengujian Performansi Mesin Pengering Tenaga Surya Dengan Produk Yang Dikeringkan Adalah Ubi Kayu Dengan Bentuk Produk Bujur Sangkar

(1)

PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA

SURYA DENGAN PRODUK YANG DIKERINGKAN ADALAH

UBI KAYU DENGAN BENTUK PRODUK BUJUR SANGKAR

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

APRIZAL NASUTION NIM. 110421034

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang berjudul :

“PENGUJIAN PERFORMANSI MESIN PENGERING TENAGA SUR YA DENGAN PRODUK YANG DIKERINGKAN ADALAH UBI KAYU

DENGAN BENTUK PRODUK BUJUR SANGKAR”

Dalam penyusunan tugas akhir ini bukan semata karena kemampuan penyusun, tapi juga karena adanya campur tangan berbagai pihak yang mau meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penyelesaian tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc selaku Dosen pembimbing dan dosen wali penulis, yang telah membantu dalam bimbingan, saran, serta dukungan dalam penulisan laporan tugas akhir ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. M. Syahril Gultom, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

4. Kedua orang tua penulis, yang tidak pernah putus-putusnya memberikan

dukungan, do’a serta kasih sayangnya yang tidak terhingga kepada penulis. 5. Abang dan adik penulis, yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada

penulis.

6. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin.

7. Rekan-rekan satu tim skripsi yaitu Andri M Sijabat dan Muhardityah yang telah bersama-sama berjuang untuk menyelesaikan skripsi dan saling bertukar pikiran selama proses penyusunan skripsi.

8. Ibu S. Farah Dina yang juga telah membantu penulis selama proses penyusunan skripsi ini mulai dari awal sampai akhir.

9. Ucapan terima-kasih juga kepada seluruh mahasiswa Teknik Mesin Ekstensi 2011 dan rekan-rekan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, para abang senior


(6)

Magister Teknik Mesin, semua yang telah mendukung dan memberi semangat kepada penulis.

10. Kepada pihak-pihak lain yang turut membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Dalam menyelesaikan tulisan ini penulis telah mencoba semaksimal mungkin guna tersusunnya skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu penulis akan sangat berterima kasih dan dengan senang hati menerima saran dan kritik yang dapat membangun den mendukung penulis demi tercapainya isi tulisan yang lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberi manfaat kepada pembaca. Terima kasih.

Medan, Juni 2014

Aprizal Nasution


(7)

ABSTRAK

Telah dirancang sebuah alat pengering hasil pertanian berukuran 2m x 1m x 1m yang menggunakan kolektor surya plat datar menggunakan plat seng sebagai

absorber yang berukuran 2m x 1,761m serta menggunakan panas matahari sebagai sumber energinya. Pada kolektor surya, radiasi matahari yang jatuh di permukaan kolektor akan diserap oleh plat absorber yang diteruskan oleh kaca sehingga panas yang dihasilkan oleh absorber akan mengalir ke dalam box

pengering secara konveksi natural. Di dalam ruang box pengering panas mengalir melewati produk yang diletakkan di atas tray dan membawa kadar air produk dengan mengalami proses penguapan dan membawa uap air keluar melewati

chimney. Salah satu produk hasil pertanian yang dikeringkan alat pengering ini adalah Ubi Kayu. Pengujian dilakukan pada pukul 09:00 – 17:00 WIB pada saat kondisi cuaca cerah. Efisiensi rata-rata kolektor surya alat pengering adalah 69,70%.

Kata kunci : pengeringan, ubi kayu kolektor surya, plat absorber, konveksi natural


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGAN TAR ...i

ABSTRAK...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR GRAFIK ...x

DAFTAR SIMBOL ...xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ...1

1.2Batasan Masalah...3

1.3Tujuan Pengujian...3

1.4Manfaat Pengujian...4

1.5Sistematika Penulisan...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan...6

2.2Jenis - Jenis Pengeringan...6

2.2.1Konsep Dasar Pengeringan ...8

2.3 Matahari (Surya) ...9

2.3.1 Karakteristik Matahari...9

2.3.2 Teori Dasar Radiasi Surya ...11

2.3.3 Rumusan Radiasi Surya...13

2.4 Kolektor Surya...20


(9)

2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi ...25

2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi ...26

2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi ...28

2.5.4 Perpindahan Massa ...29

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengujian...31

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan ...31

3.2.1 Alat ...31

3.2.2 Bahan ...38

3.3 Experimental Set Up ...41

3.4 Prosedur Pengujian ...43

3.5 Diagram Alir Pengujian ...44

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA 4.1 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation)...45

4.1.1 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation) Untuk Sampel 1 Pada Tanggal 14 April 2014 ...45

4.1.2 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation) Untuk Sampel 1 Pada Tanggal 15 April 2014 ...52

4.1.3 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation) Untuk Sampel 2 Pada Tanggal 16 April 2014 ...54

4.1.4 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation) Untuk Sampel 2 Pada Tanggal 17 April 2014 ...57


(10)

4.2 Hasil Pengukuran Temperatur Ruang Pengering dan Inti Ubi kayu ...59

4.2.1 Hasil Pengukuran Temperatur Pengeringan Sampel 1 ...59

4.2.2 Hasil Pengukuran Temperatur Pengeringan Sampel 2 ...60

4.3 Analisa Model Persamaan Pengeringan Ubi kayu ...61

4.3.1 Analisa Moisture Ratio (MR) Pada Pengeringan Ubi kayu...61

4.4 Efisiensi Alat Pengering ...67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...72

5.2 Saran ...72 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Urutan Hari Berdasarkan Bulan ... 14

Tabel 2.2 Faktor Koreksi Iklim ... 18

Tabel 3.1 Spesifikasi Pyranometer ... 34

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity Sensor... 35

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement Apparatus... 36

Tabel 3.4 Spesifikasi T and RH Smart Sensor ... 36

Tabel 3.5 Spesifikasi Load Cell ... 38

Tabel 4.1 Data Radiasi Pengukuran 14 April 2014 ... 45

Tabel 4.2 Perhitungan Urutan Hari Berdasarkan Bulan... 46

Tabel 4.3 Data Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 14 April 2014 ... 50

Tabel 4.4 Perbandingan Radiasi Pengukuran dan Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 14 April 2014 ... 51

Tabel 4.5 Data Radiasi Pengukuran 15 April 2014... 52

Tabel 4.6 Data Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 15 April 2014 ... 53

Tabel 4.7 Perbandingan Radiasi Pengukuran dan Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 15 April 2014 ... 53

Tabel 4.8 Data Radiasi Pengukuran 16 April 2014 ... 54

Tabel 4.9 Data Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 16 April 2014 ... 55

Tabel 4.10 Perbandingan Radiasi Pengukuran dan Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 16 April 2014 ... 56

Tabel 4.11 Data Radiasi Pengukuran 17 April 2014... 57

Tabel 4.12 Data Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 17 April 2014 ... 57

Tabel 4.13 Perbandingan Radiasi Pengukuran dan Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah 17 April 2014 ... 58


(12)

Tabel 4.14 Moisture ratio ubi kayu sampel pertama ... 62 Tabel 4.15 Moisture ratio ubi kayu sampel kedua... 64 Tabel 4.16 Perbandingan massa ubi kayu yang dikeringkan menggunakan

alat pengering dan yang dikeringkan langsung dibawah

sinar matahari ... 66 Tabel 4.17 Data Perhitungan Panas dan Efisiensi Kolektor

Tanggal 25 Maret 2014 ... 68 Tabel 4.18 Data Perhitungan Panas dan Efisiensi Kolektor


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Perbandingan radiasi pengukuran dengan radiasi pada kondisi langit

cerah pada 14 april 2014 ... 51

Grafik 4.2 Perbandingan radiasi pengukuran dengan radiasi pada kondisi langit cerah pada 15 april 2014 ... 54

Grafik 4.3 Perbandingan radiasi pengukuran dengan radiasi pada kondisi langit cerah pada 16 april 2014 ... 56

Grafik 4.4 Perbandingan radiasi pengukuran dengan radiasi pada kondisi langit cerah pada 17 april 2014 ... 59

Grafik 4.5 Temperatur ruang pengering dan inti ubi kayu sampel 1 hari 1 ... 59

Grafik 4.6 Temperatur ruang pengering dan inti ubi kayu sampel 1 hari 2 ... 60

Grafik 4.7 Temperatur ruang pengering dan inti ubi kayu sampel 2 hari 1 ... 60

Grafik 4.8 Temperatur ruang pengering dan inti ubi kayu sampel 2 hari 2 ... 61

Grafik 4.9 Moisture ratio ubi kayu sampel pertama ... 63

Grafik 4.10 Moisture ratio ubi kayu sampel kedua ... 69

Grafik 4.11 Waktu vs Temperatur tanggal 25 Maret 2014 ... 69

Grafik 4.12 Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi tanggal 25 Maret 2014... 74

Grafik 4.13 Waktu vs Temperatur tanggal 10 April 2014 ... 70

Grafik 4.14 Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi tanggal 10 April 2014... 71


(14)

DAFTAR SIMBOL

SIMBOL KETER ANGAN SATUAN

A Luas Penampang m2

A Altitude ( ketinggian dari permukaan laut ) km B Konstanta Yang Bergantung Pada n

Panas Jenis kJ/kg K

cos θz Cosines sudut zenith

D Lebar kolektor m

Deff Diffusifitas kelembaban efektif m2/menit

     

dx dT

Gradien temperatur dalam aliran panas K/m

E Faktor Persamaan Waktu menit

g Percepatan gravitasi (9.81) m/s2

� Radiasi Matahari Yang Jatuh Langsung

Ke Permukaan Bumi W/m2

� Radiasi Difusi W/m2

Gon Radiasi Yang Diterima Atmosfer Bumi W/m2 Gsc Daya radiasi rata-rata yang diterima

atmosfer bumi (1367) W/m2

� Radiasi Total W/m2

GrL Bilangan Grashof


(15)

hm Koefisien perpindahan massa m/s

I Tanggal

I Intensitas radiasi W/m2

k slope (drying constant) 1/menit

k Konduktivitas Bahan Termal W/mK

L Panjang kolektor m

L Setengah dari ketebalan slab (ukuran ubi kayu) m Le Bilangan Lewis

Lloc Posisi Bujur o

Lst Standart Meridian untuk waktu lokal o

m Air mass

Moisture Ratio

M Massa spesimen pada saat pengeringan gr

Me Massa kering specimen gr

Mi Massa awal specimen gr

Laju Aliran Massa Udara kg/s

Nu Bilangan nusselt Re Bilangan Reynold

ST Solar Time (Jam Matahari) STD Waktu Lokal

Ti Temperatur udara lingkungan K


(16)

s

T Temperatur dinding K

T∞ Temperatur udara lingkungan K

Temperatur Rata-Rata Keluar Dari Kolektor K

t Waktu pengeringan menit

u Kecepatan udara ruang pengering m/s

Qc Laju perpindahan panas konduksi Watt

Qh Laju perpindahan panas konveksi Watt Qin Panas yang diterima kolektor W/m2 Qu Panas yang dimanfaatkan kolektor W/m2 Sc Bilangan schmidt

V Kecepaatan rata-rata dari fluida m/s

( ) Kecepatan karakteristik yang merupakan

fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y) m/s Profil kecepatan dalam lapisan batas

∆ Perbedaan temperatur awal dan akhir oC

Δt Selang waktu perhitungan s

θz Sudut zenith o

Sudut posisi lintang o

Sudut deklinasi o

Tebal lapisan batas m


(17)

� Fraksi radiasi yang Dditeruskan untuk masuk ke atmosphere bumi

� Efisiensi %

µ Viskositas dinamik .

� Massa Jenis kg/m3

Emisivitas panas permukaan

Kontanta Stefan Boltzomann (5,67 x 10-8) W/m2 K4


(18)

ABSTRAK

Telah dirancang sebuah alat pengering hasil pertanian berukuran 2m x 1m x 1m yang menggunakan kolektor surya plat datar menggunakan plat seng sebagai

absorber yang berukuran 2m x 1,761m serta menggunakan panas matahari sebagai sumber energinya. Pada kolektor surya, radiasi matahari yang jatuh di permukaan kolektor akan diserap oleh plat absorber yang diteruskan oleh kaca sehingga panas yang dihasilkan oleh absorber akan mengalir ke dalam box

pengering secara konveksi natural. Di dalam ruang box pengering panas mengalir melewati produk yang diletakkan di atas tray dan membawa kadar air produk dengan mengalami proses penguapan dan membawa uap air keluar melewati

chimney. Salah satu produk hasil pertanian yang dikeringkan alat pengering ini adalah Ubi Kayu. Pengujian dilakukan pada pukul 09:00 – 17:00 WIB pada saat kondisi cuaca cerah. Efisiensi rata-rata kolektor surya alat pengering adalah 69,70%.

Kata kunci : pengeringan, ubi kayu kolektor surya, plat absorber, konveksi natural


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun 1996 Gustav Grob menekankan lagi prediksi Club of Rome di awal tahun 1970an bahwa bahan bakar fosil, yang sifatnya mencemarkan lingkungan, kian berkurang jumlahnya dan dalam waktu dekat akan diganti oleh sumber energi terbarukan yang lebih bersahabat dengan lingkungan yang meliputi sumber-sumber energi surya, biomassa, angin, hidro, dan lain- lain. Ketergantungan kita atas bahan bakar fosil mungkin akan berlanjut sampai beberapa dekade lagi tetapi dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari apa yang di konsumsikan sebelum tahun 2000.

Penggunaan energi fosil saat ini diperkirakan akan terus meningkat disebabkan karena tetap meningkatnya jumlah penduduk dunia, yang memerlukan pangan dan kesejahteraan serta kualitas hidup yang lebih baik, yang hanya dapat dipenuhi dengan pemacuan proses industrialisasi. Sebagai konsekuensi energi yang merupakan motor penggerak industrialisasi tersebut. Sejauh mana pengurangan konsumsi bahan bakar fosil untuk kedepannya tergantung kepada kesadaran kita terhadap masalah serta dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh pemakaian bahan bakar fosil tersebut, dan perkembangan hasil teknologi energi alternatif.

Sinar matahari adalah salah satu gelombang elektromagnetik yang memancarkan energi yang disebut dengan energi surya ke permukaan bumi secara terus menerus. Energi ini mempunyai sifat antara lain tidak bersifat polutan, tidak dapat habis (terbarukan) dan juga gratis. Tetapi, potensi energi yang sangat besar ini belum dimanfatkan secara optimal dan masih terbuang begitu saja.

Sebagai negara yang terletak di daerah katulistiwa, yaitu pada 60LU –110LS dan 950BT – 1410BT, dan dengan memperhatikan peredaran matahari dalam setahun yang berada pada daerah 23,50LU dan 23,50LS akan mengakibatkan suhu di Indonesia cukup tinggi (antara 26º C - 35º C) dan bila saat cuaca cerah akan disinari matahari selama 11-12 jam dalam sehari. Sifat radiasi matahari yang diperoleh di daerah ini dapat dikatakan lebih kecil perubahannya terhadap


(20)

rata-rata tiap tahunnya. Dilain pihak, pancaran radiasi ini sifatnya periodik setiap hari dan setiap tahunnya secara terus menerus.

Ada dua cara memanfaatkan energi surya yang berlimpah ini, yaitu dengan sel surya dan surya termal. Teknologi dengan sel surya tergolong efisien dan bersih, tetapi memerlukan peralatan yang cukup mahal. Sementara, teknologi surya termal adalah mengumpulkan radiasi surya dalam bentuk panas. Cara ini umumnya tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan relatif lebih mudah untuk dilakukan. Secara global pemanfaatan energi surya termal masih jauh lebih banyak dibanding sel surya. Fakta ini menunjukkan bahwa tersedia energi surya yang cukup besar dan dapat dimanfaatkan dalam bentuk energi termal.

Industri pengering, termasuk pengeringan produk pertanian adalah termasuk salah satu proses produksi yang banyak menggunakan energi. Studi di beberapa negara menunjukkan bahwa persentasi konsumsi energi nasional untuk pengeringan relatif cukup besar. Menurut studi negara-negara seperti USA, Kanada, Perancis, Inggris mengkonsumsi sekitar 10-15% dari energi nasionalnya untuk pengeringan. Jerman dan Denmark bahkan lebih besar yaitu sekitar 20-25%. Meskipun belum ada studi yang melaporkannya, diperkirakan Indonesia dan negara- negara lainnya, menggunakan konsumsi energi nasionalnya untuk pengeringan pada kisaran 5-25%. Secara global, data tahun 2007 menyatakan 86,4% konsumsi energi dunia dipasok oleh sumber energi berbasis fosil seperti minyak bumi, gas alam, dan batubara. Pembakaran sumber ener gi berbasis fosil ini setara dengan pelepasan 21,3 Gigaton karbon dioksida ke alam, tetapi alam dengan bantuan hutan hanya mampu menyerap setengah dari jumlah ini. Oleh karena itu akan ada penambahan karbon dioksida sekitar 10,6 Gigaton pertahun. Jika tidak ada langkah konkrit, ini akan meningkat terus di tahun-tahun mendatang seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dunia. Gas inilah salah satu yang akan menyebabkan pemanasan global, dan jika lajunya tidak dikurangi akan membahayakan kelangsungan hidup bumi sebagai planet yang bisa dihuni umat manusia dan mahluk hidup lainnya. Fakta- fakta ini menunjukkan bahwa proses pengeringan termasuk salah satu penyumbang pelepasan karbon dioksida ke alam yang relatif besar.


(21)

Untuk mengurangi pemakaian energi berbasis fosil yang akan menyebabkan pemanasan global, salah satunya adalah pemanfaatan energi sinar matahari. Pemanfaatan energi sinar matahari dapat digunakan pada mesin pengering, seperti mesin pengering hasil pertanian dan perkebunan. Pengolahan pasca panen hasil pertanian atau perkebunan mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yang sekaligus juga merupakan sumber pemasukan devisa negara yang cukup besar. Dengan penerapan sistem energi sinar matahari pada teknologi ini, diharapkan akan mempercepat proses pengeringan hasil pertanian dan perkebunan. Selain untuk mempercepat pengeringan, juga dapat menjaga mutu dan kwalitas hasil pertanian dan perkebunan tersebut. Hal- hal inilah yang melatar belakangi tugas akhir ini.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam pengujian ini adalah :

1. Lokasi pengujian di kota Medan yang terletak pada posisi 3,43 oLU sampai 98,44 oBT dan ketinggian 37,5 meter dari permukaan laut.

2. Kemiringan sudut solar collector adalah 45o. 3. Pengujian dilakukan dengan sifat intermitten.

4. Pengujian dilakukan antara pukul 08.00 Wib sampai 17.00 Wib. 5. Pengujian dilakukan pada saat kondisi cuaca cerah.

6. Produk hasil pertanian dan perkebunan yang dipakai adalah ubi kayu.

1.3 Tujuan Pengujian

Adapun tujuan dari pengujian ini adalah:

1. Untuk memperoleh nilai dan kurva pengurangan kadar air (MR = moisture ratio) suatu produk hasil pertanian dan perkebunan terhadap waktu dengan alat pengering tenaga surya.

2. Untuk mengetahui perbandingan persentase kadar kering ubi kayu yang dikeringkan menggunakan alat dan yang dijemur secara langsung.

3. Untuk mendapatkan efisiensi dari alat pengering

4. Untuk mempercepat proses pengeringan produk hasil pertanian dan perkebunan menggunakan alat pengering.


(22)

1.4 Manfaat Pengujian

Adapun manfaat dari pengujian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengurangi penggunaan listrik dan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui lainnya.

2. Untuk mengurangi pemanasan global dengan menggunakan energi bersih. 3. Untuk memberi model alat pengering untuk pengeringan hasil pertanian dan

perkebunan yang dapat dikembangkan di masyarakat luas.

4. Untuk memberi sumbangsih yang nyata dari departemen Teknik Mesin dalam perkembangan teknologi pengolahan produk hasil pertanian.

1.5 Sistematika Penulisan

Agar penulisan skripsi ini tersusun secara sistematis dan mudah untuk dipahami, maka skripsi ini disusun kedalam beberapa bagian, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan pendahuluan tentang studi kasus dan pemecahan masalah yang berisi antara lain : Latar belakang, batasan masalah, tujuan pengujian, manfaat pengujian , dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dibahas mengenai teori-teori dan topik yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori diperoleh dari berbagai sumber dan literatur, diantaranya: buku-buku literatur, jurnal, e-book, dan website.

BAB III : METODOLOGI PENGUJIAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai waktu dan tempat pengujian, alat dan bahan pengujian, experimental set up, dan langkah-langkah pengujian.


(23)

BAB IV : DATA D AN ANALISA DATA

Pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil pengujian yang telah dilakukan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Di dalam bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran yang dapat digunakan sebagai tindak lanjut dari pengujian yang telah dilakukan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan

Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti berbagai buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian atau perkebunan lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.

Pada prinsipnya, pengeringan hasil pertanian dan perkebunan bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan sampai pada kadar air yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang kehidupan rak-produk bio-asal dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian dan perkebunan tersebut.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu, kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir bahan.

2.2 Jenis - Jenis Pengeringan

Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung Lim Law. 2009)

a) Baki atau wadah

Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material yang akan dikeringkan pada baki yang lansung berhubungan dengan media pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah


(25)

konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan dengan memanaskan baki tersebut.

b) Rotary

Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara material yang dikeringkan jauh di dalam ruang pengering. Medium pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang. Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk memungkinkan terjadinya konduksi.

c) Flash

Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan. Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan hydrocyclone.

d) Spray

Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat. Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas) dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan. Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone. e) Fluidized bed

Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif tinggi menjamin medium yang dikeringkan terjangkau oleh udara. Jika dibandingkan dengan jenis wadah, jenis ini mempunyai luas kontak yang lebih besar.


(26)

f) Vacum

Pengeringan dengan memanfaatkan ruangan bertekanan udara rendah. Dimana pada ruangan tersebut tidak terjadi perpindahan panas, tetapi yang terjadi adalah perpindahan massa pada suhu rendah.

g) Membekukan

Pengeringan dengan menggunakan suhu yang sangat rendah. Biasanya digunakan pada produk-produk yang bernilai sangat tinggi, seperti produk farmasi dan zat-zat kimia lainnya.

h) Batch dryer

Pengeringan jenis ini hanya baik digunakan pada jumlah material yang sangat sedikit, seperti penggunaan pompa panas termasuk pompa panas kimia.

2.2.1 Konsep Dasar Penge ringan

Pengeringan adalah proses pengeluaran air dari suatu bahan pertanian menuju kadar air kesetimbangan dengan udara sekeliling atau pada tingkat kadar air dimana mutu bahan pertanian dapat dicegah dari serangan jamur, enzim aktifitas serangga (Hederson and Perry, 1976). Sedangkan, menurut Hall (1957) and Brooker et. al. (1981), proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan pertanian akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum bahan diolah atau dimanfaatkan.

Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang dilalakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringa adalah memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum pengeringan. Sehingga, akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005).

Pengeringan produk atau hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah suhu, kelembaban udara, kecepatan aliran udara serta kadar


(27)

air. Ukuran bahan juga mempengaruhi cepat lambatnya pengeringan. Selain itu jenis alat pengering juga mempengaruhi proses pengeringan (Taib, dkk, 1988).

Kelembaban udara (RH) juga mempengaruhi proses pengeringan. Kelembaban udara berbanding lurus dengan waktu pengeringan. Semakin tinggi kelembaban udara maka proses pengeringan (waktu pengeringan) akan berlangsung lebih lama. Apabila bahan pangan dikeringkan dengan menggunakan udara sebagai medium pengering, maka semakin panas udara tersebut semakin cepat perngeringan. Berbeda dengan RH, kecepatan aliran udara berbanding tebalik dengan waktu pengeringa. Semakin tinggi kecepatan aliran udara, proses pengeringan akan berjalan lebih cepat (Brooker, dkk., 1981).

Faktor lain yaitu kadar air bahan yang dikeringkan bahwa pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan untuk menghambat perkembangan organisme pembusuk. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan. Kadar air bahan pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air basi kering dan kadar air basis basah. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan keringnya. Kadar air basis basah adalah perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan total (Heldman and Signh, 1981).

Pada bagian tugas akhir ini akan dilakukan simulasi pada pengeringan tipe wadah dengan menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi pemanas udara pengering.

2.3 Matahari (Surya) 2.3.1 Karakteristik Matahari

Matahari adalah bintang terdekat dari bumi. Seperti halnya bintang yang lain, matahari memancarkan cahayanya sendiri. Cahaya yang terpancar dari matahari disebabkan oleh adanya reaksi fusi nuklir yang terjadi di inti matahari. Selain memancarkan cahaya, matahari juga menghasilkan energy yang sangat besar dalam bentuk panas. Energi dari proses reaksi di inti hingga terhantar ke permukaan matahari berlangsung melalui proses yang kompleks. Terjadinya


(28)

reaksi nuklir di inti dan proses penghantarannya di bagian dalam matahari menyebabkan matahari selalu beraktivitas secara dinamis sepanjang waktu.

Gambar 2.1 Matahari

a) Inti matahari

Matahari bukanlah satu benda padat yang homogen, tetapi seperti bola gas raksasa yang terdiri atas lapisan- lapisan yang berbeda. Pada bagian inti, reaksi fusi nuklir berlangsung pada suhu sekitar 15 juta derajat Celcius. Inti matahari mengsisi sepertiga jari-jari terdalam dari matahari. Di sini, bergabung empat inti hydrogen membentuk satu buah inti helium. Reaksi ini menghasilkan energy yang sangat besar dalam bentuk gelombang electromagnet dan partikel. Energi yang besar ini kemudian merambat ke bagian yang lebih luar melalui cara radiasi atau pancaran. b) Daerah radiasi

Bagian dalam matahari yang menghantarkan energy secara radiasi disebut sebagai daerah radiasi (radiation zone). Daerah radiasi ada pada bagian terluar inti matahari hingga jarak sekitar 0.8 jari-jari matahari. Daerah radiasi memiliki kerapatan yang sangat tinggi sehingga gelombang elektromagnetik dari inti matahari membutuhkan waktu hingga ratusan ribu tahun untuk sampai di bagian terluarnya. Pada bagian dasar daerah radiasi, suhunya mencapai 7 juta derajat Celcius, sedangkan bagian luarnya memiliki suhu 2 juta derajat Celcius.


(29)

Di bagian luar daerah radiasi terdapat daerah konveksi. Di bagian ini, energy menjalar ke permukaan matahari melalui proses konveksi atau aliran. Aliran energy ini terbawa oleh medium plasma yang mengisi daerah konveksi. Plasma adalah gas yang terionisasi oleh suhu yang sangat tinggi sehingga electron-elektronnya terpisah dari atom atau molekulnya . Pada daerah konveksi, aliran plasma begitu kompleks sehingga menghasilkan medan magnet yang berfluktuasi sepanjang waktu. Dinamika medan magnet ini sangat aktif sehingga mempengaruhi munculnya beragam aktivitas di permukaan matahari. Aktivitas matahari ini kadang teramati dari bumi dan sering mengakibatkan pengaruh yang besar terhadap kondisi cuaca antariksa secara keseluruhan.

Bagian matahari yang terlihat dari bumi adalah permukaan matahari atau fotosfer. Fotosfer terletak di atas daerah konveksi. Suhu di fotosfer sekitar 6000 derajat Celcius. Sebagian dari proses konveksi tampak di fotosfer berupa luapan plasma seperti gelembung yang disebut granula. Di fotosfer juga terjadi beberapa aktivitas matahari akibat dari dinamika medan magnet di daerah konveksi.

Di atas fotosfer terdapat lapisan atmosfer matahari yang disebut kromosfer. Kromosfer memiliki suhu antara 4500 hingga 25.000 derajat Celcius. Suhu di atas kromosfer meningkat dengan tajam hingga mencapai 2 juta derajat Celcius pada daerah yang dinamakan korona. Meskipun jauh lebih panas dari permukaan matahari, korona lebih redup darinya sehingga tidak tampak dari bumi kecuali pada saat gerhana matahari. Pada bagian atmosfer matahari ini terjadi beberapa aktivitas matahari yang dapat berpengaruh pada cuaca anatraiksa.

2.3.2 Teori Dasar Radiasi Surya

Radiasi adalah proses perpindahan panas tanpa melalui media. Bila energi radiasi menimpa permukaan suatu bahan, maka sebagian akan dipantulkan (refleksi) , sebagian lagi akan diserap (absorbsi) dan sebagian lagi akan diteruskan (transmisi). Kebanyakan benda padat tidak bisa mentransmisikan radiasi thermal sehingga penerapan transmisivitas dianggap no l.


(30)

Gambar 2.2 Radiasi surya

Terdapat dua jenis pantulan radiasi yaitu spekular dan diffuse. Jika sudut pantulan radiasi sama, maka pantulannya disebut spektular. Jika sudut pantulannya beragam ke semua arah maka pantulannya adalah diffuse.

Atmosfer bumi terdiri atas empat lapisan dari yang terdekat dari permukaan bumi yaitu troposfer (0-10 km), stratosfer (10-40 km), mesosfer (40-50 km), dan

thermosfer (50-300 km).

Gambar 2.3 Lapisan atmosfer bumi

Radiasi yang sampai di lapisan thermosfer dilambangkan (Gon). Radiasi yang diteruskan ke permukaan bumi dilambangkan (Gbeam). Radiasi akibat pemantulan dan pembiasan dilambangkan (Gdiffuse).


(31)

2.3.3 Rumusan Radiasi Surya

Matahari mempunyai diameter 1,39×109 m. Bumi mengelilingi matahari dengan lintasan berbentuk ellipse dan matahari berada pada salah satu pusatnya. Jarak rata-rata matahari dari permukaan bumi adalah 1,49×1011 m.

Lintasan bumi terhadap matahari berbentuk ellipse, maka jarak antara bumi dan matahari adalah tidak konstan. Jarak terdekat adalah 1,47x1011 m yang terjadi pada tanggal 3 Januari 2011,dan jarak terjauh pada tanggal 3 juli dengan jarak 1,52x1011 m. Karena adanya perbedaan jarak ini, menyebabkan radiasi yang diterima atmosfer bumi juga akan berbeda.

Gambar 2.4 Pergerakan bumi terhadap matahari

Untuk menghitung radiasi pada hari ke- n, diperlukan rumusan Duffie dan Beckmann (1991):


(32)

Persamaan radiasi pada atmosfer yang diajukan oleh Spencer pada tahun 1971.

Gon = Gsc (1,00011 + 0,034221 cos B + 0,00128 sin B + 0,000719 cos 2B

+ 0,000077 sin 2B) ... .(2.1)

dengan nilai B (konstanta hari) sebagai berikut :

B =

n−1 360

365

...

(2.2)

Dimana : Gsc = Daya radiasi rata-rata yang diterima atmosfer bumi (1367 W/m2) B = konstanta yang bergantung pada nilai n

Gon= radiasi yang diterima atmosfer bumi (W/m2) Nilai n bergantung pada urutan hari (i)

Tabel 2.1 Urutan Hari Berdasarkan Bulan

Bulan N

Januari I

Februari 31+i

Maret 59+i

April 90+i

Mei 120+i

Juni 151+i

Juli 181+i

Agustus 212+i

September 243+i

Oktober 273+i

November 304+i


(33)

Beberapa Istilah yang biasanya dijumpai pada perhitungan radiasi adalah : a) Air Mass (m)

Adalah perbandingan massa udara sampai ke permukaan bumi pada posisi tertentu dengan massa udara yang dilalui sinar jika matahari tepat pada posisi zenit. Artinya pada posisi tegak lurus (zenit =0) nilai m=1 , pada sudut zenith 600, m=2. Pada sudut zenit dari 00-700.

m = 1

COS θ ... (2.3)

b) Beam Radiation

Radiasi energy dari matahari yang tidak dibelokkan oleh atmosfer. Istilah ini sering juga disebut radiasi langsung (direct solar radiation).

c) Diffuse Radiation

Radiasi energy surya dari matahari yang telah dibelokkan oleh atmosfer.

d) Total Radiation

Adalah jumlah beam dan diffuse radiation.

e) Irradiance (W/m2)

Adalah laju energi radiasi yang diterima suatu permukaan persatuan luas permukaan tersebut Solar irradiance biasanya disimbolkan dengan G. Dalam bahasa Indonesia besaran ini biasanya disebut dengan Intensitas radiasi.

f) Irradiation atau Radian Exposure (J/m2) Jumlah energi radiasi (bukan laju) yang diterima suatu permukaan dalam interval waktu tertentu. Besaran ini didapat dengan mengintegralkan G pada interval waktu yang diinginkan, misalnya untuk 1 hari biasa disimbolkan H dan untuk 1 jam biasa disimbolkan I.

g) Solar Time atau Jam Matahari

Adalah waktu berdasarkan pergerakan semu matahari di langit pada tempat tertentu. Jam matahari (disimbolkan ST) berbeda dengan penunjukkan jam biasa (standard time, disimbolkan STD). Hubungannya adalah:


(34)

ST =STD ±4(Lst-Lloc)+E ………. (2.4)

Dimana : STD = waktu lokal

Lst = standart meridian untuk waktu lokal (o)

Lloc = derajat bujur untuk daerah yang dihitung (o) ; untuk bujur timur, digunakan -4, untuk bujur barat digunakan +4 E = faktor persamaan waktu

Pada persamaan ini Lststandard meridian untuk waktu lokal. Lloc adalah derajat bujur daerah yang sedang dihitung, jika daerah yang dihitung ada pada bujur timur, maka gunakan tanda minus didepan angka 4 dan jika bujur barat adalah tanda plus. E adalah equation of time, dalam satuan menit dirumuskan oleh Spencer pada tahun 1971.

E = 229,2(0,000075 + 0,001868 cos B - 0,032077 sin B - 0,014615 cos 2B - 0,04089 sin 2B ... .(2.5)

Dimana : B = konstanta yang bergantung pada nilai n E = faktor persamaan waktu

Dalam menentukan arah radiasi terdapat beberapa sudut yang harus diketahui. Dapat dilihat pada gambar 2.6. Beberapa sudut untuk mendefenisikan arah radiasi matahari.


(35)

Slope adalah sudut antara permukaan yang dianalisis dengan

horizontal. ζilai 0 ≤ ≤ 900. permukaan adalah sudut penyimpangan sinar

pada bidang proyeksi dimana 0o pada selatan dan positif ke barat. Sudut

penyinaran θ (angle accident) adalah sudut yang dibentuk sinar dan garis

normal dari suatu permukaan. Sudut zenith θz adalah sudut yang dibentuk

garis sinar terhadap garis zenith. Sudut ketinggian matahari αs (solar altitude

angel) adalah sudut antara sinar dengan permukaan. Sudut azimut matahari s adalah sudut antara proyeksi matahari terhadap se latan, ke timur adalah negatif dan ke barat adalah positif.

Sudut lain yang sering digunakan dalam menentukan jumlah radiasi yang dapat diterima oleh sebuah permukaan di bumi antara lain sudut deklinasi

, yaitu kemiringan sumbu matahari terhadap garis normalnya. Kemudian sudut jam ω adalah sudut pergeseran semu matahari dari dari garis siang.

Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam, ω berkurang 150 dan setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 150. Artinya tepat

pukul 1β.00 siang, ω=0 , pukul 11.00 pagi ω= -150 dan pukul 14.00, ω = γ00.

Spencer (1971) mengajukan persamaan untuk menghitung sudut deklinasi :

 = C1 + C2CosB + C3sinB + C4cos2B + C5sin2B + C6cos3B + C7sin3B……..(2.6) Dimana  = sudut deklinasi (rad)

C1 = 0,006918 C5 = 0,000907 C2 = -0,399912 C6 = -0,002679 C3 = 0,070257 C7 = 0,00148 C4 = -0,006758

Nilai B dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2) dan n adalah urutan hari pada suatu tahun. Berdasarkan bulan yang diketahui ditampilkan pada Tabel 2.1.

Sudut zenith (θz) adalah sudut yang dibentuk garis sinar terhadap garis zenith. Cosinus sudut zenith dapat dicari melalui persamaan berikut.


(36)

Dimana z = sudut zenith

= sudut posisi lintang

 = sudut deklinasi.

ω = sudut jam matahari.

Sudut jam matahari (ω) dihitung berdasarkan jam matahari. Definisi sudut

jam matahari adalah sudut pergeseran semu matahari dari garis siangnya. Perhitungan berdasarkan jam matahari (ST), setiap berkurang 1 jam , ω berkurang

15o, setiap bertambah 1 jam, ω bertambah 15o .

ω = 15(STD – 12) + (ST-STD) x 15

60

... (2.8)

Dimana : STD = waktu lokal ST = solar time

� = sudut jam matahari ( o)

Dengan estimasi langit cerah, radiasi matahari yang diteruskan dari atmosphere ke permukaan bumi (Duffle, 2006) adalah,

b = ao + a1 exp −k cosθz

... (2.9)

Dimana ao = ro (0,4237 - 0,0082 (6 – A)2) a1 = r1 (0,5055 + 0,00595 (6.5 – A)2) k = rk (0.2711 + 0.01858 (2.5 – A)2)

Tabel 2,2 Faktor Koreksi Iklim

Iklim ro r1 rk

Tropical 0,95 0,98 1,02

Midatude summer 0,97 0,99 1,02

Subarctic Summer 0.99 0,99 1,01


(37)

Radiasi beam adalah radiasi yang langsung di transmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi beam :

Gbeam = Gon b cos θz ... (2.10)

Dimana : Gon = radiasi yang diterima atmosphere (W/m2) b = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi cos θz = cosinus sudut zenith

Gbeam = radiasi yang ditransmisikan dari atmosphere ke permukaan bumi (W/m2)

Radiasi diffuse adalah radiasi yang di pantulkan ke segala arah, dan kemudian dimanfaatan. Adapun persamaan yang digunakan untuk mencari radiasi diffuse adalah :

Gdifuse = Gon cos θz (0,271 –0,β94 b) ... (2.11)

dimana : Gdifuse = Radiasi yang dipantulkan ke segala arah dan kemudian dapat dimanfaatkan.

Gon = radiasi yang diterima atmosphere (W/m2) b = faksi radiasi yang diteruskan ke bumi cos θz = cosinus sudut zenith

Radiasi total adalah jumlah dari radiasi beam dan radiasi diffuse seperti pada persamaan berikut :

Gtotal = Gbeam + Gdifuse ... (2.12)

Radiasi yang dapat ditangkap oleh luasan kolektor dengan asumsi effisiensi kaca 90%, intensitas radiasi diperoleh dari alat ukur, dan dihitung permenit, sehingga energi radiasi dapat di hitung mengunakan rumus :


(38)

Dimana: Q = Energi Radiasi (J)

I = Intensitas radiasi (W/m2) A = Luas penampang kolektor(m2)

Δt = Selang waktu perhitungan (s) 2.4 Kolektor Surya

Kolektor surya merupakan sebuah alat yang mampu menyerap sinar radiasi matahari, sehingga dapat memanaskan udara yang ada di dalam ruang kolektor tersebut. Panas di dalam ruang kolektor dapat digunakan untuk berbagai keperluan salah satunya adalah untuk pengeringan di dalam bidang pertanian.

Kolektor datar dan konsentrator merupakan alat yang digunakan untuk mengumpulkan energi radiasi surya sedemikian sehingga energi termal yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara lebih praktis untuk berbagai proses. Kolektor surya yang pada umumnya memiliki komponen-komponen utama, yaitu:

a) Cover (penutup) transparan

Cover berfungsi untuk meyerap panas dari sinar radiasi matahari dan untuk mengurangi rugi panas secara konveksi menuju lingkungan.

b) Absorber

Absorber berfungsi untuk menyerap panas dari radiasi cahaya matahari dan dengan panas tersebut digunakan untuk memanaskan udara yang ada di dalam kolektor.

c) Kanal

Kanal berfungsi sebagai saluran transmisi fluida kerja atau tempat mengalirnya udara panas dari dalam kolektor menuju ruang pengeringan . d) Isolator

Isolator berfungsi meminimalisasi kehilangan panas secara konduksi dari absorber menuju lingkungan.

e) Frame


(39)

Gambar 2.7 Komponen-komponen umum kolektor

Panas dari absorber dimanfaatkan melalui penukar panas ke media pembawa panas. Media pembawa panas yang umum digunakan dapat merupakan udara atau air. Ketika menggunakan air sebagai media, absorber akan mengkonduksikan panas menuju ke permukaan pipa-pipa bagian luar. Selanjutnya berlangsung konduksi panas dari permukaan luar ke permukaan dalam. Dengan proses konveksi, panas akan berpindah dari permukaan dalam ke air yang mengalir di dalam pipa tersebut, sehingga suhu air akan meningkat. Air dengan suhu yang tinggi kemudian dimanfaatkan pada di bagian lain di luarkolektor datar. Proses yang mirip terjadi ketika udara digunakan sebagai media pembawa panas, namun dalam hal ini pipa jarang digunakan. Udara di atas (atau di bawah) absorber dipanaskan melalui proses konveksi akibat kontak langsung dengan absorber. Udara dengan suhu tinggi ini kemudian dialirkan keluar kolektor untuk dimanfaatkan pada proses-proses yang memerlukan udara panas.

Kinerja sebuah kolektor surya akan bergantung dari karakteristik absorptivitas dari absorber, transmisivitas dari bahan transparan, overall heat transfer coefficient (koefisien pindah panas keseluruhan) dari insulator, bahan transparan serta absorber.

Absorbtivitas merupakan porsi cahaya yang diserap oleh suatu objek; transmisivitas merupakan porsi cahaya yang diteruskan oleh suatu objek; sedangkan koefisien pindah panas keseluruhan merupakan daya hantar panas atau kebalikan dari resistansi panas.


(40)

Terdapat empat jenis kolektor surya yang diklasifikasikan ke dalam Solar Thermal Collector System dan juga memiliki korelasi dengan pengklasifikasian kolektor surya berdasarkan dimensi dan geometri dari receiver yang dimilikinya yaitu :

a) Flat-Plate Collectors ( Kolektor Pelat Datar )

Keuntungan utama dari sebuah kolektor surya plat datar adalah bahwa memanfaatkan kedua komponen radiasi matahari yaitu melalui sorotan langsung dan sebaran, tidak memerlukan tracking matahari dan juga karena desainnya yang sederhana, hanya sedikit memerlukan perawatan dan biaya pembuatan yang murah. Pada umumnya kolektor jenis ini digunakan untuk memanaskan ruangan dalam rumah, pengkondisian udara, dan proses-proses pemanasan dalam industri.

Tipe ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur di bawah 100°C. Spesifikasi tipe ini dapat dilihat dari absorber-nya yang berupa plat datar yang terbuat dari material dengan konduktivitas termal tinggi, dan dilapisi dengan cat berwarna hitam. Kolektor pelat datar memanfaatkan radiasi matahari langsung dan terpencar (beam dan diffuse), tidak membutuhkan pelacak matahari, dan hanya membutuhkan sedikit perawatan. Aplikasi umum kolektor tipe ini antara lain digunakan untuk pemanas air, pemanas gedung, pengkondisian udara, dan proses panas industri. Komponen penunjang yang terdapat pada kolektor pelat datar antara lain; transparent cover, absorber, insulasi, dan kerangka


(41)

b) Prismatic Solar Colector ( Kolektor Surya Prismatik )

Kolektor surya tipe prismatik dapat digolongkan dalam kolektor plat datar dengan permukaan kolektor berbentuk prisma yang tersusun dari 4 bidang yang membentuk prisma, 2 bidang berbentuk segi-tiga sama kaki dan 2 bidang yang lain berbentuk segi-empat siku-siku. Keunggulan dari kolektor surya tipe prismatik ini adalah kemampuannya untuk dapat menerima energi radiasi matahari dari segala posisi matahari.

Gambar 2.9 Kolektor surya prismatic

c) Concentrating Collectors ( Kolektor Surya Konsentrasi )

Jenis ini dirancang untuk aplikasi yang membutuhkan energi panas pada temperatur antara 100° – 400°C. Kolektor surya jenis ini mampu memfokuskan energi radiasi cahaya matahari pada suatu receiver, sehingga dapat meningkatkan kuantitas energi panas yang diserap oleh absorber. Berdasarkan komponen absorber-nya jenis ini dikelompokan menjadi dua jenis yaitu line focus dan point focus.


(42)

Gambar 2.10 Kolektor surya konsentrator

d) Evacuated Tube Collectors

Jenis ini dirancang untuk menghasilkan energi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tiga jenis kolektor surya sebelumnya. Keistimewaannya terletak pada efisiensi transfer panasnya yang tinggi tetapi faktor kehilangan panasnya yang relatif rendah. Hal ini dikarenakan fluida yang terjebak diantara absorber dan cover-nya dikondisikan dalam keadaan vakum, sehingga mampu meminimalisasi kehilangan panas yang terjadi secara konveksi dari permukaan luar absorber menuju lingkungan.


(43)

2.5 Perpindahan Panas

Apabila dua logam saling berhimpitan dan suhu-suhu benda itu berbeda, maka akan terjadi proses perpindahan panas dari benda yang panas menuju benda yang lebih dingin, sehingga menyebabkan suhu keduanya menjadi sama.

Perpindahan panas dibagi menjadi tiga klasifikasi, yaitu perpindahan panas konduksi, konveksi, dan radiasi. Untuk lebih mengetahui defenisi dari klasifikasi perpindahan panas ini dapat kita lihat pada penjelasan di bawah ini.

2.5.1 Perpindahan Panas Konduksi

Perpindahan panas secara konduksi adalah perpindahan panas dari partikel yang bertemperatur tinggi ke partikel yang bertemperatur rendah sebagai hasil dari interaksi antar partikel tersebut. Karena partikelnya tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat atau benda padat lainnya. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel tanpa diikuti perpindahan partikelnya. Dimana pada alat ini terjadi pada peristiwa kehilangan panas dari kolektor surya yang hilang melewati dinding-dinding dari kolektor.

Gambar 2.12 Perpindahan panas konduksi.

Secara matematik laju perpindahan panas konduksi dapat dinya takan dengan Hukum Fourrier :

.

dx dT kA Qc 

………...……….


(44)

Dimana :

.

Q

c = laju perpindahan panas (Watt) k = konduktivitas thermal ( W /m.K)

A = luas penampang yang terletak pada aliran panas (m2)

     

dx dT

= gradien temperatur dalam aliran panas (K/m)

2.5.2 Perpindahan Panas Konveksi

Perpindahan panas secara konveksi adalah adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida yang mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida. Perpindahan panas konveksi pada alat ini terjadi pada fluida kerja yang digunakan (udara).

Gambar 2.13 Perpindahan panas konveksi.

Perpindahan panas konveksi pada saluran kolektor sangat dipengaruhi oleh bilangan Reynold, apakah laminar maupun turbulent.Bilangan Reynold pada plat datar dirumuskan sebagai berikut.


(45)

Gambar 2.14 Perpindahan panas konveksi pada plat datar.

Bilangan Reynold dirumuskan dengan,

 VL

Re  ……….…..………...…… (β.15)

Dimana : Re = bilangan Reynold

V = kecepatan rata-rata dari fluida (m/s) L = panjang kolektor( m )

ρ = massa jenis ( kg/m3)

μ = viskositas dinamik (kg/m.s)

Dengan pembagian jenis aliran berdasarkan bilangan Reynold sebagai berikut:

Re < 5x105 Laminar

Re > 5x105 Turbulen

Untuk laju perpindahan panas dapat dinyatakan de ngan persamaan sebagai berikut :

. .

) ( 

hAT T

Qh s

………...………….……….. (β.16) Dimana, h = koefisien konveksi ( W / m2. K )

A = luas permukaan kolektor surya (m2)

s


(46)

T∞ = temperatur udara lingkungan( K )

.

Q = laju perpindahan panas ( Watt )

2.5.3 Perpindahan Panas Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah proses perpindahan panas melalui gelombang elektromagnetik atau paket-paket energi (photon) yang dapat dibawa sampai pada jarak yang sangat jauh tanpa memerlukan interaksi dengan medium. Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, radiasi tidak membutuhkan medium perpindahan panas. Sampainya sinar matahari kepermukaan bumi adalah adalah contoh yang paling jelas dari perpindahan panas radiasi. Perpindahan panas radiasi pada alat ini terjadi padakolektor surya.

Gambar 2.15 Perpindahan panas radiasi.

Perpindahan panas secara radiasi dirumuskan sebagai,

.

4

. . . s s

r E T

Q  ………...………..………..…….. (2.17)

Dimana: Qr = laju perpindahan panas radiasi (W)

 = emisivitas panas permukaan ( 0  1)

 = konstanta Stefan Boltzmann (5,67 x 10-8 W/m2K4) A = luas permukaan (m2)


(47)

2.5.4 Perpindahan Massa

Koefisien perpindahan massa (mass transfer coefficient) mempunyai analogi dengan koefisien perpindahan panas, sehingga dapat didefinisikan seperti halnya perpindahan panas.

= 12 ……….(β.18)

Difusivitas yang terjadi pada keadaan steady yang melintasi ketebalan

lapisan batas setebal Δy, adalah : = 1− 2

 = 1− 2 ……….(β.19)

Berdasarkan hukum-hukum fenomena dalam persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi mempunyai keserupaan, sehingga profil suhu, kecepatan dan konsentrasi mempunyai bentuk yang sama dalam fenomena lapisan batas.

Karena fenomena yang terjadi dalam lapisan batas mempunyai analogi terhadap hubungan antara profil kecepatan, profil konsentrasi massa dan profil suhu sehingga dalam persoalan perpindahan panas, hubungan fungsional koefisien pindah panas dapat dituliskan dalam bentuk :

= , ………..……….(β.β0)

sedangkan dalam hal perpindahan massa, hubungan fungsional koefisien pindah massa dapat dinyatakan dalam bentuk :

= , ………...………..(β.β1)

Bilangan Schmidt (SC=v/DAB) menyatakan perbandingan antara profil

kecepatan dan konsentrasi, sedangkan untuk profil suhu dan konsentrasi dinyatakan dalam bentuk bilangan Lewis (Le =α/DAB). Keserupaan antara

persamaan-persamaan yang mengatur perpindahan massa, momentum dan energi dalam lapisan batas memberi petunjuk bahwa korelasi empirik untuk koe fisien


(48)

perpindahan massa mempunyai analogi dengan koefisien perpindahan panas. Hubungan empirik untuk koefisien perpindahan massa ini dinyatakan oleh Gilliland (1934) dalam Holman (1981) dalam bentuk persamaan :

= 0.023  0.83 0.44 ……….(β.ββ)

Analogi Reynold untuk perpindahan panas dengan koefisien gesek pada lapisan batas dapat pula digunakan untuk menentukan koefisien perpindahan massa dengan koefisien gesek pada lapisan batas, pada aliran laminar, Holman, J.P, (1981) memberikan bentuk persamaan seperti berikut :

untuk perpindahan panas :

  2

3=

8 ………(β.β3)

untuk perpindahan massa :  

2 3=


(49)

BAB III

METODOLOGI PENGUJIAN

3.1 Waktu danTempat Pengujian

Waktu pengujian: Januari 2014 - April 2014

Lokasi pengujian: Gedung Magister Pascasarjana Teknik Mesin, fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan yang Digunakan 3.2.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah: 1. Alat Pengering Tenaga Surya

Gambar 3.1 Alat pengering

Spesifikasi :

Kolektor : Tipe : Plat bersirip

Luas : 2 x 1,7613 m2

Sudut Kemiringan : 45o

Bak Pengering : Panjang bak pengering = 2 m Lebar bak pengering = 1 m Tinggi bak pengering = 1 m Tinggi kaki bak pengering = 1.414 m


(50)

2. Komputer

Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah didapatkan dari

Hobo Microstation data logger dan Agilient 34972 A.

Gambar 3.2 Komputer

Spesifikasi :

a. MSi VR440 series

b. Intel pentium dual-core processor

c. 14"widescreen

d. Os: Microsoft windows xp

3. Agilient 34972 A

Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada

flashdisk yang dicolokkan pada bagian belakang alat ini.


(51)

Dengan Spesifikasi : a. Daya 35 Watt

b. Jumlah saluran termokopel 20 buah c. Tegangan 250 Volt

d. Mempunyai 3 saluran utama

e. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik f. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol

g. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor,serta arus listrik AC

4. Hobo Microstation Data Logger

Alat ini di hubungkan ke data logger untuk kemudian dihubungkan ke komputer untuk diolah datanya. Dengan Spesifikasi :

Skala Pengoperasian : 200– 500C dengan baterai alkalin 400 – 700C dengan baterai litium

Input Sensor : 3 buah sensor pintar multi channel monitoring

Ukuran : 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm

Berat : 0,36 kg

Memori : 512Kb Penyimpanan data nonvolatile flash.

Interval Pengukuran : 1 detik – 18 jam (tergantung penggunaan) Akurasi waktu : 0 - 2 detik


(52)

Terdapat beberapa alat ukur pada Hobo Microstation data logger yaitu :

1. Pyranometer

Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi. Satuan alat ukur ini adalah W/m2.

Tabel 3.1 Spesifikasi pyranometer

Parameter pengukuran

intensitas radiasi dengan interval 1 detik

Rentang

Pengukuran 0 sampai 1280 W/m

2

Temperatur kerja Temperature: -40°C to 75°C (-40°F to 167°F)

Akurasi

±10.0 W/m2or ±5% . Tambahan temperatur error 0.38 W/m2/°C from 25°C (0.21 W/m2/°F

from 77°F)

Resolusi 1.5 W/m2

Penyimpangan <±2% per Year

Spektrum cahaya 300 to 1100 nm

Error kosinus

±5%: 0° to 70° dari Vertical ±10%: 70° to 80° dari Vertical

Error Azimuth ±2% Error pada 45° dari Vertical, 360°

Rotation

Housing Anodized Aluminum Housing with Acrylic

Diffuser and O-Ring Seal

Panjang kabel 3 Meters (9.8 ft)

Berat 120 grams (4.0 oz)

Dimensi 41mm Height x 32mm Diameter (1 5/8" x 1


(53)

2. Wind Velocity Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Satuan alat ukur ini adalah m/s. Berikut adalah spesifikasi wind velocity sensor.

Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity sensor

Parameter pengukuran

Kecepatan angin rata-rata Kecepatan angin terttinggi

Data Channels 2 Channel, 1 Port

Rentang pengukuran 0 to 45 m/s (0 to 100 mph)

Operasi kerja Temperatur: -40C to 75C (-40F to 167F)

Akurasi ±1.1 m/s (2.4 mph) atau 4%

Resolusi 0.38 m/s (0.85 mph)

Ambang batas awal 1 m/s (2.2 mph)

Kecepatan angin

maksimum 54 m/s (120 mph)

Radius pengukuran 3 Meter

Housing

3 buah Anemometer dengan bantalan TEFLON Bearings dan poros Hardened

Beryllium

Panjang kabel 3.0 Meters (10 ft)

Dimensi 190 cm x 51 cm (7.5" x 3.2")

Berat 300 gram (10 oz)

3. Ambient Measurement apparatus

Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan sekitar. Satuan alat ukur ini adalah °C.Dengan spesifikasi:


(54)

Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement apparatus

Rentang

pengukuran -40°C to 125°C (-40°F to 257°F)

Akurasi ±0.22°C at 25°C (±0.4°F at 77°F) see

Diagram

Resolusi 0.02°C @ 25°C (0.04°F @ 77°F)

Penyimpangan 0.05°C/yr + 0.1°C/1000 hrs above 100°C

Waktu Respon

Water: 3.5 minutes to 90%

Air: 10 minutes to 90% ( Moving at 1m/sec)

Akurasi Waktu ±2 Minutes per Month at 25°C (77°F)

Sampling Rate 1 Second to 18 Hours

kapasitas

penyimpanan data 43,000 12-bit Samples/Readings

Konstruksi housing 316L Stainless Steel with O-ring seal

Tekanan/kedalaman

kerja 2200 psi (1500 m/4900 ft) maximum

Lingkungan kerja Air, Water, Steam (0 to 100% RH)

Berat 72 g (2.5 oz)

Dimensi 10.1cm long x 1.75cm diameter

4. T and RH Smart Sensor

Alat ini digunakan untuk mengukur kelembaban. Besarnya nilai yang diukur oleh alat ini dalam persen (%).

Tabel 3.4 Spesifikasi T and RH smart sensor

Channel 1 Channel kelembapan

Rentang pengukuran -40°C - 100 °C (-40°F - 212°F) Akurasi < ±0.2°C - 0°C sampai 50°C (< ±0.36°F @


(55)

Resolusi < ±0.03°C dari 0 °C - 50°C (< ±0.054°F dari 32°F - 122°F) Penyimpangan < ±0.1°C (0.18°F)/tahun

Waktu Respon kurang 2.5 Menit sampai RH 90% dalam 1 m/det gerakan udara

Housing Stainless Steel Sensor Tip Pilihan operasi

pengukuran Tersedia

Kondisi Lingkungan kabel dan Sensor Tahan air selama 1 tahun dengan Temperatursampai 50°C Berat w/ 17 Meter Cable: 880 grams (12.0 oz) Dimensi 7 mm x 38 mm (.28" x 1.50") - (Sensor saja)

Gambar 3.5 Alat ukur Hobo Microstation data logger

Keterangan : 1. Pyranometer

2. Wind Velocity Sensor

3. Ambient Measurement apparatus

4. T and RH Smart Sensor

5. Load cell

Load Cell digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan secara real time dengan menggunakan data aquistion (agilent). Alat ini digunakan selama pengeringan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan dengan alat pengering.

1 3

2


(56)

Gambar 3.6 load cell

Tabel 3.5 Spesifikasi load cell

Capacity 12 kg/ 25 lb

Operating temp. range -20 to +60º C

Accuracy 3 gr/0,1 oz

Zero balance ±0,1000mv/V

Safe overload 150% R.C.

Cable length 42 cm

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah: 1. Ubi kayu

Bahan yang dipergunakan dalam proses pengeringan ini adalah ubi kayu yang berkadar air sekitar ± 65%. Sebelum dikeringkan ubi kayu dikupas, lalu dibentuk menjadi bentuk bujur sangkar dengan ukuran ± 1 cm x 1 cm x 1 cm, dan jenis ubi yang digunakan adalah ubi roti.


(57)

2. Triplek

Bahan ini digunakan sebagai kerangka luar dari pada solar collector yang akan dibuat. Juga digunakan sebagai isolator.

Gambar 3.8 Triplek 3. RockWool

Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator, digunakan untuk mencegah panas dari solar collector hilang keluar. Jenis RockWool yang dipakai adalah jenis Wire Mesh yang memiliki konduktivitas 0.043

�.

Gambar 3.9 Rockwool

4. Kaca

Bahan ini digunakan sebagai jalur masuknya radiasi matahari. Digunakan jenis double glasses, untuk meningkatkan performance dari solar collector.


(58)

Gambar 3.10 Kaca

5. Styrofoam

Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator, digunakan untuk mencegah panas dari solar collector hilang keluar.

Gambar 3.11 Styrofoam

6. Plat Seng

Bahan ini digunakan sebagai absorber. Plat Seng yang memiliki konduktivitas yang bagus dan di beri cat hitam agar radiasi yang masuk pada solar collector

akan diserap sepenuhnya oleh plat seng.


(59)

7. Lem kaca

Bahan ini digunakan untuk merekatkan kaca pada kolektor agar kaca dapat menempel dengan kuat pada kolektor.

Gambar 3.13 Lem Kaca 8. Cat

Bahan ini digunakan untuk mencat plat seng. Cat yang digunakan adalah cat berwarna gelap (hitam).

Gambar 3.14 Cat

3.3 Experime ntal Set Up

Pengujian dimulai dengan menghubungkan kabel-kabel termokopel yang terhubung ke agilent ditempelkan ke plat absorber, inti ubi kayu, dan ruang pengering (drying chamber) untuk memperoleh data-data temperature dalam setiap menitnya (interval waktu perekaman dapat disesuaikan). Lalu pada bagian belakang agilent dipasang flashdisk untuk merekam data-data temperature dari setiap kabel-kabel tersebut, kemudian tekan tombol scan pada agilent. Pada load cell alat untuk mencatat data perubahan massa dari sampel dipasang di dalam ruang pengering, lalu dihubungkan ke laptop menggunakan kabel data USB. Setelah itu program load cell kit dijalankan untuk merekam perubahan dari massa


(60)

dari sampel. Setelah proses perekamam selesai, data dari kedua alat ukur ini dapat dilihat pada laptop dalam bentuk Microsoft excel

.

Gambar 3.15 Experimental set up

Adapun beberapa parameter yang akan diukur ialah : 1. Temperatur udara lingkungan

Ini adalah temperatur udara lingkungan. Data diambil menggunakan alat ukur T & RH Smart Sensor yang terhubung ke Hobo micro station data logger.

2. Temperatur plat.

Ini adalah temperatur plat absorber. Data diambil hanya satu titik selama proses pengeringan, sehingga temperatur plat dianggap seragam.

3. Temperatur ruang pengering

Ini adalah temperatur udara ruang pengering (drying chamber). Data diambil selama proses pengeringan.


(61)

4. Temperatur inti ubi kayu

Ini adalah temperatur inti ubi kayu. Data diambil hanya satu titik pada satu sampel, dimana termokopel dimasukkan kedalam inti ubi kayu selama proses pengeringan.

5. Radiasi matahari

Ini menunjukkan seberapa besar radiasi matahari pada 1 hari dalam 1 m2. Biasanya data di hitung setiap jam, dari jam 08:00-17:00 , kemudian dirata-ratakan sehingga didapatkan radiasi matahari per hari. 6. Massa ubi kayu

Parameter ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengurangan massa dari ubi kayu akibat penguapan yang terjadi di dalam ruang pengering (drying chamber) sama pi mencapai titik

equilibrium (tidak terjadi lagi penurunan massa).

3.4 Prosedur Pengujian

Ada pun prosedur pengujian yang dilakukan adalah :

1. Siapkan komponen-komponen mesin pengering (kolektor, bak pengering, dan kaki bak pengering).

2. Pasang mesin pengering dalam posisi yang baik dan benar.

3. Pasang kabel-kabel termocouple dari agilient pada plat absorber, ruang pengering dan inti ubi kayu.

4. Hidupkan Load cell sebelum merekam data load cell di tare kan terlebih dahulu agar di layar laptop massa berada pada posis 0 gr. 5. Hubungkan parameter-parameter yang akan diukur ke data logger dan

laptop.

6. Timbang ubi kayudan masukkan kedalam ruang pengering. 7. Proses perekaman data dimulai.

8. Pengeringan dilakukan sampai massa ubi kayu mencapai titik equilibrium.

9. Hasil dari pengujian di analisis. 10.Selesai.


(62)

3.5 Diagram Alir Pengujian

Dalam skripsi ini, penulis melalui beberapa proses, dapat dilihat pada gambar

hhhjh

Gambar 3.16 Diagram Blok Proses Pengerjaan Skripsi

Ya Tidak

Selesai Kesimpulan Analisa hasil pengujian

Perbandingan Hasil

Ya

Tidak Perhitungan

Radiasi Pengukuran

Radiasi

Pengujian Mengeringkan ubi

kayu

Buku Referensi, Jurnal & internet Studi

literatur

Persiapan Pengujian Mulai


(63)

BAB VI

DATA DAN ANALISA DATA

4.1 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation)

4.1.1 Analisa Radiasi Surya (Solar Radiation) Untuk Sampel 1 Pada Tanggal 14 April 2014

a) Analisa Radiasi Surya Hasil Pengukuran

Kita dapat menghitung data radiasi surya secara pengukuran dengan menggunakan sensor radiasi. Sensor radiasi yang digunakan pada penelitian ini adalah Hobo Micro station Data Logger. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini dapat menghitung data radiasi surya, kecepatan angin, temperatur, dan RH. Sehingga kita dapat melihat data-data dari sensor tersebut secara bersamaan dalam bentuk Microsoft Excel. Sensor ini dapat mencatat data-data dalam interval waktu 1 menit. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini berada di Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Pasca Sarjana Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin.

Data radiasi surya pada tanggal 14 April 2014 adalah : Tabel 4.1 Data Radiasi Pengukuran 14 April 2014

Pukul (Wib) Radiasi W/m² Pukul (Wib) Radiasi W/m² Pukul (Wib) Radiasi W/m²

8:00 264.4 11:15 250.6 14:30 449.4

8:15 329.4 11:30 646.9 14:45 286.9

8:30 375.6 11:45 329.4 15:00 363.1

8:45 410.6 12:00 563.1 15:15 426.9

9:00 455.6 12:15 616.9 15:30 361.9

9:15 514.4 12:30 965.6 15:45 189.4

9:30 326.9 12:45 659.4 16:00 301.9

9:45 615.6 13:00 239.4 16:15 359.4

10:00 671.9 13:15 290.6 16:30 321.9

10:15 198.1 13:30 314.4 16:45 255.6

10:30 794.4 13:45 324.4 17:00 215.6

10:45 230.6 14:00 643.1

11:00 765.6 14:15 605.6


(64)

Dari data radiasi pengukuran, radiasi rata-rata pada tanggal 14 April 2014 mulai pukul 08.00 Wib – 17.00 Wib adalah 430.6621622W/m2

b) Perhitungan Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah.

Selain dengan menggunakan pengukuran langsung dengan menggunakan bantuan alat ukur,data radiasi surya (solar radiation) dapat dihitung menggunakan hitungan radiasi pada kondisi langit cerah dengan menggunakan pendekatan analitik. Sehingga perhitungan radiasi surya secara hitungan radiasi pada kondisi langit cerah untuk tanggal 14 April 2014 di kota Medan dapat diketahui. Analisa radiasi surya menggunakan hitungan radiasi pada kondisi langit cerah adalah sebagai berikut :

posisi lintang : 3,43oLU ( =γ,4γ) dan 98,44oBT (Lloc=98,44) ketinggian dari permukaan laut : 37,5 m (Altitude A=0,0375)

waktu meridian ( 7 + GMT ) : 7 x 15 = 105o (Lst = 105o) {standart meridian} urutan hari : n (ditampilkan pada tabel 4.2)

Tabel 4.2 Perhitungan Urutan Hari Berdasarkan Bulan

NB : i = tanggal

Bulan N

Januari I

Februari 31+i

Maret 59+i

April 90+i

Mei 120+i

Juni 151+i

Juli 181+i

Agustus 212+i

September 243+i

Oktober 273+i

November 304+i


(65)

Maka urutan hari untuk 14 April 2014 adalah : n = 90 + i

= 90 + 14 = 104

Sehingga konstanta hari dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini :

B =

n−1 360 365 = 104−1 360

365

= 101,58904

Radiasi matahari sebelum masuk ke atmosphere bumi sebesar :

Gon = Gsc (1,00011 + 0,034221 cos B + 0,00128 sin B + 0,000719 cos 2B + 0,000077 sin 2B)

= 1367 (1,00011 + 0,034221 cos (101,5890) + 0,00128 sin (101,5890) + 0,000719 cos (203,1780) + 0, 000077 sin (203,1780))

= 1367,46598 W/m2

Faktor persamaan waktu (equation of time) adalah :

E = 229,2(0,000075 + 0,001868 cos B – 0,032077 sin B − 0,014615 cos βB − 0,04089 sin 2B

= 229,2(0,000075 + 0,001868 cos (101,5890) – 0,032077 sin (101,5890) − 0,014615 cos (203,1780) − 0,04089 sin (203,1780))

= -0,502878798 menit

Untuk menghitung selisih antara jam matahari dengan jam lokal kita gunakan persamaan berikut :

ST – STD = -4 x (Lst – Lloc) + E

= -4 x (105-98) + (-0,502878798) = -28,502878 menit


(66)

Dengan menggunakan persamaan 2.6 diperoleh sudut deklinasi

= 6,918x10-3 – 3,99912 cos B + 0,070251 sin B – 0,006758 cos 2B + 9,07x10-4 sin 2B – 0,002679 cos 3B + 0,00148 sin 3B

= 6,918x10-3 – 3,99912 cos (101,5890) + 0,070251 sin (101,5890) – 0,006758 cos (203,1780) + 9,07x10-4 sin (203,1780) – 0,002679 cos (304,767) + 0,00148 sin (304,767)

= 0,159194213 rad = 9,125782919o

Sudut pergeseran semu matahari yang diukur dari siang hari yang diukur pada pukul 08.00 Wib.

ω = 15(STD − 1β) + (ST − STD) ×15

60

misalkan pada pukul 08.00 Wib maka STD = 8

ω = 15 (8 − 1β) + (-28,5028788) ×15 60 = -67,1257197o

Setelah mendapatkan nilai sudut semu matahari kita dapat menghitung cosinus sudut zenith pada pukul 08.00 Wib.

cos θz = cos cos cos ω + sin sin

= cos (3,34o) cos (9,125782919o) cos (-67,1257197o) + sin (3,34o) sin (9,125782919o)

= 0,392378729

Radiasi yang diteruskan untuk masuk ke atmosphere bumi dengan estimasi radiasi pada kondisi langit cerah pada pukul 08.00 Wib dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini.

b

=

ao + a1 exp − k cosθz


(67)

ao = ro (0,4237 - 0,0082 (6 – A)2) ; untuk daerah tropis, nilai ro = 0,95 ( lihat tabel 2.2 )

ao = 0,95(0,4237 – 0,0082(6 – 0,0375) 2) ao = 0,125231807

a1 = r1 (0,5055 + 0,00595 (6.5 – A)2) ; untuk daerah tropis , nilai r1 = 0,98 ( lihat tabel 2.2 )

a1 = 0,98(0,5055 + 0,00595 (6.5 – 0.0375)2) a1 = 0,738915337

k = rk (0.2711 + 0.01858 (2.5 – A)2) ; untuk daerah tropis, nilai rk = 1,02 ( lihat tabel 2.2 )

k = 1,02(0.2711 + 0.01858 (2.5 – 0,0375)2) k = 0,391442725

Sehingga nilai b dapat dihitung

b

=

0,125231807 + 0,738915337 exp −

0,391442725 0,392378729

b

=

0,785219767

Dengan menggunakan persamaan 2.10 diperoleh radiasi matahari yang jatuh langsung ke permukaan bumi pada pukul 08.00 Wib.

Gbeam = Gon b cosθz

= 1367,465989 x 0,785219767 x 0,392378729 = 421,3211037W/m2

Dengan menggunakan persamaan 2.11 diperoleh radiasi difusi. Radiasi difusi adalah radiasi hasil pantulan atmosphere pada pukul 08.00 Wib.

Gdiffuse = Gon cos θz (0,271 – 0,294 b )

= 1367,465989 x 0,392378729 x (0,271 – 0,294 (0,785219767) ) = 21,54059303 W/m2


(68)

Maka total radiasi radiasi pada kondisi langit cerah pada 14 April 2014 pukul 08.00 Wib seperti persamaan 2.18 adalah :

Gtotal = Gbeam + Gdiffuse

= 421,3211037 + 21,54059303 = 442,8616967 W/m2

Dengan menggunakan cara yang sama, radiasi total pada tanggal 14 April 2014 mulai pukul 08:00 Wib – 17:00 Wib dapat dilihat pada tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Data Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah Tanggal 14 April 2014

NB : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran B.

c) Perbandingan Radiasi Hasil Pengukuran dan Hitungan Radiasi Pada kondisi Langit Cerah

Perbandingan antara data radiasi surya dengan menggunakan hasil pengukuran dan menggunakan hitungan radiasi pada kondisi langit cerah pada tanggal 14 April 2014 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.

Pukul (Wib)

Ω -

cos z

-

τb

-

Gbeam

(W/m2)

Gdiff use

(W/m2)

Gtotal

(W/m2)

8 -67.1257197 0.39237 0.78521 421.3211037 21.54059303 442.8616967 9 -52.1257197 0.61437 0.80531 676.5712152 28.76361607 705.3348313 10 -37.1257197 0.79512 0.81566 886.8770101 33.91791675 920.7949268 11 -22.1257197 0.92232 0.82105 1035.55186 37.34450101 1072.896361 12 -7.1257197 0.98729 0.82338 111.641101 39.05173192 1150.692833 13 7.8742803 0.98561 0.82332 1109.671601 39.00787061 1148.679472 14 22.8742803 0.91739 0.82086 1029.784205 37.21395832 1066.998163 15 37.8742803 0.78728 0.81528 877.729032 33.70230469 911.4313367 16 52.8742803 0.60415 0.80460 664.7326143 28.45814179 693.190756 17 67.8742803 0.38048 0.78379 407.8063758 21.1050059 428.9113817


(69)

Tabel 4.4 Perbandingan Radiasi Pengukuran dan Radiasi Pada Kondisi Langit cerah Pukul

(Wib)

Radiasi Pengukuran (W/m2)

Radiasi Pada Kondisi Langit Cerah (W/m2)

8:00 264.4 442.8616967

9:00 455.6 705.3348313

10:00 671.9 920.7949268

11:00 765.6 1072.896361

12:00 563.1 1150.692833

13:00 239.4 1148.679472

14:00 643.1 1066.998163

15:00 363.1 911.4313367

16:00 301.9 693.190756

17:00 215.6 428.9113817

Grafik perbandingan radiasi pengukuran dan radiasi pada kondisi langit cerah pada tanggal 14 April 2014 ditunjukkan pada grafik 4.1 di bawah ini.

Grafik 4.1 Perbandingan radiasi pengukuran dengan radiasi pada kondisi langit cerah pada 14 April 2014


(1)

Selanjutnya data-data perhitungan panas dan efisiensi kolektor surya pada tanggal 25 Maret 2014 dan tanggal 10 April 2014 akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik di bawah ini.

Untuk perhitungan panas dan efisiensi kolektor pada tanggal 25 Maret 2014 dilakukan tiap 30 menit mulai pukul 09:35 WIB – 16:37 WIB dan efisiensi kolektor rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 68,33%

Tabel 4.17 Data Perhitungan Panas dan Efisiensi Kolektor Tanggal 25 Maret 2014

Waktu T1 T2 T3 T4 T5 I Qloss Qin Η

09.35-10.05 71.79 58.14 46.47 34.76 30.54 473.31 375.01 1671.27 69.97% 10.05-10.35 76.37 61.77 42.81 35.10 31.18 533.11 470.29 1882.43 67.68% 10.35-11.05 83.35 68 51.10 36 31.35 624.39 505.79 2204.71 69.52% 11.05-11.37 88.17 72.29 55.72 36.80 32.53 709.91 555.28 2506.71 70.23% 11.37-12.07 91.28 77.01 59.72 38.14 33.23 756.34 612.03 2670.65 69.54% 12.07-12.37 94.40 81.53 63.06 39.49 34.06 764.91 664.35 2700.92 68.02% 12.37-13.07 86.15 76.43 62 40.21 34.91 698.49 568.53 2466.36 69.42% 13.07-13.37 93.66 82.40 64.13 41.05 35.4 629.19 653.12 2221.66 63.69% 13.37-14.07 90.65 80.78 62.91 41.20 35.51 736.33 624.15 2599.98 68.56% 14.07-14.37 85.50 76.4 59.47 41.21 35.44 629.00 558.73 2221.00 67.52% 14.37-15.07 77.17 70.06 55.43 40.81 35.49 579.91 462.05 2047.68 69.86% 15.07-15.37 66.88 60.69 50.26 40.39 35.35 348.86 329.22 1231.82 66.10% 15.37-16.07 60.69 55.84 46.72 39.41 35.20 319.03 262.56 1126.49 69.19% 16.07-16.37 55.51 51.04 43.58 38.39 33.84 241.16 216.10 851.53 67.32% Rata-rata 80.11 69.46 54.53 38.78 33.86 574.57 489.80 2028.80 68.33%


(2)

Grafik 4.11 Grafik Waktu vs Temperatur Tanggal 25 Maret 2014

Grafik 4.12 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi Tanggal 25 Maret 2014

Untuk perhitungan panas dan efisiensi kolektor pada tanggal 10 April 2014 dilakukan tiap 30 menit mulai pukul 08:17 WIB – 17:17 WIB dan efisiensi kolektor rata-rata yang diperoleh adalah sebesar 71,07%


(3)

Tabel 4.18 Data Perhitungan Panas dan Efisiensi Kolektor Tanggal 10 April 2014

Waktu T1 T2 T3 T4 T5 I Qloss Qin Η

08.17-08.47 48.51 33.9 40.03 31.75 28.58 386.86 66.91 1302.44 85.58% 08.47-09.17 55.61 39.6 45.46 34.05 30.15 465.46 122.06 1643.53 83.51% 09.17-09.47 61.1 41.16 48.46 34.9 31.07 526.53 132.6 1859.17 83.78% 09.47-10.17 68.39 53.91 50.74 35.43 31.56 602.07 299.5 212.92 77.51% 10.17-10.47 84.4 71.68 56.38 36.6 32.03 654.93 549.07 2312.56 68.80% 10.47-11.17 94.76 81.12 62.28 38.05 32.28 755.97 672.36 2669.34 67.49% 11.17-11.47 90.76 78.44 60.93 38.55 33.7 793.66 622.59 2802.41 70.17% 11.47-12.17 87.38 76.83 59.96 39.12 33.64 582.23 596.49 2055.85 64.04% 12.17-12.47 82.93 74.11 57.55 38.47 33.95 525.46 548.23 1855.39 63.56% 12.47-13.17 83.28 72.06 57.08 38.52 33.53 618.3 528.4 2183.22 68.38% 13.17-13.47 72.38 65.18 51.32 37.21 33.59 505.1 420.99 1783.51 68.92% 13.47-14.17 79.91 72.59 54.87 37.54 32.8 551.17 541.6 1946.19 65.11% 14.17-14.47 78.61 72.56 54.64 37.87 33.03 582.77 535.5 2057.77 66.74% 14.47-15.17 70.1 65.73 50.98 37.6 33.16 539.37 431.44 1325.77 69.78% 15.17-15.47 62.8 59.41 46.92 36.83 32.51 332.93 349.92 1175.57 63.36% 15.47-16.17 60.36 57.45 46.39 37.34 32.28 367.59 325.11 1297.95 67.62% 16.17-16.47 53.76 52.49 43.56 37.13 32.72 305.99 248.14 1080.44 69.50% 16.47-17.17 43.82 42.82 38.15 35.85 32.29 215.44 125.28 760.73 75.36% Rata-rata 71.05 61.72 51.43 36.82 32.38 517.32 395.34 1684.71 71.07%


(4)

Garfik 4.14 Grafik Waktu vs Intensitas Radiasi Matahari dan Efisiensi Tanggal 10 April 2014

Dari hasil analisis selama 2 (dua) hari pada kondisi cuaca cerah diperoleh panas radiasi rata-rata yang dapat diserap kolektor adalah 1856,755 watt. Kehilangan panas rata-rata pada kolektor adalah 442,57 watt. Efisiensi rata-rata dari kolektor surya 69,70%.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari pengujian ini adalah :

1. Nilai dan kurva MR sampel 1 dan sampel 2 yang terbentuk dari hasil pengujian sama, dan proses untuk mencapai massa akhir spesimen pada batas pengeringan (equilibrium) membutuhkan waktu 720 menit untuk masing- masing sampel.

2. Dari hasil pengujian 2 sampel yang dilakukan dipe roleh, persentase kadar kering ubi kayu yang dikeringkan dengan alat pengering 9 % dan 11 %, sedangkan yang dikeringkan langsung di bawah matahari adalah sebesar 24 % dan 28 %.

3. Nilai efisiensi alat pengering adalah 69,70 %.

4. Dengan menggunakan alat pengering kolektor surya ini proses pengeringan produk pertanian lebih cepat dan kualitas dari produk akan lebih terjaga dari pada proses pengeringan dijemur langsung di bawah terik matahari.

5.2 Saran

Adapun saran pada pengujian ini adalah :

1. Perlu penelitian lanjut untuk mengetahui pengaruh jarak antara acrylic ke plat agar mendapat jarak yang ideal antara acrylic dan plat pada mesin pengering kolektor surya tipe plat bersirip.

2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai optimasi jumlah berat sampel yang dapat dikeringkan oleh alat pengering ini.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Ambarita, Himsar.2011. Perpindahan Panas Konveksi dan Pengantar Alat Penukar Kalor. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU.

[2] A.S. Ajala, dkk. 2012. Drying Characteristics and Mathematical

Modelling of Cassava Chips. Chemical and Process Engineering Research www.iiste.orgISSN 2224-7467 (Paper) ISSN 2225-0913 (Online) Vol 4, 2012.

[3] Duffie, A. John.2006. Solar Engineering of Thermal Processes,Third Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York.

[4] Holman, J.P., 1986. Heat Transfer, Sixth Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore.

[5] Jansen, J. Ted. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Alih bahasa,

Arismunandar, Wiranto, Prof. Cetakan Pertama.Jakarta: Pradnya Paramita. [6] Incropera, Frank P., David P. Dewitt. 1985. Fundamentals of Heat and

Mass Transfer, Second Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York. [7] Reddy, T.A., Bouix, Ph. 1985. Solar thermal component and system

testing. Division of energy technology asian institute of technology Bangkok : Thailand.

[8] Rohanah, Ainun. 2006. Teknik pengeringan (TEP421). Buku ajar, Departemen teknologi pertanian fakultas pertanian USU 2006 : Medan. [9] S.T.A.R. Kajuna, Silayo,V.C.K., Mkenda,A.,Makungu,P.J.J. 2001.

Thin-Layer Drying Of Diced Cassava Roots. African Journal of Science and Technology (AJST),Science and Engineering Series Vol. 2, No. 2, pp. 94-100.

[10] Tambunan, H. Armansyah, dkk. 2001. Panduan praktis mujumdar untuk pengeringan industrial. Seri pustaka IPB Press 2001 : Bogor.

[11] Penanganan Pengolahan Hasil Ubikayu Cyber Extension Pusbangluh Deptan.htm

http://cybex.deptan.go.id

[12] Yunus, A. Cengel.2002. HeatTransfer A Practical Approach, Second Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore.